BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai keperluan semakin meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan pendukung berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan terutama tersedianya perangkat hukum tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuannya. Menghadapi kasus kasus konkrit diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah dari hari ke hari menunjukkan kecenderungan semakin kompleks. Hal ini dapat dimaklumi sebagai konsekuensi logis dari suatu proses pembangunan yang terus meningkat, disamping makin beragamnya kepentingan masyarakat dari berbagai sektor yang memerlukan tersedianya tanah. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagai akibat dari semakin padatnya penduduk akan menambah pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah bagi pemiliknya. Guna terciptanya jaminan kepastian hukum hak atas tanah di seluruh wilayah Indonesia, maka
1
2
diselenggarakan pelaksanaan pendaftaran tanah, sebagaimana diamanatkan Pasal 19 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960, sebagai berikut : Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah. Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dibidang pertanahan dalam menghadapi kasus-kasus konkrit, selain tersedianya
perangkat
hukum
diperlukan
juga tersedianya
berbagai
keterangan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum. Keterangan mengenai tanah tersebut dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu : dari segi fisik, tanah diperlukan adanya kepastian mengenai letak, batas-batas dan luasnya serta pemilikan bangunan dan tanaman yang mungkin ada diatasnya. Dari segi yuridis, diperlukan adanya kepastian mengenai status hukum tanahnya, pemegang haknya dan atau tidak adanya hak yang membebaninya.1 Berkaitan hubungan dengan pihak lain, pemegang hak atas tanah juga memerlukan surat tanda bukti yang memungkinkan dapat membuktikan haknya atas tanah yang bersangkutan. Terlaksananya pendaftaran tanah yang diakhiri dengan terbitnya sertifikat tanah, memberikan manfaat kepada tiga pihak, yaitu : (1) pemegang hak atas tanah, yakni untuk keperluan pembuktian penguasaan haknya, (2) pihak yang berkepentingan, misalnya calon pembeli atau kreditor untuk memperoleh keterangan tentang tanah yang 1
Budi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukkan Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid II, Djambatan, Jakarta, hlm.29
3
akan menjadi obyek perbuatan hukumnya; dan (3) bagi pemerintah dalam rangka mendukung kebijaksanaan pertanahannya.2 Hal-hal tersebut di atas dapat dipenuhi dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Adapun pengertian pendaftaran tanah tercantum dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, sebagai berikut : Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Definisi tersebut di atas merupakan penjabaran mengenai ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) Undang – Undang Pokok Agraria, yang meliputi : 1. pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah; 2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; 3. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Bertitik tolak pada pelaksanaan administrasi pertanahan, data pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan atas status sebenarnya mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Data pendaftaran tanah tersebut meliputi data fisik mengenai bidang-bidang tanah 2
Maria, S, W., Sumarjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Bagian II, Penerbit Kompas, Jakarta, hlm.
4
maupun data yuridis yang menyangkut hubungan hukumnya. Kaitannya dengan perubahan data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya, peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah sangat penting. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun l997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan dan pembebanan hak atas tanah hanya dapat didaftar apabila dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan demikian tugas pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak milik atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Hal ini tercantum dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, sebagai berikut : Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa akta tanah dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pelaksanaan pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional dibantu Pejabat Pembuat Akta Tanah, baik Pejabat Pembuat Akta Tanah yang secara khusus diangkat oleh Menteri Agraria sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Camat karena kedudukannya bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah
5
Sementara. Baik Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara mempunyai hak dan kewajiban yang sama, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan yang berlaku. Pejabat yang dapat membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah harus mempunyai kewenangan untuk membuatnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun l997. Dalam Pasal 6 ayat (2) ditentukan sebagai berikut : “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang - undangan yang bersangkutan”. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, berbunyi sebagai berikut : (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. (2) Untuk desa - desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. (3) Peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Oleh karenanya perlu mengatur jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan suatu Peraturan Pemerintah dan kemudian keluar Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998 membedakan Pejabat Pembuat Akta Tanah menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat
6
Akta Tanah Sementara dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus sebagaimana disebutkan pada Pasal 5 ayat (3). Pejabat yang berwenang membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu : “Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus: a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara; b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanahyang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat untuk melayani pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus” Hal ini dimaksudkan agar kegiatan tertib hukum pertanahan tetap dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Negara. Secara yuridis, fungsi Camat Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pendaftaran tanah adalah sama sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah berdasarkan permintaan dan keterangan dari penghadap atau pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan, menyatakan jual-beli, pemindahan / peralihan hak atas tanah (dihadapan penjual dan pembeli) disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yaitu kepala desa / kelurahan dan aparat desa / kelurahan. Dengan demikian tata cara pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Camat dan Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, hal ini disebabkan karena akta Pejabat Pembuat Akta Tanah akan dipergunakan
7
sebagai bukti otentik mengenai perbuatan hukum yang mengakibatkan perubahan data yuridis pendaftaran tanah. Inti dari fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah apabila dikaji secara mendalam hanya mengesahkan secara resmi / hukum terjadinya perbuatan hukum yang dilakukan oleh penghadap dengan disaksikan oleh pejabat yang ditentukan. Pejabat Pembuat Akta Tanah terkesan tidak memiliki kewajiban mempertanggungjawabkan perbuatan hukumnya manakala terjadi sengketa antara penjual dan pembeli (penghadap) yang melakukan perbuatan hukum. Dilihat dari sisi materiilnya, peran Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak mempunyai risiko atas tuntutan hukum karena hanya
sebatas
melegalisasi
meskipun
demikian
secara
moral
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Timbulnya permasalahan akibat perbuatan hukum yang dilakukan Camat Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dikarenakan kurang teliti dalam mempelajari atau memeriksa keabsahan surat-surat tanah dan suratsurat lain yang diperlukan guna memperkuat pembuatan akta. Sehubungan dengan penting dan strategisnya masalah pertanahan, maka sudah seharusnya Camat sebagai Kepala Wilayah serta Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara berkewajiban mengusahakan terciptanya tertib administrasi pertanahan termasuk penggunaan, pemanfaatan dan keabsahan hak-hak atas tanah di wilayahnya. Prinsip cermat, teliti dan hati-hati dalam proses penyelesaian masalah tanah juga harus benar-benar dilakukan oleh Camat demi tertib hukum pertanahan.
8
Konsekuensi terjadinya perbuatan hukum yang dilakukan oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara mengandung risiko yang berat dalam kaitannya dengan jabatan struktural maupun kedudukan dan tanggung jawab sebagai pegawai negeri sipil terhadap atasan, masyarakat maupun
dihadapan
pengadilan,
apabila
terjadi
permasalahan
yang
menimbulkan gugatan pihak lain atas perbuatan hukum yang dilakukan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Inti yang mendasari fungsi dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah seyogyanya oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dihayati betul prinsip-prinsipnya, artinya Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan fungsi ke PPAT-anya harus menghadapkan pihak-pihak yang berkeinginan melakukan pemindahan atau peralihan hak dan saksi-saksi yang diwajibkan serta membacakan isi atau materi akta yang dibuat dihadapan kedua belah pihak dan saksi-saksi. Sedangkan tanggung-jawab ke PPAT-anya, yaitu 1. mengenai kebenaran dari kejadian yang termuat dalam akta; 2. mengenai obyek perbuatan hukum, baik data fisik maupun data yuridisnya; 3. mengenai identitas para penghadap yang merupakan pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah berfungsi sebagai alat bukti bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah dalam rangka pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan guna pengalihan, perubahan data kepada penerima hak
9
atas tanah untuk dilakukan balik nama, sehingga, pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ini harus benar-benar hati-hati karena menyangkut tanah yang mempunyai nilai yang tinggi. Apabila terjadi sengketa di pengadilan mengenai tanah dan telah dibuatkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah maka akta ini dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan. Supaya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah menjadi alat bukti terjadinya peralihan hak atas tanah, maka Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara harus memenuhi ketentuan yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun l998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga akta yang dibuat menjadi akta otentik dan terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam pembuatan dan penyimpanan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan bukti yang kuat apabila terjadi sengketa. Pembuatan dan penyimpanan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah, tidak terlepas dari pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota. Tugas pemeriksaan hanya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan menugaskan stafnya yang dibekali dengan surat tugas. Pelaksanaan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah telah diatur dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Secara singkat dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa menteri melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah. Kemudian di dalam Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67 Peraturan Kepala Badan
10
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, juga diatur mengenai pelaksanaan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah. Di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa kewenangan pengawasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah telah mempunyai penjabaran tersendiri yang juga dilaksanakan secara bertingkat, serta dijelaskan pula mengenai dokumendokumen yang merupakan objek pemeriksaan. Dokumen yang dimaksud antara lain adalah buku daftar akta, hasil penjilidan akta, dan bukti-bukti pengiriman akta ke Kantor Pertanahan. Kewenangan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah dilaksanakan oleh menteri yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota dengan melakukan pemeriksaan rutin. Materi pemeriksaan meliputi antara lain: Buku daftar akta, laporan bulanan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan budel-budel akta. Peraturan
perundang-undangan
telah
mengamanatkan
bahwa
kewenangan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Pertanahan. Hal ini menggambarkan secara terang bahwa kewenangan pengawasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah berada di tangan Badan Pertanahan Nasional, artinya Badan Pertanahan Nasional merupakan satusatunya institusi yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap
11
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Badan Pertanahan Nasional sebagai satu – satunya institusi yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai peran dalam pembuatan akta sehingga akta yang dibuat menjadi akta yang otentik dan terhindar dari kesalahan – kesalahan. Selain sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, camat juga mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati. Hal ini yang menyebabkan permasalahan yang timbul dalam pembuatan akta tanah pada Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dapat disebabkan oleh masalah waktu dalam pembuatan akta tanah yang dilakukan oleh camat itu sendiri karena kesibukannya dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala wilayah kecamatan, kesalahan – kesalahan dalam pelaksanaan maupun kurangnya penguasaan tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti tidak melakukan pengecekan sertipikat asli di Kantor Pertanahan dan kesalahan pembuatan bagian-bagian akta dalam formulir akta otentik yang kadang kala tidak sesuai dan menyalahi ketentuan yang digariskan baik oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, sehingga pada akhirnya menimbulkan akibat hukum yang merugikan para pihak maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut di atas nampak jelas bahwa dengan demikian Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dituntut untuk lebih teliti dalam
melaksanakan
tugas
jabatannya.
Mekanisme
pembuatan,
12
penandatanganan maupun penyimpanan protokol akta Pejabat Pembuat Akta Tanah harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, hal ini disebabkan karena akta Pejabat Pembuat Akta Tanah akan dipergunakan sebagai bukti otentik mengenai perbuatan hukum yang mengakibatkan perubahan data yuridis pendaftaran tanah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka timbul adanya permasalahan yang memerlukan pembahasan lebih lanjut guna menjawab dan mencari pemecahannya, yaitu : 1. Bagaimana peran Kepala Kantor Pertanahan dalam pengawasan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara? 2. Kendala apa yang di hadapi oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pengawasan terhadap Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara? C. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang peran Kepala Kantor Pertanahan dalam pengawasan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara?
13
2. Untuk mengetahui dan mengkaji kendala yang dihadapi oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam melakukan pengawasan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara? D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan harapan dari setiap peneliti, baik manfaat bagi ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya hukum perdata dan pada khususnya hukum pertanahan terutama menyangkut tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dan pengaturannya. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan instansi yang terkait dalam pengaturan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan terhadap Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara.
E. Keaslian Penelitian Penelitian
tentang
peran
Kepala
Kantor
Pertanahan
dalam
Pengawasan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akat Tanah Sementara belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian yang mirip telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya diantaranya :
14
1. Suwasti Yudani, dengan judul “ Kedudukan dan Fungsi Camat sebagai PPAT Sementara di Kabupaten Sleman”. Yang merupakan penelitian tesis S-2, Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Adapun masalah yang diteliti adalah bagaimana kedudukan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara setelah berlakunya UUJN di Kabupaten Sleman Yogyakarta, bagaimana camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara dalam menjalankan tugasnya stelah berlakunya UUJN di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.3 2. Agung Hartanto, dengan judul “ Tugas dan Fungsi Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara berkaitan dengan Kekuatan Hukum terhadap Akta yang dibuatnya di Kabupaten Boyolali”. Yang merupakan penelitian tesis S-2, Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Adapun masalah yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara berkaitan dengan kekuatan hukum terhadap akta yang dibuatnya, permasalahan – permasalahan hukum apakah yang sering kali dihadapi oleh camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara dalam menjalankan tugas dan fungsinya di Kabupaten Boyolali.4 3. Tony Antonius Pascalis, dengan judul “ Pelaksanaan Kewenangan Jabatan Pembuat Akta Tanah Sementara Serta Faktor Yang Mempengaruhinya di
3
Suwasti Yudani, 2007, Kedudukan dan Fungsi Camat Sebagai PPAT Sementara di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Thesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 4 Agung Hartanto, 2008, Tugas dan Fungsi Camat Sebagai PPAT Sementara Berkaitan Dengan Perbuatan Hukum Terhadap Akta Yang Dibuatnya di Kabupaten Boyolali, Thesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
15
Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat”. Yang merupakan tesis S-2, Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Adapun masalah yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan kewenangan jabatan pembuat akta tanah dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya.5 Penelitian tersebut diatas berbeda dengan penelitian ini. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Suwasti Yudani adalah lokasi penelitian yang dilakukan di Kabupaten Sleman. Penelitian tersebut menitikbertakan pada kedudukan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara setelah berlakunya UUJN di Kabupaten Sleman Yogyakarta, bagaimana camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara dalam menjalankan tugasnya setelah berlakunya UUJN di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian mengenai Peran Kepala Kantor Pertanahan dalam pengawasan
camat
terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ini mempunyai perbedaan dengan penelitian – penelitian yang di sebutkan diatas. Hal ini dikarenakan penelitian tersebut diatas
tidak meneliti mengenai Peran Kepala Kantor
Pertanahan dalam pengawasan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dan kendala – kendala yang dihadapi Kepala Kantor Pertanahan dalam pengawasan camat terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Dengan demikian fokus penelitian yang di sebutkan diatas berbeda dengan penelitian yang diangkat dalam penulisan ini.
5
Tony Antonius Pascalis, Pelaksanaan Kewenangan Jabatan Pembuat Akta Tanah Sementara Serta Faktor YangMempengaruhinya di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, Thesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta