BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Masyarakat yang mengalami krisis ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan kesehatan fisik berupa gangguan gizi, terserang berbagai penyakit infeksi, tetapi juga dapat mengalami gangguan kesehatan mental psikiatri yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas kerja dan kualitas
hidup
secara
nasional
menurun
yang
akan
mengakibatkan hilangnya satu generasi sehat yang akan meneruskan
perjuangan
dan
cita–cita
bangsa.
Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan 14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa ringan hingga berat dan terus meningkat tiap tahunnya. Selain itu Riskesdas juga menyatakan bahwa masyarakat berjenis kelamin laki-laki lebih besar berisiko terkena gangguan jiwa daripada wanita, hal ini disebabkan laki-laki tidak memiliki hormon estrogen dan progesteron yang berperan dalam mengurangi serta mengatasi respon sakit, selain itu estrogen dan progesteron berperan 1
dalam
memproduksi
endorfin
yang
berfungsi
menjaga
kebugaran emosi dan suasana hati. Gangguan mental psikiatri dapat terjadi mulai dari tingkat yang ringan bahkan berat yang memerlukan penanganan khusus di rumah sakit, baik di rumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa di rumah sakit umum (Rasmun, 2001).
Dalam ilmu keperawatan jiwa, di Indonesia
ditemukan 7 diagnosa keperawatan gangguan bagi pasien penderita gangguan jiwa, yaitu: perilaku kekerasan; gangguan sensori presepsi: halusinasi; isolasi sosial; gangguan proses pikir: waham; risiko bunuh diri; defisiensi perawatan diri; gangguan konsep diri: harga diri rendah (Keliat 2010). Gangguan
jiwa
memang
tidak
menyebabkan
kematian secara langsung, namun orang dengan gangguan jiwa dapat menurunkan produktivitas kerja dan berisiko bagi orang lain. Karena hidup manusia tidak lepas dari peran dan hubungan dengan orang lain, oleh karena itu orang dengan gangguan jiwa dapat berdampak pada hubungan sosial manusia itu sendiri yang mana hubungan antar manusia sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai makhluk sosial
manusia
memiliki
dorongan
untuk
mengadakan
hubungan dan hidup dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar, yang disebut dengan dorongan sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki dorongan
2
untuk mengadakan hubungan dengan diri sendiri (dalam rangka mengevaluasi dirinya sendiri). Manusia membutuhkan hubungan bukan saja dengan individu lain, tetapi juga dengan lingkungan sekitar. Hubungan ini disebut interaksi sosial. Interaksi sosial dapat disebut dengan proses sosial dan merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial. Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antar individu-individu, individu-kelompok, dan kelompok dalam bentuk kerjasama. Interaksi sosial tidak dapat berjalan tanpa adanya suatu komunikasi di dalamnya (Mubarak, 2009). Komunikasi adalah proses kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu bersosialisasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya (Potter & Perry,
2005).
komunikasi
Dalami
tidak
(2009)
berjalan
mengatakan
dengan
baik,
bahwa individu
jika akan
melakukan tindakan menghindari hubungan dengan orang lain dan lingkungan yang terkait erat dengan ketidakmampuan individu dalam proses hubungan yang mengarah pada pemutusan hubungan sosial yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, dan respon lingkungan yang negatif. Kondisi ini yang selanjutnya mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain. Karakteristik klien yang mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang
3
lain dapat berupa ketidaknyamanan dalam interaksi sosial, ketidakmampuan untuk
menerima pendapat orang
lain,
gangguan interaksi dengan teman-teman dekat, keluarga, dan orang-orang terdekat lainnya. Gangguan ini cukup berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perilaku manipulatif pada individu yakni perilaku agresif atau melawan terhadap orang lain yang menghalangi keinginannya atau dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Karena suatu proses interaksi sosial sangat penting bagi manusia, oleh karena itu setiap manusia akan melakukan suatu interaksi dengan sesama manusia, hanya saja bila manusia
terganggu
kondisi
psikologisnya
maka
akan
terganggu juga interaksi dengan sesama manusia tersebut, hal itulah yang terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa harga diri rendah. Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart and Gail, 2006). Harga diri rendah biasanya terjadi karena kritik
diri sendiri dan orang
lain yang
menimbulkan penurunan produktivitas yang berkepanjangan, 4
yang dapat menimbulkan gangguan dalam berhubungan dengan
orang
lain
dan
dapat
menimbulkan
perasaan
ketidakmampuan dari dalam tubuh, selalu merasa bersalah terhadap orang lain, mudah sekali tersinggung atau marah yang berlebihan terhadap orang lain, selalu berperasaan negatif
tentang
tubuhnya
sendiri.
Karena
itu
dapat
menimbulkan ketegangan peran yang dirasakan kepada klien yang mempunyai gangguan harga diri rendah. Harga diri rendah juga selalu mempunyai pandangan hidup yang pesimis dan selalu beranggapan mempunyai keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan yang dimiliki, dapat menimbulkan penarikan diri secara sosial, yang dapat menimbulkan kekhawatiran pada klien (Stuart & Gail, 2007). Oleh karena itu pasien dengan gangguan harga diri rendah sangat rentan terjadi ketegangan atau gangguan interaksi sosial karena pasien dengan harga diri rendah memiliki ciri-ciri diantaranya sulit bergaul dan memiliki pandangan hidup yang pesimis (Yosep, 2011) yang membuat mereka enggan untuk berinteraksi dengan teman-temannya seperti contoh bercakap-cakap. Banyak cara yang dilakukan untuk menangani pasien dengan harga diri rendah yang mengalami gangguan interaksi sosial, dimulai dari pemberian asuhan keperawatan 5
yang didalamnya termasuk Terapi Aktivitas Kelompok (Keliat, 2010). Terapi Aktivitas Kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang lama yang maladaptif (Keliat, 2012). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan terapi untuk pasien dengan indikasi menarik diri dan kurang kegiatan sosial, harga diri rendah. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah suatu bentuk terapi yang meliputi sekelompok orang yang memfokuskan pada kesadaran diri dan mengenal diri sendiri dalam memperbaiki hubungan interpersonal dan merubah tingkah laku (Keliat & Akemat, 2012). Pada terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari inter personal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok. Kemampuan berinteraksi sosial pasien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Terapi aktivitas
kelompok
ini
memberi
hasil:
kemampuan
memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan, kemampuan
6
bercakap-cakap,
kemampuan
menyampaikan
dan
membicarakan topik tertentu, kemampuan menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi, kemampuan bekerjasama, kemampuan
menyampaikan
pendapat
tentang
manfaat
kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi yang telah dilakukan. Selain itu berdasarkan pengalaman peneliti saat praktik klinik dalam stase jiwa melihat bahwa meskipun pasien harga diri rendah telah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi namun masih terlihat kurang bahkan tidak mampu untuk bersosialisasi dengan teman-temannya. Karena pasien dengan gangguan harga diri rendah sangat rentan dan berisiko mengalami kerusakan dalam berinteraksi sosial, maka peneliti berusaha menggali dan meneliti apakah terdapat hubungan antara
Terapi
Aktivitas
Kelompok
Sosialisasi
dengan
kemampuan berinteraksi sosial pada pasien harga diri rendah. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditemukan beberapa masalah yang dapat diuraikan sebagai berikut, harga diri rendah memang bukan kasus yang terbesar dan terberat, namun jika tidak segera ditangani pasien dengan harga diri rendah dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja dan kerusakan hubungan sosial yang dimana hubungan sosial sangat penting bagi manusia. 7
1.3
Batasan Masalah a. Penelitian dilakukan di RSJD Amino Gondohutomo Semarang. b. Partisipan di ambil dari ruang VIII dan X. c. Partisipan berjenis kelamin laki-laki d. Terapi aktivitas kelompok: sosialisasi e. Harga diri rendah: kronik f.
Lama dirawat 1 – 6 minggu
1.4 Perumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara terapi aktivitas kelompok
(TAK)
sosialisasi
dengan
kemampuan
berinteraksi sosial pada pasien harga diri rendah di bangsal pria Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang?
1.5 Tujuan Penelitian a. Tujuan umum: Mengetahui hubungan antara TAK sosialisasi dengan kemampuan pasien berinteraksi sosial pada pasien harga diri rendah di bangsal pria Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan jiwa.
8
b. Tujuan khusus: a. Mengidentifikasi kemampuan bersosialisasi pasien harga diri rendah. b. Mengidentifikasi
hubungan
antara
terapi
aktivitas
kelompok sosialisasi dengan kemampuan berinteraksi sosial pasien harga diri rendah.
1.6 Manfaat Penelitian A. Secara Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
mampu
memperluas
ilmu
pengetahuan dan memberikan kontribusi yang positif bagi ilmu
keperawatan.
Sehingga
dapat
membantu
mengembangkan berbagai ilmu dan penelitian khususnya keperawatan jiwa untuk waktu yang akan datang. B. Secara Praktis 1. Bagi rumah sakit jiwa Memberikan informasi tentang beberapa cara menangani pasien dengan gangguan jiwa yang salah satunya melalui Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi berdasarkan hasil atau kesimpulan dari penelitian ini. Sehingga dapat dipergunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki beberapa hal yang kurang seperti dalam pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
9
2. Bagi profesi keperawatan Dapat membantu mengembangkan ilmu keperawatan jiwa, melalui penerapan
diberbagai bidang yang salah
satunya melalui penelitian tentang keperawatan jiwa. 3. Bagi peneliti Memberikan pengetahuan dalam meneliti, terutama pada pasien dengan harga diri rendah serta dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan. 4. Bagi Peneliti Lain Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai landasan penelitian tentang keperawatan jiwa dan penelitian yang lain.
10