1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di
Indonesia. Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5,2% per tahunnya, lebih sfesifik lagi kebutuhan listrik di Indonesia terus bertambah sebesar 4,6% setiap tahun (Sutrisna,2009). Bukti nyata krisis energi yang melanda Indonesia adalah pemadaman listrik bergilir yang sering terjadi di daerah-daerah terpencil.Berdasarkan blueprint
Pengelolaan
Energi nasional 2006-2025, pasokan utama enegi di Indonesia pada tahun 2005 masih didominasi oleh minyak bumi, yaitu sebesar 54,78%, selanjutnya diikuti gas bumi 22,24%, batu bara 16,77%, tenaga air 3,72%, dan panas bumi 2,48%. Energi terbarukan seperti bahan bakar nabati (biofuel), biomassa, angin dan tenaga surya belum dioptimalkan sebagai sumber energi primer di Indonesia begitupun nuklir,negara Kita belum mengoptimalkannya sebagai pembangkit listrik terkait isu yang beredar di kalangan masyarakat awam tentang dampak negatif dari pengguanaan nuklir tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.5 tahun 2006 tantang Sasaran Bauran Energi Primer Nasional 2025, energi terbarukan tersebut akan menjadi pasokan energi primer Nasional dengan persentase 17% dengan rincian biofuel 5%, biomasa-nuklir-airsurya-angin 5%dan batu bara yang dicairkan (coal liquefaction) sebesar 2%. Pada masa mendatang energi surya akan diperhitungkan sebagai sumber energi primer
di Indonesia. Hal ini didukung kondisi geografis Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa yang hampir sepanjang tahun mendapat radiasi sinar matahari. Pada tengah hari dalam keadaan cerah, matahari kita mampu memancarkan energinya sebesar 1000 watt per meter persegi (Manan, 2009). Energi sebesar ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik dengan menggunakan piranti sel surya, yaitu suatu piranti yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik dengan menggunakan efek fotovoltaik. Dewasa ini sel surya yang banyak digunakan adalah sel surya berbasis bahan anorganik, seperti silikon, GaSb/GaAs, AlGaSb, ZnO, CdT, CIGS dan bahan semikonduktor lainnya. Terutama untuk sel surya konvensional berbasis silikon telah mampu mencapaiefisiensi lebih dari 30% (Widia, 2010). Namun, walaupun efisiensi yang dicapai tinggi, biaya fabrikasi sel surya silikon juga sangatlah tinggi karena silikon yang digunakan adalah silikon murni, sehingga biaya konsumsinya pun lebih mahal daripada sumber energi fosil. Selain itu, silikon merupkan bahan tambang yang jumlahnya di alam sangat terbatas. Beberapa dekade terakhir bahwa pada tahun 1991
Grätzel dan Brian
O'Reganmemperkenalkan sel surya yang menggunakan gabungan material semikonduktor organik dengan semikonduktor anorganik yang dikenal dengan nama Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC)disebut juga sel Gratzel. Efisiensi konversi yang dihasilkan dari sel surya TiO2 tersensitisasi dye telah mencapai 1011% dengan menggunakan material organik Ruthenium komplek. DSSC merupakan sel surya alternatif yang dapat dikembangkan karena keunggulannyayaitu tidak memerlukan bahan dengan kemurnian tinggi sehingga
2
biaya produksinya relatif rendah.Pada dasarnya prinsip kerja DSSC merupakan suatu siklus transfer elektron oleh kompnen-komponen DSSC. Di antaranya adalah elektroda kerja (working electrode), elektroda pembanding (counter electrode) dan larutan elektrolit. Elektroda kerja terdiri dari sebuah kaca konduktif transparan (TCO), seperti Indium Tin Oxide (ITO) sebagai substrat. Di atas lapisan
konduktif
ITO
dideposisikan
bahan
semikonduktor
anorganik
nanokristalin yang memiliki celah pita lebar. Pada penelitian ini digunakan nanokristalin Titania Oksida (TiO2) fasa anatase yang memiliki energi celah pita sekitar 3,2 eV. Di atas lapisan TiO2 akan diendapkan organik dye. Dye adalah zat warna yang dapat di gunakan sebagai dye-sensitizer atau material yang dapat bertindak sebagai penyerap energi foton (photosensitizer). Molekul dye menyerap foton dari sinar matahari yang datang, dengan energi foton tersebut akan mengeksitasikan elektronnya dari level HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) ke level LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) dan menginjeksikan elektron tersebut ke pita konduksi TiO2. Oleh karena itu dye bertindak sebagai pompa elektron molekuler. Agar elektron dalam dye tidak habis karena dipompa ke lapisan TiO2, molekul ini harus memperoleh elektron pengganti, elektron pengganti ini didapat dari reaksi redoks larutan elektrolit yang diberikan di atas lapisan dye, sehingga akan terjadi suatu siklus transfer elektron dalam sistem DSSC. Unjuk kerja DSSC dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain struktur nanopori lapisan TiO2, luas lapisan aktif TiO2, Pemilihan dye yang tepat sebagai dye-sensitizer, jumlah molekul dye yang dapat diserap oleh lapisan TiO2 dan efek
3
penguapan dari larutan elektrolit yang digunakan (Fuadi, 2009). Salah satu aspek yang mempengaruhi unjuk DSSC adalah jumlah molekul dye yang dapat diserap oleh lapisan TiO2 yang berdampak pada penyerapan foton yang dapat dilakukan oleh DSSC yang akan berdampak pada efisiensi konversi energi dari DSSC tersebut. Banyaknya molekul dye yang terserap pada lapisan TiO2 dipengaruhi oleh konsentrasi dyedan waktu perendaman (Chou etal., 2007). Dalam penelitianya Chou et al. (2007), menggunakan dye Ruthenium (N3) dengan memvariasikan konsentrasi yang diberikan yaitu 5%, 20%, 50% dan 100% pada lapisan TiO2 dengan waktu perendaman 1 jam. Dari keempat jenis konsentrasi tersebut, DSSC yang memiliki efisiensi konversi tertinggi adalah DSSC dengan konsentrasi dye 50% yaitu 3,91%. Hal ini menunjukan bahwa molekul dye Ruthenium (N3) banyak diserap dengan baik ke dalam lapisan TiO2 pada konsentrasi 50%. Setiap dye yang digunakan sebagai dye-sensitizer memiliki konsentrasi optimum yang berbeda dalam setiap waktu perendaman. Selain itu unjuk kerja DSSC dipengaruhi oleh jenis dye terkait dengan efektifitasnya sebagai sunlight absorber. Umumnyadye adalah material organik yang memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi foton cahaya
matahari pada
panjang gelombang sinar tampak dengan panjang gelombang antara 300-700 nm (Widia, 2010). Dalam penelitian ini dye yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak antosianin buah delima, karena antosianin buah delima
memiliki
kemampuan menyerap cahaya matahari yang tinggi, pada panjang gelombang cahaya tampak 510nm (Sirimanne et al., 2006). Di samping itu,buah delima
4
mudah diperoleh dengan harga yang murah, mengingat Sumber Daya Alam di Indonesia yang melimpah. Berdasarkan penjelasan diatas, konsentrasi dyemerupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi DSSC dan setiap dye yang digunakan sebagai dyesensitizer terkait dengan efektifitasnya sebagai sunlight absorber. Oleh karena itu penulis mengangkat judul dalam penelitian ini adalah “Pengaruh konsentrasi ekstrak
antosianin
pomegranate
fruits
(buah
delima)sebagaidye-
sensitizerterhadap efesiensi sel surya jenis DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell)”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah ‘bagaimanakah pengaruh konsentrasi ekstrak antosianin pomegranate fruits (buah delima)sebagaidye-sensitizerterhadap efesiensi sel surya jenis DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell)?’.
1.3 Batasan Masalah Beberapa batasan perlu diberikan agar permasalahan yang akan dibahas menjadi terarah. Batasan tersebut yaitu, konsentrasi ekstrak dye yang digunakan dalam DSSC ini adalah 10%, 20%, dan 30%, dengan waktu perendaman (dipping time)elektroda kerja kedalam larutanekstrak dyemasing-masing konsentrasiselama 1 jam.Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Chou et al. (2007), menggunakan dye Ruthenium (N3) dengan memvariasikan konsentrasi yang diberikan yaitu 5%, 20%, 50% dan 100% pada lapisan TiO2 dengan waktu
5
perendaman 1 jam. Dari keempat jenis konsentrasi tersebut, DSSC yang memiliki efisiensi konversi tertinggi adalah DSSC dengan konsentrasi dye 50%
yaitu
3,91%. Pada konsentrasi 50% adalah konsentrasi optimum dye yang diserap ke dalam lapisan TiO2. Oleh karena itupada penelitian ini konsentrasi ekstrak dye antosianin buah delima yang digunakan adalah 10%, 20% dan 30%dengan waktu perendaman yang sama yaitu 1 jam.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Membuatprototipe Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) skala laboratorium yang dapat mengkonversi energi surya menjadi listrik. 2. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak dyeantosianin buah delima terhadap efisiensi DSSC.
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian terkait
pengembangan Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) khususnya menggunakan larutan ekstrak dye antosianin buah delima sebagai dye-sensitizer.
6