BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan definisi budaya Edward T.Hall (1959) dalam Aloliliweri (2003: 8) yang menyebutkan bahwa budaya adalah alat kehidupan bagi manusia. Budaya juga dikatakannya sebagai kepribadian, cara seseorang memecahkan masalah, mengekspresikan diri, cara berfikir, bahkan termasuk juga sistem transportasi, perencanaan kota. Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan maksud hati atau keinginan kepada orang lain. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicara atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Secara umum, bahasa berfungsi sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sama halnya dengan budaya, komunikasi akhirnya dapat memperlihatkan kepribadian dari komunikatornya atau dapat digunakan sebagai ajang mengekspresikan diri serta menyampaikan hasil pemikiran manusia. Ringkasnya dapat disimpulkan bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Budaya komunikasi akhirnya mengarah kepada pola atau bentuk gaya hidup. Bagaimana komunikasi menjadi suatu budaya yang melahirkan suatu pola
atau gaya hidup tersendiri dalam masyarakat. Pola atau gaya hidup ini pun akhirnya menjadi suatu identitas tersendiri bagi suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat Indonesia. Dunia komunikasi juga sering disebut sebagai budaya baru yang diciptakan oleh komunikasi-komunikasi modern. Budaya baru ini dapat menjadi suatu masalah yang rumit karena asalnya dari apa saja yang diungkapkan, disana juga muncul cara-cara berkomunikasi yang baru dengan bahasa-bahasa yang baru, teknik-teknik yang baru dan psikologi yang baru. Budaya komunikasi membuat dunia menjadi lebih sempit, jarak jauh menjadi dekat dan apa saja menjadi tidak mudah disembunyikan. Budaya komunikasi juga memungkinkan cepatnya akses penggabungan budaya atau proses akulturasi budaya. Arus informasi yang semakin berkembang saat ini begitu mempengaruhi kehidupan masyarakat modern, aspek-aspek ruang dan waktu saat ini nampaknya telah tergantikan dengan adanya teknologi informasi yang mampu mengambil alih fungsi-fungsi sosial dari keberadaan ruang dan waktu itu sendiri. Arus informasi yang berkembang seperti saat sekarang ini kemudian, menurut Mc Luhhan memunculkan fenomena Global Village, sebuah konsep untuk menjelaskan bagaimana dunia saat ini kian dipersempit seolah seperti hanya sebuah desa dengan adanya teknologi informasi yang semakin berkembang, nilai-nilai lokal menjadi sedikit demi sedikit terkikis dengan adanya globalisasi. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan.
Globalisasi merupakan suatu istilah yang berhubungan dengan hadirnya peningkatan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan bahkan budaya populer. Globalisasi merupakan suatu kesatuan proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, serta saling memengaruhi satu sama lain. Kehadiran media massa memunculkan hadirnya kebudayaan massa atau dalam istilah lainnya disebut dengan kebudayaan populer (pop culture). Fiske (dalam Ibrahim, 2007: xxiii) mengatakan bahwa budaya popular merupakan kebudayaan baru yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan media informasi sebagai konsekuensi dari lahirnya globalisasi. Budaya populer menjadi kajian yang menarik dalam kaitannya dengan perkembangan media massa. Budaya populer menyuguhkan kenyataan bahwa kebudayaan selalu lahir dan berkembang menurut masa dan peradaban dunia. Ibrahim (2007: xxiii) mengatakan bahwa budaya populer memuat unsur-unsur yang tidak hanya berkaitan dengan seni dan norma-norma, ia juga mengandung nilai-nilai politis tentang bagaimana produksi-produksi kebudayaan itu berlangsung. Budaya populer pada saat sekarang ini tidak hanya didominasi oleh kebudayaan dari Barat, tetapi saat ini beberapa negara-negara di Asia sudah mulai menunjukkan kapasitasnya dengan menjadi pengekspor budaya populer salah satunya adalah negara Korea Selatan.Korea Selatan merupakan salah satu negara “baru” yang sukses memasok produk-produk budayanya di pasar global. Gelombang kebudayaan modern Korea atau yang sering disebut Hallyu sejak
tahun 1990-an telah menjadi komoditas yang perlahan namun pasti mampu mempengaruhi banyak negara di Asia dan kawasan lainnya. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, demam budaya pop Korea melanda Indonesia. Fenomena ini dimulai semenjak sejak Piala Dunia Korea-Jepang 2002 yang berakhir dengan posisi Korea (Selatan) sebagai kekuatan empat besar dunia dalam hal persepakbolaan. Kesuksesan Korea di Piala Dunia 2002 semakin memperkenalkan nama Korea di mata dunia. Hingga kemudian secara berangsurangsur waktu saat ini hadirnya hiburan-hiburan “berwarna” Korea hadir menghiasi layar kaca televisi kita. Sebelum diterjang oleh gelombang Korea, Indonesia juga sudah diterjang lebih dahulu oleh gelombang India, Jepang, Eropa, Latin, dan tentu saja Amerika. Hallyu atau istilah lain dari gelombang Korea telah menjadi wabah yang telah menyebar di Indonesia tidak hanya melalui serial drama, hallyu juga dihadirkan melalui industri musik. Dengan menggunakan sosok dari kalangan remaja yang kemudian dibentuk melalui serangkaian training dan dirubah penampilannya, maka lahirlah boyband dan girlband yang mampu menjadi “senjata ampuh” bagi menyebarnya Hallyu. Sebut saja Super Junior dan Miss A. Berpenampilan menarik, cool, body six pack, pandai bernyanyi dan menari merupakan gambaran ikon remaja pria Korea yang digemari, kaum perempuannya tentu saja berkulit putih, berambut lurus, berwajah innocent dan fashionable. Hasilnya, di Indonesia kemudian bermunculan Sm*sh, 7 icon, Cherybell dan lainnya yang merupakan boyband dan girlband Indonesia dengan “kemasan” Korea. Besarnya dukungan terhadap hadirnya Hallyu tentu saja terutama sekali
berasal dari media massa yang memiliki peran penting terhadap adanya transfer kebudayaan seperti Hallyu ini. Hallyu sebagai bentuk dari globalisasi merupakan sebuah konsekuensi dari hadirnya media massa. Globalisasi hadir karena pengaruh media massa yang seakan membuat dunia ini menjadi sempit, keserempakkan sosial masyarakat dunia serta penetrasi antar negara di segala bidang.Perubahan cepat dalam teknologi informasi saat ini telah mengubah kebudayaan sebagian besar masyarakat dunia, terutama yang tinggal di perkotaan dan pedesaan. Masyarakat di seluruh dunia telah mampu melakukan transaksi ekonomi dan memperoleh informasi dalam waktu singkat berkat teknologi satelit dan komputer. Kini pun kita masuk dalam ikatan kebudayaan global (Mardianto, 2011)1. Globalisasi pada dasarnya telah membawa warna baru serta nilai-nilai baru yang berpengaruh terhadap selera serta gaya hidup masyarakat. Melalui media yang semakin terbuka dan mudah dijangkau, masyarakat dapat dengan mudah menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Di sisi lain, tidak semua warga negara mampu menyeleksi dan bersikap bijak terhadap hadirnya terpaan budaya tersebut, sehingga kemudian informasi mengenai budaya baru yang dibawa media seringkali terasa asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku Hadirnya terpaan budaya Korea (K-Pop) atau Korean Wave yang sangat dipengaruhi oleh media massa di Indonesia membuat para penggemarnya yang sebagian besar berasal dari kalangan remaja seakan berkeinginan menjadi
“Korean People” atau “orang Korea” atau istilah populer saat ini adalah Korea Lovers yang tercirikan dari gaya hidup atau life style sebagai hasil imitasi atau peniruan terhadap K-Pop. Masa remaja merupakan masa yang cukup rentan dengan pengaruh budaya massa seperti halnya K-Pop, apalagi hal ini didukung dengan peran media massa yang begitu banyak menyediakan informasi mengenai K-Pop. Perkembangan penetrasi kebudayaan melalui Korean Wave ini kemudian memunculkan perilaku masyarakat sebagai hasil dari imitasi terhadap kebudayaan-kebudayaan yang dimunculkan melalui fenomena Korean Wave, salah satu bentuk imitasi perilaku tersebut tercermin dari gaya hidup masyarakat sebagai hasil tiruan dari budaya-budaya yang dikonsumsi oleh masyarakat melalui media massa. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu.2Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Peniruan atau imitas terhadap kebudayaan Korea atau Korean Wave yang melanda sebagian masyarakat Indonesia kemudian memunculkan hadirnya
!
komunitas pecinta budaya Korea atau K-Pop. Komunitas ini biasa disebut dengan Komunitas Korea Lovers. Mereka secara rutin saling bertemu dan berkomunikasi, saling tukar menukar informasi. Bahkan mengganti nama-nama panggilan mereka dengan nama-nama Korea. Cara bicara mereka juga unik, yaitu dengan menyelipkan istilah-istilah dalam bahasa Korea. Tidak sampai disitu saja, mereka juga terobsesi untuk mempelajari bahasa Korea. Efeknya, saat ini tempat kursus bahasa Korea semakin menjamur. Tak ketinggalan pula, segala atribut yang berlabel Korea menarik minat mereka, mulai dari produk-produk elektronik, alat make-up, fashion, restoran makanan khas Korea, festival budaya Korea menjadi incaran mereka. Mereka berusaha untuk menunjukkan identitas ke-Korea-an mereka lewat produk-produk yang mereka gunakan. Komunitas sendiri merupakan sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".Sosial dapat berarti kemasyarakatan. struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari terendah sampaitertinggi. Contoh: kasta.diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa membeda-bedakan tinggirendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama.integrasi sosial - pembauran
"
dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi, akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi. Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Papalia & Olds (2001: 93) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990: 44) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahanperubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990: 44). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001). Tahap perkembangan remaja di atas kemudian sangat berpengaruh dengan bagaimana remaja membuat konsep tentang gaya hidup. Masa remaja adalah masa pencarian identitas dan mulai mencari gaya hidup yang pas dan sesuai dengan selera. Remaja juga mulai mencari seorang idola atau tokoh identifikasi yang bisa dijadikan panutan, baik dalam pencarian gaya hidup, gaya bicara, penampilan, dan lain-lain.
#
Mewabahnya Hallyu ini juga nampak di Kota Salatiga. Kota kecil yang berada diantara Kota Solo dan Kota Semarang ini merupakan sebuah kota yang terkenal sebagai kota pelajar. Banyak sekali pelajar yang datang menuntut ilmu di kota ini yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Dari pengamatan awal, tepatnya pada tanggal 4 Juni 2012 peneliti berhasil menemukan sekumpulan remaja penggemar K-Pop yang membentuk komunitas Korea Lovers di kalangan tempat tinggal (kos) pelajar atau mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Mereka memberi nama komunitas mereka yaitu WCC Korea Lovers, WCC adalah singkatan dari Wisma Christina Crue, yang artinya para kru Wisma Christina pecinta Korea. Terbentuk karena sama-sama memiliki kecintaan terhadap K-pop dan mereka tinggal bersama-sama dalam satu tempat tinggal (kos). Pada awalnya hanya 2 orang saja yang menyukai K-pop, dari 2 orang ini, mereka menularkan hobi, kesukaan mereka kepada teman-temannya yang akhirnya hampir seluruh anggota kos menjadi Korea Lovers dan mereka membentuk satu komunitas untuk mempererat kesatuan pecinta Korea Lovers. Berdasarkan
uraian
di
atas,
penulis tertarik
untuk
mengangkat
judulBUDAYA POPULER DAN GAYA HIDUP SEBAGAI KOMUNIKASI (STUDI PADA KOMUNITAS WCC KOREA LOVERS DI SALATIGA)
!
2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanaidentitas Korea Lovers sebagai komunikasibudaya yang terbentuk dari budaya pop dan gaya hidup para pecintaK-Pop yang tergabung dalam komunitas WCC Korea Lovers di Salatiga? ” 3. Tujuan Penelitian “Menggambarkanidentitas Korea Lovers sebagai komunikasi budaya yang terbentuk dari budaya pop dan gaya hidup para pecinta K-Pop yang tergabung dalam komunitas WCC Korea Lovers di Salatiga.” 4. Kegunaan Penelitian 4.1.Kegunaan Teoritis Memberikan kontribusi terhadap berkembangnya ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu komunikasi yang berbasis pada pengembangan penelitian kajian budaya populer dan gaya hidup dalam sudut pandang cultural studies dan komunikasi. 4.2.Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan kepada masyarakat dan dapat menjadi landasan dalam memahami tentang komunikasi budaya yang terbentuk dari fenomena merebaknya budaya pop dan gaya hidup akibat globalisasi dalam sebuah komunitas .