BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy for Disaster Reduction/UNISDR). Untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam.Indonesia disebut negara dengan resiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia. Sementara itu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu penyumbang karena memiliki wilayah yang rawan berbagai jenis ancaman bencana seperti yang dapat dilihat dari tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Tingkat Ancaman Multi Bencana di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber : BPBD Kota Yogyakarta Tahun 2011 Catatan kejadian bencana yang pernah terjadi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rentang waktu antara tahun 1885 – 2011 dapat dilihat pada Data dan Informasi Bencana Indonesia seperti yang terlihat pada tabel berikut:
1
Tabel 1.2 Catatan Data Bencana di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta KEJADIAN
JUMLAH KEJADIAN
MENINGGAL
LUKALUKA
HILANG
MENDERITA
MENGUNGSI
RUMAH RUSAK BERAT
RUMAH RUSAK RINGAN
BANJIR
34
2
5
-
3.090
869
139
-
EPIDEMI & WABAH PENYAKIT
1
16
-
-
-
-
-
-
GELOMBANG PASANG / ABRASI
1
-
-
-
-
-
-
29
GEMPA BUMI
10
4.923
22.406
-
-
1.403.617
95.903
107.048
TSUNAMI
1
3
3
-
-
-
-
-
KEGAGALAN TEKNOLOGI
2
75
119
-
-
-
-
-
KEKERINGAN
-
-
34
-
-
-
-
-
LETUSAN GUNUNG API
7
4.249
186
-
-
10.759
2
-
CUACA EKSTRIM
24
16
83
-
-
790
226
1.417
TANAH LONGSOR
12
5
-
TOTAL
32 127
9.316
22.807
-
589 3.090
1.416.624
47 96.317
500 108.994
Sumber : Data dan Informasi Bencana Indonesia Tahun 2011 Dua bencana besar terjadi dalam kurun tidak terlalu lama di Provinsi DIY yaitu gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 dan letusan gunung Merapi Pada Bulan Oktober 2010 seolah menasbihkan sebutan itu. Pagi hari di tanggal 27 Mei 2006, terjadi musibah gempa bumi yang melanda sebagian besar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah. Gempa dengan kekuatan 5,9 Skala Richter yang terjadi hampir satu menit tersebut, memberikan dampak kerusakan dan kerugian yang cukup parah. Menurut data Bakornas PB tanggal 21 Juni 2006, tercatat jumlah korban tewas sebanyak 5.760 orang dan rumah rusak sebesar 583 ribu unit, diantaranya 302.868 unit roboh dan rusak berat. Berdasarkan analisis kerusakan dan kerugian (damage and loss assessment) yang dilakukan oleh Bank Dunia pada Juni 2006, nilai kerusakan dan kerugian untuk sektor perumahan, infrastruktur, sosial,
2
produksi, dan sektor-sektor lainnya mencapai Rp 29,1 Trilyun. Diantara itu, sektor perumahan merupakan sektor yang mengalami kerusakan dan kerugian tersebesar yang mencapai Rp 15,3 Trilyun. Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang mempunyai kerentanan bencana cukup tinggi.Hal tersebut disebabkan karena kondisi alam seperti kondisi geografis, kondisi geologi dan iklim Kota Yogyakarta yang bisa menjadi ancaman bencana. Beberapa ancaman bencana tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan kebakaran. Disamping itu, bencana non alam dan sosial seperti wabah penyakit dan konflik masyarakat, juga tetap menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat. Hal ini mendapatkan perhatian serius dengan disahkannya Undang - Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB). Berdasarkan urutan waktu kejadian,
kegiatan
kelompok.Pertama,
penanganan sebelum
bencana
terjadi
dapat
bencana
dikelompokkan
diperlukan
menjadi
penanganan
tiga
tentang
kewaspadaan dan sistem peringatan dini. Kedua, pada saat kejadian bencana, penanganan berupa penanggulangan segera atau tanggap darurat, dan pasca bencana penanganan berupa rehabilitasi dan rekonstruksi. Ketiga, kelompok kegiatan itu memiliki peran penting masing- masing dalam menekan jumlah kerugian dan korban sebagai dampak bencana. Bencana telah menimbulkan banyak kerugian karena menghancurkan hasil hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah. Dana yang digunakan untuk tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana juga telah mengurangi anggaran yang
3
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan program- program pemberantasan kemiskinan. Bencana memberikan dampak nyata pada turunnya keberhasilan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi dan perubahan pada masyarakat di semua aspek kehidupan serta mengalami perubahan terhadap penurunan kualitas lingkungan. Jika terjadi bencana, masyarakat miskin dan kaum marjinal yang tinggal di kawasan rawan akan menjadi pihak yang paling dirugikan, karena jumlah korban terbesar biasanya berasal dari kelompok ini. Kota Yogyakarta memiliki kondisi geografis yang menjadikannya rawan bencana.Potensi bencana yang ada di Kota Yogyakarta diantaranya gempa bumi, banjir lahar dingin, angin puting beliung dan sebagainya.Dan menjadi ancaman bencana primer di Kota Yogyakarta ini dengan sejumlah bencana sekunder yang menjadi dampak lanjutan, seperti kerusakan jalan dan sistem saluran air. Pedoman yang digunakan tersebut adalah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 1 tahun 2012. Untuk mengetahui kemampuan kampung tangguh bencana dapat digunakan dengan mengikuti intruksi peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 1 tahun 2012, karena dalam pedoman tersebut telah tercantum dengan jelas indikator - indikator penilaiannya. Masyarakat khususnya di wilayah DIY dan sekitarnya yang masih rukun, komunikatif dan peduli antar sesama akan memberikan kontribusi tersendiri yang mendukung kemampuan di tepi sungai code menghadapi bencana. Oleh karena itu, perlu kiranya kampung yang berada di tepi sungai Code, diakomodir dan diberikan bekal strategi masyarakat tangguh bencana khususnya kampung mereka dalam
4
mengatasi berbagai permasalahan bencana di sekitar kampung di tepi sungai code. Oleh karena itu dari penjelasan diatas kampung yang akan diteliti oleh peneliti yaitu berada di tepi Sungai Code adalah masyarakat Kampung Jetisharjo Kelurahan Cokrodiningratan dan Kampung Terban Kelurahan Terban. Kampung Tangguh ini sengaja di bentuk, pertimbangan dalam pembuatan Kampung Tangguh Bencana ini dikarena di Tepi Sungai Code tersebut dinilai lebih sering terjadi bencana khususnya bencana banjir lahar dingin, dan gempa bumi. Untuk mengurangi resiko karena bencana maka di bentuk Kampung Tangguh Bencana. Dengan harapan penanganan bencana di Desa tersebut akan bisa berjalan dengan cepat tepat dan melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Lokasi ini nantinya akan menjadi contoh lokasi lain dalam membentuk “Kampung Tangguh Bencana” Dan akan menjadi solusi untuk menciptakan kondisi kampung di tepi sungai yang tangguh jika menghadapi bencana, serta memperkecil kerugian yang timbul akibat bencana sewaktu – waktu yang akan terjadi. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, dalam rangka Kampung Tangguh Bencana. Maka diperlukan kajian untuk mengetahui seberapa jauh Ketangguhan Masyarakat Kampung Jetisharjo dan Kampung Terban di tepi sungai code dalam menghadapi ancaman bencana, agar penelitian dapat lebih mengarah, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalahnya adalah Mengenai seberapa jauh Ketangguhan masyarakat Kampung di Kampung Jetisharjo dan Kampung Terban.
5
1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui
ketangguhan
masyarakat
Kampung
Jetisharjo
Kelurahan
Cokrodiningratan dan Kampung Terban Kelurahan Terban di Tepi Sungai Code dalam Menghadapi Bencana. 1.4 Manfaat Penelitian 1.
Hasil penelitian ini bisa memberikan manfaat berupa bertambahnya pengetahuan mengenai kampung tangguh bencana mengingat frekuensi dan intensitas terjadinya bencana di Kota Yogyakarta terus meningkat.
2.
Sedangkan bagi kepentingan Pemerintah, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
upaya
mengkoordinasikan,
mendorong
dan
meningkatkan
upaya
Ketangguhan Kampung dalam menghadapi bencana. 1.5 Batasan Penelitian Adapun batasan penelitian ini yaitu mengetahui ketangguhan masyarakat kampung sebagai kampung tangguh bencana dengan studi kasus di Kampung Jetisharjo dan Kampung Terban di Tepi Sungai Code Kota Yogyakarta. Waktu Penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei. 1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.3 Keaslian Penelitian PENELITI/TAHUN Alvianson (1998)
Islami (2003)
JUDUL/TEMA Peran serta anggota masyarakat dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di sekitar sungai code . Persepsi masyarakat terhadap sungai dan lingkungan permukimannya. Kasus sungai code yogyakarta
6
LOKASI Penelitian Kampung Ratmakan dan Ledok sari.
Kampung Ratmakan dan Kampung Cokrokusuman
Rahayu (2003)
Evaluasi program penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh
kawasan bantaran sungai code
Budiharto (2014)
Evaluasi manajemen tanggap darurat bencana lahar dingin
Sepanjang Sungai Code
Sumber : Analisis Peneliti, 2015 1.7 Sistimatika Penulisan Secara umum sistimatika penulisan laporan tesis ini terdiri atas beberapa bab yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Bab Pendahuluan Bab pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian sebagai panduan dalam menjawab permasalahan penelitian, tujuan penelitian yang merumuskan uraian yang secara eksplisit merumuskan substansi penelitian
yang
akan
dilaksanakan,
penjelasan
mengenai
keaslian
yang
membedakan penelitian yang dilakukan terhadap beberapa penelitian yang telah ada, manfaat penelitian, batasan penelitian serta penjelasan sistimatika penulisan. 2.
Bab Tinjauan Pustaka Bab Tinjauan pustaka membahas mengenai pendekatan – pendekatan teoritik mengenai materi pembahasan terkait kemampuan kampong di tepi sungai terhadap ketangguhan menghadapi bencana.
3.
Bab Metode Penelitian Bab Metode penelitian membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari proses input hingga mencapai output. Dalam tahapan ini dijelaskan mengenai pendekatan penelitian, fokus, lokasi penelitian, alat dan bahan penelitian, sampel dan sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data,
7
variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan serta kerangka pikir penelitian.
4.
Bab Deskripsi Lokasi Penelitian Bab Deskripsi Lokasi Penelitian membahas mengenai lokasi penelitian secara detail, yang terkait judul, topik dan tema penelitian.
5. Bab Hasil dan Pembahasan Bab hasil dan pembahasan membahas mengenai temuan yang didapatkan di lapangan setelah itu dianalisis dan di rangkum dalam tabel. 6.
Bab Kesimpulan dan Saran Bab kesimpulan dan saran membahas mengenai kesimpulan apa saja yang peneliti dapatkan setelah membahas hasil penelitian tersebut.
1.8 Pengertian Operasional Untuk memahami istilah-istilah dalam penanggulangan bencana, maka disajikan pengertian-pengertian kata dan kelompok kata menurut BPBD Kota Yogyakarta, 2015 sebagai berikut : 1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Daerah
yang melakukan yang melakukan penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Daerah. 2. Bahaya (hazard) adalah situasi, kondisi atau karakteristik biologis, klimatologis, geografis, geologis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu
8
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. 3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 4. Kapasitas (capacity) adalah penguasaan sumber-daya, cara dan ketahanan yang dimiliki pemerintah dan masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. 5. Kerentanan
(vulnerability)
adalah
tingkat
kekurangan
kemampuan
suatu
masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan berupa kerentanan sosial budaya, fisik, ekonomi dan lingkungan, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab. 6. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 7. Mitigasi (mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
9
8. Mitigasi fisik (structure mitigation) adalah upaya dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana dengan membangun infrastruktur. 9. Mitigasi non-fisik (non structure mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/ atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana dengan meningkatkan kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. 10. Pemulihan
(recovery)
adalah
upaya
mengembalikan
kondisi
masyarakat,
lingkungan hidup dan pelayanan publik yang terkena bencana melalui rehabilitasi. 11. Penanggulangan bencana (disaster management) adalah upaya yang meliputi: penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana; pencegahan bencana, mitigasi bencana, kesiap-siagaan, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. 12. Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sebagian atau seluruh bencana. 13. Pengungsi adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. 14. Pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) adalah segala tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas terhadap jenis bahaya tertentu atau mengurangi potensi jenis bahaya tertentu.
10
15. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya pelaksanaan penanggulangan bencana mulai dari tahapan sebelum bencana, saat bencana hingga tahapan sesudah bencana yang dilakukan secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. 16. Peringatan dini (early warning) adalah upaya pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 17. Prosedur Operasi Standar adalah serangkaian upaya terstruktur yang disepakati secara bersama tentang siapa berbuat apa, kapan, dimana, dan bagaimana cara penanganan bencana. 18. Pusdalops Penanggulangan Bencana adalah Unsur Pelaksana Operasional pada Pemerintah Pusat dan Daerah, yang bertugas memfasilitasi pengendalian operasi serta menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi PB 19. Rehabilitasi (rehabilitation) adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 20. Rekonstruksi (reconstruction) adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
11
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 21. Rencana Kontinjensi adalah Suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. 22. Risiko (risk) bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 23. Sistem penanganan darurat bencana adalah serangkaian jaringan kerja berdasarkan prosedur-prosedur yang saling berkaitan untuk melakukan kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 24. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. 25. Tanggap darurat (emergency response) bencana adalah upaya yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan, evakuasi korban dan harta
12
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan pra-sarana dan sarana.
13