BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana alam. Hal tersebut
disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang terletak pada jalur cincin api dengan 129 gunung berapi aktif dan berada di antara tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia di utara, Indo Australia di selatan dan lempeng Pacific di sebelah timur. Kabupaten Magelang sebagai salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah juga tidak terlepas dari ancaman berbagai bencana alam. Berdasarkan Peta Indeks Rawan Bencana di Provinsi Jawa Tengah yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), maka Kabupaten Magelang termasuk ke dalam kerawanan tinggi.
Gambar 1.1. Peta Indeks Rawan Bencana Provinsi Jawa Tengah Sumber : www.bnpb.go.id (2014)
1
2
Salah satu bencana yang mengancam di Kabupaten Magelang adalah erupsi gunung Merapi. Erupsi Gunung Merapi memiliki posisi dikotomi, di satu sisi sebagai sumber bencana namun di sisi lain merupakan anugerah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lereng Gunung Merapi. Semburan abu vulkanis Gunung Merapi menyebabkan kawasan di sekitar lereng Gunung Merapi subur di samping akumulasi material erupsi yang bernilai ekonomis bagi masyarakat. Selain hal tersebut, kawasan di sekitar lereng Merapi merupakan kawasan resapan dan tangkapan air sehingga kawasan ini memiliki cadangan air tanah yang banyak. Kesuburan tanah, tingginya daya dukung lahan dan cadangan air tanah yang melimpah inilah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk meninggalinya sehingga mendorong tumbuhnya permukiman di kawasan tersebut. Erupsi Gunung Merapi yang terakhir terjadi pada bulan November tahun 2010. Erupsi gunung Merapi pada akhir tahun 2010 itu disebut sebagai erupsi terbesar yang terjadi selama 100 tahun terakhir. Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasional (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per tanggal 27 November 2010, bencana erupsi Gunung Merapi pada November 2010 tersebut telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 242 orang meninggal di wilayah DI Yogyakarta dan 97 orang di wilayah Jawa Tengah. Sesuai data yang dihimpun oleh BNPB per tanggal 31 Desember 2010, erupsi Gunung Merapi tersebut telah mengakibatkan kerusakan dan kerugian sebesar Rp. 3.628 Triliun. Besarnya kerugian yang ditanggung menunjukkan belum maksimalnya upaya pengurangan risiko bencana yang sudah dilakukan. Belum maksimalnya upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan oleh pemerintah karena tidak didukung dengan peningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat akan
3
bahaya yang mengancam (Matsuda and Okada, 2006). Upaya kesiapsiagaan dapat meminimalkan dampak buruk dari bahaya melalui tindakan pencegahan yang efektif dan tepat. Sementara itu upaya pengurangan dampak bencana yang dilakukan oleh pemerintah masih terfokus pada upaya struktural saja (Matsuda dan Okada, (2006). Kesiapsiagaan masyarakat cenderung diabaikan oleh pemerintah. Selama ini masih banyak masyarakat yang menggantungkan kesiapsiagaan dan mitigasi kepada pemerintah dengan mengabaikan kesiapsiagaan pribadi masing-masing (Matsuda dan Okada, 2006) dan kesiapsiagaan komunitas masyarakat. Pemerintah membutuhkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi suatu bencana untuk mengurangi risiko terhadap bencana (Matsuda dan Okada, 2006). Kesiapsiagaan masyarakat Kecamatan Dukun juga menjadi sangat penting mengingat siklus letusan Merapi yang sangat pendek. Tabel 1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Daerah Zona Ancaman Merapi (Radius 15 km dari kawah) No
Kecamatan
1
Penduduk
Jumlah
Luas
Kepadatan/
Km2
Km2
Desa
L
P
total
Dukun
9
10.612
11.288
21.880
26.9
813.4
2
Srumbung
6
6.992
7.080
14.072
23.6
596.3
3
Sawangan
3
5.863
5.959
11.822
13.0
909.4
Sumber: (Podes dalam Renaksi Merapi 2011-2013, 2011) Kabupaten Magelang memiliki tiga kecamatan yang terletak pada KRB (Kawasan Rawan Bencana) II dan III yaitu; Sawangan, Dukun dan Srumbung. Tabel 1.1. di atas menunjukkan
bahwa Kecamatan Dukun memiliki jumlah
penduduk terdampak terbanyak yaitu 21.880 jiwa dengan kepadatan tertinggi yaitu 813,4 jiwa/km 2 di antara ketiga Kecamatan yang rentan terhadap ancaman erupsi
4
Gunung Merapi di Kabupaten Magelang. Selain itu dari ketiga kecamatan tersebut, Kecamatan Dukun merupakan wilayah dengan jumlah desa yang masuk dalam KRB II dan KRB III terbanyak pada saat erupsi Merapi tahun 2010 yang lalu. Kondisi wilayah tersebut tentu memerlukan kesiapsiagaan yang tinggi dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waku terjadi. Atas dasar hal-hal tersebut maka lokasi penelitian dipilih kecamatan Dukun. 1.2.
Pertanyaan Penelitian Kerugian yang disebabkan oleh erupsi Merapi sangat besar. Kejadian
erupsi Gunung Merapi sering kali mendadak, tidak bisa diprediksi dengan tepat. Oleh karena itu, Kecamatan Dukun yang terletak di Kawasan Rawan Bencana Merapi perlu memiliki kesiapsiagaan yang sangat tinggi untuk menghadapi bencana Erupsi Merapi.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka muncul pertanyaan-
pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Sejauh Mana Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Kecamatan Dukun terhadap Ancaman Erupsi Merapi? Pertanyaan ini akan menjawab pertanyaanpertanyaan lanjutan sebagai berikut: a.
Berapa indeks kesiapsiagaan masyarakat kecamatan Dukun?
b.
Apa saja yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi ancaman erupsi Merapi?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan Masyarakat Kecamatan Dukun terhadap Ancaman Bencana Erupsi Merapi? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan dan
juga faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagan masyarakat
Kecamatan
5
Dukun dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi yang akan datang. Selanjutnya agar dapat dipetakan tingkat kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Dukun supaya menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dalam program Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Merapi. 1.4.
Batasan Penelitian Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) ada tiga stakeholder utama dalam
kesiapsiagaan bencana, yaitu : (1) Masyarakat/Rumah Tangga; (2) Pemerintah; dan (3) Sekolah. Namun demikian karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam maka penelitian
ini
rencananya
akan
dibatasi
pada
Kajian
Kesiapsiagaan
masyarakat/rumah tangga Kecamatan Dukun dalam menghadapi ancaman bencana Erupsi Merapi. 1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian terbagi menjadi dua yaitu manfaat secara praktis yang
berguna bagi kehidupan dan manfaat secara teoritis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. a.
Secara praktis tentunya studi ini sangat bermanfaat terutama bagi stakeholder terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana di wilayah Gunung Merapi antara lain: 1)
Masyarakat lokal Hasil penelitian ini harapannya akan bermanfaat bagi masyarakat yang
bermukim di sekitar kawasan lereng Gunung Merapi. Masyarakat akan mengetahui dan memahami
tingkat kesiapsiagaan yang ada di wilayahnya, sehingga
masyarakat lokal dapat melakukan tindakan-tindakan preventif agar dapat
6
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh bahaya letusan Gunung Merapi tersebut maupun tindakan-tindakan ketika terjadi bencana. 2)
Pemerintah Kabupaten Magelang i.
Menjadi pertimbangan dan masukan bagi pemerintah Kabupaten Magelang dalam perencanaan dan mitigasi bencana
ii.
Agar membina dan mengatur masyarakat sebelum terjadi bencana untuk selalu siap sedia dalam menghadapi bencana
3)
Semua pihak yang terkait dengan kegiatan peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana Erupsi Merapi.
b.
Manfaat bagi Bidang Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan terkait
kesiapsiagaan masyarakat terhadap bahaya yang dapat terjadi pada lingkup wilayah gunung berapi sehingga memberi dasar pemikiran setiap orang agar selalu siap dalam menghadapi bencana. 1.6.
Alur Pikir Adanya bahaya Gunung Merapi menuntut masyarakat di Kawasan Rawan
Bencana untuk mengembangkan sikap baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bahaya, salah satunya adalah melalui pengurangan risiko bencana. Salah satu faktor penting yang harus dianalisa dalam upaya pengurangan risiko bencana yakni penilaian tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bahaya yang akan terjadi, sebagai upaya pencegahan rusaknya aset-aset kehidupan dan penghidupan. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, tentunya perlu suatu studi analisis tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi.
Untuk mengetahui kesiapsiagaan masyarakat
7
terhadap letusan Gunung Merapi maka dilakukan langkah-langkah yaitu mengidentifikasi indeks kesiapsiagaan masyarakat. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut dapat disimpulkan dan direkomendasikan hal-hal yang terkait dengan tingkat kesiapsiagaan masyarakat.
PROSES
MASALAH
LATAR BELAKANG
Ancaman Bencana Erupsi Gunung Merapi
ANUGRAH Lahan subur dan nyaman ditempati
BENCANA tingginya Korban Jiwa dan Kerugian Materiil tahun 2010
Tumbuhnya Pemukiman dan Pertanian di Kecamatan Dukun
Rendahnya Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bencana Erupsi Merapi tahun 2010
Perlu Kajian Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Ancaman Bencana Erupsi Gunung Merapi yang Akan Datang
Identifikasi Variabel Kesiapsiagaan Bencana
Identifikasi Karakteristik Masyarakat
Skoring Kesiapsiagaan Bencana
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesipasiagaan Bencana
LOKASI PENELITIAN
OUTPUT
1. Indeks Kesiapsiagaan Bencana dan Peta Sebaran Kesiapsiagaan 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesiapsiagaan Bencana
ARAHAN MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN BENCANA
Gambar1.2. Alur Pikir Sumber : Hasil Analisa, diolah (2014)
8
Selain itu juga dilakukan identifikasi karakteristik responden, wawancara pihak terkait dan observasi di lokasi penelitian untuk menemukenali faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesiapsiagaan masyarakat.
Selanjutnya juga
dilakukan identifikasi berbagai upaya yang sudah dilakukan oleh perintah dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam arahan dan saran mitigasi yang perlu dilakukan dalam menghadapi ancaman risiko bencana erupsi Gunung Merapi. 1.7.
Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang kesiapsiagaan terhadap bencana alam di
Indonesia sudah dilakukan. Terutama pasca bencana Tsunami di Aceh dan Gempa di Padang yang memberikan pelajaran kepada kita untuk selalu siap siaga terhadap bencana alam yang dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa dapat diduga sebelumnya. Berdasarkan hasil studi pustaka di perpustakaan pusat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Perpustakaan Magister Perencanaan Kota dan Daerah Fakultas Teknik UGM, ada beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan kesiapsiagaan terhadap bencana alam. Hasil dari studi pustaka ternyata penelitian ini memiliki perbedaan mengenai, metode, lokasi, jenis bahaya dan tujuan dari ketujuh penelitian sebelumnya. Ada tujuh penelitian terdahulu terkait dengan kesiapsiagaan bencana alam hasil dari studi pustaka.
Ketujuh penelitian
sebelumnya yang terkait dengan kesiapsiagaan dengan bencana alam adalah sebagai berikut:
9
Tabel 1.2 Daftar penelitian-penelitian sebelumnya No
Nama dan Judul Penelitian
(1)
(2) Yudi Irawan (2009), Kajian Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Tsunami di Kota Bengkulu
1
2
Antonius Budi Triyanto (2010), Evaluation of Community Preparedness Againts Natural Disaster A Chase In Four Villages In Pacitan Sub District, Pacitan District, East Java, Indonesia
Tujuan Penelitan
1.
(3) Mengetahui lokasi mana saja tergenang oleh genangan tsunami
Metode Penelitian
yang
2.
Mengetahui genangan yang paling luas dan sedikit.
3.
Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang dapat digunakan sebagai tempat penyelamatan jika terjadi bencana tsunami.
4.
Mengkaji pola dan rute evakuasi atau penyelamatan diri kemudian membuat peta evakuasi.
5.
Mengkaji tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan aparat pemerintah Kota bengkulu terhadap ancaman tsunami.
1.
Untuk mengukur tingkat Kesiapsiagaan Bencana Gempa Masyarakat di Lokasi Penelitian
2.
Untuk menunjukkan pengukuran Tingkat Kesiapsiagaan dengan dua metode yang berbeda
3.
Untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat.
(4) Observasi lapangan langsung, indept interview, kuesioner dengan pengambilan responden simple random sampling. Analisis yang dilakukan adalah menghitung waktu tiba gelombang tsunami dari lokasi patahan kelokasi peneliti, penentuan letak detector peringatan dini, perkiraan tinggi run up pada saat gelombang tsunami mencapai pantai dan kecepatan lari masyarakat.
Metode kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi di lapangan. Analisa yang digunakan adalah dengan menghitung Indeks Kesiapsiagaan Bencana menggunakan metode yang digunakan oleh LIPIUNESCO/ISDR (2006) dan Metode Usulan yang diguanakan oleh Wishner (2004)
Hasil Penelitan
1.
(5) Daerah sepanjang Pantai Kota Bengkulu akan tergenang jika terjadi tsunami dengan ketinggian run-up 14 meter.
2.
Wilayah Kecamatan ratu Agung merupakan daerah yang tergenang oleh tsunami paling luas yaitu 268,41 ha.
3.
Lokasi-lokasi evakuasi terdekat jika terjadi tsunami untuk masyarakat di Kecamatan Teluk Segara adalah Lapangan Merdeka dan SMP IT
4.
Pola penyelamatan yang dapat dilakukan saat terjadi tsunami di ketiga wilayah penelitian adalah penyelamatan horisontal dengan mencari tempat terbuka dan menjauhi wilayah pantai sejauh mungin.
5.
Tingkat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tsunami masyarakat di Kota Bengkulu yang diwakili oleh 5 (Lima) Kelurahan yaitu Kelurahan Berkas, Sumur Meleleh, Penurunan, Lempuing dan Kelurahan Nusa Indah masuk dalam kategori belum siap.
1.
Desa Kembang memiliki Indeks Kesiapsiagaan Bencana yang paling tinggi termasuk dalam kategori Siap.
2.
Sedangkan tiga desa lainnya yaitu Ploso, Sidoharjo dan Sirnoboyo masuk dalam kategori hampir siap.
3.
Tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap bencana memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan perilaku mitigasi responden.
4.
Responden dengan pendidikan yang lebih rendah serta responden perempuan cenderung memiliki indeks yang lebih rendah pula.
10 Tabel 1.2. Lanjutan (1) 3
(2) Aditya Purnomo (2011), Kajian Kesiapsiagaan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam Mengantisipasi Bencana Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010
1.
2.
(3) Untuk mengetahui kesiapsiagaan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengantisipasi bencana erupsi Gunung Merapi Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengantisipasi bencana erupsi Gunung Merapi
(4) Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perolehan data melalui teknik kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis menggunakan panduan tingkat kesiapsiagaan pemerintah yang disusun sendiri oleh peneliti.
1.
(5) Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Pemkab Sleman kurang siap dalam mengantisipasi bencana erupsi Merapi tahun 2010.
2.
Renkon bencana merapi yang dibuat oleh Pemkab Sleman hanya letusan dengan tingkat VEI 3, berbeda dengan letusan Merapi tahun 2010.
3.
Sistem peringatan dini dalam kondisi tidak siap
4.
Kapasitas kelembagaan Pemkab Sleman dalam PB masih lemah, adanya inkonsistensi peraturan PB dengan peraturan lainnya. Koordinasi Pemkab Sleman antar stakeholder berjalan hanya pada level yang telah memiliki kerja sama dengan Pemkab Sleman.
4
5
Zaynul Fahri (2011), Tingkat Kerentanan dan Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap bencana Tanah Longsor di Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes
Variadi (2012), Kajian Rencana Evakuasi dalam Kesiapsiagaan Bencana Tsunami dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat (Studi Kasus:Kecamatan Meuraksa Kota Banda Aceh)
1.
Menentukan tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
2.
Menentukan tingkat kerentanan dari elemen risiko bencana berdasarkan zona kerawanan terhadap tanah longsor
3.
Menilai indeks kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor
4.
Menganalisis korelasi antara indeks kesiapsiagaan masyarakat dengan tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor
1.
Melakukan kajian terhadap pengetahuan masyarakat mengenai rencana evakuasi;
2.
Melakukan kajian terhadap proses perencanaan, pelaksanaan dan sosialisasi rencana evakuasi;
3.
Memberikan solusi untuk penyempurnaan rencana evakuasi dengan mempertimbangkan pengetahuan dan peran serta masyarakat.
Metode yang digunakan adalah metode analisis data spasial untuk penentuan tingkat kerawanan dan kerentanan terhadap bencana tanah longsor. Untuk penilaian indeks kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana tanah longsor metode yang digunakan adalah metode survei dengan metode pengambilan sampel acak berstrata (stratified random sampling). Metode pengambilan sampel responden dilakukan berdasarkan zona kerawanan tanah longsor (rendah, sedang, tinggi) di lokasi penelitian
1.
Indeks kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Bantarkawung tergolong dalam kategori siap dalam menghadap bencana tanah longsor.
2.
Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat kerawanan terhadap nilai indeks kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana tanah longsor.
Observasi langsung, GPS survey, wawancara, proses konsultasi masyarakat (PKM) dan studi pustaka. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan teknik purpose sampling. Analisis yang digunakan adalah analisis SWOT untuk pengembangan rencana evakuasi berbasis masyarakat.
1.
Sasaran strategi prioritas yang akan ditempuh adalah strategi S-O, sasaran strategi W-O, S-T dan W-T digunakan sebagai strategi pendukung mencapai strategi S-O
2.
Sasaran strategi S-O dicapai dengan melakukan review rencana evakuasi yang ada, mengkombinasikan rencana evakuasi vertikal dan horizontal dan hasil review dijadikan dasar penyusunan RTRW Kota Banda Aceh.
3.
Pengetahuan masyarakat mengenai bencana tsunami, tindakan pada saat bencana, rencana evakuasi, pengalaman, kesadaran, kapasitas dan kesiapsiagaan sudah sangat baik.
4.
Perencanaan pengelolaan bencana berbasis komunitas di Kecamatan Meuraksa masih sangat rendah, pengelolaan bencana tsunami termasuk rencana evakuasi yang telah dibuat tidak melibatkan masyarakat.
11 Tabel 1.2. Lanjutan (1) 6
7
(2) Badrudin (2013), Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempabumi di Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul
Dian Indira Wahyunita (2013), Kesiapsiagaan Dan Manajemen Pengetahuan Keluarga Dalam Menghadapi Bencana Lahar Kali Putih Di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang
1.
(3) Menganalisis dampak gempabumi terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat
2.
Menemukenali tindakan yang dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak bencana gempabumi.
3.
Menganalisis tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana gempabumi.
1.
Mengetahui tingkat kesiapsiagaan keluarga di Desa Sirahan Pasca bencana lahar Mempelajari pengetahuan kesiapsiagaan bencana lahar lahar didapatkan Mempelajari bagaimana pengetahuan terdistribusikan di dalam dan lintas keluarga Mempelajari bagaimana pemanfaatan pengetahuan kesiapsiagaan guna menghadapi bencana lahar mendatang
2. 3. 4.
(4) Penelitian Kombinasi dengan perolehan data melalui teknik kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Menggunakan Analisis Regresi untuk mengukur pengaruh dampak gempa bumi terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam menghadapi bencana gempa bumi. Analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui upaya yang dilakukan masyarakat dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi. Analisis tingkat kesiapsiagaan masyarakat untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat. Metode kuantitatif, dengan analisis statistik deskriptif yang digunakan untuk menentukan tingkat kesiapsiagaan keluarga(ayah, ibu, dan anak).
1.
2.
Penguatan struktur bangunan rumah dan peningkatan kapasitas masyarakat melalui program PRB-BB yang difasilitasi oleh NGO merupakan salah satu upaya meminimalisir risiko bencana.
3.
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat “kurang siap” dalam menghadapi bencana gempa bumi.
1.
Tingkat kesiapsiagaan keluarga tidak terdampak termasuk pada kategori siap, sedangkan tingkat kesiapsiagaan keluarga terdampak bencana lahar baik yang tinggal di huntara, maupun non huntara termasuk pada kategori sangat siap. Sumber pengetahuan pasca bencana lahar 2011 lebih beragam, bukan hanya sebatas dari media, namun juga dari pemerintah, NGO, dan swasta Distribusi pengetahuan sebelum bencana lahar lebih bersifat connection between unit, sedangkan distribusi pengetahuan pasca bencana lahar berifat relationship between unit. Distribusi pengetahuan dalam keluarga lebih bersifat informal, dan insidental Pemanfaatan manajemen pengetahuan nampak pada output yang bersifat eksplisit berupa himbauan kesiapsiagaan dalam keluarga
2. Metode kualitatif dengan analisis data menggunakan pendekatan interaktif, dan deskriptif naratif sebagai penyajian datanya.
3.
4.
Sumber: Hasil Studi Pustaka Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan MPKD UGM, 2014
(5) Terdapat pengaruh signifikan pengetahuan gempa bumi terhadap sikap masyarakat dalam mengurangi risiko bencana gempa bumi.
12
Ada dua dari tujuh penelitian sebelumnya yang sudah meneliti tentang kesiapsiagaan di kawasan Gunung Merapi, penelitian itu adalah: Aditya Purnomo (2011) mengkaji tentang kesiapsiagaan Bencana masyarakat dan Pemerintah Pasca Erupsi Merapi 2010 di Kabupaten Sleman dan Dian Indira Wahyunita (2013), Kesiapsiagaan
Dan Manajemen Pengetahuan Keluarga
Dalam
Menghadapi Bencana Lahar Kali Putih Di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang.
Hasil penelitian ini melengkapi penelitian tentang
kesiapsiagaan masyarakat di kawasan Gunung Merapi karena lebih berfokus pada sumber bencana primer Gunung Merapi yaitu awan panas berbeda dengan penelitian Dian Indira Wahyunita (2013) yang berfokus pada ancaman bencana sekunder lahar dingin. Penelitian ini juga akan melengkapi penelitian Aditya Purnomo yang sudah mengkaji tentang kesiapsiagaan pemerintah di Kabupaten Sleman sebagai pengambil kebijakan. Pemerintah memerlukan masyarakat yang siap siaga sehingga upaya kesiapsiagaan pemerintah akan lebih optimal. Selain kesiapsiagaan pemerintah, kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana Gunung Merapi juga penting.
Hasil penelitian ini akan
memberikan gambaran tentang tingkat kesiapsiagaan masyarakat yang bermukim di kawasan rawan bencana Gunung Merapi.