1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambaran pendidikan bidan di Indonesia Sebagaimana kita ketahui bahwa negara – negara di dunia membuat kesepakatan dalam hal pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) yang terdiri dari delapan target capaian. Dari delapan target capaian tersebut bidan memiliki peran, salah satunya dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) dengan target penurunan dari 228/100.000 diharapkan pada tahun 2015 dapat mencapai 102/100.000 kelahiran (IBI & AIPKI, 2011). Di sisi lain pemerintah dalam rangka menurunkan AKI membuat program percepatan penambahan jumlah tenaga kesehatan termasuk didalamnya tenaga bidan melalui perijinan pendirian institusi pendidikan kebidanan yang saat ini jumlahnya telah mencapai 729 institusi pendidikan bidan dengan jumlah lulusan kurang lebih 17.828 (HPEQ Dikti, 2012). Namun pada kenyataanya banyaknya jumlah lulusan tidak dibarengi dengan signifikansi pada penurunan AKI sebagaimana yang diharapkan. Sehingga dibuatlah regulasi lainnya oleh pemerintah melalui pelaksanaan uji kompetensi yang diduga dapat meningkatkan kualitas lulusan bidan yang kompeten dan siap pakai yang telah diselenggarakan sejak bulan November 2013. Pelaksanaan uji kompetensi merupakan indikator standarisasi lulusan yang dihasilkan oleh penyelenggara pendidikan kebidanan. Standarisasi ini juga mendorong untuk
2
dibuatnya standarisasi dalam hal proses pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Pentingnya pendidikan klinik dan permasalahan di pendidikan klinik Standarisasi proses pendidikan bidan salah satunya dengan pola pembelajaran di kelas, laboraturium dan klinik. Pendidikan klinik adalah fase penting dalam pendidikan tenaga kesehatan seperti bidan, dokter, dokter gigi, dan perawat. Pendidikan klinik menjadi penting dikarenakan dalam pendidikan klinik mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar langsung pada pasien mendekati kondisi nyata seperti pada saat bekerja nanti. Dalam pendidikan klinik terjadi triparties hubungan yaitu hubungan antara pasien, mahasiswa dan pembimbing klinik. Hal inilah yang membedakan pendidikan klinik dengan pendidikan di kelas maupun di laboraturium ketrampilan (Lave & Wanger, 1990). Di kelas peran pasien digantikan dengan gambaran kasus dalam bentuk vignette sedangkan di laboraturium ketrampilan, peran pasien diwakili oleh pasien standar atau manikin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan klinik memberikan manfaat pada mahasiswa karena mahasiswa dapat belajar dengan keunikan pasien dari aspek biopsikososial dan spiritual yang berbeda satu sama lain (Dent & Harden, 2009). Implementasi pendidikan klinik tidaklah mudah, terdapat beberapa isu terkait pendidikan klinik yang masih menjadi permalasahan umum seperti: 1) mengenai bagaimana alokasi waktu dalam membimbing mahasiswa, 2) mengenai bagaimana sistem penghargaan bagi pembimbing klinik, 3) bagaimana sistem
3
monitoringnya, dan 4) terkait kompetensi pembimbing klinik. Literatur menyebutkan pembimbing klinik tertarik untuk membantu mahasiswa untuk belajar tetapi tidak memiliki kemampuan dan strategi untuk mengajar yang lebih spesifik dalam hal masih lemahnya kemampuan dalam memberikan umpan balik konstruktif (Veloski, 2006; Seifan et al, 2008; Sharif & Masoumi, 2005; Salerno, 2002). Disisi lain mahasiswa membutuhkan pendampingan yang intensif karena berdasarkan hasil penelitian sebelumnya didapat mahasiswa merasa tidak percaya diri pada saat menjalankan pendidikan klinik. Ketidakpercayaan diri mahasiswa dalam menjalankan pendidikan klinik dapat menghambat proses pembelajaran mahasiswa untuk dapat memahami tujuan pembelajaran (Al-Kadri, 2011; Sharif & Masoumi, 2005). Untuk menjembatani permasalahan mahasiswa tersebut dibutuhkan peran pembimbing klinik. Beberapa peran pembimbing dalam pendidikan klinik meliputi peran sebagai role model, peran sebagai fasilitator dan peran sebagai penilai. Sebagai role model pembimbing klinik memberikan gambaran nyata mengenai profil bidan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Sebagai fasilitator pembimbing klinik memberikan stimulasi agar mahasiswa aktif dalam proses pembelajaran dan sebagai penilai pembimbing klinik mengevaluasi pencapaian kemampuan mahasiswa saat ini dibandingkan dengan tujuan belajar yang harus dicapai yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar mahasiswa (Harden & Crosby, 2000). Ketiga peran tersebut dapat dijalankan dengan baik jika pembimbing klinik secara berkesinambungan melakukaan proses
4
observasi, menilai dan memberikan umpan balik terhadap proses belajar mahasiswa (Schuwirth & Van Der Vlueten, 2011). Pentingnya umpan balik berkesinambungan Proses berkesinambungan dalam melakukan observasi, menilai dan memberikan umpan balik direkomendasikan dilakukan oleh seorang pembimbing klinik yang melakukan pendampingan secara longitudinal untuk kurun waktu tertentu (continuous supervision) (Kilminster S, Cottrel D, Jolly B, 2007). Adapun kurun waktu tertentu yang direkomendasikan untuk pembelajaran klinik disatu lahan praktik minimal empat minggu (Cantillon dan Sargeant, 2008). Dalam literatur lain menyebutkan berkesinambungan juga direkomendasikan dalam memberikan penilaian dan pemberian umpan balik (continuous feedback) (Hirs DA, et al, 2007; Bates J, et al, 2013).
Pentingnya
pendampingan
berkesinambungan (continuous supervision) dan umpan balik berkesinambungan (continuous feedback) telah dipaparkan secara kualitatif dengan menggali persepsi mahasiswa mengenai evaluasi proses pembelajaran klinik dan didapatkan salah satu tema berdasarkan kebutuhan mahasiswa yaitu pentingnya pendampingan dan umpan balik berkesinambungan (Kilminster S, Cottrel D, Jolly B, 2007). Namun dari beberapa literatur yang ada belum terdapat data yang cukup mengenai bagaimana model umpan balik berkesinambungan yang dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan dan persepsi mahasiswa tersebut (Kalminster & Jolly, 2000; Brunero & Parbury, 2008). Selain itu isu mengenai siapa yang sebaiknya memberikan supervisi berkesinambungan masih menjadi permasalahan umum yang pemecahannya bervariasi satu sama lain (Kilminster S, Cottrel D, Jolly B,
5
2007). Beberapa tantangan lain selain isu mengenai siapa yang melakukan umpan balik berkesinambungan yaitu terkait dengan masih lemahnya kemampuan pembimbing klinik untuk memfasilitasi dan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi mahasiswa atau dalam menjalankan peran sebagai fasilitator (Kalminster & Jolly, 2000; Brunero & Parbury, 2008; Schuwirth & Van Der Vlueten, 2011; Harden & Crosby, 2000). Pendidikan klinik kebidanan yang bersifat non shift memungkinkan untuk dapat
dilakukannya
pendampingan
yang
berkesinambungan
(continuous
supervision) dengan pemberian umpan balik yang berkesinambungan (continuous feedback) karena di pendidikan klinik kebidanan mahasiswa berinteraksi bersama 1-2 orang pembimbing klinik di lahan praktik selama enam minggu proses pembelajaran. Lahan praktik yang digunakan mahasiswa dalam pembelajaran klinik pada penelitian ini adalah lahan praktik di setting pelayanan primer yaitu di Bidan Praktik Mandiri (BPM). Pembelajaran di BPM merupakan salah satu implementasi pembelajaran berbasis komunitas karena di BPM mahasiswa tidak hanya mendapatkan pengalaman belajar berdasarkan pasien yang berkunjung ke klinik tapi juga mahasiswa dapat mengikuti kegiatan Bidan di komunitas seperti misalnya dalam kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu) balita, posyandu ibu hamil dan posyandu lansia. Pada pendidikan kebidanan rekomendasi mengenai pemberian umpan balik berkesinambungan telah diimplemetasikan oleh Embo (2010), namun Embo tidak mengaitkan antara pendampingan berkesinambungan dengan umpan balik berkesinambungan. Embo lebih mendisain kesinambungan dalam hal penilaian
6
sumatif dan pemberian umpan balik. Sehingga hal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Secara spesifik disebutkan bahwa umpan balik merupakan salah satu katalisator dalam proses belajar yang terbukti mampu memberikan manfaat pada mahasiswa dalam pencapaian ketrampilan klinik dan kemampuan lain pada mahasiswa seperti peningkatan kemampuan belajar mandiri (self direct learning), memberikan pemahaman belajar secara mendalam (deep learning), peningkatan motivasi belajar dan peningkatan rasa percaya diri (McGaghie, 2010; Koh, 2008; Porte, 2007; Boehler 2006; White, 2007). Dengan pemberian umpan balik mahasiswa mendapatkan informasi mengenai pencapaiannya saat ini, informasi mengenai apa yang belum dicapai dan informasi mengenai apa yang seharusnya dicapai (Ende, 1983). Karena begitu pentingnya umpan balik untuk diberikan dalam proses pembelajaran sehingga Rowentree, (1987) menyebabkan umpan balik dengan istilah “lifeblood of learning”. Dengan besarnya manfaat dari pemberian umpan balik dalam proses pembelajaran menyebabkan International Confideration of Midwifery (ICM) memasukkan proses pemberian umpan balik dalam penetapan standar pendidikan bidan secara internasional sebagai salah satu strategi penilaian berkelanjutan (formative assessment) (ICM, 2010; Embo , 2010). Permasalahan pemberian umpan balik Pada kenyataannya penerapan umpan balik masih banyak mengalami kendala. Kendala yang ditemui seperti: teknik umpan balik yang secara umum
7
masih bersifat korektif (negative feedback), tidak memfasilitasi mahasiswa untuk berdialog dan bersifat menghakimi (judgmental) (Hewson, 1998; Branch & Paranjape, 2002; Salerno, 2002; Pelgrim, 2012). Data mengenai masih lemahnya kemampuan pembimbing klinik dalam memberikan umpan balik konstruktif juga dikuatkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada mahasiswa semester akhir di Akademi Kebidanan Ummi Khasanah berjumlah 30 orang yang telah menyelesaikan praktik klinik kebidanan dengan menggunakan instrumen skala likert dengan lima skala yang diadaptasi dari instrumen Hewson tahun 1998. Hasil studi pendahuluan tersebut menunjukan bahwa umpan balik yang memfasilitasi mahasiswa untuk berdialog hanya 40%, umpan balik yang bersifat spesifik hanya 43,3%, dan yang bersifat menghakimi 53,3% (Nugraheny, 2013). Disisi lain telah dipaparkan pada penelitian sebelumnya bahwa umpan balik dapat maksimal dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa apabila ada tatap muka dan dialog dan dialog tersebut seoptimal mungkin dilakukan secara tepat waktu namun hal tersebut masih merupakan permasalahan umum dalam pendidikan kedokteran dan kesehatan (Ende, 1983; Black & William, 1998; Rae & Cochrane, 2009). Perbedaan konteks non shift dengan penelitian sebelumnya Hasil penelitian terdahulu telah membahas mengenai pentingnya umpan balik dalam konteks shift malam pada residen obstetric gynekology, konteks unit gawat darurat pada pendidikan dokter muda serta pada setting ambulatory pada pendidikan dokter muda (Teunissen et al, 2009; Lin et al, 2012; Salerno,2002). Ketiga penelitian tersebut menguatkan peneliti pentingnya dilakukan penelitian
8
dalam konteks yang berbeda dimungkinkan untuk mendapatkan data yang berbeda dan ketiga konteks tersebut belum mengaitkan mengenai pendampingan berkesinambungan dan umpan balik berkesinambungan. Konteks pembelajaran klinik berbasis komunitas seperti di pendidikan klinik kebidanan di Indonesia juga diterapkan pada pendidikan klinik keperawatan dan kebidanan di negara maju seperti di United Kingdom (Baglin & Rugg, 2010). Persamaan konteks komunitas di United Kingdom dalam hal kontak mahasiswa dengan masyarakat di komunitas dimana pada saat mereka berpraktik di rumah sakit mereka juga melakukan home visite pada pasien tersebut namun terdapat perbedaan dengan pendidikan klinik kebidanan di Indonesia yaitu dalam hal mahasiswa yang menjalankan praktik komunitas di United Kingdom tidak tinggal di lahan praktik. Sehingga hal ini berbeda dengan konteks penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dengan sistem non
shift
diharapkan
rekomendasi
mengenai
pentingnya
pendampingan
berkesinambungan dan umpan balik berkesinambungan dapat diimplementasikan dengan cara menggali bagaimana model umpan balik berkesinambungan yang sesuai di pendidikan klinik kebidanan serta bagaimana kesesuaian model tersebut dan manfaatnya terhadap proses pembelajaran mahasiswa. B. Perumusan Masalah 1.
Pendidikan klinik memegang peranan penting dalam pencapaian kompetensi mahasiswa.
Pendampingan
berkesinambungan
dan
umpan
balik
berkesinambungan merupakan salah satu kunci utama keberhasilan proses pendidikan klinik. Namun pembahasan mengenai model pendampingan
9
berkesinambungan dan umpan balik berkesinambungan belum banyak dibahas pada kajian literatur. 2.
Salah satu permasalahan pemberian umpan balik berdasarkan literatur yaitu proses bimbingan klinik yang dirasakan mahasiswa belum intensif. Sehingga dibutuhkan eksplorasi bagaimana model pemberian umpan balik agar dapat diberikan secara intensif dan berkesinambungan.
3.
Berdasarkan literatur didapatkan pembimbing klinik kurang memiliki kemampuan dan kurang memahami strategi dalam memberikan umpan balik sehingga dibutuhkan cara untuk meningkatkan kemampuan pembimbing klinik dalam memberikan umpan balik. C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum : Membuat model umpan balik berkesinambungan di pendidikan klinik kebidanan yang bersifat non shift. Tujuan Khusus : 1.
Mengetahui masalah – masalah pemberian umpan balik dalam pendidikan klinik kebidanan sebelum penerapan model di pendidikan klinik kebidanan yang bersifat non shift.
2.
Mengeksplorasi model pemberian umpan balik berkesinambungan yang sesuai di pendidikan klinik kebidanan yang bersifat non shift.
3.
Melakukan uji coba model pemberian umpan balik berkesinambungan yang sesuai di pendidikan klinik kebidanan di Indonesia.
10
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Untuk menambah khasanah keilmuan kaitannya dengan pengembangan kompetensi sumberdaya manusia di pendidikan klinik kebidanan melalui proses pemberian umpan balik berkesinambungan.
2.
Manfaat Praktis Bagi Program Studi Kebidanan Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam pengembangan sumber daya manusia di Indonesia di bidang pendidikan kebidanan berdasarkan bukti terkini dari hasil penelitian di pendidikan klinik kebidanan khususnya dalam meningkatkan kompetensi pembimbing klinik dalam memberikan umpan balik berkesinambungan. Bagi Profesi Ikatan Bidan Indonesia Meningkatkan kompetensi profesi bidan khususnya peran pembimbing klinik di pendidikan klinik kebidanan. E. Keaslian Penelitian Penelitian terkait pemberian umpan balik sebelumnya sudah pernah diteliti.
Namun umpan balik pada pendidikan kebidanan yang berkesinambungan (continuous feedback with continuous supervision) dalam konteks pendidikan klinik yang bersifat non shift dimana mahasiswa menjalankan praktik klinik selama enam minggu pembelajaran klinik dengan pendampingan oleh 1-2 orang pembimbing klinik di setting pembelajaran berbasis komunitas belum dibahas
11
pada penelitian terdahulu. Setting pada penelitian terdahulu yang telah diteliti misalnya pada pendidikan dokter spesialis yang menggali pemberian umpan balik pada shift malam, pemberian umpan balik pada setting unit gawat darurat pada pendidikan dokter muda dan pemberian umpan balik pada setting unit ambulatory pada pendidikan dokter muda sebagaimana berikut: 1. Giving Feedback in Medical Education Verification of Recommended Techniques (Hewson & Margaret, 1998) tempat penelitian di US, Kanada dan UK dengan metoda penelitian mix methode. Cara pengumpulan data dengan narrative inquiry semantic differential survey instrument dengan analisis menggunakan confidence interval dan spearman rank pada psikolog, perawat dan pendidik berjumlah 83 orang. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil metode pemberian umpan balik yang direkomendasikan yaitu sebagaimana berikut: berdasarkan observasi, bersifat fokus, tidak menghakimi mahasiswa dan spesifik. Perbedaan dengan penelitian ini sebagaimana hasil penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Pelgrim (2012) adalah dengan menambahkan indikator memfasilitasi dialog, bersifat tepat waktu, bersifat konstruktif dan berisi rencana tindak lanjut (Pelgrim, 2012). 2. Oral versus written feedback in medical clinic (Elnici et al, 1998). Penelitian ini merupakan penelitian randomized control trial (RCT) yang bertujuan untuk mengetahui apakah umpan balik lisan lebih baik dibandingkan tertulis. Hasil penelitian menyebutkan tidak ada perbedaan antara pemberian umpan balik lisan dan tertulis (p>0.20). Umpan balik lisan memakan waktu lebih banyak (10-15 menit) dibanding tertulis (2-5 menit). Perbedaan dengan
12
penelitian ini yaitu peneliti mengkombinasikan pemberian umpan balik secara lisan dan tertulis karena masing – masing teknik memiliki manfaat. Manfaat pemberian umpan balik secara lisan dapat memfasilitasi dialog dan manfaat umpan balik secara tertulis agar mahasiswa dapat membaca dan mengingat kembali umpan balik yang telah diberikan. 3. Interactive faculty development seminars improved the quality of written feedback in ambulatory teaching (Salerno, 2002) yang dilakukan di Standford faculty development program Walter Reed army medical center dengan menggunakan disain penelitian mixed method. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap kualitas pemberian umpan balik secara tertulis. Penelitian ini melibatkan sembilan preseptor dan 44 mahasiswa kedokteran Co-Assisent tahun ketiga. Hasil dari penelitian tersebut yaitu pelatihan meningkatkan kualitas pemberian umpan balik yang bersifat spesifik (p=0.04), tetapi tidak mampu meningkatkan pemberian umpan balik korektif menjadi konstruktif (p=0.41) dan tidak ada pengaruh durasi interaksi pemberian umpan balik antara preseptor dan mahasiswa karena umpan balik diberikan secara tertulis. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya metode yang akan digunakan dalam pemberian umpan balik di penelitian ini bersifat lisan dan tertulis. 4. Feedback and the mini clinical evaluation exercise (Halmboe, 2004). Penelitian ini dilakukan di Colombia dengan menggunakan disain penelitian kualitatif didapatkan hasil pemberian umpan balik sudah cukup sering dilakukan namun pemberian umpan balik yang memfasilitasi mahasiswa
13
untuk melakukan evaluasi diri dan merencanakan tindak lanjut masih jarang dilakukan. Persamaan dengan penelitian ini yaitu mengeksplorasi kembali pemberian umpan balik yang saat ini terjadi di konteks pendidikan bidan yang bersifat non shift. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu disain penelitian yang akan digunakan untuk mengeksplorasi secara kualitatif dan kuantitatif (mixed methode). 5. An Investigation of medical students reactions to feedback : a randomized controlled trial (Boehler, 2006) tempat penelitian di Southern Illinois University School of Medicine dengan metode penelitian RCT. Didapatkan data kelompok yang mendapatkan umpan balik rata – rata performance meningkat (21.98 versus 15.87, p < 0,001). Pada kelompok kontrol rata – rata performance (17.00 versus 15.39, p = 0, 181). Adapun keterbatasan penelitian ini hanya menggali data pemberian umpan balik yang hanya diberikan dengan frekuensi satu sampai dengan dua kali saja. Perbedaan dengan penelitian ini frekuensi pemberian umpan balik dilakukan sebanyak minimal sembilan kali. 6. Systematic review of the literature on assessment, feedback and physicians’ clinical performance (Veloski, 2006). Disain penelitian ini dengan systematic review yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dampak penilaian dan umpan balik terhadap penampilan klinik mahasiswa. Hasil penelitian terdapat 41 artikel yang memenuhi syarat dengan hasil efek penilaian dan umpan balik sangat tergantung pada frekuensi dan durasi pemberian umpan balik, adanya panduan, adanya intervensi pada pembimbing klinik dan adanya pemberian insentif untuk pembimbing klinik. Sehingga berdasarkan rekomendasi tersebut
14
peneliti menggali frekuensi dan durasi pemberian umpan balik yang sesuai di konteks non shift, membuat panduan yang sesuai di konteks non shift dan memberikan intervensi berupa pelatihan pada pembimbing klinik di konteks non shift. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya peneliti tidak memberikan insentif untuk pembimbing klinik yang memberikan umpan balik pada mahasiswa. 7. The Effect of peer feedback for blogging on collage students reflective learning processes (Xie, Ke & Sharma, 2008) tempat penelitian di US dengan metode penelitian kuantitatif. Cara pengumpulan data dengan menggunakan jurnal berbasis web dan peer feedback dengan analisis menggunakan one way anova pada mahasiswa tahun pertama dan kedua berjumlah 44 orang didapatkan pemberian umpan balik berefek positif secara signifikan terhadap ketrampilan refleksi mahasiswa. Perbedaan dengan penelitian ini metode yang digunakan dalam penelitian sebelumnya berbasis web dengan pemberian umpan balik dari teman sebaya. Pada penelitian ini pemberian umpan balik dilakukan oleh pembimbing klinik secara lisan. Pemberian umpan balik oleh pembimbing klinik diduga lebih baik dibandingkan pemberian umpan balik dari teman sebaya karena perbedaan maturasi pengalaman klinis antara pembimbing klinik dan teman sebaya. 8. Who wants feedback? An Investigation of the variables influencing residents feedback-seeking bahavior in relation to night shifts (Teunissen et al, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi keaktifan mahasiswa dalam mendapatkan umpan balik di shift malam pada
15
residen obstetri gynekology tahun pertama dan kedua di Netherlands. Variabel predictor yang diujikan adalah orientasi terhadap tujuan pembelajaran, orientasi terhadap penampilan belajar, instrumen dan dukungan pimpinan. Dua variabel mediator: penerimaan terhadap manfaat dan penerimaan terhadap nilai yang didapat. Dua variabel outcome: frekuensi pemberian umpan balik dan monitoring. Respon rate penelitian ini 76,5%. Peningkatan frekuensi pemberian umpan balik karena adanya keaktifan mahasiswa. Mahasiswa yang aktif yaitu mahasiswa yang berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran dan berorientasi terhadap penampilan belajar sehingga mahasiswa merasakan pemberian umpan balik sangat bernilai. 9. Listening to students How to make written assessment feedback useful (Rae & Cochrane, 2009). Disain penelitian ini secara kualitatif dengan teknik FGD menggunakan instrumen audio recorder dengan analisis menggunakan thematic content analysis. Tujuan penelitian ini untuk menginterpretasikan mengenai bagaimana cara pemberian umpan balik yang bermanfaat berdasarkan perspektif mahasiswa. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa umpan balik secara tertulis merupakan metode yang efektif dari prespektif mahasiswa. Sehingga rekomendasi penelitian tersebut digunakan dalam penelitian ini. 10. Assessment and feedback to facilitate self-direct learning in clinical practice of midwifery students (Embo et al, 2010). Disain penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik Foccus group discusion (FGD). Proses analisis data menggunakan Atlas-ti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
16
pemberian umpan balik secara berkelanjutan terhadap self direct learning. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa kebidanan tahun kedua dan ketiga dengan menggunakan instrumen midwifery instrument and feedback instrument (MAFI). Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan instrumen umpan balik yang terintegrasi dengan sistem penilaian merupakan alat yang bernilai dalam mendukung pembelajaran di klinik tetapi efeknya sangat tergantung dari peran pembimbing klinik. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu konsep berkesinambungan yang dimaksud dalam penelitian sebelumnya adalah umpan balik yang diberikan berkesinambungan sejak semester awal sampai dengan akhir pembelajaran. Berkesinambungan dalam penelitian ini adalah umpan balik berkesinambungan yang dilakukan oleh satu pembimbing klinik selama enam minggu pembelajaran (continuous supervision). Perbedaan lainnya yaitu disain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah mixed methods. 11. The role of feedback in improving the effectiveness of workplace based assessments : a systematic review (Saedon et al, 2012). Disain penelitian ini dengan systematic review dengan menggunakan kata kunci work based assessment. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi dampak pemberian umpan balik yang efektif dalam pembelajaran klinik dokter muda. Hasil penelitian ini didapatkan 15 artikel yang sesuai dengan metode pemberian umpan balik dalam pembelajaran klinik yang digunakan adalah multi source feedback, Mini CEX dan procedure based assessment dengan hasil umpan balik dalam penilaian pembelajaran klinik memberikan dampak positif.
17
Perbedaan dengan penelitian ini adalah instrument yang digunakan yaitu instrument umpan balik yang bersifat naratif tidak dalam bentuk scoring sebagaimana Mini-Cex maupun procedure based assessment. 12. Quality of written narrative feedback and reflection in a modified miniclinical evaluation exercise : an observational study (Pelgrim et al, 2012) tempat penelitian ini di Nijmegan Netherlands dengan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian didapatkan data 57% pemberian umpan balik bersifat spesifik setelah pembimbing klinik mendapatkan perlakuan dalam bentuk pelatihan. Namun pelatihan belum mampu meningkatkan kemampuan pembimbing klinik untuk memfasilitasi mahasiswa dalam melakukan evaluasi diri dan belum meningkatkan kemampuan pembimbing klinik untuk memfasilitasi mahasiswa melakukan rencana tindak lanjut. Perbedaan dengan penelitian ini pemberian umpan balik diberikan secara lisan dan tertulis. 13. Mini clinical evaluation exercise and feedback on postgraduate trainees in the emergency departement: A qualitative content analysis (Lin et al, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas pemberian umpan balik oleh preseptor pada mahasiswa residen tahun pertama dengan menggunakan Mini CEX di unit gawat darurat. Disain penelitian yang digunakan adalah observasional dengan melibatkan 230 mahasiswa dan 242 preseptor di 20 rumah sakit. Kualitas pemberian umpan balik dikategorikan menjadi “positive feedback”, “negative feedback” dan “action plan”. Dari hasil penelitian didapatkan data 63,8% pemberian umpan balik masih bersifat negatif. Pemberian umpan balik yang berisikan rencana tindak lanjut hanya
18
mencapai 10%. Pemberian umpan balik yang tertulis hanya mencapai 14,7%. Domain kompetensi klinik yang banyak mendapatkan umpan balik adalah penegakan diagnosis. Seluruh pemberian umpan balik tidak memfasilitasi ketrampilan refleksi mahasiswa dikarenakan keterbatasan waktu. Persamaan dengan penelitian ini dalam hal melakukan evaluasi kualitas pemberian umpan balik dengan kategori negative feedback dan positive feedback. Perbedaan dengan penelitian ini adalah setting yang digunakan di komunitas yang bersifat non shift. 14. Students perceptions of assessment and feedback in longitudinal integrated clerkships (Bates J, et al, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa mengenai penilaian dan pemberian umpan balik secara longitudinal dan terintegrasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Peneliti melakukan wawancara pada 13 mahasiswa yang menjalankan pembelajaran klinik di enam setting tempat yang berbeda dengan pertanyaan semi terstuktur. Proses analisis dengan menggunakan tema. Hasil penelitian ini menghasilkan tiga tema yaitu: 1) pentingnya penilaian dan umpan balik berkesinambungan, 2) adanya hubungan positif antara pembimbing klinik dan mahasiswa dengan adanya penilaian dan umpan balik berkesinambungan, 3) perlunya kesinambungan dalam pembahasan pemberian umpan balik. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada setting tempat pada penelitian sebelumnya mahasiswa diikuti secara longitudinal pada enam
19
tempat pada penelitian ini mahasiswa berada pada setting satu tempat praktik yang diharapkan pemberian umpan balik dapat lebih bermanfaat.
Dari beberapa uraian penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa pemberian umpan balik pada mahasiswa yang telah diteliti secara generik maupun spesifik seperti pada setting unit gawat darurat pada mahasiswa residen yang menjalani rotasi di unit gawat darurat dengan karakteristik under pressure, time limeted, interaksi antara pembimbing klinik dan mahasiswa singkat karena tindakan dituntut untuk cepat dan tepat sehingga tidak memungkinakan adanya dialog. Hal serupa juga terjadi pada unit ambulatory dengan responden dokter muda. Pemberian umpan balik pada shift malam pada mahasiswa residen obstetri gynekologi dengan karakteristik pemberian umpan balik dapat terjadi dengan adanya keaktifan mahasiwa sehingga pemberian umpan balik tidak intensif. Pemberian umpan balik di pendidikan klinik kebidanan yang bersifat non shift belum pernah diteliti sebelumnya. Pembelajaran di setting klinik yang bersifat non shift yaitu sistem pembelajaran dimana mahasiswa berada di komunitas dengan satu pembimbing klinik yang memberikan umpan balik secara berkesinambungan selama enam minggu pembelajaran klinik yang diasumsikan dapat meningkatkan intensitas pemberian umpan balik.
20
Pembimbing klinik
Pencapaian kompetensi mahasiswa
Salerno, 2002 Boehler, 2006
Pelgrim, 2012
Saedon, 2012 Media pembelajaran (modul)
Veloski, 2006
Model umpan balik berkesinambungan Xie et al, 2008
Cylnes, 2008 Teunissen, 2009 Mahasiswa
Embo, 2010
Pencapaian kemampuan lain (self-directed learning dll)
Gambar 1.1: Peta penelitian-penelitian sebelumnya tentang pemberian umpan balik
Peta penelitian pada gambar 1 menunjukan konstruk-konstruk yang hendak diteliti dalam studi ini. Beberapa proposisi telah diperkuat oleh studi-studi sebelumnya. Sebagian besar studi menggunakan disain kualitatif. Namun proposisi tentang model umpan balik berkesinambungan belum banyak dikaji. Kilminster S, Cottrel D, Jolly B (2007), menyebutkan bahwa umpan balik berkesinambungan merupakan salah satu elemen penting yang mendukung kualitas supervisi. Dalam literatur pendidikan kedokteran dan kesehatan, umpan balik berkesinambungan mendukung proses pembelajaran refleksi.