BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya negara kita adalah merupakan negara makmur, yang sedang merintis pertumbuhan ekonominya. Perekonomian di negara kita bisa dikatakan sedang berkembang sehingga membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk membangunnya. Namun setiap harapan tidak selalu bisa berjalan sesuai dengan kenyataan sehingga dalam hal ini banyak dibutuhkan pemikiran kritis serta tindakan yang cukup agar mampu mengatasi berbagai hambatan yang terjadi. Salah satu pemegang nadi pertumbuhan ekonomi di kota-kota besar di Propinsi Jawa Barat adalah para pedagang kaki lima. Memang pada dasarnya tidak dapat kita pungkiri bahwa dengan adanya pedagang kaki lima tersebut telah dapat membantu orang-orang dari kalangan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan di sisi lain pedagang kaki lima pun menimbulkan permasalahan yang cukup krusial. Permasalahan
mengenai
pedagang
kaki
lima
adalah
merupakan
permasalahan yang cukup klasik dan membutuhkan pemecahan yang benar-benar bisa mengatasinya dengan baik tanpa merugikan ke dua belah pihak. Seperti kita ketahui bahwa kondisi perekonomian di bangsa kita ini bisa dikatakan sedang tidak stabil sehingga bagi para pengusaha mikro yang memiliki modal kecil mereka hanya bisa berdagang secara keliling dan menjajakan barang dangan 1
2
mereka dari satu tempat ke tempat yang lain atau dari satu konsumen ke konsumen yang lain. Namun di lain pihak dengan adanya pedagang kaki lima bisa memenuhi kebutuhan hidup sebagian orang dari kalangan menengah ke bawah dan pedagang itu sendiri bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Sedangkan dengan adanya pedagang kaki lima ada sebagian pihak yang merasa dirugikan, karena mereka beranggapan dengan adanya pedagang kaki lima bisa menimbulkan berbagai kerugian seperti keindahan, kebersihan serta ketertiban umum. Jika kita perhatikan mengenai permasalahan keindahan, hal ini bisa terlihat tidak sedikit pedagang kaki lima yang menggunakan taman kota sebagai tempat berjualan. Sehingga hal ini mengakibatkan taman kota beralih fungsi yang sebelumnya taman kota berguna untuk menambah keindahan dan berfungsi untuk mengatasi polusi namun dengan adanya pedagang kaki lima yang menggunakan wilayah taman kota tersebut sebagai tempat berjualan, sudah pasti taman tersebut akan menjadi kotor dan kurang indah. Sedangkan jika ditinjau dari segi kebersihan sudah pasti jika semakin sering seorang pedagang kaki lima tersebut berproduksi maka sampah yang dihasilkan oleh mereka pun kian hari akan semakin menumpuk dan hal tersebut sangat mengganggu sekali kepada pengguna jalan yang lainnya. Seperti bau yang tidak sedap akan timbul dan dari bau tersebut akan menimbulkan berbagai masalah serta tidak sedikit juga para pedagang kaki lima yang kurang menjaga kebersihan di sekitarnya dan hal ini akan berdampak pada pengguna jalan yang lainnya.
Serta jika kita perhatikan dari sektor
ketertiban dari kebanyakan permasalahan bahwa pedagang kaki lima sering
3
menggunakan trotoar untuk berjualan. Sehingga para pejalan kaki tidak bisa menggunakan trotoar sebagai mana fungsinya dan akibatnya hal ini membuat para pejalan kaki turun ke jalan, yang akan mengakibatkan kemacetan sehingga seluruh pengguna jalan akan terganggu. Dengan mengidentifikasi dari berbagai hal diatas pemerintah kota tidak tinggal diam begitu saja mereka langsung mengambil inisiatif melalui jajarannya yang memiliki peran sebagai pelaku di lapangan untuk menindak serta mangatasi permasalahan mengenai pedagang kaki lima yang kian hari semakin menjamur. Satuan polisi pamong praja harus bisa menerapkan Peraturan Daerah tentang
Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum di kawasan tersebut.
Karena pada dasarnya sebagai pelaksana teknis dilapangan seharusnya satuan polisi pamong praja tetap harus bertindak tegas tanpa pandang bulu karena hal ini menyangkut kepentingan publik. Tidak sedikit juga permasalahan yang timbul akibat ketidakteraturan dari pedagang kaki lima itu sendiri, seharusnya di dalam penegakan Peraturan Daerah tentang yang meliputi Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum tersebut diadakan sosialisasi secara menyeluruh oleh pemerintah terkait hal agar mengurangi pedagang kaki lima yang tetap bersikeras berjualan di area yang dianggap di larang berjualan. Tidak sedikit kota-kota besar yang terus mengalami mobilisasi penduduk akan terus di bayangi oleh permasalahan klasik seperti ini salah satunya adalah Kota Cimahi. Kota Cimahi sebagai kota transit sementara yang terus berkembang sudah pasti permasalahan penduduk akan terus bertambah dan kebutuhan setiap individu akan terus meningkat hal ini akan memaksa sebagian orang untuk
4
bekerja dan bagi mereka kalangan ekonomi menengah ke bawah akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara berjualan. Karena mereka berjualan sebagai pedagang kaki lima sudah pasti mereka berjualan di kawasan yang sering di lalui oleh orang banyak, sehingga hal ini akan berdampak pada pendapatan mereka. Salah satunya tempat yang sering dijadikan tempat berjualan adalah kawasan pusat kota, taman kota, dan lapangan. Tempat pusat kota yang sering di jadikan tempat berjualan di Kota Cimahi adalah di Jalan Gandawijaya mengapa tempat ini menjadi pilihan karena kawasan ini merupakan kawasan yang cukup strategis. Selain dekat dengan pusat keramaian seperti mall kawasan ini pun dekat dengan pasar dan lapangan, sehingga sebelumnya banyak sekali pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya di trotoar di kawasan tersebut dan hal ini mengakibatkan kemacetan serta ketidaktertiban. Pemerintah Kota Cimahi melalui jajarannya yaitu satuan polisi pamong praja menindak tegas para pedagang kaki lima yang masih bersikeras berjualan di kawasan terlarang dengan mengadakan operasi. Bagi para pedagang yang tetap berjualan di kawasan terlarang tersebut akan ditindak dengan cara diperingati pada awalnya namun jika mereka masih tetap bersikeras berjualan maka barang dagangan serta gerobak akan diambil oleh satuan polisi pamong praja. Namun tidak jarang pedagang kaki lima yang melawan para petugas, sehingga ada saja para petugas pun melakukan tindakan represif. Peristiwa kejar-kejaran terjadi antara satuan polisi pamong praja dengan para pedagang yang tetap ingin mempertahankan lapak serta barang dagangan mereka.
5
Namun dari hasil pra penelitian ditemukan beberapa ketimpangan, karena seperti yang saya lihat dilapangan bahwa masih ada saja petugas satuan polisi pamong praja yang tidak bisa berbuat banyak ketika ada pedagang kaki lima yang berjualan seperti di kawasan tersebut. Karena dari hasil pengamatan saya di lapangan bahwa di Jalan Ganda wijaya tersebut ada sebagaian kawasan yang menjadi milik pemerintah dan ada sebagian kawasan yang milik komando distrik militer (KODIM). Sehingga bagi para pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang trotoar tersebut akan ditindak oleh satuan polisi pamong praja, sedangkan bagi para pedagang kaki lima yang berjualan di tanan milik komando distrik militer (KODIM) mereka tidak akan ditindak oleh satuan polisi pamong praja. Menurut salah seorang pedagang yang sekarang menempati lapak milik komando distrik militer (KODIM), mereka tidak akan di tindak karena mereka telah membayar uang retribusi sebesar Rp. 6000,- per hari agar mereka bisa berjualan di kawasan milik KODIM tersebut. Namun tidak semua pedagang kaki lima bisa merasakan hal yang sama, bagi pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan Cibabat, Cimahi mereka selalu di hantui rasa ketakutan karena Cibabat merupakan daerah di larang berjualan. Menurut pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan Cibabat sekarang ini satuan polisi pamong praja sering melakukan operasi namun tidak banyak juga pedagang kaki lima yang mengetahui mengenai Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban umum (K3), mereka menganggap bahwa pemerintah bertindak secara arogan. Harapan mereka, jika mereka tidak boleh berdagang maka mereka mengharapkan tempat relokasi yang pantas bagi
6
mereka, agar mereka bisa berjualan dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Serta menurut pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan Cibabat tersebut sudah sekitar lima kali dia tertangkap oleh satuan polisi pamong praja, jika pedagang tersebut tertangkap operasi maka gerobak serta isi dagangan mereka akan diambil, dan tidak bisa diambil kembali sehingga hal ini bisa dikatakan merugikan pihak pedagang kaki lima. Berbeda halnya dengan pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan BRIGIF, bagi mereka yang berjualan di kawasan tersebut nasib mereka bisa dikatakan cukup tenang karena menurut pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tersebut mereka tidak akan terkena operasi oleh satuan polisi pamong praja, hal ini dikarenakan mereka pun membayar uang retribusi sebesar Rp. 6000,per hari. Selain daerah tersebut diatas masih ada satu kawasan yang menjadi tempat menjamurnya pedagang kaki lima yaitu di kawasan Cimindi flay over. Di kawasan tersebut sering sekali terjadi kemacetan namun para pedagang kaki lima tetap saja berani berjualan di kawasan tersebut. Menurut pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tersebut memang mereka dilarang berjualan di kawasan ini, namun pemerintah tidak memberikan solusi yang tepat bagi mereka. Harapan mereka sebagai pedagang kecil, jika mereka tidak boleh berjualan di kawasan terlarang tersebut seharusnya pemerintah menyediakan tempat relokasi yang murah bagi mereka agar mereka bisa tetap memenuhi kebutuhan hidup mereka.
7
Kawasan Cimindi bisa dikatakan sebagai tempat kemacetan karena di daerah tersebut selain sebagai terminal angkutan umum, di daerah tersebut pun menjadi pertemuan berbagai kendaraan yang menjadi satu jalur. Sedangkan yang paling rawan di kawasan tersebut adalah merupakan kawasan yang dekat dengan perlintasan kereta api, bisa dikatakan daerah tersebut sangat cukup rumit tingkat ketidakteraturan, serta sangat tinggi juga ancaman bahayanya. Banyak pedagang kaki lima yang yang berdagang dekat dengan lintasan kereta api, sehingga hal ini bisa menimbulkan kemacetan serta sangat menggangu ketertiban umum. Namun menurut pedagang yang berjualan di kawasan Cimindi tersebut memang satuan polisi pamong praja sering mengadakan operasi, bisa dikatan satu hari dua kali. Jika tertangkap oleh satuan polisi pamong praja tidak jarang mereka pun sering melawan demi mempertahankan barang dagangan mereka. Namun disini terdapat perbedaan yang cukup menarik seperti yang telah saya jelaskan bahwa Cimahi sebagai kota transit terdapat banyak sekali warga pendatang yang ingin mengadu nasib di kota tersebut. Sehingga para warga pendatang yang hanya memiliki modal sedikit demi memenuhi kebutuhan mereka harus bekerja dengan cara menjadi pedagang kaki lima. Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum sudah pasti mata pencaharian mereka pun menjadi terancam, dan bagi para penduduk asli ketaatan terhadap peraturan masih tinggi sedangkan bagi para warga pendatang tingkat ketaatan mereka terhadap peraturan masih kurang. Seperti pembahasan yang telah saya jelaskan diatas bahwa bagi para pedagang kaki lima yang memang asli orang Cimahi, ketika mereka dikatakan
8
dilarang berjualan di kawasan dilarang berjualan sudah pasti mereka akan taat. Berbeda halnya dengan dengan para pedagang kaki lima yang berasal dari warga pendatang ketika mereka di larang berjualan di kawasan tersebut, demi terlaksananya Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum (K3) mereka akan taat ketika ada operasi saja. Ketika operasi yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja telah selesai mereka akan kembali berjualan di kawasan tersebut. Sehingga dengan mengidentifikasi dari berbagai hal tersebut Pemerintah Kota Cimahi pun tidak tinggal diam melalui pelaksana teknis di lapangan yaitu satuan polisi pamong praja untuk menindak serta mengatasi permasalahan tersebut. Serta dari data satuan polisi pamong praja akhir tahun 2009 dapat diketahui bahwa jumlah pedagang kaki lima yang berada di kota Cimahi sekitar 200 pedagang yang tersebar di tiga wilayah yaitu kawasan Cimahi Utara, Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan. Sehingga Pemerintah Kota Cimahi harus bisa mengatasi permasalahan tersebut dengan memberikan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak tersebut karena permasalahan mengenai pedagang kaki lima tersebut merupakan permasalahan yang cukup klasik dan sulit diatasi. Sehingga jika Pemerintah Kota Cimahi melakukan penertiban tanpa memberikan solusi yang terbaik bagi para pedagang kaki lima, sudah pasti penegakkan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum tidak semudah itu bisa di lakukan karena permasalahan ini akan mengakibatkan dampak yang cukup luas bagi perkembangan kota tersebut. Permasalahan mengenai pedagang kaki lima ini membutuhkan perhatian khusus
9
dari pemerintah kota setempat sehingga dalam mengatasi permasalahan tersebut pemerintah kota tersebut harus bekerja sama dengan berbagai pihak yang saling memiliki peran besar dalam mengatasi permasalahan di kota tersebut. Peran satuan polisi pamong praja sebagai pemegang teknis penuh di lapangan dalam menerapkan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum tersebut memang akan mengalami berbagai hambatan serta pro dan kontra dari masyarakat namun tidak semata-mata
bahwa dengan adanya Peraturan
Daerah K3 tersebut pemerintah sangat peduli terhadap kepentingan umum. Permasalahan mengenai pedagang kaki lima di Kota Cimahi merupakan masalah sosial yang cukup kompleks sehingga membutuhkan penanganan yang serius agar bisa menemukan solusi yang terbaik. Realita yang ditunjukkan melalui pra penelitian menggambarkan permasalahan pedagang kaki lima dalam penegakkan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum serta perlunya optimalisasi peran satuan polisi pamong praja dalam mewujudkan Peraturan Daerah K3 tersebut. Prosentase angka pemahaman pedagang kaki lima mengenai Peraturan Daerah K3 tersebut berkisar 20%, selain kurangnya kesadaran serta belum tegasnya satuan polisi pamong praja dalam menegakan Peraturan Daerah K3. Berangkat dari hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai peran satuan polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima untuk melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Cimahi. Atas dasar itulah maka judul skripsi yang diambil adalah: “ PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENERTIBKAN
10
PEDAGANG KAKI LIMA UNTUK MELAKSANAKAN PERATURAN DAERAH TENTANG KEINDAHAN, KEBERSIHAN DAN KETERTIBAN UMUM DI KOTA CIMAHI”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran satuan polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima untuk melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Cimahi. Untuk mempermudah penulis dalam menggunakan hasil penelitian maka pokok permasalahan tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran satuan polisi pamong praja di dalam menegakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan, dan Ketertiban Umum di Kota Cimahi? 2. Bagaimanakah peran pedagang kaki lima di dalam melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Cimahi? 3. Hambatan-hambatan apa saja yang di hadapi oleh satuan polisi pamong praja di dalam menegakan Peraturan Daerah K3 tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Cimahi? 4. Upaya-upaya apa saja yang di lakukan oleh satuan polisi pamong praja dalam mengatasi permasalahan tersebut?
11
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menemukan dan membahas permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu mengenai peran satuan polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima untuk melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Cimahi. Oleh karena itu, penelitian diharapkan dapat memberi gambaran mengenai: 1. Peran satuan polisi pamong praja dalam menegakkan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum. 2. Peran pedagang kaki lima di dalam melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum. 3. Hambatan-hambatan yang dialami oleh satuan polisi pamong praja dalam menegakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum tersebut. 4. Upaya-upaya yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja dalam mengatasi permasalahan tersebut.
D. Manfaat Penelitian Keberhasilan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:
12
1. Kegunaan teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan wawasan dan masukan yang sangat penting bagi penulis, terutama dalam pembentukan asumsi khususnya dalam ruang lingkup kewarganegaraan dan sosial. 2. Kegunaan praktis Bagi keperluan prkatis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan yang penting bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang menyangkut tentang peran satuan polisi pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima untuk melaksanakan Peraturan Daerah K3 tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum seperti: 1. Memberikan masukan pemikiran bagi Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Cimahi dalam menertibkan pedagang kaki lima untuk melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum. 2. Memberikan gambaran mengenai peranan satuan polisi pamong praja dalam menegakkan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum. 3. Memberikan gambaran mengenai peran pedagang kaki lima dalam melaksanakan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum. 4. Memberikan gambaran mengenai upaya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Cimahi dalam menegakan
13
Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum.
E. Anggapan Dasar Bahwa dengan peran satuan polisi pamong praja belum begitu maksimal di dalam menegakkan Peraturan Daerah tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum, sehingga penertiban terhadap pedagang kaki lima pun belum berjalan dengan baik. F. Metodologi 1.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Menurut Kirk dan Miller (Sugiyono, 2009 : 4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun peristilahannya. Menurut David Williams (Sugiyono, 2009: 5) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Winarno Surakhmad (dalam Soejono 2005: 22) mengungkapkan bahwa metode deskriptif yaitu merumuskan diri pada pemecahan masalah-masalah sekarang,
14
pada masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa.
2. Teknik Pengumpulan Data. a.
Observasi
Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap obyek penelitian dimana peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. (Sugiyono, 2009 : 311) b.
Wawancara
Menurut Esterbergh (Sugiyono, 2009 : 317) bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu c.
Studi literatur
Studi literatur yaitu teknik penelitian yang mempelajari literatur untuk mendapatkan informasi secara teoritis yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang di hadapi. Penelitian perpustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen dan lain-lain. (Kartini Kartono, 1996;33).
15
d.
Analisi Dokumen
Yaitu
menganalisis
data-data
berupa
gambar-gambar
dandokumendokumen yang berhubungan erat dengan penelitian. Analisis dokumen dilakukan agar dapat mengungkap data yang ada serta dapat memberikan gambaran dan data yang menunjang bagi peneliti dalam melakukan penelitian.
Dokumentasi yang dianalisis adalah mengenai Peraturan Daerah
tentang Keindahan, Kebersihan dan Ketertiban Umum Kota Cimahi, program kerja Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Cimahi, dan tupoksi Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Cimahi. 3. Teknik Analisi Data. Data yang terkumpul diolah secara kualitatif dengan merujuk pada teknik pengolahan yang dikemukana oleh Sugiyono. a.
Reduksi data. Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisis data, kegiatan
ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang
lebih
jelas,
mempermudah
peneliti
pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
untuk
melakukan
16
b.
Display data.
Setelah dilakukan reduksi data, langkah selanjutnya adalah display data yaitu menyajikan data secara jelas dan singkat. Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data dilakukan dari bagian demi bagian, kemudian dalam bentuk tabulasi. Selanjutnya disajikan dalam bentuk deskripsi dan interpretasi sesuai dengan data yang diperoleh. c.
Mengambil kesimpulan dan verifikasi.
Menarik atau mengambil kesimpulan merupakan tujuan utama analisis data yang dilakukan sejak awal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan makna terhadap data yang telah dianalisis. Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009 : 345) kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten suatu peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. G. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi penelitian. Yang dijadikan lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Cimahi sebagai salah satu lembaga yang menjadi teknis utama di lapangan dalam menegakan Peraturan Daerah tentang Keindahan,
17
Kebersihan dan Ketertiban Umum. Selain itu yang dijadikan lokasi penelitian adalah tempat lokasi pedagang kaki lima di Cimahi yang meliputi Jalan Gandawijaya, Cibabat dan Cimindi flyover. 2. Subyek Penelitian. Subyek penelitian diambil berdasarkan teknik pengambilan sampel purposif/bertujuan (Sampling Purposive). Sampling purposif adalah sample yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan desain. Subyek penelitian dari satuan polisi pamong praja adalah Bapak Uus. Supriyadi S. Sn menjabat sebagai Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Pemerintah Kota Cimahi dan Bapak Ario. W S. H menjabat sebagai Kepala Seksi Penegakan Peraturan Daerah Pemerintah Kota Cimahi. Pedagang kaki lima Ibu Salam 56 tahun penjual mie ayam di Jl. Gandawijaya, Bapak Asep 30 tahun penjual buah di Cibabat, dan Bapak Yon 45 tahun penjual pakaian di Cimindi. Masyarakat Bapak Ahmad 50 tahun masyarakat di Jl. Gandawijaya, Ragil Anastashya 22 tahun masyarakat Cimindi, dan Bapak Oben 35 tahun masyarakat di Cibabat.