BAB 4 PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan melakukan analisis penerapan PSAK 105 terhadap pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Analisis ini dilaksanakan untuk melihat penerapaannya yang dimana, hal ini apakah seluruh rangkaian proses mengenai pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sudah sesuai dengan prosedur yang keseuaiannya mengaju pada PSAK no. 105. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk merupakan bank yang salah satu kegiataannya adalah menyediakan fasilitas pembiayaan untuk transaksi mudharabah. Dalam hal ini berbagai prosedur yang dilaksanakan harusnlah sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, serta PSAK 105 mengenai akuntansi Mudharabah. Pembiayaan mudharabah merupakaan suatu akad kerja sama kemitraan antara penyedian dana usaha (disebut shahibul maal/ rabulmah) dengan pengelolaan dana/ manajemen usaha (disebut sebagai mudharib) untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasil usaha sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal.
4.1
Evaluasi atas perhitungan bagi hasil pembiayaan Mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. Didirikan pada tahun 1991, yang diprakarsai oleh Majelis
54
Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Mulai beroperasi pada tahun 1992, yang didukung oleh cendekiawan Muslim dan pengusaha, serta masyarakat luas. Pada tahun 1994, telah menjadi bank devisa. Produk pendanaan yang ada menggunakan prinsip Wadiah (titipan) dan Mudharabah (bagi-hasil). Sedangkan penanaman dananya menggunakan prinsip jual beli, bagi-hasil, dan sewa. Adapun beberapa dan produk bank telah dipasarkan salah satunya yaitu pembiayaan syariah yang menggunakan Akad mudharabah sangat populer dan menjadi asas utama berbagai transaksi antarumat manusia secara umum dan dalam dunia perbankan syariat secara khusus. Walau demikian, kita tidak mendapatkan dalil khusus dari al-Quran atau as-Sunnah tentangnya, padahal akad ini telah dikenal oleh umat manusia jauh-jauh hari sebelum datangnya agama Islam, dan senantiasa diterapkan oleh umat Islam hingga zaman kita ini. Mudharabah merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua ( pengelola dana ) bertindak selaku pengelola, dan keutungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pengelola dana. Karena dalam hal pembiayaan mudharabah melibatkan dua pihak yaitu pihak pertama banka ( shahibul maal ) dan pihak kedua pengelola dana ( mudharib ) tentunya pembagian hasil usahanya harusnya dilakukan sejelas mungkin sehingga tidak merugikan kedua belah pihak. Sesuai dengan PSAK 105 pembagian hasil usaha dalam pembiayaan mudaharabah dibagi 2 yaitu yang pertama menggunakan prinsip bagi hasil. Pada prinsip bagi hasil ini dasar pembagian hasil usahanya adalah laba bruto 55
( Gross Profit ) bukan total pendapatan usaha ( Omset ). Sedangkan yang kedua yaitu mengunakan prinsip bagi laba, dalam prinsip ini dasar pembagian labanya adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah. Sesuai dengan data yang diperoleh penulis dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Telah menerangkan pembagian hasil usaha yang akan dijelaskan sebagai berkut. Perhitungan hasil usaha yang akan dijelaskan sebagai berikut. Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :
a)
Pendekatan profit
sharing (bagi
laba)
Penghitungan
menurut
pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut. b)
Pendekatan revenue
sharing (bagi
pendapatan).
Penghitungan
menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut
Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
56
1.
Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
2.
Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
3.
Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
Perhitungan Bagi Hasil Syariah
Metode penghitungan bagi hasil dalam ekonomi syariah secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
1.
Menghitung saldo rata-rata harian (Daily Average) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.
Total Dana DA = ∑n
Keterangan:
57
DA = saldo rata-rata harian N = waktu atau hari 2.
Menghitung saldo rata-rata tertimbang (Weight Average) sumber dana yang telah tersalurkan pada proyek atau usaha-usaha lainnya.
WA = ∑(total dana x jumlah hari periode dana)
3.
Menghitung distribusi pendapatan yang diterima dalam periode tertentu.
WA DP
=
x TP TWA
Keterangan: WA TWA TP
4.
= saldo rata-rata tertimbang = total saldo rata-rata tertimbang = total pendapatan periode tertentu
Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah disalurkan.
5.
Mengalokasikan total pendapatan kepada masing-masing klasifikasi dana yang dimiliki sesuai dengan saldo rata-rata tertimbang
6.
Memperhatikan nisbah sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam kesepakatan (akad).
7.
Mendistribusikan bagi hasil tersebut sesuai dengan nisbahnya kepada pemilik dana sesuai dengan klasifikasi dana yang ditanamkan.
58
Untuk memberikan gambaran tentang penghitungan bagi hasil maka penulis memberikan contohnya akuntansi tabungan mudharabah berikut diberikan beberapa transaksi yang berkaitan dengan tabungan dan jurnalnya.
C03/08/2009 Diterima setoran kliring BG Bank Muamalat Indoensia , pembukaan rekening tabungan mudharabah atas nama Indra Permana sebesar Rp. 10.000.000,--. Atas transaksi tersebut bank syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr.Bank Indonesia Cr. Titipan Kliring
10.000.000 10.000.000
Saat danannya efektif ( tidak ditolak ): Dr. Titipan Kliring 10.000.000 Cr. Rekening Tabungan (a/n Indra Permana )
10.000.000
Dari jurnal diatas akan mengakitbatkan perubahan saldo Buku Besar dan posisi Neraca, serta rekening individu sebagai berikut:
BUKU BESAR Tabungan Mudharabah Debet Tgl
Keterangan
Saldo
Jumlah
10.000.000 10.000.000
Tgl 03Sep
Keterangan Rekening permana
Kredit Jumlah Indra 10.000.000 10.000.000
59
NERACA Per 03 Agustus 2009 Aktiva Uraian
Tgl 03-Agust
Jumlah
Keterangan Setoran Awal
Uraian Kewajiban Giro Wadiah Dana Syirkiah Temporer Deposito Mudharabah Tabungan Mudharabah
Passiva Jumlah 0 0 10.000.000
Rekening Tabungan Indra Permana Debet Kredit 10.000.000
Saldo 10.000.000
Nisbah (Rasio Bagi Hasil)
Nisbah adalah merupakan rasio bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerjasama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dimana nisbah ini tertuang didalam akad yang telah disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak.
Contoh Perhitungan Nisbah dengan Deposito Mudharabah
Pada Tanggal 1 Angustus 2009 Bank Muamalat Indonesia Tbk, menerima Setoran Tunai atas nama Erma Sebesar Rp. 25.000.000,-- sebagai investasi deposito mudharabah unuk jangka waktu satu bulan dengan nisbah 65 untuk nasabah dan 35 untuk Bank Muamalat Indonesia Tbk,.
Atas transaksi tersebut Bank Muamalat Indonesia Tbk, melakukan jurnal sebagai berikut:
60
Dr. Kas Rp. 25.000.000.000 Cr. Deposito Mudharabah ( a/n Erma ) Rp. 25.000.000.000
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahaan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut: BUKU BESAR Deposito Mudharabah Debet Tgl Keterangan Saldo
Jumlah
Tgl 01-Agust
Keterangan Erma
25.000.000 25.000.000
Kredit Jumlah 25.000.000 25.000.000
NERACA Per 03 Agustus 2009 Aktiva Uraian
Jumlah
Uraian Kewajiban Giro Wadiah Dana Syirkiah Temporer Deposito Mudharabah
Passiva Jumlah 0 25000000
Dalam hal ini pembagian hasil usaha mudaharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Maka dari itu penulis memberikan contoh kasus 1, tentang pembagian bagi hasil di PT. Bank Mualamat Indonesia Tbk,.
Kasus 1 Bank Muamalat Indonesia menadatangani akad mudharabah musyarakah dengan PT. Lancar Bersama pada 1 Mei 2011, Bank Muamalat menyalurkan pembiayaan dengan kas Rp. 400.000.000,-- dan PT. Lancar sebesar Rp. 100.000.000,-- nisbah bagi hasil yang disepakati adalah bank : mitra = 40 : 60 dari 61
laba kotor usaha mitra, bila rugi maka pembagian ruginya berdasarkan porsi modal yang disetorkan masing-masing. Pada tahun 2011 PT. Lancar Bersama melaporkan laba kotor usaha sebesar Rp. 200.000.000,-- maka berapakah hitungan bagi hasil untuk bank dan mitra , menggunakan prinsip bagi hasil apakah Bank Muamalat Indonesia Tbk,. Dan Apakah telah sesuai dengan PSAK 105 yang telah berlaku diterapkan oleh Bank Muamalat? Cara 1: Hasil usaha dibagi antara bank dan mitra dengan dasar nisbah, sisanya setelah dkurangi hak pengelola dana akan dibagi sesuai dengan porsi modal masing-masing. Bagian pengelola ( musytarik ) = 60: 100 x Rp. 200.000.000 = Rp. 120.000.000 sisanya Rp. 80 jt jika dibagi bedasarkan porsi modal. Pengelola = 100: 500 x 80 jt = 16 jt Bank Muamalat = 400/500 x 80 jt = 64 jt Jadi bagi hasil pengelola = 120 jt + 16 jt = 136 jt Bagi hasil bank Muamalat = 64 jt = Rp. 200 jt,-Cara 2 Hasil usaha dibagi antara bank dan mitra berdasarkan porsi modal masing-masing, sisanya setelah dikurangi hak pengelola dana akan dibagi sesuai dengan nisbah bagi hasil. Bagian pengelola ( musytarik ) = 100 : 500 x Rp. 200 jt,- = Rp. 40 jt,- ; sisanya rp. 160 jt,- dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil. Pengelola = 60/100 x 160 jt,- = Rp. 64 jt,Jadi, bagi hasil pengelola = Rp. 40 jt,- + Rp. 96 jt,- = Rp. 136 jt,Bagi hasil Bank Muamalat = Rp. 64 jt,- ; total bagi hasil yang dibagi = Rp. 136 jt,- + Rp.64 jt,- = Rp. 200 jt,- . Hasil Evaluasi:
62
Dalam hal ini penulis memberikan sebuah evaluasi. Bahwa cara 1 dan cara 2 perhitungan bagi hasilnya adalah sama dan dalam hal ini bisa kita lihat bahwa dalam prinsip bagi hasil ada 2 prinsip yaitu prinsip bagi hasil menggunakan Revenue sharing dan Prosif sharing dan disini bisa kita lihat bahwa , Bank Muamalat Indonesia Tbk lebih cenderung menggunakan prinsip Revenue sharing yang dimana pendapatan usaha sebelumnya dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan tersebut dalam Revenue sharing, ke dua belah pihak akan selalu mendapatkan bagi hasil, karena bagi hasil dihitung dari pendapatan pengelola dana/ PT. Lancar . Sepanjang pengelola dana memperoleh Revenue maka pemilik dana/ PT. Muamalat Indonesia Tbk, akan mendapatkan distribusi bagi hasil. Ditinjau dari sisi pemilik dana / Bank Muamalat Indonesia Tbk, maka prinsip ini menguntungkan, karena selama pengelola dana/ PT. Lancar memperoleh Revenue maka pemilik dana pasti mendapatkan bagi hasilnya. Tetapi, bagi pengelola dana hal ini dapat memberikan resiko bahwa suatu periode tertentu pengelola dana akan mengalami kerugian, karena bagi hasil yang diterimanya lebih kecil dari beban usaha untuk mendapatkan Revenue tersebut. Disinilah ketidak adilan dapat dirasakan oleh pengelola dana karena terdapat risiko kerugian, sedangkan pemilik dana terbebas dari risiko kerugian. Dalam hal ini penulis tidak setuju dengan hal yang diterapkan oleh Bank Muamalat Indonesia Tbk, karna yang sudah dijelaskan oleh penulis diatas, prinsip tersbut sangat banyak berisiko pada pengelola dana, bukan pemilik dana. Dan dengan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis oleh Bank Muamalat Indonesia tbk, bahwa penerapan PSAK 105 telah diterapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan selalu mengikuti perkembangan PSAK 105 itu sendiri serta memperbaruinya.
63
Dan disini penulis juga membuat contoh kasus tentang pembagian bagai hasil yang dimana pembiayaan yah terdapat kredit macet atau yang sering disebutkan adalah pembiayaaan revoling yang diakitbatkan adanyan sebuah kerugian. Berikut Contoh kasus tentamg pembiayaan yang revoling.
Kasus 2 :
Pada tanggal 10 Januari 2008 Bank Muamalat Indonesia Tbk, setujui memberikan modal mudharabah kepada H. Saipul sebesar Rp. 1.000.000.000,-dengan nisbah yang disepakati 60 untuk bank dan 40 untuk mudharib. Pembayaran modal: a. Tahap pertama sebesar Rp. 600 juta pada tgl 15 Jan ‘08 dan b. Tahap kedua sebesar Rp. 400 juta pada tgl 20 Jan 2008 Jurnal kasus ke-1 1. Pada saat Investasi mudharabah disetujui, jurnal : Dr. Kontra Kwj komitmen Invest Mudharabah Rp. 1.000.000.000,Cr. Kewajiban Komitment Invest Mudharabah Rp. 1.000.000.000,2. Tgl 15/01/08 - pembayaran tahap pertama, Jurnal : Dr.Investasi Mudharabah Cr.Rekening Mudharib
Rp. 600.000.000,-Rp. 600.000.000,-
Dr.Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 600.000.000,-Cr.Kontra Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 600.000.000,3.
Tgl
20/01/08
dilakukan
jurnal
pembayaran
tahap
kedua
sebesar
Rp.400.000.000, Jurnal : Dr. Investasi Mudharabah Cr.Rekening Mudharib
Rp. 400.000.000,-Rp. 400.000.000,64
Dr.Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 400.000.000,-Cr.Kontra Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 400.000.000,4.
Dari laporan yang diterima dari H. Saipul
sbg pengelolaan dana
mudharabah, mengalami kerugian sebesar Rp.50.000.000,- (kerugian tersebut tidak dapat diketegorikan sebagai kelalaian atau kesalahan mudharib) jurnal sebagai berikut: a.
Pada saat bank membentuk cadangan kerugian Db. Beban Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah Rp. 50.000.000,-Cr.Akumulasi Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah Rp. 50.000.000,-
b.
Pada saat penghapusbukuan Db.AkumulasiPenyisihanKerugian Investasi MudharabahRp. 50.000.000,Cr. Investasi mudharabah Rp. 50.000.000,--
5. Bagi hasil yg menjadi milik bank sebesar Rp. 10.000.000,-- s/d tgl tutup buku belum disetorkan oleh H. Saipul , Jurnal : Dr. Piutang kepada Mudharib Rp. 10.000.000,-Cr. Pendapatan Bagi Hasil mudharabah Rp. 10.000.000,-6. Pembiayaan mudharabah H. Saipul terpaksa harus dihentikan sebelum berakhirnya akad. Dari catatan bank saldo Investasi mudharabah pada H. Saipul sebesar Rp.450.000.000,-- dan atas penghentian, diperoleh laporan kerugian sebesar Rp. 25.000.000,-- Sisa Investasi tersebut tidak dapat dikembali oleh H. Saipul , jurnal : Dr. Piutang Mudharib (H. Saipul ) Rp. 425.000.000 Dr.Penyisihan Kerugian Investasi Mudhrabah Rp. 25.000.000 Cr.Investasi Mudharabah Rp. 450.000.000
7.
Saat pembentukan penyisihan Investasi mudharabah, Jurnal: Dr. Beban penyisihan Investasi mudharabah Rp. xxxxx Cr. Akumulasi penyisihan Investasi mudharabah
Rp.xxxxx 65
Hasil evaluasi:
Dalam kasus ini bisa kita lihat bahwa, pembiayaan mudharabah yang dilakukan Pak Ahmad macet, yang dimana sebelumnya, dia meminjam uang ke Bank Muamlat Indonesia sebesar Rp. 1.000.000.000,-- tapi seiring berjalannya waktu, perusahaan pak ahamad mengalami bangkrutan yang mengakibatkan pailit, disini pak ahamad hanya bisa membayar rp. 550.000.000,-- yang dimana sisa pembayarannya Rp. 450.000.000,-- dan dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia, mengolongkan pak ahmad sebagai nasabah dengan pembiayaan macet. Dan dalam hal ini Pemilik dana/ PT. Bank Muamalat Indonesia lah, mana kala pengelola dana menderita kerugian normal sehingga pemilik dana tidak akan mendapatkan bagi hasil, sedangkan dalam bank konvesional deposan/pemilik dana akan selalu mendapatkan bunga walupun bank mengalami kerugian. Kalo hanya di lihat dari aspek ekonomi saja profit sharing kelemahan di bandingkan dengan prinsip bunga/konvensional yang nota bene di harapkan. Untuk mengurangi resiko di tolak nya calon investor yang akan menginpentasikan dana nya maka pengelola dana dapat memberikan porsi bagi hasil lebih besar dibandingkan dengan porsi bagi hasil menurut Revenue Sharing. Untuk mengatasi Ketidak setujuan prinsip Profit Sharing karena adanya kerugian bagi pemlik dana maka prinsip Revenue Sharing dapat diterapkan, yaitu bagi hasil yang didistribusikan kepada pemilik dana didasarkan pada Revenue pengelola dana tanpa dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan. Dalam Revenue Sharing, kedua belah pihak akan selalu mendapatkan bagi hasi, karena bagi hasil dihitung dari pendapatan pengelola dana. Sepanjang pengelola dana memperoleh Revenue maka pemilik dana akan mendapatkan distribusi bagi hasil. Ditinjau dari sisi pemilik dana, maka prinsip ini menguntungkan, karena selama pengelola dana memperoleh Revenue maka pemilik dana pasti mendapatkan bagi 66
hasilnya. Tetapi, bagi pengelola dana hal ini dapat memberikan resiko bahwa satu periode tertentu pengelola dana akan menagalami kerugian bagi hasil yang diterimanya lebih kecil dari beban usaha unuk mendapatkan Revenue Tersebut. Di sinilah ketidak adilan dapat di rasakan oleh pengelola dana karna terdapat resiko kerugian, sedangkan pemilik dana terbebas dari resiko kerugian. Jalan ke luar yang dapat di jalankan adalah pengelola dan harus menjalankan usaha dengan prinsip prudent atau usaha penuh kehati-hatian, sehingga dengan Revenue sharing resiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin agar pemilik dana dapat dengan mudah memberikan dana Investasinya yang dikelola oleh pengelola dana, Maka dengan ini penulis menyarankan oleh pak ahmad untuk mengatasi pembiayaan macet dengan cara:
1. Bank muamalat dapat melakukan penyelamatan pembiayaan dengan cara merubah porsi nisbah bagi hasil yang dimana awal nisbah bagi hasil pak ahmad adalah bank: 60 % sedangkan pak ahmad : 40 %, dan saran penulis lebih baik pak ahmad mengubah nisbahnya menjadi: Bank: 40 % pak ahamd: 60 % supaya dapat meringankan Pak Ahmad
2. memperpanjang jangka waktu pembayarannya yang awal pembayarannya yaitu jangka waktu 2 tahun menjadi 3 tahun (saran penulis). Hal ini dimaksudkan agar dapat meringankan Pak Ahmad, sehingga pokok pembayarannya
per
bulan
akan
lebih
kecil
dibanding
sebelum
memperpanjang jangka waktu pembiayaan.
3. mencairkan jaminan yang dimiliki oleh pak ahmad, guna untuk memperoleh kembali kerugian dari jumlah kredit macet tersebut dan tentunya sesuai
67
perjanjian akad. Namun hal ini dilakukan apabila Pak Ahmad benar-benar tidak bisa melunasi/ tidak ada itikad baik.
4. cut off atau penghapusan piutang, dalam hal ini penghapusan piutang dilakukan bila jaminan sudah dicairkan dan tentunya piutang Pak Ahmad akan dihapus dari bagian asset milik Bank Muamalat .
Dalam konteks ini penulis
menjelaskan bahwa
tidak semua bank akan
memberikan cut off atau penghapusan piutang karna, penghapusan piutang, sangatlah merugikan bank tersebut, seperti yang pernah penulis wawancarakan oleh pihak Bank muamalat bahwa tindakan cut off adalah jalan terakhir dalam mengatasi pembiayaan macet.
Berikut adalah denda apabila nasabah tidak mampu melunasi angsuran maupun nisbah setelah tanggal jatuh tempo
Tabel 4.2 Tarif Denda Keterlambatan Pembayaran Angsuran No
Jumlah Angsuran
Jumlah Denda
1
< Rp.
2.000.000,-
Rp.
2
Rp.
2.000.000 - < Rp.
5.000.000
Rp. 100.000
3
Rp.
5.000.000 - < Rp. 10.000.000
Rp. 150.000
4
Rp.
10.000.000 - < Rp. 50.000.000
Rp. 250.000
5
Rp.
50.000.000 - < Rp. 100.000.000
Rp. 500.000
6
Rp. 100.000.000 - < Rp. 250.000.000
Rp. 1.000.000
7
Rp. 250.000.000 - < Rp. 500.000.000
Rp. 2.000.000
8
>Rp. 500.000.000
Rp. 3.000.000
50.000
(sumber: www.muamalat.co.id)
68
Denda tersebut diatas dikenakan ke nasabah setiap bulan sesuai dengan besarnya angsuran dari nasabah. Denda akan terdebet secara otomatis dari rekening nasabah ke rekening penampungan bank jika ada keterlambatan 1 hari sejak dari jatuh tempo tanggal angsuran. Dan akan dikembalikan lagi denda keterlambatan tsb jika nasabah membayar angsuran sebelum masuk ke awal bulan berikutnya. Denda keterlambatan diharamkan untuk menjadi pendapatan bank, akan tetapi akan disalurkan ke lembaga Baitul Mal Muamalat yang khusus menghimpun dan menyalurkan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf)
4. 2 Akuntansi Untuk Pemilik Dana
4.2.1 Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudharabah
Sesuai dengan hukum syariah, modal harus diketahui baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dan hal ini akan merupakan dasar dari penilaian, dimana keuangan mudharabah disajikan dalam pembukaan bank. Kemudian ketetuan pemberian modal harus disepakati yakni pemberian dalam bentuk tunai. Sesuai dengan kebijakan saat ini, modal bisa diberikan dalam tunai. Sesuai dengan kebijakan saat ini, modal bisa diberikan dalam bentuk asset perniagaan dan dalam nilai asset tersebut pada saat pengadaan kontrak tersebut senilai/ sama dengan modal yang akan diberikan dalam mudharabah. Ketentuan tersebut juga merupakan dasar dalam penentuan jumlah modal mudharabah pada saat pengadaan kontrak. Modal bisa juga diberikan dalam bentuk asset non kas yang siap digunakan dan pada saat pengadaan kontrak
69
dalam modal mudharabah, nilai pasar asset tersebut sesuai dengan realita yang ada. ( Yusuf, Wiroso, Harahap 2012 )
Dalam hukum syariah ketetetapan modal yang harus dibayar atau diserahkan kepada mudharib sesuai dengan kebijaksanaan persyaratan yang telah ditentukan, bahwa pembayaran akan dicairkan tanpa penyesuaian akuisisi ( perolehan ) aktualnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar dana mudharabah tidak diambil begitu saja tanpa adanya persetujuan dari bank. Ada dua alasan yang tidak bisa digunakan dalam penilaian asset nonkas yang akan ditrima oleh bank islam sebagai modal adalah:
1.
Ketentuan nilai yang telah disepakati oelh semua pihak, tentang penilaian asset non- moneter yang akan diakui akuntansi keuangan.
2.
Penerapan nilai tersebut yang disepakati bersama oleh para pihak dari kontrak untuk menilai asset non-moneter akan menjurus kepada penerapan konsep kejujuran representasional.
Dasar perhitungan biaya secara historis telah digunakan dalam pengukuran modal mudharabah yang disediakan oleh bank tersebut setelah penandatangan kontrak yang merupakan salah satu dari persyaratan kaidah atau peraturan syariah mudharabah sehubung dengan spesifikasi modal dan pemeliharaan dari modal yang ditetapkan sampai waktu diketahui keuntungan. Keuntungan adalah sejumlah pendapatan dari hasil pengelolaan modal mudharabah. Keuntungan ini juga harus sesuai dengan ciri-ciri pengukuran akuntansi.
70
Seperti yang pernah dijelaskan oleh penulis terdahulu, bahwa sahya pembiayaan mudharabah penyerahaannya dapat dilakukan dengan aktiva non kas. Jika hal ini dilakukan maka pembiayaan mudharabah diakui saat penyerahaan aktiva non kas, dan diukur sebesar nilai wajar aktiva non kas yang bersangkutan pada saat penyerahaan, bagi bank selisih anatara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank. Pembiayaan diberikan dalam bentuk non kas maka kegiaatan usaha mudharabah dainggap mulai berjalan sejak barang tersebut diterima oleh mudharib dalam kondisi siap dipergunakan, apabila barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang yang dipergunakan secara efektif dalam kegiaatan usaha maka rugi tersebut tidak langsung mengurangi jumlah pembiayaan namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. Maka dari itu lah penulis memberikan sebuah contoh kasus ke 2 seperti dibawah ini:
Kasus ke 3
Pada tanggal 15 Januari Bank Muamlaat Indonesia Menyetujui meberikan pembiayaan mudharabah kepada tuan Faradi , seorang pengusaha pengangukutan dari kota padang, sebesar Rp. 50.000.000,-- dalam bentuk modal kas dan non-kas, dengan nisbah yang disepakati 10 untuk bank dan 30 untuk Tuan Faradi.
Penyerahan modal mudharabah kepada mudharib dilakukkan dengan tahapan sebagai berikut:
Tanggal 25 Januari diserahkan kepada Tuan Faradi modal pembiayaan dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 10.000.000,--
71
Tanggal 27 Januari diserahkan alat pengangutan berupa 3 buah bus ukuran besar dengan nilai pasar sebesar Rp. 20.000.000,-- . bus tersebut dibeli dengan harga Rp. 25.000.000,--
Tanggal 28 Januari deserahkan alat penggankutan berupa 5 buah bus ukuran sedang dengan nilai pasar sebesar Rp. 20.000.000,--. Bus tersebut dibeli dengan harga Rp. 17.500.000,--
Pada saat pemberliaan kendaraan bus yang dilakukan pada tanggal 5 Januari dilakukan Jurnal sebagai berikut:
Dr. Persedian Dr. persedian ( bus sedang ) Cr. Rekening Supplier
Rp. 25.000.000,-Rp. 17.500.000,-Rp. 42.500.000,--
Dengan jurnal transanksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai berikut:
BUKU BESAR Persedian ( Barang Mudharabah ) Debet
Kredit
Tgl
Keterangan
Jumlah
05-Jan
Bus besar
25.000.000
05-Jan
Bus sedang
17.500.000 42.500.000
Tgl Keterangan
Saldo
Jumlah
42.500.000 42.500.000
Pada tanggal 15 Januari yaitu saat pembiayaan mudharabah disetujui, dicatat sebagai komitment Bank Muamalat Indonesia sebesar pembiayaan yang disetujui dengan jurnal: 72
Dr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 50.000.000,-Cr. Kewajiban Komitmen investasi Mudharabah Rp. 50.000.000,--
Dengan adanya persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut, buku besar komitmen ( rekening administrative ) Bank Muamalat Indonesia menunjukan sebagai berikut:
BUKU BESAR Komitmen Investasi Mudharabah Debet Tgl Keterangan
Saldo
Jumlah
Tgl 15Jan
50.000.000 50.000.000
Keterangan Tn. Faradi Saldo
Kredit Jumlah 50.000.000 50.000.000
Pada tanggal 25 Januari 2008, atas persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut dilakukan penyerahaan modal dalam bentuk uang tunai, sebesar Rp. 10.000.000,--. Atas penyerahaan uang tunai tersebut oleh bank syariah dilakukan jurnal:
Dr. Investasi Mudharabah Cr. Rekening mudharib
Rp. 10.000.000,-Rp. 10.000.000,--
Pada tanggal 27 dilakukan penyerahaan bus ukuran besar kepada Tuan Faradi ( mudharib ), dengan nilai pasar sebesar Rp. 20.000.000,-- yang sebelumnya dibeli dengan harga sebesar Rp. 25.000.000,-- atas transaksi tersebut oleh bank Muamalat Indonesia Tbk, dilakukan jurnal sebagai berikut: Dr. Investasi mudharabah Dr. Kerugian penyerahaan asset mdh Cr. Persedian / asset mudharabah
Rp. 20.000.000,-Rp. 5.000.000,-Rp. 25.000.000,--
73
Pada tanggal 28 januari 2008, oleh bank Muamalata Indonesia Tbk, dilakukan penyerahaan tahap ketiga atas bus ukuran sedang kepada Tuan Faradi ( mudharib ) dengan harga pasar sebesar Rp. 20.000.000,--. Bus tersebut sebelummnya dibeli dengan harga Rp. 17.500.000,--. Atas transaksi itu oleh bank Muamalat Indonesia Tbk, dilakukan jurnal sebagai berikut: Dr. Investasi mudharabah Rp. 20.000.000,-Cr. Persedian aktiva Rp. 17.500.000,-Cr. Keuntungan tangguhan Aset Mudharabah Rp. 2.500.000,--
Keuntungan Tangguhan penyerahaan ativa tersebut diamortasi selama jangka waktu akad mudharabah, sehingga dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Keuntungan tangguhan Aset mudaharabah Cr. Pendapatan penyerahaan aktiva
xxxx xxxx
Atas transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah pada tanggal 25. 27, dan 28 Januari tersebut akan mengakitbatkan perubahan posisi buku besar dan neraca bank syariah sebagai berikut:
BUKU BESAR Persedian ( Barang Mudharabah )
Debet
Kredit
Tgl
Keterangan
Jumlah
05-Jan
Bus besar
25.000.000
05-Jan
Bus sedang
17.500.000 42.500.000
Tgl Keterangan Saldo
Jumlah 42.500.000 42.500.000
74
BUKU BESAR Investasi Mudharabah Debet Tgl Keterangan 25-Jan Modal kas 27-Jan Non kas - bus besar 28-Jan Non kas - bus sedang
BUKU BESAR Komitmen Investasi Mudharabah Debet Tgl Keterangan 25Jan Modal kas 27Jan Non kas - bus besar 28-Ja n Non kas - bus sedang
NERACA Per 28 Januari xxxx Aktiva Persedian Akiva Investasi Mudharabah
Jumlah 10.000.000 20.000.000 20.000.000 50.000.000
Jumlah 10.000.000
Tgl Keterangan
saldo
Tgl Keterangan Tn. Faradi
Kredit Jumlah
50.000.000
Kredit Jumlah 50.000.000
20.000.000 20.000.000 50.000.000
50.000.000
Passiva 0 50.000.000
BUKU BESAR (L/R) Kerugian Penyerahaan Aset Mudharabah Debet Tgl Keterangan Jumlah 27Jan Penyerahaan bus besar 5.000.000
Tgl Keterangan
Saldo 5.000.000
Kredit Jumlah
5.000.000 5.000.000
75
Disini kita bisa lihat yang dimana penulis mengevaluasi bahwa sebenarnya dalam pembiayaan mudaharabah, apabila modal mudharabah diberikan dalam bentuk aktiva non-kas, maka kegiataan usaha mudharabah baru bisa dianggap mulai berjalan sejak barang tersebut diterima oleh pengelolanya sendiri yang dimana barang tersebut sudah siap digunakan. Tapi apabila sebagian pembiayaan mudaharabah hilang sebelum dimulainya usaha karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pihak mudharib maka rugi tersebut mengurangi saldo pembiayaan mudharabah dan diakui sebagai kerugian bank. Dalam pelaksanaanya tidaklah mudah untuk menentukan hal tersebut kelalaian mudharib atau tidak, oleh karena itu untuk menentukan kealalaian atau kesalahan mudharib, anatara lain, ditunjukan oleh: a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad b. Tidak terdapat kondisi diluar kemampuan ( force majeur ) yang lazim dan/ atau yang telah ditentukan di dalam akad c. Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan
Dan hal ini juga telah ada di PSAK 105 yang dimana mengatakan bahwa: 1. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak. Hilang atau factor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana. Maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. Maka dari itu penulis membuatkan sebuah jurnal untuk pemilik dana untuk mengakui terjadinya kerugian karena terjadinya penurunan nilai investasi mudharabah, sebagai berikut:
76
Dr. Kerugian Investasi mudharabah Cr. Investasi Mudharabah
2.
Rp. xxx Rp. xxx
Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana. Maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil. Seperti pada tahun 2010 pemilik dana memperoleh bagi hasil Rp. 30.000.000,-- dan pada 2010 terjadi kehilangan modal mudharabah di pengelola dana sebesar Rp. 5.000.000,-- maka modal mudharabah yang hilang diperhitungkan sebagai pengurangan bagih hasil yang akan diterimanya. Bila tidak ada dana mudharabah yang hilang, pemilik dana mudharabah akan menerima bagi hasil sebesar Rp. 30.000.000,-- karena pada 2010 terjadi kehilangan dana yang bukan kelalaian pengelola dana, maka bagi hasil yang akan diterima berkurang dengan Rp. 5.000.000,-- untuk kasus ini, jurnal yang akan dibuat oelh pemilik dana adalah sebagai berikut:
31 Des 2011 Dr. Piutang Bagi hasil Investasi Mudharabah Dr. Kerugian Penurunan Nilai investasi Mudharabah Cr. Pendapatan Bagi hasil Mudharabah
Rp. 25.000.000,-Rp. 5.000.000,-Rp. 30.000.000,--
3. Dalam investasi mudaharabah yang diberikan dalam asset non kas dan asset kas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudahrabah maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. Dalam hal ini penulis pun membuat jurnal yang harus dimiliki oleh pemilik dana mudharabah seoerti kasus diatas tersebut.
77
Jenis kelalaian seperti apakah dimaksud dalam PSAK ini yang dilakukan pengelola dana sehingga akan menentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap hilang atau berkurangnya investasi mudharabah bagi pemilik dana. Dan dalam hal ini penulis melakukan wawancara kepada Bagian pembiayaan di Bank Muamalat Indonesia yang mengatakan bahwa PSAK 105 yang ada di Bank tersebut telah memenuhi syarat atau telah mengikuti sesuai dengan pedoman PSAK yang telah ada saat ini dan mengikuti perkembangan PSAK yang berlaku saat ini.
4.3
Akuntansi Untuk Pengelola Dana
Sebagai mudharib maka entitas menerima dana dari shahibul maal ( pemilik dana ) untuk dikelola dalam bentuk investasi terikat atau investasi tidak terikat. Dalam hal entitas sebagai mudharib, yang dimana menurut ( Wiyono, Maulimin 2012) yang dimana peryataan ini sesuai dengan PSAK 105 yang berlaku yang dimana mengatur sebagai berikut ini.
4.3.1 Perlakuan Akuntansi Dana yang diterima Pengelola Dana Mudharabah (Mudharib)
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer sebesar nilai tercatatnya atas ketentuan ini, jurnal yang dibuat oleh pengelola dana pada saat menerima dana mudhrabah adalah sebagai berikut:
Dr. kas Cr. Dana syirkah temporer
Rp. xxx Rp. xxx
78
Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang duterima maka pengelola dana mengakui sebagai asset sesuai dengan ketentetuan PSAK 105 dan dalam hal ini berlaku akuntansi untuk pengelola dana mudharabah sebagai investasi mudharabah. Seperti contoh kasus aplilkasi akuntansi untuk pengelola dana mudhrabah pada bank syariah. Dana mudhaarabah yang diterima oleh pengelola dana diakui sebagai dana syirkah temporer pada saat terjadinya sebesar jumlah yang diterima. Pada akhir priode akuntansi, Dana syirkah tenporer diukur sebesar nilai tercatat.
Kasus 3
Seorang pengusaha dari Jakarta yaitu Tuan Ismail merupakan salah satu nasabah Bank Muamalat Indobnesia Tbk, dan pada tanggal 10 Juni 2010 dia menyetorkan dananya ditabungan Mudharabah sebesar Rp. 100.000.000,--, dan pada tanggal 10 Agustus 2010 Tuan Ali mengambil dananya sebesar Rp. 20.000.000,--. Maka dengan transaksi ini Bank Muamalat Indonesia akan mencatat jurnalnya sebagai berikut:
Jurnal pada saat penerimaan tabungan Mudharabah Rp. 100.000.000,-- dari Tn. Ali pada tanggal 10 Juni 2011
Dr. Kas Rp. 100.000.000,-Cr. Dana Syirkah Temporer Rp. 100.000.000,--
Jurnal pada saat pencatatan atas pwngambilan Tabungan Mudharabah Tn. Ali Rp. 20.000.000,-- pada tanggal 10 Agustus 2011
Dr. Dana Syirkah Temporer Cr. Kas
Rp. 20.000.000,-Rp. 20.000.000,--
79
Setelah tanggal 10 Agustus 2011 saldo Dana syirkah temporer adalah Rp. 80.000.000,-- Apabila sampai dengan 31 Desember 2011 tidak ada penambhan atau pengurangan maka neraca Dana syirkah temporer akan dicatat sebesar nilai tercatat tersebut sebesar Rp. 80.000.000,--. Bagi hasil Dana syirkah temporer dialokasikan kepada bank dan pemilik dana sesuai dengan nisbah disepakati, misalnya Bank Muamalat Indonesia mendapatkan pendapatan operasional tahun 2011 Rp. 100.000.000,--. Maka dana yang dihimpun:
1. Dana Syirkah temporer, tabungan mudharabah Rp. 200.000.000,--2. Dana Syirkah Temporer milik Tn. Ali Rp. 80.000.000,-3. Deposito mudharabah Rp. 800.000.000,-4. Nisbah bgai hasil = 40: 60 ( Bank Syariah : Tn. Ali )
Bagi hasil untuk tuan Tn. Ali dapat dihitung sebagai berikut ( pemilik dana ):
Bagi hasil untuk porsi tabungan mudharabah = ( Rp. 200.000.000 : Rp. 1.000.000.000 ) x Rp. 100.000.000= Rp. 20.000.000,--. Bagian nasbaha adalah 60 % = 60 % x Rp. 20.000.000 = Rp. 12.000.000, sedangkan bagian bank muamalat ( pengelola dana ) = 40 % x Rp. 20.000.000 = Rp. 8.000.000, bagi hasil untuk tuan Tn. Ali adalah:
= (Rp. 80.000.000 : Rp. 200.000.000 ) x Rp. 12.000.000 = ( 40 : 100 ) x Rp. 12.000.000 = Rp. 4.800.000 Bagi hasil untuk Tuan ali di dalam %: = (Rp. 4.800.000 : Rp. 80.000.000 ) x 100 % = 6,00 %
Hasil evaluasi:
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai 80
kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana. Atas bagi hasil ini bank muamalat ( pengelola dana ) akan mencatat bagi hasil yang akan dibagikan kepada pemilik dana tabungan mudharabah Tn. Ali sebagai berikut:
31/12/11 Dr. Distribusi bagi hasil mudharabah Cr. Kewajiban bagi hasil Mudharabah
Rp. 4.800.000,-Rp. 4.800.000,--
Pada saat bank syariah membayar bagi hasil tersebut, bank Mualamat ( pengelola dana ) akan mencatat:
5/11/12 Dr. Kewajiban bagi hasil mudharabah Cr. Kas
Rp. 4.800.000,-Rp. 4.800.000,--
Distribusi bagi hasil mudharabah akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pengurangan pendapatan usaha pengelola ( Bank Muamalat ), sedangkan kewajiban bagi hasil mudharabah akan dilaporkan di neraca. Kerugian karena kesalahan atau kelalaian bank dibebankan kepada bank ( pengelola dana) . dalam hal ini bank syariah akan mencatat kerugian sebagai berikut:
Dr. Kerugian dana syirkah temporer Cr. Kewajiban lain-lain / kas
Rp. xxxx Rp. xxx
Maka dari itu pula penulis memberikan sebuah contoh Neraca dasar Perusahaan Bank Syariah pada Umumnya.
81
Tabel 4.3 Contoh Neraca Bank Muamalat
Bank Muamalat Neraca Per Desember 20XX Aktiva Kas
Rp xxx
Penempatan Pada Bank Indonesia
Rp xxx
Giro Pada Bank Lain
Rp xxx
Penempatan pada Bank Lain
Rp xxx
Efek-Efek
Rp xxx
Piutang
Rp xxx
Piutang Murabahah
Rp xxx
Piutang Salam
Rp xxx
Piutang istishna
Rp xxx
Piutang Pendapatan Ijarah
Rp xxx
Pembiayaan Mudharabah
Rp xxx
Pembiayan Musyarakah
Rp xxx
Persedian ( Aktiva yang dibeli untuk dijual kepada klien )
Rp xxx
Aktiva yang dipeoleh untuk Ijarah
Rp xxx
Aktiva Istishna dalam penyelesaian ( setelah dikurang termin Istishna )
Rp xxx
Penyertaan
Rp xxx
Investasi Lain
Rp xxx
Aktiva tetap
Rp xxx
Akumlulasi Penyusutan
Rp xxx
Aktiva Lain-Lain
Rp xxx
Total Aktiva
Rp xxx
KEWAJIBAN Kewajiban Segera
Rp xxx
Simpanan:
Rp xxx
giro wadiah
Rp xxx
Tabungan Wadiah
Rp xxx
Simpanan Bank Lain:
Rp xxx
Giro Wadiah
Rp xxx
Tabungan Wadiah
Rp xxx
Kewajiban Lain:
Rp xxx
Utang Salam
Rp xxx
Utang Istishana
Rp xxx
Kewajiban pada Bank Lain
Rp xxx
pembiayaan yang diterima
Rp xxx
Keuntungan yang sudah diumumkan tetapi belum dibagikan
Rp xxx
Hutang Pajak
Rp xxx
Estimasi Kerugian dan Komitmen Kontinjensi
Rp xxx
Pinjaman yang diterima
Rp xxx
82
Hutang Lainnya
Rp xxx
Pinjaman Subordinasi
Rp xxx
TOTAL KEWAJIBAN
Rp xxx
Dana Syirkah Temporer
Rp xxx
Syirkah Temporer dari bukan Bank
Rp xxx
Tabungan Mudharabah
Rp xxx
Deposito Mudharabah
Rp xxx
Musyarakah
Rp xxx
TOTAL DANA SYIRKAH TEMPORER
Rp xxx
EKUITAS Modal Disetor
Rp xxx
Tambahan Modal Disetor
Rp xxx
Saldo Laba ( rugi )
Rp xxx
TOTAL EKUITAS
Rp xxx
TOTAL KEWAJIBAN, DANA SYIRKAH TEMPORER DAN EKUITAS
Rp xxx
4.3.2 Perlakuan Akuntansi Mudhrabah Musyarakah PSAK 105 mendefinisikan mudharabah musyarakah adalah bentuk mudhrabah dimana pengelola menertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Dimisalkan, bank syariah menerima tabungan mudharabah dari deposan dalam bentuk pool of fund ( kumpulan dana tabungan mudharabah ) sebesar Rp. 1.000.000.000,-- kemudian bank mengivestasikan dalam investasi mudharabah dimana mitra pengusaha yang menyertakan modal sebesar Rp. 500.000.000,-- sehingga total investasi mudharabah yang dikelola oleh mudharib ( pengusaha ) adalah Rp. 1.500.000.000,-- jadi, dalam hal ini bank syariah sebagai pemilik dana mudharabah ( shahibul maal) dimana dananya berasal dari tabungan mudharabah dan dana pengusaha sendiri ( bisa dari dana tunai maupun non kas ) PSAK 105 telah mengatur perlakuan akuntansi mudharabah musytarakah seperti berikut ini.
83
1. Penyertaan dana mudharabah musytarakah Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai
investasi
mudharabah.
Akad
mudharabah
musytarakah
merupakan perpaduan anatara akad mudharabah dan musyarakah. Dalam mudharabah
musytarakah,
pengelola
dana
(
berdasarkan
akad
mudharabah) menyertakan dananya dalam investasi bersama ( berdasakan akad musyarakah ). Pemilik dana musyarakah ( musytarik ) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha anatara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai dana musyarakah. 2. Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah Pembagaian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut: a.
Hasil investasi dibagi antara pengelola dana ( sebagai mudharib ) dan pemilik dana sesuia dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana ( sebagai musytarik ) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing
b.
Hasil investasi dibagi antara pengelola dana ( sebagai musytarik ) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masingh selanjutnya bagaian hasil invsetasi setelah dikurangi untuk pengelola dana ( sebagai musytarik ) tersebut dibagi anatara 84
pengelola dana ( sebagai mudharib ) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Jika terjadi kerugian atas investasi maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik. Maka dengan adanya teoriteoti serta kasus yang telah dievaluasi maka dari itu penulis pun melakukan penyajian dan pengukapan yang berdasrkan PSAK 105 yang dimana isinya sebagai berikut: 1. Penyajian Bagaimana pengelola dana dan pemilik dana dapat menyajkan laporan keuanganya, dalam PSAK 105 telah mengatur bahwa: a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat. b. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan: 1. Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. 2. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan kewajibannya.
85
2.
Pengungkapan Dalam PSAK 105 telah menagtur tentang pengukapan yang berkaitan dengam mudharabah baik bagi pemilik dana maupun pengelola dana, sperti berikut ini: a. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas, pada: 1. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil 2. Rinciaan jumlah investasi mudharabah, dan lain-lain 3. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan 4. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: penyajian b. Pengelola dana mengungkapan hal-hal yang terkait transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada: 1. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lainlain 2. Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya 3. Penyaluran dana syang berasal dari mudharabah muqqayadah 4. Pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101 : penyajian laporan keuangan syariah
86