BAB 4 PEMBAHASAN Pada bab ini, pertama penulis akan membahas penerapan persentase penyelesaian (percentage of completion) yang dilakukan PT. TPHE dengan menggunakan pendekatan fisik. Penulis juga akan mencoba menggunakan metode persentase penyelesaian dengan pendekatan cost to cost untuk membandingkan kedua pendekatan tersebut. Terakhir, penulis akan membahas tentang bagaimana perusahaan dalam mengungkapkan kontrak konstruksi di dalam laporan keuangan. 4.1 Biaya Kontrak Pengklasifikasian biaya kontrak yang dilakukan oleh PT. TPHE sudah sesuai dengan ketentuan PSAK No. 34 (Revisi 2010) Paragraf 15 mengenai kontrak konstruksi, dimana biaya kontrak terdiri dari 3, yaitu (1) biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu, (2) biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat dialokasikan pada kontrak tersebut, dan (3) biaya lain yang secara spesifik dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak. Dalam komponen pembiayaan PT. TPHE terdapat dana yang bersumber dari pinjaman, akan tetapi PT. TPHE merupakan perusahaan jasa konstruksi dimana PT. TPHE hanya memberikan jasa kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan konstruksi yang artinya aset konstruksi tersebut bukan merupakan milik TPHE sehingga, beban pinjaman tidak dikapitalisasi melainkan dibebankan sebagai beban tahun berjalan perusahaan. Pengklasifikasian biaya kontrak PT. TPHE dengan PT. SPB dibagi menjadi: 1. Biaya Langsung (Biaya proyek), terdiri dari:
41
a. Biaya material, yaitu: seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembelian material yang digunakan secara langsung dalam pelaksanaan suatu proyek. b. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar tenaga kerja atau karyawan yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan proyek. Biaya ini terdiri dari, biaya tenaga kerja borongan dan biaya tenaga kerja harian tetap. c. Biaya Sub-kontraktor adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar atas prestasi penyelesaian pekerjaan sub-kontraktor yang membantu pelaksanaan pekerjaan proyek perusahaan untuk menjamin kualitas dan jadwal penyelesaian kontrak. d. Biaya overhead adalah biaya lain – lain yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam kelompok biaya material maupun tenaga kerja langsung. Biaya langsung ini dapat dikategorikan sebagai biaya kontrak karena dapat diidentifikasi secara terpisah dan dapat diukur secara andal sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh PSAK No. 34. 2. Biaya Tidak Langsung, terdiri dari : Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan operasional yang terdiri dari: a. Biaya gaji karyawan b. Biaya administrasi proyek c. Biaya pemeliharaan
42
Biaya diatas merupakan biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak secara umum dan dapat dialokasikan pada kontrak tersebut yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek (pelaksanaan pekerjaan). 3.
Biaya lain yang secara spesifik dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak, seperti biaya administrasi umum dan biaya pengembangan. Namun, pada kontrak konstruksi PT. TPHE dan PT. SPB tidak terdapat perjanjian mengenai biaya administrasi umum dan biaya pengembangan.
4.2 Pengakuan Pendapatan dan Beban Kontrak Persoalan Utama dalam akuntansi kontrak konstruksi adalah alokasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak pada periode dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu, PSAK No. 34 (Revisi 2010) diadakan untuk menggambarkan perlakuan akuntansi pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan kontrak konstruksi. Di dalam PSAK No.34 Paragraf 21, jika hasil konstruksi dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi diakui sebagai pendapatan dan beban. Persyaratan estimasi secara andal dalam hal kontrak harga tetap, yaitu: 1)
Total pendapatan kontrak dapat diukur secara andal,
2)
Kemungkinan besar manfaat ekonomik yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas,
3)
Baik biaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak maupun tahap penyelesaian kontrak pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal,
43
4) Biaya kontrak yang dapat diatribusikan pada kontrak dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara andal sehingga biaya kontrak aktual dapat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya. Metode pengakuan pendapatan yang digunakan PT. TPHE adalah metode persentase penyelesaian dengan output measures: pendekatan kemajuan fisik (progress lapangan). Pendekatan kemajuan fisik (progress lapangan) adalah pendekatan yang berlandaskan pada hasil unit keluaran atau kemajuan fisik yang telah dicapai dan dilakukan di lapangan pekerjaan atas suatu pelaksanaan proyek. Pada PT. TPHE, persentase penyelesaian konstruksi berdasarkan atas tingkat kemajuan fisik proyek. Bobot persentase setiap kemajuan fisik adalah hasil opname pekerjaan di lapangan yang dilakukan oleh pengawas lapangan. Petugas pengawas lapangan membuat Berita Acara berdasarkan prestasi pekerjaan yang telah disepakati. Selanjutnya, Berita Acara Prestasi Pekerjaan (BAPP) dilaporkan dalam progress report yang telah diketahui dan disetujui oleh manajer proyek dan pihak yang terkait. Pencatatan pengakuan pendapatan perusahaan dilakukan berdasarkan progress report sesuai dengan PSAK No. 34 (revisi 2010) paragraf 10 yang menyatakan bahwa Pendapatan kontrak terdiri dari: a) nilai pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak; dan b) penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim dan pembayaran insentif; c) sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan; dan d) dapat diukur secara andal. Progress report tersebut telah diketahui dan disetujui oleh manajer proyek dan pihak terkait, yaitu PT. TPHE sebagai perusahaan pelaksana
44
konstruksi dan PT. SPB sebagai pelanggan dan konsultan pengawas. Berita Acara atas prestai pekerjaan kontrak ditandatangani oleh pihak pelanggan. Sedangkan untuk pengakuan dan pencatatan beban – beban yang berkaitan dengan proyek konstruksi dilakukan pada saat terjadinya atau saat terutang atas masing – masing beban tersebut. PT. TPHE melakukan perhitungan pendapatan yang diakui pada periode berjalan atau pada periode yang bersangkutan dengan cara mengalikan persentase penyelesaian fisik yang sudah disetujui dengan nilai kontrak bersih, lalu hasil dari perkalian tersebut akan dicatat sebagai pendapatan konstruksi. 4.3 Kontrak pada PT. SPB Pada Tahun 2010, PT. TPHE menyepakati sebuah perjanjian dan kontrak dengan
PT. SPB untuk membangun sebuah Dok Kapal. Dalam
kontrak yang telah dibuat PT. TPHE dengan PT. SPB telah sepakat bahwa pelaksanaan proyek berlangsung selama 759 hari kalender. Dengan keseluruhan kontrak yang telah disetujui, maka diketahui nilai kontrak atau nilai pekerjaan yang akan didapatkan oleh PT. TPHE, yaitu sebesar Rp 1.572.555.943. Jumlah kontrak tersebut belum termasuk PPN sebesar 10%. Kedua perusahaan antara PT. TPHE dengan PT. SPB telah menyetujui besarnya persentase uang muka sebesar 8% dari nilai kontrak yang telah dianggarkan, sebesar Rp 125.804.475 dan besarnya persentase retensi atau jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai kontrak yang telah disepakati sebesar Rp 66.127.797. Estimasi total biaya sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk proyek ini sebesar Rp 1.305.221.432. Proyek ini dimulai pada tahun 2010 sampai dengan 2012. 45
Pembayaran dilakukan sesuai progress pekerjaan dengan pencapaian prestasi pekerjaan dilapangan yang dinyatakan dalam Berita Acara Prestasi Pekerjaan (BAPP). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada kontrak PT. SPB ini, PT. TPHE menggunakan kontrak harga tetap (kontrak lump sum). 4.4
Perbandingan Metode Persentase Penyelesaian
4.4.1 Pendekatan Fisik Metode yang digunakan oleh PT. TPHE untuk mengakui pendapatan pada kontrak PT. SPB dengan menggunakan metode persentase penyelesaian dan dengan menggunakan pendekatan fisik. Kelemahan dalam menggunakan pendekatan fisik adalah tidak adanya estimasi atas kerugian yang kemungkinan akan dialami selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung. Hal ini disebabkan pencatatan biaya dilakukan berdasarkan pengeluaran biaya aktual. Berbeda dengan pendekatan biaya, dimana persentase penyelesaian diperoleh dari seberapa besar jumlah biaya yang telah digunakan jika dibandingkan dengan jumlah anggaran biaya. Tabel 4.1 Pengakuan pendapatan sesuai dengan nilai kontrak Nilai Kontrak 2010 (Sebelum Perubahan) Persentase Penyelesaian Tahun 2010 (Sebelum Perubahan) Persentase Penyelesaian Tahun 2010 (Setelah Perubahan) Pengakuan Pendapatan Tahun 2010 Nilai Kontrak 2011 (Setelah Perubahan) Persentase Penyelesaian Tahun 2011 Pengakuan Pendapatan Tahun 2011 Persentase Penyelesaian Tahun 2012 Pengakuan Pendapatan Tahun 2012
Rp
Rp Rp Rp
1.572.555.943 22,32% 26,54% 350.994.486 1.322.555.943 66,46% 878.982.540 7,00% 92.578.916
Sumber : PT TPHE (Data diolah)
Pada tabel 4.1 terdapat perubahan nilai kontrak ditahun 2011. Adendum atas perubahan nilai kontrak, dimana perubahan tersebut merupakan penurunan nilai kontrak, disebabkan oleh adanya pengurangan pekerjaan dari pelanggan. Menurut PSAK No.34 paragraf 13 penyimpangan 46
adalah suatu instruksi yang diberikan pelanggan mengenai perubahan dalam lingkup
pekerjaan
yang
akan
dilaksanakan
berdasarkan
kontrak.
Penyimpangan dapat menimbulkan peningkatan atau penurunan dalam pendapatan kontrak. penyimpangan dimasukkan ke dalam pendapatan kontrak jika: a) Kemungkinan besar pelanggan anak menyetujui penyimpangan dan jumlah pendapatan yang timbul dari penyimpangan tersebut; dan b) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal. Perubahan nilai kontrak tersebut merupakan satu kesatuan dengan kontrak. Artinya PT. TPHE tidak melakukan kesepakatan dengan kontrak baru, melainkan hanya melakukan penyesuaian atas kontrak yang telah ada. Hal ini telah memenuhi ketentuan penyatuan dan segmentasi kontrak konstruksi menurut PSAK No. 34 (revisi 2010) paragraf
9 menyatakan
bahwa, suatu kelompok kontrak, dengan satu pelanggan atau beberapa pelanggan, diperlakukan sebagai satu kontrak konstruksi jika: a) Kelompok kontrak tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket; b) Kontrak – kontrak tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya kontrak tersebut merupakan bagian dari satu proyek tunggal dengan suatu margin laba; dan c) Kontrak – kontrak tersebut dilaksanakan secara serentak atau secara berkesinambungan. Tabel 4.2 Laba Rugi proyek tahun 2010 – 2012 (Perusahaan)
Pendapatan Proyek Beban Proyek Laba (rugi) Proyek
Rp Rp Rp
2010 350.994.486 Rp 320.801.412 Rp 30.193.074 Rp
2011 2012 Total 878.982.540 Rp 92.578.916 Rp 1.322.555.943 692.806.831 Rp 291.613.189 Rp 1.305.221.432 186.175.709 Rp (199.034.273) Rp 17.334.510
Sumber : PT TPHE (Data diolah)
47
Tabel 4.2 menunjukkan pendapatan komparatif selama proyek dijalankan. Pada tahun 2010 dan 2011, secara metode persentase penyelesaian dengan pendekatan fisik, menunjukkan proyek tersebut masih laba, namun pada tahun 2012, proyek tersebut mengalami kerugian. Tetapi jika dilihat secara keseluruhan, dari awal hingga akhir pekerjaan, proyek tersebut masih laba, yaitu sebesar Rp 17.334.510. Sesuai PSAK No. 34 (Revisi 2010) menyatakan bahwa perusahaan diwajibkan untuk melakukan perubahan estimasi atas perubahan pendapatan kontrak dan anggaran biaya. Dalam penelitian ini, PT. TPHE tidak melakukan perubahan estimasi atas anggaran biaya yang tidak sejalan dengan perubahan nilai pendapatan kontrak sehingga, apabila RAB atas kontrak konstruksi tersebut di revisi maka akan mempengaruhi laba kotor atas pelaksanaan proyek tersebut. Tabel 4.3 Laba Rugi proyek tahun 2010 – 2012 (Asumsi)
Pendapatan Proyek Beban Proyek Laba (rugi) Proyek
Rp Rp Rp
2010 350.994.486 Rp 320.801.410 Rp 30.193.076 Rp
2011 878.982.540 Rp 692.806.835 Rp 186.175.705 Rp
2012 Total 92.578.916 Rp 1.322.555.943 101.613.187 Rp 1.115.221.432 (9.034.271) Rp 207.334.511
Tabel 4.3 menunjukkan adanya perubahan laba (rugi) proyek pada tahun 2012 dari Rp 119.034.273 menjadi Rp 9.034.271 artinya ketika ada penurunan nilai kontrak dan dan adanya penurunan anggaran yang mengakibatkan penurunan beban proyek tahun berjalan. Jika diteliti, secara kumulatif, total laba (rugi) proyek naik secara signifikan menjadi Rp 207.334.511.
48
4.4.2 Jurnal Pengakuan Pendapatan (Pendekatan Fisik) Pada lampiran 1 adalah jurnal pengakuan pendapatan atas kontrak konstruksi antara PT. TPHE dan PT. SPB. Jurnal pertama timbul pada saat pelanggan dan pelaksana konstruksi menandatangani kontrak konstruksi atas suatu proyek, kemudian pelanggan memberikan uang muka sesuai persentase kesepakatan kontrak dan pada saat itu juga PT. TPHE melakukan pencatatan atas penerimaan uang muka tersebut. Selanjutnya, pelaksanaan proyek dilakukan setelah menerima surat perintah kerja dari pelanggan. Jurnal kedua timbul pada saat PT. TPHE menyepakati berita acara antara pelaksana konstruksi, pelanggan, dan konsultan konstruksi (sebagai pihak ketiga) maka, TPHE melakukan pencatatan atas pengakuan pendapatan yaitu Tagihan Bruto pada Pendapatan Usaha yang dilakukan setiap periode. Tagihan Bruto adalah pendapatan yang telah diakui oleh perusahaan akan tetapi belum ditagihkan kepada pelanggan. Pada siklus pendapatan tersebut, perusahaan melakukan reversing entry atas pengakuan pendapatan pada awal periode berikutnya. Sesuai kebijakan perusahaan, reversing entry yang dilakukan memiliki tujuan untuk memudahkan perusahaan dalam melakukan pengawasan
atas
pengakuan
pendapatan
pada
suatu
proyek
yang
dilaksanakan oleh perusahaan. Jurnal penagihan pendapatan termin muncul pada saat perusahaan akan melakukan penagihan kepada pelanggan. Penagihan tersebut dilakukan sesuai dengan perjanjian (berdasarkan periode atau persentase penyelesaian). Perusahaan melakukan pencatatan dengan cara, sisi debet terdapat perkiraan Piutang Termin, Piutang Retensi, Uang Muka Pendapatan Jangka Panjang dan pada sisi kredit, terdapat perkiraan PPN Keluaran dan Pendapatan Usaha.
49
Selisih antara jumlah pendapatan yang diakui dengan jumlah penagihan dibukukan dengan cara Tagihan bruto pada Pendapatan Usaha. 4.4.3 Pendekatan Biaya (cost to cost method) Penulis ingin menggunakan pendekatan biaya pada PT. TPHE. Alasan penulisan melakukan pencatatan dengan menggunakan Pendekatan Biaya atau cost to cost adalah mengingat bahwa perusahaan bukan merupakan perusahaan dengan skala besar (Nasional) dimana dalam pendekatan fisik, perusahaan membutuhkan biaya tambahan untuk penilaian progress lapangan dari tenaga ahli di bidang teknik. Dalam menggunakan pendekatan cost to cost, perusahaan wajib menggolongkan dan mengkategorikan pos perkiraan sebagai berikut : 1) Cost to date 2) Estimated cost to complete 3) Progress billings during year/month 4) Cash collected during the year/month. Dibawah ini adalah tampilan biaya yang dikeluarkan selama proyek berjalan dan pesentase penyelesaian dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Tabel 4.4 Akumulasi biaya yang dikeluarkan selama pengerjaan proyek Tahun
Cost To Date
Percentage
2010
320.801.412
24,58%
2011
1.013.608.243
77,66%
2012
1.305.221.432
100,00%
Sumber : PT TPHE (Data diolah)
50
Tabel 4.4 merupakan biaya yang dibutuhkan dan juga biaya yang digunakan pada masa pengerjaan proyek PT. SPB untuk periode 2010 sampai dengan 2012. Cost to date berasal dari beban yang terjadi selama masa pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan persentase penyelesaian merupakan persentase pendapatan yang boleh diakui pada suatu periode tersebut. Tabel 4.5 Estimasi Biaya yang Masih Harus Dibayar , Termin, dan Kas yang Diperoleh Cost To Date Estimated Cost to Complete Progress Billings during the year Cash collected during the year
2010 320.801.412 984.420.020 298.785.629 283.846.348
2011 1.013.608.243 291.613.189 402.169.021 382.060.569
2012 1.305.221.432 621.601.293 590.521.228
Sumber : PT TPHE (Data diolah)
Tabel 4.5 adalah tabel yang menyajikan tentang estimasi atau perkiraan biaya yang dibutuhkan dari awal hingga akhir pelaksanaan pekerjaan, dan juga tagihan termin yang terjadi perbulan, serta kas yang diperoleh PT. TPHE dari awal kontrak hingga kontrak selesai. Estimated cost to complete berasal dari selisih antara Rencana Anggaran Biaya (RAB) atas pelaksanaan pekerjaan dengan biaya yang terjadi dalam pelaksanaan (cost to date). Total anggaran perusahaan terkait pelaksaan pekerjaan adalah sebesar Rp 1.305.221.432. RAB biasanya dibuat oleh perusahaan diawal proyek tersebut dijalankan. Suatu perusahaan harus membuat RAB yang relevan dimana RAB adalah salah satu elemen terpenting didalam sebuah kontrak konstruksi yang mengimplementasi metode pendekatan biaya dalam pengakuan pendapatan perusahaan. Progress Billing During The Year diartikan sebagai Progress tahun berjalan atau termin yang ditagih setiap tahunnya. Menurut PSAK No. 34 termin didefinisikan sebagai jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 51
dilakukan dalam suatu kontrak, baik yang telah dibayar maupun yang belum dibayar oleh pelanggan. Jumlah termin selama 3 tahun atau selama proyek berjalan sama dengan nilai kontrak proyek itu sendiri. Cash Collected During The Year adalah kas tertagih selama tahun berjalan. Perhitungan kas tertagih berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh pelanggan dikurangi 8% sebagai potongan uang muka yang telah diterima diawal pelaksanaan pekerjaan dan 5% untuk retensi. Pekerjaan proyek PT. SPB telah selesai pada bulan Mei 2012, namun, penerimaan kas masih berjalan sesudah penyelesaian proyek karena diakhir proyek, retensi bisa dicairkan setelah masa pemeliharaan yaitu selama 6 bulan. Tabel 4.6 Persentase Penyelesaian dengan cost to cost method Contract Price
2010 1.572.555.943
Less estimated cost: Cost to date 320.801.412 Estimated cost to complete 984.420.020 Estimated total costs 1.305.221.432 Estimated total gross profit 267.334.510 24,58% Percentage Complete (Cost to date/Estimated total cost) Sumber : PT TPHE (Data diolah)
2011 1.322.555.943
2012 1.322.555.943
1.013.608.243 291.613.189 1.305.221.432 17.334.510 77,66%
1.305.221.432 1.305.221.432 17.334.510 100,00%
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat progress persentase penyelesaian proyek dengan menggunakan cost to cost method mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Perhitungan persentase penyelesaian didapatkan setiap tahunnya dengan membagi antara biaya yang dikeluarkan sampai dengan tahun berjalan (cost to date) dengan estimasi total biaya kontrak konstruksi (estimated total costs). Pada tahun 2010 nilai kontrak antara PT. TPHE dengan PT. SPB sebesar Rp 1.572.555.943 (Tanpa PPN). Biaya yang terjadi di tahun tersebut adalah sebesar Rp 320.801.412. Rencana Anggaran Biaya (RAB) atas
52
pekerjaan tersebut adalah sebesar Rp 1.305.221.432, maka diperoleh persentase penyelesaian pada tahun 2010 sebesar 24,58%. Pada Tahun 2011, terdapat perubahan nilai kontrak yang semula sebesar Rp 1.572.555.943 menjadi Rp 1.322.555.943 (tanpa PPN). Biaya yang terjadi tahun 2011 adalah sebesar Rp 692.806.831. maka, akumulasi biaya yang terjadi sampai dengan 2011 adalah sebesar Rp 1.013.608.243, sehingga akumulasi persentase penyelesaian pada tahun 2011 adalah 77,66%. Pada tahun terakhir proyek, yaitu tahun 2012, biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 291.613.189. Akumulasi biaya yang terjadi sampai dengan 2012 adalah sebesar Rp 1.305.221.432. maka, persentase penyelesaian pada tahun 2012 adalah sebesar 100%. Jika dibandingkan persentase penyelesaian dari tahun 2010 sampai dengan 2012, terdapat perubahan signifikan pada persentase penyelesaian ditahun 2011, hal ini dikarenakan pada tahun 2011, pekerjaan dilaksanakan selama 12 bulan atau 365 hari kalender. Hal ini berbeda dengan tahun 2010 dan 2012. Berdasarkan PSAK No.34 (Revisi 2010) paragraph 24 bahwa menurut metode persentase penyelesaian, pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut. Selanjutnya berdasarkan PSAK No. 34 (Revisi 2010) paragraf 29 dinyatakan bahwa metode yang digunakan dalam menentukan tahap penyelesaian suatu kontrak harus dapat mengukur secara andal atas pekerjaan yang dilakukan, salah satu metodenya adalah proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilaksanakan sampai tanggal perhitungan dibandingkan dengan estimasi total biaya kontrak.
53
Tabel 4.7 Perhitungan Laba Kotor Berdasarkan Pendekatan Biaya To Date
Recognize in Prior Year
Tahun 2010 Contract Revenue (Rp 1.572.555.942 x 24,58%) Cost of Contract Gross Profit (Loss)
386.507.726 320.801.412 65.706.313
Tahun 2011 Contract Revenue (Rp 1.322.555.942 x 77,66%) Cost of Contract Gross Profit (Loss)
1.027.069.869 1.013.608.243 13.461.626
386.507.726 320.801.412 65.706.313
Tahun 2012 Contract Revenue (Rp 1.322.555.942 x 100%) Cost of Contract Gross Profit (Loss)
1.322.555.943 1.305.221.432 17.334.510
1.027.069.869 1.013.608.243 13.461.626
Recognized in Current Year
-
386.507.726 320.801.412 65.706.313
640.562.143 692.806.831 (52.244.688)
295.486.074 291.613.189 3.872.884
Sumber : PT TPHE (Data diolah)
Pada Tabel 4.7 menjelaskan mengenai gross profit yang diakui oleh PT. TPHE tahun 2010 hingga 2012. Pendapatan atau Revenue didapat dari perkalian antara persentase penyelesaian tahun tersebut dikalikan dengan nilai kontrak secara keseluruhan. Sedangkan jumlah beban adalah jumlah cost to date tahun berjalan. Pengurangan antara pendapatan dan jumlah beban pada tahun tersebut akan menghasilkan jumlah laba kotor pada perusahaan tersebut. Pendapatan
yang
diakui
pada
tahun
2010
adalah
sebesar
Rp 386.507.729. Jumlah tersebut diperoleh dari nilai kontrak sebesar Rp 1.572.555.942 dikalikan dengan persentase penyelesaian yang diakui di tahun 2010 sesuai dengan perhitungan pada tabel 4.5 yaitu sebesar 24,58%. Pendapatan
sebesar
Rp
386.507.729
dan
beban
kontrak
sebesar
Rp 320.801.412, maka diperoleh Gross Profit pada tahun 2010 sebesar Rp 65.706.313. Pendapatan yang diakui sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar Rp 1.027.069.869, jumlah tersebut diperoleh dari nilai kontrak (setelah addendum)
sebesar
Rp
1.322.555.942
dikalikan
dengan
persentase
penyelesaian yang diakui di tahun 2011 sesuai dengan perhitungan pada tabel 54
4.5 yaitu sebesar 77,66% dikurang pendapatan yang telah diakui ditahun 2010 sehingga pendapatan yang diakui di tahun 2011 adalah sebesar Rp 640.562.143 sedangkan biaya kontrak untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp 692.806.831. Sehingga, pada tahun 2011 perusahaan mengalami kerugian atas pelaksanaan proyek tersebut sebesar Rp 52.244.688. Selanjutnya, pendapatan yang diakui sampai dengan tahun 2012 adalah sebesar Rp 1.322.555.943. Jumlah tersebut diperoleh dari nilai kontrak sebesar Rp 1.322.555.942 dikalikan dengan persentase penyelesaian yang diakui di tahun 2012 sesuai dengan perhitungan pada tabel 4.5 yaitu sebesar 100% dikurang pendapatan yang telah diakui sampai dengan tahun 2011 sebesar Rp 1.027.069.896 sehingga pendapatan yang diakui di tahun 2012 adalah sebesar Rp 295.486.074 sedangkan biaya kontrak untuk tahun 2012 adalah sebesar Rp 291.613.189. gross profit yang diakui perusahaan pada tahun 2012 adalah Rp 3.872.884. Dari jumlah tersebut diperoleh kesimpulan bahwa secara keseluruhan pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut, perusahaan memperoleh laba atas pelaksanaan proyek tersebut sebesar Rp 17.334.510. Berdasarkan PSAK No. 34 Paragraf 21, jika hasil kontrak konstruksi dapat di estimasi secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi diakui masing – masing sebagai pendapatan dan beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada akhir periode pelaporan. Selanjutnya, paragraph 24 menyatakan bahwa menurut metode persentase penyelesaian, pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut sehingga,
55
pendapatan, beban dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan. 4.4.4 Jurnal pencatatan pengakuan pendapatan dan beban (cost to cost method) Pada lampiran 2, jurnal pengakuan pendapatan dengan metode persentase penyelesaian dengan pendekatan cost to cost dicatat sebagai berikut: Pada Tahun 2010, perusahaan mencatat penerimaan uang muka sebesar Rp 125.804.475 atau sebesar 8% dari nilai kontrak tahun 2010, yaitu Rp 1.572.555.943. Pada saat nilai kontrak berubah menjadi Rp 1.322.555.943 nilai uang muka yang diterima PT. TPHE tidak ada perubahan, tetap sebesar Rp 125.804.475 hanya saja bobot uang muka tersebut menjadi 9,51% dari nilai kontrak setelah addendum. Selanjutnya, perusahaan melakukan pencatatan atas biaya yang dikeluarkan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung dari 2010 hingga 2012, sesuai dengan jumlah cost to date tahun yang bersangkutan. Pencatatan atas progress penagihan, terdiri dari account receivables, retention receivables dan unearned revenue pada monitoring termin. Pada saat perusahaan menerima kas, jumlah yang diterima adalah sebesar nilai account receivables dan unearned revenue. Pada akhir periode, pencatatan atas progress penagihan dan pencatatan atas penerimaan kas akan menimbulkan selisih sebesar nilai retensi. Retensi baru akan diberikan pelanggan kepada PT. TPHE sebesar 5% dari nilai kontrak ketika masa pemeliharaan sesuai perjanjian telah selesai. Pencatatan atas pengakuan pendapatan dilakukan untuk mengakui laba kotor yang diterima oleh 56
perusahaan selama proyek berlangsung namun kerugian pada tahun 2011, dicatat sebagai loss on construction in process sebesar Rp 52.244.688. Pada akhir periode pelaksaan pekerjaan, yaitu ditahun 2012, dilakukan pencatatan atas
penyelesaian
kontrak
kontruksi
sebesar
nilai
kontrak,
yaitu
Rp 1.322.555.943. 4.5
Laporan Laba Rugi dan Laporan Posisi Keuangan (Pendekatan Biaya) Laporan laba rugi dengan menggunakan cost to cost method memiliki perhitungan dan hasil yang sama dengan tabel 4.6. Pada lampiran 3 terdapat laporan posisi keuangan dengan menggunakan pendekatan biaya selama proyek berjalan. Pada laporan posisi keuangan (statement of financial position) perusahaan, pengakuan pendapatan dan penagihan yang dilakukan perusahaan akan berpengaruh pada pos aset lancar (current assets) sebagai costs and recognized profit in excess of billings apabila jumlah biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui melebihi termin. Namun jika penjumlahan biaya yang terjadi dengan laba yang diakui kurang dari termin, maka pengakuan pendapatan dan beban perusahaan akan berpengaruh pada pos kewajiban lancar (current liabilities) sebagai billings in excess of cost and recognized profits. Hal ini sesuai dengan PSAK No. 34 (revisi 2010) pada paragraf 41. Berdasarkan laporan keuangan PT. TPHE yang disajikan, dapat terlihat bahwa pengakuan pendapatan dan beban perusahaan hanya berpengaruh pada pos aset lancar (current assets) dan saldo laba pada ekuitas. Pengaruh pada pos aset lancar (current assets) disebabkan karena jumlah biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui melebihi termin (progress billings) setiap tahunnya. Pada tahun 2012, tidak terdapat saldo costs and 57
recognized profit in excess of billings atau tagihan bruto. Hal ini dikarenakan pada akhir periode berjalan yaitu tahun 2012, jumlah termin (progress billings) sama dengan hasil penjumlahan antara agregat biaya yang terjadi ditambah dengan laba yang diakui. Pada periode akhir kontrak tersebut, yang tersisa hanya Piutang Retensi yang dapat ditagih pada saat masa pemeliharaan atas pekerjaan telah selesai dilakukan. Piutang Retensi tersebut sebesar Rp 66.127.797 yaitu 5% dari nilai kontrak sebesar Rp 1.322.555.943. Kontribusi costs and recognized profit in excess of billings dan piutang usaha terhadap laporan keuangan secara keseluruhan ditampilkan pada lampiran 4. Pada lampiran tersebut, costs and recognized profit in excess of billings tahun 2010 adalah Rp 87.722.097 dan ditahun yang sama, piutang usaha yang dihasilkan dari kontrak PT. TPHE dengan PT. SPB adalah sebesar Rp 14.939.281. Selanjutnya, pada tahun 2011, kontribusi kontrak ini terhadap costs and recognized profit in excess of billings dan piutang usaha perusahaan masing-masing sebesar Rp 326.115.219 dan Rp 35.047.732. Berdasarkan perhitungan dari laporan gross profit, maka kontribusi laba atas kontrak tersebut terhadap saldo laba sebesar Rp 65.706.313. Lalu pada tahun 2011, proyek mengalami kerugian sehingga kontribusi terhadap saldo laba menjadi negatif yaitu sebesar Rp 52.244.688 dan pada tahun 2012 sebesar
Rp 3.872.884. Gross Profit paling besar yang didapatkan oleh
PT. TPHE adalah pada tahun pertama sebesar Rp 65.706.313. Meskipun pada tahun tersebut pencapaian persentase penyelesaian berdasarkan progress biaya hanya sebesar 24,58%.
58
4.6 Pengungkapan dan Penyajian Laporan Keuangan Kualitas pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemakai laporan keuangan yang terdiri dari investor, karyawan, pemerintah serta lembaga keuangan, dan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas pengungkapan perusahaan yang diberikan melalui laporan keuangan. Pengungkapan perusahaan yang cukup (adequate disclosure) diperlukan agar informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi. Catatan atas laporan keuangan merupakan media untuk pengungkapan yang diharuskan dalam standar akuntansi dan yang tidak dapat disajikan dalam laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan dan laporan arus kas. Sehingga keberadaan dari disclosure
atau
pengungkapan dalam perusahaan sangat penting karena mencerminkan nilai informasi yang relevan dan reliable. Menurut PSAK No. 34 (Revisi 2010) mengenai kontrak konstruksi, terdapat ketetuan – ketentuan yang harus diikuti dalam pengungkapan laporan keuangan. Berdasarkan analisis pada PSAK No.34 (Revisi 2010) paragraf 38, PT. TPHE telah melakukan kesesuaiannya sebagai berikut: 1) Adanya jumlah pendapatan kontrak yang diakui sebagai pendapatan pada periode. 2) Adanya metode yang digunakan untuk menentukan pendapatan kontrak yang diakui pada periode. 3) Adanya metode yang digunakan untuk menentukan tahap penyelesaian kontrak.
59
PT. TPHE menyebutkan mengenai metode untuk menentukan pendapatan kontrak dan metode yang digunakan untuk menentukan penyelesaian kontrak pada catatan atas laporan keuangan bagian kebijakan akuntansi perusahaan tetapi hanya secara umum. Pada PSAK No. 34 (Revisi 2010) paragraf 39, entitas diharuskan untuk mengungkapkan hal – hal berikut untuk pekerjaan dalam proses penyelesaian pada akhir periode pelaporan : 1) Jumlah agregat biaya yang terjadi dan laba yang diakui sampai tanggal pelaporan; 2) jumlah uang muka yang diterima; 3) jumlah retensi. Pada penyajian laporan keuangan perusahaan telah menyajikan jumlah retensi untuk pekerjaan dalam proses penyelesaian pada akhir periode pelaporan. Retensi adalah jumlah termin yang tidak dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut atau hingga telah diperbaiki. Sedangkan termin adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan dilakukan dalam suatu kontrak, baik yang telah ataupun belum dibayar oleh pelanggan. Hal lain yang diatur oleh PSAK No. 34 (Revisi 2010) adalah mengenai penyajian beberapa hal. Berdasarkan analisa pada PSAK No. 34 (Revisi 2010) paragraph 41, PT. TPHE telah melakukan kesesuaian penyajian sebagai berikut: 1) Jumlah penambahan dari biaya yang telah terjadi dengan laba yang telah diakui melebihi termin, maka jumlah tagihan bruto kepada pelanggan disajikan sebagai aset.
60
2) Termin melebihi jumlah penambahan antara biaya yang terjadi dengan laba yang diakui, maka jumlah utang bruto dari pelanggan disajikan sebagai liabilities. Dalam penelitian ini, penulis hanya membahas salah satu proyek yang dimiliki oleh PT. TPHE sehingga, penulis memiliki keterbatasan dalam memperoleh data PT. TPHE secara keseluruhan. Data yang diperoleh hanya data secara keseluruhan atas satu proyek.
61