Bab 4 Data dan Analisis 4.1
Hasil XRD Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan menggunakan XRD, serbuk yang
dihasilkan lewat proses auto-combustion dan telah dikalsinasi dianalisa dengan XRD untuk dilihat fasa apa saja yang telah terbentuk dan juga untuk menghitung ukuran kristal yang terbentuk. Gambar grafik XRD yang ditampilkan untuk komposisi Fe/Ba = 7, dibagi menjadi dua, yaitu pengelompokkan grafik berdasarkan temperatur kalsinasi dan pengelompokkan grafik berdasarkan konsenterasi oksidan yang ditambahkan dalam larutan. Sedangkan untuk percobaan yang menggunakan komposisi Fe/Ba = 12 hanya dikelompokkan berdasarkan temperatur kalsinasi saja. Untuk memudahkan dalam hal membedakan sampel, maka untuk sampel dengan komposisi Fe/Ba = 7, dan perbandingan mol garam logam : mol asam sitrat : mol H2O2 = 1:2:1, akan ditulis sampel 1-1, kemudian untuk sampel dengan perbandingan mol 1:2:2, ditulis sampel 1-2, demikian untuk sampel 1:2:3 yaitu sampel 1-3, dan untuk sampel 1:2:4 ditulis sampel 1-4. Untuk sampel dengan komposisi Fe/Ba = 12, dan perbandingan mol garam logam : mol asam sitrat : mol H2O2 = 1:2:1, akan ditulis sampel 2-1, lalu untuk sampel yang tidak ditambahkan oksidan, ditulis sampel 2-2.
4.1.1
Grafik XRD Berdasarkan Temperatur Kalsinasi
Gambar 4.1 Karakterisasi XRD gel sampel 1-1 yang telah melalui proses pengeringan pada suhu 250oC
28
Fasa kristal yang didapatkan pada hasil XRD gel sampel 1-1 masih tidak terlalu banyak hanya memunculkan sedikit puncak. Hal ini menunjukkan bahwa fasa yang terjadi setelah gel terbakar adalah fasa semi kristalin.
Gambar 4.2 Grafik XRD seluruh sampel dengan komposisi Fe/Ba = 7 setelah melalui proses kalsinasi pada suhu 700oC Sampel pada tahap ini telah melalui kalsinasi pada temperatur 700oC selama 3 jam. Dari hasil grafik XRD ini dapat dilihat bahwa pada seluruh konsenterasi oksidan yang ditambahkan tidak menunjukkan perbedaan yang jauh akan fasa yang telah terbentuk. Grafik ini juga menunjukkan bahwa pada suhu 700oC sudah mulai terbentuk BaFe12O19, akan tetapi masih terdapat BaFe2O4 dan γFe2O3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Huang, dkk.[6] sebelumnya diketahui bahwa reaksi pembentukan BaFe12O19 adalah sebagai berikut : BaCO3 + Fe2O3
BaFe2O4 + CO2;
BaFe2O4 + 5Fe2O3
BaO .6Fe2O3 ;
sehingga dapat diketahui bahwa pada suhu 700oC proses pembentukkan BaFe12O19 belum tuntas, karena masih ada BaFe2O4 dan Fe2O3 yang akan bereaksi lebih lanjut untuk membentuk BaFe12O19.
29
Gambar 4.3 Grafik XRD seluruh sampel dengan komposisi Fe/Ba = 7 setelah melalui proses kalsinasi pada suhu 900oC Pada gambar diatas serbuk setelah dikalsinasi selama 3 jam pada temperatur 700oC dilanjutkan dengan proses kalsinasi kembali pada suhu 900oC selama 3 jam. Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa fasa yang terbentuk pada tiap perbandingan mol oksidan tidak menunjukkan perbedaan yang jauh. Maka dari hal ini dapat diketahui bahwa penambahan jumlah mol oksidan pada larutan nitrat-sitrat tidak memberikan perbedaan pada fasa yang dibentuk. Karena pada grafik ini masih didapatkan fasa BaFe2O4 maka pemanasan dilanjutkan, tetapi pada suhu 1100oC yang dilakukan selama 3 jam, dengan harapan bahwa BaFe2O4 yang ada akan bereaksi lebih lanjut membentuk BaFe12O19, sesuai dengan reaksi yang sebelumnya telah dijelaskan pada penjelasan gambar grafik pemanasan suhu 700oC.
30
Gambar 4.4 Grafik XRD sampel 1-1 dan 1-2 setelah melalui proses kalsinasi pada suhu 1100oC Pada sampel ini penulis hanya melakukan pengujian XRD pada dua buah sampel saja, yaitu pada sampel dengan perbandingan mol oksidan 1 : 2 : 1, dan1 : 2 : 2 (sampel 1-1 dan sampel 1-2). Dari gambar ini dapat dilihat fasa yang terbentuk sama. Pada keadaan ini seharusnya tidak lagi terdapat fasa BaFe2O4, akan tetapi dari gambar diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat fasa BaFe2O4, artinya fasa ini berlebih. Seperti yang dibahas pada pembahasan sebelumnya, untuk membentuk BaFe12O19 diperlukan adanya fasa maghemite (Fe2O3). Pada grafik di atas tidak ditemukan lagi adanya maghemite yang tersisa, artinya semua telah terpakai untuk bereaksi membentuk BaFe12O19. BaFe2O4 yang berlebih ini disebabkan karena adanya kesalahan perhitungan komposisi pada awal percobaan. Rasio antara Fe/Ba seharusnya adalah 12 : 1, sedangkan pada percobaan ini rasio Fe/Ba adalah 7 : 1. Berlebihnya fasa BaFe2O4 ini dapat menyebabkan menurunnya sifat magnet dari sampel, karena fasa ini bersifat antiferromagnetik. Pada percobaan selanjutnya kesalahan dari penghitungan komposisi ini diperbaiki, dengan menggunakan perbandingan Fe/Ba = 12. Pada percobaan yang 31
selanjutnya ini juga akan dibandingkan antara sampel yang tidak menggunakan oksidan (sampel 2-2), dan sampel yang menggunakan oksidan dengan rasio mol 1:2:1 (sampel 2-1). Pemanasan yang dilakukan pada percobaan ini juga tidak dilakukan seperti pada komposisi yang pertama ( pemanasan bertahap 700oC Æ 900oC Æ 1100oC ), tetapi dengan pemanasan langsung selama 3 jam pada temperatur 900oC. Berikut adalah gambar grafik yang menunjukkan fasa yang terbentuk setelah melalui proses pemanasan sampel pada temperatur 900oC selama 3 jam. H2O2
a – BaFe12o19 b – Fe2O3
Non Oksidan
Gambar 4.5 Kurva XRD sampel 2-1 dan 2-2 setelah melalui kalsinasi langsung pada suhu 900oC selama 3 jam
Gambar 4.6 Kurva XRD sampel 2-1 dan 2-2 setelah melalui kalsinasi langsung pada suhu 900oC selama 3 jam 32
Pada kurva ini dapat dilihat bahwa tidak terbentuk fasa tunggal BaFe12O19, akan tetapi banyak terdapat fasa Fe2O3 (hematite) yang terbentuk, serta tidak terdapatnya fasa BaFe2O4. Sebagaimana diketahui bahwa fasa BaFe2O4 diperlukan untuk bereaksi dengan Fe2O3 membentuk senyawa barium ferit, sedangkan pada hasil XRD tidak ditemukan adanya fasa BaFe2O4, artinya fasa BaFe2O4 ini kurang sehingga yang tersisa adalah fasa Fe2O3. Artinya bahwa rasio Fe/Ba = 12 yang digunakan juga tidak tepat karena ada Fe yang berlebih dan tersisa. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ada Ba yang menguap ketika proses pemanasan berlangsung, menyebabkan Fe yang ada jadi berlebih dan tersisa membentuk Fe2O3. Adapun fasa Fe2O3 ini bersifat antiferromagnetik. Apabila dilihat dari intensitas kurva yang dihasilkan, sampel yang tidak ditambahkan oksidan menunjukkan intensitas yang lebih tinggi, artinya memiliki kristalinitas yang lebih baik. Sampel ini kemungkinan akan memiliki sifat magnet yang lebih baik dari sampel yang ditambah oksidan, akan tetapi hal ini bergantung pada bentuk dan ukuran kristal dari kedua sampel.
4.1.2
Grafik XRD Berdasarkan Konsenterasi Oksidan
1:2:1
Gambar 4.7 Kurva XRD sampel 1-1 pada tiap temperatur kalsinasi, ( 700oCÆ 900oC Æ 1100oC ) 33
Pada temperatur 700oC masih ditemukan fasa maghemite tetapi fasa maghemite ini tidak ditemukan lagi pada temperatur 900oC. fasa maghemite (Fe2O3 ) telah bereaksi dengan BaFe2O4 membentuk BaFe12O19, sesuai dengan reaksi : BaFe2O4 + 5Fe2O3
BaO .6Fe2O3
1:2:2
Gambar 4.8 Kurva XRD sampel 1-2 pada tiap temperatur kalsinasi, ( 700oCÆ 900oC Æ 1100oC )
34
1: 2 : 3
Gambar 4.9 Kurva XRD sampel 1-3 pada tiap temperatur kalsinasi, ( 700oCÆ 900oC Æ 1100oC )
1 : 2: 4
C : maghemite (Fe2O3)
Gambar 4.10 Kurva XRD sampel 1-4 pada tiap temperatur kalsinasi, ( 700oCÆ 900oC Æ 1100oC )
35
Pada kurva yang lain juga dapat dilihat bahwa hanya terjadi perubahan fasa dari suhu 700oC ke 900oC, sedangkan antara kurva pada suhu 900oC dan 1100oC, fasa yang terbentuknya sama, artinya tidak ada lagi perubahan fasa dari sampel yang telah dikalsinasi pada 900oC lalu dikalsinasi lebih lanjut pada 1100oC. Pada analisa dengan XRD ini juga dihitung besar ukuran kristal yang terbentuk pada tiap sampel, akan tetapi pada laporan ini penulis hanya melampirkan hasil pengukuran kristal yang terbentuk pada sampel 1-1, dan sampel 1-2 saja karena analisa XRD sampel yang dikalsinasi pada 1100oC hanya dilakukan pada dua sampel ini saja, sedangkan untuk hasil ukuran kristal yang terbentuk datanya didapat dari data hasil analisa XRD, berikut adalah hasil pengukurannya.
Gambar 4.11 Hasil pengukuran besar kristal dengan metode Scherrer pada sampel 1-1
Gambar 4.12 Hasil pengukuran besar kristal dengan metode Scherrer pada sampel 1-2 Dari hasil pengukuran nilai yang dilihat adalah yang tertera pada tulisan “Scherrer = … nm”. Pada sampel 1:2:1 besar kristal yang terbentuk adalah 47nm, sedangkan pada sampel 1:2:2 besarnya adalah 36nm. Hasil ini menunjukkan bahwa kristal berada pada skala nano.
36
Gambar berikut adalah karakterisasi XRD dari percobaan Jianguo Huang dkk yang membuat serbuk barium ferit tanpa tambahan oksidan.
Gambar 4.13 Karakterisasi XRD tanpa oksidan tambahan (a) gel (b) burnt powder (c) kalsinasi 700oC (d) 800oC (e) 850oC hasil percobaan Jianguo Huang dkk [6] Dari gambar ini dapat dilihat bahwa kristal mulai muncul saat gel mulai dibakar untuk menghasilkan serbuk (gambar poin b), meskipun fasa yang dihasilkan belum merupakan fasa BaFe12O19. Penambahan oksidan pada percobaan ini diharapkan dapat membuat proses pembakaran saat gel dibakar menjadi lebih baik lagi, sehingga diharapkan mulai terbentuk kristal ketika proses pembakaran selesai, dan tidak dibutuhkan pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi lagi untuk membuat BaFe12O19.
37