BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
BAB
3
3.1
Wilayah Kajian Sanitasi
Pertumbuhan kawasan perkotaan dan perdesaan yang cepat secara langsung berimplikasi pada bangunan infrastruktur dasar pelayanan publik. Kurangnya pelayanan prasarana lingkungan seperti infrastruktur air bersih dan sistem sanitasi, penyediaan rumah dan transportasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan kota, menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah di kota-kota negara-negara yang sedang berkembang. (Achmad Nurmadi ; 28). Kurang memadainya prasarana lingkungan pada suatu kawasan atau lingkungan hunian dapat menimbulkan permasalahan seperti buruknya kualitas lingkungan permukiman di daerah tersebut, karena pada dasarnya keberadaan prasarana lingkungan merupakan kebutuhan yang paling penting yang secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi/berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Artinya prasarana dasar dalam satu unit lingkungan adalah syarat bagi tercipta kenyamanan hunian (Claire, 1973: 178). Menurut Budiharjo (Budiharjo, 1991: 61) permasalahan lingkungan disebabkan oleh dua hal, yaitu prasarana yang ada memang tidak sesuai dengan standar kebutuhan penghuni dan adanya pendapat masyarakat yang menilai bahwa prasarana yang ada di lingkungannya kurang dapat memenuhi kebutuhannya. Tingkat kenyamaman seseorang dalam bertempat tinggal ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan, termasuk juga prasarana lingkungan, karena prasarana lingkungan merupakan kelengkapan fisik dasar suatu lingkungan perumahan. Penanganan dan pengendalian sanitasi akan menjadi semakin kompleks dengan semakin bertambahnya laju pertumbuhan penduduk, perkembangan permukiman perumahan penduduk, menyempitnya lahan yang tersedia untuk perumahan, keterbatasan lahan untuk pembuatan fasilitas sanitasi seperti MCK, cubluk, septic tank dan bidang resapannya serta tidak tersedianya alokasi dana pemerintah untuk penyediaan sarana dan prasarana sanitasi, hal-hal inilah yang menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan semakin memburuk. Wilayah Kajian Sanitasi Kota Ternate adalah seluruh Wilayah Administrasi Kota Ternate yang tersebar di 7 (tujuh) Kecamatan dan 77 (tujuh puluh tujuh) Kelurahan, hal ini berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi target pencapaian layanan 100% pada sektor sanitasi (Universal Acces) pada tahun 2019. Adapun ketujuh kecamatan di maksud adalah: Ternate Utara, Ternate Tengah, Ternate Selatan, Pulau Ternate, Moti, Batang Dua dan Hiri.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
47
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Gambar 3.1. Peta Wilayah Kajian Sanitasi
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
48
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
3.2
BAB 3
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terkait Sanitasi 3.2.1 Tatanan Rumah Tangga Program kesehatan di masyarakat menekankan pada kegiatan kampanye dan aktivitas lainnya dengan target-target sasaran tertentu di dalam masyarakat. Fasilitator masyarakat dan petugas kesehatan setempat seperti sanitarian/petugas kesehatan lingkungan, PKK, kader desa dan bidan desa secara bersama-sama dapat melakukan kegiatan promosi kesehatan. Target/sasaran kegiatan seperti ibu muda yang mempunyai anak bayi/balita, ibu hamil, remaja putri, kelompok perempuan dan kelompok laki-laki, karang taruna, kelompok miskin dan kelompok menengah ke atas. Yang perlu di perhatikan adalah kemampuan membaca dari masyarakat dan kesederhanaan pesan yang di sampaikan. Program promosi kesehatan di tatanan rumah tangga atau masyarakat di desa-desa dikoordinasikan dengan program penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh PUSKESMAS dan Dinas Kesehatan Kota Ternate, maupun unit lain yang terkait dan berminat untuk melalukan kampanye tentang hidup bersih dan sehat, seperti misalnya PKK, Pramuka, dll. Prioritas pesan dalam promosi hygiene sanitasi adalah sebagai berikut : 1. Stop buang air besar sembarangan Kebiasaan buang air besar di tempat terbuka / sembarang tempat, harus dirubah menjadi kebiasaan buang kotoran di tempat yang benar dan aman sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan. Seandainya belum mempunyai jamban, dengan buang kotoran di tempat jauh dari sumber air, dan ditutup dengan tanah sudah dapat mencegah terjadinya penularan penyakit. Khusus pengembangan sarana sanitasi keluarga, program PPSP mengadopsi Pendekatan STBM (Community Led Total Sanitation) yang sekarang dikenal dengan istilah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). STBM adalah suatu pendekatan partisipatif yang mengajak masyarakat untuk menganalisa kondisi sanitasi mereka melalui suatu proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar mereka yang masih di tempat terbuka dan sembarang tempat. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya. Melalui pendekatan ini kesadaran akan kondisi yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman ditimbulkan. Dari pendekatan ini juga ditimbulkan kesadaran bahwa sanitasi (kebiasaan BAB disembarang tempat) adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama. Dengan demikian, masyarakat akan secara sukarela membangun jamban secara swadaya tanpa tergantung sedikitpun dari proyek/pihak lain. Pada proses seleksi desa, tingkat kemajuan dalam mencapai free open defacation menjadi salah satu indikator penilaian. Salah satu persyaratannya adalah minimal sudah ada komitmen dari masyarakat untuk mau merubah kebiasaan buang air besarnya dari tempat terbuka menjadi di jamban/tempat tertutup. Stop buang air besar sembarangan juga harus ditujukan pada anak-anak, baik balita maupun bayi. Hal ini disebabkan karena penyakit diare sebagian besar menyerang pada kelompok anak-anak termasuk bayi. Dalam tinjanya mengandung POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
49
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
bakteri dan virus penyebab penyakit diare. Sering masyarakat beranggapan bahwa tinja bayi dan anak-anak tidak berbahaya, perilaku ini juga harus dirubah. Oleh karena itu kebiasaan membuang tinja bayi dan balita di tempat terbuka harus dirubah menjadi kebiasaan membuang tinja di jamban. Gambar 3.1 Grafik Persentase Penduduk yang melakukan BABS
2. Mencuci Tangan Pakai Sabun Tangan dapat terkontaminasi dengan tinja sewaktu cebok atau pada waktu membersihkan anak setelah buang air besar. Tangan harus dicuci dengan sabun setelah kontak dengan tinja (setelah buang air besar / setelah membersihkan kotoran bayi atau balita), yaitu dengan menggunakan sabun, karena untuk melarutkan partikel lemak yang mengandung kuman penyakit. Mencuci tangan sebelum makan, sebelum menyuapi anak, sebelum menyiapkan makanan juga dapat mencegah penularan penyakit. Tetapi harus diingat pesan terlalu banyak tidak praktis.Yang perlu diingat dan perlu dilakukan sehingga menjadi kebiasaan ialah “Mencuci tangan dengan sabun setelah terjadi kontak dengan tinja”. Gambar 3.2. Grafik CTPS di lima waktu penting
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
50
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3. Pengamanan Air Minum dan makanan Kebersihan dan penanganan air minum di tingkat rumah tangga juga merupakan satu hal yang penting dalam menurunkan angka penyakit yang berbasis air dan lingkungan. Masyakat perlu difasilitasi dalam menjamin kebersihan dan keamanan air yang mereka konsumsi untuk berbagai kebutuhan. Kegiatan-kegiatan mulai dari mengambil air dari titik-titik air bersih, penyimpanannya sampai pada proses pengolahannya, harus menjamin air yang di konsumsi bebas dari bakteri penyebab penyakit. Makanan yang dikonsumsi masyarakat juga harus mendapatkan perhatian, baik makanan yang disediakan di rumah tangga, di warung makan dan restoran, juga makanan yang disajikan dikantinkantin sekolah. Gambar 3.3. Grafik Pengelolaan Air Minum (pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air)
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
51
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
4. Pengolahan sampah dengan benar Sampah merupakan merupakan produk sampingan kegiatan di rumah tangga. Kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa sampah merupakan benda atau barang yang tidak berguna dan harus dibuang. Perkembangan dewasa ini ternyata bergeser, dimana sampah dapat juga dimanfaatkan kembali, melalui pendekatan yang disebut 3R (reduse, reuse dan recycle). Sampah organik seperti daun, bekas makanan, dll dapat dimanfaatkan kembali untuk bahan pupuk. Sampah an-organik dapat dipilah-pilah, dan kemudian dimanfaatkan sesuai dengan jenis dan kebutuhan. Gambar 3.4. Grafik Pengelolaan Sampah Setempat
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman Dengan banyaknya air yang tersedia di masyarakat, akibat suksesnya program penyediaan air bersih dan air minum bagi masyarakat akan menyebabkan jumlah limbah cair yang harus dibuang juga meningkat. Limbah cair yang dibuang tidak dengan benar akan menyebabkan turunnya keindahan dan kebersihan lingkungan, dan juga sebagai tempat perindukan faktor penyakit menular. Gambar 3.5. Grafik Pencemaran karena SPAL
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
52
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.1 Permasalahan mendesak terkait PHBS terkait Sanitasi No
Permasalahan Mendesak
1.
Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk Berperilaku Hidup sehat
2.
Masih rendahnya kepemilikan sarana dan prasarana terkait sanitasi
3.
Masih rendahnya pemeliharaan sarana dan prasarana sanitasi
4.
Belum optimalnya peran kelembagaan sanitasi (KSM) pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana sanitasi
dalam
3.2.2 Tatanan Sekolah Siswa sekolah merupakan komunitas besar dalam masyarakat, dalam wadah organisasi sekolah yang telah mapan, tersebar luas di pedesaan maupun perkotaan, serta telah ada program usaha kesehatan sekolah. Diharapkan setelah siswa sekolah mendapat pembelajaran perubahan perilaku di sekolah secara partisipatif, dapat mempengaruhi orang tua, keluarga lain serta tetangga dari siswa sekolah tersebut. Siswa sekolah dasar terutama kelas 3, 4 dan 5 Sekolah Dasar merupakan kelompok umur yang mudah menerima inovasi baru dan mempunyai keinginan kuat untuk menyampaikan pengetahuan dan informasi yang mereka terima kepada orang lain. Program promosi kesehatan di sekolah harus diintegrasikan ke dalam program usaha kesehatan sekolah, melalui koordinasi dengan Tim Pembina UKS di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Program promosi kesehatan di tempat ibadah dilakukan untuk menggalakkan kegiatan promosi kesehatan dan melibatkan tokoh agama atau pemimpin tempat ibadah (imam masjid, pendeta, pastor, pedande atau biksu). Diharapkan dengan melibatkan tokoh dan pemimpin agama, perubahan perilaku kesehatan dapat segera terwujud. Seringkali terjadi jamban di sekolah hanya terdiri atas dua unit, yaitu satu untuk guru dan yang lain untuk murid. Sementara kondisi jamban murid sangat berbeda jauh dengan jamban guru. Di mana jamban murid sangat jauh dari kondisi bersih dan terpelihara atau tidak jarang dalam kondisi rusak. Akibatnya banyak murid yang kemudian buang air baik buang air kecil maupun buang air besar di halaman sekolah. Kebiasaan ini membuat sekolah menjadi bau dan sangat rentan untuk menjadi sarang penyakit. Selain itu, seringkali jamban di sekolah tidak dilengkapi dengan penerangan yang cukup. Murid yang masih duduk di kelas 1 atau 2 akan merasa takut untuk menggunakan jamban yang kondisinya gelap, berbau dan kotor. Kondisi seperti ini harus dihindari dengan cara membuat jamban dengan penerangan yang cukup baik dari lampu ataupun sinar matahari beserta ventilasi yang memadai. Salah satu kegiatan Kesehatan Sekolah adalah membangun jamban sekolah dan sarana cuci tangan. Sekolah harus memberikan pengajaran baik kepada guru maupun murid bagaimana cara memelihara jamban sekolah yang akan di bangun dan sarana cuci tangan. Misalnya seorang guru di serahkan tanggung jawab untuk pemeliharaan jamban.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
53
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Ia akan mengkoordinasi murid dengan cara membuat “poster” atau jadwal membersihkan jamban dan sarana cuci tangan yang dibagi secara merata antara murid laki-laki dan murid perempuan. Selain program pembangunan fisik, program pendidikan kesehatan tentang hubungan antara air, jamban, perilaku dan kesehatan juga menjadi kegiatan yang penting dalam program kesehatan sekolah. Di antaranya adalah hubungan antara airkondisi sanitasi dan penyakit; bagaimana sarana sanitasi dapat melindungi kesehatan kita; bagaimana penyakit dapat timbul dari kondisi sanitasi dan perilaku yang buruk; Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun; Pencegahan Penyakit cacingan dan monitoring kualitas air. Adapun lingkup kegiatan yang termasuk dalam kegiatan PHBS di Sekolah adalah sebagai berikut : a. Pembangunan sarana air bersih, sanitasi dan fasilitas cuci tangan termasuk pendidikan menjaga kebersihan jamban sekolah b. Pendidikan pemakaian dan pemeliharaan jamban sekolah c. Penggalakan cuci tangan pakai sabun (CTPS) d. Pendidikan tentang hubungan air minum, jamban, praktek kesehatan individu, dan kesehatan masyarakat e. Kampanye pemberantasan penyakit cacingan f. Pendidikan kebersihan saluran pembuangan/SPAL g. Pelatihan guru dan murid tentang PHAST h. Kampanye, “Sungai Bersih, Sungai Kita Semua” i. Pengembangan tanggungjawab murid, guru dan pihak-pihak lain yang terlibat di sekolah,mencakup : pengorganisasian murid untuk pembagian tugas harian, pembagian tugas guru pembina dan Komite Sekolah dan meningkatkan peranan murid dalam mempengaruhi keluarganya. Beberapa jenis kegiatan yang dapat di lakukan dalam Promosi Kesehatan Sekolah, adalah: Penyuluhan kelompok di kelas, penyuluhan perorangan (penyuluhan antar teman) Pemutaran film/video Penyuluhan dengan metode demonstrasi Pemasangan poster, leaflet Kunjungan/wisata pendidikan Lomba kebersihan kelas Lomba membuat poster Lomba menggambar lingkungan sehat Absensi jamban, Absensi CTPS Kampanye kebersihan perorangan/murid Lomba cepat tepat tentang kesehatan dan lingkungan sehat Kegiatan pemeliharaan dan membersihkan jamban sekolah Penyuluhan terhadap warung sekolah, pedagang sekitar sekolah Keberhasilan promosi kesehatan di masyarakat dan sekolah di tingkat desa banyak dipengaruhi oleh hubungan jaringan komunikasi antara PUSKESMAS (kepala Puskemas, Sanitarian, Staf lain, Bidan Desa), Cabang Dinas Pendidikan (termasuk Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, orang tua siswa) serta Tokoh Masyarakat (Aparat Desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, serta semua anggota masyarakat).
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
54
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Masalah dan isu strategis sanitasi disekolah adalah : ketersediaan air bersih yang kurang, air bersih tercemar karena letak septik-tank sangat dekat dengan sumur, saluran pembuangan air limbah (SPAL) dan drainase tidak ada, sampah tidak terkelola, pembuangan sampah dengan menggali tanah dan selebihnya dibakar serta jumlah WC/KM (MCK) terlalu sedikit.
Tabel 3.2. Rekapitulasi Jumlah sarana air bersih dan sanitasi tingkat Sekolah Dasar/MI
No
Status Sekolah Dasar
1
Sekolah Dasar Negeri
2
Sekolah Dasar Swasta
3
MI
Jumlah Sekolah
Jumlah Siswa
Jumlah Guru
L
L
P
P
Sumber Air Bersih *) PDAM
SPT /PL
SGL
T
Toilet Guru**) L/P
L dan P
Toilet Siswa***) T
Total Keterangan:
L = laki-laki; P = perempuan S = selalu tersedia air; K = kadang-kadang; T = tidak ada persediaan air Y = ya; T = tidak SPT = Sumur pompa tangan; SGL = Sumur gali Tempat pembuangan air kotor sebutkan kemana salurannya: Toilet : Septik Tank, Cubluk, sungai, kolam, dll Talang : Saluran Pembuangan Air Limbah, Drainase Lingkungan, Halaman, Sungai, dll Dari Kamar Mandi : Saluran Pembuangan Air Limbah, halaman, sungai, dll Air Hujan : Saluran Pembuangan Air Kotor, Drainase lingkungan, halaman, dll
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
55
L/P
L dan P
T
Fas. Cuci tangan Y
T
Fas Pengolahan sampah Y
T
Saluran Drainase Y
T
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.3. Kondisi sarana sanitasi sekolah (tingkat sekolah/setara: SD/MI) No
Kondisi Sarana Sanitasi
1
Toilet Guru
2
Toilet Siswa
3
Fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
4
Sarana Air Bersih
5
Pengelolaan Sampah
6
Saluran Drainase
7
Ketersediaan dana untuk kegiatan Higiene dan sanitasi
8
Pendidikan Higiene dan Sanitasi
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
% Sangat Baik
56
% Baik
% Kurang Baik
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
3.3
BAB 3
Pengelolaan Air Limbah Domestik
Kegiatan perumahan, industri dan berbagai kegiatan pelayanan, seperti di klinik, rumah sakit, pasar, penginapan dan sebagainya, yang umumnya terletak didalam atau dekat wilayah perkotaan, akan menghasilkan berbagai limbah. Misalnya: limbah rumahtangga (domestik), limbah dari pabrik-pabrik susu dan makanan (tahu, tempe, bakso, dan lain-lain), pabrik tekstil, farmasi, pabrik kendaraan, dan masih banyak lagi, yang semuanya menimbulkan dampak terhadap kesehatan. Pada umumnya seluruh limbah domestik dibuang langsung ke dalam badan sungai atau sembarang tempat yang tidak bertuan dan tanpa didahului pengolahan walaupun sederhana. Padahal limbah domestik mengandung campuran unsur-unsur yang sangat kompleks (Sudarmadji, 1995). Kehadiran bahan pencemar di dalam badan air ada yang secara langsung dapat diketahui tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium, seperti timbulnya busa, warna dan bau yang tidak sedap (Suriawiria, 1996). Akibat kepadatan penduduk, seringkali ditemukan letak lobang-lobang pembuangan (WC) sangat berdekatan dengan sumber air (misal: sumur), yang tentu saja tak memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan bagi masyarakat penghuninya. Beberapa penelitian membuktikan banyaknya kandungan bakteri Ecoli yang berasal dari kotoran manusia telah mencemari badan air (terutama permukaan) dan media tanah, penyebab pokok penyakit-penyakit amoebiasis. Kawasan permukiman di perkotaan atau di perdesaan mempunyai kawasan-kawasan dalam bentuk klaster dengan kepadatan penduduk yang berbeda dan kondisi sosial yang berbeda. Kondisi ini mempengaruhi pola pengelolaan air limbah domestik. Secara tehnis dan kesehatan untuk kepadatan tertentu yaitu > 50 orang/ha, penggunaan cubluk sudah menyebabkan kontaminasi pada sumur- sumur tetangga. Kepadatan penduduk 100 orang/ha memberikan dampak pencemaran cukup besar terhadap lingkungan. Di atas kepadatan 200 orang/ha penggunaan septik tank dengan bidang resapannya akan memberikan dampak kontaminasi bakteri coli dan pencemaran pada tanah dan air tanah. Kepadatan penduduk ini juga akan menentukan teknologi yang akan diterapkan dalam pengelolaan air limbah domestik. Kondisi pengelolaan air limbah domestik di Kota Ternate saat ini pada umumnya masih memanfaatkan badan air terdekat sebagai tempat pembuangan air buangan domestik, jikalau ada pengelolaan, itupun menggunakan tangki septik tanpa bidang resapan (dengan sistem pengurasan manual diangkut/dibuang melalui jasa pembuangan air limbah). Air limbah rumah tangga disalurkan melalui got/saluran yang ada, Kondisi ini menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah, badan air dan lingkungan yang kurang sehat. Kebiasaaan ini bukan saja terjadi di wilayah pedalaman permukiman, tetapi terjadi juga di daerah perkotaan/pusatpusat aktifitas masyarakat. Dampak yang paling signifikan adalah gangguan estetika yang terjadi pada badan air penerima sungai mati dan pesisir pantai selain menjadi bau dan dipenuhi dengan sampah rumah tangga juga menjadi sarang penyakit yang sewaktu-waktu bisa menyerang masyarakat setempat. Isu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub-sektor Air Limbah Domestik di Kota Ternate terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan air limbah dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan isu non teknis adalah masalah operasional yang muncul yang POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
57
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan air limbah. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah di Kota Ternate adalah sebagai berikut: 1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan air limbah domestik a. Masyarakat Kota Ternate sebagian besar menggunakan septic tank dan cubluk untuk mengolah air limbah rumah tangga, namun sebagian besar fasilitas septic tank masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Disamping itu, pengurasan septic tank juga masih rendah. b. Sebagian kecil masyarakat masih mempergunakan cubluk untuk membuang black water. c. Masih sedikitnya sarana mobil tinja dimana Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Kota Ternate telah dibangun Tahun 2012 dan belum juga beroperasi hingga tahun 2014. d. Masih ada masyarakat yang membuang black water dan grey water secara langsung maupun terselubung ke saluran drainase dan badan air tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Hal ini berarti pencemaran akibat pembuangan air limbah yang tidak terkontrol telah menyebabkan pencemaran air di badan air. Selain itu dibeberapa tempat masih dijumpai perilaku BAB sembarangan. 2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan a. Adanya program bantuan penyediaan sarana pengolahan air limbah domestik bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (pro poor), seperti terlihat dalam program pengadaan jamban keluarga bagi masyarakat miskin. b. Belum adanya lembaga pelaksana teknis (operator) setingkat UPTD yang bertanggung jawab secara khusus untuk memberikan layanan pengolahan limbah tinja. c. Belum tersedianya Perda pendukung bagi penyediaan sarana dan kegiatan pengelolaan air limbah domestik. d. Organisasi/lembaga pengelola layanan air limbah masih lemah dalam melaksanakan fungsi operasi dan pemeliharaan karena keterbatasan sumber daya manusia, anggaran serta sistem pengelolaan air limbah domestik di Kota Ternate yang masih belum terintegrasi. e. Sistem layanan pengelolaan air limbah belum dirancang untuk terintegrasi antar SKPD, dan juga belum menetapkan dengan tegas pola kerjasama dengan swasta yang akan dijalankan oleh Pemerintah Kota Ternate dalam pengelolaan air limbah domestik skala Kota. 3) Isu keuangan a. Komitmen Pemerintah Kota Ternate terhadap pembangunan sub sektor air limbah domestik makin meningkat dengan indikasi belanja publik dan trend alokasi anggaran sub sektor air limbah meningkat dari tahun ke tahun. b. Belum adanya retribusi dari penanganan air limbah. c. Tersedia sumber-sumber potensial pendanaan sanitasi alternatif (pendanaan berbasis masyarakat), yang berpotensi memfasilitasi dalam mengakses pendanaan dan bahkan menyediakan pendanaan kepada masyarakat terkait pembangunan sarana air limbah domestik sederhana. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
58
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
4) Isu komunikasi a. Rendahnya prioritas pembahasan regulasi pengelolaan air limbah domestik dikalangan DPRD, SKPD dan Panitia Anggaran. b. Lemahnya keterlibatan jaringan dan aliansi kemitraan yang telah terbina selama ini dalam sosialisasi bersama akan akibat dari pencemaran limbah cair. c. Kurangnya keterlibatan dan kerjasama antar sesama lembaga dan program yang terkait dalam pengelolaan air limbah domestik. d. Lemahnya pengetahuan dan kesadaran akan bahaya pencemaran air limbah domestik. e. Sosialisasi kurang efektif karena tidak menjangkau seluruh pemangku kepentingan. 5) Isu keterlibatan pelaku bisnis Belum tersedianya truk sedot dan angkut lumpur tinja oleh pihak Swasta atau pelaku bisnis. 6) Isu peran serta masyarakat a. Operasional dan Maintenance Sanimas belum optimal b. Masyarakat belum terbiasa untuk menjalankan pemeliharaan sarana pengolahan air limbah domestik yang telah dibangun, ketergantungan kepada pemerintah masih tinggi. c. Ada 85,42% penduduk yang mempergunakan septick tank (hasil studi EHRA 2014) d. Pemanfaatan saluran drainase dan badan air untuk buangan air limbah secara langsung maupun secara terselubung
3.3.1 Kelembagaan 3.2.1.1 Landasan Hukum Keberhasilan jasa sanitasi sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Aspek hukum dan peraturan diidentifikasi sebagai salah satu dari sejumlah aspek yang perlu didorong untuk menciptakan lingkungan yang mendukung. Untuk mencapai penatalaksanaan air limbah domestik perkotaan dan perdesaan yang lebih baik diperlukan perhatian terhadap tiap-tiap bagian proses penatalaksanaannya: (1) perencanaan dan pengembangan program, (2) perancangan, (3) pembangunan, (4) operasional dan pemeliharaan, dan (5) pemantauan. Kerangka perundangan dan peraturan yang jelas harus dirancang untuk mendorong bagaimana proses penatalaksanaan ini dapat diatur dengan baik. Sebuah penelitian menyeluruh diperlukan untuk mengevaluasi kondisi yang ada sebagai berikut: bagaimana peraturan mengatur penatalaksanaan air limbah domestik secara keseluruhan, identifikasi aspek-aspek peraturan diperlukan untuk mencipatkan peran lebih banyak dari pemerintah daerah dan pusat serta rekomendasi. Sejauh ini, tidak ada perundangan khusus yang mengatur penatalaksanaan limbah domestik di Kota Ternate karena sebagian besar peraturan ditetapkan untuk perlindungan lingkungan dan kesehatan lingkungan, bukan penatalaksanaan air limbah. Dengan cara
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
59
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
lain, untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesehatan lingkungan, penatalaksanaan air limbah domestik menjadi bagian yang penting. Kondisi serupa terjadi di Kota Ternate , peraturan tentang penatalaksanaan air limbah domestik hingga saat ini belum ada. Akibatnya pengelolaan air limbah domestik di Kota Ternate menjadi terkesampingkan. Padahal resiko pencemaran air akibat air limbah domestik cukup besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu program penyehatan lingkungan yang melekat pada Dinas Kesehatan saat ini harus mengintegrasikan pengelolaan air limbah domestik. Berikut adalah beberapa peraturan perundangan yang melandasi pengelolaan air limbah di Indonesia, diantaranya: a. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup b. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air c. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 37 tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemar Air Pada Sumber Air e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 111 tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuagan Air Limbah ke Air atau Sumber Air. f. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik g. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 52 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel h. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan j. Peraturan MEnteri Lingkungan Hidup nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup k. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup l. Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum m. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan Strategis Air Limbah
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
60
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
3.2.1.2.
BAB 3
Tinjauan Terhadap Peraturan Di Bidang Pengendalian Lingkungan Hidup
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah disebutkan pada pasal 13 bahwa pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi aspek pencegahan, penanggulangan dan pemulihan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Pada penjelasan terkait ayat ini yang dimaksud pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang ada dalam ketentuan ini, antara lain pengendalian: a. pencemaran air, udara, dan laut; dan b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim. Adapun instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri atas (Pasal 14): a. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) b. Tata ruang c. Baku mutu lingkungan hidup d. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup e. Amdal f. UKL-UPL g. Perizinan h. Instrumen ekonomi lingkungan hidup i. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup j. Anggaran berbasis lingkungan hidup k. Analisis risiko lingkungan hidup l. Audit lingkungan hidup m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan Dalam pasal 20 disebutkan bahwa setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. PP 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air merupakan penjabaran undang-undang tersebut diatas dalam bidang air dan air limbah. Menurut peraturan ini (Pasal 8) klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yakni: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
61
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yangmempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3.2.1.3 Kriteria dan Standar Kualitas Air Perbedaan pengertian kriteria dan standar kualitas air tidak begitu tampak namun cukup penting. Kriteria kualitas air dapat didefinisikan sebagai batas konsentrasi atau intensitas dari kualitas air yang ditentukan berdasarkan peruntukan penggunaannya.Sedangkan standar kualitas air didefinisikan sebagai peraturan mengenai batas konsentrasi atau intensitas parameter kualitas air dan dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk perlindungan atau penyediaan sumber daya air bagi berbagai macam penggunaan.
3.2.1.4
Dasar Dasar Penetapan Standar Kualitas Air
Tinjauan kualitas air mencakup beberapa kelompok parameter, yaitu parameter fisika, kimia, bakteriologi, dan parameter radioaktif. Dalam penetapan batasan konsentrasi atau intensitas dikenal dua maca istilah: a. Batas yang dianjurkan (Recommended Limit) b. Batas yang tidak diperbolehkan (Rejection Limit) Dalam hal penyusunan suatu standar kualitas air, pada umumnya dipertimbangkan dari segi kesehatan, teknologi, dan ekonomi. Penetapan batas konsentrasi setiap parameter kualitas, harus sesuai dengan sasaran dari standar, misalnya, sasaran yang akan dicapai adalah desirable, acceptable atau critical. Istialh-istilah yang seringkali dipergunakan dalam standar kualitas air diantaranya adalah: Absen, tidak hadir atau sama dengan nol: menyatakan bahwa analisis kualitas air dengan metode yang paling sensitif (standard method) menunjukan tidak hadirnya unsur yangdimaksud. Virtually absent. Istilah ini digunakan untuk menyatakan bahwa unsur yang diperiksa hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah. Pada umumnya istilah ini digunakan untuk unsur-unsur yang kehadirannya dalam air tidak boleh ada walaupun dalam konsentrasiyang sekecil apapun. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
62
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Pada umumnya standar kualitas air ditentukan berdasarkan analisis kualitas air yang dijelaskan dalam metode standar (standard method). Hal ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman metode antara “standar yang ditetapkan” dengan analisis pemeriksaan air. Tentu saja ini merupakan konsekuensi logis. Jika standar berdasarkan metode standar, maka sesuatu hal yang akan dibandingkan dengan standar tersebut haruslah diperiksa dengan cara atau metode yang sama. Namun demikian, metode lain bukan berarti tidak boleh diterapkan, dengan catatan bahwa metode ini haruslah memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat atau lebih teliti. Perlu diketahui bahwa metode standar adalah metode analisis kualitas air yang direkomendasikan oleh Assosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association).
3.2.1.5 Faktor Faktor Penetapan Dalam Standar Ada beberapa faktor yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penetapan standar kualitas air, yakni: a. Kesehatan: faktor kesehatan dipertimbangkan dalam penetapan standar guna menghindarkan dampak kerugian terhadap kesehatan. b. Estetika: diperhatikan guna memperoleh kondisi yang nyaman c. Teknis: faktor teknis ditinjau mengingat bahwa kemampuan teknologi dalam pengolahan air sangat terbatas, atau untuk tujuan menghindarkan efek-efek kerusakan dan gangguan instalasi atau peralatan yang berkaitan dengan pemakaian air yang dimaksudkan d. Toksisitas efek: ditinjau guna menghindarkan terjadinya efek racun bagi manusia. e. Polusi: faktor polusi dimaksudkan dalam kaitannya dengan kemungkingan terjadinya pencemaran air oleh suatu polutan f. Proteksi: faktor proteksi dimaksudkan untuk menghindarkan atau melindungi kemungkinan terjadinya kontaminasi. g. Ekonomi: faktor ekonomi dipertimbangkan dalam rangka menghindarkan kerugiankerugian ekonomis Korelasi antara faktor-faktor pertimbangan di atas dengan beberapa parameter kualitas air yang ditetapkan standarnya, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. 3.2.1.6 Baku Mutu Air Limbah Baku mutu effluent untuk air limbah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik Dalam pasal 2 dan pasal 4 di tegaskan bahwa baku mutu tersebut berlaku bagi: a. semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan b. perniagaan, dan apartemen c. rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi d. asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih selain itu baku mutu tersebut hanya berlaku untuk pengolahan air limbah domestik terpadu. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
63
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dan apabila baku mutu air limbah domestik daerah belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah domestik secara nasional. Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan atau kegiatan mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah domestik sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Amdal atau UKL dan UPL. Dalam Pasal 8 ditegaskan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib : a. melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan; b. membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan. c. membuat sarana pengambilan sample pada outlet unit pengolahan air limbah.
3.2.1.7 Studi Amdal Kaitannya Dengan Penanganan Air Limbah Domestik Dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan akan memiliki dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan Amdal. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dampak penting yang dimaksud ditentukan berdasarkan kriteria: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, dalam bidang Pekerjaan Umum jenis kegiatan Air Limbah Domestik terdapat tiga kegiatan yang wajib Amdal yaitu : a. Pembangunan Instalasi Pemgolahan Lumpur Tinja (IPLT), termasuk fasilitas penunjangnya dengan besaran luas ≥ 2 ha dan kapasitas ≥ 11 m3/hari, dengan alasan ilmiah khusus bahwa besaran tersebut setara dengan layanan untuk 100.000 POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
64
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
orang serta dampak potensial berupa bau, gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual. b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya dengan besaran/skala luas ≥ 3 ha dan beban organik ≥ 2,4 ton/hari. Adapun alasan ilmiahnya adalah kegiatan tersebut setara dengan layanan untuk100.000 orang. c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan ≥ 500 ha dan debit air limbah ≥ 16.000 m3/hari. Alasan ilmiahnya adalah kegiatan tersebut setara dengan layanan 100.000 orang, setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah dan dampakpotensial berupa gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian ataunilai kompensasi.
3.2.1.8 Pengendalian Pencemaran Air Dalam PP 82 tahun 2001 pasal 31 disebutkan bahwa setiap orang wajib : Melestarikan kualitas air pada sumber air Mengendalikaan pencemaran air pada sumber air Dan pada Pasal 32 ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dalam rangka pengendalian pencemaran air sebagaimana diwajibkan diatas, maka setiap orang wajib mengambil langkah-langkah pencegahan pencemaran air yang diantaranya adalah sebagai berikut: a. Pengurangan Pencemaran dari Sumbernya Langkah yang sangat efektif dalam pencegahan pencemaran air adalah pencegahan dari sumber-sumber timbulan limbah. Penerapan peraturan dan penetapan tata guna lahan yang tepat serta pencegahan terjadinya erosi merupakan langkah kongkret dalam penurunan tingkat pencemaran air permukaan akibat limpahan bahan padat dari daratan sepanjang sisi sungai atau sumber air permukaaan lainnya. Sedangkan di bidang industri kita mengenal teknologi produksi bersih yakni penerapan teknik dan manajemen yang menekan timbulnya limbah cair dengan cara penggunaan dan penggantian material bahan produksi ke bahan yang memungkinkan produksi limbah sekecil mungkin, mengubah proses inti produksi maupun proses pendukung menjadi proses yang menggunakan teknologi atau cara yang mampu memperkecil timbulnya limbah, dan apabila limbah terlanjur dihasilkan maka langkah yang diambil adalah menggunakannya kembali (reuse), mendaur ulang limbah tersebut menjadi bahan material untuk kegiatan lain (recycle). Langkah pengurangan limbah dari sumbernya akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap timbulan/produksi air limbah. b. Pengolahan Air Limbah Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah untuk POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
65
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
mengurangi kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan. Proses pengurangan kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan melalui tahapan penguraian sebagaimana dijelaskan berikut ini:
3.2.1.9
Aspek Institusional
Dinas atau Instansi pada Pemerintah Kota Ternate yang menangani dan terkait dalam pengelolaan limbah domestik antara lain : Dinas Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Bidang Pengendalian Penyehatan Lingkungan. a. Tugas dan Kewenangan Dinas Pekerjaan Umum adalah 1. Perencanaan Teknis pembangunan serta peningkatan layanan bidang limbah cair. 2. Meningkatkan cakupan pelayanan dan kualitas pengelolaan limbah cair. 3. Mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan Limbah cair. 4. Memberdayakan masyarakat dalam penanganan limbah cair dan mendorong pengelolaan limbah cair berbasis masyarakat. 5. Supervisi. 6. Monitoring dan Evaluasi. b. Tugas dan kewenangan Badan Lingkungan Hidup dan Dinas kebersihan: 1. Pengkoordinasian pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan 2. Pembinaan teknis perencanaan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan. 3. Mengeluarkan Ijin Pembuangan Limbah domestik. 4. Penyediaan dan pendistribusian layanan limbah cair. c. Tugas dan Kewenangan pihak swasta dan masyarakat 1. Mendukung upaya Pemerintah dalam pengelolaan limbah cair dan mengurangi resiko pencemaran air tanah. 2. Pihak Swasta wajib mempunyai sarana pengelolaan limbah domestik.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
66
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.4 Daftar pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan air limbah domestik FUNGSI
PEMANGKU KEPENTINGAN Pemerintah Swasta Masyarakat Kabupaten
PERENCANAAN Menyusun target pengelolaan air limbah domestik skala kab/kota Menyusun rencana program air limbah domestik dalam rangka pencapaian target Menyusun rencana anggaran program air limbah domestik dalam rangka pencapaian target
Bappeda
-
-
Bappeda -
-
Bappeda/PU/ BLH/Diskeb/DTKP
-
-
PU/DTKP/Diskeb
PU/DTKP/Diskeb
PU/DTKP/Diskeb
PU
PU
Diskeb PU/Diskeb PU/Diskeb
-
PENGADAAN SARANA Menyediakan sarana pembuangan awal air limbah domestik Membangun sarana pengumpulan dan pengolahan awal (Tangki Septik) Menyediakan sarana pengangkutan dari tangki septik ke IPLT (truk tinja) Membangun jaringan atau saluran pengaliran limbah dari sumber ke IPAL (pipa kolektor) Membangun sarana IPLT dan atau IPAL PENGELOLAAN Menyediakan layanan penyedotan lumpur tinja Mengelola IPLT dan atau IPAL Melakukan penarikan retribusi penyedotan lumpur tinja Memberikan izin usaha pengelolaan air limbah domestik, dan atau penyedotan air limbah domestik Melakukan pengecekan kelengkapan utilitas teknis bangunan (tangki septik, dan saluran drainase lingkungan) dalam pengurusan IMB
BLH/PU/Diskeb/ DTKP BLH/PU/Diskeb/ DTKP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bappeda/BLH/ DTKP
-
-
Bappeda/BLH/ DTKP
-
-
Bappeda/BLH/ DTKP
-
-
Bappeda/BLH/ DTKP
-
-
PENGATURAN DAN PEMBINAAN Mengatur prosedur penyediaan layanan air limbah domestik (pengangkutan, personil, peralatan, dll) Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan air limbah domestik Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan air limbah domestik
BLH/PU/Diskeb/ DTKP BLH/PU/Diskeb/ DTKP BLH/PU/Diskeb/ DTKP
MONITORING DAN EVALUASI Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan air limbah domestik skala kab/kota Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana pengelolaan air limbah domestik Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan air limbah domestik, dan atau menampung serta mengelola keluhan atas layanan air limbah domestik Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap baku mutu air limbah domestik
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
67
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.5 Daftar peraturan terkait air limbah domestik Kota Ternate Peraturan AIR LIMBAH DOMESTIK Target capaian pelayanan pengelolaan air limbah domestik di Kab/Kota ini Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam penyediaan layanan pengelolaan air limbah domestik Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan air limbah domestik Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat dan atau pengembang untuk menyediakan sarana pengelolaan air limbah domestik di hunian rumah Kewajiban dan sanksi bagi industri rumah tangga untuk menyediakan sarana pengelolaan air limbah domestik di tempat usaha Kewajiban dan sanksi bagi kantor untuk menyediakan sarana pengelolaan air limbah domestik di tempat usaha Kewajiban penyedotan air limbah domestik untuk masyarakat, industri rumah tangga, dan kantor pemilik tangki septik Retribusi penyedotan air limbah domestik Tatacara perizinan untuk kegiatan pembuangan air limbah domestic bagi kegiatan permukiman, usaha rumah tangga, dan perkantoran Peluang keterlibatan swasta dalam pengelolaan air limbah domestik Kewajiban dan sanksi bagi swasta dalam pengelolaan air limbah domestik Layanan Pemerintah Kab/Kota bagi masyarakat yang tidak mampu dalam pengelolaan air limbah domestik
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Ketersediaan Ada Tidak (Sebutkan) Ada -
Efektif Dilaksanakan
Pelaksanaan Belum Efektif Dilaksanakan
Tidak Efektif Dilaksanakan
68
Keterangan
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.3.2 Sistem dan Cakupan Pelayanan Pengelolaan prasarana dan sarana air limbah pada setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, baik tingkat pelayanan, jenis dan jumlah pelayanannya. Pengelolaan sanitasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu: a. Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (on-site system). b. Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (off-site system). Di beberapa tempat, pada bangunan-bangunan tertentu diwajibkan menyediakan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) seperti: rumah sakit, industri, penginapan dll. Fasilitas pengolahan ini sangat dibutuhkan untuk menghindari dampak pencemaran lingkungan hidup. Prasarana pembuangan air limbah yang ada di Kota Ternate antara lain : JAMBAN KELUARGA Pengadaan prasarana jamban keluarga diupayakan oleh masyarakat itu sendiri, dan sebagian merupakan sumbangan dari Pemerintah Daerah Kota Ternate melalui berbagai sumber pendanaan baik dari APBN, dan APBD Kota Ternate. Sistem pengolahan air limbah umumnya pengolahan setempat (on-site system) baik secara individual (jamban keluarga) maupun komunal (MCK) dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengelolaannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber, seperti : cubluk, tangki septik (septic tank) dan paket pengolahan skala kecil. Kondisi air tanah yang dangkal di pada beberapa kawasan di Kota Ternate menyebabkan peresapan tidak berfungsi dengan baik dan menyebabkan tangki septik cepat penuh sebelum waktunya. Sampai saat ini Kota Ternate belum memiliki sistem pengolahan air limbah terpusat berupa IPAL namun sudah memiliki IPLT yang dibangun tahun 2012 Melalui APBN. Walaupun demikian, dibeberapa lokasi sudah dibangun sistem komunal untuk melayani satu kawasan pemukiman melalui program sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas). SALURAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH (SPAL) Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) merupakan suatu sistem untuk menampung dan menyalurkan air limbah dari dapur, kamar mandi, jamban dan atau septic tank yang berfungsi sebagai wadah pengumpul dengan sebuah pipa pembuangan atau sebagai tabung pengolahan yang berhubungan langsung dengan tanah. Kondisi SPAL yang ada di Kota Ternate pada umumnya masih menyatu dengan pembuangan air drainase. Kriteria suspek aman adalah sebagai berikut: 1 Dibangun kurang dari lima tahun lalu. 2 Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/dikosongkan kurang dari lima tahun lalu. Kriteria suspek tidak aman adalah sebagai berikut: 1 Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras. 2 Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
69
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Kondisi aman dan tidak aman dilihat dari praktik pembuangan kotoran balita antara lain : 1) Praktik pembuangan yang aman mencakup : a. Anak yang diantar untuk BAB di jamban. b. Anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke jamban, dan penampung dibersihkan di Watter Closed. 2) Praktik pembuangan yang relatif tidak aman : a. Anak BAB di ruang terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah). b. Anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke ruang terbuka/tidak di jamban dan dibersihkan bukan di jamban. Gambar 3.6 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Dari Hasil Studi EHRA diketahui bahwa tempat penyaluran akhir Tinja 85,42% adalah Tangki Septik dan 11,83% Masyarakat menjawab Tidak Tahu, sedangkan sisanya menjawab ke cubluk, pantai, danau, kolam ,sawah dan ke kebun. Gambar 3.7 Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
70
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Gambar 3.8 Diagram Sistem Sanitasi pengelolaan air limbah domestic Kota Ternate
Sumber : Pokja Sanitasi Kota Ternate Tahun 2014
Tabel 3.6 Cakupan layanan air limbah domestik yang ada di Kota Ternate Sarana tidak layak
Sarana Layak
BABS * No
(i)
(ii)
Offsite System Kawasan / terpusat
Onsite System
Nama Kecamatan
Individual
Berbasis Komunal
(KK)
Cubluk, Tangki septik tidak aman** (KK)
Jamban keluarga dgn tangki septik aman (KK)
MCK umum /Jamban Bersama (KK)
MCK++ (KK)
Tangki Septik Komunal (KK)
IPAL Komunal (KK)
Sambungan Rumah (KK)
(iii)
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
(viii)
(ix)
(x)
Sumber : Pokja Sanitasi Kota Ternate Tahun 2014
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
71
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.7 Kondisi Prasarana dan Sarana Air Limbah Domestik Kondisi
No
Jenis
Satuan
Jumlah/ Kapasitas
Berfungsi
(i)
(ii) Sistem Onsite Berbasis komunal - IPAL Komunal - MCK ++ - Tangki septik komunal Truk Tinja IPLT : kapasitas Sistem Offsite IPAL Kawasan/Terpusat - kapasitas - sistem
(iii)
(iv)
(v)
1
2. 3 4
Tdk berfungsi (vi)
Keterangan (vii)
unit unit unit unit M3/hari
M3/hari
IPLT: Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja IPAL: Instalasi Pengolahan Air Limbah
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
72
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Peta 3.2. Peta cakupan layanan pengelolaan air limbah domestik termasuk IPAL terpusat
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
73
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.3.3 Peran Serta Masyarakat Pengelolaan air limbah domestik seharusnya lebih bersifat buttom-up sehingga perlu ditanamkan nilai-nilai atau pemahaman yang berkenaan dengan pengelolaan air limbah domestik pada masyarakat baik berupa dampaknya pada kesehatan maupun terhadap lingkungan. Dari sini diharapkan muncul suatu gerakan dari dalam masyarakat untuk mengelola air limbah domestik dengan cara-cara yang arif dan benar. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di masyarakat Kota Ternate bahwa pemahaman masyarakat tentang air limbah domestik hanya terbatas pada dampak yang dapat dilihat dan dirasakan secara visual dan seketika, seperti menimbulkan bau, membuat lingkungan kotor dan sebagai tempat berkembangnya nyamuk. Sementara dampak air limbah domestik terhadap pencemaran air tanah dan air permukaan hanya sebagian kecil yang mengetahui. Hal ini memberikan gambaran bahwa pemahaman masyarakat tentang air limbah domestik terkait dengan dampaknya terhadap pencemaran air masih rendah. Tetapi di sisi lain masyarakat kelihatan cukup kritis melihat perhatian pemerintah terhadap keberadaan air limbah domestik di Kota Ternate. Sebagian besar masyarakat merasa prihatin terhadap kurangnya upaya pemerintah dalam mengelola air limbah domestik. Hal ini merupakan sebuah potensi yang dapat dijadikan entry point bagi pemerintah untuk mengajak masyarakat secara bersama-sama melakukan pengelolaan air limbah yang berbasis masyarakat. Peluang untuk merubah persepsi masyarakat dalam rangka meningkatkan peran serta mereka dalam pengelolaan air limbah domestik ditunjukkan juga dari pendapat masyarakat tentang tanggung jawab pengelolaan air limbah domestik. Menurut sebagian besar masyarakat, tanggung jawab pengelolaan air limbah domestik terletak bukan saja pada pemerintah tetapi juga semua unsur masyarakat. Hal ini juga menggambarkan bahwa inisiator awal dalam memulai pengelolaan air limbah domestik tidak harus berasal dari pemerintah tetapi bisa saja dari masyarakat, LSM, swasta atau unsur yang lain dalam masyarakat. Dalam pengelolaan air limbah domestik harus terdapat suatu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, agar tujuan pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan dalam mendukung terciptanya lingkungan yang sehat. Keduanya harus mampu menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan permasalahan baru. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pengelolaan air limbah domestik maka masyarakat membutuhkan pemahaman yang utuh tentang dampak air limbah domestik terhadap sumber daya air baik air permukaan maupun air tanah. Dengan pemahaman yang baik pada masyarakat tentang air limbah diharapkan akan melahirkan inisiatif yang konstruktif dalam upaya pengelolaan air limbah domestik. Dengan demikian masyarakat tidak lagi memandang air limbah domestik hanya sebatas jijik dan prihatin apalagi menganggap biasa saja tetapi menjadi sebuah ancaman bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
74
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Langkah yang dapat diambil dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik, menurut informan kunci adalah dengan memanfaatkan peran Tokoh Agama maupun Tokoh Adat dalam membina masyarakat. Peran pemuka adat dan agama ini dapat dimanfaatkan dengan baik dalam upaya pengelolaan air limbah domestik. pemerintah akan mendapatkan kemudahan dalam mengajak masyarakat berperan serta aktif dalam program sanitasi bahkan dalam setiap tahapan programkegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Peran pemuka adat dan agama di Kota Ternate selama ini lebih banyak membina masyarakat terkait dengan hubungan kepada tuhan dan sesama manusia. Materi yang diberikan dalam setiap dakwahnya berkisar pada ibadah sholat, puasa, akhlak, muamalah dan sejenisnya. Oleh karena itu ke depan diharapkan peran mereka dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan persepsi masyarakat terhadap air limbah domestik. Persepsi masyarakat terhadap air limbah domestik memiliki pengaruh terhadap perlakuan masyarakat terhadap air limbah domestik itu sendiri. Semakin baik kualitas persepsi masyarakat maka perlakuan terhadap air limbah domestik semakin meningkat. Beberapa perlakuan masyarakat terhadap air limbah domestik di Kota Ternate yang merupakan bentuk partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut : a. Membersihkan saluran drainase dalam kampung pada hari Jum’at (jum’at Bersih). Tujuan pembersihan saluran drainase ini adalah untuk menghambat perkembangan nyamuk yang dapat membawa bibit penyakit, mengurangi bau yang mengganggu warga dan meningkatkan kebersihan lingkungan. b. Membuang air limbah domestik ke sungai,selokan/got/drainase, Perlakuan ini dilakukan karena tidak membutuhkan biaya, tidak ada larangan dan lebih mudah. Prinsip NIMBY (Not In My Back Yard) pada air limbah domestik ternyata juga berlaku di Kota Ternate. c. Pemanfaatan air limbah domestik untuk menyiram jalan pada siang hari. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar debu jalan tidak menggangu warga ketika ada angin atau kendaraan lewat sekaligus menguras air limbah domestik yang tergenang. Berangkat dari hasil analisis tersebut maka dalam pembangunan pengelolaan air limbah harus diterapkan pendekatan partisipasi pada proses perencanaan, konstruksi, dan operasi. Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun. Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat 2. Program kerja dilakukan melalui kerjasama kelompok masyarakat, Ketua Jorong dan segenap warga untuk memperkecil hambatan 3. Koordinasi selalu dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal 4. Bersungguh-sungguh dan tidak mengumbar janji 5. Tidak bersifat merasa paling tahu dalam setiap kesempatan pelaksanaan program POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
75
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Intinya Community development dengan segala kegiatannya dalam pembangunan, menurut Ndraha (1990), harus menghindari metode kerja doing for the community tetapi mengadopsi metode doing with the community. Metode yang pertama akan menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung kepada pemerintah. Sedang metode yang kedua merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya real needs, felt needs dan expected needs. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pendampingan dan fasilitasi agar terbentuk peningkatan partisipasi dan keterlibatan seluruh stakeholder, terutama masyarakat dalam suatu perencanaan, operasi, serta pemeliharaan sarana dan prasarana Kenyataan di Kabupaten Pasaman Barat, proses perencanaan yang partisipatif telah dilaksanakan melalui proses musrenbang. Akan tetapi dalam proses musrenbang ternyata banyak hal yang mengotori makna partisipatif. Hal ini terungkap dari pengalaman seorang informan dari LSM bahwa usulan dari bawah yang telah disusun dengan memakan waktu dan tenaga cukup banyak ternyata setelah sampai di Musrenbang tingkat kecamatan atau kabupaten banyak didominasi oleh usulan SKPD yang belum tentu partisipatif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya SDM “pengawal” usulan dari kelurahan ketika pembahasan di tingkat kecamatan dan kabupaten dilaksanakan. Tabel 3.8 Daftar program/kegiatan layanan air limbah domestik berbasis masyarakat
No
Nama Program/ Kegiatan
1
On Site individual : STBM
2
On Site komunal :
Pelaksa na
Lokasi
Penerima manfaat
Tahun Program/ kegiatan
L
P
Jlh Sara na
Kondisi Sarana Saat Ini Berfungsi
Tidak Berfungsi
Sanimas: MCK Sanimas: IPAL Komunal Total
Tabel 3.9 Pengelolaan sarana air limbah domestik oleh masyarakat No
Tahun Sarana Dibangun
Jenis Sarana
1
MCK
2
MCK ++
3
IPAL Komunal
4
Septik tank komunal
Lokasi
Pengelola Lembaga
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Kondisi
Biaya operasi dan pemeliharaan
Pengosongan tangki septik/IPAL Waktu
Layanan
76
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.3.4 Komunikasi dan Media Kegiatan pemetaan media merupakan kegiatan penting diantara kegiatan non teknis dalam bidang sanitasi khususnya peningkatan akses kepemilikan sarana dan prasarana air limbah domestik dan akses layanan air limbah untuk skala kesehatan. Dengan memetakan media dalam peningkatan pengelolaan sanitasi diharapkan adanya kebijakan dari Pemerintah Kota Ternate untuk meningkatkan peran media dalam pembangunan bidang sanitasi. Gambar 3.9 Penyuluhan atau sosialisasi yang pernah diikuti di Kota Ternate
Sampai dengan saat ini Pemerintah Kota Ternate belum ada kegiatan sanitasi yang menggunakan media masa dalam menyebarkan informasi komponen air limbah Sebagaimana pers, masyarakat dalam segala manifestasinya seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), para cerdik pandai, maupun masyarakat umumnya, dapat menyampaikan gagasannya sebagai wujud peran sertanya dalam pengelolaan lingkungan. Terpenting, pesan yang disampaikan dapat dijadikan in put bagi pengambil kebijakan publik, dalam hal ini kebijakan pengelolaan lingkungan. Berkenaan dengan tuntutan terhadap kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada lingkungan, maka pressure masyarakat harus ada, dalam hal ini media massa dapat dijadikan sarana (Purnaweni, 2004). Peran pers atau media massa, yang dalam hal ini sebagai bagian dari Civil Society tentunya sangat penting dalam kerangka pengelolaan lingkungan. Substansi dari hal ini telah sangat jelas diatur di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers maupun Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keterkaitan antara media massa dan kebijakan pengelolaan lingkungan, dapat pula ditinjau dari konsep good governance, karena pada hakekatnya, prinsip good governance mempersyaratkan adanya partisipasi dan transparansi, yang menjadi kunci penting dalam keterlibatan stakeholders terutama berkaitan urusan kepemerintahan, utamanya yang menyangkut public Policy. Konsep penyelenggaraan pemerintahan yang baik mempersyaratkan lima hal yang harus ada agar konsep Good Governance berjalan, antara lain; lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur aspirasi masyarakat, pengadilan yang mandiri, bersih dan professional, birokrasi yang responsif dan berintegritas, masyarakat sipil yang kuat sebagai fungsi kontrol, serta desentralisasi dan lembaga perwakilan yang kuat. Sementara itu dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, konsep Good Governance dalam pengelolaan lingkungan hidup yang lebih dikenal dengan Good Environmental Governance (GEG) setidaknya mengedepankan 10 hal antara lain; Visi strategis, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap, partisipasi, akuntabilitas, pengawasan, efisiensi dan efektifitas, serta profesionalisme (Santosa, 2006). Kesepuluh prinsip tersebut saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri yang harus menjadi karakteristik pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam kerangka penyelenggaraan otonomi daerah sesuai semangat Undang-undang Nomor 32 tahun 2004.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
77
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Berikut gambar hubungan Good Environmental Governance (GEG) dengan pengelolaan lingkungan hidup : Sayangnya kenyataan di lapangan menunjukkan stakeholders belumlah optimal dalam menjalankan perannya sesuai tuntutan di atas.. Ahli sanitasi mensinyalir belum adanya sinergi yang baik antara pihak yang berkepentingan. Masih belum ada sinergi diantara masyarakat sipil dalam mengontrol kebijakan pembangunan, semuanya berjalan sendiri-sendiri dan terkesan parsial. Padahal apabila tindakan mereka terorganisir bukan tidak mungkin masyarakat sipil dapat menjadi kelompok penekan untuk mengedepankan isu-isu lingkungan. Pemanfaatan media massa sebagai saluran dalam menyampaikan aspirasi tadi merupakan salah satu cara untuk membentuk opini publik sehingga dapat direspon oleh Pengambil Kebijakan. Pemanfaatan media massa sebagai sarana mengkampanyekan sekaligus penyebaran informasi lingkungan telah sering dilakukan. Lacey dan Longman serta Parlour dan Schatzow dalam Hannigan (1995), menyebutkan pada periode akhir 1960-an sampai awal 1970-an ulasan media terhadap lingkungan meningkat secara dramatis, untuk pertama kalinya isu lingkungan dipandang oleh para jurnalis sebagai kategori berita utama dan mendesak untuk diselesaikan seperti di Kota Ternate.
3.3.5 Peran Swasta Dalam pembangunan sanitasi khususnya air limbah domestik di Kota Ternate belum terlihat partisipasi dunia usaha atau sektor swasta, hal ini salah satunya disebabkan tidak adanya peraturan daerah yang mengatur partisipasi dunia usaha dalam pengelolaan air limbah domestik dan kegiatan pengelolaan iar limbah belum layak secara ekonomi. Tabel 3.10 Peran Swasta dalam Penyediaan Layanan Air Limbah Domestik No
Nama Provider/Mitra Potensial
Tahun mulai operasi/ Berkontribusi
Jenis kegiatan/ Kontribusi Terhadap Sanitasi
Potensi Kerjasama
-
-
-
-
3.3.6 Pendanaan dan Pembiayaan Pembiayaan alokasi investasi air limbah pada tahun 2012 sebesar Rp. 2.500.000.000,(dua milyar rupiah) untuk membiayai pembangunan 1 (satu) unit IPLT di Sukamananti Kecamatan Pasaman, sedangkan pada tahun 2013 melalui dana APBD Kabupaten Pasaman dianggarkan dana sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah )untuk pengadaan 1 (satu) unit mobil tinja melalui SKPD Pekerjaan Umum Kabupaten Pasaman Barat.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
78
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.11: Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi air limbah domestik No
Belanja (Rp)
Komponen
2010
1
Air Limbah (1a+1b)
1.a
Pendanaan Investasi air limbah
1.b
Pendanaan OM yang dialokasikan dalam APBD
1.c
Perkiraan biaya OM berdasarkan infrastruktur terbangun
2011
2012
940,280,000
2013
1,098,035,000
2014*
354,725,000
Ratarata
Pertum buhan (%)
295,000,000
Tabel 3.12 Realisasi dan Potensi Retribusi Air Limbah No
SKPD
1
Retribusi Air Limbah
1.a
Realisasi retribusi
1.b
Potensi retribusi
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Retribusi Sanitasi Tahun (Rp) 2010
2011
2012
79
2013
2014*
Pertumbuha n (%)
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.3.7 Permasalahan mendesak Permasalahan yang dihadapi adalah persepsi dari sebagian masyarakat bahwa sarana sanitasi air limbah belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Sebagian masyarakat Kota Ternate lebih mudah membuang limbahnya ke saluran/sungai, halaman atau karena keterbatasan ekonominya belum mampu menyediakan sarana sanitasi sendiri. Permasalahan air limbah rumah tangga di Kota Ternate secara rinci adalah sebagai berikut: 1
Terbatasnya sarana infrastruktur pengelolaan air limbah rumah tangga, dibeberapa wilayah banyak dijumpai sarana pembuangan air limbah tidak tertata atau dikelola dengan benar.
2
Kurangnya ketersediaan air bersih untuk Jamban dan MCK cenderung mendorong masyarakat berperilaku kurang sehat.
3
Masyarakat dari kalangan kurang mampu sering beralasan tidak memiliki biaya untuk membuat jamban.
4
Kurangnya kesadaran masyarakat akan penanganan air limbah yang betul seperti pembuangan air limbah digabung dengan saluran drainase, hal ini menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang berimplikasi pada kesehatan masyarakat.
5
Belum adanya peran sektor swasta dalam mengolah air limbah di Kota Ternate
Tabel 3.13 Permasalahan dan Isu mendesak komponen air limbah domestik Kota Ternate No
Permasalahan Mendesak
Isu Strategis
1.
Belum adanya master plan air limbah dan perencanaan serta studi lain bidang air limbah domestik
Dalam implementasi program air limbah domestik memerlukan arahan dan koordinasi antar pemangku kepentingan
2.
Kurangnya kepemilikan jamban dan septik tank/cubluk yang memenuhi syarat
Pentingnya kepemilikan jamban yang memenuhi standar menjadi kebutuhan utama di masyarakat.
3.
Kurangnya pendanaan pembangunan air limbah domestik
Pentingnya pendanaan sanitasi akan meningkatkan akses dan cakupan layanan air limbah domesik.
4.
Kurangnya jumlah dan kualitas SDM bidang air limbah domestik
Pentingnya jumlah dan kualitas SDB bidang air limbah domestik akan meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
5.
Belum tersedianya Peraturan daerah bidang air limbah domestik
Ketersediaan peraturan Daerah akan menjadi payung hukum dalam implementasi dan eksekusi bidang air limbah domestik.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
80
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
3.4
BAB 3
Pengelolaan Persampahan
Pengelolaan persampahan di Kota Ternate yang ditangani oleh Dinas Kebersihan Kota Ternate hingga saat ini baru menjangkau 28 Kelurahan pada 4 Kecamatan di Pulau Ternate. Dengan cakupan pelayanan pada tahun 2012 sebesar 80,02 % dari jumlah penduduk Kota Ternate. Kondisi eksisting penanganan persampahan di Kota Ternate menggunakan beberapa pola pelayanan yang disesuaikan dengan wilayah pelayanan antara lain : a. Sampah Rumah Tangga Untuk daerah permukiman di Kota Ternate menggunakan pola pelayanan dengan sistem pola individual langsung atau sistem door to door yaitu sampah dikumpulkan dan diangkut langsung dengan dump truk dari sumbernya ke tempat pembuangan akhir. Masyarakat hanya mengumpulkan dengan kantong-kantong plastik kemudian meletakkan di pinggir jalan. Pola pelayanan yang dianut Dinas Kebersihan Kota Ternate ini sering menimbulkan kemacetan atau sulitnya kendaraan berlintasan pada daerah permukiman yang jalannya sempit. Selain itu sistim door to door ini waktu tempuh pengumpulan dan pengangkutan sampah menjadi lebih lama. b. Sampah Perkantoran Pola pelayanan sampah perkantoran di Kota Ternate menggunakan pola kumunal langsung yaitu sampah dikumpulkan pada wadahnya/TPS kemudian langsung diangkut ke TPA menggunakan dump truk. c. Sampah Jalan, taman dan drainase. Pengumpulan sampah jalan, taman dan drainase di Kota Ternate pada umumnya dilakukan setelah dilakukan pembersihan sampah dan dikumpulkan pada bak sampah kemudian diangkut langsung ke TPA. d. Sampah Pasar Untuk areal pasar pola pelayanan yang dipakai adalah pola kumunal langsung yaitu sampah diangkut langsung ke TPA setelah sampah dikumpulkan warga pasar dalam kontainer yang disediakan Dinas Kebersihan Kota Ternate. Disamping itu, Sistim pengumpulan sampah belum maksimal diterapkan terutama sampah rumah tangga. Aktivitas pengumpulan hanya dilakukan pada kawasan permukiman di tepi jalan dan dilengkapi TPS dimana sampah terkumpul akan dengan mudah diangkut truk sampah. Untuk kawasan permukiman padat yang sulit dijangkau truk sampah atau jauh dari lintasan truk sampah, kesulitan kerap terjadi bagi warga. Kondisi ini hampir dijumpai diseluruh kawasan permukiman di Kota Ternate karena sebagai kota tua yang berkarakteristik geografi pantai-gunung, kota Ternate tidak memiliki aksebilitas jaringan jalan yang baik dan permukiman perkotaan sudah ada sejak dulu. Kondisi jalan di kawasan permukiman berupa jalan lingkungan lebar 2,5 – 3 meter yang sangat sulit bagi truk sampah untuk bermanufer dan sudah pasti mengganggu pengguna jalan lainnya. Jalan setapak tidak mungkin dilalui truk sampah ukuran dump truk / L 300 yang lebih kecil. Dengan demikian maka warga lebih memilih untuk membuang di kali mati/barangka atau pesisir pantai daripada ke TPS yang berada jauh di tepi jalan.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
81
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.4.1 Kelembagaan Peraturan pengelolaan persampahan merujuk kepada Undang-Undang Republik Indonesia dan peraturan yang terkait antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Persampahan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 269/1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan UKL dan UPL Departemen Pekerjaan Umum. Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup No 337/1996 tentang Petunjuk Tata Laksana UKL dan UPL Departemen Pekerjaan Umum. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 296/1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan UKL –UPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Pasamana Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Pelayanan Umum Petunjuk Teknis Nomor KDT 636.728 Pet. I judul Petunjuk Teknis Spesifikasi Kompos Rumah Tangga, Tata cara Pengelolaan Sampah Dengan Sistem Daur Ulang Pada Lingkungan, Spesifikasi Area Penimbunan Sampah Dengan Sistem Lahan Urug Terkendali Di TPA Sampah. Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Pengomposan Sampah Organik Skala Lingkungan. Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 2 tahun 2012 tentang pelayanan umum
Instansi Pemerintah Kota Ternate yang menangani dan terkait dalam pengelolaan sampah (limbah padat) adalah Dinas Kebersihan Kota Ternate dengan Tugas dan kewenangan adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penyediaan dan pendistribusian layanan persampahan. Meningkatkan cakupan pelayanan dan kualitas pengelolaan persampahan. Mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan persampahan. Memberdayakan masyarakat dalam penanganan limbah cair dan mendorong pengelolaan persampahan berbasis masyarakat. Supervisi. Monitoring dan Evaluasi.
Tugas dan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini adalah : 1. Pengkoordinasian pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
82
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
2. 3.
BAB 3
Pembinaan teknis perencanaan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan. Mengeluarkan izin pembuangan Limbah padat.
Tugas dan kewenangan pihak swasta dan masyarakat : 1.
Mendukung upaya pemerintah dalam pengelolaan sampah melalu kegiatan 3R dan mengurangi resiko pencemaran air tanah.
Penetapan Tarif Layanan Persampahan/Kebersihan Pemerintah Kota Ternate sudah mempunyai peraturan perundangan yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan sampah antara lain penentuan retribusi pelayanan sampah/kebersihan melalui Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 11 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Kesesuaian Jenis Tarif Dan Layanan Tarif retribusi pelayanan sampah/kebersihan yang ditentukan berdasarkan kemampuan pihak Pemerintah Daerah dalam menyediakan layanan. Namun karena wilayah Kota Ternate yang luas dan jauh dari lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sehingga antara tarif dan jenis layanan belum seimbang untuk menunjang operasional dan sarana dan prasarana yang tersedia.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
83
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.14 Daftar pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan persampahan FUNGSI
PEMANGKU KEPENTINGAN Pemerintah Swasta Masyarakat Kabupaten
PERENCANAAN Menyusun target pengelolaan sampah skala kab/kota, Menyusun rencana program persampahan dalam rangka pencapaian target Menyusun rencana anggaran program persampahan dalam rangka pencapaian target
Bappeda/Diskeb
-
-
Bappeda/Diskeb
-
-
Bappeda/Diskeb
-
-
PU/Diskeb
PU/Diskeb
PU/Diskeb
PU/Diskeb
-
-
PU/Diskeb PU/Diskeb
Diskeb Diskeb Diskeb Diskeb Diskeb Diskeb Diskeb
-
-
Diskeb
-
-
Diskeb
Diskeb
-
-
Diskeb
-
-
Diskeb
-
-
Diskeb
-
-
PENGADAAN SARANA Menyediakan sarana pewadahan sampah di sumber sampah Menyediakan sarana pengumpulan (pengumpulan dari sumber sampah ke TPS) Membangun sarana Tempat Penampungan Sementara (TPS) Membangun sarana pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Membangun sarana TPA Menyediakan sarana composting PENGELOLAAN Mengumpulkan sampah dari sumber ke TPS Mengelola sampah di TPS Mengangkut sampah dari TPS ke TPA Mengelola TPA Melakukan pemilahan sampah* Melakukan penarikan retribusi sampah Memberikan izin usaha pengelolaan sampah PENGATURAN DAN PEMBINAAN Mengatur prosedur penyediaan layanan sampah (jam pengangkutan, personil, peralatan, dll) Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan sampah Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah MONITORING DAN EVALUASI Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan sampah skala kab/kota Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana pengelolaan persampahan Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan persampahan, dan atau menampung serta mengelola keluhan atas layanan persampahan
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
84
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.15 Daftar peraturan terkait sanitasi Peraturan
Ketersediaan Ada Tidak Ada
Efektif Dilaksanakan
Pelaksanaan Belum Efektif Dilaksanakan
Tidak Efektif Dilaksanakan
Ket
PERSAMPAHAN
Target capaian pelayanan pengelolaan persampahan di Kab/Kota ini
Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam menyediakan layanan pengelolaan sampah
Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan masyarakat dan badan usaha dalam pengelolaan sampah
Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah di hunian rumah, dan membuang ke TPS
Kewajiban dan sanksi bagi kantor / unit usaha di kawasan komersial / fasilitas social / fasilitas umum untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah, dan membuang ke TPS
Pembagian kerja pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, dari TPS ke TPA, pengelolaan di TPA, dan pengaturan waktu pengangkutan sampah dari TPS ke TPA
Kerjasama pemerintah kab/kota dengan swasta atau pihak lain dalam pengelolaan sampah
Retribusi sampah atau kebersihan
70 %
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
85
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.4.2 Sistem dan Cakupan Pelayanan Sejalan dengan meningkatnya pertambahan penduduk dan semakin berkembangnya sektor industri, muncul pula masalah kompleks yang harus di selesaikan. Salah satunya adalah masalah persampahan, dimana diperlukan suatu usaha penanganan yang baik dan terpadu. Rencana sistim pengelolaan persampahan di arahkan pada pencapaian agar setiap kota kecamatan mampu mengelola sampah perkotaan di bawah satu organisasi pengelolaan yang teratur. Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di sumbernya baik individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di muka rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di tempat terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan berikutnya, khususnya dalam upaya daurulang. Wadah sampah hendaknya mendorong terjadinya upaya daur-ulang, yaitu disesuaikan dengan jenis sampah yang telah terpilah. Di negara maju adalah hal yang umum dijumpai wadah sampah yang terdiri dari dari beragam jenis sesuai jenis sampahnya. Namun di Indonesia, yang sampai saat ini masih belum berhasil menerapkan konsep pemilahan, maka paling tidak hendaknya wadah tersebut menampung timbulan secara terpisah. Di Indonesia dikenal pola pewadahan sampah individual dan komunal. Wadah individual adalah wadah yang hanya menerima sampah dari sebuah rumah, atau sebuah bangunan, sedang wadah komunal memungkinkan sampah yang ditampung berasal dari beberapa rumah atau dari beberapa bangunan. Pewadahan dimulai dengan pemilahan baik untuk pewadahan individual maupun komunal, dan sebaiknya disesuaikan dengan jenis sampah. Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari masingmasing sumber sampah untuk diangkut ke (1) tempat penampungan sementara atau ke (2) pengolahan sampah skala kawasan, atau (3) langsung ke tempat pemrosesan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah hingga ke lokasi pemrosesan akhir atau ke lokasi pemrosesan akhir, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (door to door), atau secara tidak langsung (dengan menggunakan transfer depo/container ) sebagai Tempat Penampungan Sementara (TPS). Pemindahan sampah merupakan tahapan untuk memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pemrosesan atau ke pemrosesan akhir. Lokasi pemindahan sampah hendaknya memudahkan bagi sarana pengumpul dan pengangkut sampah untuk masuk dan keluar dari lokasi pemindahan, dan tidak jauh dari sumber sampah. Pemrosesan sampah atau pemilahan sampah dapat dilakukan di lokasi ini, sehingga sarana ini dapat berfungsi sebagai lokasi pemrosesan tingkat kawasan. Pemindahan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan, yang dapat dilakukan secara manual atau mekanik, atau kombinasi misalnya pengisian kontainer dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkutan kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
86
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang bersasaran membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju tempat pemrosesan akhir, atau TPA. Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen penting dan membutuhkan perhitungan yang cukup teliti, dengan sasaran mengoptimalkan waktu angkut yang diperlukan dalam sistem tersebut. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengoperasian sarana angkutan sampah kemungkinan penggunaan stasiun atau depo container layak diterapkan. Dari pusat kontainer ini truk kapasitas besar dapat mengangkut kontainer ke lokasi pemrosesan atau ke TPA, sedangkan truk sampah kota (kapasitas kecil) tidak semuanya perlu sampai ke lokasi tersebut, hanya cukup sampai depo container saja. Dengan demikian jumlah ritasi truk sampah kota dapat ditingkatkan. Usia pakai (lifetime) minimal 5-7 tahun. Volume muat sampah 6-8 m3, atau 3-5 ton. Ritasi truk angkutan per hari dapat mencapai 4-5 kali untuk jarak tempuh di bawah 20 km, dan 2-4 rit untuk jarak tempuh 20-30 km, yang pada dasarnya akan tergantung waktu per ritasi sesuai kelancaran lalu lintas, waktu pemuatan, dan pembongkaran sampahnya. Seperti dibahas pada Bagian sebelumnya, sistem operasional pengelolaan sampah mencakup juga sub-sistem pemrosesan dan pengolahan sampah, yang perlu dikembangkan secara bertahap dengan mempertimbangkan pemrosesan yang bertumpu pada pemanfaatan kembali, baik secara langsung, sebagai bahan baku maupun sebagai sumber enersi. Teknologi pengolahan sampah yang saat ini berkembang dan sangat dianjurkan bertujuan bukan hanya untuk memusnahkan sampah tetapi untuk me-recovery bahan dan/atau energi yang terkandung di dalamnya. Pemanfaatan energi merupakan salah satu teknologi yang paling banyak dikembangkan dan diterapkan, khususnya dalam bentuk teknologi waste-to-energy, yang menghasilkan energi panas atau gas-bio yang berhasil dikeluarkan untuk kebutuhan energi terbarukan. Namun perlu ditekankan bahwa hasil energi yang dihasilkan tidak akan pernah dapat menghasilkan uang yang dapat menutup biaya pengembalian modal dan operasional pemeliharaan sistem tersebut. Teknologi tersebut tetap diposisikan sebagai pengolah sampah, bukan sebagai pembangkit energi sebagai peran utamanya. Hasil penjualan listrik digunakan sebagai upaya menurunkan biaya yang dibutuhkan dalam menjalankan teknologi tersebut. Penyingkiran limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah. Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan atau penimbunan dikenal sebagai landfilling, yang diterapkan mula-mula pada sampah kota. Cara ini dikenal sejak awal tahun 1900-an, dengan nama yang dikenal sebagai sanitary landfill, karena aplikasinya memperhatikan aspek sanitasi lingkungan. Definisi yang sederhana tentang sanitary landfill adalah Metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapis-perlapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup. Metode tersebut dikembangkan dari aplikasi praktis dalam peyelesaian masalah sampah yang dikenal sebagai open dumping. Open dumping tidak mengikuti tata cara yang sistematis serta tidak memperhatikan dampak pada kesehatan. Metode sanitary landfill POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
87
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
kemudian berkembang dengan memperhatikan juga aspek pencemaran lingkungan lainnya, serta percepatan degradasi dan sebagainya, sehingga terminologi sanitary landfill sebetulnya sudah kurang relevan untuk digunakan.
Landfilling dibutuhkan karena: 1. Pengurangan limbah di sumber, daur-ulang, atau minimasi limbah, tidak dapat menyingkirkan limbah semuanya 2. Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut 3. Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar, atau sulit untuk diolah secara kimia Metode landfilling saat ini digunakan bukan hanya untuk menangani sampah kota. Beberapa hal yang perlu dicatat adalah : 1. Banyak digunakan untuk menyingkirkan sampah, karena murah, mudah dan luwes. 2. Digunakan pula untuk menyingkirkan limbah industri, seperti sludge (lumpur) dari pengolahan limbah cair, termasuk limbah berbahaya. 3. Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat mendatangkan pencemaran lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang mencemari air tanah. Tahapan pengelolaan persampahan diketahui terdiri atas pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan yang masing-masing sistim sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan pengelolaan sampah disuatu Kota. Kegagalan dalam pengelolaan salah satu tahapan di atas sudah pasti akan berdampak pada sistim yang lebih besar yaitu pengelolaan sampah secara keseluruhan. Dalam konteks kota Ternate, permasalahan pengelolaan sampah juga tidak terlepas ketiga tahapan diatas, antara lain yaitu : a. Pengumpulan Sampah. - Sistim pengumpulan sampah belum maksimal diterapkan terutama sampah rumah tangga. Aktivitas pengumpulan hanya dilakukan pada kawasan permukiman di tepi jalan dan dilengkapi TPS dimana sampah terkumpul akan dengan mudah diangkut truk sampah. Untuk kawasan permukiman padat yang sulit dijangkau truk sampah atau jauh dari lintasan truk sampah, kesulitan kerap terjadi bagi warga. Kondisi ini hampir dijumpai diseluruh kawasan permukiman di Kota Ternate karena sebagai kota tua yang berkarakteristik geografi pantai-gunung, kota Ternate tidak memiliki aksebilitas jaringan jalan yang baik dan permukiman perkotaan sudah ada sejak dulu. Kondisi jalan di kawasan permukiman berupa jalan lingkungan lebar 2,5 – 3 meter yang sangat sulit bagi truk sampah untuk bermanufer dan sudah pasti mengganggu pengguna jalan lainnya. Jalan setapak tidak mungkin dilalui truk sampah ukuran dump truk / L 300 yang lebih kecil. Dengan demikian maka warga lebih memilih untuk membuang di kali mati/barangka atau pesisir pantai daripada ke TPS yang berada jauh di tepi jalan. - Keberadaan TPS sebagai sarana pengumpulan sampah sebelum diangkut ke TPA seringkali menjadi polimik, warga menolak penempatan TPS di depan rumah mereka. Banyak TPS yang dibangun dinas Kebersihan Kota Ternate malah dibongkar warga. Kondisi TPS yang tidak berpenutup juga merupakan sumber bau busuk dan vector penyakit dari lalat dan tikus.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
88
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
-
-
BAB 3
Jumlah container sampah masih sangat terbatas, padahal timbulan sampah pasar sangat besar. Kekurangan mobil amrol akibatkan container sering terlambat diangkut ke TPA. Tingkat partisipasi masyarakat rendah dibidang persampahn khususnya pengumpulan sampah. Hal ini bisa dijumpai dengan tidak adanya kelembagaan ditingkat masyarakat.
b. Pengangkutan Sampah. Proses pengangkutan sampai berlangsung mulai dari TPS dan berakhir TPA melalui/tidak melalui transdepo. - Sarana pengangkutan sampah dinas Kebersihan Kota Ternate sangat terbatas jumlahnya dan tidak sebanding dengan timbulan sampah yang dihasilkan warga Kota Ternate. tak jarang Dump truk / L-300 yang ada bekerja mengangkut sampah melebihi kapasitas daya angkut maupun jam kerja, terkadang kawasan yang bukan wewenangnya namun harus tetap digunakan karena keterbatasan sarana, tak heran sarana angkutan sampah yang tersisa kondisinya sangat memprihatinkan/rusak dan tua. Keterbatasan sarana angkut juga berpengaruh pada service coverate yang ada. Meskipun tingkat pelayanan sudah diatas 80% namun terbatas hanya di sebagian kecamatan Ternate Utara, sebagian Ternate Tengah dan sebagian kecamatan Ternate Selatan. Kecamatan Pulau Ternate yang dekat dengan TPA Buku Deru-Deru belum tersentuh demikian juga pada kawasan permukiman diatas ketinggian seperti kelurahan Marikrubu, Moya, Maliaro, Jan (Tobona), Soa puncak (Soa), Facey (Sangaji Utara), Gamayou (Makassar Barat) dan lainya, sehingga sampah warga lebih banyak dibuang ke kalimati/barangka yang menyebabkan banjir di kawasan bawahnya (hilir). - Kesejahtraan dan jaminan keselamatan kerja petugas penganggkut juga belum memadai padahal ujung tombak dilapangan adalah tenaga pengangkut. Kesejahtraan dapat berpengaruh pada kinerja. - Waktu pengangkutan sampah seringkali dilakukan pada puncak jam sibuk 7.00 – 9.00 dimana aktivitas warga/kondisi lalu lintas sudah ramai sehingga proses pengangkutan terganggu dan tidak maksimal, lalu lintas macet. c.
Pemusnahan Sampah. - Pemusnahan sampah utama dilakukan di TPA Buku Deru-deru, walau terdapat peluang pemusnahan awal di hulu (di permukiman) dengan sistim 3R ataupun sampah dipilah di transdepo sebelum masuk ke TPA. Meminimalisir volume sampah yang masuk ke TPA akan memperpanjang umur pakai TPA. - TPA Buku Deru-Deru masih menggunakan sistim Open Dumping yang tidak ramah lingkungan karena menimbulkan bau dan vector penyakit dari lalat dan tikus. Penerapan sistim controlled landfill atau sanitary landfill masih terkendala material cover karena cost cukup mahal. Lebih efektif pemerintah Kota Ternate melakukan pengadaan lahan sendiri sekitar TPA sehingga material dapat digunakan sebagai cover. - Sengketa status lahan TPA Buku Deru-Deru antara pemerintah Kota Ternate dengan warga Takome dan Sulamadaha hingga kini belum tuntas. Warga sering melakukan sabotase/blokir jalan sehingga mengganggu aktifitas di TPA. Demikian juga aktivitas warga sudah masuk pada radius bebas pemukiman di TPA. Diharapkan Pemerintah secepatnya mungkin menyelesaikan masalah ini. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
89
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
-
BAB 3
Pembuatan pupuk kompos sebagai salah satu bentuk nilai ekonomis sampah dan cukup siknifikan mengurangi volume sampah di TPA, hingga sekarang belum optimal dimanfaatkan. TPA Buku Deru-Deru sudah di lengkapi bangunan pembuat kompos, namun hasilnya belum bisa dimanfaatkan secara luas oleh warga atau lembaga tertentu. Padahal TPA Buku Deru-Deru dikeliling kawasan pertanian/perkebunan seharusnya dinas Kebersihan dapat melihat peluang ini. Demikian juga SKPD yang terkait dengan tanam-menanam seperti dinas Pertanian, BLH, BP4K dan dinas Tata Kota dan Pertamanan, seharusnya dapat menggunakan pupuk kompos ini karena semakin besar pupuk kompos diproduksi maka semakin kecil sampah yang masuk TPA dan masa pakai TPA semakin lama.
TPA Buku Deru-Deru merupakan satu-satunya tempat pemprosesan akhir sampah di Ternate masih sering menimbulkan masalah bau yang terbawa angin hingga kawasan permukiman yang terletak di kelurahan Takome dan Sulamadaha. Perlunya dibangun Buffer Zone atau sabuk hijau yang terdiri dari tanaman berdaun lebat atau menimbulkan bau wangi yang meminimalisir bau hingga radius tertentu. Rencana pengembangan terkait sistem pengelolaan persampahan di Kota Ternate meliputi: a. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat, yaitu sistim pengelolaan yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengumpulan sampah khususnya pada kawasan permukiman berkepadatan tinggi dan pada kawasan yang tidak terjangkau oleh mobil sampah. Timbulan Sampah yang dihasilkan rumah tangga akan dikumpul atau ditampung dalam tempat sampah disetiap rumah kemudian akan diangkut oleh petugas pengangkut sampah dengan menggunakan alat pengumpul yang disesuaikan dengan karekteristik wilayah seperti gerobak/sepeda motor yang didesign untuk mengangkut sampah menuju ke TPS. Petugas pengangkut sampah diharapkan merupakan warga di kelurahan setempat yang direkrut khusus untuk mendukung program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Petugas pengumpul sampah bekerja hanya sebatas dari rumah warga ke TPS dan setiap hari, pada pagi hari sehingga tidak mengganggu aktifitas warga. b. Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang jumlahnya sesuai kebutuhan yaitu tong sampah pemilihan, TPS/TPST, gerobak sampah, dump truck, amroll, container sampah dan peralatan berat TPA. c. Pemanfaatan sarana pemilahan Transdepo/TPST untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA sehingga masa pakai TPA menjadi lebih panjang; d. Legalisasi kepemilikan lahan TPA Buku Deru-Deru e. Peningkatan Pengelolaan TPA dari system open dumping menjadi Sanitary Landfill atau Control Landfill. f. Sosialisasi dan penerapan pengolahan sampah sistim 3R di masyarakat dan sekolah-sekolah, melalui seminar, pamflet, papan pengumuman dan media lainnya; g. Peningkatan sistem manajemen persampahan; h. penyusunan master plan persampahan Kota Ternate. i. Pembuatan Buffer Zone / sabuk hijau di TPA Buku Deru-Deru
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
90
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Gambar 3.10 Grafik Pengelolaan Sampah
Sumber; Hasil studi EHRA Tahun 2014
Grafik diatas memperlihatkan pengelolaan sampah rumah tangga sesuai hasil studi EHRA 54,67% masyarakat telah melakukan kegiatan pengumpulan sampah dan selanjutnya dibuang ke TPS, 16,67% Masyarakat membakar sampah, sementara sisanya 27,58% masyarakat belum mengelola sampah dengan baik yaitu dengan cara membuang langsung ke Kali/Laut dan ke lahan kosong/kebun/hutan kemudian dibiarkan membusuk.
Gambar 3.11 Grafik Pengangkutan Sampah
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
91
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
Peta 3.3
BAB 3
Peta cakupan layanan persampahan
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
92
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel Data Produksi / Volume Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Kota Ternate Volume TPA Lokasi Luas TPA BUKU DERU - DERU (KEL. TAKOME)
56 Ha
Luas terpakai ± 3 Ha
Produksi Sampah Dan Tingkat Pelayanan Produksi sampah Per hari 145 m3
Jiwa / hari 2,5 Liter
Jumlah Tingkat Pelayanan (jiwa) 80,02 % dari jumlah penduduk kota Ternate
Sumber data : Dinas kebakaran dan kebersihan Kota Ternate
Gambar 3.12 Diagram Sistem Sanitasi pengelolaan persampahan
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
93
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.16 Cakupan layanan persampahan yang ada di Kota Ternate Volume Terlayani Nama Kecamatan/ Kelurahan
No
Timbul an Sampa h (M3)
Jumlah Pendud uk (orang)
Institusi Pengelola
3R (%)
(M3)
(%)
(M3)
TPA (%)
(M3)
Tidak Terlayani (%)
(M3))
Kecamatan A Kelurahan A1 Kelurahan A2 Kecamatan B Kelurahan B1
Tabel 3.17 Kondisi Prasarana dan Sarana sampah yang ada di Kota Ternate No
Jenis Prasarana / Sarana
Satuan
Jumlah/ Kapasitas
(i)
(ii)
(iii)
(iv)
1
2
3.
4
Ritasi /hari
Kondisi Berfungsi Tdk berfungsi (v) (vi)
Keterangan (vii)
Pengumpulan Setempat - Gerobak
unit
- Becak/Becak Motor
unit
Penampungan Sementara - Bak Biasa
unit
- Container
unit
- Transfer Depo
unit
Pengangkutan - Dump Truck
unit
- Arm Roll Truck
unit
- Compaction Truck
unit
(Semi) Pengolahan Akhir Terpusat - TPS 3R
unit
- SPA (stasiun peralihan
unit
antara) 5
6
7
TPA/TPA Regional - Sanitary landfill
Ha
- Controlled landfill
Ha
- Open dumping
Ha
Alat Berat - Bulldozerl
unit
- Whell/truck loader
unit
- Excavator / backhoe
unit
IPL - sistem
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
94
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.4.3 Peran Serta Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat merupakan sebuah proses dalam memberikan kesempatan dan memberdayakan masyarakat melalui partisipasi, alih pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Masyarakat yang merupakan komponen dalam suatu komunitas menempati posisi penting dalam pengelolaan sanitasi. Namun sejauh ini partisipasi mereka belum mendapat perhatian yang proporsional dari berbagai pihak. Disadari juga bahwa pembangunan sanitasi seringkali mengabaikan kepentingan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Demikian juga dengan aspek kesetaraan jender. Kerap kali tidak memasukkan aspek ini dalam proses pengambilan keputusan. Pengabaian aspek jender dalam perencanaan, implementasi, dan pengawasan/pemantauan pembangunan fasilitas sanitasi seringkali menimbulkan ketimpangan penyediaan layanan bagi kelompok perempuan. Dengan Pemberdayaan, masyarakat menjadi lebih bertanggung jawab untuk mengidentifikasi permasalahan mereka, menentukan prioritas, memobilisasi sumber daya, memobilisasi kontribusi (in-cash dan in-kind), bernegosiasi, menyusun perencanaan, pelaksanaan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan. Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat tahun 2013 telah menempatkan aspek pemberdayaan masyarakat sebagai prinsip utama untuk melakukan perbaikan kondisi sanitasi. Dengan demikian, peran Pemerintah pun bukan lagi sebagai penyedia layanan, tetapi lebih sebagai fasilitator pembangunan layanan sanitasi yang berbasis dan dikelola masyarakat. Dalam konteks penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK), pelibatan laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, serta aspek kesetaraan jender harus dimulai sejak proses penetapan Kelompok Kerja Sanitasi, pemetaan kondisi sanitasi, penyusunan Strategi Sanitasi Kota, penyusunan rencana kegiatan, dan tahap monitoring dan evaluasi. Mekanisme monitoring dan evaluasi yang partisipatif dan sadar jender menjadi kunci bagi masyarakat untuk memastikan bahwa aspirasi mereka benar-benar diakomodasi. Tabel 3.18 Daftar Program/Kegiatan Layanan Persampahan Berbasis Masyarakat No
Nama Program/ kegiatan
Pelaksana
Lokasi
Tahun Program/ Kegiatan
Penerima manfaat L
P
Jumlah Sarana
Kondisi Sarana Saat Ini Tidak Berfungsi Berfungsi
Total
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
95
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.19 Pengelolaan sarana persampahan oleh masyarakat No
Jenis Kegiatan
Lokasi
Pengelola Lembaga
Kerjasama dengan pihak lain
Kondisi
Keterangan
3.4.4 Komunikasi dan Media Pemetaan media merupakan penilaian kualitatif tentang potensi dan tantangan kebijakan dan pembangunan sanitasi, khususnya dari tinjauan aspek komunikasi, di tingkat kabupaten/kota melalui dukungan data primer dan sekunder yang relevan. Dengan Pemetaan ini diharapkan dapat menggambarkan informasiinformasi berikut: 1. Identifikasi isu dan pesan-pesan kunci pembangunan dan kebijakan terkait sanitasi. 2. Pemetaan saluran-saluran komunikasi (media) untuk kegiatan advokasi, mobilisasi sosial, dan komunikasi (sosialisasi) program pembangunan dan kebijakan pemerintah. 3. Gambaran potensi sumberdaya, peluang dan alternatif pendanaan komunikasi, dan promosi pembangunan dan kebijakan sanitasi (baik dari sumber setiap SKPD terkait maupun potensi di luar pemerintahan). 4. Klasifikasi perangkat dan salurannya (communications tools dan channels) yang sesuai dengan kelompok sasaran (khalayak). 5. Jadwal dan momentum (seperti milestone) komunikasi kebijakan dan pembangunan.
Gambar 3.13 Kegiatan Penyuluhan atau sosialisasi yang pernah diikuti Kota Ternate
3.4.5 Peran Swasta Minat dan dukungan dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi masih rendah. Alasan yang umum dikemukakan adalah pertimbangan ekonomis dan keuangan, peraturan dan perundangan yang belum mendukung dan sebagainya. Berikut bentuk partisipasi dunia usaha dalam pembangunan sanitasi di Kota Ternate. Tabel 3.20. Penyedia layanan pengelolaan persampahan yang ada di Kota Ternate No
Nama Provider/Mitra Potensial
-
Tahun mulai operasi/ Berkontribusi
-
Jenis kegiatan/ Kontribusi Terhadap Sanitasi
-
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Potensi Kerjasama
-
96
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.4.6 Pendanaan dan Pembiayaan
Tabel 3.21 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi Komponen Persampahan Kota Ternate Tahun 2010 – 2014 Belanja (Rp) No
Subsektor
1 2 2.a 2.b 2.c 3 4
n-4
n-3
n-2
n-1
Ratarata
n
Pertum buhan (%)
Air Limbah (1a+1b) Sampah (2a+2b) Pendanaan Investasi air limbah Pendanaan OM yang dialokasikan dalam APBD Perkiraan biaya OM berdasarkan infrastruktur terbangun Drainase (3a+3b) Aspek Promosi Higiene dan Sanitasi
Tabel 3.22 Realisasi dan Potensi Retribusi Sanitasi Komponen Persampahan Kota Ternate Tahun 2010 - 2014 No
SKPD
1
Retribusi Air Limbah
2 2.a 2.b
Retribusi Sampah Realisasi retribusi Potensi retribusi
3
Retribusi Drainase
Retribusi Sanitasi Tahun (Rp) n-4
n-3
n-2
n-1
n
Pertumbuhan (%)
3.4.7 Permasalahan mendesak Permasalahan dan isu mendesak dalam pengelolaan sanitasi di Kota Ternate dituangkan dalam bentuk tabel seperti dibawah ini : Tabel 3.23 Permasalahan dan Isu Strategis pengelolaan persampahan Kota Ternate No 1.
2. 3.
Permasalahan Mendesak Belum adanya dokumen perencanaan pengelolaan persampahan misalnya Master Plan Persampahan skala kabupaten, Feasibiliti studi lokasi TPA Sampah, DED TPA Sampah dan studi lingkungan sarana dan prasarana persampahan Belum adanya Perda tentang pengelolaan persampahan skala kabupaten Kurangnya pendanaan bidang persampahan
4.
Minimnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan skala individual
5.
Kurangnya jumlah dan kualitas SDM bidang persampahan
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Isu Strategis Pentingnya dokumen perencanaan pengelolaan persampahan untuk menjadi arahan dan program serta implementasinya. Pentingnya Perda menjad payung hukum pengelolaan persampahan Perlu ditingkatkan alokasi pendanaan bidang persampahan Pentingnya peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan bidang persampahan Perlunya penambahan dan peningkatan SDM bidang persampahan
97
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
3.5
BAB 3
Pengelolaan Drainase Perkotaan
Pada prinsipnya drainase yang ada di wilayah Kota Ternate dialirkan ke arah laut melalui jalur Kali Mati (Barangka) yang melintasi wilayah Kota Ternate dan sebagian langsung menuju outlet di pantai. Dilihat dari kondisi eksisiting bahwa umumnya saluran drainase yang ada di Kota Ternate bersifat terbuka dan tertutup dengan mengikuti arah pengembangan jalan, di mana fungsi saluran drainase sebagai limpasan air hujan dan juga air limbah rumah tangga. Jaringan drainase yang terdapat di Kota Ternate yang telah ada saat ini adalah saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran drainase primer di Kota Ternate berupa Kalimati/barangka dengan konstruksi pasangan batu maupun tanah membentuk sistem drainase makro, sedangkan sistem drainase mikro berupa saluran drainase sekunder terbentang mengikuti jaringan jalan utama dengan konstruksi pasangan batu dan tanah. Dengan memperhatikan kondisi eksisting yang ada, di mana saluran drainase yang melayani Kota Ternate berada di sekitar pusat kota dan jalur jalan utama, maka untuk tahun-tahun mendatang perlu adanya peningkatan saluran drainase. Adanya lahan-lahan kosong di kawasan perencanaan pada saat ini memang belum merupakan suatu masalah bagi aliran air yang mengalir di permukaan, karena air langsung meresap ke tanah. Akan tetapi dengan perkembangan kegiatan bersifat perkotaan yang akan terjadi dimana lahan-lahan kosong akan beralih fungsi menjadi lahan terbangun bila tidak direncanakan suatu jaringan/ saluran drainase maka dapat menimbulkan masalah genangan air di kawasan pusat kota. Saluran drainase tersebut diarahkan pada seluruh wilayah Kota Ternate sehingga permasalahan akan terjadinya genangan air terutama di daerah pusat kota dapat teratasi. Beberapa permasalahan umum terkait dengan sistim drainase yang teridentifikasi penyebab banjir dan genangan di Kota Ternate yaitu : a. Limpasan air banjir dari kalimati/barangka dalam kota. b. Limpasan air banjir akibat kecepatan aliran air dalam saluran yang tinggi terutama drainase pada jalan yang memiliki kemiringan kemudian berbelok 90 derajat seperti pada jalan saluran Jati, Saluran jalan Bastiong – Perumnas (Ajiza bakti - Kantor Pos Bastiong), Saluran Jati depan toko Setia Kawan - Hotel Amara dan lain-lain. c. Menurunnya kemampuan saluran/drainase akibat sedimentasi/endapan lumpur dan penyumbatan akibat sampah seperti Saluran Kawasan Pasar Bastiong, Saluran Jalan Fery Bastiong, Saluran Jalan Pahlawan Revolusi (Depan Kodim-Bank Artha Graha), Saluran jalan Raya Bastiong jembatan 3 - jembatan 4, Saluran jalan Raya Bastiong (jembatan 4 - pertigaan Falajawa 2) dan lain-lain. d. Kurangnya Outlet saluran yang menuju langsung ke laut atau kalimati/barangka. e. Tidak cukupnya kapasitas saluran drainase kota. f. Dimensi saluran yang mengecil akibat penyerobotan lahan permukiman/bangunan maupun adanya bangunan di atas saluran seperti saluran primer disamping Hotel Neraca dan lain-lain. g. kemungkinan back water di saluran drainase atau di muara-muara kalimati/barangka karena air pasang atau karena sampah dan sedimentasi.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
98
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Berdasarkan kondisi yang ada di wilayah Kota Ternate, maka untuk pengembangan saluran drainase diperlukan jaringan drainase yang memenuhi persyaratan teknis dan ekonomis, secara garis besar meliputi : a. Drainase dapat berfungsi secara optimal dalam pengaliran air tanpa mengabaikan kriteria desain yang ditetapkan. b. Jaringan harus mudah dalam pembangunan dan pemeliharaannya. c. Harus terpadu dengan sistim jaringan drainase kota secara keseluruhan. d. Memanfaatkan potensi dan kondisi topografi di wilayah perencanaan. Saluran Drainase Primer yang Teridentifikasi Penyebab Banjir dan Genangan di kawasan Perkotaan Ternate No
SALURAN
PANJANG (M)
KELURAHAN
MASALAH
PENYEBAB
1
Saluran Primer Samping BRI Gamalama
170
Gamalama
Air meluap ke jalan
Sedimentasi, sampah , kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
2
Saluran Primer Pasar Ikan Lama
100
Gamalama
Air meluap ke jalan
Sedimentasi, sampah , kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
3
Saluran Primer Samping Hotel Neraca
450
Gamalama
Air meluap ke jalan
Sedimentasi, sampah , dimensi saluran mengecil,
4
Saluran Primer jalan Busoiri Saluran Primer jembatan 3 Mangga Dua
65
Gamalama
ke
Sedimentasi, sampah
600
Mangga Dua
air ke
kec. air dalam saluran tinggi, topografi miring, dimensi saluran mengecil,
Saluran Primer Mangga Dua
350
Mangga Dua
Air meluap jalan Limpasan tinggi meluap jalan Limpasan tinggi meluap jalan
air ke
kec. air dalam saluran tinggi, topografi miring, dimensi saluran mengecil,
5
6
Depan
Total
1735
Sumber : RTRW Kota Ternate
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
99
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Saluran Drainase Sekunder yang Teridentifikasi Penyebab Banjir dan Genangan di kawasan Perkotaan Ternate No
SALURAN
PANJANG (M)
KELURAHAN
MASALAH
PENYEBAB
1
Saluran jalan jati besar
840
Mangga Dua
Limpasan tinggi air meluap ke jalan
kec. air dalam saluran sangat tinggi, topografi miring, belokan 90`
2
Saluran jalan Bastiong – Perumnas (Ajiza bakti Kantor Pos Bastiong)
630
Bastiong Talangame
Limpasan tinggi air meluap ke jalan
kec. air dalam saluran sangat tinggi, topografi miring, belokan 90`
3
Saluran jalan Raya Bastiong (jembatan 4 pertigaan Falajawa 2)
330
Bastiong karance
meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
4
Saluran jalan Raya Bastiong jembatan 3 jembatan 4
450
Bastiong Talangame
meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
5
Saluran depan setia kawan - depan amara
265
Jati
Volume air besar, kec.tinggi
tertutup sampah,kec. air dalam saluran tinggi, topografi miring, dimensi sal.kecil
6
Saluran kawasan kubur cina santiong
320
Santiong
Dimensi saluran Kecil, outlet kecil, belokan 90`
7
Saluran Jalan masuk pelabuhan Fery Bastiong
480
Bastiong karance
Limpasan tinggi air meluap ke jalan meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding
8
Saluran Kawasan Pasar Bastiong
1594
Bastiong Talangame
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
9
Saluran Jalan Pahlawan Revolusi (Depan KodimBank Artha Graha)
1180
Gamalama
meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding
10
Saluran Jalan nukila
540
Gamalama
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
11
Saluran Jalan Busoiri Mesjid Mutaqin
800
Gamalama
12
Saluran jalan ade irma nasution
390
Gamalama
meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding meluap ke jalan krn kecepatan air masuk dan keluar tdk sebanding Limpasan tinggi air meluap ke jalan
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil
Sedimentasi, kec. air dlm saluran rendah, dimensi outlet kecil Dimesi kecil, belokan 90`
100
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE 13 14 15
Saluran jalan Ketilang (Mall Ternate-Mesjid Mutaqin) Saluran jalan Kusuma Harapan
400
Gamalama
394
Gamalama
Depan RS Darma Ibu Depan Gereja Ayam
400
Gamalama
Total
9613
Limpasan tinggi air meluap ke jalan Limpasan tinggi air meluap ke jalan Limpasan tinggi air meluap ke jalan
BAB 3
Dimesi kecil, belokan 90` Dimesi kecil, belokan 90` kec. air dalam saluran tinggi, topografi miring, dimensi sal.kecil
Sumber : RTRW Kota Ternate
Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan sistem jaringan drainase Kota Ternate antara lain : a. Perencanaan drainase perkotaan selain memperhatikan terhadap dimensi saluran dan percabangannya, kapasitas saluran dan pola aliran, kondisi fisik setempat, perhatian juga diperlukan pada saluran drainase pada kawasan di atasnya serta upaya kelestarian daerah tangkapan air (Catchmen Area) sebagai bagian dari sistem drainase mayor. b. Target rencana perbaikan saluran induk dan fasilitasnya. Untuk saluran induk menggunakan debit rencana dengan periode ulang 5 - 25 tahun, sedangkan untuk saluran percabangannya menggunakan periode ulang 5 tahun. c. Perencanaan konstruksi harus memperhitungkan kriteria desain drainase yang telah ditetapkan, salah satunya adalah pengaturan kecepatan aliran air dalam saluran maksimal 3 m/det agar tidak terjadi limpasan maupun kerusakan saluran. kecepatan saluran minimal 0,3 m/det agar tidak terjadi sedimentasi/endapan lumpur. Untuk mengurangi tingginya kecepatan aliran air saluran pada daerah kemiringan, maka konstruksi saluran harus dilengkapi bangunan penerjun atau dasar saluran dibuat bertrap/bertingkat. d. Operasi dan pemeliharaan serta pengelolaannya lebih mudah e. Sebanyak mungkin memanfaatkan fasilitas dan sistem drainase kota yang sudah ada f. Koordinasi bersama instansi terkait seperti Telkom dan PDAM untuk menghindari kerusakan komponen infrastruktur lainnya yang sudah ada g. Sedapat mungkin menghindari pembebasan tanah dan relokasi h. Penggunaan pintu air di outlet pada kawasan muara yang berpotensi terjadi back water, sehingga pada saat hujan yang bersamaan dengan air pasang tidak terjadi luapan air maupun banjir rob. i. Pengembangan sistem drainase Kota Ternate sudah harus menggunakan paradigma baru yaitu “Ekodrainase”. Konsep ekodrainase yaitu suatu konsep pengembangan sistem drainase berkelanjutan yang ramah lingkungan. Konsep dasarnya adalah memanfaatkan jumlah curah hujan semaksimal mungkin untuk mengisi kebutuhan cadangan air dalam tanah, dan mengalirkan kelebihan air yang tidak digunakan dan tidak merusak permukaan tanah. Dengan konsep ini maka pada kawasan permukiman dibuat lubang-lubang permukaan tanah yang berfungsi sebagai tempat masuknya air permukaan (biopori), sedangkan pada kawasan permukiman, sarana perkantoran, jasa perdagangan, kesehatan dan pendidikan maupun fasilitas umum lainnya dibuat sumur-sumur resapan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Selain itu permukaan POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
101
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
tanah harus dijaga tetap tertutup vegetasi dengan stratifikasi yang bervariasi untuk mengurangi energi kinetik butiran hujan dan aliran permukaan. Sedangkan dimensi saluran diperhitungkan terhadap kelebihan air yang berasal dari alam ataupun dari saluran-saluran bangunan perumahan dan gedung. Rencana pengembangan saluran drainase di wilayah Kota Ternate adalah sebagai berikut :
Normalisasi saluran Primer pada kawasan rawan banjir/genangan dalam pusat Kota Ternate dengan panjang total kurang lebih 1735 m, yaitu: Kawasan Gamalama : Saluran Primer Samping BRI Gamalama; Saluran Primer Pasar Ikan Lama; Saluran Primer Samping Hotel Neraca; Saluran Primer jalan Busoiri Kawasan Mangga Dua : saluran Primer jembatan 3 dan Saluran Primer Depan Apotik Mangga Dua
Normalisasi saluran Sekunder dan Tersier pada kawasan rawan banjir/genangan dalam pusat Kota Ternate dengan panjang total kurang lebih 9.013 m, yaitu: Kawasan Gamalama : Saluran Jalan Pahlawan Revolusi (Depan Kodim-Bank Artha Graha); Saluran Jalan Busoiri (Mesjid Mutaqin-depan PT.Alinda); Saluran Mall Ternate-Mesjid Mutaqin; Saluran Samping Benteng Orange - Mesjid Mutaqin; Depan RS Darma Ibu - Depan Gereja Ayam Kawasan Bastiong : Saluran Kawasan Pasar Bastiong; saluran jalan Bastiong - Perumnas; saluran jalan Raya Bastiong (jembatan 4 - pertigaan Falajawa 2); saluran jalan Raya Bastiong jembatan 3 - jembatan 4; saluran jalan masuk pelabuhan Fery Bastiong Kawasan Mangga Dua : saluran jalan Jati Besar (pertigaan jalan Jati–Mangga Dua - Trafick Ligth Jati); saluran depan toko Setia Kawan – kalimati/barangka depan hotel Amara; Kawasan Santiong : Saluran kawasan Kubur Cina Santiong; o Normalisasi saluran berupa penggolontoran/pembersihan, mengembalikan saluran dimensi dan rehabilitasi. o Konservasi daerah tangkapan air hujan (hulu) di kecamatan Pulau Ternate, Ternate Utara, Ternate Tengah dan Kecamatan Ternate Selatan. o Penertiban bangunan yang mengecilkan dimensi dan yang berada di atas saluran pada kecamatan Pulau Ternate, Ternate Utara, Ternate Tengah dan Kecamatan Ternate Selatan. o Pembangunan talud pada saluran kali mati/barangka yang bermuara atau melintas kawasan dalam kota untuk menghindari pengikisan dinding barangka/kalimati, sedimentasi berlebihan dan menghindari limpasan air kali mati pada kawasan rawan banjir di kecamatan Pulau Ternate, Ternate Utara, Ternate Tengah dan Kecamatan Ternate Selatan.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
102
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
o
o
BAB 3
Pembuatan bangunan pengendali banjir (checkdam) pada kalimati/barangka yang terletak pada kawasan diatasnya yang berfungsi sebagai sistem pengontrolan dan pengendalian sedimen sekaligus berfungsi mengendalikan kecepatan air dalam saluran primer. Penerapan sempadan disepanjang kalimati/barangka.
3.5.1 Kelembagaan Undang undang dan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan drainase antara lain : A. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, antara lain berisi pengaturan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah: 1. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air, 2. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional; 3. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional; 4. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional; 5. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional; 6. mengatur, menetapkan, dan member izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional; 7. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara; 8. membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional; 9. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber daya air; 10. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air; 11. menjaga efektifitas, efesiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional; dan 12. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
103
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi meliputi : 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7.
8. 9. 10. 11. 12.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota; membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air; membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat atas air; menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah kabupaten/kota.
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi: 1.
2. 3. 4. 5. 6.
menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
104
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
7.
BAB 3
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya; dan menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
8. 9.
B. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 mengatur tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. C. Konsep Panduan Kelembagaan Pengelola bidang PLP di Kabupaten/Kota Secara lebih khusus konsep panduan kelembagaan pengelola bidang PLP di kabupaten/ kota disajikan dalam buku tersendiri. D. Produk Pengaturan yang Sudah ada ·
SK SNI 02-2453-2002, tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan
·
SK SNI 02-2406-1991, tentang Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
·
SK SNI 06-2459-2002, tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan
Struktur Unit Layanan Drainase Instansi Pemerintah Kota Ternate yang menangani dan terkait dalam pengelolaan drainase adalah Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate. Tugas dan Kewenangan Pemerintah Daerah Tugas dan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini adalah:
Perencanaan Teknis pembangunan serta peningkatan layanan drainase lingkungan
Meningkatkan cakupan pelayanan dan kualitas pengelolaan drainase lingkungan
Supervisi
Monitoring dan Evaluasi
Tugas dan Kewenangan Pihak Swasta dan Masyarakat
Berperan serta dalam pengelolaan dan pemeliharaan drainase lingkungan.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
105
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.24 Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Drainase Lingkungan PEMANGKU KEPENTINGAN Pemerintah Swasta Masyarakat Kabupaten
FUNGSI PERENCANAAN Menyusun target pengelolaan drainase lingkungan skala kab/kota Menyusun rencana program drainase lingkungan dalam rangka pencapaian target Menyusun rencana anggaran program drainase lingkungan dalam rangka pencapaian target PENGADAAN SARANA Menyediakan / membangun sarana drainase lingkungan PENGELOLAAN Membersihkan saluran drainase lingkungan Memperbaiki saluran drainase lingkungan yang rusak Melakukan pengecekan kelengkapan utilitas teknis bangunan (saluran drainase lingkungan) dalam pengurusan IMB PENGATURAN DAN PEMBINAAN Menyediakan advis planning untuk pengembangan kawasan permukiman, termasuk penataan drainase lingkungan di wilayah yang akan dibangun Memastikan integrasi sistem drainase lingkungan (sekunder) dengan sistem drainase sekunder dan primer Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan drainase lingkungan Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan drainase lingkungan MONITORING DAN EVALUASI Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan drainase lingkungan skala kab/kota Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana pengelolaan drainase lingkungan Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan drainase lingkungan, dan atau menampung serta mengelola keluhan atas kemacetan fungsi drainase lingkungan
Sumber : Pokja Sanitasi Kota Ternate Tahun 2014
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
106
Bappeda/PU Bappeda/PU Bappeda/PU
-
-
PU
PU PU
-
-
PU
-
-
PU
-
-
PU PU
-
-
PU
-
-
PU
-
-
PU
-
-
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel 3.25 Daftar Peraturan Drainase Lingkungan Kota Ternate Ketersediaan Peraturan
Ada (Sebutkan)
Tidak Ada
Pelaksanaan Belum Efektif Efektif Dilaksanakan Dilaksanakan
DRAINASE LINGKUNGAN
Target capaian pelayanan pengelolaan drainase lingkungan di Kab/Kota ini
Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam menyediakan drainase lingkungan
Kewajiban dan sanksi bagi Pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan drainase lingkungan
Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat dan atau pengembang untuk menyediakan sarana drainase lingkungan, dan menghubungkannya dengan sistem drainase sekunder
Kewajiban dan sanksi bagi masyarakat untuk memelihara sarana drainase lingkungan sebagai saluran pematusan air hujan
Sumber : Pokja Sanitasi Kota Ternate Tahun 2014
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
107
Tidak Efektif Dilaksanakan
Keterangan
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.5.2 Sistem dan Cakupan Pelayanan Jaringan drainase yang terdapat di Kota Ternate yang telah ada saat ini adalah saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran drainase primer di Kota Ternate berupa Kalimati/barangka dengan konstruksi pasangan batu maupun tanah membentuk sistem drainase makro, sedangkan sistem drainase mikro berupa saluran drainase sekunder terbentang mengikuti jaringan jalan utama dengan konstruksi pasangan batu dan tanah. Dengan memperhatikan kondisi eksisting yang ada, di mana saluran drainase yang melayani Kota Ternate berada di sekitar pusat kota dan jalur jalan utama, maka untuk tahun-tahun mendatang perlu adanya peningkatan saluran drainase. Adanya lahan-lahan kosong di kawasan perencanaan pada saat ini memang belum merupakan suatu masalah bagi aliran air yang mengalir di permukaan, karena air langsung meresap ke tanah. Akan tetapi dengan perkembangan kegiatan bersifat perkotaan yang akan terjadi dimana lahanlahan kosong akan beralih fungsi menjadi lahan terbangun bila tidak direncanakan suatu jaringan/ saluran drainase maka dapat menimbulkan masalah genangan air di kawasan pusat kota. Gambar 3.14 Grafik persentase rumah tangga yang mengalami banjir rutin
Sumber; Hasil Studi EHRA Tahun 2014
Dari grafik diatas, persentase jumlah Rumah Tangga yang mengalami banjir rutin sebesar 39,87%, hal ini lebih kecil dari jumlah Rumah tangga yang tidak mengalami banjir rutin.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
108
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Peta 3.4. Peta jaringan drainase dan wilayah genangan Kota Ternate
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
109
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Gambar 3.15 Diagram Sistem Sanitasi pengelolaan drainase perkotaan
Tabel 3.26 Cakupan layanan pengelolaan drainase yang ada di Kabupaten/Kota No
Nama Kecamatan/ Kelurahan
Luas (Ha)
Ketinggian (M)
Wilayah Genangan Lama Frekuensi (jam/hari) (kali/tahun)
Penyebab
Tabel 3.27 Kondisi sarana dan prasarana drainase di Kabupaten/Kota No
(i) 1
2
3.
Jenis Prasarana / Sarana (ii) Saluran Primer - S. Primer A - S. Primer B Saluran Sekunder - Saluran Sekunder A1 - Saluran Sekunder A2 - Saluran Sekunder B1 Bangunan Pelengkap - Rumah Pompa - Pintu Air -
Satuan
Jumlah/ Kapasitas
(iii)
(iv)
Kondisi Berfungsi Tdk berfungsi (v) (vi)
Frekuensi Pemeliharaan (kali/tahun) (vii)
m m m m m unit unit
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
110
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.5.3 Peran Serta Masyarakat Dalam rangka otonomi daerah, pemerintah pusat telah memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Pasal 10 ayat 1 UU No.32/2004 tentang Otonomi Daerah, menetapkan bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya alam yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara konseptual perubahan kebijakan regional terutama diarahkan untuk ( Situmorang 1999, dalam Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001 ) : 1. Meningkatkan demokrasi manajemen. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam manajemen pembangunan daerah 3. Meningkatkan pemerataan dan keadilan pembangunan daerah. 4. Memperhatikan keanekaragaman daerah dalam pembangunan daerah. 5. Memperhatikan potensi daerah dalam proses pengelolaan pembangunan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dimaksudkan untuk pemberdayaan daerah, baik dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun penanggulangan permasalahan yang ada di daerah. Salah satu permasalahan yang sering timbul di daerah adalah banjir, baik di perkotaan, kawasan pemukiman, maupun di pedesaan (areal pertanian), dimana memerlukan penanganan secara teknis maupun pendanaan yang besar, yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan peran serta masyarakat. Masyarakat yang dimaksud di sini yaitu seluruh masyarakat yang ada baik di pedesaan, perkotaan, di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun di hilir, kaya atau miskin, akademisi atau non akademisi, bahkan semua insan yang mempunyai hubungan dengan air. (Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001). Partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembangunan ( sistem jaringan drainase ) menurut Pranoto SA, 2005. Dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Survey dan Investigasi : memberi informasi lokasi dan kondisi setempat. 2. Perencanaan : persetujuan, kesepakatan, penggunaan. 3. Pembebasan tanah : memberi kemudahan, memperlancar proses. 4. Pembangunan : membantu pengawasan dan terlibat dalam pelaksanaan. 5. Operasi dan pemeliharaan : terlibat dalam pelaksanaan, ikut memelihara, melaporkan jika ada kerusakan. 6. Monitoring dan evaluasi : memberikan data yang nyata di lapangan tentang dampak yang terjadi pasca pembangunan. Dari pengertian dan kriteria tentang partisipasi masyarakat di atas, pada dokumen ini akan dianalisis tingkat partisipasi masyarakat di lokasi studi, dalam hal ini ditunjukkan pada : 1. Persentase pemahaman masyarakat tentang fungsi drainase yang berkelanjutan. 2. Persentase kepedulian dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan drainase. 3. Persentase kesanggupan masyarakat dalam pembuatan SRAH. Ketiga komponen partisipasi masyarakat di atas akan didapat dari wawancara dan sarasehan dengan ketua jorong di lingkungan lokasi studi EHRA dan dilanjutkan dengan penyampaian kuisioner kepada masyarakat sebagai rensponden.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
111
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Kemudian dalam perumusan Sistem Pendukung Kebijakan (SPK) rehabilitasi jaringan drainase di lokasi studi, hasil analisis partisipasi masyarakat dipilih menjadi kriteria yang paling dominan diantara kriteria-kriteria yang digunakan. Upaya meningkatkan kinerja jaringan drainase dan implementasi Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) meliputi kegiatan pemeliharaan rutin, rehabilitasi saluran yang tidak memenuhi kapasitas ataupun yang rusak dan pembuatan SRAH. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan sistem jaringan drainase yang ada dan dapat memberikan sumbangan dalam upaya konservasi air tanah. Masih minimnya pemahaman masyarakat tentang fungsi drainase maupun pentingnya upaya konservasi air tanah dengan pembuatan SRAH dipekarangan rumah masing-masing, demikian juga dengan keterbatasan dana dari masyarakat dan pemerintah guna rehabilitasi saluran dan pembuatan SRAH. Sehingga diperlukan adanya pemilihan prioritas lokasi yang akan direhabilitasi, salama ini program rehablitasi tidak didahului dengan analisis penentuan prioritas, tapi hanya didasarkan pada kondisi fisik saluran. Maka salah satu cara untuk menentukan prioritas yaitu dengan Sistem Pendukung Kebijakan ( SPK ). Analisis SPK dapat diawali dengan mengidentifikasi masalah yang ada, menetapkan tujuan kegiatan dan menetapkan elemen pendukung keputusan. Setiap elemen atau parameter dapat dibagi menjadi empat atau lima kondisi sesuai dengan jenisnya, selanjutnya parameter yang dipilih diberi bobot sehingga dapat mendukung keputusan secara obyektif (Sobriyah,2005) Beberapa parameter yang digunakan dalam penentuan prioritas pada studi ini adalah : • Partisipasi masyarakat • Tingkat kapasitas dan kerusakan jaringan drainase • Luas daerah layanan. • Estimasi biaya rehabilitasi dan pembuatan SRAH.
a. Parameter Partisipasi Masyarakat Sudah diterangkan pada sub bab sebelumnya, partisipasi masyarakat merupakan basis penelitian, karena dalam pengelolaan dan rehabilitasi sitem jaringan drainase akan berjalan dengan baik jika masyarakat peranannya sangat dominan. Prinsip dari partisipasi masyarakat disini adalah mengetahui tingkat pemahaman masyarakat akan fungsi sistem jaringan drainase yang berkelanjutan, tingkat kesanggupan masyarakat dalam operasional dan pemeliharaan, serta kesanggupan dalam pembuatan SRAH.
b.Paramater Kapasitas dan Kerusakan Jaringan Drainase Tingkat kapasitas dan kerusakan jaringan menunjukkan secara utuh tentang kondisi fisik jaringan drainase, yaitu mengenai kapasitas dan kondisi fisik jaringan yang dibagi menjadi beberapa komponen, yaitu terdiri dari saluran penerima ( interseptor drain ), saluran pengumpul ( colector drain ), saluran pembawa ( conveyor drain ), saluran induk ( main drain ) dan bangunan pelengkap lainnya seperti gorong-gorong, dan bangunan pertemuan ( bak kontrol ). Setiap komponen memberikan kontribusi terhadap kondisi fisik jaringan secara keseluruhan. Bobot setiap komponen disusun atas besarnya pengaruh terhadap terjaminnya layanan pengaliran air genangan ( pedoman penilaian jaringan drainase ).
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
112
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
c. Parameter Luas Daerah Layanan Daerah layanan adalah, luas areal sub sistem jaringan drainase (ha) yang mendapatkan layanan pengaliran genangan, di mana operasi dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pemerintah dan partisipasi masyarakat. d. Parameter Estimasi Biaya Rehabilitasi dan Pembuatan SRAH Estimasi biaya adalah perkiraan jumlah biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi dan pembuatan SRAH pada sub sistem jaringan drainase. Keterbatasan dana yang dimiliki pihak pemerintah dan masyarakat menyebabkan rehabilitasi jaringan drainase tidak dapat dilakukan secara serempak dalam satu tahun anggaran, maka diperlukan pentahapan berdasarkan penetapan prioritas. Estimasi biaya menjadi dasar penetapan prioritas yang sama pentingnya dengan tingkat kerusakan dalam rehabilitasi sub sitem jaringan drainase. Estimasi kebutuhan biaya diperkirakan berdasarkan kondisi komponen jaringan drainase dan biaya reahabilitasi per hektar ditentukan berdasarkan kebutuhan biaya dibagi luas daerah layanan ( Sobriyah, 2005). Berdasarkan wawancara dengan steakholder dan analisa di lapangan keterlibatan masyarakat di Kota Ternate dalam pengelolaan drainase umumnya dilakukan pada skala permukiman pada level individual misalnya dengan melakukan gotong royong di kawasan permukiman dimana masyarakat tinggal. Keterlibatan masyarakat secara dalam pengelolaan drainase skala kawasan misalnya untuk memelihara saluran primer dan sekunder sampai saat ini belum dilakukan. Penanganan drainase skala kawasan umumnya tidak dilakukan secara rutin atau periodik namun dilakukan secara insidental bila ada kejadian menumpuknya sampah atau terjadinya sedimentasi pada saluran drainase.
Tabel 3.28 Daftar Program/Kegiatan Layanan Drainase Perkotaan Yang Berbasis Masyarakat Nama Program/ Kegiatan
No
Pelaksana
Lokasi
Tahun Program/ kegiatan
Penerima manfaat
L
P
Jumlah Sarana
Kondisi Sarana Saat Ini ****) Berfungsi
Tidak Berfungsi
1 2 Total
Tabel 3.29 Kondisi sarana dan prasarana drainase perkotaan oleh masyarakat No
Jenis Sarana
Lokasi
Pengelolaan Lembaga Kondisi
Iuran
Keterangan
1 2
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
113
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.5.4 Komunikasi dan Media Peran media massa dalam pembangunan dan pengelolaan drainase umumnya bersifat temporal dan bila ada kejadian luar biasa misalnya terjadinya genangan yang menimbulkan korban jiwa dan harta. Media massa masih kurang melakukan advokasi dan sosialisasi akan pentingnya pembangunan drainase secara berkelanjutan dengan melibatkan secara aktif semua pemangku kepentingan. Kurangnya pemberitaan dalam pengelolaan drainase menyebabkan berkurangnya minat dan kemauan masyarakat untuk terlibat secara aktif bersama sama pemerintah dalam menyelenggarakan drainase sesuai dengan kebutuhan yang disyaratkan dalam kebijakan dan regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Sampai saat ini belum ada kegiatan komonikasi terkait bidang drainase lingkungan di Kabupaten Pasaman Barat. Gambar 3.16 Kegiatan Penyuluhan atau sosialisasi yang pernah diikuti di kabupaten/Kota
3.5.5 Peran Swasta Penyediaan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan permukiman (PS-PLP) atau sanitasi yang mencakup air limbah, persampahan, dan drainase merupakan salah satu prioritas dari Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat dalam menciptakan lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni. PS PLP sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Namun di sisi lain, ada keterbatasan pendanaan bagi pengembangan PS-PLP ini. Hal inilah menjadi salah satu penyebab, mengapa akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana Sanitasi saat ini masih rendah. Beberapa parameter yang menunjukkan kinerja pelayanan penyehatan lingkungan permukiman saat ini masih rendah. Antara lain : (i) Tingginya angka sakit dan kematian yang disebabkan waterborne diseases; (ii) Cakupan akses pelayanan persampahan dan air limbah yang masih sangat kecil; (iii) Masih banyaknya keluhan masyarakat mengenai kebersihan perkotaan karena lemahnya penanganan dan pengelolaan sampah; (iv) Banjir yang masih terus terjadi sebagai akibat tidak adanya pelayanan drainase skala kawasan dan lingkungan yang memadai serta banyaknya sampah yang ada dalam saluran drainase; (v) Banyaknya rumah-rumah dan toko-toko liar yang mengganggu kualitas lingkungan perkotaan; serta (vi) Lemahnya kualitas institusi / lembaga pengelola PS-PLP pada level pemerintah daerah. Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan air limbah, persampahan dan drainase permukiman di Kota Ternate adalah bagaimana melakukan penanganan secara lebih baik, sehingga diperoleh: 1.
Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan air limbah, persampahan, dan drainase yang dapat mengiringi peningkatan pertumbuhan penduduk yang pesat terutama di daerah perkotaan;
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
114
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
2.
Penurunan angka sakit dan kematian yang disebabkan oleh waterborne diseases terutama pada bayi dan anak-anak;
3.
Pemenuhan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) oleh pemerintah, yaitu : untuk dapat melayani separuh dari populasi penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi (air limbah dan sampah) sampai tahun 2015 secara bertahap;
4.
Terciptanya lingkungan hidup yang bersih, sehat, nyaman, dan layak huni. Untuk menghadapi tantangan ini diperlukan Kebijakan Pemerintah sebagai terobosan, yaitu dengan melibatkan peran serta masyarakat, lembaga masyarakat dan pihak swasta. Ketentuan mengenai kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta telah diatur dalam Perpres No.67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan badan usaha swasta. Selain itu juga telah diatur dalam UU no 7 tahun 2004 tentang SDA dan PP No.16 tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM).
Secara singkat KPS dapat didefinisikan sebagai suatu kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak kerja sama legal antara Pemerintah dan badan usaha swasta, dimana pihak swasta menyediakan aset dan atau menyelenggarakan pelayanan, dengan memperoleh imbalan pembayaran. Imbalan pembayaran tersebut diperhitungkan berdasar besaran pengembalian biaya modal dan bunganya yang telah dikeluarkan selama masa berlangsungnya kontrak kerjasama (konsesi). Imbalan pembayaran tersebut tergantung pula dari tingkat kinerja pelayanan yang diselenggarakan dalam jangka panjang selama masa berlangsungnya kontrak kerjasama (konsesi). Kerjasama Pemerintah dengan Swasta/KPS dilakukan melalui suatu Perjanjian Kerja Sama (PKS) atau Kontrak, antara instansi pemerintah dengan badan usaha/pihak swasta, dimana:
Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat pelaksanaan fungsi tersebut, Fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau digunakan oleh Pihak swasta selama masa kontrak. Dasar kerjasama dalam KPS adalah antara lain : • Kerjasama saling menguntungkan • Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur • Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah serta KepMendagri No. 17 Tahun 2007 • Dan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Strategi yang disusun agar memungkinkan pihak swasta ingin lebih berperan serta dalam penyediaan layanan sanitasi, secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Membentuk aturan yang kompetitif dan transparan ataupun mekanisme kerjasama pemerintah dan swasta yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat 2. Melembagakan sistem penyelenggaraan sanitasi dengan pelibatan swasta dan masyarakat sebagai operator layanan POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
115
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3. Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi sanitasi 4. Penyelenggaraan dengan pengembangan sistem insentif 5. Pemberdayaan usaha ekonomi kelompok masyarakat miskin (propoor sanitation). Secara khusus, mekanisme kerjasama pemerintah dan swasta telah diatur dalam Perpres 67/ 2005 yang diantaranya mengatur aspek penanganan persampahan. Melalui strategi yang telah disebutkan diatas tersebut diharapkan sebagian beban layanan sanitasi dapat diambil alih ke pihak swasta. Adapun layanan sanitasi yang dapat digarap swasta antara lain : 1. Kontrak pelayanan untuk menyapu jalan raya di wilayah tertentu 2. Kontrak pelayanan untuk mengangkat sampah dari wilayah tertentu/ tempat pembuangan sementara (TPS) dan membawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 3. Kontrak pelayanan pemeliharaan kebersihan taman kota 4. Kontrak pengelolaan untuk mengelola TPA atau IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu; pemilahan, pemusnahan, pengomposan dan cut and fill (sanitary landfill) 5. Kontrak pelayanan beberapa kombinasi kegiatan pelayanan yang tersebut di atas 6. Kontrak konsesi untuk menangani semua tugas persampahan tersebut diatas 7. Konsesi pengelolaan air limbah untuk wilayah pelayanan tertentu termasuk IPLT 8. Konsesi wilayah pelayanan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) 9. Kontrak pelayanan untuk Mandi Cuci Kakus komunal di daerah padat penduduk 10. Kontrak pelayanan penagihan iuran ke pelanggan 11. Kontrak operasional dan pemeliharaan IPAL 12. Kontrak pelayanan pemasangan jaringan IPAL 13. Kontrak manajemen untuk pengelolaan IPAL 14. Kontrak pelayanan untuk beberapa kombinasi kegiatan pelayanan 15. Kontrak pelayanan Operasi dan pemeliharaan serta perbaikan alur drainase; 16. Kontrak pelayanan untuk pemantauan pengendali banjir di wilayah padat penduduk; 17. Kontrak pelayanan normalisasi saluran drainase; 18. Kontrak pelayanan pembersihan drainase; 19. Kontrak manajemen untuk sistem drainase di lingkungan permukiman. Tabel 3.30 Penyedia layanan pengelolaan drainase perkotaan yang ada di Kota Ternate No
Nama Provider/Mitra Potensial
Tahun mulai operasi/ Berkontribusi
Jenis kegiatan/ Kontribusi Terhadap Sanitasi
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
Volume
Potensi Kerjasama
116
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.5.6 Pendanaan dan Pembiayaan Tabel 3.31: Rekapitulasi Realisasi Pendanaan drainase perkotaan Belanja (Rp) No
Subsektor
1 1.a 1.b
n-4
n-3
n-2
n-1
n
Ratarata
Pertum buhan (%)
Drainase (3a+3b) Pendanaan Investasi air limbah Pendanaan OM yang dialokasikan dalam APBD Perkiraan biaya OM berdasarkan infrastruktur terbangun
1.c
Tabel 3.32 Realisasi dan Potensi Retribusi Drainase Perkotaan No
Retribusi Sanitasi Tahun (Rp) n-4 n-3 n-2 n-1 n
SKPD
1 1.a 1.b
Pertumbu han (%)
Retribusi Drainase Realisasi retribusi Potensi retribusi
3.5.7 Permasalahan mendesak Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase makin meningkat pula pada umumnya melampaui kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan. Akibatnya permasalahan banjir atau genangan semakin meningkat pula. Pada umumnya penanganan sistem drainase di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu pada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Land Acquisation (pembebasan lahan), Construction (konstruksi), Operation (operasi) dan Maintenance (pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai sistem drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan. Agar penanganan permasalahan sistem drainase dapat dilakukan secara terus menerus dengan sebaik-baiknya. Tabel 3.33 Permasalahan mendesak No 1.
2. 3. 4.
5.
Permasalahan Mendesak Belum adanya dokumen perencanaan pengelolaan drainase misalnya Master Plan Drainase skala kawasan, DED Drainase dan studi lingkungan sarana dan prasarana drainase Belum adanya Perda tentang pengelolaan drainase skala kabupaten Kurangnya pendanaan bidang drainase Minimnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan drainase skala lingkungan dan kawasan Kurangnya jumlah dan kualitas SDM bidang drainase
Isu Strategis Pentingnya dokumen perencanaan pengelolaan drainase untuk menjadi arahan dan program serta implementasinya. Pentingnya Perda menjadi payung hukum pengelolaan drainase Perlu ditingkatkan alokasi pendanaan bidang drainase Pentingnya peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan bidang drainase Perlunya penambahan dan peningkatan SDM bidang drainase
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
117
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
3.6
BAB 3
Pengelolaan Komponen Terkait Sanitasi
Pengelolaan bidang sanitasi dalam implementasi program dan kegiatan akan terkait dengan sektor atau bidang lainnya, diantaranya adalah penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah industri rumah tangga dan pengelolaan limbah medis. Terintegrasinya sektor lain dalam pengelolaan sanitasi amat dibutuhkan demi terselengaranya layanan kesanitasian secara terintegrasi. Belum adanya keberpihakan dan belum adanya isu strategis pengelolaan sanitasi pada level Pemerintah Daerah yang terwujud dalam politik anggaran sehingga program pengelolaan sanitasi belum menjadi arus utama pembangunan di Kota Ternate. Banyak faktor utama dan penunjang yang menyebabkan kebijakan dalam pembangunan sanitasi menjadi kurang terperhatikan pada level pengambil kebijakan, masyarakat dan dunia usaha. Melalui penyebarluasan informasi dan pendampingan yang terus menerus kepada pemangku kepentingan pada semua level diharapkan adanya peningkatan dan keperpihakan dalam pengelolaan sanitasi di Kota Ternate.
3.6.1 Pengelolaan Air Bersih Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat Kota Ternate diperoleh dari PDAM (Sambungan Rumah dan Hidran Umum), Sumur Gali (SG), Penampung Air Hujan (PAH) dan Mata Air. Lebih jelas tentang sumber perolehan air bersih pada tabel berikut : Tabel 3.34 Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Perpipaan Kota Ternate Sumber Air Bersih
No
Jumlah Pendudu k (jiwa)
Lokasi
Jumlah Sambunga n
%
Jumlah Pemakai
53,4
-
82.059
46,6
Ket
%
2
Pulau Moti
4.399
0
0
0
-
4.399
100,0
3
Pulau Hiri
2.728
0
0
0
-
2.728
100,0
4
Pulau-Pulau Batang Dua
2.463
0
0
0
-
2.463
100,0
94.006
50,6
-
91.649,0
49,4
14571 SR + 7 HU
94.006
Penduduk Terlayani (jiwa)
Pulau Ternate
185.655
15551 SR + 7 HU
Penduduk Terlayani (jiwa)
1
Jumlah Terhadap Seluruh Kota Ternate
176.065
Sumur Gali + Penampung Air Hujan + Mata Air
PDAM
Sistem Air bersih perpipaan di Kel. Moti Kota dan Tadenas hingga saat ini belum difungsikan
Sumber: PDAM Kota Ternate
PDAM Kota Ternate sebagai satu-satunya perusahaan penyedia air bersih di Kota Ternate. Pada tahun 2010 telah melayani 15.551 Sambungan Rumah dan 7 Hidran Umum. Jika perhitungan rata-rata untuk 1 KK adalah 6 orang dan 1 HU melayani 100 orang (standar PU Cipta Karya, Tahun 1998 untuk Kota Sedang), maka dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduk Kota Ternate Tahun 2010 sebesar 185.655 jiwa, terdapat 94.004 jiwa atau 50,60 % telah dilayani PDAM. Dimana seluruhnya terdapat di Pulau Ternate. Sisanya sebesar 91.649 jiwa atau 49,4 % yang tersebar di kawasan permukiman di pulau Ternate serta pulau Hiri, Moti dan Batang Dua masih menggunakan Sumur Gali, Penampungan Air Hujan dan mata air. POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
118
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Kebutuhan ideal air bersih adalah 60 - 220 liter/orang/hari dengan cakupan pelayanan 55% - 75% (Pelayanan Minimal untuk Permukiman dari Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001). Kenyataannya berbeda tingkat konsumsi air bersih disuatu daerah. Kebutuhan air bersih untuk masyarakat perkotaan tentu berbeda dengan masyarakat diluar perkotaan. Dengan demikian maka tingkat konsumsi air di Kota Ternate dibedakan antara masyarakat di pulau Ternate yang berkarakter perkotaan dan masyarakat di pulau-pulau yang berkarakter diluar perkotaan/perdesaan. Hal ini berkaitan dengan pola hidup yang berbeda antara masyarakat perkotaan dan yang berkarakter perdesaan. Dengan demikian maka kebutuhan air bersih yang direncanakan di kawasan perkotaan (pulau Ternate) diasumsikan 120 liter/orang/hari dan diluar perkotaan (pulau Hiri, Batang Dua dan Moti) diasumsikan 60 liter/orang/hari. Pada tahun 2010 PDAM Kota Ternate memiliki kapasitas sumber air baku sebesar 380 ltr/det yang terdiri dari beberapa sumur dalam dan mata air. Kapasitas produksi sebesar 272,94 ltr/det. Melihat hasil analisa kebutuhan air bersih hingga akhir tahun perencanaan 2031, maka untuk memenuhi kebutuhan air bersih permukiman, fasilitas umum dan sosial maka diperlukan penambahan sumber air baku baik yang berasal dari sumur dalam, sumur dangkal, mata air maupun sumber air baku lainnya seperti danau Laguna di kelurahan Ngade. Tabel Data Kapasitas Sumber dan Produksi Air Bersih Kota Ternate Jenis Sumber Unit Kap.Sumber Kapasitas Produksi Sumur Dangkal/Gali 20 243 ltr/det 174,14 ltr/det Sumur Dalam/Bor
6
85 ltr/det
70 ltr/det
Bronkaptering
2
52 ltr/det
28,8 ltr/det
Jumlah
28
380 ltr/det
272,94 ltr/det
Sumber: PDAM Kota Ternate
Gambar 3.17 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
119
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Peta 3.5 Peta cakupan layanan air bersih
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
120
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
3.6.2 Pengelolaan Air Limbah Industri Rumah Tangga Limbah industri rumah tangga ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya asam anorganik dan senyawa orgaik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna air dan makluk hidup lainnya termasuk juga manusia. Penanganan limbah jenis ini bermacam macam tergantung dengan jenis kegiatan dalam industri rumah tangga tersebut. Pemerintah Kota Ternate tidak memiliki data industri rumah tangga yang menggunakan unit pengolah limbah.
Tabel 3.35 Pengelolaan limbah industri rumah tangga Kota Ternate Jenis Industri Rumah Tangga
Lokasi
Jumlah industri RT
Jenis Pengolahan
Kapasitas (m3/hari)
3.6.3 Pengelolaan Limbah Medis Pencapaian Pengelolaan Limbah medis di sarana Pelayanan Kesehatan Non Pemerintah di Kota Ternate belum 100%. Di tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah volume Limbah Medis terangkut. Di tahun 2014 Jumlah volume limbah medis yang tertinggi adalah Puskesmas Siko 27 % Puskesmas Kota 25% dan Sangat rendah Puskesmas Hiri 2% , Puskesmas Moti 1 % dan Puskesmas Mayau 0%. Adapun permasalahan yang dihadapi Dinas kesehatan dalam pengelolaan limbah Medis adalah :
Rendahnya kesadaran sarana pelayanan kesehatan Non Pemerintah dalam pengelolaan limbah medis. Tingginya kunjungan pasien di sarana PKM mempengahuri peningkatan jumlah Volume limbah Medis Masuknya limbah medis dari pelayanan rumahan ( Praktek Bidan ) yang diteitipkan di PKM Semakin baik sistim pengelolaan limbah medis di puskesmas perkotaan tetapi di Puskesmas Pulau ( Hiri, Moti dan Mayau ) sangat rendah mengingat kondisi daerah kepulauan dan penganggarannya tidak terealisasi.
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
121
BUKU PUTIH SANITASI KOTA TERNATE
BAB 3
Tabel Pencapaian Program Pemusnahan Sampah Dinas Kesehatan Kota Ternate
Grafik Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Medis Dinas Kesehatan Kota Ternate
POKJA SANITASI KOTA TERNATE Tahun 2014
122