BAB 3
PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.
3.1
Bahan
Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN), sukrosa, metilen biru, asam sulfat 2N, asam klorida 1N, kanji, iodium, kalium iodida, jingga metil, ferri amonium sulfat, kupri sulfat, glukosa, EDTA, aquadestilata, gas nitrogen, karbon aktif, diarsen trioksida, asam fosfat, natrium dihidrogen fosfat.
3.2
Alat
Alat gelas yang digunakan di laboratorium analisis, blender, pisau, spektrofluorometer Shimadzu RF-540, kain batis, kertas saring, alat sentrifuga.
3.3
Penentuan kadar Vitamin C baku (FI IV,1995)
Penentuan kadar vitamin C dilakukan secara titrimetri menggunakan iodium 0,1N sebagai peniter dan larutan kanji sebagai indikator.
3.3.1
Pembakuan Peniter
Iodium 0,1 N digunakan sebagai peniter. Pembakuan dilakukan menggunakan 100 mg As2O3 yang dikeringkan dalam oven 1050C selama 1jam, dilarutkan dengan 5 ml natrium hidroksida 1N, ditambah 25 ml air, 1 tetes jingga metil dan asam klorida 1N tetes demi tetes hingga warna berubah menjadi merah muda. Kemudian ditambahkan 1 g natrium bikarbonat, 25 ml air. Selanjutnya dititrasi menggunakan larutan iodium 0,1 N dengan indikator kanji sampai berwarna biru.
3.3.2 Pembakuan Vitamin C Vitamin C sebanyak 50 mg dilarutkan dalam 12,5 ml air ditambah 25 ml asam sulfat 2N lalu dititrasi dengan larutan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji.
15
3.4
Penyiapan Larutan
Penyiapan larutan meliputi pembuatan larutan metilen biru, pembuatan larutan dapar, antikelat, dan pembuatan larutan baku induk vitamin C
3.4.1
Pembuatan Larutan Standar Metilen Biru
Larutan standar Metilen Biru disiapkan dengan konsentrasi 10-2 mol/L dengan melarutkan Metilen biru dihidrat sebanyak 35,58 mg dalam 10 ml air suling bebas oksigen.
3.4.2
Pembuatan Pereaksi Metilen Biru
Pembuatan larutan metilen biru dilakukan dengan pengenceran dari larutan baku induk sehingga diperoleh larutan uji metilen biru dengan kadar yang diinginkan dengan cara memipet sejumlah larutan induk kemudian digenapkan dengan air suling bebas oksigen.
3.4.3
Pembuatan Larutan Induk Vitamin C
Larutan baku induk dibuat dengan melarutkan 44,79 mg asam askorbat baku dalam 25 ml larutan dapar. Larutan disimpan dalam botol berwarna gelap. Jika akan digunakan, maka dilakukan pengenceran terhadap larutan induk menggunakan dapar sampai diperoleh konsentrasi yang diinginkan. Pembuatan larutan induk dibuat segar setiap hari.
3.4.3 Pembuatan Larutan Uji Vitamin C Pembuatan larutan vitamin C dilakukan dengan pengenceran dari larutan baku induk sehingga diperoleh larutan uji vitamin C dengan kadar yang diinginkan dengan cara memipet sejumlah larutan induk kemudian digenapkan dengan menggunakan dapar.
3.5
Pengaturan Kondisi Pengukuran
Sebelum dilakukan pengukuran dilakukan pemilihan kondisi yang optimum.
3.5.1
Penentuan panjang gelombang emisi dan panjang gelombang eksitasi
Pembuatan spektrum emisi dan eksitasi metilen biru dilakukan dengan pengukuran pada berbagai panjang gelombang eksitasi dan emisi metilen biru 5.10-6 mol/L Ditentukan juga panjang gelombang eksitasi dan emisi yang memberikan Intensitas fluoresensi untuk blanko.
16
3.5.2
Pengaruh pH Terhadap Intensitas Fluoresensi
Dibuat larutan satu seri larutan baku vitamin C, kemudian ditambahkan dapar masingmasing pada pH 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5; 6 dan ditambahkan pereaksi metilen biru. Intensitas fluoresensi larutan diukur pada tiap pH yang berbeda.
3.5.3
Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Intensitas Fluoresensi
Dibuat satu seri larutan baku vitamin C kemudian ditambahkan metilen biru. Selanjutnya dilakukan pengukuran intensitas fluoresensi menggunakan spektrofluorometer untuk melihat kestabilan reaksi setiap 15 detik mulai 0 detik hingga 300 detik, ditentukan juga pengukuran blanko.
3.6
Penentuan Pengaruh Matriks Terhadap Pengukuran
Penentuan pengaruh matriks dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan oleh matriks yang terdapat dalam jus buah-buahan.
3.6.1
Pengaruh Glukosa dalam Berbagai Konsentrasi
Ke dalam 6 wadah yang berbeda dimasukkan sejumlah 0,1,2,5,8,10 ml larutan glukosa 2.10-5mol/L. Kemudian ke dalam masing-masing wadah ditambahkan 5 ml larutan vitamin C baku 2.10-7mol/L, dan ditambahkan larutan dapar hingga 20ml. Larutan dari masingmasing wadah direaksikan dengan metilen biru 5.10-6mol/L kemudian diukur intensitas fluoresensi dari metilen biru. Diukur juga intensitas fluoresensi larutan blanko.
3.6.3
Pengaruh logam Cu2+
Ke dalam 5 wadah yang berbeda dimasukkan sejumlah 0,2,4,6,8,10 ml larutan tembaga sulfat 10µg/ml kemudian ditambahkan larutan vitamin C baku ke dalam masing-masing wadah. Larutan dari masing-masing wadah direaksikan dengan metilen biru 5.10-6mol/L kemudian diukur intensitas fluoresensi dari metilen biru.
3.6.4
Pengaruh logam Fe3+
Ke dalam 5 wadah yang berbeda dimasukkan sejumlah 0,2,4,6,8,10 ml larutan besi(III) amonium sulfat 10µg/ml kemudian ditambahkan larutan vitamin C baku ke dalam masingmasing wadah. Larutan dari masing-masing wadah direaksikan dengan metilen biru 5.10-6mol/L kemudian diukur intensitas fluoresensi dari metilen biru.
17
3.6.5
Pengaruh Penambahan EDTA
Ke dalam 5 wadah yang berbeda dimasukkan sejumlah 0,1,2,3,4 ml larutan EDTA 0,4mg/ml masing-masing ditambahkan 10ml larutan vitamin C baku, 1ml larutan tembaga sulfat 3µg/ml, 1ml larutan besi amonium sulfat 2µg/ml dan ditambahkan larutan dapar hingga 20ml. Larutan dari masing-masing wadah direaksikan dengan metilen biru 5.10-6mol/L kemudian diukur intensitas fluoresensi dari metilen biru. Diukur juga intensitas fluoresensi larutan blanko.
3.7
Validasi Metode
Penentuan validasi metode meliputi penentuan kelinearan, kepekaan, kecermatan (akurasi), batas deteksi, batas kuantisasi, dan keseksamaan (presisi).
3.7.1 Kelinieran Penentuan kelinieran dibuat dengan menggunakan beberapa larutan baku vitamin C dengan konsentrasi pada rentang 1.10-7mol/L sampai 8.10-7mol/L yang direaksikan dengan metilen biru pada konsentrasi 5.10-6mol/L. Respon intensitas fluoresensi terhadap konsentrasi ditetapkan pada panjang gelombang eksitasi 664nm dan emisi 670nm. Selanjutnya dihitung keliniearannya.
3.7.2 Kepekaan Kepekaan ditentukan dengan penghitungan batas deteksi dan batas kuantisasi yang dihitung dari kurva kalibrasi (metode Miller-Miller).
3.7.3 Kecermatan Kecermatan ditentukan dengan penghitungan persen perolehan kembali dari sampel simulasi. Metilen biru direaksikan dengan simulasi larutan vitamin C (dalam air, sukrosa, sukrosa dan glukosa) dengan konsentrasi 2.10-7, 6.10-7 dan 8.10-7mol/L. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pengukuran untuk setiap sampel. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode spektrofluorometri dan titrasi iodometri.
3.7.4 Keseksamaan Penentuan keseksamaan dilakukan terhadap larutan baku dan larutan sampel. Pengukuran keseksamaan untuk larutan baku dilakukan dengan mengukur intensitas fluoresensi dengan konsentrasi larutan baku vitamin C pada rentang konsentrasi 10-7 sampai 8.10-7mol/L
18
sebanyak 3 kali setiap hari selama 3 hari. Pengukuran keseksamaan sampel dilakukan pada salah satu larutan sampel jus buah yang diukur sebanyak 10 kali kemudian dihitung Koefisien Variasi (KV) intensitas fluoresensi.
3.8
Penentuan kurva kalibrasi
Larutan Metilen Biru 5.10-6 mol/L masing-masing direaksikan dengan satu seri larutan stok Asam askorbat pada konsentrasi yang berbeda, dengan panjang gelombang eksitasi sesuai dengan panjang gelombang eksitasi yang telah ditentukan. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi antara intensitas fluoresensi metilen biru terhadap kadar vitamin C dengan rentang 1.10-7 – 8.10-7mol/L.
3.9
Pembuatan jus buah-buahan
Buah-buahan dicuci dan dikupas kulitnya bila perlu. Buah ditimbang lalu dipotong kecilkecil kemudian dihaluskan dengan blender selama beberapa menit sampai diperoleh hasil yang homogen. Jus yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan kain batis. Filtrat hasil penyaringan disentrifuga kemudian larutan supernatan diambil.
3.10
Penetapan kadar Vitamin C dalam jus buah-buahan.
Sebelum dilakukan penetapan kadar, larutan supernatan dari sampel jus buah-buahan ditambahkan larutan EDTA kemudian ditambahkan dapar fosfat pH 3,88 hingga 100 ml dalam labu ukur. Penetapan kadar dilakukan menggunakan metode spektrofluorometri dan metode titrasi iodometri. Penetapan kadar menggunakan metode spektrofluorometri dengan cara sampel jus buah-buahan direaksikan dengan metilen biru. Kemudian dihitung penurunan intensitas fluoresensi dari larutan dan diukur pada panjang gelombang eksitasi 664nm dan emisi 670 nm. Penetapan kadar menggunakan metode titrasi iodometri dengan mengunakan peniter iodium 0,1N dan larutan kanji sebagai indikator. Hasil penetapan dengan metode spektrofluorometri dan metode titrimetri dibandingkan dengan menggunakan uji t berpasangan.
19