BAB 3
PERCOBAAN
3. 1. Bahan, alat, dan hewan percobaan 3.1.1 Bahan Zymosan A, LPS, larutan NaCl steril, gelatin, tinta cina Pelikan, asam asetat 0,1%, medium tioglikolat, larutan Hank’s (pH 7,2-7,4), etanol 70%, tripan biru, isopropanol, bayclin, medium RPMI 1640, Fetal Calf Serum, antibiotik penisilin-streptomisin, pereaksi Griess, natrium nitrit, air suling, dapar fosfat pH 7,2, larutan Alsever, sel darah merah domba.
3.1.2 Alat Spektrofotometer UV-Sinar tampak Spectronic, tabung reaksi, rak tabung reaksi, Syringe 1 mL dan 10 mL, Jarum suntik, gunting bedah, pinset, pH meter, jarum oral mencit, autoklaf, pipet pasteur, tabung sentrifuga 14 mL, alat sentrifuga, mikroskop, Hemocytometer, pelat mikro berdasar V 96 sumuran, pelat mikro berdasar datar 96 sumuran, pipet mikro, inkubator, desikator, lilin, Fotometer Techno-168.
3.1.3 Hewan uji Mencit Swiss Webster betina, usia 8-14 minggu, berat 25-35 gram yang diperoleh dari Pusat Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung.
3.2
Penyiapan Ekstrak Petiveria alliacea dan Lantana camara
3.2.1 Pengumpulan dan Determinasi tanaman Tanaman diperoleh dari Dago (bunga Lantana camara) dan Bogor (daun Petiveria alliacea). Determinasi tanaman dilakukan di herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.
3.2.3 Pembuatan Ekstrak Petiveria alliacea dan Lantana camara Ekstrak air Petiveria alliacea dan Lantana camara dibuat dengan metode refluks menggunakan pelarut air, dengan perbandingan simplisia-air sebesar 1:15. Proses refluks diulangi sebanyak tiga kali untuk masing-masing proses ekstraksi simplisia. Hasil ekstraksi 15
16 kemudian dipekatkan dan dikering-bekukan sehingga diperoleh ekstrak kering berupa serbuk.
3.3.
Pemeriksaan Mutu Ekstrak
3.3.1 Penetapan Kadar Air Ke dalam labu yang telah dicuci dengan air dan telah dikeringkan, dituangkan 200 mL toluena dan 2 mL air. Kemudian disuling selama 2 jam. Setelah itu didinginkan selama 30 menit dan volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. sebanyak 2 g ekstrak dimasukkan ke dalam labu lalu dipanaskan secara perlahan selama 15 menit. Setelah toluena mulai mendidih, kecepatan penyulingan mulai diatur lebih kurang dua tetes per detik sampai sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan sampai empat tetes per detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluena. Penyulingan dilanjutkan selama lima menit. Tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar dan diusahakan tidak ada tetesan air yang melekat pada dinding tabung penerima. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca. Kadar air dihitung dalam persen selisih volume penyulingan dibagi bobot ekstrak.
3.3.4 Penapisan Fitokimia a. Alkaloid Sebanyak 2 g ekstrak ditambah 5 mL amoniak 25% kemudian digerus, ditambahkan kloroform sebanyak 20 mL dan digerus kuat. Campuran disaring, kemudian filtrat diteteskan pada kertas saring. Pada tetesan tersebut ditambahkan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya warna merah/jingga menunjukkan adanya alkaloid. Larutan organik diekstraksi dua kali dengan larutan asam klorida 10% lalu lapisan air dipisahkan. Sebanyak 5 mL lapisan air ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi Mayer. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih. Pada tabung reaksi yang lain dimasukkan 5 mL lapisan air, kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah/jingga.
b. Flavonoid Sebanyak 1 g ekstrak ditambah 100 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Pada 5 mL filtrat yang diperoleh, ditambahkan serbuk Mg dan 2 mL campuran alkohol-asam klorida (1:1), kemudian ditambahkan amil alkohol. Campuran dikocok kuat
17 dan dibiarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan oleh terbentuknya warna kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol.
c. Tanin Sebanyak 5 mL filtrat yang diperoleh dari pemeriksaan flavonoid ditambahkan beberapa tetes larutan besi(III)klorida. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kehijauan. Untuk pemeriksaan tanin katekat, 5 mL ekstrak ditambahkan pereaksi Steasny kemudian dipanaskan dalam tangas air. Adanya endapan merah muda menunjukkan positif tanin katekat. Tanin galat diperiksa dengan menjenuhkan 5 mL ekstrak dengan natrium asetat, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan besi(III)klorida. Adanya tanin galat ditunjukkan oleh terbentuknya warna hitam atau biru kehitaman.
d. Kuinon Sebanyak 5 mL filtrat yang diperoleh dari pemeriksaan flavonoid ditambah beberapa tetes larutan natrium hidroksida. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon.
e. Saponin Sebanyak 10 mL filtrat yang diperoleh dari pemeriksaan flavonoid dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Diamati adanya pembentukan busa. Terbentuknya busa yang stabil selama tak kurang dari 10 menit dengan tinggi 1-10 cm dan busa tetap ada setelah penambahan satu tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.
f. Steroid/Triterpenoid Sebanyak 1 g ekstrak dimaserasi dalam 20 mL eter selama 2 jam, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan penguap. Ke dalam residu ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna violet atau hijau biru menunjukkan positif steroid/triterpenoid.
3.4
Uji Efek Imunomodulator
Mencit dibagi menjadi 8 kelompok yang terdiri atas satu kelompok kontrol, satu kelompok pembanding yang diberikan Zymosan A, tiga kelompok yang diberikan ekstrak air Petiveria alliacea dosis 15, 30, dan 60 mg/kg bobot badan, dan tiga kelompok yang
18 diberikan ekstrak air Lantana camara dosis 10, 20, dan 40 mg/kg bobot badan. Ekstrak uji diberikan secara oral, sedangkan pembanding diberikan secara intraperitoneal.
3.4.1 Uji terhadap Respon Imun Nonspesifik a. Uji Bersihan Karbon Pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian ekstrak uji, dilakukan uji bersihan karbon dengan cara menyuntikkan suspensi karbon secara intravena melalui pembuluh darah di ekor mencit sebanyak 0,1 mL/10 g bobot badan mencit. Pada T0 (sebelum pemberian karbon) dan pada interval 4, 8, 12, 16, dan 20 menit setelah penyuntikan karbon dilakukan pengambilan darah sebanyak 20 µL melalui ekor dan dimasukkan ke dalam tabung yang telah diisi dengan asam asetat 1 % sebanyak 2 mL, kemudian diukur % transmittan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 675 nm. Data yang diperoleh diolah lebih lanjut untuk mengetahui kecepatan eliminasi partikel karbon melalui pembuatan kurva regresi linier antara 100-%T terhadap waktu. Kemiringan garis regresi tersebut selanjutnya dihitung indeks fagositik yang merupakan perbandingan antara kemiringan garis kelompok uji dan kontrol.
b. Penentuan Indeks Hati, Limpa, dan Timus Pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian ekstrak uji, mencit dikorbankan. Organ hati, limpa, dan timus diisolasi dan ditimbang. Indeks hati, limpa, dan timus dinyatakan per 100 g bobot badan.
c. Penentuan Kadar NO yang Diproduksi oleh Makrofag secara In vitro dan In vivo Untuk pengujian secara in vitro, mencit tidak diberikan ekstrak uji maupun pembanding, sedangkan untuk pengujian secara in vivo, mencit diberikan sediaan (ekstrak uji, pembanding, dan pembawa) selama 6 hari.
Tiga hari sebelum dilakukan isolasi makrofag, mencit terlebih dahulu diinduksi dengan medium tioglikolat 4% (b/v) sebanyak 1 mL secara intraperitoneal. Pada hari ke-7 setelah 6 hari diberikan sediaan, mencit dikorbankan kemudian permukaan ventral mencit dibasahi dengan etanol 70%(v/v). Sebuah lubang kecil dibuat dengan menggunting sedikit kulit mencit pada daerah abdomen. Kemudian 3 mL larutan Hank’s diinjeksikan ke dalam rongga peritoneal dan perut mencit dipijat selama 5 menit. Setelah itu permukaan peritoneal kembali dibasahi dengan etanol 70% dan 6 mL larutan Hank’s diinjeksikan ke
19 dalam rongga peritoneal dan didiamkan selama 10 menit. Rongga peritoneal mencit dilubangi, larutan Hank’s dalam rongga peritoneal dikumpulkan dengan pipet Pasteur. Eksudat peritoneal disentrifuga dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pelet yang diperoleh disuspensi ulang dalam medium kemudian dihitung jumlah sel hidup per mL dengan hemacytometer setelah dilakukan pewarnaan dengan Tripan biru. Sel yang hidup adalah yang tidak terwarnai oleh Tripan biru.
Pelet makrofag dari tiap mencit disuspensikan dalam medium RPMI-1640 yang mengandung 5% FCS dan 100 µg streptomisin per mL. Suspensi sel (0,5 x 106 sel/mL) dimasukkan ke dalam lempeng sumur mikro sebanyak 100 µL per sumur, kemudian kultur sel diinkubasi selama 2 jam pada suhu 370 C dengan konsentrasi CO2 5% (metode Candle Jar). Sel-sel yang tidak menempel dibuang kemudian medium diganti dengan medium baru untuk pengujian secara in vivo, dan diganti dengan medium yang telah mengandung ekstrak dan pembanding untuk pengujian secara in vitro. Kultur diinkubasi lebih lanjut selama 24 jam pada kondisi yang sama (metode Candle Jar).
Setelah inkubasi selama 24 jam, sebanyak 200 µl supernatan kultur direaksikan dengan 200 µL sulfanilamida selama 10 menit, diikuti dengan penambahan NED sebanyak 200 µL. Hasil reaksi diinkubasi selama 25 menit pada suhu ruangan kemudian diukur serapannya dengan menggunakan fotometer Techno-168 pada panjang gelombang 546 nm.
Untuk menentukan kadar nitrit sampel, dibuat kurva kalibrasi larutan NaNO2 yang terdiri dari satu set larutan dengan konsentrsi 0 s/d 250 µM. Larutan stok dibuat dengan melarutkan 69 mg NaNO2 dalam 10 mL medium.
3.4.2 Uji terhadap Respon Imun Spesifik Efek Petiveria alliacea terhadap respon imun spesifik ditentukan melalui penentuan titer antibodi dengan metode hemaglutinasi dan uji reaksi hipersenitivitas tipe lambat dengan mengukur ketebalan telapak kaki mencit setelah diberi tantangan dengan antigen yang sama. Sebagai antigen digunakan suspensi sel darah merah domba (SRBC).
a. Penentuan Titer Antibodi Pada hari ke-3 setelah pemberian ekstrak uji, mencit disensitisasi dengan disuntikkan suspensi SRBC 0,1 mL/10 g bobot badan secara intravena. Pengambilan serum uji untuk
20 menentukan titer antibodi primer dilakukan pada hari ke-5 setelah penyuntikan dengan cara mengambil darah dari ekor mencit. Serum dikumpulkan tiap kelompok. Titer antibodi ditentukan dengan cara hemaglutinasi menggunakan lempeng sumur mikro dengan dasar V yang terdiri dari 96 sumur, terbagi atas 12 baris dan 8 kolom. Ke dalam tiap sumur diisikan sebanyak 50 µL dapar fosfat 0,15 M pH 7,2. Serum uji diencerkan 1:2 sebagai larutan stok. Larutan stok ditempatkan pada baris pertama dan dilakukan pengenceran 1:2 sampai baris ke-12. Ke dalam sumur yang mengandung pengenceran ditambahkan 25 µL suspensi SRBC, kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator suhu 370C. Pengenceran tertinggi yang memberikan 50% hemaglutinasi menunjukkan titer antibodi total. Untuk menentukan titer antibodi sekunder, dilakukan penyuntikan suspensi SRBC yang sama untuk kedua kalinya pada hari ke-5 setelah penyuntikan suspensi SRBC pertama. Serum uji diambil 5 hari setelah penyuntikan suspensi SRBC kedua. Proses penentuan titer antibodi sekunder dilakukan seperti pada penentuan titer antibodi primer.
b. Uji Hipersensitivitas Tipe Lambat Pada hari ke-3 pemberian ekstrak uji, mencit diimunisasi dengan suspensi SRBC secara intravena. Pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian ekstrak uji, mencit yang telah diimunisasi tersebut disuntik dengan suspensi SRBC sebanyak 40µL secara intradermal pada telapak kaki kanannya. Tebal kaki diukur sebelum, 24 jam, dan 48 jam setelah penyuntikan suspensi SRBC sebagai penantang.