BAB 3
PERCOBAAN
3.1 Alat
Sentrifuga (Shanghai Centrifuge), lempeng sumur mikro, jangka sorong, seperangkat alat bedah, pH meter (Beckman), spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (Thermo Multiscan EX dan Spectronic 21-D), tabung mikrosentrifuga (Eppendorff), tabung reaksi, Erlenmeyer, jarum suntik, jarum oral, mikropipet berbagai ukuran, inkubator suhu 37 ºC.
3.2 Bahan
Zymosan A (Sigma), simplisia pegagan, simplisia beluntas, air pro injeksi, natrium klorida steril bebas pirogen, sel darah merah domba, larutan Hank, tinta cina (Pelican B-17®), larutan Alshever, pereaksi Griess, dapar fosfat pH 7,2, larutan EDTA-tripsin, pewarna Kongo, heparin (Inviclot®), dan ragi instan (Fermipan®).
3.3 Hewan Uji
Mencit betina galur Swiss Webster berusia 8 minggu dengan bobot 20-25 gram yang diperoleh dari Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung.
3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Uji
Karakterisasi simplisia dan ekstrak uji meliputi pemeriksaan organoleptik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, dan penapisan fitokimia.
3.4.1 Pemeriksaan Organoleptika
Pemeriksaan organoleptika yang dilakukan meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa simplisia dan ekstrak uji.
3.4.2 Penetapan Kadar Air
Sebanyak 30 g simplisia atau 5 g ekstrak dimasukkan ke dalam labu destilasi. Tabung penerima diisi dengan toluen melalui alat pendingin kemudian labu dipanaskan secara hati-
10
11 hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, toluen disuling dengan kecepatan 2 tetes per detik sampai sebagian besar air tersuling. Kecepatan penyulingan kemudian dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan sampai lima menit. Tabung penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dan kadarnya dihitung terhadap bobot serbuk kering. Kadar air dihiung dalam persen.
3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut Air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL campuran air-kloroform (99:1) sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam, kemudian dibiarkan selama 18 jam berikutnya. Setelah 24 jam ekstrak disaring dan 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara sebelumnya. Filtrat dipanaskan pada suhu 105 ºC hingga didapat bobot tetap. Kadar sari larut air dalam persen dihitung terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan di udara.
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95% sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam kemudian dibiarkan selama 18 jam berikutnya. Setelah 24 jam ekstrak disaring dan 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara sebelumnya. Filtrat dipanaskan pada suhu 105 ºC hingga didapat bobot tetap. Kadar sari larut air dalam persen dihitung terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan di udara.
3.4.5 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid, triterpenoid dan alkaloid. a. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 1 g simplisia atau ekstrak ditambah 100 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit kemudian disaring. Pada 5 mL filtrat yang diperoleh, ditambahkan serbuk magnesium dan 2 mL campuran alkohol – asam klorida (1:1), dan amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat dan dibiarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol.
12 b. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL filtrat yang diperoleh dari pemeriksaan flavonoid dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Pembentukan busa diamati. Terbentuknya busa yang stabil selama tak kurang dari 10 menit dengan tinggi 1-10 cm dan busa tetap ada setelah penambahan satu tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya golongan senyawa saponin. c. Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambahkan beberapa tetes larutan natrium hidroksida 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon. d. Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 5 mL filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambahkan beberapa tetes larutan besi(III) klorida. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kehijauan. Untuk pemeriksaan tanin katekat, 5 mL ekstrak ditambahkan pereaksi steasny (campuran formaldehid 30% v/v dan asam klorida pekat dengan perbandingan 2 : 1), kemudian dipanaskan dengan tangas air. Adanya tanin katekat ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah muda. Sedangkan tanin galat diperiksa dengan cara menjenuhkan 5 mL ekstrak dengan natrium asetat, lalu ditambahkan beberapa tetes larutan besi(III) klorida 1% b/v. Adanya tanin galat ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam atau biru kehitaman. e. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 2 g simplisia atau ekstrak dimaserasi dalam 20 mL eter selama 2 jam kemudian disaring. Filtrat diuapkan hingga kering. Pereaksi Lieberman Buchard diteteskan pada residu. Adanya warna hijau biru atau merah ungu menunjukkan adanya golongan steroid/triterpenoid. f.
Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 2 g simplisia atau ekstrak ditambah 5 mL amoniak 25% kemudian digerus dalam mortar, ditambahkan 20 mL kloroform dan digerus kembali dengan kuat. Campuran disaring lalu filtrat pada lapisan organik diambil dan diteteskan pada kertas saring. Pada tetesan tersebut ditambahkan pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid dapat dideteksi dengan terbentuknya warna merah/jingga pada kertas saring. Larutan organik
13 diekstraksi dua kali dengan asam hidroklorida 10%, kemudian lapisan air (fraksi asam) dipisahkan. Sebanyak 5 mL lapisan air ini ditempatkan pada tabung reaksi dan diuji dengan pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah/jingga.
3.5 Penyiapan larutan yang digunakan dalam uji respon imun
Larutan Hank dibuat dengan cara melarutkan 8 g natrium klorida , 0,2 g kalium klorida, 0,2 g magnesium sulfat, 0,4 g kalsium klorida, 0,1 g kalium dihidrogen fosfat, 1,27 g natrium hidrogen karbonat, dan 2 g glukosa ke dalam air suling dan digenapkan hingga 1L. Dapar fosfat pH 7,2 dibuat dengan cara melarutkan 8 g natrium klorida, 0,2 g kalium klorida, 1,15 g dinatrium fosfat, dan 2 g kalium dihidrogen fosfat ke dalam air suling dan digenapkan hingga 1L. Suspensi karbon dibuat dengan mensuspensikan 1,6 mL tinta cina pelikan B-17 dalam 8,4 mL gelatin 1% b/v dalam larutan natrium klorida bebas pirogen. Larutan Alshever dibuat dengan melarutkan 20,5 g glukosa, 8 g natrium sitrat, 4,4 g asam sitrat monohhidrat, dan 0,55 g natrium klorida dalam air suling steril dan digenapkan hingga 1 L. SRBC disiapkan dengan cara mengambil darah segar dari domba dan menampungnya di botol yang berisi larutan Alshever (1:1) kemudian disentrifuga selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Packed cell dipisahkan dan dicuci dengan dengan larutan dapar fosfat pH 7,2 sebanyak 3 kali. Packed cell dipindahkan dan ditambahkan larutan NaCl fisiologis steril sehingga diperoleh suspensi SRBC 10% v/v.
3.6 Uji Efek Imunostimulasi
Mencit dibagi dalam 8 kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol yang hanya diberi pembawa, kelompok pembanding yang diberi Zymosan A, enam kelompok uji yang terdiri dari tiga kelompok ekstrak pegagan dengan dosis masing-masing 37,5, 75, dan 150 mg/kg bb dan tiga kelompok ekstrak beluntas dengan dosis masing-masing 37,5, 75, dan 150 mg/kg bb. Ekstrak uji dan larutan pembawa diberikan secara oral dan pembanding diberikan secara intraperitoneal sebanyak 1 kali sehari selama 7 hari berturut-turut.
14 3.6.1 Uji terhadap Respon Imun Non Spesifik
Metode yang digunakan untuk menguji efek ekstrak pegagan dan ekstrak beluntas terhadap respon imun non spesifik meliputi uji bersihan karbon; penentuan indeks hati, limpa, dan timus; uji aktivitas fagositosis PBMC terhadap sel ragi; dan penentuan kadar nitrit oksida dari isolat makrofag peritoneal mencit yang telah diberi sediaan uji. a. Uji Bersihan Karbon
Pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian ekstrak uji, dilakukan uji bersihan karbon dengan cara menyuntikkan suspensi karbon sebanyak 0,1 mL/10 g bb mencit secara intravena melalui pembuluh darah di ekor. Pada T=0 (sebelum pemberian karbon) dan pada interval 4, 8, 12, 16, dan 20 menit setelah penyuntikkan karbon dilakukan pengambilan darah sebanyak 20 µl melalui ekor dan dimasukkan ke dalam tabung yang telah diisi dengan 2 mL asam asetat 1%, kemudian diukur persen transmitannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 675 nm. Data yang diperoleh diolah lebih lanjut untuk mengetahui kecepatan eliminasi partikel karbon melalui pembuatan kurva regresi linier antara 100-%T terhadap waktu. Kemiringan garis regresi menunjukkan kecepatan eliminasi partikel karbon. Dengan menggunakan kemiringan garis regresi tersebut selanjutnya dihitung indeks fagositik yang merupakan perbandingan antara kemiringan garis kelompok uji terhadap kontrol. b. Penentuan Indeks Hati, Limpa, dan Timus
Pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian ekstrak uji, mencit dikorbankan. Hati, limpa, dan timus mencit diisolasi dan ditimbang untuk ditentukan persentase indeks organ. c. Uji Aktivitas Fagositosis PBMC terhadap Sel Ragi.
Uji aktivitas fagositosis PBMC terhadap sel ragi dilakukan menurut metode Dugenci (Dugenci, 2003) yang dimodifikasi. Uji ini meliputi pembuatan suspensi sel ragi, isolasi PBMC mencit, dan pengujian aktivitas fagositosis. Sel ragi (Saccharomyces cerevisae) terlebih dahulu dengan kongo merah. Sebanyak 1,5 g ragi ditambahkan ke
dalam 3 mL larutan kongo merah 0,87% dalam dapar fosfat pH 7,2, dan diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit kemudian ditambahkan 7 mL air suling, dikocok, didestruksi dengan pemanasan dalam autoklaf suhu 121 ºC selama 15 menit. Suspensi yang diperoleh selanjutnya disebut suspensi sel ragi. Isolasi PBMC mencit dilakukan dengan dengan cara berikut, pada hari ke-8 setelah 7 hari pemberian ekstrak uji dilakukan pengambilan darah dari mata mencit menggunakan pipa kapiler, darah
15 ditampung dalam tabung yang telah diisi 100 µL heparin sehingga volume menjadi 1 mL, kemudian dipindahkan ke dalam tabung yang telah diberi 2 mL dapar fosfat. Tetes demi tetes suspensi darah tersebut dipindahkan ke dalam tabung yang telah berisi histopaque melalui dinding tabung kemudian disentrifuga dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit pada suhu kamar (25 ºC). Lapisan berbentuk cincin putih keabuan yang berada di antara plasma dan elemen darah diambil dan dicuci satu kali dengan larutan Hank. Pelet yang diperoleh selanjutnya di suspensi ulang dalam 1 mL larutan Hank dan disebut suspensi PBMC. Pengujian aktivitas fagositosis PBMC dilakukan sebagai berikut, sebanyak 500 µL suspensi PBMC ditambah dengan 80 µL suspensi sel ragi dan diinkubasi pada suhu kamar selama 60 menit. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan 0,5 mL larutan Hank dan 1,5 mL histopaque dan disentrifuga dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit pada suhu kamar (25 ºC) untuk memisahkan sel ragi yang telah terfagositosis dari sel ragi bebas. Endapan yang diperoleh dicuci satu kali dengan larutan Hank kemudian disuspensi ulang dalam 1 mL larutan tripsin-EDTA (5:2) dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18 jam, selanjutnya absorbansi larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 510 nm dengan larutan tripsin-EDTA sebagai blanko. d. Pengukuran Kadar Nitrit Oksida Makrofag Peritoneal
Mencit yang telah diberi sediaan uji selama 7 hari dikorbankan, kemudian permukaan ventral mencit dibasuh dengan etanol 70%. Sebuah lubang kecil dibuat pada daerah abdomen kemudian melalui lubang tersebut 5 ml larutan Hank diinjeksikan ke dalam rongga peritoneal dan bagian abdomen mencit dipijat, selanjutnya larutan Hank dalam rongga peritoneal tersebut diambil dengan pipet Pasteur dan rongga peritoneal mencit digunting hingga terbuka lebar untuk mengambil larutan Hank yang masih tersisa. Eksudat peritoneal tersebut disentrifuga dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu kamar selama 10 menit. Larutan yang mengandung darah dicuci dua kali menggunakan larutan Hank. Makrofag yang menempel pada dinding dan dasar tabung disuspensi ulang dalam
l ml larutan Hank kemudian disonikasi selama 20 menit. Setelah
disonikasi, ke dalam suspensi tersebut ditambahkan larutan sulfanilamid dengan perbandingan 1:1, kemudian diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan larutan NED dan diinkubasi lebih lanjut selama 20 menit
16 untuk stabilisasi warna. Absorbansi campuran tersebut diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
3.6.2 Uji terhadap Respon Imun Spesifik
Efek ekstrak pegagan dan beluntas terhadap respon imun spesifik ditentukan melalui penentuan titer antibodi total dengan metode hemaglutinasi dan uji reaksi hipersensitivitas tipe lambat dengan mengukur ketebalan kaki mencit setelah diberi tantangan dengan antigen yang sama. Sebagai antigen digunakan suspensi sel darah merah domba (SRBC). a. Penentuan Titer Antibodi
Pada hari ke-3 pemberian ekstrak uji, mencit disensitisasi dengan menyuntikkan suspensi sel darah merah domba (SRBC) 0,1 mL/10 g bb secara intravena. Pengambilan serum uji untuk menentukan titer antibodi primer dilakukan pada hari ke5 setelah sensitisasi dengan cara mengambil darah dari ekor mencit kemudian serum dipisahkan dengan cara sentrifuga pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu kamar. Serum dari tiap mencit dari kelompok yang sama disatukan. Titer antibodi ditentukan dengan metode hemaglutinasi. Untuk menentukkan titer antibodi tersebut digunakan lempeng sumur mikro dengan dasar V yang terdiri dari 96 sumur yang terbagi atas 12 baris dan 8 kolom. Ke dalam setiap sumur diisikan sebanyak 50 µl dapar fosfat 0,15 m pH 7,2. Serum uji diencerkan 1:2 sebagai larutan stok. Larutan stok ditempatkan pada baris pertama dan dilakukan pengenceran 1:2 sampai baris ke-12. Ke dalam sumursumur tersebut diberi 25 µl suspensi SRBC 2% kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator suhu 37 ºC. Pengenceran tertinggi yang memberikan 50% hemaglutinasi menunjukkan titer antibodi total. Untuk menentukan titer antibodi sekunder, dilakukan penyuntikkan SRBC yang sama untuk kedua kalinya pada hari ke-5 seteleh penyuntikkan SRBC pertama. Serum uji diambil 5 hari setelah penyuntikan SRBC kedua. Proses penentuan titer antibodi sekunder dilakukkan seperti pada penentuan titer antibodi primer.
b. Uji Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat.
Pada hari ke-3 setelah pemberian ekstrak uji, mencit disensitisasi dengan sel darah merah domba (SRBC) secara intravena. Pada hari ke-8 setelah pemberian ekstrak uji, mencit yang telah disensitisasi tersebut diberi tantangan kedua dengan cara disuntik
17 dengan SRBC secara intradermal pada telapak kaki kirinya. Tebal kaki diukur di sekitar daerah penyuntikkan sebelum, 24 jam, dan 48 jam setelah penyuntikan SRBC.