BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
1.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Konsep Dasar Persediaan 1. Definisi Persediaan Menurut Kieso, et al. (2009 : 402) Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi. Investasi dalam persediaan merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan barang dagang dan manufaktur. Menurut Mulyadi (2001 : 431) Persediaan merupakan elemen aktiva yang disimpan untuk dijual dalam kegiatan bisnis yang normal atau barang-barang yang akan dikonsumsi dalam pengolahan produk yang akan dijual. Menurut Stice dan Skousen (2009 : 571), Persediaan adalah istilah yang diberikan untuk aktiva yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan atau aktiva yang dimasukkan secara langsung atau tidak langsung kedalam barang yang akan diproduksi dan kemudian dijual. Kesimpulannya adalah bahwa persediaan merupakan suatu istilah yang menunjukan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah lain.
10
11
2. Alasan Timbulnya Persediaan. Menurut Schroeder (1995:6), empat alasan untuk mengadakan persediaan : a. Untuk berlindung dari ketidakpastian. Dalam sistem sediaan, terdapat ketidakpastian dalam pemasokan, permintaan dan tenggang waktu pesanan. Stok pengaman dipertahankan dalam sediaan untuk berlindung dari ketidakpastian tersebut. b. Untuk memungkinkan produksi dan pembelian ekonomis. Sering lebih ekonomis untuk memproduksi bahan dalam jumlah besar. Dalam kasus sejumlah besar barang dapat diproduksi dalam periode waktu yang pendek, dan kemudian tidak ada produksi selanjutnya yang dilakukan sampai jumlah tersebut hampir habis. c. Untuk mengatasi perubahan yang diantisipasi dalam permintaan dan penawaran. Ada beberapa tipe situasi dimana perubahan dalam permintaan atau penawaran dapat diantisipasi. Salah satu kasus adalah dimana harga atau ketersediaan bahan baku diperkirakan untuk berubah. Sumber lain antisipasi adalah promosi pasar yang direncanakan dimana sejumlah besar barang jadi dapat disediakan sebelum dijual. Akhirnya perusahaan-perusahaan dalam usaha musiman sering mengantisipasi permintaan untuk memperlancar pekerjaan. d. Menyediakan untuk transit. Sediaan dalam perjalanan (transit inventories) terdiri dari bahan yang berada dalam perjalanan dari satu titik ke titik yang lainnya. Sediaan-sediaan ini dipengaruhi oleh keputusan lokasi pabrik dan pilihan alat angkut. Secara teknis, sediaan yang bergerak antara tahap-tahap
12
produksi, walaupun didalam satu pabrik, juga dapat digolongkan sebagai sediaan dalam perjalanan. Kadang-kadang, sediaan dalam perjalanan disebut sediaan pipa saluran karena ini berada dalam pipa saluran distribusi. 3. Biaya-Biaya Dalam Persediaan Menurut Schroeder (1995:8) banyak keputusan persoalan persediaan dapat dipecahkan dengan penggunaan kriteria ekonomi. Namun, satu dari prasyarat yang paling penting adalah suatu pemahaman tentang struktur biaya. Struktur biaya sediaan menggabungkan empat tipe biaya berikut : a. Biaya satuan produksi (item cost). Biaya ini merupakan biaya membeli atau memproduksi satuan barang sediaan secara individu. Biaya satuan barang ini biasanya diungkapkan sebagai suatu biaya per unit yang digandakan oleh kuantitas yang diperoleh atau diproduksi. Kadang-kadang biaya satuan dipotong jika cukup unit yang dibeli pada satu waktu. b. Biaya pemesanan atau biaya persiapan (ordering or setup cost). Biaya pemesanan dihubungkan dengan pemesanan suatu tumpukan atau partai dari satuan-satuan barang. Biaya pemesanan tidak bergantung pada jumlah satuan yang dipesan; biaya ini dibebankan ke seluruh tumpukan. Biaya ini termasuk pengetikan pesanan pembelian, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, dan seterusnya. c. Biaya pengadaan atau penyimpanan (carrying or holding cost). Biaya pengadaan atau penyimpanan berhubungan dengan penyimpanan satu-satuan barang dalam sediaan untuk suatu periode waktu. Biaya pengadaan biasanya terdiri dari tiga komponen :
13
1) Biaya modal. Apabila satuan-satuan barang diadakan dalam sediaan, modal yang ditanamkan tidak dapat digunakan untuk maksud lainnya. Hal ini menunjukkan suatu biaya dari peluang yang hilang untuk investasi lain, yang digunakan untuk sediaan sebagai suatu biaya peluang. 2) Biaya penyimpanan. Biaya ini mencakup biaya variabel, assuransi, dan pajak. Dalam beberapa kasus, sebagian dari biaya penyimpanan adalah tetap, misalnya jika suatu gudang dimiliki dan tidak dapat digunakan untuk maksud lain. Biaya tetap demikian seharusnya tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan sediaan. Sebaliknya, pajak dan assuransi harus dimasukkan hanya jika bervariasi sesuai dengan tingkat sediaan. 3) Biaya keusangan, kemerosotan, dan kehilangan. Biaya keusangan harus ditempatkan ke satuan-satuan barang yang memiliki resiko tinggi untuk menjadi usang, semakin tinggi resiko semakin tinggi biaya. Produk-produk yang mudah rusak harus dibebani dengan biaya kemerosotan jika satuan barang merosot sepanjang waktu, misalnya makanan dan darah. Biaya kehilangan memasukkan biaya kecurian dan kerusakan yang dikaitkan dengan penyimpanan satuan-satuan barang dalam sediaan. d. Biaya kehabisan stok (stockout cost). Biaya kehabisan stok mencerminkan konsekuensi ekonomi atas habisnya stok. Menurut Siswanto (2007:122) biaya-biaya yang digunakan dalam analisis persediaan: 1) Biaya Pesan (Ordering Cost) Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya-
14
biaya pembuatan surat, telepon, fax, dan biaya-biaya overhead lainnya yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan barang adalah contoh biaya pesan. 2) Biaya Simpan (Carrying Cost atau Holding Cost) Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan suatu barang. Sewa gudang, premi assuransi, biaya keamanan dan biaya-biaya overhead lain yang relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang adalah contoh biaya simpan. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya yang tetap muncul meskipun persediaan tidak ada adalah bukan termasuk dalam kategori biaya simpan. 3) Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost) Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak tersedia. Termasuk dalam kategori biaya ini adalah kerugian karena mesin berhenti atau karyawan tidak bekerja. Peluang yang hilang untuk memperoleh keuntungan. 4) Biaya Pembelian (Purchase Cost) Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian persediaan.
15
4. Fungsi Persediaan Menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009:95) dari beberapa literature menyatakan bahwa
persediaan dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya,
antara lain yaitu : a. Stok Siklus (cycle stock) yakni jumlah persediaan yang tersedia setiap saat yang dipesan dalam ukuran lot. Alasannya pemesanan dalam lot adalah skala ekonomis, adanya diskon kuantitas dalam pembelian produk atau transportasi, dan keterbatasan teknologi seperti ukuran yang terbatas dari tempat untuk proses produksi pada proses kimia. b. Stok tersumbat (congestion stock), persediaan dari produk yang diproduksi berkaitan dengan adanya batasan produksi, dimana banyak produk yang diproduksi pada peralatan produksi yang sama khususnya jika biaya setup produksinya relatif besar. c. Stok pengaman (safety stock), jumlah persediaan yang tersedia secara rata-rata untuk memenuhi permintaan dan penyaluran yang tak tentu dalam jangka pendek. d. Persediaan antisipasi (anticipation stock), jumlah persediaan yang tersedia untuk mengatasi fluktuasi permintaan yang cukup tinggi. Perbedaannya dengan stok pengaman lebih ditekankan pada antisipasi musim dan perilaku pasar yang dipicu kondisi tertentu yang telah diperkirakan perusahaan. e. Persediaan pipeline, meliputi produk yang berada dalam perjalanan yakni produk yang ada pada alat angkutan seperti truk antara setiap tingkat pada sistem distribusi eselon majemuk.
16
f. Stock decoupling, digunakan dalam sistem
eselon
majemuk
untuk
mengijinkansetiap tingkat membuat keputusan masing-masing terhadap jumlah persediaan yang tersedia. Persediaan ini banyak digunakan oleh para distributor untuk mengurangi resiko kerusakan barang atau antisipasi fluktuasi permintaan yang berbeda-beda di setiap wilayah pemasaran.
5. Jenis-Jenis Persediaan Menurut D.T. Johns dan H.A.Harding (1996:71), jenis pokok persediaan dalam operasi meliputi : a. Barang jadi -
Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan
-
Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran
-
Membantu mengatasi permintaan musiman
-
Memberikan
pengamanan
terhadap
kemungkinan
kerusakan
dan
pemogokan b. Barang dalam proses -
Memisahkan tahapan produksi
-
Memberikan fleksibelitas dalam penjadwalan
-
Memberikan peningkatan utilisasi mesin
c. Bahan baku -
Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya
-
Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari potongan harga karena jumlah pesanan.
17
-
Memberikan perlindungan terhadap inflasi
-
Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Besar kecilnya persediaan bahan mentah yang dimiliki perusahaan menurut Bambang Riyanto (2001:74) ditentukan oleh berbagai faktor sebagai berikut : a. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan dapat menghambat jalannya proses produksi. b. Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat tergantung pada volume sales yang direncanakan. c. Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian yang minimal. d. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan di waktu yang akan datang. e. Peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material. f. Harga pembelian bahan mentah. g. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang. h. Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.
18
7. Model Persediaan Model persediaan menurut Heizer dan Render (2005:67) yaitu : a. Permintaan bebas vs terikat Model pengendalian persediaan menganggap bahwa permintaan untuk sebuah barang mungkin bebas (independent) atau terikat (dependent) dengan permintaan barang lain. b. Biaya penyimpanan, pemesanan dan setup 1) Biaya penyimpanan (holding cost) adalah biaya yang berhubungan dengan penyimpanan atau membawa persediaan dari waktu ke waktu. Oleh karena itubiaya penyimpanan juga meliputi biaya barang yang menjadi using dan biaya yang berkaitan dengan gudang, seperti asuransi, karyawan tambahan, dan pembayaran bunga. 2) Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya yang timbul dari proses pemesanan. Biaya pemesanan mencakup biaya persediaan, formulir, proses pemesanan, pekerjaan administrasi pendukung, dan sebagainya. Ketika pesanan diproduksi, maka terdapat biaya pemesanan, tetapi biaya pemesanan ini menjadi bagian dari apa yang disebut sebagai biaya setup. 3) Biaya setup (setup cost) adalah biaya untuk menyiapkan mesin atau proses untuk memproduksi sebuah pesanan. Proses ini meliputi waktu dan tenaga kerja untuk membersihkan dan mengganti perkakas atau alat bantu. Para manajer operasi dapat menurunkan biaya pemesanan dengan mengurangi biaya setup dan menggunakan prosedur yang efisien seperti pemesanan danpembayaran elektronik.
19
8. Sistem Pencatatan Persediaan Metode pencatatan persediaan ada dua, yaitu metode perpetual dan metode periodik. Metode perpetual disebut juga metode buku, karena setiap jenis persediaan mempunyai kartu persediaan, sedangkan metode periodik disebut juga metode fisik. Dikatakan demikian karena pada akhir periode dihitung fisik barang untuk mengetahui persediaan akhir yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaian. Menurut Stice dan Skousen (2009 : 667), ada beberapa macam metode penilaian persediaan yang umum digunakan, yaitu sebagai berikut : a. Identifikasi Khusus Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada ditangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode ini diperlukan untuk mengidentifikasi biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang. b. Metode Biaya Rata-rata (average) Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Metode rata-rata mengutamakan yang mudah terjangkau untuk dilayani, tidak peduli apakah barang tersebut masuk pertama atau masuk terakhir.
20
c. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO) Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang terlebih dahulu masuk. Selain itu, didalam FIFO unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantiaan diakhir periode. d. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO) Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. Metode LIFO sering dikritik secara teoritis tetapi metode ini adalah metode yang paling baik dalam penggantian biaya persediaan dengan pendapatan. Apabila metode LIFO digunakan selama periode inflasi atau harga naik, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, jumlah laba kotor yang lebih rendah dan nilai persediaan akhir yang lebih rendah. 2.1.2 Konsep Dasar Pengendalian Intern Persediaan Barang. a. Definisi Pengendalian Persediaan Menurut pendapat Assauri (2004:176), pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang berurutan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kuantitas, maupun biayanya. Menurut Rangkuti (2004:25), pengawasan persediaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan menerapkan metode kuantitatif. Sedangkan menurut Handoko (2000:333) pengendalian adalah fungsi manajerial yang sangat penting karena persediaan fisik banyak perusahaan melibatkan
21
investasi rupiah terbesar dalam persediaan aktiva lancar. Dari pengertia-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah suatu aktivitas untuk menetapkan besarnya persediaan dengan memperhatikan keseimbangan antara besarnya persediaan yang disimpan dengan biaya-biaya yang ditimbulkannya.
b. Tujuan Pengendalian Persediaan Tujuan pengendalian persediaan secara terinci dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk (Assauri 2004:177) : a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. b. Menjaga agar supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan. c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan terlalu besar. Dari keterangan diatas dapatlah dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaaan.
22
2.1.3 Konsep Dasar Penerimaan dan Pengeluarang Persediaan Barang. 1. Pengeluaran barang Pengeluaran barang dalam suatu perusahaan dilaksanakan oleh bagian pembelian. Bagian ini berfungsi dan bertanggung jawab menempatkan pesanan pembelian setelah menerima permintaan tertulis. Suatu permintaan pembelian lebih baik dilaksanakan/dilakukan secara tertulis untuk mencegah kesalahan dalam barang yang diterima. Suatu permintaan pembelian hanya dapat dinyatakan oleh pimpimnan perusahaan atau pihak yang berwenang untuk menyatakan suatu permintaan pembelian oleh pimpinan. Bagian pembelian perlu mengetahui siapa saja yang berwenang untuk menyatakan pembelian sebelum menyetujui suatu permintaan pembelian. Dalam melakukan pengeluaran, bagian pembelian harus memilih pembeli
dengan
harga
yang
menguntungkan
bagi
perusahaan.
Perlu
dipertimbangkan syarat pembayarannya sehingga memberikan keuntungan kepada perusahaan secara maksimal selain itu yang perlu diperhatikan adalah ketepatan waktu sehinnga tidak menimbulkan keterlambatan yang berdampak kerugian bagi perusahaan. 2. Penerimaan Barang Bagian penerimaan barang bertugas untuk menerima semua barang yang dibeli oleh perusahaan. Pada saat menerima barang pesanan, bagian ini harus teliti dengan cara melakukan perhitungan fisik atau barang – barang yang diterima baik itu meghitung, menimbang apakah barang yang diorder sesuai dengan pembelian. Disamping itu bagian penerimaan juga harus mengadakan pemeriksaan kualitas
23
barang yang diterima. Surat pengangkutan atau pengiriman dari pihak pengangkut ditanda tangani oleh bagian penerimaan barang.
2.1.4 Prosedur Penerimaan dan Pengeluaran Barang Prosedur adalah urut – urutan dari suatu pekerjaan, karena melibatkan beberapa orang dalam dalam satu bagian atau lebih, disusununtuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi – transaksi perusahaan yang sering terjadi (Baridwan, 2008: 3). Pengertian prosedur menurut Mulyadi (2008:5) yaitu suatu urutan kegiatan clerical, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi secara berulang – ulang. Prosedur adalah serangkaian kegiatan yang sudah dibakukan untuk menangani suatu peristiwa atau transaksi (Winarno, 2006: 217). Pengertian prosedur penerimaan dan pengeluarang barang, sebagai berikut: 1. Prosedur Penerimaan Barang Prosedur penerimaan barang merupakan prosedur sejak diterimanya semua barang yang dibeli perusahaan sampai dengan dibuatnya dokumen laporan penerimaan barang oleh bagian penerimaan barang (Baridwan, 2008: 174). Prosedur ini diwakili dari pembuatan dokumen permintaan pembelian oleh petugas pencatat kartu persediaan. Permintaan pembelian pada intinya memberikan informasi bahwa jumlah persediaan digudang sudah menipis sehingga perlu diisi kembali dengan mengadakan persediaan barang. Didalam akuntansi pengertian persediaan adalah barang – barang terwujud yang dimiliki
24
oleh perusahaan pada suatu saat tertentu dengan tujuan untuk dijual kembali baik melalui proses produksi maupun langsung dalam siklus oprasi perusahaan. Setelah ditangani oleh kepala gudang lembar dokumen tersebut diserahkan ke bagian pembelian. Berdasarkan surat permintaan pembelian, bagian pembelian menulis surat penawaran harga kepada beberapa supplier. Jawaban dari supplier yang merupakan penawaran harga diseleksi oleh bagian pembelian untuk menentukan supplier yang menawarkan harga yang paling menguntungkan bagi perusahaan. Kemudian bagian pembelian mempersiapkan dokumen pesanan pembelian. Dokumen pesanan pembelian tersebut dibuat beberapa rangkap. Lembar pertama dan kedua dikirim ke rekanan dengan pesan agar lembar kedua dikirim kembali ke perusahaan dengan disertai catatan sebagai pemberitahuan bahwa rekanan benar – benar menyanggupi untuk memasok barang ke perusahaan. Satu lembar diarsipkan ke bagian pembelian dan bagian lainnya dikirim ke petugas pencatat kartu persediaan dan bagian penerimaan barang Barang dari supllier tersebut diterima oleh bagian penerimaan barang, bagian penerimaan barang akan mengecek berdasarkan arsip pesanan pembelian. Bagian penerimaan harus memastikan bahwa barang yang diterimanya benar – benar tepat dan yang diinginkan perusahaan. Agar petugas penerimaan barang melakukan perhitungan dengan benar dan cermat, dokumen pesanan pembelian yang digunakan oleh bagian penerimaan tidak memuat data kuantitas barang yang dikirim ke bagian penerimaan itu lazim disebut lembar ”lembar buta” (blind copy). Ketika barang sudah diperiksa secara teliti petugas bagian penerimaan barang menyiapkan laporan penerimaan barang (receiving repotr). Bagian
25
penerimaan barang menurut nomor dukumen lembar lainnya dikirim ke bagian pembelian dan petugas pencatat kartu persediaan untuk dicatat pada file persediaan. Lembar terakhir ;aporang penerimaan baranga tersebut dikirimkan ke gudang bersamaan dengan penyerahan barang dari bagian penerimaan ke bagian gudang. Penyerahan barang dari bagian penerimaan ke gudang merupakan pengalihan tanggung jawan atas barang yang perlu mendapat perhatian secara seksama. Pengalihan tanggung jawab harus didukung oleh bukti dalam bentuk tanda tangan petugas gudang pada lembar lapora penerimaan barang. Apabila semuanya telah sesuai, petugas tersebut dapat menandatangani laporan penerimaan barang. Lembar yang telah ditanda tangani kemudian diteruskan ke bagian utang. Bagian utang menerima faktur dari rekanan yang meminta pembayaran atas harga barang yang telah diserahkan ke perusahaan. Sebelum menyetujui pembayaran jumlah yang ditagihkan ke faktur tersebut petugas bagian utang mencocokan data yang tercantum dalam faktur tersebut dengan data yang tercatat pada pesanan pembelian dan laporan penerimaan barang. Jika data tersebut cocok, maka bagian utang dapat membuat voucher yang prinsipnya memberikan persetujuan atas pembayaran faktur tersebut. Dokumen – dokumen faktur, laporan penerimaan barang dan voucher bayar tersebut kemudian disimpan menurut tanggal jatuh tempo utang. Menjelang tanggal jatuh tempo, dokumen – dokumen tersebut ditarik dari arsip untuk dimintakan pembayaran.
26
2.
Prosedur Pengeluaran Barang Prosedur pengeluaran barang merupakan prosedur yang dimulai ketika
keluarnya barang oleh bagian gudang sesuai surat perintah pengiriman yang kemudian barang – barang diserahkan ke bagian pengiriman untuk dibungkus dan dikirimkan ke pembeli (Baridwan, 2008: 256). Prosedur ini diawali dengan pembuatan faktur penjualan tunai dengan informasi oleh bagian penjualan. Faktur penjualan ini dibuat oleh bagian penjualan sebanyak 3 lembar. Lembar ke 1 diserahkan kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran barang. Lembar ke 2 diserahkan ke bagian pembungkusan bersama dengan penyerahan barang yang dipilih oleh pembeli dan lembar ke 3 disimpan sebagai arsip. Denagn alat bantu register kas (cash register) bagian kasa menghasilkan pita register kas. Kemudian bagian kasa menerima faktur penjualan tunai lembar ke-1 dan uang tunai dari pembeli. Setelah uang yang diterima sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam faktur penjualan tunai, bagian kasa membutuhkan cap lunas dari faktur tersebut dan menyerahkan faktur tersebut dilampiri dengan pita register kas (cash register) kepada pembeli. Setelah
itu
bagian
pembungkusan
menyerahkan
barang
dengan
membandingkan penjualan tunai (yang telah diberi cap lunas oleh bagian kasa dan dilampiri dengan pita register kas) yang diterima dari pembeli dengan faktur penjualan tunai yang diterima dari bagian penjualan. Bagian pembungkusan membutuhkan cap sudah diambil pada bagian penjualan tunai lembar ke-1 dan lembar ke-2 pada pembeli. Kemudian bagian pembungkusan menyerahakan faktur pembayaran tunai lembar ke-1 kepada bagian akuntansi dan administrasi.
27
2.1.5 Sistem Pengendalian Intern 1. Sistem Pengendalian Intern Menurut Krismiaji (2005 : 215 ) mendefinisikan pengendalian intern adalah rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Sedangkan menurut James A. Hall (2007 : 181 ) Pengendalian intern adalah berbagai kebijakan, praktik dan prosedur yang diterapkan oleh perusahaan untuk mencapai empat tujuan umumnya yaitu : a. Menjaga Akitva Perusahaan Kekayaan perusahaan dapat berupa kekayaan berwujud maupun kekayaan yang tidak berwujud. Kekayaan perusahaan sangat diperlukan untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Bangunan, peralatan, mesin-mesin, dan semuanya bernilai material dari segi keuangan dan sangat diperlukan dalam segi teknis perusahaan. b. Memastikan akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi Informasi menjadi dasar pembuatan keputusan. Apabila informasi salah, maka keputusan yang diambil oleh manajemen atau pihak lain pun akan salah. Keputusan yang salah akan berdampak merugikan perusahaan. Agar informasi tidak salah perlu dilakukan pengawasan terhadap system informasi yang dimiliki prusahaan. c. Mendorong efisiensi dalam oprasional perusahaan Efisiensi merupakan suatu perbandingan antara besarnya pengorbanan dan hasil yang diperoleh. Semakin kecil pengorbanan namun hasil yang diperoleh
28
tetap sama, maka menunjukan efisiensi perusahaan. Perusahaan yang efisien akan lebih mudah mendapatkan laba yang besar. Laba yang besar sangat diharapkan oleh pemegang saham atu pemilik perusahaan dan karyawan. d. Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang diterapkan oleh pihak manajemen. Secara berkala manajemen telah menetapkan tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan. Didalam perusahaan terdapat banyak orang yang memiliki berbagai kepentingan, namun kepentingan mereka tidak boleh bertentangan dengan kepentingan perusahaan. Disisi lain manajemen juga harus menetapkan tujuan yang tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah.
2. Elemen-elemen Sistem Pengendalian Intern Ada lima komponen yang terdiri dari : a. Lingkungan Pengendalian (Control Enviroment) Lingkungan pengendalian merupakan sarana dan prasarana yang ada didalam organisasi atau perusahaan untuk menjalankan sistem pengendalian intern yang baik. Tanpa lingkungan yang baik, sistem pengendalian intern yang sangat bagus pun tidak dapat dijalankan dengan baik. Beberapa komponen yang memperngaruhi linkungan pengendalian intern adalah : 1) Komitmen mnajemen terhadap integritas dan nilai-nilai etika 2) Filosofi yang dianut oleh perusahaan dan gaya oprasional oleh manajemen 3) Struktur organisasi dan Komite audit untuk dewan direksi 4) Metode pembagian tugas dan tanggung jawab
29
5) Kebijakan dan praktek yang menyangkut sumber daya manusia 6) Pengaruh dari luar b. Kegiatan Pengawasan (Control Activites) Kegiatan pengawasan merupakan berbagai proses dan upaya yang dilakukan oleh manajemen peruahaan untuk menegakkan pengawasan atau pengendalian operasi perusahaan. Lima hal yang dapat diterapkan didalam kegiatan pengawasan adalah : 1) Pemberian otoritas atas transaksi dan kegiatan 2) Pembagian tugas dan tanggung jawab 3) Perncangan dan menggunakan dokumen serta catatan perusahaan 4) Perlindungan yang cukup terhadap kekayaan dan catatan perusahaan 5) Pemeriksaan independent terhadap kinerja perusahaan c. Pemahaman Resiko (Risk Assesment) Setiap perusahaan memiliki resiko yang melekat pada karakteristik bisnisnya. Manajemen perusahaan harus dapat mengidentifikasi resiko yang dihadapi oleh perusahaan. Dengan memahami resiko, manajemen dapat mengambil tindakan pencegahan sehingga perusahaan perusahaan dapat menghimdari keruguan. Ada tiga resiko yang dihadapi perusahaan : 1) Resiko Strategi Yaitu mengerjakan sesuatu dengan cara salah, kesalahan seperti ini akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya dengan baik.
30
2) Resiko Financial Yaitu resiko menghadapi kerugian financial. Hal ini disebabkan karena uang hilang, dihambur-hamburkan atau dicuri oleh karena itu perusahaan harus menghindari penggunaan uang. Uang kas hanya diperlukan untuk keperluan yang tidak material, sehingga hanya ada kas kecil. 3) Resiko Informasi Yaitu menhasilkan informasi tidak relevan atau informasi yang keliru atau bahkan sistem informasinya tidak dapat dipercaya. Karena akurasi informasi penting, maka harus dijaga jangan sampai ada informasi yang keliru. d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Perancang
ystem informasi perusahaan dan manajemen puncak harus
mengetahui hal-hal berikut ini : 1) Bagaimana transaksi diawali. 2) Bagaimana data dicatat ke dalam formulir yang siap di-input ke system atau langsung dikonversikan ke system. 3) Bagaimana file data dibaca, diorganisasi dan diperbarui isinya. 4) Bagaimana data diproses agar menjadi informasi yang berguna bagi pembuat keputusan. 5) Bagaimana informasi yang baik dilaporkan dan transaksi berakhir. Semua hal tersebut dapat memunculkan jejak audit (audit trail) oleh karena perancang system perlu menanamkan suatu fasilitas yang memungkinkan digunakannya jejak audit.
31
e. Pemantauan (Monitoring) Yaitu kegiatan untuk mengikuti jalannya sistem informasi akuntansi, sehingga apabila ada sesuatu berjalan tidak seperti yang diharapkan, dapat diambil tindakan segera. Sedikit saja penyimpangan dibiarkan akan menjadi besar, dan penyimpangan besar dapat memnyebabkan sistem terganggu atau tidak berfungsi.
3. Model Pengendalian Intern Ada beberapa model pengendalian intern untuk pencegahan, pendeteksian dan perbaikan (A.Hall. 2007 : 182 ), yaitu : a. Pegendalian Pencegahan Pencegahan adalah pertahanan pertama dalam struktur pengendalian. Pengendalian pencegahan adalah tehnik pasif yang didesain untuk mengurangi kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Mencegah kesalahan dan penipuan jauh lebih efektif dari segi biaya, daripada mendeteksi dan memperbaiki masalah yang telah terjadi. b. Pengendlian Pemeriksaan Pengendalian pemeriksaan adalah sebagai alat, teknik dan prosedur yang didesain untuk mengidentifikasi serta mengekspos berbagai peristiwa yang tidak diinginkan dan yang lepas dari pengendalian pencegahan. Pengendalian ini mengungkap berbagai jenis kesalahan tertentu melalui perbandingan kejadian sebenarnya dengan standar yang ditetapkan.
32
c. Pengendalian Perbaikan Pengendalian perbaikan adalah tindakan yang diambil untuk membalik brbagai kesalahan yang terdeteksi dalam thap sebelumnya.
4. Hubungan Antara Sistem Pengendalian Intern dengan Penerimaan dan Pengeluaran Barang Dalam setiap kegiatan organisasi perusahaan, sangat lah penting bila pencapaian suatu tujuan dapat dilaksanakan dengan efisien dan efektif. Sepert diketahui efisien dan efektif merupakan salah satu criteria yang digunakan untuk menilai prestasi kerja dari dalam bentuk perbandingan dan tidak pernah digunakan untuk penilaian yang mempunyai pengertian absolut. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa efisiensi adalah bertindak untuk dapat meminimalisir kerugian atau pemborosan sumber-sumber dana atau untuk membuat pengorbanan yang tepat dalam menghasilkan sesuatu yang dikehendaki. Sedangkan Efektifitas adalah kegiatan menghasilkan sesuatu yang diingankan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan. Dimana Efisiensi dan efektifitas merupakan salah satu criteria yang digunakan dalam menilai prstasi kerja dari suatu pusat pertanggungjawaban. Bila tingkat pengeluaran dari unit kerja tidak mencukupi sasaran yang telah ditetapkan sebagai kontribusi dari unit kerjanya,maka dapat dikaitkan bahwa unit
kerja
tersebut tidak atau kurang efektif. Struktur pengendalian interen penerimaan dan pengeluaran barang berperan
33
penting dalam menilai efisiensi dan efektifitas pengelolaan barang, karena didalamnya terdapat prosedur-prosedur dan prinsip pengendalian intern yang ada, kemungkinan adanya tindakan penyelewengan dan penyalahgunaan barang akan dapat dihindari, selain itu struktur pengendalian intern dapat mengefektifkan perusahaan dimana ketika perusahaan membutuhkan barang. Untuk memenuhi kebutuhan kegiatan opersional perusahaan selalu tersedia, maka perusahaan akan dapat efektif didalam pengelolaan barang apabila prosedur dan prinsip yang kurang tepat dalam struktur pengedalian intern penerimaan dan pengeluaran barang akan dapat diperbaiki.
2.1.6 Penelitian Terdahulu Untuk mendukung dari teori pedukung diatas, maka digunakan penelitian sebelumnya, yaitu sebagai berikut : 1. Elisa Karina (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan pada masalah yang ditemukan, diketahui bahwa pengendalian internal atas persediaan barang masih belum cukup memadai. Untuk itu diajukan saran perbaikan pihak perusahaan yaitu perusahaan perlu menerapkan system forecasting dengan perhitungan statistik untuk mengurangi terjadinya penumpukan. Perusahaan juga menerapkan suatu perhitungan statistik dengan menggunakan metode statistik atau software yang dapat menghitung penentuan re-order point serta dokumentasi yang dapat mengingatkan manajemen agar dapat mengurangi keterlambatan penerimaan barang.
34
2. Penelitian yang dilakukan Siska dan Syafitri (2013) dengan judul Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Barang Dagang Pada PT. Sungai Budi Di Palembang, Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Perusahaan sebaiknya melakukan perhitungan fisik persediaan barang digudang secara berkala setiap akhir bulan sehingga dapat mengetahui dengan segera jika terjadi kekeliruan atau kesalahan pencatatan dan adanya kekurangan stok maupun kelebihan ataupun penumpukan stok barang dagang. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Widiasa, Putra, dan Purnamawati (2015) dengan judul Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Persediaan Barang Dagang pada UD Tirta Yasa menunjukan bahwa struktur organisasi pada UD Tirta Yasa sudah cukup memadai, akan tetapi masih banyak bagian-bagian yang kosong dan mengakibatkan perangkapan jabatan pada karyawan. Begitu pula aktivitas pengendalian yang dilakukan terhadap pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran sediaan barang masih belum memadai, dikarenakan masih belum adanya pemisahan atau bagian khusus untuk menangani masalah ini. Efektifitas pengelolaan Persediaan Barang dagang yang dilakukan oleh UD Tirta Yasa sudah efektif namun kurang memadai, karena masih mempuyai kekurangan pada dokumen-dokumen yang seharusnya digunakan dalam sistem pembelian barang sediaan. Hal ini menambah lemahnya sistem pengendalian dikarenakan dokumen-dokumen tersebut seharusnya bisa menjadi alat pengendalian internal
35
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan teoritis serta permasalahan yang telah dikemukaakan
sebelumnya, berikut ini adalah rerangka system pengendalian intern dalam menilai efisiensi dan efektifitas fungsi penerimaan dan pengeluaran barang.
PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PROSEDUR PERSEDIAAN BARANG PADA PT. AGUNG AQUATIQ MARINE BALI
Menganalisis pelaksanaan aktivitas dokumen perencanaan persediaan barang, prosedur kegiatan persediaan barang, struktur organisasi, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana efektifitas dan efisiensi persediaan barang di PT. Agung Aquatiq Marine Bali.
Mengamati proses pencatatan persediaan Wawancara
Mencari informasi mengenai kecurangan dalam proses pencatatan persediaan Menyesuaikan informasi dengan keadaan di lapangan
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Analisis Flow Chart Observasi
36