BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Agency Teori keagenan (agency theory) mengemukakan hubungan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajemen). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Pada saat pemegang saham menunjuk manajer atau agent sebagai pengelola dan pengambil keputusan bagi perusahaan, pada saat itulah hubungan keagenan muncul. Teori agensi yang berkembang mulai dari Jensen dan Meckling (1976) mengacu kepada pemenuhan tujuan utama dari manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Ketidakmampuan atau keengganan manajemen untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham menimbulkan apa yang disebut masalah keagenan (agency problem). Agent memiliki lebih banyak informasi tentang perusahaan dibandingkan principal. Ketimpangan informasi ini dapat disebut sebagai asimetri informasi. Adanya asimetri informasi menyebabkan timbulnya konflik atau perbedaan kepentingan antara principal dan agent yang dapat menimbulkan biaya keagenan. Informasi keuangan bermanfaat apabila penyampaiannya tepat waktu. Kebutuhan atas informasi yang akurat dan tepat waktu mempengaruhi permintaan akan audit
9
10
laporan keuangan. Hal ini memiliki keterkaitan dengan teori agensi yakni adanya kontrak antara principal dengan agent demi menyelaraskan kepentingan kedua belah pihak tersebut. Agoes dan Hoesada (2012: 126) teori keagenan (agency theory) menjelaskan perbedaan kepentingan antara pemegang saham sebagai pelaku utama (primcipal) dan manajemen sebagai agent. Pemegang saham menunjuk manajemen sebagai orang profesional untuk mengelola perusahaannya. Dengan harapan jika perusahaan dikelola dengan baik akan memberikan imbal hasil (return) yang besar bagi pemegang saham dalam bentuk deviden, selain itu untuk meningkatkan nilai saham dan harga pasar saham. Dalam penelitian ini, teori agensi memerlukan pihak ketiga yang dapat menjamin akuntabilitas penyampaian laporan keungan. Pihak ketiga yang dimaksud adalah auditor independen yang berfungsi untuk menengahi konflik kepentingan antara pihak principal dan agen. Auditor ditugaskan untuk memeriksa laporan keuangan yang dihasilkan manajemen agar menghasilkan laporan keuangan yang dapat memberikan informasi dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Dengan laporan keuangan yang telah diperiksa auditor, principal dapat melihat kualitas laporan yang disajikan oleh agent (manajemen). 2.1.2 Laporan Keuangan (IAI, 2014) laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus
11
kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomik. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu: 1.
Dapat Dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna. Untuk maksud ini, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
2.
Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat memepengaruhi keputusan ekonomik pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) berkaitan satu sama lain.
3.
Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian menyesatkan, kesalahan material,
12
dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faitfhful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 4.
Dapat Dibandingkan Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar entitas untuk mengevaluasiposisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan dengan konsisten untuk entitas tersebut, antar periode entitas yang sama dan untuk entitas yang berbeda.
2.1.3 Audit Delay Beberapa pengertian mengenai audit delay dari penelitian sebelumnya. Puspitasari (2012) audit delay merupakan senjang waktu audit, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk menghasilkan laporan audit atas kinerja laporan keuangan suatu perusahaan. Angruningrum dan Wirakusuma (2013) audit delay merupakan keterlambatan penyelesaian audit yang dapat dihitung melalui selisih antara tanggal ditandatanganinya laporan auditor independen dengan tanggal tutup buku laporan keuangan tahunan. Ketelitian dan kecermatan disertai dengan mengumpulkan alat bukti yang cukup dan memadai harus dilakukakn dalam proses audit. Andika (2015) audit report lag atau audit delay adalah lamanya waktu
13
penyelesaian audit yang dilihat dari tanggal penutupan tahun buku (31 Desember) hingga tanggal diterbitkannya laporan audit. Untuk melihat ketepatan waktu dalam suatu penelitian biasanya melihat keterlambatan (lag). Dyer dan Mchugh (1975) dalam Widhiasari, (2014) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis keterlambatan (lag) yakni: 1.
Preliminary lag, yaitu interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahuluan oleh pasar modal
2.
Auditor’s signature lag, yaitu interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
3.
Total lag, yaitu interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal. Sedangkan menurut Knechel dan Payne (dalam Surbakti, 2009) audit delay
atau dengan istilah lain audit repot lag yang dibedakan menjadi tiga yaitu: 1.
Scheduling lag, yaitu selisih waktu antara tahun penutupan buku perusahaan dengan dimulainya pekerjaan lapangan oleh auditor
2.
Fieldwork lag, yaitu selisih waktu antara dimulainya pekerjaan lapangan dan saat penyelesaiannya.
3.
Reporting lag, yaitu selisih waktu antara penyelesaian pekerjaan lapangan dengan tanggal laporan auditor. Jika audit delay semakin panjang maka kemungkinan keterlambatan
penyampaian laporan keuangan akan semakin besar. Hajiha dan Rafiee (2011) dalam Miradhi (2016) mengukur audit delay dilihat dari jumlah hari antara akhir tahun fiskal laporan keuangan hingga diterbitkannya laporan audit independen.
14
2.1.4 Kepemilikan Saham Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri, jika dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, atau komisaris. Saham yang tidak mempunyai nilai nominal tidak boleh dikeluarkan oleh perseroan. Perseroan mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham anggota direksi dan komisaris beserta keluarganya di perseroan tersebut dan perseroan lain, dilengkapi dengan tanggal perolehan saham. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan, tetapi tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai (Wicaksono, 2009) Kepemilikan saham pada perusahaan-perusahaan yang sehat dan tumbuh dengan baik merupakan salah satu cara untuk mencapai kemakmuran. Sebagai contoh Bill Gates mampu bertahan sebagai orang terkaya di dunia karena ia merupakan pemilik sekaligus pemegang saham Microsoft Corporation, demikian pula dengan orang-orang terkaya dunia lainnya, mereka merupakan pemilik dan
15
pemegang saham di perusahaan-perusahaan kelas atas dunia di mana harga sahamnya mampu tumbuh dan berkembang dengan pesat. Melalui mekanisme kepemilikan saham, ketika suatu pihak tidak lagi berniat untuk menjadi pemilik atau pemegang saham di sebuah perusahaan, maka pemilik saham dapat dengan mudah menjual saham tersebut melalaui mekanisme perdagangan saham di Bursa Efek (Fakhruddin: 2008) Laporan keuangan auditan yang di dalamnya memuat informasi laba yang dihasilkan oleh perusahaan bersangkutan akan dijadikan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan untuk membeli atau menjual kepemilikan yang dimiliki oleh investor yang berarti informasi laba dari laporan keuangan yang telah dipublikasikan akan mempengaruhi kenaikan atau penurunan harga saham (Aldie, 2008) dalam Putra dan Sukirman (2014). 2.1.5 Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan saham merupakan susunan para pemegang saham atas suatu kepemilikan di perusahaan. Struktur kepemilikan saham menunjukkan jumlah nominal saham, jumlah lembar saham dan jumlah persentase kepemilikan saham seseorang atau institusi seperti perusahaan, pemerintah dan instusi lainnya. Struktur kepemilikan saham di dalam perusahaan antara lain: struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, kepemilikan keluarga, dan kepemilikan asing. Dalam penelitian ini struktur kepemilikan yang akan diteliti dan sekaligus digunakan sebagai variabel independen adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.
16
2.1.6 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial meliputi persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajer dan dewan komisaris. Wahidahwati (2002) dalam Rizky (2015) menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial merupakan mekanisme corporate governance yang efektif sebagai salah satu saran monitoring yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang baik. Manajer akan senantiasa berusaha untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan memperbaiki kinerja manajemen. Perusahaan dengan kinerja yang baik tidak akan menunda pelaporan keuangan dan hal itu berarti perusahaan tersebut akan menyelesaikan laporan audit dengan segera untuk memberikan citra positif (Swami dan Latrini, 2013) Kepemilikan manajerial (insider ownership) mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang ada pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja, karena dapat memicu manajer untuk dapat lebih peka terhadap kebutuhan perusahaan dan mulai berfikir serta bertindak sebagai seorang pemilik. Kepemilikan saham oleh pihak manajerial menyebabkan manajerial akan berusaha meningkatkan kinerja supaya dapat menyampaikan laporan keuangan auditan tepat waktu. 2.1.7 Kepemilikan Institusional Kepemilikan Institusional (Institusional ownership) adalah jumlah proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh suatu institusi atau badan usaha suatu organisasi seperti: pemerintah, institusi keuangan, institusi luar negeri, dana perwalian, institusi berbadan hukum, dan institusi lainnya menurut Ilham Fahmi, (2011) dalam Rizky (2015). Kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking.
17
Dengan adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaaan yang dapat digunakan untuk mendukung kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Kepemilikan institusional memiliki peran penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal (Suparsada dan Putri, 2017). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menciptakan usaha pengawasan yang besar juga oleh pihak investor institusional sehingga mengahalangi perilaku opportunistic manajer. Pihak institusi memiliki kekuatan untuk dapat menuntut penyelesaian laporan audit dengan segera karena apabila laporan keuangan yang diserahkan terlambat akan berpengaruh terhadap keputusan ekonomi yang akan diambil oleh para pemakai informasi tersebut. Secara tidak langsung investor institusional memiliki potensi untuk mempengaruhi kegiatan manajemen melalui kepemilikan saham mereka di perusahaan tersebut, sehingga mewajibkan pihak manajemen agar menyampaikan informasi keuangan dengan cepat.
18
2.1.8 Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau dari pendapatan investasi. Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) atau return on total assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu efektivitas manajemen dalam mengelola insvestasinya. Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahan. (Kasmir, 2015: 202). Pengukuran tingkat profitabilitas dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat return on investment (ROI) yang diharapkan dengan tingkat return yang diminta para investor dalam pasar modal. Jika return yang diharapkan lebih besar dari pada return yang diminta, maka investasi tersebut dikatakan sebagai menguntungkan (Tampubolon, 2013: 43). Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik. Jadi, perusahaan yang mampu menghasilkan profit akan cenderung mengalami audit delay yang lebih pendek, sehingga berita baik (good news) tersebut dapat segera disampaikan kepada para investor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa profitablitias dapat mempengaruhi kecepatan penyelesaian laporan auditan, karena semakin
19
tinggi tingkat profitabilitas yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan auditnya. Jadi, profitabilitas suatu perusahaan yang tinggi dapat berdampak pada cepatnya penyelesaian audit, sedangkan jika nilai profitabilitas yang rendah akan berdampak pada kecenderungan penyelesaian audit lebih lama karena ada indikasi akan terjadinya audit delay yang merupakan berita buruk (bad news) bagi investor. Auditor akan cenderung berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan tersebut, terutama jika perusahaan mengalami kerugian. 2.1.9 Leverage Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam penelitian ini rasio leverage diukur menggunakan rasio debt to equity ratio (DER), debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas, rasio ini dicari dengan cara membandingkan atara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas (Kasmir, 2015). Dalam praktiknya apabila dari hasil perhitungan, perusahaan ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko kerugian lebih besar, tetapi juga ada kesempatan mendapat laba juga besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas lebih rendah tentu mempunyai risiko kerugian lebih kecil pula, terutama pada saat perekonomian menurun. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian (return) pada saat perkonomian tinggi.
20
(Tampubolon, 2013: 41) pembiayaan dengan hutang mempunyai pengaruh bagi korporasi karena hutang mempunyai beban yang bersifat tetap. Tetapi penggunaan hutang juga memberikan subsidi pajak atas bunga yang dapat menguntungkan pemegang saham. Oleh karena itu, penggunaan hutang harus menyeimbangkan antara keuntungan dan kerugian. Bagi bank (kreditor), semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi diperusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar rasio ini akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva (Kasmir 2015: 158) Tingginya rasio debt to equty ratio atau financial leverage mencerminkan tingginya resiko perusahaan. Proporsi yang tinggi dari hutang terhadap total aktiva atau modalnya akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan dapat meningkatkan kehati-hatian dari auditor terhadap laporann keuangan yang akan di audit, hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari hutang akan meningkatkan pula resiko kerugiannya. Kondisi seperti ini dapat membuat pihak manajemen cenderung mengambil keputusan untuk melakukan penundaan penyampaian laporan keuangan karena berisi berita buruk (bad news) karena waktu yang ada digunakan untuk menekan kerugiannya. Leverage dapat pula diartikan sebagai perbandingan antara jumlah hutang dengan jumlah ekuitas yang dimiliki perusahaan. Ketika perusahaan memiliki jumlah proporsi hutang yang lebih banyak daripada jumlah ekuitas, maka auditor
21
akan memerlukan waktu yang lebih banyak dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan karena rumitnya prosedur audit akun hutang serta penemuan buktibukti audit yang lebih kompleks terhadap pihak-pihak kreditur perusahaan (Aryaningsih dan Budiartha, 2014) 2.1.10 Opini Auditor Agoes dan Hoesada (2012: 129) tahap akhir dari proses audit adalah pemberian opini dari auditor eksternal mengenai kewajaran laporan keuangan, wajar tidak sama dengan benar. Wajar yang dimaksud berarti laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen sudah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan bebas dari salah saji material. Kesalahan yang tidak material mungkin saja ada, tetapi tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Jika, laporan keuangan dinyatakan benar berarti laporan keuangan harus bebas dari kesalahan sekecil apa pun. Itulah alasannya auditor tidak dapat menyatakan bahwa laporan keuangan itu “benar”, tetapi “wajar”. Berdasarkan PSA No. 29 menyatakan bahwa terdapat lima jenis opini auditor, yaitu: 1.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. 2.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Tambahan Bahan Penjelasan
(Unqualified opinion with explanatory language)
22
Auditor menyatakan bahwa keadaan tertentu sering kali mengharuskan auditor untuk menambahkan paragraf penjelasan (bahasa penjelasan lain) dalam laporan auditor bentuk baku. Keadaan tersebut meliputi: a.
Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b.
Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaankeadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.
c.
Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan, dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
d.
Diantara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.
e.
Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif.
f.
Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) namun tidak disajikan atau tidak di-review.
g.
Informasi tambahan yang diharuskan oleh Institut Akuntan Publik IndonesiaDewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut atau auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan
23
yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut. h.
Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secaara material tidak konsisten dangan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Selain itu, auditor dapat menambahkan paragraf penjelasan untuk menekankan suatu hal tentang laporan keuangan. 3.
Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified opinion) Auditor memberikan pendapat dengan pengecualian apabila lingkup audit
dibatasi oleh klien, auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi0kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor, dan laporan keuangan tidak disusun dengan Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (PABU) karena dalam penyusunan laporan keuangan tidak ditetapkan secara konsisten. 4.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse opinion) Auditor memberikan pendapat tidak wajar pada laporan keuangan apabila
laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan sacara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia. 5.
Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Dislaimer of opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat bermakna bahwa auditor tidak dapat
memberikan pendapat terhadap laporan keuangan entitas dengan kata lain auditor tidak memiliki landasan yang memadai bagi suatu pendapat, dan tidak mengetahui
24
apakah laporan keuangan entitas disajikan secara wajar atau tidak. Penyataan seperti ini dikeluarkan bila terdapat satu atau beberapa situasi seperti: a.
Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
b.
Ada ketidakpastian yang pemecahnya dapat memiliki imbas material dan meluas terhadap laporan keuangan
c.
Auditor tidak mampu mengumpulkan bukti yang memadai untuk merumuskan suatu pendapat terhadap laporan keuangan baik batasan yang dikarenakan oleh klien maupun karena keadan yang berada diluar kendali klien atau auditor.
2.1.11 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai audit delay pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa telah banyak dilakukan, namun masih terdapat banyak perbedaan hasil. Beberapa hasil penelitian tersebut berbeda karena ada perbedaan variabel dependen maupun independen yang diteliti, perbedaan periode pengamatan, serta perbedaan sektor perusahaan yang digunakan. Menurut penelitian Febrianty (2011) keterlambatan publikasi laporan keuangan dapat mengindikasikan adanya masalah dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam penyelesaian audit. Berikut ini beberapa penelitian mengenai audit delay yang lebih dahulu dilakukan. Andi Kartika (2009) melakukan penelitian yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay yang terjadi pada perusahaan-perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain, ukuran perusahaan, laba/rugi operasi, opini audit, profitabilitas, dan reputasi auditor. Hasil
25
penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor ukuran perusahaan, laba rugi operasi, mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Opini dari auditor punya pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Faktor profitabilitas dan reputasi auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay perusahaan. Meylisa Januar Iskandar dan Estralita Trisnawati (2010) meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi audit delay. Variabel yang digunakan yaitu, total aset, klasifikasi industri, laba atau rugi tahun berjalan, opini audit, ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), dan debt proportion. Dari penelitian ini hasilnya bahwa kalsifikasi industri, laba atau rugi tahun berjalan, dan besarnya ukuran KAP berpengaruh terhadap audit report lag atau audit delay. Sedangkan total asset, opini audit, dan debt proportion tidak mempunyai pengaruh terhadap audit report lag. Penelitian yang dilakukan oleh Angruningrum dan Wirakusuma (2013) dengan menguji pengaruh profitabilitas, leverage, kompleksitas operasi, reputasi kap dan komite audit pada audit delay menyatakan pendapat bahwa terdapat satu variabel independen yang berpengaruh terhadap audit delay yaitu variabel leverage. Sedangkan variabel profitabilitas, kompleksitas operasi perusahaan, reputasi KAP dan komite audit tidak berpengaruh terhadap audit delay. Penelitian yang dilakukan Jumratul Haryani dan Wiratmaja (2014) yang menguji tentang audit delay juga yaitu, Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komite Audit, Penerapan International Financial Reporting Standards dan Kepemilikan Publik pada Audit Delay. Dari penelitian ini hasilnya adalah ukuran komite audit
26
dan kepemilikan publik berpengaruh pada audit delay. Namun untuk variabel ukuran perusahaan dan penerapan IFRS tidak berpengaruh pada audit delay. Windu Andika (2015) melakukan penelitian dengan menguji Pengaruh Profitabilitas, Solvabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Opini Auditor terhadap Audit Report Lag menggunakan sampel perusahan jasa yang terdaftar di BEI mulai tahun 2011-2013. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa variabel profitabilitas, solvabilitas, dan likuiditas tidak berpengaruh sedangkan variabel ukuran perusahaan dan opini auditor berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Ni Made Dwi Ari Murti dan Ni Luh Sari Widhiyani (2016) melakukan penelitian yang menguji Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas pada Audit Delay dengan Reputasi KAP sebagai Variabel Pemoderasi. Berdasarkan penelitian ini, hasilnya adalah ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh negatif pada audit delay, sedangkan reputasi KAP mampu memoderasi pengaruh ukuran perusahaan pada audit delay, dalam hal ini reputasi KAP memperlemah hubungan ukuran perusahaan pada audit delay. Made Devi Miradhi dan Gede Juliarsa (2016) juga melakukan penelitian tentang audit delay dengan sampel perusahaan manufaktur. Penelitian ini menguji Ukuran Perusahaan Sebagai Pemoderasi Pengaruh Profitabilitas dan Opini Auditor pada Audit Delay. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa, profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif signifikan pada audit delay, opini auditor tidak berpengaruh signifikan pada audit delay, dan ukuran perusahaan memperkuat
27
interaksi antara profitabilitas pada audit delay, namun ukuran perusahaan tidak mampu memoderasi interaksi antara opini auditor pada audit delay. Putra dan Made (2016) meneliti Ukuran Perusahaan Sebagai Pemoderasi Pengaruh Opini Auditor, Profitabilitas, dan Debt To Equity Ratio Terhadap Audit Delay. Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa opini auditor dan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit delay, sedangkan debt to equity ratio (DER), ukuran perusahaan memoderasi (memperkuat) pengaruh opini auditor terhadap audit delay, ukuran perusahaan tidak memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap audit delay, dan ukuran perusahaan tidak memoderasi pengaruh debt to equity ratio (DER) terhadap audit delay. Ni Putu Yulianda Damayanti Suparsada dan IGAM Asri Dwija Putri (2017) meneliti tentang Pengaruh Profitabilitas, Reputasi Auditor, Ukuran Perusahaan, dan Kepemilikan Institusional terhadap Audit Delay pada Perusahaan Manufaktur, berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa profitabilitas, ukuran perusahaan, dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap audit delay, sedangkan reputasi auditor tidak berpengaruh.
28
2.2
Rerangka Pemikiran
Teori Agency
Principal
Agent
Perusahaan
Laporan Keuangan
Kepemilikan Saham
Leverage
Profitabilitas
Opini Auditor
Audit Delay
Gambar 1 Rerangka Pemikiran 2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Kepemilikan Saham Terhadap Audit Delay Kepemilikan saham oleh pihak luar menyebabkan gerak perusahaan dalam melakukan pengelolaan menjadi terbatas karena adanya tekanan yang diberikan oleh pasar terkait dengan peningkatan kinerja dari perusahaan tersebut serta ketaatannya pada peraturan yang berlaku. Kepemilikan saham dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan presentase kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Febrianty (2011) keterlambatan publikasi laporan keuangan dapat
29
mengindikasikan adanya masalah dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam penyelesaian audit. Kepemilikan saham oleh pihak manajerial menyebabkan manajerial akan berusaha meningkatkan kinerja supaya dapat menyampaikan laporan keuangan auditan tepat waktu. Selain kepemilikan manajerial, kepemilikan dari pihak institusi juga dapat mengurangi audit delay karena pihak institusi dapat menuntut pihak manajemen agar tepat waktu dalam menyelesaikan laporan keuangan auditan. Suparsada dan Putri (2017) mengatakan bahwa tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic.
Kepemilikan
institusional
diduga
mampu
mempengaruhi
ketepatwaktuan pelaporan keuangan tahunan. Para pemilik investasi akan mengindikasikan adanya berita buruk (bad news) jika perusahaan tidak segera mempublikasi laporan keuangan yang akan berpengaruh pada keputusan investasi yang akan datang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan manajemen menginginkan auditor cepat menyelesaikan tugasnya agar dapat mempublikasikan laporan keuangan dengan segera terjadi pada perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan saham yang besar. Hal tersebut terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparsada dan Putri (2017) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap audit delay. Hasil lain untuk kepemilikan manajerial dilakukan oleh Swami dan Latrini (2013) menunjukkan bahwa ada kecenderungan variabel kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan tidak signifikan pada audit report
30
lag. Hal tersebut berarti, ada atau tidaknya kepemilikan manajerial tidak akan mempengaruhi panjangnya audit delay dalam suatu perusahaan. Maka hipotesis penelitian ini adalah: H1.1 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap audit delay H1.2 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap audit delay 2.3.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Audit Delay Perusahaan yang mempunyai profitabilitas rendah atau dengan kata lain mengalami kerugian cenderung akan menunda publikasi atas laporan keuangan karena kerugian merupakan kabar buruk (bad news) yang akan berdampak negatif pada perusahaan seperti penurunan permintaan akan saham yang diterbitkan. Perusahaan akan mengulur waktu untuk publikasi laporan keuangan dikarenakan perusahaan menghindari adanya bad news karena terjadi profit yang rendah. Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik, maka perusahaan yang mampu menghasilkan profit akan cenderung mengalami audit delay yang lebih pendek, sehingga hal tersebut dapat segera disampaikan kepada para investor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Dalam mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi membutuhkan waktu yang cepat dikarenakan keharusan untuk menyampaikan kabar baik kepada publik. Banyak perusahaan yang mengalami kenaikan profit yang menyebabkan publikasi semakin cepat. Selain itu diindikasikan tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan cukup tinggi sehingga memacu perusahaan untuk mengkomunikasikan laporan keuangan yang diaudit lebih cepat.
31
Hasil ini sesuai dengan penelitian Suparsada dan Putri (2017), Putra dan Made (2016) serta Setiawan (2013) bahwa profitabilitas berpengaruh negatif, tetapi hasil tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Kartika (2009) dan Andika (2015) yang tidak menemukan adanya pengaruh profitabilitas terhadap audit delay. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit delay 2.3.3 Pengaruh Leverage Terhadap Audit Delay Tingkat leverage diukur dengan menggunakan rasio DER yaitu jumlah kewajiban (hutang) dibagi dengan jumlah ekuitas. Kesehatan perusahaan yang rendah akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kecurangan manajemen atau ketidaksengajaan untuk mengurangi karyawan. Sebagai konsekuensinya, auditor akan meningkatkan lamanya waktu dalam periode audit. Semakin besar nilai DER suatu perusahaan, maka audit delay yang dilakukan adalah semakin lama (Aryaningsih dan Budiartha, 2014) Mengaudit hutang memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan mengaudit modal. Biasanya mengaudit hutang lebih melibatkan banyak staf dan lebih rumit dibandingkan dengan mengaudit modal (Carslaw dan Kaplan, 1991) dalam Febrianty (2011). Dengan demikian, auditor akan mengaudit laporan keuangan perusahaan dengan lebih seksama dan membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga dapat meningkatkan audit delay. Penelitian yang dilakukan oleh Febrianty (2011), Putra dan Made (2016) serta Aryaningsih dan Budiartha (2014) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif
32
terhadap audit delay. Hasil tersebut berbeda dengan Saemargani (2015) dan Andika (2015) yang tidak menemukan adanya pengaruh leverage terhadap audit delay. Mengaudit akun hutang akan memakan waktu lama karena harus mencari sumber penyebab dari tingginya proporsi hutang yang dimiliki oleh perusahaan serta membutuhkan banyak waktu dalam mengkonfirmasi pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Leverage berpengaruh positif terhadap audit delay 2.3.4 Pengaruh Opini Auditor Terhadap Audit Delay Opini audit merupakan media bagi auditor untuk mengungkapkan pendapat atas laporan keuangan kepada investor menyangkut keadaan laporan keuangan. Opini yang dihasilkan oleh auditor dapat mempengaruhi lama dari keluarnya laporan audit, karena dalam proses pemberian opini tersebut melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan partner auditor, dan lain sebagainya. Sehingga perusahaan dengan qualified opinion akan mempunyai waktu audit delay yang lebih lama dibandingkan dengan perusahaan dengan opini yang berbeda (Putra dan Made, 2016) Setiawan (2013) Pada umumnya opini selain wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) merupakan opini yang tidak diharapkan oleh semua manajemen. Semakin tidak baik opini yang diterima oleh perusahaan maka semakin lama laporan keuangan auditan dipublikasikan. Diduga perusahaan yang mendapat opini selain unqualified opinion akan mengalami audit delay yang lebih lama, dibandingkan dengan perusahaan yang mendapatkan opini unqualified opinion.
33
Arah hubungan yang timbul antara opini auditor terhadap audit delay adalah negatif, karena apabila perusahaan mendapat unqualified opinion (wajar tanpa pengecualian) maka audit delay akan berkurang daripada perusahaan yang mendapatkan opini selain unqualified opinion (wajar tanpa pengecualian). Karena ketika perusahaan mendapatkan opini selain wajar tanpa pengecualian, maka auditor akan mencari bukti-bukti yang menyebabkan dikeluarkannya opini selain wajar tanpa pengecualian. Pencarian bukti-bukti serta temuan-temuan audit akan memakan banyak waktu sehingga mengindikasikan terjadinya audit delay yang panjang. Proses pemberian pendapat terhadap kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan didasarkan pada hasil audit yang telah dilakukan sesuai dengan standar pekerjaan lapangan. Sebaliknya, perusahaan yang menerima unqualified opinion dan unqualified opini report with explanatory language mengalami audit repot lag lebih pendek karena tidak ada masalah dalam kewajaran dan penyusunan laporan keuangan yang signifikan. Penelitian yang dilakukan Kartika (2011) dan Saemargani (2015) tidak menemukan adanya pengaruh opini auditor terhadap audit delay. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Andika (2015), Putra dan Made (2016), Pamudji dan Dewi (2013) yang menemukan adanya pengaruh negatif opini auditor terhadap audit delay. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : Opini auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay