BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengertian Modal Munawir (2001) menyatakan bahwa modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), surplus atau laba yang ditahan atau kelebihan aset yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutangnya. Modal menggambarkan hak pemilik atas perusahaan yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan pemilik maupun para investor. Modal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif adalah modal yang tertera disebelah debet dari neraca yang menggambarkan bentuk-bentuk dimana seluruh dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan. Dengan kata lain, modal aktif menunjukkan bentuk modal. Riyanto (1995) menyatakan bahwa berdasarkan cara dan lama perputaran, modal aktif dibagi menjadi 2 yaitu aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah aset yang habis dipakai dalam satu kali perputaran proses produksi dan proses perputarannya kurang dari satu tahun. Sedangkan aset tetap adalah aset yang tahan lama yang tidak habis atau yang secara berangsur-angsur habis turut serta dalam proses produksi. Modal pasif adalah modal yang tertera disebelah kredit sisi neraca yang menggambarkan sumber perolehan dana atau dengan kata lain modal pasif menunjukkan sumber atau asal modal. 2.1.2 Pengertian Struktur Modal
26
Struktur modal berkaitan dengan penentuan bauran pembelanjaan jangka panjang perusahaan. Struktur modal mempunyai pengertian yang berbeda dengan struktur keuangan (financial Structure). Struktur modal hanya merupakan bagian dari struktur keuangan. Warsono (2003: 235) menyatakan bahwa struktur keuangan merupakan kombinasi bauran dari segenap pos yang termasuk dalam sisi kanan neraca keuangan perusahaan (sisi pasiva), sedangkan struktur modal merupakan bauran dari segenap sumber pembelanjaan jangka panjang yang digunakan perusahaan.
Pengertian struktur modal dibedakan dengan struktur
keuangan, dimana struktur modal merupakan pembelanjaan permanen yang mencerminkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur atau komposisi modal harus diatur sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitas finansial perusahaan, memang tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada dasarnya pengaturan terhadap struktur modal dalam pesahaan harus berorientasi pada tercapainya stabilitas finansial dan terjaminnya kelangsungan hidup perusahaan. Struktur Keuangan – Kewajiban Lancar = Struktur Modal Dengan formula diatas, bukan berarti bahwa komponen struktur modal untuk semua perusahaan pasti sama, walaupun secara prinsip sama. Hal ini sangat bergantung pada bentuk perusahaannya. Antara perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, tentunya akan berbeda dengan perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer (CV). Struktur modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Modal asing dalam hal ini diartikan sebagai hutang,
baik jangka panjang maupun jangka pendek, sedangkan modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan (retained earning) dan bisa juga dari saham preferen dan saham biasa dari para pemilik saham. Pada dasarnya pemenuhan dana sebagai modal suatu perusahaan dapat berasal dari sumber internal dan eksternal. Internal berarti sumber pendanaan tersebut diperoleh dari dalam perusahaan dan eksternal berarti sumber pendanaan tersebut diperoleh dari tambahan penyertaan modal pemilik perusahaan, dapat berupa penjualan obligasi ataupun pemberian kredit. Pendanaan dengan modal sendiri
secara
internal
akan mengurangi
ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar. Dilain pihak, apabila dana yang dimiliki
tidak
mampu
memenuhi
kebutuhan
perusahaan,
maka
perlu
dipertimbangkan penggunaan modal asing. Sutrisno (2009:255) menyatakan bahwa struktur modal merupakan imbangan antara modal asing atau hutang dengan modal sendiri. Bringham dan Houston (2001:45) menyatakan bahwa struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah kombinasi dari utang dan ekiutas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Dalam penelitian ini adalah perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan (long term debt) denganmodal sendiri, atau dapat dituliskan sebagai berikut:
Struktur Modal =
Hutang Jangka Panjang Modal Sendiri
x 100%
Sumber : Brigham dan Houston (2001:45)
Dalam pendekatan tradisional diasumsikan terjadi perubahan struktur modal yang optimal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial leverage (hutang dibagi modal sendiri). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga suatu
leverage
tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami
perubahan, sehingga tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang relatif konstan. Setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Oleh karena itu, nilai perusahaan yang mula-mula meningkat akan menurun sebagai akibat
penggunaan hutang yang semakin besar.
Dengan
demikian, menurut pendekatan tradisional, bisa diperoleh struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang memberikan biaya modal keseluruhan yang terendah dan memberikan harga saham tertinggi. Sejalan dengan itu, Warsono (2003:242) menyatakan bahwa struktur modal optimal merupakan bauran sumber pembelanjaan yang selalu dituju oleh manajemen keuangan. Struktur modal optimal ini dapat didefinisikan sebagai suatu sruktur modal yang memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham perusahaan, dan meminimumkan biaya modalnya. Brigham dan Houston (2001:45) menyatakan bahwa struktur modal yang optimal pada suatu perusahaan adalah kombinasi dari hutang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Hanafi (2004:297) menyatakan bahwa perusahaan dapat melakukan perubahan struktur modal untuk mencapai struktur modal yang optimal dalam perusahaan. Sedangkan Modigliani dan Miller / MM Approach (1961) menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan, karena diasumsikan
pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT (Earning Before Interest and Taxes) selalu sama. Mereka berpendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan mengalami perubahan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu terdapat perlindungan atas nilai investasi, yaitu karena nilai investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko, sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya berubah. Asumsi yang digunakan adalah pasar modal sempurna, nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas semua investor sama, perusahaan mempunyai risiko usaha (business risk) yang sama dan tidak ada
pajak.
Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan hutang, lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan hutang atau dengan kata lain biaya hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak. Sundjaja dan Inge (2003:286) menyatakan bahwa teori Modigliani dan Miller / MM Approach tersebut memberi hasil bahwa teori struktur modal yang optimal didasarkan atas keseimbangan antara manfaat dan dari pembiayaan dengan pinjaman. Sundjaja mengasumsikan bahwa
manfaat utama dari
pembiayaan dengan modal pinjaman adalah perlakuan pajak dari pemerintah yang mengizinkan bahwa pembayaran bunga atas pinjaman dapat dikurangi dalam menghitung pendapatan kena pajak.
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur struktur modal tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut leverage ratio. Leverage ratio adalah perbandingan yang bertujuan untuk mengukur seberapa besar suatu perusahaan dibiayai oleh hutang. Penelitian ini akan menggunakan rasio leverage antara hutang jangka panjang dengan total aset sebagai indikator variabel dependen struktur modal. 2.1.3 Teori Struktur Modal 1. Agency Theory Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 2005), dimana manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mereka mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan dan pembatasan terhadap keputusan yang bisa diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya agensi (Saidi,2004). Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
Salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham (Horne dan Wachowicz, 2005). Misalnya, pemegang obligasi, karena mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya – biaya yang timbul ini akan berpengaruh terhadap kebijakan struktur modal yang diambil perusahaan. Tujuan utama teori keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalkan cost sebagai dampak adanya informasi yang asimetris dan kondisi ketidakpastian. 2. Signalling Theory Signalling theory adalah teori yang menerangkan suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk pada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Perusahaan
dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara yang lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Sebaliknya, perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu sinyal bahwa manajemen memandang suramnya prospek perusahaan tersebut. Prospek perusahaan yang terlihat dari
tindakan yang diambil manajemen tersebut akan mempengaruhi kebijakan struktur modal perusahaan yang nantinya juga akan mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan dananya kedalam perusahaan tersebut. 3. Asymmetric Information Theory Asymmetric information, Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa situasi dimana manajemen memiliki informasi yang berbeda, yang lebih baik, mengenai prospek perusahaan daripada investor. Ketidak seimbangan informasi ini
terjadi karena pihak manajemen memiliki informasi yang lebih banyak
daripada para pemodal. Misalnya pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang
over valued
(lebih tinggi daripada harga
seharusnya). Jika hal ini yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk menawarkan saham baru. Akan tetapi investor juga akan berpikir bahwa jika perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah karena harga saham saat ini over valued, sehingga investor akan menawar harga saham baru dengan harga yang lebih rendah. Maka emisi saham baru akan menurunkan harga saham. Hal ini akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dimana perusahaan akan mempergunakan hutang didalam struktur modalnya. Perusahaan cenderung untuk berhutang dalam mengambil kesempatan untuk berinvestasi tanpa harus menerbitkan saham baru di saat harga sedang turun serta adanya pengurangan biaya pajak akibat adanya bunga hutang. 4. Pecking Order Theory
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Donalson pada tahun 1961, sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan sumber dana yang paling disukai. Secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa (Brealy and Myers, 1991 dalam Suad Husnan, 2000): a. Perusahaan mencoba menyesuaikan resiko pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis. b. Apabila diperlukan pendanaan dari luar, maka perusahaan akan memulai dengan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu yaitu obligasi, kemudian sekuritas berkarakteristik opsi seperti obligasi konversi. Kemudian jika belum mencukupi, perusahaan menerbitkan saham. Sesuai dengan teori ini, tidak ada target debt to equity ratio karena ada 2 jenis modal sendiri yaitu internal dan eksternal. Hal ini akan mempengaruhi jenis struktur modal perusahaan, sesuai dengan perbandingan pendanaan internal yang dimiliki perusahaan dan pendanaan eksternal yang dibutuhkan perusahaan. 5. Trade-off Theory Brigham dan
Houston (2001:34) menyatakan bahwa teori
trade-off
mengemukakan perusahaan diharuskan mempertimbangkan risiko kebangkrutan antara pembiayaan dengan menggunakan hutang dengan pembiayaan melalui penerbitan saham. Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama
dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. 2.1.4 Komponen Struktur Modal Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri atas beberapa komponen modal sendiri dan modal asing. 1. Modal Sendiri (Shareholder Equity) Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Modal sendiri berasal dari sumber intern maupun sumber ekstern. Sumber intern di dapat dari keuntungan yang dihasikan oleh kegiatan operasi perusahaan. Sedangkan sumber ekstern adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Komponen modal sendiri terdiri dari: a.
Modal saham Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu
P.T. Dimana modal saham terdiri dari saham biasa dan saham preferen. Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang ditanamkan oleh investor, di mana pemilik saham ini, dengan memiliki saham ini berarti ia membeli prospek dan siap menanggung segala risiko sebesar dana yang ditanamkan. Pemegang
saham bisa mendapatkan dividen
pada akhir tahun
pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Namun, apabila perusahaan mengalami kerugian, maka pemegang saham tidak mendapat
dividen. Saham preferen adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang (obligasi). b. Laba ditahan Laba ditahan adalah akumulasi laba rugi perusahaan yang tidak dibagi kepada pemegang saham. Atau laba yang diinvestasikan kembali. 2. Modal Asing/Hutang Jangka Panjang (Long – Term Debt) Kieso (2008: 238) menyatakan bahwa hutang jangka panjang adalah pengorbanan manfaat
ekonomi yang sangat mungkin di masa depan akibat
kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan, mana yang lebih lama. Hutang jangka panjang merupakan hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka panjang pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari
perusahaan. Karena
kebutuhan
modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Komponen hutang jangka panjang terdiri dari: a. Hutang Hipotik (Mortgage) Riyanto (2001:239) menyatakan bahwa utang hipotik adalah pinjaman jangka panjang dimana pemberi uang kreditur) diberi hak hipotik tentang suatu barang tidak bergerak, agar supaya bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.
Sedangkan Fransisko (2005:15) menyatakan bahwa utang hipotik adalah utang perusahaan kepada pihak lain yang disertai barang jaminan berupa aktiva tetap berwujud. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa utang hipotik adalah utang jangka panjang kepada pihak lain yang disertai barang jaminan berupa aktiva tetap berwujud. Besaran jumlah utang jangka panjang akan berpengaruh terhadap baik dan buruknya struktur modal. Sutojo dan Kleinsteuber (2004:323) menyatakan bahwa struktur modal yang kurang sehat ditandai oleh terlalu besarnya jumlah pinjaman dari pihak ketiga untuk mendanai kegiatan bisnis. Sedangkan Riyanto (2001:296) menyataan bahwa suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai utang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat pada perusahaan yang bersangkutan. Berkaitan dengan uraian tersebut, apabila hasil pengembalian yang didanai dari utang itu tidak cukup memadai, maka beban bunga perusahaan menjadi terlalu berat bahkan ketersediaan aktiva tetap sebagai aktiva yang harus disediakan untuk beroperasinya perusahaan akan berkurang karena harus dijual untuk menutupi utangnya. Hal itu akan mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut dapat disimpulkan, bahwa jika proporsi utang jangka panjang dalam struktur modal semakin besar maka akan semakin besar pula risiko yang harus dihadapi oleh perusahaan, yaitu
kemungkinan terjadinya ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kembali utang jangka panjang beserta bunganya pada saat jatuh tempo. b. Obligasi Husnan (2000:282) menyatakan bahwa obligasi merupakan surat tanda utang, dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu. Riyanto (2001:283) menyatakan bahwa obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, untuk mana si debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nominal tertentu. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa obligasi adalah surat tanda utang jangka panjang yang mempunyai nilai nominal tertentu. Riyanto (2001:239) menyatakan bahwa jenis-jenis obligasi antara lain adalah : 1) Obligasi biasa (Bonds) Obligasi biasa adalah obligasi yang bunganya tetap dibayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang apakah debitur memperoleh keuntungan atau tidak. Biasanya kupon (bunga obligasi) dibayar dua kali setiap tahunnya. 2) Obligasi pendapatan (income bonds) Income bonds adalah jenis obligasi dimana pembayaran bunga hanya dilakukan pada waktu debitur atau perusahaan yang mengeluarkan surat obligasi tersebut mendapat keuntungan. Tetapi di sini kreditur memiliki hak kumulatif, artinya apabila pada suatu tahun perusahaan menderita kerugian sehingga tidak dibayarkan bunga, dan apabila ditahun kemudiannya perusahaan mendapat
keuntungan, maka kreditur berhak untuk menuntut bunga dari tahun yang tidak dibayar itu. 3) Obligasi yang dapat ditukarkan (convertible bonds) Convertible bonds adalah obligasi yang memberikan kesempatan kepada pemegang surat obligasi tersebut untuk menukarkannya dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, maka jenis obligasi ini memungkinkan pemegangnya untuk mengubah statusnya, yaitu dari kreditur menjadi pemilik. Pada umumnya, hutang jangka panjang memiliki berbagai ketentuan atau pembatasan untuk melindungi peminjam maupun pemberi pinjaman. Kieso (2008:238) menyatakan bahwa item-item yang sering kali dinyatakan dalam indeture atau perjanjian meliputi jumlah yang diotorisasi untuk diterbitkan, suku bunga, tanggal jatuh tempo, provisi penarikan, properti yang digadaikan sebagai jaminan. Pelunasan atau pembayaran kembali pinjaman obligasi dapat diambil dari penyusutan aset tetap yang dibelanjai dengan pinjaman obligasi tersebut dan dari keuntungan hasil operasi perusahaan. 2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Brigham dan Houston (2001:39) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan antara lain: 1. Stabilitas penjualan. Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Struktur aktiva. Perusahaan yang struktur aktivanya cocok untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang.
3. Leverage keuangan. Jika hal-hal lain tetap sama perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena akan mempunyai risiko bisinis yang lebih kecil. 4. Tingkat pertumbuhan. Perusahaan yang tumbuh dengan pesat, akan membutuhkan sumber dana dari modal ekstern lebih besar. 5. Profitabilitas Perusahaan yang mempunyai tingkat pengembalian tinggi atas investasi, menggunakan utang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. 6. Pajak Bunga merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak perusahaan. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, maka semakin besar daya tarik penggunaan utang. 7. Pengendalian.
Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen bisa mempengaruhi struktur modal perusahaan.
8. Sikap Manajemen. Sikap manajemen akan mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan
mengenai cara pemenuhan kebutuhan dana. 9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat. Sikap pemberi pinjaman dan pemberi peringkat sringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Misalkan suatu perusahaan akan terkena penurunan peringkat obligasinya jika perusahaan tersebut menerbitkan lebih banyak obligasi. Hal ini mempengaruhi keputusan perusahaan untuk membiayai perluasan usaha dengan saham biasa. 10. Kondisi pasar Kondisi pasar modal sering mengalami perubahan dalam menjual sekuritas harus menyesuaikan dengan pasar modal tersebut. 11. Kondisi internal perusahaan. Apabila perusahaan memperoleh keuntungan yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor, maka perusahaan lebih menyukai pembelanjaan dengan hutang daripada mengeluarkan saham. 12. Fleksibilitas Keuangan. Seorang manajer pendanaan yang pintar adalah selalu dapat menyediakan modal yang diperlukan untuk mendukung operasi.
Sedangkan Atmaja (2008:273) menyatakan bahwa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan struktur modal adalah: 1. Kelangsungan hidup jangka panjang (long-run viability) Manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa yang penting,
memiliki
berkesinambungan.
tanggungjawab
Oleh
karena
itu,
untuk
menyediakan
perusahaan
harus
jasa
yang
menghindari
tingkatpenggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. 2. Konservatisme manajemen Manajer bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang yang berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang. 3. Pengawasan Pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan dari pihak kreditor (misalnya, melalui kontrak perjanjian atau covenant). Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan perusahaan. 4. Struktur aktiva Perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. 5. Risiko bisnis Perusahaan yang memiliki
risiko bisnis (variabilitas keuntungannya)
tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar (karena kreditor
akan meminta biaya hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage. 6. Tingkat pertumbuhan Faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. 7. Pajak Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran deviden tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan hutang. 8. Cadangan kapasitas peminjaman Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang dimasa mendatang dengan biaya relatif rendah. 9. Profitabilitas Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan tinggi menggunakan hutang relatif kecil. Tingkat keuntungan yang tinggi memingkinkan perusahaan untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan.
2.1.6 Risiko Bisnis Bringham dan Houston (2001:45) menyatakan bahwa risiko bisnis adalah ketidakpastian mengenai proyeksi pengembalian atas aktiva di masa mendatang. Suatu perusahaan mempunyai risiko bisnis yang kecil apabila permintaan akan produknya stabil, harga-harga masukan dan produknya relative konstan, harga produknya dapat segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan penjualannya menurun. Apabila hal-hal lain tetap sama, makin rendah risiko bisnis perusahaan, makin tinggi risiko utang yang optimal. Sutrisno (2009:163) menyatakan bahwa risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian yang dapat diperkirakan sebelumnya dengan menggunakan data dan informasi yang cukup relevan. Risiko tidak bisa dihindari dan pada umumnya risiko muncul dari tiga kemungkinan: 1. Besarnya investasi Suatu investasi yang besar memiliki risiko yang lebih besar disbanding investasi kecil, terutama dari
unsur
kegagalannya. Apabila proyek dengan
investasi besar gagal, maka kegagalannya bisa mengakibatkan perusahaan menjadi bangkrut, sedangkan investasi kecil mempunyai risiko yang kecil artinya tidak terlalu banyak mengganggu operasional perusahaan secara keseluruhan. 2. Penanaman kembali dari cashflow Apakah perusahaan akan menerima proyek investasi dengan return 24% selama 2 tahun atau yang mendatangkan keuntungan 20% selama 4 tahun?
Apabila risiko dari penanaman kembali proyek pertama tersebut besar, maka proyek dengan hasil 20% lebih diutamakan. 3. Penyimpangan dari cashflow Apabila penerimaan cashflow besar maka risikonya juga besar, demikian sebaliknya apabila penerimaan cashflow kecil risiko yang dihadapi juga kecil. Atmaja (2008:226) menyatakan bahwa risiko bisnis dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Variabilitas permintaan. Semakin pasti permintaan untuk produk perusahaan, ceteris paribus, semakin rendah risiko bisnis. b. Variabilitas harga Semakin mudah harga berubah, semakin besar resiko bisnis.
c. Variabilitas biaya input Semakin tidak menentukan biaya input, semakin besar resiko bisnis. d. Kemampuan menyesuaikan harga jika ada perubahan biaya. Semakin besar kemampuan ini, semakin kecil risiko bisnis. e. Tingkat penggunaan biaya tetap (operating leverage). Semakin tinggi operating leverage, semakin besar risiko bisnis. Pada umumnya, semakin besar biaya tetap, biaya variable cenderung mengecil.
Sebaliknya, biaya tetap yang kecil pada umumnya membawa konsekuensi biaya variabel yang besar. Dalam perusahaan resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kabangrutan. Hasil penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan resiko yang tinggi seharusnya menggunakan
hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan
kebangrutan. Atmaja (2008:225) menyatakan bahwa pengukuran terhadap risiko bisnis dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien variasi dari keuntungan atau laba. Dalam penelitian ini
pengukuran risiko bisnis menggunakan nilai varian dari
ROE (return on asset) selama 6 tahun berturut-turut. Berikut rumus ROE yaitu: ROE =
EAT Total Equity
x 100%
Sumber : Atmaja (2008:225)
Dapat diambil kesimpulan bahwa setiap faktor yang dipengaruhi oleh karakteristik industri perusahaan,
tetapi sampai tingkat tertentu
juga dapat
dikendalikan oleh manajemen. Risiko bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis (variabilitas kentungannya) tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang besar (karena kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi). 2.1.7 Pertumbuhan Aktiva Badhuri
(2002)
menyatakan
bahwa
pertumbuhan
aktiva
adalah
pertumbuhan (peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan. Dalam penelitian ini pertumbuhan aktiva dihitung sebagai persentase perubahan asset pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. Semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Sartono (2001:248) mnyatakan bahwa semakin besar kebutuhan dana, maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Jadi, perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden, melainkan digunakan untuk pembiayaan investasi. Namun apabila laba ditahan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan, maka perusahaan yang bersangkutan dapat menggunakan dana tambahan yang berasal dari luar perusahaan dalam bentuk hutang. Brigham dan Houston (2001:13) menyatakan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan aktiva yang cepat harus lebih banyak dana eksternal. Sesuai dengan pecking order theory, apabila pendanaan eksternal dibutuhkan perusahaan cenderung menggunakan hutang daripada modal sendiri. Karena emisi saham baru lebih mahal daripada biaya untuk penerbitan surat utang. Prabansari dan Kusuma (2005) menemukan pertumbuhan aktiva berhubungan positif terhadap struktur modal. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki pertumbuhan aktiva tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang sehingga ada hubungan positif antara pertumbuhan aktiva dan keputusan pendanaan. Perputaran aktiva dapat menurun tajam jika perusahaan melakukan perluasan yang besar. Investasi aktiva dalam jumlah besar merupakan sebab terjadinya hal tersebut karena waktu yang ada belum mencukupi bagi aktiva untuk
menghasilkan pertumbuhan penjualan yang diharapkan yang mendorong terjadinya perluasan ini. Atmaja (2008:274) menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada umumnya tergantung pada modal dari perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya asymmetric information flotation cost berhutang lebih rendah dari pada flotation cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Bhaduri (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan aktiva dihitung sebagai persentase perusahaan aset pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. Skala variabel yang digunakan adalah variabel rasio yang merupakan variabel perbandingan. Berikut adalah rumus pertumbuhan aktiva: Pertumbuhan Aset =
Aset tahun t – Aset tahun t -1 Asem tahun t-1
x 100%
Sumber : Badhuri (2002)
Dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk pembiayaan investasi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi) dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya.
Perusahaan yang menggunakan lebih banyak
hutang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham dan juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. 2.1.8 Hubungan Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal Bringham dan Houston (2001:45) menyatakan bahwa risiko bisnis adalah ketidakpastian mengenai proyeksi pengembalian atas aktiva di masa mendatang. Suatu perusahaan mempunyai risiko bisnis yang kecil apabila permintaan akan produknya stabil, harga-harga masukan dan produknya relatif konstan, harga produknya dapat segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan penjualannya menurun. Apabila hal-hal lain tetap sama, makin rendah risiko bisnis perusahaan, makin tinggi risiko utang yang optimal. Brigham dan Houston (2006:6) menyatakan bahwa empat faktor yang mempengaruhi struktur modal yaitu risiko bisnis, posisi pajak perusahaan, fleksibilitas keuangan dan konservatisme atau agresifitas manajemen. Risiko bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu. Setiap perusahaan akan menghadapi risiko sebagai akibat dari dilakukannya kegiatan operasi perusahaan, baik itu risiko bisnis maupun risiko hutang yang harus digunakan oleh perusahaan. Risiko bisnis berhubungan dengan jenis usaha yang dipilih dari kondisi ekonomi yang dihadapi. Sehingga terdapat hubungan antara risiko bisnis terhadap struktur modal. 2.1.9 Hubungan Pertumbuhan Aktiva Terhadap Struktur Modal Perusahaan yang
mempunyai struktur modal yang optimal akan
menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga bukan hanya perusahaan yang memperoleh keuntungan, tetapi para pemegang sahampun ikut
memperoleh keuntungan tersebut. Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang terlalu besar. Apabila hutang yang digunakan erlalu besar maka akan menimbulkan biaya hutang yang besar. Dalam penentuan struktur
modal,
diperlukan
pertimbangan
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya salah satunya adalah pertumbuhan aktiva. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya asymmetric information lebih rendah dari pada flotation cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Weston dan Brigham (1991) menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan modal pada modal eksternal. Biaya emisi untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan hutang. Bringham dan Houston (2001:40) menyatakan bahwa perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpasian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang.
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Bhaduri (2002) menyatakan bahwa, ”The coefficients on the growth factors are significant but inconsistent with our agency cost hypothesis”. Maksud dari uraian diatas bahwa koefisien pertumbuhan merupakan faktor yang mempengaruhi struktur modal secara signifikan yang terdapat pada hipotesis agency cost. Jadi dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak
menggunakan hutang daripada
perusahaan yang tumbuh dengan lambat. 2.1.10 Hubungan Risiko Bisnis dan Pertumbuhan Aktiva Terhadap Struktur Modal Perusahaan yang mempunyai struktur modal yang optimal akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga bukan hanya perusahaan yang memperoleh keuntungan, tetapi para pemegang sahampun ikut memperoleh keuntungan tersebut. Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang terlalu besar. Apabila hutang yang digunakan terlalu besar maka akan menimbulkan biaya hutang yang besar. Suatu perusahaan mempunyai risiko bisnis yang kecil apabila permintaan akan produknya stabil, harga-harga masukan dan produknya relatif konstan, harga produknya dapat segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan penjualannya
menurun. Apabila hal-hal lain tetap sama, makin rendah risiko bisnis perusahaan, makin tinggi risiko utang yang optimal. Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang tumbuh dengan lambat. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Biaya emisi untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan hutang. Menurut Atmaja (2008:273) menyatakan bahwa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam
kelangsungan hidup
pembuatan
keputusan
jangka panjang (long-run
struktur
modal
adalah
viability), konservatisme
manajemen, pengawasan, struktur aktiva dan risiko bisnis, tingkat pertumbuhan, pajak, cadangan kapasitas peminjaman, profitabilitas. Yuke dan
Hadri (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang
mempengaruhi struktur modal adalah ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas, struktur kepemilikan dan risiko bisnis. Sehingga dapat diambil kesimpulan dari hubungan risiko bisnis dan pertumbuhan aktiva dengan struktur modal yaitu peningkatan penggunaan hutang meningkatkan risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan yang pertumbuhan aktivanya sangat cepat dan cenderung akan banyak menggunakan hutang. 2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Prabansari dan Hadri Kusuma (2005) Prabansari dan Kusuma (2005) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Go
Public di Bursa Efek Jakarta. Metode penelitian dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh positif sementara risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan secara signifikan.
2.2.2 Penelitian Arli Warzuqni Fadhli (2010) Fadhli (2010) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Go Public Di Bei Tahun 2005-2007. Metode penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda. hasil penelitian adalah ukuran perusahaan brepengaruh positif sedangkan risiko bisnis, pertumbuhan aktiva dan profitabilitas berpengaruh negatif pada perusahaan secara signifikan. 2.2.3 Penelitian Saidi (2004) Saidi (2004) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bej Tahun 1997-2002. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini model regresi linier berganda uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara simultan ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva, profitabilitas, struktur kepemilikan secara bersamasama berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan secara parsial hanya pertumbuhan perusahaan, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh
secara signifikan terhadap struktur modal sementara risiko bisnis berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal. 2.2.4 Penelitian Laksmi Indri Hapsari (2010) Hapsari (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008 (Studi Kasus Pada Sektor Automotive And Allied Product). Analisis data menggunakan alat analisis uji regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kemampulabaan mempengaruhi struktur modal. 2.2.5 Penelitian Imelda Sinaga (2010) Sinaga (2010) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Profitability, Firm Size, Business Risk dan Asset Tangibility Terhadap Struktur Modal Pada Sektor Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008. Analisis data menggunakan alat analisis uji regresi berganda. Berdasarkan hasil penelitian, profitability, firm size, business risk dan asset tangibility berpengaruh terhadap struktur modal pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia, namun ditemukan bahwa business risk tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 2.2.6 Penelitian Melani Karlina (2011) Karlina
(2011)
melakukan
penelitian
yang
berjudul
Pengaruh
Pertumbuhan Aktiva dan Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Analisis data menggunakan alat analisis uji
regresi berganda. Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan aktiva berpengaruh terhadap struktur modal pada sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia, namun resiko bisnis tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
2.3 Kerangka Pemikiran Salah satu masalah dalam kebijaksanaan keuangan dalam perusahaan adalah masalah struktur modal. Masalah struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi finansial perusahaan. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai utang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat pada perusahaan yang bersangkutan (Riyanto 2001:296). Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer (keuangan) dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusaan pendanaan atau keputusan struktur modal, yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan (Yuke dan Hadri, 2005). Pendanaan yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan baik yang bersifat operasional maupun non operasional. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat berasal dari dalam perusahaan (modal sendiri) maupun luar perusahaan (modal asing). Semakin besar pemenuhan pendanaan yang berasal dari internal perusahaan maka akan semakin mengurangi ketergantungan perusahaan dengan pihak luar.
Manajer harus mampu menghimpun dana baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Biaya modal yang timbul dari keputusan pendanaan tersebut merupakan konsekuensi yang secara langsung timbul dari keputusan yang dilakukan manager. Riyanto (2001:209) menyatakan bahwa Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi sumber intern dan sumber ekstern. Dana yang diperoleh dari sumber intern adalah dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri oleh perusahaan, yaitu laba ditahan dan penyusutan. Sedangkan dana yang diperoleh dari pihak ekstern adalah dana yang berasal dari kreditur, pemilik, dan peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan dan modal yang berasal dari para kreditur disebut modal asing. Dalam
upaya
memenuhi
kebutuhan
dana,
perusahaan
perlu
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain berapa besar kebutuhan dana tersebut, dalam bentuk apa sumber dana tersebut, dan berapa lama dana itu akan digunakan. Kebutuhan dana untuk pengeluaran operasional perusahaan dibiayai dengan menggunakan sumber dana jangka pendek dan sumber jangka panjang. Sumber dana jangka pendek ini digunakan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari, misalnya membayar gaji pegawai, membeli bahan baku, membayar biaya administrasi dan lain-lain. Dana yang dikeluarkan untuk keperluan
operasional ini diharapkan dapat kembali dalam jangka waktu relatif pendek (kurang dari satu tahun) melalui hasil penjualan. Sementara itu, kebutuhan dana untuk pengeluaran kapital dibiayai dengan sumber dana jangka panjang. Sumber dana ini digunakan untuk perluasan perusahaan dan modernisasi perusahaan. Sumber dana jangka panjang antara lain adalah penerbitan saham, penerbitan obligasi, dan laba ditahan. Hasil pengembaliannya dapat diterima kembali dalam jangka waktu yang relatif lama (lebih dari satu tahun). Penggunaan sumber dana jangka panjang seperti utang jangka panjang, saham (baik saham biasa maupun saham preferen), dan laba ditahan yang dilakukan oleh perusahaan akan membentuk struktur modal perusahaan. Brigham dan Houston (2001:45) menyatakan bahwa struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah kombinasi dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Rasio dalam pengukuran struktur modal digunakan untuk mengukur seberapa banyak dana yang di supply oleh pemilik perusahaan dalam proporsinya dengan dana yang diperoleh dari kreditur perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung juga berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan. Apabila perusahaan lebih banyak menggunakan utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung oleh pemegang saham dan juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan.
Brigham dan Houston (2001:6) menyatakan risiko yang makin tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) akan menaikkan harga saham tersebut. Karena itu, struktur modal optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham. Atmaja (2008:225) menyatakan bahwa pengukuran terhadap risiko bisnis dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien variasi dari keuntungan atau laba. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi) dibandingkan perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Sartono (2001:248) menyatakan bahwa semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Bringham dan Houston (2001:40) menyatakan perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpasian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang.
Bhaduri (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan asset adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan asset dihitung sebagi persentasi perubahan asset pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. Brigham dan Houston (2001:39) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain: stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Yuke dan Hadri (2005) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas, struktur kepemilikan dan risiko bisnis. Sedangkan Atmaja (2008:273) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah kelangsungan hidup jangka panjang (longrun viability), konservatisme manajemen, pengawasan struktur aktiva, risiko bisnis, tingkat pertumbuhan, pajak, cadangan kapasitas peminjaman, profitabilitas. Maksud dari uraian diatas bahwa koefisien pertumbuhan merupakan faktor yang mempengaruhi struktur modal secara signifikan yang terdapat pada hipotesis agency cost. Brigham dan Houston (2006:6) menyatakan bahwa empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal yaitu risiko bisnis, posisi pajak perusahaan, fleksibilitas keuangan dan konservatisme atau agresivitas manajemen.
Hasil penelitian Yuke dan Hadri (2005) diperoleh kesimpulan bahwa ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh positif sementara risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan secara signifikan. Hasil penelitian Fadhli (2010) adalah ukuran perusahaan brepengaruh positif sedangkan risiko bisnis, pertumbuhan aktiva dan profitabilitas berpengaruh negatif pada perusahaan secara signifikan. Hasil penelitian Saidi (2004) menunjukan bahwa secara simultan ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva, profitabilitas, struktur kepemilikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan secara parsial hanya pertumbuhan perusahaan, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal sementara risiko bisnis berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal. Hasil
peneliatian
Hidayati
(2010)
menyatakan
bahwa
struktur
kepemilikan, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Hanya variabel risiko bisnis yang berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Hasil penelitian Hapsari (2010) menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kemampulabaan mempengaruhi struktur modal. Hasil penelitian Sinaga (2010) menunjukkan bahwa profitability, firm size, business risk dan asset tangibility berpengaruh terhadap struktur modal pada
sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia, namun ditemukan bahwa business risk tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini diarahkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal yaitu risiko bisnis dan pertumbuhan aktiva pada PT Pembangkitan Jawa Bali. Adapun yang menjadi variable bebas atau independent variable (X) adalah pertumbuhan aktiva (X1), dan Risiko Bisnis (X2) sedangkan yang menjadi variabel terikat atau dependent variable adalah struktur modal (Y). Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh langsung kedua variabel bebas yaitu pengaruh risiko bisnis dan pertumbuhan aktiva terhadap struktur modal. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas maka dapat digambarkan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut: Resiko Bisnis (X1) Variabel Independent
Struktur Modal (Y) Variabel Dependen
Pertumbuhan Aktiva (X2) Variabel Independent Gambar 1. Desain Penelitian Keterangan : : X1 mempengaruhi Y : X2 mempengaruhi Y
2.4 Hipotesis Sugiyono (2007:51) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan. Belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil dugaan sementara atau hipotesis sebagai berikut: 1. Risiko bisnis dan pertumbuhan aktiva secara parsial berpengaruh terhadap struktur modal pada PT Pembangkitan Jawa Bali. 2. Yang mempunyai pengaruh dominan terhadap struktur modal pada PT Pembangkitan Jawa Bali adalah pertumbuhan aktiva.