BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer
9
10
cenderung
bertindak
untuk
kepentingan
pribadi
dan
bukan
untuk
memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (Agency Cost) Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan. Dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam
mengurangi
masalah
keagenan
(agency
cost)
yaitu
meningkatkan insider ownership, pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan
melalui
penggunaan
hutang
dan institutional
investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relavan terhadap perusahaan.
11
Sedangkan dalam penelitian Wida dan Suartana (2014) Salah satu upaya perusahaan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mensejajarkan kepentingan manajer dengan kepentingan pemilik (Imanta, 2011). Upaya tersebut ditempuh melalui mekanisme good corporate governance. Mekanisme good corporate governance merupakan alat tidak langsung bagi pihak prinsipal untuk mengontrol biaya keagenan yang ditimbulkan oleh pihak agen. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan mampu menghasilkan laporan keuangan yang mengandung informasi laba yang berkualitas. Terdapat beberapa mekanisme yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai good corporate governance, diantaranya adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional perusahaan (Nuraina, 2012).
2.1.2
Nilai Perusahaan
2.1.2.1 Pengertian Nilai Perusahaan Menurut Husnan (2011:7) Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Oleh karena itu setiap perusahaan akan berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan memiliki harga saham perusahaan yang tinggi. Menurut Euis dan Taswan (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi harga saham berarti semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemegang saham, sehingga dengan nilai perusahaan yang tinggi dapat menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan para pemegang saham juga semakin tinggi. Menurut Nugroho (2012:5) Nilai perusahaan adalah nilai wajar perusahaan yang menggambarkan persepsi investor terhadap emiten tertentu, sehingga nilai
12
perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang selalu dikaitkan dengan harga saham. Menurut Nurhayati (2013) Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai wajar perusahaan yang menggambarkan persepsi investor terhadap emiten bersangkutan, dan nilai wajar perusahaan dapat tercermin dari rasio Price to Book Value (PBV) yang diperoleh dengan membandingkan harga pasar per lembar saham dengan nilai bukunya. Berdasarkan penjelesan tentang nilai perusahaan dari beberapa ahli dan berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan merupakan seberapa besar harga yang bersedia dibayar oleh pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Dimana calon pembeli yang akan membeli perusahaan tersebut dapat melihat dari harga saham perusahaan yang akan dibeli. Semakin tinggi harga saham perusahaan maka juga menunjukan bahwa nilai perusahaan juga tinggi. Karena nilai perusaahaan yang tinggi menunjukan kemakmuran dan kesejahteraan para pemegang saham juga semakin tinggi. Sehingga dapat membuat calon pembeli tertarik untuk membeli perusahaan tersebut dan membuat para investor juga ikut tertarik untuk berperan dalam menginvestasikan beberapa saham atau dana kepada perushaan tersebut. 2.1.2.2 Faktor - Faktor Penentu Nilai Perusahaan Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan menurut Susanti (2010) diantaranya adalah:
13
a.
PER (Price Earning Ratio) PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham.
b.
Struktur kepemilikan Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari.
c.
Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Para investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor, sehingga menjadikan nilai perusahaan menjadi lebih baik.
d.
Kesempatan investasi Fama (1978) menyatakan bahwa nilai perusahaaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan
14
dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan ( Modligliani dan Miller, 1958). e.
Kebijakan dividen Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. kebijakan deviden (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dimasa yang akan datang. Rasio pembanyaran deviden (devidend payout ratio) menentukan jumlah laba dibagi dalam bentuk deviden kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan.
2.1.3 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis perusahaan (Jensen Dan Meckling, 1976: 372-373). Semakin besar kepemilikan institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi tersebut untuk mengawasi manajemen. Akibatnya, akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Kinerja yang meningkat tersebut akan menguntungkan bagi pemegang saham karena dengan kata lain pemegang sahamakan mendapatkan banyak keuntungan berupa dividen (Patricia,
15
2014). Menurut Widiastuti, Midiastuty, dan Suranta (2013)
kepemilikan
institusional merupakan kepemilikan saham oleh lembaga dari eksternal. Investor institusional tidak jarang menjadi mayoritas dalam kepemilikan saham. Hal tersebut dikarenakan para investor institusional memiliki sumber daya yang lebih besar daripada pemegang saham lainnya sehingga dianggap mampu melaksanakan mekanisme pengawasan yang baik. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer (Kusumawati, 2011). Kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost dengan cara mengaktifkan pengawasan melalui investorinvestor institusional. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan dengan keterlibatan institusional dalam kepemilikan saham, manajemen perusahaan akan diawasi oleh investor-investor institusional sehingga kinerja manajemen juga akan meningkat (Dewi, 2008). Investor institusional diduga lebih mampu untuk mencegah terjadinya manajemen laba dibanding dengan investor individual. Investor institusional dianggap lebih profesional dalam mengendalikan portofolio investasinya, sehingga lebih kecil kemungkinan mendapatkan informasi keuangan yang terdistorsi. Semakin besar prosentase saham yang dimiliki investor institusional akan menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi lebih efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer dan mengurangi agency cost (Nuraina, 2012).
16
Berdasarkan penjelasan tentang kepemilikan institusional dari beberapa ahli dan beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional merupakan kondisi di mana institusi atau lembaga eksternal yang turut memiliki saham di dalam perusahaan. Dimana dengan adanya kepemilikan intitusional dalam suatu perusahaan dapat mengatasi berbagai masalah didalam perusahaan anataranya adalah tindakan opportunistic manaajer dalam perusahaan dan dapat mengurangi atau membatasi masalah biaya keagenan (agency cost). 2.1.4
Profitabilitas
2.1.4.1 Pengertian Profitabilitas Menurut Brigham dan Huston (2001) Profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menujukkan efektivitas dengan investasinya. Kedua rasio ini secara bersama-sama menunjukkan efektivitas rasio profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dengan laba. Menurut Helfert (1996:86) dalam Ayu (2013) menyatakan bahwa salah satu daya tarik utama bagi pemilik perusahaan pemegang saham dalam suatu perseroan adalah profitabilitas. Dalam konteks ini, profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen atas dana yang diinvestasikan pemilik. Pemilik juga tertarik pada pembagian laba yang menjadi haknya yaitu, seberapa banyak yang diinvestasikan kembali dan seberapa banyak yang dibayarkan sebagai dividen kepada mereka. Akhirnya, pemilik juga berkepentingan dengan dampak hasil perusahaan terhadap nilai pasar investasi mereka, khususnya jika
17
saham dijual kepada umum. Analisis rasio profitabilitas perusahaan sangat penting bagi investor. Martikarini (2012) menyatakan bahwa profitabilitas yang tinggi juga akan memberikan suatu prospek perusahaan yang baik sehingga dapat merespon investor untuk meningkatkan permintaan saham. Permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan meningkat. Menurut Sudana (2009:25) menyatakan bahwa profitability ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan. Ada tiga rasio yang sering digunakan, yaitu profit margin, return on asset, dan return on equity (Hanafi, 2013:42). Profit margin mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dengan menggunakan penjualan yang dicapai perusahaan, semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari penjualan (Sudana, 2009:26). Return on Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu, sedangkan Return on Equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal sendiri yang dimiliki perusahaan (Hanafi, 2013:42). Berdasarkan penjelasan tentang profitabilitas dari beberapa ahli dan penlitian dapat disimupulkan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan
setiap
perusahaan dalam menghasilkan laba yang sebanyak-banyaknya guna mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang persuhaan. Sehingga perusahaan memliki prospek untuk masa yang akan datang.
18
2.1.4.2 Faktor - Faktor yang mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan Menurut Munawar (1995) dalam Nofrita (2013) ada beberapa faktor yang mempengaruhi profitabilitas, yaitu : a.
Jenis Perusahaan Profitabilitas perusahaan akan sangat bergantung pada jenis perusahaan, jika perusahaan menjual barang komsumsi atau jasa biasanya akan memiliki keuntungan yang stabil dibandingkan dengan perusahaan yang memproduksi barang-barang modal.
b.
Umur Perusahaan Sebuah perusahaan yang telah lama berdiri akan lebih stabil bila dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri. Umur perusahaan ini adalah umur sejak berdirinya perusahaan sehingga perusahaan tersebut masih mampu menjalankan operasinya.
c.
Skala Perusahaan Jika skala ekonominya lebih tinggi, berarti perusahaan dapat menghasilkan produk dengan biaya yang rendah. Tingkat biaya yang rendah tersebut merupakan cara untuk memperoleh laba yang diinginkan.
d.
Harga produksi Perusahaan yang biaya produksinya relatif lebih murah akan memiliki keuntungan yang lebih baik dan stabil daripada perusahaan yang biaya produksinya tinggi.
e.
Habitat Bisnis Perusahaan yang bahan produksinya dibeli atas dasar kebiasaan (habitual
19
basis) akan memperoleh kebutuhan lebih stabil daripada nonhabitual basis. f.
Produk yang dihasilkan Perusahaan yang bahan produksinya berhubungan dengan kebutuhan pokok biasanya penghasilan perusahaan tersebut akan lebih stabil daripada perusahaan yang memproduksi barang modal.
2.1.5
Kebijakan Dividen
2.1.5.1 Pengertian Kebijakan Dividen Menurut Husnan (2001:381) Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dengan demikian seharusnya (dalam keadaan apa) laba akan dibagikan dan kapan akan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Horne dan Warchowicz (2007:270) Kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen ( dividen-payout ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi, dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini. Jadi, aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan. Menurut Herawati (2012) kebijakan dividen adalah keputusan tentang
20
seberapa banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada ditahan untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Kebijakan dividen dapat dilihat dari nilai Dividen Payout Ratio (DPR). DPR menunjukan rasio dividen yang dibagikan perusahaan dengan laba bersih yang dihasilkan perusahaaan. Menurut Pujiati (2015) kebijakan dividen merupakan keputusan untuk menentukan sebarapa besar laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham daripada laba yang akan ditahan. Berdasarkan penjelasan tentang kebijakan dividen diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan seberapa besar proporsi keuntungan atau laba bersih yang telah diperoleh perusahaan tersebut akan dibagikan
dalam
bentuk
dividen
atau
tetap
dipertahankan
untuk
menginvestasikannya kembali dalam bentuk modal untuk perusahaan itu sendiri. Kebijakan dividen itu sendiri dapat dilihat dari rasio DPR ( Dividen Payout Ratio ) 2.1.5.2 Macam-macam dividen a.
Dividen Tunai Dividen jenis ini adalah dividen yang paling sering dipilih oleh manajemen perusahaan. Bagi perusahaan, dividen jenis tunai ini akan mengurangi saldo akun laba ditahan sedangkan bagi investor, dividen tunai tersebut akan menghasilkan kas dan dicatat sebagai penghasilan dividen.
b.
Dividen Properti Dividen jenis ini merupakan distribusi kepada pemegang saham yang terutang dalam bentuk aset selain kas. Yang biasanya dibagikan adalah aset
21
dalam bentuk efek dari perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Dividen jenis ini dilakukan dalam perusahaan tertutup. c.
Dividen Saham Perusahaan dapat membagikan tambahan saham dari perusahaan itu sendiri kepada pemegang saham sebagai dividen saham. Dividen tidak berarti sama dengan mentransfer kas ataupun aset lain kepada para pemegang saham.
d.
Dividen Likuidasi Dividen jenis ini merupakan suatu pembagian yang mencerminkan suatu pengembalian kepada para pemegang saham atas sebagian dari modal yang telah disetor. Dividen ini merupakan pengembalian atas investasi yang dicatat dengan cara mengurangi agio saham.
2.1.5.3 Teori Kebijakan Dividen a.
Teori Ketidakrelavanan Dividen Miller dan Modigliani (M&M) menyatakan bahwa, berdasarkan keputusan investasi perusahaan, rasio pembayaran dividen hanyalah rincian dan tidak mempengaruhi kesejahtreaan pemegang saham. M&M beragrumen bahwa nilai perusahaan tidak ditentukan hanya oleh kemampuan menghasilkan laba dari aset-aset perusahaan atau kebijakan investasinya, dan bahwa cara aliran laba dipecah antara dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi nilai (Horne dan Warchowicz, 2007:271-272)
b.
Teori Bird In The Hand Menurut Gordon dan Lintner, biaya modal sendiri akan naik jika Dividend Payout Ratio (DPR) rendah. Investor lebih menyukai untuk menerima
22
dividen dibanding capital gains. Hal tersebut dikarenakan dividen merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan sedangkan capital gains merupakan faktor yang dikendalikan oleh pasar melalui mekanisme penentuan harga saham (Pujiati, 2015). MM menganggap bahwa argumen yang dikemukakan Gordon dan Lintner adalah suatu kesalahan. MM berpendapat bahwa pada akhirnya investor akan memilih untuk kembali menginvestasikan dividen yang mereka dapat pada perusahaan yang sama atau pada perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama. c.
Teori Perbedaan Pajak Menurut Litzenberger dan Ramaswamy, adanya pajak yang dikenakan pada dividen dan capital gains membuat investor lebih menyukai capital gains daripada dividen agar mereka dapat menunda pembayaran pajak. Oleh sebab itu, investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield yang tinggi dengan capital gains yang rendah.
d.
Teori Signaling Hypothesis Investor lebih menyukai dividen daripada capital gains dapat dibuktikan dengan adanya fakta empiris bahwa jika ada kenaikan dividen maka akan diikuti dengan kenaikan harga saham dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, di sisi lain MM berpendapat bahwa adanya kenaikan dividen yang lebih dari biasanya adalah suatu “sinyal” untuk para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu peningkatan penghasilan di masa mendatang dan begitu pula sebaliknya.
23
e.
Teori“Clientele Effect” Teori ini menyatakan bahwa clientele (kelompok) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda pula terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada waktu dekat akan lebih menyukai tingkat DPR yang tinggi begitu pula sebaliknya.
2.1.5.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebijakan Dividen Berikut ini, faktor-faktor yang biasanya harus (dan seharusnya) dianalisis perusahaan ketika membuat keputusan kebijakan dividen (Horne dan Warchowicz, 2007:280) : a.
Aturan-aturan Hukum Hukum badan perusahaan memutuskan legalitas distribusi apa pun kepada para pemegang saham biasa perusahaan. Aturan-aturan hukum ini berkaitan dengan penurunan nilai modal, insolvensi (kebangkrutan), dan penahan laba yang tidak dibenarkan.
b.
Kebutuhan Pendanaan Perusahaan Perusahaan mungkin ingin menentukan apakah ada yang tersisa setelah memenuhi kebutuhanpendanaan perusahaan, termasuk pendanaan untuk berbagai proyek investasi yang dapat diterima. Dalam hal ini, perusahaan harus melihat situasi selama beberapa tahun ke dapan guna mengatasi fluktuasi.
c.
Likuiditas
24
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan kebijakan dividen. Karena dividen menunjukan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. d.
Kemampuan untuk meminjam Posisi yang likuid tidak hanya merupakan cara untuk memberikan fleksibilitas keuangan dan melindungi dari ketidakpastian. Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk meminjam dalam jangka waktu yang relatif singkat, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut fleksibel secara kemampuan. Kemampuan untuk meminjam ini bisa dalam bentuk batas kredit atau perjanjian kredit bergulir dari suatu bank, atau hanya berupa kesediaan informal dari suatu lembaga keuangan untuk memberikan kredit.
e.
Batasan-batasan dalam Kontrak Utang Syarat perjanjian utang (covenant) sebagai pelindung dalam kesepakatan obligasi atau perjanjian pinjaman sering kali meliputi batasan untuk pembayaran dividen. Batasan tersebut ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan perusahaan membayar utang.
f.
Pengendalian Jika suatu perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang cukup besar, maka perusahaan perlu mengumpulkan modal di kemudian haru melaui penjualan saham agar dapat membiayai berbagai peluang investasi yang menguntungkan
g.
Kepemilikan Manajerial
25
Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pada kepemilikan saham dengan tujuan untuk menyetarakan kepentingannya dengan pemegang saham. Keterlibatannya dalam kepemilikan manajerial akan membuat aset yang dimilikinya tidakdapat terdiversifikasi secara optimal sehingga preferensi manajer berubah dari tax preference theory menjadi bird in the hand theory (Schooley dan Berney dalam Nuringsih, 2005). h.
Kepemilikan Institusional Pengawasan yang efektif yang dilakukan investor institusional terhadap manajemen perusahaan akan memaksa manajer mendistribusikan arus kas sebagai dividen. Selain itu, dividen seringkali dijadikan insentif atas tindakan pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh institusional akan mendorong perusahaan membayarkan dividen yang lebih tinggi (Shleifer, Andrei dan Vishny , 1986: 478 dalam pujiati 2015).
2.1.6 Penelitian Terdahulu Penelitian yang terdahulu berkaitan dengan penelitian yang mengacu pada nilai perusahaan telah dilakukan oleh : 1.
Dilakukan oleh Dewi (2008) Dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
26
b. Ukuran perusahan berpengaruh postif terhadap kebijakan dividen. 2.
Dilakukan oleh Herawati (2012) Dengan judul penelitian “Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan”. Dan hasi penelitian yang diperoleh : a. Kebijakan Dividen berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan. b. Kebijakan Hutang berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan. c. Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
3.
Dilakukan oleh Martikarini (2012) Dengan judul penelitian “Pengaruh profitabilitas, kebijakan hutang dan dividen terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. ROE dan DPR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap PBV. b. DER tidak berpengaruh dan tidak signifikan PBV. c. Kemudian secara simultan ROE, DER dan DPR berpengaruh terhadap PBV.
4.
Dilakukan oleh Nugroho (2012) Dengan judul penelitian “Pengaruh profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage terhadap Nilai Perusahaan”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. OPM, ROA dan ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV
27
b. QR dan LR berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV. 5.
Dilakukan oleh Nuraina (2012) Dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan hutang dan Nilai Perusahaan (Studi pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. INST tidak berpengaruh signifikan terhadap PBV. b. SIZE berpengaruh signifikan terhadap PBV. c. INST tidak berpengaruh signifikan terhadap LEVERAGE d. SIZE berpengaruh signifikan terhadap LEVERAGE.
6.
Dilakukan oleh Nofrita (2013) Dengan
judul
penelitian
“Pengaruh
Profitabilitas
Terhadap
Nilai
Perusahaan dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Intervening”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. ROA dan DPR berpengaruh signifikan positif terhadap PBV, b. ROA terhadap DPR tidak signifikan. 7.
Dilakukan oleh Nurhayati (2013) Dengan judul penelitian “Profitabilitas, Likuiditas dan Ukuran Perusahaan Pengaruhnya terhadap Kebijkan Dividen dan Nilai Perusahaan Sektor Non Jasa”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. SIZE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR. b. ROA berpengaruh positif dan siginifikan terhadap DPR c. Current Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR.
28
d. SIZE berpengaruh positif dan berpengaruh signifikan terhadapPBV. e. Current Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap PBV. f. DPR tidak berpengaruh negatif terhadap PBV. 8.
Dilakukan oleh Wida dan Suartana (2014) Dengan
judul
penelitian
“Pengaruh
Kepemilikan
Manajerial
dan
Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan”. Dan hasil penelitian yang diperoleh : a. Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh pada PBV. b. INST berpengaruh positif terhadap PBV. 9.
Dilakukan oleh Pujiati (2015) Dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Kesempatan Investasi Terhadap Kebijakan Dividen dengan Likuiditas Sebagai Variabel Pemoderasi”. Dan hasil penelitian
yang
diperoleh : a. MNJR memiliki pegaruh positif dan tidak signifikan terhadap DPR. b. INST memiliki pegaruh positif dan signifikan terhadap DPR. c. Kesempatan Investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR d. LEVERAGE mampu memoderasi pengaruh MNJR terhadap DPR. e. LEVERAGE mampu memoderasi pengaruh INST terhadap DPR. f. LEVERAGE mampu memoderasi pengaruh CAPBVA terhadap DPR. g. MNJR, INST, dan CAPBVA berpengaruh bersama-sama terhadap DPR.
29
2.2 Rerangka Pemikiran Setiap perusahaan memiliki dua tujuan yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Dimana, dalam tujuan jangka pendek perusahaan hanya bertujuan untuk memaksimalkan laba perusahaan dengan menggunakan sumber daya yang ada, sementara dalam tujuan jangka panjang perusahaan bertujuan untuk mensejahterakan atau memakmurkan para pemegang saham dengan memaksimalkan nilai perusahaan. Dalam akuntansi keuangan dikenal dengan teori keanagenan. Teori keagenan ini menjelaskan bahwa pemegang saham sebagai pemilik perusahaan (Prinsipal) yang memberikan wewenang kepada pihak
manajemen
(agen).
Sebagai
bentuk
pertanggungjawaban
atas
pengelolaahan sumberdaya perusahaan, manajemen menerbitkan laporan keuangan yang bertujuan memberikan informasi kepada pemilik perusahaan dan para pemakai laporan keuangan lainnya. Struktur kepemilikan perusahaan dan masalah keagenan merupakan isu sentral dalam literatur keuangan. Masalah keagenan ini muncul dikarenakan pemilik perusahaan tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya secara langsung. Masalah keagenan yang ada dalam perusahaan dapat diatasi dengan adanya kepemilikan institusional dimana kepemilikan institusional ini merupakan kepemilikan atas saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan lain). Kepemilikan institusional yang biasanya diukur dengan INST memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba.
30
Struktur kepemilikan perusahaan juga akan mempengaruhi keputusan keuangan yang terdiri dari keputusan investasi, pendanaan dan kebijakan dividen. Pada penelitian ini melakukan pembatasan dalam keputusan keuangan ,dimana keputusan keuanagn yang diambil adalah kebijakan dividen. Dimana kebijakan dividen merupakan keputusan tentang seberapa banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen atau laba ditahan untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan.Sehingga apapun kebijakan dividen yang diciptakan oleh perushaan akan tetap mempengaruhi nilai perusahaan. Selain itu sudut pandang investor untuk melihat prospek perusahaan diamasa yang akan datang yaitu melihat kinerja perusahaan dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas pada perusahan tersebut. Dimana profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan sehingga apabila perusahaan mampu mencapai tingkat keuntungan yang tinggi makan akan memperoleh penilaian bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan lebih bagus diamata para investor begitu sebaliknya. Dengan mempertimbangkan segala permasalahan yang ada seperti masalah keagenan, pengambilan keputusan keuangan perusahaan dan melihat kinerja perusahaan. Diharapakan dapat berpengaruh terhadap perusahaan. Sehingga perusahaan dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka rerangka pemikiran yang digunakan untuk menjelaskan penelitian adalah sebagai berikut :
31
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan Menurut Jensen Dan Meckling (1976: 372-373) Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis perusahaan.
32
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraina (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi agency conflict. Semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional maka semakin kuat tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan sehingga agency cost yang terjadi didalam perusahaan semakin berkurang dan nilai perusahaan juga dapat semakin meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patricia (2014) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi tersebut untuk mengawasi manajemen. Akibatnya, akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H1 :
Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.3.2 Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas
33
ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Soekanto (2014) menunjukan bahwa
variabel kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Dengan adanya kepemilikan saham oleh institusi menyebabkan pengawasan terhadap manajemen perusahaan menjadi lebih tinggi. Manajemen akan menunjukkan kinerja yang baik yang akan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Kenaikan keuntungan ini akan berdampak pada peningkatan dividen. Berdaarkan uraian tersebut,
hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut : H2 :
Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. .
2.3.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan yang dimediasi oleh Kebijakan Dividen Kepemilikan institusional yang besar dengan rata-rata sebesar 62,9% merupakan pemilik mayoritas. Menurut Pound dalam Diyah dan Erman (2009) menyatakan bahwa investor institusional mayoritas memiliki kecenderungan untuk berkompromi atau berpihak kepada manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Anggapan bahwa manajemen sering mengambil tindakan atau kebijakan yang non-optimal dan cenderung mengarah pada kepentingan pribadi mengakibatkan strategi aliansi antara investor institusional dengan pihak manajemen ditanggapi negatif oleh pasar. Hal ini tentunya berdampak pada penurunan harga saham perusahaan dipasar modal sehingga dengan kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme
34
yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Lee et al., dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini dirasakan tidak menguntungkan oleh investor, maka investor dapat menarik sahamnya. Karena investor institusional memiliki saham dengan jumlah besar, maka jika mereka menarik sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme untuk yang meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nafi’ah 2013 menunjukan bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, karena tidak optimalnya fungsi kontrol kepemilikan insider, kepemilikan insider tidak dapat menyamakan kepentingan antara pemilik dan manajer, sehingga nilai perusahaan tidak terpengaruh. Dalam konteks kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, semakin jumlah dividen yang dibayarkan semakin tinggi pula nilai perusahaan. Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui kebijakan dividen, atau dividen memediasi pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H3 :
Kebijakan Dividen Memediasi Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Nilai Perusahaan.
35
2.3.4 Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Weston dan Brigham (2001) dalam Nofrita (2013) menyatakan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROA yang tinggi mencerminkan posisi perusahaan yang bagus sehingga nilai yang diberikan pasar yang tercermin pada harga saham terhadap perusahaan tersebut juga akan bagus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martikarini (2012) menunjukan bahwa profitabilitas yang diukur dengan ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan ROE berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Hal ini disebabkan keuntungan yang tinggi juga akan memeberikan suatu prospek perusahaan yang baik sehingga dapat merespon investor untuk meningkatkan permintaan saham. Permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan juga meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofrita (2013) menunjukan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut berarati bahwa apabila profitabilitas semakin meningkat maka nilai perusahaan tersebut juga akan meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H4 :
Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
2.3.5 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Idiawati dan Sudiartha (2012) menyatakan bahwa dividen adalah sebagian dari keuntungan bersih perusahaan, berarti dividen akan dibagikan kepada
36
pemegang saham apabila perusahaan memperoleh laba. Dapat dikatakan bahwa keuntungan perusahaan akan sangat mempengaruhi besarnya tingkat pembayaran dividen. Hasil ini sesuai dengan teori burung di tangan yang menyimpulkan bahwa investor akan senang dengan pendapatan pasti berupa dividen daripada pendapatan yang belum pasti seperti capital gain. Meningkatnya profitabilitas akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen kepada pemegang sahamnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2013) menunjukan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh yang positif terhadap kebijakan dividen. Dimana semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin tinggi dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Perusahaan yang memiliki laba besar akan menentukan kebijakan dividen kepada pemegang saham lebih besar, tujuannya untuk memberikan sinyal kepada investor bahwa manajemen meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang (Nurhayati, 2013:150). Studi sebelumnya menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham. Ayuningtias dan Kurnia (2013) menunjukkan bahwa kebijakan dividen memediasi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas dapat mempengaruhi
kebijakan
dividen,
sehingga
kebijakan
dividen
akan
mempengaruhi nilai perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
37
H5 :
Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
H6 :
Kebijakan Dividen memediasi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.
2.3.7 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Menurut Husnan (2001:381) Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dengan demikian seharusnya (dalam keadaan apa) laba akan dibagikan dan kapan akan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian yang dilkukan oleh Nafi’ah (2013) dan Nofrita (2013) menunjukkan bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh postitif terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi pembayaran dividen maka nilai perusahaan akan meningkat sesuai teori bird-in-the-hand. Pembayaran dividen yang dilakukan saat ini adalah lebih baik daripada capital gain di masa mendatang karena dividen yang diterima saat ini oleh investor bersifat lebih pasti daripada capital gain yang diterima di masa mendatang (Nafi’ah, 2013:139). Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H7 :
Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan