BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 1.
Laporan Keuangan
Pengertian Laporan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 49) laporan keuangan perusahaan
merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi perusahaan untuk mengetahui tingkat keuntungan dan tingkat risiko perusahaan. Menurut Djarwanto (2004 : 1) laporan keuangan merupakan informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan yang dapat di pakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan perusahaan. Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan sumber informasi yang menyajikan kondisi keuangan perusahaan dan digunakan sebagai alat komunikasi dengan pihak yang berkepentingan dengan data keuangan perusahaan. 2.
Tujuan Laporan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 31) tujuan laporan keuangan adalah :
a.
Memberi informasi yang bermanfaat untuk membuat keputusan.
b.
Memberi informasi yang bermanfaat untuk memperkirakan aliran kas untuk pemakai eksternal atau investor, kreditur.
74
c.
Memberi informasi yang bermanfaat untuk memperkirakan aliran kas perusahaan.
d.
Memberi informasi sumber daya ekonomi kewajiban dan modal saham.
e.
Memberi informasi pendapatan yang komprehensif.
f.
Memberi informasi aliran kas. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia tujuan laporan keuangan adalah :
a.
Memberi informasi keuangan secara kuantitatif mengenai perusahaan tertentu, guna memenuhi keperluan para pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi.
b.
Menyajikan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi keuangan dan perubahan-perubahan kekayaan bersih perusahaan.
c.
Menyajikan informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai dalam menaksir kemampuan memperoleh laba dari perusahaan.
d.
Menyajikan lain-lain informasi yang diperlukan mengenai perubahan dalam harta dan kewajiban, serta mengungkapkan lain-lain informasi yang sesuai dengan kepentingan para pemakai.
3.
Jenis dan Bentuk Laporan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 50) ada tiga macam laporan keuangan
yang pokok adalah : a.
Neraca Neraca adalah proses pencatatan dan pelaporan dalam laporan keuangan
secara formal. Neraca memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, dan modal sendiri dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu.
74
Neraca mempunyai elemen besar yaitu aktiva, hutang, dan modal. Elemen tersebut yang akan digunakan dalam perhitungan neraca. 1) Aktiva Aktiva adalah manfaat ekonomis yang akan diterima pada masa mendatang, atau akan dikuasai oleh perusahaan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian. Aktiva merupakan sumber ekonomi yang akan dipakai perusahaan untuk menjalankan kegiatannya. Klasifikasi aktiva adalah : a)
Aktiva lancar
b) Investasi jangka panjang c)
Bangunan, Pabrik, dan peralatan
d) Aktiva tidak berwujud e)
Aktiva lainnya
2) Hutang Hutang adalah pengorbanan ekonomis yang mungkin timbul dimasa mendatang dari kewajiban perusahaan sekarang untuk memberikan jasa ke pihak lain dimasa mendatang, sebagai akibat transaksi atau kejadian dimasa lalu. Hutang muncul karena penundaan pembayaran untuk barang atau jasa yang telah diterima perusahaan dan dari dana yang dipinjam. Klasifikasi hutang adalah : a)
Hutang lancar
b) Hutang jangka panjang c)
Hutang lainnya
74
3) Modal saham Modal saham adalah sisa dari aktiva suatu bisnis dikurangi dengan hutang-hutangnya. Modal saham menduduki urutan sesudah hutang. Klasifikasi modal saham adalah : a)
Modal saham disetor (saham nominal dan agio saham)
b) Laba yang ditahan c)
Modal lainnya
b.
Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi meringkaskan hasil dari kegiatan perusahaan selama
periode akutansi tertentu. Kegiatan perusahaan selama periode tertentu mencakup aktivitas rutin atau operasional, disamping aktivitas yang sifatnya tidak ruti atau jarang muncul. Elemen Laba Rugi adalah : 1) Pendapatan operasional Pendapatan adalah aset masuk atau aset yang naik nilainya atau hutang yang semakin berkurang selama periode dimana perusahaan memproduksi dan menyerahkan barang atau memberikan jasa atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok perusahaan. 2) Beban operasional Beban operasional adalah aset luar atau pihak lain memanfaatkan aset perusahaan atau munculnya hutang atau kombinasi antar ketiganya selama periode dimana perusahaan memproduksi dan menyerahkan barang, memberikan jasa, atau melaksanakan aktivitas lain yang merupakan operasi pokok perusahaan.
74
3) Untung Untung adalah kenaikan modal saham dari transaksi yang bersifat insidental dan bukan merupakan kegiatan pokok perusahaan dan dari transaksi lainnya yang mempengaruhi perusahaan selama periode tertentu, kecuali yang berasal dari pendapatan operasional dan investasi oleh pemilik saham. 4) Rugi Rugi adalah penurunan modal saham dari transaksi yang bersifat insidental dan bukan merupakan kegiatan pokok perusahaan dan dari transaksi lainnya yang mempengaruhi perusahaan selama periode tertentu, kecuali yang berasal dari beban operasional dan distribusi ke pemilik saham. c.
Laporan aliran kas Laporan aliran kas bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
penerimaan dan pembayaran kas perusahaan selama periode tertentu serta memberikan informasi mengenai efek kas dari kegiatan investasi, pendanaan, dan operasi perusahaan selama periode tertentu. Klasifikasi aliran kas untuk aktivitas investasi adalah : 1) Penerimaan kas dari penjualan investasi pada saham atau obligasi 2) Penerimaan kas dari penjualan bangunan, pabrik, dan peralatan 3) Pembayaran untuk investasi pada surat berharga 4) Pembayaran untuk pembelian bangunan, pabrik, dan peralatan Klasifikasi aliran kas untuk aktivitas pendanaan adalah : 1) Penerimaan dari emisi surat berharga 2) Pembayaran dividen
74
3) Pelunasan hutang atau obligasi 4) Pembayaran untuk membeli saham kembali Klasifikasi aliran kas untuk aktivitas operasi adalah : 1) Aliran kas masuk operasi 2) Pengumpulan dari pelanggan 3) Bunga atau dividen yang dikumpulkan Aliran kas keluar operasi 1) Pembayaran ke pemasok atau karyawan 2) Pembayaran bunga 3) Pembayaran pajak pendapatan 4.
Keterbatasan Laporan Keuangan Menurut Djarwanto (2004 : 12) ada empat keterbatasan laporan keuangan
adalah : a.
Laporan keuangan pada dasarnya merupakan laporan antara, bukan merupakan laporan final, karena laba rugi riil hanya dapat ditentukan bila perusahaan dijual atau dilikuidir, maka laporan keuangan perlu disusun untuk periode waktu tertentu.
b.
Laporan keuangan ditunjukkan dalam jumlah rupiah yang nampaknya pasti. Jumlah rupiah dapat berubah jika ada lebih dari satu standar yang digunakan.
c.
Neraca dan laba rugi mencerminkan transaksi-transaksi keuangan dari waktu ke waktu.
d.
Laporan keuangan tidak memberikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan perusahaan. Laporan keuangan tidak mencerminkan semua faktor
74
yang mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha karena tidak semua faktor dapat diukur dalam satuan uang. 5.
Analisis Laporan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 5) analisis laporan keuangan yaitu
ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko suatu perusahaan. Hal-hal yang harus dilakukan dalam analisis laporan keuangan adalah : a.
Menentukan dengan jelas tujuan dari analisis
b.
Memahami konsep dan prinsip yang mendasari laporan keuangan dan rasio keuangan yang diturunkan dari laporan keuangan tersebut
c.
Memahami kondisi perekonomian dan kondisi bisnis lain pada umumnya yang berkaitan dengan perusahaan dan mempengaruhi usaha perusahaan
2.1.2 1.
Kebangkrutan
Prediksi Kebangkrutan Indikator yang menjadi prediksi kebangkrutan adalah analisis aliran kas
untuk saat ini atau masa mendatang dan analisis strategi perusahaan. 2.
Pengertian Kebangkrutan Menurut Hanafi dan Halim (1995:261) pengertian kebangkrutan adalah
munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya-biaya ini cukup besar.
74
Untuk menghindari terjadinya kerugian akibat kebangkrutan pada perusahaan, harus diakukan analisis untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan sehingga dapat dilakukan tindakan preventif sebelum kerugian yang lebih besar terjadi. 3.
Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan Penyebab kebangkrutan pada dasarnya dapat disebabkan oleh faktor
internal perusahaan maupun faktor eksternal baik yang bersifat khusus maupun umum. Ada tiga faktor penyebab kebangkrutan ( Munawir, 2002:89 ) a.
Faktor umum
1) Sektor Ekonomi Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga, dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri. 2) Sektor Sosial Faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa maupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial lainnya adalah kerusuhan yang terjadi di masyarakat. 3) Sektor teknologi
74
Penggunaan teknologi informasi menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak jika penggunaannya kurang terencana oleh pihak manajemen, sistem kurang terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional. 4) Sektor pemerintahan Kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif expor dan impor barang yang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja, dan lain-lain. b.
Faktor eksternal perusahaan
1) Sektor pelanggan Perubahan selera atau kejenuhan konsumen yang tidak terdeteksi oleh perusahaan akan mengakibatkan penurunan penjualan. 2) Sektor pemasok Perusahaan dan pemasok harus tetap berhubungan dengan baik sehingga pemasok tidak menaikkan harga yang dapat merugikan perusahaan. 3) Sektor pesaing Kemampuan pesaing untuk menyesuaikan dengan keinginan atau perilaku konsumen dan promosi yang efektif akan merugikan perusahaan karena banyaknya pelanggan yang beralih ke perusahaan pesaing. c.
Faktor internal perusahaan
1) Adanya manajemen yang tidak baik dan tidak efisien. 2) Manajemen yang tidak efisien mungkin disebabkan oleh kurangnya kemampuan, pengalaman dan ketrampilan manajemen tersebut.
74
3) Tidak seimbangnya antara jumlah modal perusahaan dengan jumlah utang piutangnya. 4) Sumber daya yang tidak memadai keterampilannya, integritas, loyalitas dan moralitas yang rendah sehingga banyak terjadi kesalahan, penyimpangan dan kecurangan terhadap keuangan perusahaan serta penyalahgunaan wewenang. Menurut Hanafi dan Halim (1995:262) faktor-faktor terjadinya kebangkrutan adalah : a.
Kesulitan keuangan jangka pendek
b.
Hutang lebih besar daripada asset (tidak solvabel)
4.
Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (1996 : 262) alternatif perbaikan kesulitan
keuangan adalah : a.
Pemecahan secara informal
1) Dilakukan apabila masalah belum begitu parah 2) Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus dengan cara : Perpanjangan (ekstension), dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang. Komposisi (composition), dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan, misal klaim hutang diturunkan menjadi 70%. Kalau hutang besarnya 1000, maka nilai hutang yang baru adalah 70% x 1000 = 700 b.
Pemecahan secara formal
Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan dengan cara :
74
1) Apabila nilai perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi Reorganisasi : dilakukan dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak 2) Apabila nilai perusahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi Likuidasi : dilakukan dengan menjual aset-aset perusahaan
2.1.3 1.
Analisa Z-Score
Rasio Z-Score Dengan
menggunakan
pendekatan
multivariate
dalam
prediksi
kebangkrutan. Altman (1983,1984) melakukan survey model-model yang dikembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, kanada, Belanda, dan Perancis. Dalam studinya, Altman menemukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan. Kelima rasio tersebut terdiri dari : modal kerja terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap total aktiva, laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva, nilai pasar modal saham terhadap nilai buku hutang, dan penjualan terhadap total aktiva. Berikut ini adalah persamaan diskriminan untuk menentukan nilai Z (Mamduh M.Hanafi dan Abdul Halim, 1996:275) : Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5 Dimana : Z
=
Indeks keseluruhan
X1
=
(Aktiva lancar-Hutang lancar) / Total aktiva
74
X2
=
Laba yang ditahan / Total aktiva
X3
=
Laba sebelum bunga dan pajak / Total aktiva
X4
=
Nilai pasar saham biasa dan preferen / Nilai buku total hutang
X5
=
Penjualan / Total Aktiva
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go public dan dengan demikian tidak mempunyai nilai pasar. Untuk beberapa negara seperti Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Altman kemudian mengembangkan model alternatif dengan menggantikan variabel X4 (Nilai pasar saham biasa dan preferen/nilai buku total hutang). Dengan cara demikian model tersebut bisa dipakai baik untuk perusahaan yang go public maupun yang tidak go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam itu adalah sebagai berikut Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,42X4 + 0,998X5 Dimana : Z
=
Indeks keseluruhan
X1
=
(Aktiva lancar-Hutang lancar) / Total aktiva
X2
=
Laba yang ditahan / Total aktiva
X3
=
Laba sebelum bunga dan pajak / Total aktiva
X4
=
Nilai pasar saham biasa dan preferen / Nilai buku total hutang
X5
=
Penjualan / Total Aktiva
74
Angka-angka presentase di depan variabel independen (X1, X2, X3, X4, X5) adalah angka hasil proses penelitian yang dilakukan oleh Altman. 2.
Kriteria Kebangkrutan Altman Titik cut off yang dilaporkan Altman adalah berikut ini : Tabel 1 Titik cut off Altman KETERANGAN
Tidak bangkrut jika Z > Daerah rawan Bangkut jika Z <
NILAI PASAR
NILAI BUKU
2,99
2,90
1,81 – 2,99
1,20 – 2,90
1,81
1,20
Sumber : Hanafi dan Halim (1996:276) Indikator pengukuran kesehatan keuangan perusahaan yang go public berdasarkan titik cut off adalah : a.
Z-Score > 2,99 maka keuangan perusahaan dalam klasifikasi tidak bangkrut / sehat
b.
Z-Score antara 1,81 – 2,99 maka keuangan perusahaan dalam klasifikasi rawan
c.
Z-Score < 1,81 maka keuangan perusahaan dalam klasifikasi bangkrut
2.2 Penelitian terdahulu Terdapat banyak penelitian telah dilakukan untuk membangun model prediksi kebangkrutan, diantaranya adalah :
74
1.
Rissa Firdaus (2011) Rissa Firdaus melakukan penelitian menggunakan 10 industri perbankan,
yaitu : PT Mega Tbk, PT ICB Bumi Putera Tbk, PT Mayapada Tbk, PT OCBC NISP Tbk, PT Swadesi Tbk, PT Nusantara Parahyangan Tbk, PT Eksekutif Internasional Tbk, PT Mutiara Tbk, PT Kesawan Tbk, PT Artha Graha Tbk. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan ada tiga perusahaan yang dikategorikan dalam kondisi bangkrut, hal ini disebabkan karena semakin tingginya kewajiban-kewajiban yang harus ditanggung perusahaan, tidak maksimalnya penjualan, kurangnya pemanfaatan aktiva perusahaan untuk dapat menghasilkan laba dari setiap penjualanya. Dari empat perusahaan yang dikategorikan dalam kondisi waspada, hal ini disebabkan karena perusahaan ini mampu meningkatkan kinerja keuangan sebagaimana dapat terlihat dari adanya peningkatan saldo laba, EBIT maupun volume penjualannya pada tahun – tahun terakhir. Dari tiga perusahaan yang dikategorikan dalam kondisi sehat, hal ini disebabkan karena perusahaan ini mampu mengembangkan kinerja keuangan perusahaan sebagaimana dapat terlihat dari adanya peningkatan saldo laba, nilai pasar modal saham, EBIT maupun volune penjualannya pada tahun akhir. 2.
Kamal (2012) ST Ibrah Mustafa Kamal menggunakan model Altman Z-score untuk
dapat memprediksi keadaan perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2008 ada satu perusahaan perbankan yang berada pada grey area atau sekitar 5% dan 95% diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Ini ditandai dengan
74
hasil nilai Z-score yang di bawah 2,99. Hanya Bank Rakyat Indonesia Tbk. yang hasilnya 2,611 mendekati nilai 2,99 berada di grey area. Dilihat bahwa perbankan ada beberapa yang mulai memperbaiki kondisi keuangan dengan melihat bahwa pada tahun 2009 sebanyak 40% berada dalam keadaan sehat, 45% diprediksi akan mengalami kebangkrutan yang berkurang dibanding dengan tahun sebelumnya, dan 15% berada pada grey area. Tahun 2010 prediksi kebangkrutan pada perbankan memiliki hasil 55% perbankan sehat, 5% berada pada grey area dan 40% masih dalam prediksi keadaan bangkrut. Peluang kebangkrutan ini tentunya akan semakin besar jika pihak manajemen perusahaan tidak segera melakukan tindakan evaluasi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Selain itu, perbaikan kinerja diperlukan setiap bank agar semakin kecil kemungkinan mengalami kebangkrutan.
74
2.3 Rerangka Berfikir Perusahaan Perbankan
Laporan Keuangan Perusahaan Perbankan
Analisis Z-Score
Bangkrut
Sehat
Rawan
Simpulan
Gambar 1 Rerangka Berfikir
2.4 Hipotesis Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif sehingga tidak memerlukan hipotesis, karena kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguji hipotesis,
tetapi
hanya
mendeskripsikan
dan
mengidentifikasikan
data
(Burhan,2005:84).
74