BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Profitabilitas Profitabilitas menurut Hanafi dan Halim (2005:85) kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aktiva, dan modal saham yang tertentu. Profitabilitas menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006:166) yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba dalam suatu periode tertentu. Sedangkan menurut Sartono (2010:504) menerangkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba (keuntungan) yang berhubungan dengan penjualan, total aktiva ataupun modal sendiri. Setiap perusahaan pasti memiliki cara dan tujuan supaya perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan tersebut mampu mengelola dana yang dimiliki perusahaan dengan baik maka perusahaan tersebut mampu menghasilkan laba yang tinggi dan apabila perusahaan tidak mampu mengelola dana yang dimiliki perusahaan maka perusahaan tersebut kemungkinan akan mengalami kebangkrutan. Profitabilitas memiliki arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya.
Karena
semakin
besar
kelangsungan hidup tersebut akan terjamin.
tingkat
profitabilitasnya
maka
Rasio profitabilitas adalah merupakan kemampuan suatu peusahaan untuk mendapatkan laba (profit) dalam periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melakukan kegiatan operasinya (Sofyan, 2008:304). Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada dilaporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan
perusahaan
dalam
rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut (Prastowo, 2005:125). Salah satu rasio profitabilitas yang sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah return on assets (ROA). Return on assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva. Return on assets merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009:66). Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on assets merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih yang diperoleh suatu perusahaan apabila diukur dengan aktiva lancar (Sofyan, 2008:304). Return on assets (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Menurut
Khasmir
(2013)
Adapun
tujuan
dengan
menggunakan
profitabilitas bagi perusahaan adalah sebagai berikut : 1.
Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
2.
Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
3.
Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan.
4.
Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
5.
Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.
6.
Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Adapun manfaatnya dengan menggunakan profitabilitas bagi perusahaan
adalah sebagi berikut : 1.
Mengetahui posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
2.
Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
3.
Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan, baik modal sendiri maupun modal pinjaman.
4.
Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5.
Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode.
2.1.2 Pengertian Modal Kerja Pengertian modal kerja (working capital) Hanafi dan Mamduh (2004:519) mengatakan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva jangka pendek, seperti kas, sekuritas yang mudah dipasarkan, piutang usaha dan persediaan. Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2011:74) modal kerja merupakan manajemen dari elemen-elemen aktiva lancar dan elemenelemen hutang lancar (Net working capital). Menurut Gitosudarmo dan Basri (2008:33) menyatakan bahwa pengertian modal kerja dapat dikemukakan adanya beberapa konsep, antara lain : 1.
Konsep kuantitatif Dalam konsep kuantitatif pengertian modal kerja adalah sejumlah dana yang tertanam dalam aktiva lancar yang berupa kas, piutang-piutang, persediaan, persekot biaya. Dana yang tertanam dalam aktiva lancar akan mengalami perputaran dalam waktu yang pendek. Jadi besarnya modal kerja adalah sejumlah aktiva lancar.
2.
Konsep Kualitatif Dalam konsep kualitatif pengertian modal kerja dikaitkan dengan besarnya utang lancar atau utang yang harus dibayar segera dalam jangka pendek. Besarnya modal kerja adalah sejumlah dana yang tertanam dalam aktiva lancar yang benar-benar dapat dipergunakan untuk membiayai operasinya perusahaan atau sesudah dikurangi besarnya utang lancar.
3.
Konsep Fungsional Dalam konsep ini, besarnya modal kerja adalah didasarkan pada fungsi dari dana untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode accounting (current income) bukan pada periode – periode berikutnya (future income). Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan current income, atau kalau menghasilkan tidak sesuai dengan misi perusahaan, yang disebut nonworking capital. 2.1.3 Jenis-jenis Modal Kerja Adapun beberapa jenis modal kerja Martono dan Harjito (2011:75) adalah
sebagai berikut : 1.
Modal Kerja Permanen (Permanen Working Capital) Modal kerja permanen adalah modal kerja yang tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalani fungsinya atau dengan kata lain secara terus menerus dibutuhkan untuk kelancaran usaha. Adapun modal kerja ini dibagi menjadi : a.
Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) adalah jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya.
b.
Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) adalah modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal.
2.
Modal Kerja Variable (Variable Working Capital) Modal kerja variable adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibagi menjadi:
a.
Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim.
b.
Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.
c.
Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi jumlah modal kerja Menurut Munawir (2007:117) menjelaskan bahwa modal kerja sangatlah penting bagi perusahaan, oleh sebab itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1.
Sifat atau tipe perusahaan modal kerja suatu perusahaan dagang relatif lebih rendah apabila di bandingkan dengan kebutuhan industri, karena tidak memerlukan investasi investasi yang besar dalam kas, piutang dan persediaan. Kebutuhan uang tunai
pada
perusahaan
dagang
untuk
membelanjai
operasi
dapat
menghasilkan atau penerimaan saat itu. 2.
Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dujual serta harga per satuan barang tersebut. Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan baku yang akan diproduksi sampai barang itu dijual. Semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut
semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu pula harga pokok persatuan barang itu juga mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan, semakin besar harga pokok per satuan barang yang akan dijual semakin besar pula kebutuhan modal kerja. 3.
Syarat pembelian bahan baku Syarat pembelian bahan yang akan digunakan untuk memproduksi barang atau barang dagangan sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat yang diterima pada
waktu
pembelian
menguntungkan,
makin
sedikit
dana
yang
diinvestasikan dalam persediaan bahan baku atau barang dagangan. Sebaliknya apabila pembayaran atas bahan atau barang yang akan dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu pendek maka uang kas diperlukan untuk membiayai semakin besar pula. 4.
Syarat penjualan Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang dan untuk memperkecil resikonya adanya piutang yang akan tertagih sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian pembeli akan tertarik untuk segera membayar utangnya dalam periode diskonto tersebut.
5.
Tingkat perputaran persediaan Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan maka jumlah modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan (barang) akan semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan yang efisien. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan mengurangi risiko kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau perubahan selera konsumen, di samping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
6.
Tingkat perputaran piutang Kebutuhan modal kerja juga dipengaruhi jangka waktu penagihan piutang. Apabila piutang terkumpul dalam waktu pendek berarti kebutuhan akan modal kerja semakin rendah atau kecil. Untuk mencapai tingkat perputaran piutang yang tinggi diperlukan pengawasan piutang yang efektif dan kebijaksanaan yang tepat sehubungan dengan perluasan kredit, syarat kredit penjualan, maksimum kredit bagi langganan serta penagihan piutang. 2.1.5 Sumber Modal Kerja Menurut Munawir (2007:120) mengemukakan bahwa pada umumnya
modal kerja suatu perusahaan berasal dari berbagai sumber, yaitu : a.
Pendapatan bersih Modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasi-hasil lainnya yang meningkatkan uang kas dan piutang. Akan tetapi, sebagian dari modal kerja ini harus di gunakan untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya usaha
yang telah dikeluarkan untuk memperoleh revenue, yakni berupa biaya penjualan dan biaya administrasi. Jadi, sebenarnya yang merupakan sumber modal kerja adalah pendapatan bersih dan jumlah modal kerja yang diperoleh dari operasi jangka pendek, dan ini bisa ditentukan dengan cara menganalisis laporan perhitungan laba-rugi perusahaan. b.
Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga Surat-surat berharga sebagai salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan dari penjualan ini akan timbul keuntungan. Penjualan surat-surat berharga menunjukan pergeseran bentuk pos aktiva lancar dari pos ”surat-surat berharga” menjadi pos ”kas”. Keuntungan yang diperoleh merupakan sumber penambahan modal kerja. Sebaiknya, jika terjadinya kerugian maka modal kerja akan berkurang.
c.
Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar Sumber lain untuk menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva lancar lainnya yang tidak dipergunakan lagi oleh perusahaan. Perubahan aktiva tidak lancar itu menjadi kas yang akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut. Keuntungan atau kerugian dari penjualan investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya dapat dimasukkan ke dalam pos-pos insidentil (extraordinary item).
d.
Penjualan obligasi dan saham Pinjaman jangka panjang berbentuk obligasi biasanya tidak begitu disukai karena adanya beban bunga di samping kewajiban mengembalikan pokok pinjamannya.
e.
Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman siklis, keadaan darurat, atau kebutuhan jangka pendek lainnya. Karena ketergantunagn akan kredit bank dan kredit jangka pendek lainnya, makanya adanya credit rating yang tingi tingkatnya bagi perusahaan yang bersangkutan adalah sepenuhnya penting.
f.
Kredit dari supplier Salah satu sumber modal kerja yang penting adalah kredit yang diberikan oleh supplier. Material, barang-barang, supplies, dan jasa-jasa biasa di beli secara kredit atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu yang harus di lunasi, perusahaan hanya memerlukan sejumlah kecil modal kerja. 2.1.6 Perputaran Modal Kerja Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar selama perusahaan
yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Martono dan Harjito (2011:83) mengemukakan kebutuhan modal kerja ditentukan oleh perputaran dari
komponen–komponen (elemen-elemen) modal kerja, yaitu perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan. Perputaran kas merupakan berputarnya kas menjadi kas kembali. Seperti halnya perputaran modal kerja, maka yang dimaksud dengan kas berputar satu kali berarti bahwa sejak kas tersebut digunakan untuk proses produksi (barang atau jasa) dan akhirnya menjadi kas kembali. Setelah perputaran dari setiap elemen modal kerja diketahui, selanjutnya menghitung periode terikatnya modal kerja tersebut. Riyanto (2008:62) mengungkapkan mengenai periode perputaran modal kerja dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen–komponen modal kerja sampai saat dimana kembali lagi menjadi kas. Dalam menentukan perputaran modal kerja dapat digunakan 2 metode yaitu : a)
Metode Keterikatan Dana (Siklus Daur Dana) Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, dengan demikian pengalaman dari pengelolaan atau tentunya dengan dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikuti perkembangan kegiatan sehari – hari dalam jangka waktu lama.
b) Metode Perputaran Modal Kerja (turnover) Metode ini menggunakan analisis laporan keuangan perusahaan secara umum atau total modal kerja dihitung dengan rumus working capital turnover yaitu total penjualan dibagi dengan net working capital atau cross working capital.
Munawir (2007:80) mengemukakan mengenai tingkat perputaran modal kerja yaitu : Tingkat perputaran modal kerja dapat diukur dengan menggunakan rasio yaitu diambil dari data laporan laba rugi dan neraca. Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan rasio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata tersebut (working capital turnover). Rasio ini menunjukan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja. Rumus yang digunakan unuk menentukan besarnya angka perputaran modal kerja dalam penelitian ini adalah :
Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar selama perusahaan tersebut dalam keadaan usaha. 1.
Perputaran modal kerja dimulai sejak kas diinvestasikan dalam komponenkomponen modal kerja sampai dengan kembali lagi menjadi kas.
2.
Makin pendek periode perubahannya berarti makin cepat perputarannya dan sebaliknya. 2.1.7 Kebijakan Modal Kerja Menurut Sofyan (2008:138) Pada dasarnya terdapat 3 pilihan kebijakan
bagi manajemen untuk menentukan besarnya proporsi aktiva lancar yang dibiayai oleh sumber jangka pendek dan yang dibiayai dari jangka panjang, yaitu :
1.
Kebijakan modal kerja konservatif Kebijakan konservatif adalah perusahaan memodali sebagaiaktiva lancarnya yang berfluktuasi dengan modal permanent. Pada musim sedang sepi ketika piutang dan persediaan sedang rendah, perusahaan memperbesar saldo suratsurat berharganya. Dengan bergeraknya waktu menuju puncak musim ramainya penjualan, perusahaan mulai menjual persediaan surat-surat berharga untuk mencari
permodalan persediaan dan piutang dan bila masih kurang,
pinjaman jangka pendek. Sedangkan aktiva lancar permanen dan
aktiva tetap dimodali dengan permodalan permanen. 2.
Kebijakan modal kerja moderat Perusahaan dapat pula mengambil kebijakan yang moderat dimana perusahaan mencoba menyelaraskan struktur maturitas aktiva dan utangutangnya, yaitu kebutuhan akan aktiva lancar yang bersifat sementara dimodali dari sumber jangka pendek dan total aktiva lancar permanen dan aktiva tetap dimodali dari sumber jangka panjang.
3.
Kebijakan agresif Kebijakan yang agresif adalah bila semua aktiva lancar dimodali dengan modal jangka pendek, tetapi sebagian dari aktiva lancar permanennya dimodali dengan kredit jangka pendek. 2.1.8 Pentingnya Modal Kerja Menurut Martono dan Harjito (2011:77) mengemukakanterdapatbeberapa
alasan yang mendasari pentingnya manajemen modal kerja yaitu :
1.
Aktiva lancar dari perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa memiliki jumlah yang cukup besar dibanding dengan jumlah aktiva secara keseluruhan.
2.
Untuk perusahaan kecil, hutang jangka pendek merupakan sumber utama bagi pendanaan eksternal. Perusahaan ini tidak memliki akses pada pasar modal untuk pendanaan jangka panjangnya.
3.
Manajer keuangan dan anggotanya perlu memberikan porsi waktu yang sesuai untuk pengelolaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan modal kerja.
4.
Keputusan modal kerja berdampak langsung terhadap risiko, laba, dan harga saham perusahaan.
5.
Adanya hubungan langsung antara pertumbuhan penjualan dengan kebutuhan dana yang mendanai aktiva lancar. 2.1.9 Pengertian Piutang pengertian piutang menurut Gitosudarmo dan Basri (2008:81) adalah
merupakan aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan penjualan kredit. Penjualan kebijakan kredit ini merupakan kebijakan yang biasanya dilakukan dalam dunia bisnis untuk merangsang minat para pelanggan. Martono dan Harjito (2011:98) piutang dagang (account receivable) merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan/pembeli atau pihak lain yang membeli produk perusahaan. Sedangkan menurut Munawir (2007:13) adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau pelanggan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit.
Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa piutang merupakan penerimaan yang diharapkan akan diterima perusahaan dimasa yang akan datang sebagai akibat dari adanya kebijakan perusahaan berupa penjualan kredit. 2.1.10 Perputaran Piutang Perputaran piutang merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya keuntungan yang diperoleh perusahaan, jika melakukan pengelolaan piutang dengan baik, antara lain kemungkinan perusahaan dapat membayar semua kewajibannya tepat waktu dan memungkinkan perusahaan tersebut untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang dan jasa yang diperlukan, dimana secara tidak langsung akan berdampak pada tingkat perolehan keuntungan perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya apabila tingkat perputaran piutang rendah, maka akan terjadi kelebihan piutan dan perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Darsono dan Ashari (2005:61) mengatakan rule of thumb receivable turn over adalah sekitar 6 – 12 kali, sehingga waktu mengendap piutang adalah 30 sampai dengan 60 hari. Perputaran piutang (receivable turn over) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2.1.11 Pengertian Persediaan pengertian persediaan menurut Assauri (2008:16) persediaan adalah suatu aktive yang meliputi barang-barangmilik perusahaan dengan maksud untuk dijual
dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya suatu proses produksi. Menurut
Munawir
(2007:16)
adalah
semua
barang-barang
yang
diperdagangkan yang sampai pada tanggal neraca masih digudang atau belum laku dijual. Untuk perusahaan manufaktur (perusahaan yang memproduksi barang), maka persediaan yang dimiliki meliputi persediaan bahan mentah, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Sedangkan menurut Gitosudarmo (2008:93) persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan. Adapun beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan pada saat tertentu, dengan maksud untuk dijual kembali baik secara langsung maupun melalui proses produksi selama dalam siklus operasi normal perusahaan, dalam hal ini tidak termasuk pula barang-barang yang masih berada dalam proses produksi dalam atau yang menunggu digunakan. 2.1.12 Jenis Dan Posisi Persediaan Pada umumnya persediaan menurut Assauri (2008:171) terbagi menjadi : 1.
Persediaan bahan baku (Raw Material Stock) Persediaan bahan baku adalah persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, yang diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakannya.
2.
Persediaan barang-barang pembantu Persediaan barang-barang pembantu adalah persediaan bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
3.
Persediaan barang dalam proses Persediaan barang dalam proses adalah persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah di olah menjadi suatu bentuk, tetapi diproses kembali untuk kemudiaan menjadi barang jadi.
4.
Persediaan barang jadi Persediaan barang jadi adalah persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual pada pelanggan atau perusahaan lain. Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apapun bentuk dari suatu barang tersimpan yang akan dilakukan suatu tindakan lebih lanjut ataupun barang yang tersimpan dan siap untuk digunakan tetapi belum sampai pada pemegang akhir (customer), maka barang tersebut masih terkategori dalam barang persediaan perusahaan. 2.1.13 Fungsi Persediaan Menurut Herjanto (2007:238) memasukan beberapa fungsi penting yang
dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1.
Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
2.
Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3.
Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4.
Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.
5.
Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discounts).
6.
Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersediaanya barang yang diperlukan. 2.1.14 Biaya-biaya Persediaan Hanafi dan Mamduh (2004:570) persediaan juga mempunyai biaya-biaya
yang berkaitan dengan persediaan antara lain : 1.
Biaya Investasi Investasi pada persediaan, seperti investasi pada piutang atau modal kerja lainnya, memerlukan biaya investasi. Biaya investasi bisa berupa biaya kesempatan karena dana tertanam di persediaan, dan bukannya tertanam pada investasi lainnya.
2.
Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan mencakup biaya eksplisit, seperti biaya sewa gedung, asuransi, pajak, dan biaya kerusakan persediaan. Biaya implisit mencakup biaya kesempatan seperti pada item 1 di atas.
3.
Biaya Order Untuk memperoleh persediaan, perusahaan akan melakukan order persediaan tersebut. Biaya order mencakup biaya administrasi yang berkaitan dengan aktivitas memesan persediaan, biaya transportasi dan biaya pengangkutan persediaan. 2.1.15 Perputaran Persediaan Inventory atau persediaan barang sebagai elemen yang utama dari modal
kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, di mana secara terus menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam aktiva-aktiva lainnya. Perputaran persediaan ((inventory turnover) digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin cepat persediaan diubah menjadi penjualan. Untuk mengukur efisiensi persediaan maka perlu diketahui perputaran persediaan (inventory turnover) yang terjadi dengan membandingkan antara harga pokok penjualan (HPP) dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki (Munawir, 2007), dapat dinyatakan dengan rumus:
Perputaran persediaan menunjukkan berapa kali dana yang tertanam dalam persediaan berputar dalam suatu periode. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah.
Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan memperkecil risiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, di samping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. 2.2 Penelitian terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Zulkarnain (2011) dengan judul “pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan”. Dari hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: a)
Perputaran modal kerja berpengaruh negatif terhadap profitabilitas di perusahaan industri, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000 dan nilai thitung sebesar – 4,875<-1,98969.
b) Perputaran piutang berpengaruh positif terhadap profitabilitas di perusahaan industri, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,060 dan nilai thitung sebesar 1,905<1.98969. 2. Rahma (2008) dengan judul “ analisis pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan”. Dari hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: a)
Perputaran modal kerja berpengaruh negatif terhadap profitabilitas di perusahaan manufaktur PMA dan PMDN, hal ini dibuktikan dengan nilai
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,004 dan nilai t sebesar -2,895. b) Perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas di perusahaan manufaktur PMA dan PMDN, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,597 dan nilai thitung sebesar 0,529. 3.
Ratnasari (2009) dengan judul “pengaruh pengelolaan modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan” Dari hasil penelitian yang terdahulu sebagai berikut: a)
Perputaran kas berpengaruh negatif terhadap profitabilitas di perusahaan manufaktur manufaktur, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,002 dan nilai thitung sebesar -2,895.
b) Perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas di perusahaan manufaktur PMA dan PMDN, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,064 dan nilai thitung sebesar 1,858. 2.3 Rerangka Penelitian Penelitian yang digunakan adalah perputaran modal kerja, perputaran piutang, dan perputaran persediaan terhadap profitabilitas merupakan hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Setiap perusahaan pasti memiliki cara dan tujuan supaya perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan dan dapat diketahui dari laporan keuangan yang dimiliki perusahaan. Dari laporan keuangan
perusahaan yang ada, kemudian laporan tersebut diolah menggunakan rasio keuangan perusahaan manufaktur, Rasio keuangan dibagi menjadi lima rasio yaitu: 1. Rasio likuiditas 2. Rasio aktivitas 3. Rasio solvabilitas 4. Rasio profitabilitas 5. Rasio nilai pasar. Sedangkan didalam penelitian ini menggunakan rasio aktivitas untuk mengukur profitabilitas perusahaan. Rasio aktivitas disini adalah perputaran modal kerja, perputaran piutang, dan perputaran persediaan. Dengan melihat rasio tersebut, maka diharapkan
dapat
mengetahui
seberapa
besar
pengaruhnya
terhadap
profitabilitas di perusahaan manufaktur. Dari penjelasan diatas, maka rerangka pemikiran yang digunakan untuk menjelaskan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perusahaan
Laporan Keuangan
Fundamental
Teknikal
Rasio Keuangan
Rasio Aktivitas
Perputaran Modal
Perputaran Piutang
Perputaran Persediaan
Kerja
Profitabilitas
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.4 Perumusan Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Diduga perputaran modal kerja, perputaran piutang, dan perputaran persediaan berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Diduga perputaran modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3.
Diduga perputaran piutang berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4.
Diduga perputaran persediaan berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.