BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Pasar Modal
1. Pengertian Pasar Modal Martono dan Harjito (2010:359) menyatakan bahwa pasar modal (capital market) adalah suatu pasar di mana dana-dana jangka panjang baik hutang maupun modal sendiri diperdagangkan. Dana jangka panjang biasanya berupa obligasi, saham biasa dan saham preferen. Jika dana jangka panjang berupa obligasi maka bisa diperjual belikan, karena dana jangka panjang yang diperdagangkan berwujud surat-surat berharga. Namun saham biasa dan saham preferen dapat dikatakan sebagai dana jangka panjang modal sendiri. Pasar modal di Indonesia didirikan pada akhir tahun 1912 oleh pemerintah Hindia Belanda, disebut dengan Bursa Efek Batavia. Bursa Efek didirikan dengan tujuan untuk memobilisasi dana dalam rangka membiayai perkebunan milik Belanda yang pada saat itu dikembangkan secara besar-besaran di Indonesia. Pada tahun 1955 mendirikan Bursa Efek di Semarang. Sejak saat itu Bursa Efek mulai mengalami perkembangan sampai akhirnya adanya perang dunia kedua yang menyebabkan terhenti. Namun setelah Indonesia merdeka, Bursa Efek Indonesia diaktifkan kembali. Berdasarkan Keputusan Pemerintah No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah Bursa Efek seperti yang dimaksud dalam 8
9
UU No. 15 Tahun 1952 ( Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Dalam UU No. 15 Tahun 1952 menyebutkan bahwa bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan sebagai efek adalah saham, obligasi, serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek. Kegiatan operasional pasar modal memperoleh perhatian pemerintah yang cukup besar, sehingga dikeluarkannya Keppres No.53/1990 tentang Pasar Modal dan SK Menteri Keuangan No. 119/ KMK.010/1991 tentang Pasar Modal. Pada tahun 1991 didirikan PT Bursa Efek Jakarta, sebagai tempat dan kegiatan transaksi perdagangan surat-surat berharga (security) berdasarkan akta notaries yang dibuat pada tanggal 4 Desember 1991 dan disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada tahun 1991. 2. Manfaat Pasar Modal Ada beberapa manfaat pasar modal yang dapat dirasakan oleh perusahaan penerbit sekuritas (emiten), pemodal (investor), pemerintah maupun lembaga penunjang pasar modal. Manfaat pasar modal bagi emiten, (Martono dan Harjito, 2010:360) yaitu: a. Jumlah dana yang dihimpun bisa berjumlah besar. b. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai. c. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan. d. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.
10
e. Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal perusahaan. f. Emisi saham cocok untuk membiayai perusahaan yang berisiko tinggi. g. Tidak ada beban financial yang tetap. h. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas. i. Tidak dikaitkan dengan kekayaan sebagai jaminan tertentu. j. Profesionalisme dalam manajemen meningkat. Ada beberapa tujuan umum perusahaan penerbit sekuritas (emiten) memanfaatkan pasar modal, yaitu: 1) Perluasan usaha Apabila suatu perusahaan ingin melakukan perluasan usaha (ekspansi) maka perusahaan dapat memanfaatkan pasar modal untuk mendapatkan dana. Contohnya menerbitkan obligasi atau saham baru. 2) Memperbaiki struktur modal Modal perusahaan berasal dari 2 unsur yaitu modal sendiri (equity) dan pinjaman (kredit). Jika perusahaan mempunyai pinjaman ke bank maka selain membayar hutang pokoknya, perusahaan juga harus membayar bunga dari pinjaman tersebut. Hal ini dapat merugikan keuangan perusahaan. Pasar modal dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan dana dengan cara menerbitkan saham baru. Ketika saham baru sudah terjual maka dananya bisa dipakai untuk melunasi pinjaman, sehingga struktur modal bisa dirubah, bagian modal saham menjadi besar dan modal pinjaman menjadi kecil.
11
3) Melaksanakan pengalihan pemegang saham (divestment) Perusahaan yang sudah go public biasanya pemilik perusahaannya adalah para pemegang saham yang dimiliki oleh masyarakat umum. Setiap saat sahamnya pun bisa dijual di pasar saham sesuai dengan pertimbangan pemegang saham yang akan melakukan pengalihan maupun melepas sahamnya. Berikut ini beberapa manfaat pasar modal bagi para investor (Martono dan Harjito, 2010:360) yaitu: a. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan ini tercermin pada meningkatnya harga saham yang menjadi capital gain. b. Memperoleh dividen bagi yang memiliki saham dan mendapatkan bunga tetap atau bunga mengambang bagi yang memiliki obligasi. c. Mempunyai hak suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) bagi pemegang saham dan mempunyai hak usara dalam rapat umum pemegang obligasi (RUPO) bagi pemegang obligasi. d. Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi, misalnya dari saham perusahaan A berganti ke saham perusahaan B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi resiko. e. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument untuk mengurangi resiko. Manfaat pasar modal bagi pemerintah adalah: a. Mendorong laju pembangunan. b. Mendorong investasi.
12
c. Penciptaan lapangan kerja. d. Bagi BUMN mengurangi beban anggaran. Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang adalah: a. Menuju kea rah professional di dalam memberikan pelayanannya sesuai dengan bidang tugas masing-masing. b. Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel. c. Likuiditas efek semakin tinggi. 3. Jenis-jenis Pasar Modal Ada 2 macam pasar modal (Martono dan Harjito, 2010:359), yaitu: a. Pasar primer (primary market) adalah pasar untuk surat-surat berharga yang baru diterbitkan. Pada pasar ini dana berasal dari arus penjualan surat berharga atau sekuritas (security) baru dari pembeli sekuritas (investor) kepada perusahaan yang menerbitkan sekuritas tersebut. b. Pasar sekunder adalah pasar perdagangan surat berharga yang sudah ada (sekuritas lama) di bursa efek. Dana yang mengalir dari transaksi ini tidak lagi mengalir ke perusahaan efek tetapi hanya mengalir dari pemegang sekuritas yang satu kepada pemegang sekuritas yang lain. 2.1.2
Indeks Harga Saham
Indeks Harga Saham merupakan indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham (Darmadji, 2012:129). Ada 11 jenis indeks harga saham yang sampai saat ini masih terus menerus disebarkan melalui media cetak maupun media elektronik, yaitu:
13
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks ini milik Bursa Efek Indonesia yang mencakup pergerakan harga dari seluruh saham biasa dan saham preferen. 2. Indeks Sektoral Mengggunakan semua perusahaan tercatat yang masuk dalam setiap sektor, terdapat 10 sektor perusahaan tercatat yang ada di Bursa Efek Indonesia yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Properti, Keuangan, Infrastruktur, Manufaktur, Perdagangan dan Jasa, Barang Konsumsi, Aneka Industri, dan Industri Datar. 3. Indeks LQ45 Terdiri dari 45 saham perusahaan yang tercatat dipilih berdasarkan beberapa kriteria yang terdiri dari perusahaan yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan kapalitas pasar dari saham-saham tersebut. Pergantian saham dan review biasanya dilakukan setiap 6 bulan. 4. Jakarta Islamic Index (JII) Merupakan indeks yang dipilih dari 30 saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Pertimbangannya juga dari kapitalitas pasar dan likuiditas yang diterbitkan oleh Bapepam-LK. 5. Indeks Kompas Terdiri dari 100 saham perusahaan yang tercatat dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Dipilih berdasarkan kapitaslitas pasar dan likuiditas yang tinggi. 6. Indeks BISNIS-27
14
Indeks ini terdiri dari 27 saham perusahaan tercatat dengan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan akuntabilitas dan tata kelola. 7. Indeks PEFINDO25 Istilah PEFINDO25 awalnya berasal dari kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO yang sedang meluncurkan indeks harga saham. Tujuan dibentuknya indeks ini adalah untuk memberikan tambahan informasi bagi para pemodal khususnya sahamsaham emiten kecil dan menengah. Terdapat 25 saham perusahaan tercatat yang dipilih dengan kriteria total aset, tingkat pengembalian modal dan opini akuntan publik. 8. Indeks SRI-KEHATI Kepanjangan dari SRI adalah Sustainable Responsible Investment dan KEHATI adalah Keanekaragaman Hayati Indonesia. Indeks ini terbentuk karena adanya kerjasama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Tujuannya adalah memberikan tambahan informasi bagi para investor yang ingin melakukan investasi pada emiten-emiten yang memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik. Selain itu juga memiliki kinerja kerja yang cukup baik agar dapat mendorong usaha berkelanjutan. Dalam indeks ini ada 25 saham-saham perusahaan tercatat dengan kriteria yaitu Price Earning Ratio (PER), Total Aset dan Free Float.
15
9. Indeks Papan Utama Indeks ini menggunakan saham-saham perusahaan tercatat yang masuk ke dalam Papan Utama. 10. Indeks Papan Pengembangan Indeks ini menggunakan saham-saham perusahaan tercatat yang masuk ke dalam Papan Pengembangan. 11. Indeks Individual Indeks harga saham masing-masing perusahaan tercatat. Dari berbagai jenis Indeks Harga Saham yang dijelaskan diatas, pada penelitian ini hanya menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks Harga Saham Gabungan dapat menggambarkan suatu pergerakan harga saham gabungan dari saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Rumus untuk menghitung indeks harga saham gabungan (IHSG) adalah IHSG = Keterangan: ∑ Ht = Total harga semua saham pada waktu yang berlaku ∑ Ho = Total harga semua saham pada waktu dasar 2.1.3
Inflasi
Menurut Sutedi (2010:278) menyatakan bahwa inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Inflasi juga akan terjadi pada saat harga-harga menurun secara umum dan terus menerus. Jadi dapat dikatakan bahwa kecenderungan inflasi tidak terlihat dari naik turunnya harga,
16
melainkan adanya kecenderungan harga-harga secara umum dan berlangsung terus-menerus. Naik atau turunnya harga yang hanya satu atau dua barang saja tidak bisa dikatakan sebagai inflasi. Kenaikan harga secara tahunan atau musiman yang hanya terjadi pada saat tertentu tidak mempunyai pengaruh lanjutan. Tidak adanya keseimbangan antara arus barang dan arus uang yang penyebab terjadinya kecenderungan akan naiknya harga umum barang dan jasa secara terus-menerus. Cara yang paling sering digunakan untuk mengukur inflasi adalah CPI dan GDP Deflator. Inflasi juga dapat digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya harga barang maupun jasa. Biasanya jalan uang yang beredar melebihi kebutuhan sehingga pengaruhnya terlihat dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi rendah. 1. Ciri – ciri inflasi Untuk mengenali inflasi yang dialami oleh suatu negara, ada beberapa ciriciri menurut Sutedi (2010:279) yaitu: a. Harga-harga barang pada umumnya dalam keadaan naik terus-menerus. b. Jalan uang yang beredar melebihi kebutuhan. c. Jalan barang relatif sedikit. d. Nilai uang (daya beli uang) turun pencegahan inflasi telah lama menjadi salah satu tujuan utama dari kebijaksanaan ekonomi makro pemerintah dan bank sentral di negara mana pun.
17
2. Penyebab Inflasi Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply, sisi permintaan dan ekspektasi inflasi : a. Supply (cost push inflation) Depresiasi nilai tukar memberikan dampak inflasi luar negeri bagi negaranegara yang sering bekerjasama dalam perdagangan, meningkatnya hargaharga komoditi yang diatur oleh pemerintah. Lalu terjadilah negative supply shocks akibat terganggunya distribusi dan bencana alam. b. Demand (demand pull inflation) Permintaan barang yang tinggi berpengaruh pada kapasitas perekonomian. Jika output rill yang melebihi output potensialnya atau permintaan total lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. c. Ekspetasi inflasi Faktor ini dapat tercermin dari perilaku para pelaku ekonomi maupun masyarakat, apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Perilaku inilah sebagai pembentuk harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat penentuan upah minimum regional (UMR) dan hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, natal dan tahun baru). 3. Jenis Inflasi Dari beberapa penyebab inflasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa inflasi mempunyai beberapa jenis (Sutedi, 2010:280) yaitu:
18
a. Inflasi berdasarkan asalnya : 1) Dari dalam negeri Mencetak uang baru adalah salah satu cara untuk membiayai defisit anggaran belanja. Harga barang dan jasa yang tinggi disebabkan oleh gagalnya pasar. 2) Dari luar negeri Inflasi ini terjadi karena naiknya harga barang import. Biaya produksi barang import yang tinggi berpengaruh terhadap kenaikan tarif import. b. Inflasi berdasarkan besarnya pengaruh terhadap harga : 1) Inflasi tertutup (closed inflation) Kenaikan harga yang terjadi hanya pada satu atau dua barang tertetu. 2) Inflasi terbuka (open inflation) Kenaikan harga yang terjadi pada semua harga umum. 3) Inflasi yang tidak terkendali Inflasi ini sudah menyerang sangat hebat, terlihat dari setiap saat harga-harga terus berubah dan meninggkat hingga masyarakat tidak bisa menahan uang lagi karena nila uang yang terus merosot. c. Inflasi berdasarkan keparahannya: 1) Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun. 2) Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga antara 10% - 30% setahun.
19
3) Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga antara 30% - 100% setahun. 4) Hiperinflasi atau inflasi tidak terkendali, terjadi apabila kenaikan harga berada diatas 100% setahun. d. Inflasi berdasarkan penyebabnya: 1) Demand inflation (inflasi permintaan), timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang atau jasa terlalu kuat. Misalnya, BI mencetak uang baru untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah atau terjadinya kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang eksport. Peristiwa ini mengakibatkan tingkat harga umum naik. 2) Cost inflation (inflasi penawaran), timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkurangnya penawaran agregatif. Harga sarana produksi yang berasal dari luar negeri mengalami peningkatan harga. 4. Disagregasi inflasi ada 2 macam: a. Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental: 1) Interaksi permintaan-penawaran. 2) Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang. 3) Ekspetasi inflasi dari pedagang dan konsumen. b. Inflasi non-inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental, terdiri dari:
20
1) Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit. 2) Inflasi administered prices, inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan dll. 5. Teori-teori tentang inflasi Menurut Sutedi (2010:285) menyatakan bahwa terdapat tiga teori utama yang menjelaskan mengenai inflasi, yaitu: a. Teori Kuantitas Teori ini merupakan teori tertua yang memiliki pandangan dari teori klasik yang membahas tentang inflasi. Namun disempurnakan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago sehingga teori ini dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Menurut teori ini penyebab kenaikan harga barang secara umum yang cenderung mengarah pada inflasi ada 3 yaitu sirkulasi uang atau perpindahan uang yang bergerak cepat dari satu tangan ke tangan yang lain (masyarakat terlalu konsumtif), terlalu banyak uang baru yang dicetak dan diedarkan dan turunnya jumlah produksi secara nasional. b. Teori Keynes Menurut teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Jadi solusinya adalah dengan cara mengurai jumlah pengeluaran agregat itu sendiri (mengurai pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan
21
uang ketat). Dalam pemikiran Keynes ini menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barangbarang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat ) terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menrangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. c. Teori Strukturalis atau Teori Inflasi Jangka Panjang Model Inflasi di Negara Berkembang Teori ini menyoroti sebab-sebab terjadinya inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya kekakuan supply bahan makanan dan barang-barang ekspor. Struktur pertambahan barang-barang produksi lebih
lambat
dibandingkan
pertumbuhan
ekonominya,
sehingga
menyebabkan kenaikan harga bajan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga barang-barang lainnya sehingga terjadi inflasi yang relative berkepanjangan bila pembangunan sector penghasil bahan pangan dan industri barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah. Berdasarkan klasifikasi yang dibahas di atas, jenis-jenis inflasi yang merupakan pemicu terjadinya inflasi yang terduga dan tidak terduga. Maka para
22
ekonomi mengelompokan dampak inflasi dari segi ekonomi dan dari segi sosial menurut Sutedi (2010:294) yaitu: a. Dari sudut ekonomi, inflasi mengakibatkan terjadinya redistribusi pendapatan dan distorsi harga, distorsi penggunaan uang serta distorsi pajak. b. Dari sudut sosial, akibat lanjut dari resdistribusi pendapatan adalah kecemburuan sosial yang semakin tinggi dan bahkan dapat memicu kerusuhan atau krisis social (penjarahan dan perampasan). 2.1.4
Tingkat Suku Bunga
Menurut Sukirno (2006:375) menyatakan bahwa suku bunga adalah bunga yang dinyatakan sebagai presentasi dari modal. Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa suku bunga adalah dana yang dibayar oleh pengguna dana tertentu yang ditentukan oleh Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral. Tinggi rendahnya suku bunga tabungan biasanya menentukan tinggi rendahnya sebuah penawaran dana para investor. Macam-macam bunga yang diberikan kepada para nasabah: 1. Bunga simpanan Bunga yang harus diberikan kepada para nasabahnya sebagai balas jasa karena telah menabung atau menyimpan uangnya di bank. Contohnya: Bunga deposito, bunga tabunga, jasa giro. 2. Bunga Pinjaman Bunga yang harus dibayar oleh nasabah yang meminjam uang di bank.
23
Contohnya: bunga kredit. Inflasi memiliki pengaruh yang dominan terhadap suku bunga dan nilai tukar relatif. Tingkat inflasi luar negeri dibandingkan dengan tingkat inflasi relatif akan sangat mempengaruhi biaya produksi di masa yang akan datang di negara asal maupun di luar negeri. Adanya perubahan tingkat suku bunga relatif juga akan mempengaruhi investasi dalam sekuritas-sekuritas asing. Sehingga akan mempengaruhi penawaran dan permintaan valuta asing dan nilai tukar. Misalnya ketika tingkat bunga di Inggris kosntan namun di AS terjadi peningkatan, maka dalam hal ini ada kemugkinan bahwa koorporasi-koorporasi AS akan mengurangi permintaan mereka terhadap penawaran suku bunga di Inggris dengan menarik deposito mereka dan menempatkannya di bank-bank di AS. 2.1.5
Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Martono dan Harjito (2010:382), nilai tukar (kurs atau exchange rate) menunjukkan banyaknya unit mata uang yang dapat dibeli atau ditukar dengan satu satuan mata uang lain atau harga suatu mata uang yang dinyatakan dalam mata uang lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, nilai tukar rupiah terhadap terhadap Euro dan lain sebagainya. Koutasi (quotation) valuta asing dapat menunjukkan informasi tentang kesediaan mata uang yang dijual atau dibeli (ditukar dengan mata uang negara lain). Ada 2 jenis kuotasi yaitu kuotasi langsung dan kuotasi tidak langsung. Kuotasi langsung menunjukkan harga mata uang domestik per unit mata uang
24
asing. Contohnya nilai tukar mata uang Indonesia terhadap dolar, secara langsung dapat dinyatakan dengan Rp/US$ atau bisa dinyatakan dengan US$1= Rp 9.500,.Sebaliknya pada koutasi tidak langsung dapat dinyatakan dengan US$/Rp, dalam penulisannya dinyatakan dengan Rp 1 = US$/9.500 atau Rp 1 = US$ 0,000105. Kurs merupakan salah satu indikator yang biasanya dipakai para investor dalam menentukan kegiatan investasinya di pasar saham. Contohnya kurs rupiah Indonesia terhadap dolar Amerikat Serikat sedang mengalami depresiasi, sehingga para investor pun harus berhati-hati dalam melakukan investasinya. Peristiwa ini akan berdampak buruk bagi para investor maupun perekonomian suatu negara. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) merupakan sistem yang saat ini dipakai oleh Amerika Serikat dan negara-negara perdagangan utama lainnya, di mana nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar. Harga mata uang akan dibiarkan untuk menentukan tingkatnya sendiri tanpa banyak intervensi dari pemerintah. Namun bank sentral akan tetap melakukan intervensi sampai tingkat tertentu untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar dengan cara membeli ataupun menjual mata uangnya. Sampai saat ini Indonesia masih tergantung dengan barang import, terbukti dari bahan baku yang dipakai dalam proses produksi adalah barang-barang yang berasal dari produk negara lain. Kegiatan ini yang akan membuat keadaan perekonomian semakin buruk sehingga nilai mata uang rupiah terdepresiasi, karena ketika Indonesia membuat produk dari bahan import maka biaya produksi akan meningkat sehingga mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Para
25
investor pun akan menilai buruk likuiditas perusahaan tersebut karena adanya penurunan tingkat laba. Penelitian Terdahulu 1. Liauw (2012) dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian Liauw bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari suatu variabel atau lebih terhadap variabel lainnya. Jumlah populasi dalam penelitian Liauw adalah semua perusahaan-perusahaan yang go public di perusahaan Indonesia dari tahun 2007-2011. Penelitian ini populasinya adalah perusahaan-perusahaan property dan real estate di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2013-2015. Periode peristiwa yang diambil Liauw adalah 5 tahun. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan nilai tukar rupiah secara simultan mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. 2. Mardiyati dan Rosalina (2013) dengan judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
Penelitian
Mardiyati
dan
Rosalina
bertujuan
untuk
mengetahui hubungan atau pengaruh dua variabel atau lebih. Jumlah populasi dalam semua perusahaan-perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode peristiwa yang diambil Mardiyati dan
26
Rosalina adalah tahun 2007-2011. Penelitian ini periode peristiwa yang diambil adalah tahun 2013-2015. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks terhadap indeks harga saham properti. Tingkat inflasi dan tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif tetapi hasilnya tidak signifikan terhadap indeks harga saham properti. 3. Sholihah (2014) dengan judul “Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Jasa Perhotelan dan Pariwisata yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian Sholihah mempunyai tujuan untuk menggambarkan atau mengembangkan data penelitian dan mengidentifikasi variabel-variabel pada setiap hipotesis. Populasi dari penelitian Sholihah adalah sektor perusahaan jasa perhotelan dan pariwisata yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 11 perusahaan. Populasi dari penelitian ini adalah sektor perusahanperusahaan property dan real estate Periode peristiwa yang diambil Sholihah selama bulan Desember 2008 sampai Desember 2011. Periode peristiwa dalam penelitian ini adalah selama tahun 2013 sampai 2015. Ada beberapa kesimpulan dari penelitian Sholihah yaitu tingkat suku bunga bernilai positif meningkatkan tingkat pengembalian, tingkat inflasi bernilai negatif sehingga menurunkan tingkat pengembalian saham, nilai tukar bernilai negatif maka berarti menurunkan tingkat pengembalian saham. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi lebih besar dari pada suku
27
bunga dan nilai tukar dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap tingkat pengembalian saham. Persamaan dan perbedaan dari penelitian Liauw (2012), Mardiyati dan Rosalina (2013), dan Sholihah (2014) dapat diuraikan pada table berikut:
28
Tabel 2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Liauw (2012)
Mardiyati dan Rosalina (2013)
Judul Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Sample Penelitian
Variabel Penelitian
Teknik Analisis
Hasil
Semua perusahaan- Abnormal perusahaan yang go Return public di perusahaan Indonesia dari tahun 2007-2011
Uji Regresi Linier
Tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan nilai tukar rupiah secara simultan mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia selama periode 20072011.
Semua perusahaan- Abnormal perusahaan properti Return yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011
Ordinary Least Square
Secara parsial nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks terhadap indeks harga saham properti. Tingkat inflasi dan tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif tetapi hasilnya tidak signifikan terhadap indeks harga saham properti.
29
Sholihah (2014)
Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Jasa Perhotelan dan Pariwisata yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2.1.6
Sektor perusahaan jasa perhotelan dan pariwisata yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 11 perusahaan
Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA), dan Return On Equipment (ROE)
Uji Regresi Linier
Tingkat suku bunga bernilai positif meningkatkan tingkat pengembalian, tingkat inflasi bernilai negatif sehingga menurunkan tingkat pengembalian saham, nilai tukar bernilai negatif maka berarti menurunkan tingkat pengembalian saham. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi lebih besar dari pada suku bunga dan nilai tukar dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap tingkat pengembalian saham.
Pengaruh Antar Variabel
1. Pengaruh tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham sektor property dan real estate Sutedi (2010:278) menyatakan bahwa inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Dimana nilai uang menurun secara terbuka, akibat harga-harga barang umumnya naik. Pergerakan inflasi merupakan gambaran perekonomian dari suatu negara, oleh karena itu biasanya para investor menganalisnya terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan berinvestasi. Para investor akan sangat berhati-hati dalam berinvestasi untuk menghindari resiko kerugian.
30
Indeks Harga Saham Gabungan dianggap sebagai dasar analisis yang paling sering dipakai oleh para analis untuk melihat kondisi saham di Pasar Modal Indonesia (Fahmi, 2014:311). Alasannya karena IHSG dapat menjadi indikator yang dapat memberikan informasi tentang harga saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Harga Indeks Harga Saham Gabungan akan menentukan perkembangan perekonomian suatu negara, karena naik turunnya harga saham di Bursa Efek Indonesia akan berdampak juga pada pergerakan para investor dalam berinvestasi. Indeks Harga Saham Gabungan sektor property dan real estate merupakan kumpulan perusahaan-perusahaan yang bergerak pada bidang properti, pembangunan, pengelolaan perumahan, kawasan industri serta perhotelan. Harga Indeks Harga Saham ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat inflasi. Kenaikan harga yang disebabkan oleh inflasi cenderung berpengaruh pada profit perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Kenaikan harga ini memicu naiknya laba perusahaan, apabila laba perusahaan naik maka diikuti juga oleh kenaikan Indeks Harga Saham. 2. Pengaruh tingkat suku bunga terhadap Indeks Harga Saham sektor property dan real estate Menurut Fahmi (2014:290) suku bunga dikendalikan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain yaitu melalui pengendalian jumlah uang beredar dan
31
atau suku bunga. Tingkat suku bunga ditentukan untuk dijadikan acuan atas suku bunga pinjaman dan simpanan, sehingga bank-bank di Indonesia harus melihat suku bunga BI dalam menetapkan bunga pinjaman dan bunga simpanan (deposito). Indeks Harga Saham Gabungan sektor property dan real estate merupakan kumpulan perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang properti, misalnya rumah, perumahan, appartement, hotel dan lainlain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Apabila tingkat suku bunga naik maka para investor juga akan mendapatkan keuntungan. Harga jual rumah dari tahun ke tahun semakin meningkat, membuat para investor tertarik menanamkan modalnya pada sektor ini. Tingkat suku bunga juga menjadi salah satu faktor penentu dari harga Indeks Harga Saham. Ketika tingkat suku bunga naik maka bank-bank di Indonesiaakan mengikuti kenaikannya, sehingga para nasabah pun senang menerima uang dengan mudah dari bank tempat dia menabung tanpa bersusah payah melakukan investasi di pasar saham. Jadi ketika para investor tidak tertarik bermain saham maka permintaan saham akan berkurang dalam jangka waktu tertentu, sehingga menyebabkan harga Indeks Harga Saham Gabungan menurun. 3. Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap Indeks Harga Saham sektor property dan real estate Martono dan Harjito (2010:382) menyatakan bahwa nila tukar rupiah menunjukkan banyaknya unit mata uang yang dapat dibeli atau ditukar
32
dengan satu satuan mata uang lain atau harga suatu mata uang yang dinyatakan dalam mata uang lain. Dalam penelitian ini mata uang dolar AS yang dipakai sebagai acuan mata uang negara lain. Keterkaitan dari pengaruh nilai tukar rupiah terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan
adalah
tentang
ekspektasi
investor
terhadap
perekonomian suatu negara. Ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar terdepresiasi atau melemah, maka para investor akan lebih berhati-hati dalam melakukan investasi di pasar modal, bahkan para investor tidak melakukan investasi karena takut mengalami kerugian. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi (melemah) terhadap dolar, maka akan berpengaruh juga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan sektor property dan real estate, karena nilai tukar rupiah menjadi tidak bernilai sehingga menyebabkan harga jual mahal dan menguntungkan para investor namun membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk membeli rumah atau tempat tinggal.
33
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu tersebut maka penulis dapat
memperoleh gambaran dalam melakukan analisis. Berikut ini gambaran dalam analisis penulis: Tingkat Inflasi Indeks Harga Saham Property dan real estate
Tingkat Suku Bunga
Nilai Tukar Rupiah Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3
Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian serta tinjauan teoritis, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 :
Terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap indeks harga saham sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia.
H2 :
Terdapat pengaruh suku bunga terhadap indeks harga saham sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia.
34
H3 :
Terdapat pengaruh nilai tukar rupiah terhadap indeks harga saham sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia.