BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory ) Konsep agency theory menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agent terjadi karena kemungkinanagent tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agent untuk bertindak atas namaprincipal, sedangkan agent merupakan pihak yang diberi amanat dari principal untuk menjalankan perusahaan. Tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan individu dalam mengevaluasi hasil dari keputusan yang harus diambil. Kedua, untuk mengevaluasi hasil antara principal dan agent sesuai dengan kontrak kerja. Eisenhardt (1989) menyatakan secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua, yaitu positive agency research dan principal agent research.
positive agency researchmemfokuskan pada
identifikasi situasi dimana agent dan principal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme pengendalian yang terbatas hanya menjaga self serving agen. Secara eksklusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik tujuan antara pemilik dengan manajer. Sementara itu principal agent research memfokuskan pada kontrak optimal antara perilaku dan hasilnya, secara garis
xxvi
besar penekanan pada hubungan principal dan agent. Principal agent research mengungkapkan bahwa hubungan agent dan principal dapat di aplikasikan secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan pekerja dan pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee. Agency theory tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak di atas, baik principal maupun agent merupakan pelaku utama dan keduannya mempunyai bargaining position masing - masing dalam menempatkan posisi, peran dan kedudukannya. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Eisenhardt (dalam Larasati, 2009:13) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (a) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest); (b) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); (c) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja peusahaan secara riil dan menyeluruh (Praditia, 2010).Prinsipal kurang memiliki informasi tentang kinerja agen, sedangkan agen memiliki lebih banyak informasi mengenai keseluruhan perusahaan,
hal
ini
yang
pada
xxvii
akhirnya
mengakibatkan
adanya
ketidakseimbangan informasi.Ketidakseimbangan ini sering disebut juga dengan asimetri informasi (information asymmetric).
2.1.2 Corporate Governance Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001:20). Corporate
governance
merupakan
suatu
sistem
yang
mengatur
danmengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham.Herawaty (dalam Praditia, 2010). Untuk lebih jelas, berikut adalah beberapa kutipan dari pengertian coprorate governance : Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI (2001:22) Corporate governance : Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak–hakdan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
xxviii
Menurut Prakarsa (2007:120) Corporate Governance : Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem intensif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan. Dari berbagai pengertian good governance, dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif diantara domain negara, sektor swasta dan masyarakat (LAN, 2000: 6).
2.1.2.1 Prinsip Corporate Governance Berdasarkan KEPMEN BUMN 117-2002 pasal 3 mengenai prinsipprinsip Good Corporate Governance yang dimaksud dalam keputusan ini, meliputi : a)
Transparansi (Transparancy) Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
xxix
penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. b)
Akuntabilitas (accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. c)
Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
d)
Independensi (Independency) Untuk melancarkan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
e)
Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
xxx
2.1.2.2 Tujuan Corporate Governance Sementara tujuan dari Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Menurut Maruf (2006:15) Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini : 1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan deviden.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan 2.1.3.1 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan bagian dari mekanisme corporate governance pada perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976:421) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri.
xxxi
Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oportunistik
manajer
dalam
bentuk
earning
management.Mekanisme
pengawasan terhadap manajemen tersebut menimbulkan suatu biaya yaitu biaya keagenan, oleh karena itu salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Haruman, 2008). Kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif memonitoring aktivitas perusahaan. Shliefer dan Vishny (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistikmanajer yang akan meningkat juga. Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agent dan principal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham. 2.1.3.2 Kepemilikan Institusional Jensen
dan
Meckling
(1976)
menyatakan
bahwa
kepemilikan
institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham.Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer.Hal ini disebabkan
xxxii
investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusiakan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistikmanajer. Menurut Shleifer and Vishny (dalam Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Dalam Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain: 1.
Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi.
2.
Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
2.1.3.3 Komisaris Independen Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) mengungkapkan, Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
xxxiii
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata -mata demi kepentingan perusahaan. Berdasarkan The National Committee on Corporate Governance (2000) dalam Siswantaya (2007) menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dewan komisaris. Diantaranya adalah fungsi dewan komisaris untuk mengawasi direksi
baik
yang
berhubungan
dengan
kebijakan
dan
pelaksanaan
direksi.Kedua, dewan komisaris berfungsi untuk memberikan saran kepada direksi.Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka anggota dewan komisaris merupakan seorang yang berkarakter baik dan memiliki pengalaman yang relevan. Keberadaan komisaris independen diatur dalam peraturan BAPEPAM No: KEP – 315/BEJ/06 – 2000 yang disempurnakan dengan surat keputusan No: KEP – 339/BEJ/07 – 2001 yang menyatakan bahwa setiap perusahaan publik harus membentuk komisaris independen yang anggotanya paling sedikit 30% dari jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris. Dewan yang terdiri dari dewan komisaris independen yang lebih besar memiliki kontrol yang kuat atas keputusan manajerial. 2.1.3.4 Kualitas Auditor Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (bond holder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Nilai auditing timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah atas informasi akuntansi (Ardiati, 2005).Hasil auditing ini dicerminkan dalam laporan
xxxiv
keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Dimensi kualitas auditor yang digunakan dalam penelitian adalah ukuran KAP, karena nama baik perusahaan (KAP) dianggap merupakan gambaran yang paling penting (Sanjaya, 2008). Meutia (2004) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Perbedaan kualitas jasa yang ditawarkan kantor akuntan publik menunjukkanidentitas kantor akuntan publik tersebut. Independensi dan kualitas auditor dapat berdampak pada pendeteksian manajemen laba.Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini sehingga dapat mengurangi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Penggunaan auditor yang berkualitas tinggi juga akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke masyarakat. Dengan demikian calon investor mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. 2.1.4 Manajemen Laba Definisi manajemen laba yang diungkapkan oleh Sutrisno (2002:20) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan.Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat
xxxv
diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Investor mungkin tidak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi return dan risiko portofolionya Assih (2004:34). 2.1.4.1 Bentuk dan Pola Manajemen Laba Menurut Scott (2003:383), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Taking a Bath Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bahkan rugi) atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba pada periodesebelumnya atau sesudahnya. Taking a bath terjadi ketika selama periode adanya tekanan organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru. Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi keadaan
buruk
yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan.Konse kuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan
perkiraan
biaya mendatang. Akibatnya laba pada periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya. 2. Income Minimization Pola income minimization dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan
xxxvi
turun
drastis
dapat
diatasi
dengan
mengambil
laba
pada
periode
sebelumnya.Biasanya kebijakan yang dilakukan yaitu penghapusan modal aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, pengeluaran R&D dan lain sebagainya. Cara ini mirip dengan taking a bath tetapi lebih halus. Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income mazimization Pola income maximization dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang
tinggi
untuk
Income maximization dilakukan
tujuan
bonus
dengan
cara
yang
lebih
mempercepat
besar. pencatatan
pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba menurun.Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran perjanjian hutang. 4. Income smoothing Pola ini dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena investor pada umumnya cenderung lebih menyukai perusahaan dengan laba yang stabil untuk berinvestasi. Perusahaan dengan laba yang stabil dianggap lebih mampu bertahan menghadapi masalah-masalah yang ada dibandingkan dengan perusahaan yang fluktuasi labanya tinggi dari tahun ke tahun. Oleh karena itu
xxxvii
manajer akan berusaha untuk membuat laba perusahaan yang dikelolanya menjadi terlihat stabil yaitu dengan melakukan perataan laba.
2.1.4.2 Motivasi Manajemen Laba Kebijakan akuntansi yang memberi kebebasan kepada manajemen dalam memilih dan menetapkan metode-metode akuntansi menjadi dasar utama untuk melakukan manajemen laba.Ada beberapa motivasi yang mendorong melakukan manajemen laba. Manajemen laba didorong oleh beberapa motivasi. Scott (2000) dalam Riduwan (2011:6) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba, yaitu: 1. Bonus Purposes (Rencana Bonus) Para manajer yang berkerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. 2. Debt Convenant (Kontrak Utang Jangka Panjang) Menyatakan bahwa semakain dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian hutang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3. Political Motivation (Motivasi Politik)
xxxviii
Menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba terutama pada saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah. 4. Taxation Motivation (Motivasi Perpajakan) Menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkanya. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. 5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer) Biasanya CEO yang mendekati masa pensiun atau masa kontraknya menjelang berkahir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan. 6. Initial Public Offering (Penawaran Saham Perdana) Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang akan dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang
xxxix
dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan. Manajemen laba menjadi menarik untuk
diteliti karena dapat
memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations (Gumanti, 2000:33). 2.1.5 Nilai Perusahaan Nilaiperusahaan
merupakan
persepsi
investor
terhadap
tingkatkeberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham (Sujoko danSoebiantoro, 2007).Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan jugatinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanyapada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masadepan (Hardiyanti , 2012). Menurut Sartono (2008), nilai perusahaan diartikan sebagai harga yang bersedia dibayar oleh calon investor seandainya suatu perusahaan akan dijual.Nilai perusahaan dapat mencerminkan nilai aset yang dimiliki perusahaan seperti surat-surat berharga. Saham merupakan salah satu surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan, tinggi rendahnya harga saham banyak dipengaruhi
xl
oleh kondisi emiten. Salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham adalah kemampuan perusahaan membayar dividen (Martono dan Agus Harjito, 2005). Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah : a)
Pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi proyek laba
b) Pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas c)
Pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen
d) Pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva e)
Pendekatan harga saham
f)
Pendekatan economic value added(EVA) Menurut Indriyo (2002), aspek-aspek sebagai pedoman perusahaan untuk
memaksimalkan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: 1.
Menghindari risiko yang tinggi Bila perusahaan sedang melaksanakan operasi yang berjangka panjang,
maka harus dihindari tingkat risiko yang tinggi.Menerima proyek-proyek tersebut dalam jangka panjang berarti suatu kegagalan yang dapat mematahkan kelangsungan hidup perusahaan. 2. Membayarkan dividen Dividen adalah pembagian laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan.Dividen harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan para pemegang saham. Pada saat perusahaan sedang mengalami
xli
pertumbuhan dividen kemungkinan kecil, agar perusahaan dapat memupuk dana yang diperlukan pada saat pertumbuhan itu. 3.
Mengusahakan pertumbuhan Apabila perusahaan dapat mengembangkan penjualan, hal ini dapat
berakibat terjadinya keselamatan usaha di dalam persaingan di pasar. Maka perusahaan yang akan berusaha memaksimalkan nilai perusahaan harus secara terus-menerus mengusahakan pertumbuhan dari penjualandan penghasilannya. 4.
Mempertahankan tingginya harga pasar saham Harga saham di pasar adalah merupakan perhatian utama dari perhatian
manajer keuangan untuk memberikan kemakmuran kepada para pemegang saham atau pemilik perusahaan. Dengan pemilihan investasi yang tepat maka perusahaan akan mencerminkan petunjuk sebagai tempat penanamanmodal yang bijaksana bagi masyarakat. Hal ini akan membantu mempertinggi nilai dari perusahaan. Weston & Copeland (1997) menyatakan bahwa ukuran yang paling tepat digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah rasio penilaian (valuation), karena rasio tersebut mencerminkan rasio (risiko) dengan rasio hasil pengembalian.Rasio penilaian sangat penting karena rasio tersebut berkaitan langsung dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan para pemegang saham. Rasio penilaian tersebut adalah market value ratioyang terdiri dari 3 macam rasio yaitu price earning ratio, price/cash flow ratiodan price to bookvalue ratio. Price earning ratioadalah rasio harga per lembar saham terhadap laba per lembar saham.Rasio ini menunjukkan berapa banyak jumlah
xlii
rupiah yang harus dibayarkan oleh para investor untuk membayar setiap rupiah laba yang dilaporkan.Price/cash
flow ratioadalah harga per lembar saham
dengan dibagi oleh arus kas per lembar saham. Sedangkan Price to book value ratio adalah suatu rasio yang menunjukkan hubungan antara harga pasar saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan (Weston & Copeland, 1997). Nilai perusahaan dapat diukur dari expected valuemelalui arus kas maupun dari nilai history melalui asset perusahaan. Elit (2011), menyatakan nilai (value) suatu asset adalah nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal hasil yang diharapkan (expected cash flow). 2.2 Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP
MANAJEMEN
LABA
DAN
PERUSAHAAN Mekanisme Corporate Governance
KepemilikanManajerial Manajerial Kepemilikan
Manajemen Laba
Kepemilikan Institusional Komisaris Independen Komisaris Independen Kepemilikan Institusional
Nilai Perusahaan
Kualitas Auditor Kualias Auditor
GAMBAR 2.1 Kerangka Pemikiran
xliii
NILAI
2.3 Pengembangan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Menurut Assih dan Gudono (2000), manejemen laba merupakan proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principle (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Penerapan mekanisme Corporate Governance dalam sistem pengendalian dan pengelolahan perusahaan diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Mekanisme Corporate Governace yang dapat di ukur dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen dan kualitas auditor diharapkan dapat meminimalkan terjadinya tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. 2.3.1.1 Kepemilikan Manajerial Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oportunistik
manajer
dalam
bentuk
earning
management.Mekanisme
pengawasan terhadap manajemen tersebut menimbulkan suatu biaya yaitu biaya keagenan, oleh karena itu salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Haruman, 2008).Siallagan
(2006)
membuktikan
bahwa
kepemilikan
manajerial
mempengaruhi kualitas laba.Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial maka discretionary accrual semakin rendah. Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer
xliv
dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian mereka membuktikan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar
sehingga
manajer
tidak
akan
memanipulasi
laba
untuk
kepentingannya. Ujiyantho dan Pramuka (2007) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.Praditia (2010) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham sehingga dapat menimbulkan terjadinya tindakan manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1a: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.1.2 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan
xlv
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistikmanajer. Boediono
(2005) membuktikan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap tindakan manajemen laba.Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin tinggi besaran manajemen laba pada laporan keuangan.Hal ini sejalan dengan pandangan yang mengatakan bahwa institusional
adalah pemilik sementara dan
lebih
memfokuskan pada laba jangka pendek (Porter (1992) dalam Boediono (2005). Kepemilikan yang terkonsentrasi pada suatu institusi biasanya mencerminkan kekuasaan, sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan intervensi terhadap jalannya perusahaan dan mengatur proses penyusunan laporan keuangan. Akibatnya manajer terpaksa melakukan tindakan berupa manajemen laba demi untuk memenuhi keinginan pihak-pihak tertentu, diantaranya pemilik. Darmawati (2006) serta Ujiyantho (2007) tidak menemukan bukti adanya hubungan antara pengelolaan laba dengan kepemilikan institusional.Hal yang sebenarnya perlu menjadi perhatian adalah pengelolaan laba dapat bersifat efisien, tidak selalu opportunis. Jika pengelolaan laba tersebut efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi justru akan meningkatkan pengelolaan laba (berhubungan positif), tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi pengelolaan laba (berhubungan negatif) (Siregar dan Utama, 2005). Praditia
(2010)
menyatakan
bahwa
kepemilikan
insttitusional
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.Hasil ini menunjukkan bahwa
xlvi
kepemilikan saham oleh institusi tidak mampu mempengaruhi terjadinya tindakan manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1b : Kepemilikan institutional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba 2.3.1.3 Komisaris Independen Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) mengungkapkan, Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata -mata demi kepentingan perusahaan. Nasution (2007) menyatakan bahwa komisaris indenpenden berpengaruh positif terhadap manajemen laba.Hasil ini menunjukkan keberadaan independen dalam dewan komisaris mampu mengurangi tindak manajemen laba yang terjadi dalam perusahaan perbankan. Herawaty (2008) menyatakan bahwa komisaris independen dapat memonitor manajemen dalam rangka menyelaraskan perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen. Semakin besar komisaris independen, maka dapat mengurangi aktivitas manajemen laba. Praditia (2010) menghasilkan nilai koefisien komisaris independen yang sebesar -0,014 serta nilai t sebesar -0150 dengan signifikansi 0,881. Maka komisaris independen tidak dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba.
xlvii
Artinya, semakin besar jumlah komisaris independen dalam suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi tindakan manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1c : Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.1.4 Kualitas Auditor Kualitas auditor merupakan salah satu pertimbangan bagi investor untuk menilai kewajaran suatu laporan keungan yang di buat oleh manajemen.Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini sehingga dapat mengurangi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Penggunaan auditor yang berkualitas tinggi juga akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke masyarakat. Dengan demikian calon investor mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang - kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari
xlviii
komisaris tersebut merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat
sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen. Wilopo (2004) menganalis hubungan dewan komisaris independen, komite audit, kinerja perusahaan dan akrual diskresioner. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran komite audit dan dewan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen laba di perusahaan. Hal ini menandakan bahwa mekanisme corporate governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil dan transparan. Carcello et al. (2004) menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit independen di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba. Zhou dan Elder (2001) dalam Rahmadika (2011) menyatakan bahwa spesialisasi industri KAP merupakan dimensi dari kualitas audit, sebab pengetahuan dan pengalaman auditor tentang industri merupakan salah satu elemen dari keahlian auditor. Auditor spesialis industri mampu menghasilkan audit yang berkualitas berdasarkan dari pengalaman mereka dalam melayani klien. Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh auditor spesialis industri membuat auditor tersebut memahami kondisi perusahaan kliennya sehingga dapat meminimalkan praktik penyimpangan laporan keuangan yang dilakukan manajemen.
Hal
ini
sejalan
dengan
xlix
pendapat
yang
dikemukakan
PricewaterhouseCooper (2002) menyatakan bahwa kualitas audit tergantung pada berbagai faktor termasuk pengetahuan auditor dan pemahaman tentang perusahaan yang diaudit dimanadia beroperasi. Amijaya (2013) menyatakan ukuran KAP, auditor spesialis industri memberikan pengaruh terhadap manajemen laba dengan arah koefisien negatif. Sehingga dapat diartikan peran ukuran KAP dan auditor spesialis industri sebagai pengawas laporan keuangan dapat menghambat manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1d : Kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.2 Pengaruh Mekanisme Corporate GovernanceTerhadap Nilai Perusahaan. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan
yang
diharapkan
dapat
memberikan
dan
meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham.Herawaty (dalam Praditia, 2010).Dengan demikian, mekanisme corporate governance dipercaya dapat meningkatkan nialai perusahaan. 2.3.2.1 Kepemilikan Manajerial Secara harafiah nilai perusahaan diukur dari nilai pasar wajar dari harga saham. Bagi perusahaan yang sudah go public, nilai pasar wajar perusahaan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di bursa, yang tercermin dalam listing price. Harga pasar merupakan cerminan berbagai keputusan dan
l
kebijakan manajemen, dengan demikian nilai perusahaan merupakan akibat dari tindakan manajemen (Michell, 2006). Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini membuktikan bahwa
proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat
mempengaruhi
kebijakan
perusahaan.
Kepemilikan
manajerial
akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian apabila pengambilan keputusan itu salah. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang cenderung adalah dirinya sendiri sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Rustendi dan Jimmi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial secara parsial tidak mempengaruhi terhadap nilai perusahaan. Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka informasi laporan keuangan akan cepat diketahui oleh pemilik perususahaan. Sulistiono (2010) Dalam laporan keuangan perusahaan, kepemilikan manajerial ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.Kepimilikan saham yang dimiliki manajemen dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.Manajer tersebut akan mengambil kebijakan yang paling menguntungkan baik sebagai manajer dan pemegang saham.
li
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H2a : Kepemilikan manajerial berpengaruh postif terhadap nilai perusahaan.
2.3.2.2 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan manajemen melalu proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Secara umum, investor institusional merupakan pemegang saham yang pendanaannya cukup besar sehingga kecil kemungkinan mengalami kebangkrutan. Keberadaan kepemilikan institusional itu sendiri setidaknya bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Investor institusional sering disebut juga dengan investor yang canggih karena memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku manajemen dalam melakukan kegiatan operasionalnya di dalam perusahaan. Investor institusional juga lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba di masa akan datang. Fuerst dan Kang
(2000)
dalam Wahyudi dan Pawestri (2006)
menemukan hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dengan nilai pasar setelah
mengendalikan kinerja perusahaan. Nilai perusahaan dapat
meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif. Penelitian
diatas
berbeda
dengan
penelitian
Jennings
(2002)
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berhasil meningkatkan nilai perusahaan, karena kepemilikan institusional menurunkan nilai perusahaan.Hal
lii
ini disebabkan investor institusional bukan pemilik mayoritas sehingga tidak mampu memonitor kinerja manajer secara baik.Keberadaan institusional justru menurunkan kepercayaan publik terhadap perusahaan.Akibatnya pasar saham mereaksi negatif yang berupa turunnya volume perdagangan saham dan harga saham, sehingga menurunkan nilai pemegang saham. Namun penelitian menurut Bjuggren dalam Tarjo (2008) bahwa kepemilikan
institusional
berpengaruh
secara
positif
terhadap
nilai
perusahaan.Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang handal sehingga memotivasi manajer dalam meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H2b :Kepemilikan institutional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.3.2.3 Komisaris Independen Salah satu permasalahan dalam penerapan Corporate Governanceadalah adanya pemimpin yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi yang dipimpin oleh Chief Executive Officer (CEO) tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan Chief Executive Officer (CEO) tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat indepedensi dari dewan komisaris tersebut.
liii
Menurut Wardhani (2006) menyatakan bahwa keberadaan komisaris independen dalam suatu perusahaan hanya bersifat retorik, yang hanya untuk memenuhi regulasi yang ada dan keberadaan komisaris independen tidak dapat meningkatkan efektifitas monitoring yang dijalankan oleh komisaris. Menurut Pramuka (2007) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisiaan yang terjadi antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H2c:Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.3.2.4 Kualitas Auditor Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (bond holder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Nilai auditing timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah atas informasi akuntansi (Ardiati, 2005).Hasil auditing ini dicerminkan dalam laporan keuangan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.Menurut Praditia (2010) menyatakan bahwa kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan auditor yang berkualitas bukan merupakan jaminan untuk meningkatkan nilai perusahaan.Dimensi kualitas auditor yang digunakan dalam penelitian adalah ukuran KAP, karena
liv
nama baik perusahaan (KAP) dianggap merupakan gambaran yang paling penting (Sanjaya, 2008). Meutia (2004) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H2d:Kualitas Auditor berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
lv