BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN MASALAH 2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1
Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang terpenting dalam setiap perusahaan, tanpa adanya laporan keuangan yang disusun secara sistematis maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan. Menurut Munawir (2000) pengertian laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan suatu daftar informasi yang berisi laporan utama dan memuat tentang posisi keuangan serta hasil operasi perusahaan yang disajikan pada akhir periode
8
9
akuntansi, yang merupakan alat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk mengetahui kondisi keuangan dan keberhasilan aktivitasnya. 2. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan Laporan Keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) yaitu: a. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi-informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang sangat bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. b. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagai besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pemakai dalam
pengambilan
keputusan
ekonomi
karena
secara
umum
menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang diberdayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup, misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
10
3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009), karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi para pemakai laporan keuangan. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu: a. Dapat dipahami Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Asumsi dasar dalam hal ini adalah para pemakai laporan keuangan mempunyai pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemampuan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. b. Relevan Informasi dikatakan relevan bila dapat memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Di samping itu informasi dikatakan relevan bila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu pemakai mengevaluasi masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu. c. Keandalan Informasi memiliki kualitas andal (reliable) jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
11
d. Dapat dibandingkan Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan, mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. 4. Jenis-Jenis Laporan Keuangan Dalam penyajian suatu informasi keuangan perusahaan, laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. a. Neraca Neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu unit usaha pada periode waktu tertentu, yang ditunjukkan dengan jumlah kewajiban perusahaan yang disebut pasiva, kekayaan yang dimiliki perusahaan dengan kata lain aset dan modal. b. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Laporan laba rugi (income statement) merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang sangat penting bagi pemakai informasi laporan keuangan. Laporan laba rugi menunjukkan pendapatan dari penjualan, berbagai biaya dan laba yang diperoleh selama periode tertentu.
12
c.
Laporan Perubahan Ekuitas Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) laporan perubahan ekuitas
sebagai komponen utama yang menunjukkan: 1)
Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan.
2)
Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian diakui secara langsung dalam ekuitas.
3)
Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait.
4)
Transaksi modal dengan pemilik dengan distribusi kepada pemilik.
5)
Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya.
6)
Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
d.
Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow) Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) laporan arus kas adalah salah
satu laporan keuangan yang memberi informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas pada suatu periode tertentu. Setiap perusahaan diwajibkan untuk menyusun laporan arus kas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan setiap periode penyajian laporan keuangan. Aliran kas diklafisikasikan dalam tiga kelompok yaitu penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan (financing).
13
e.
Catatan Atas Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) catatan atas laporan keuangan
meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, arus kas dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. 2.1.2 Teori Keagenen (Agency Theory) Pada penelitian ini juga menggunakan pendekatan teori keagenen (agency theory), dan teori agensi merupakan suatu pendekatan yang dapat menjabarkan konsep manajemen laba yang sangat terkait dengan praktik perataan laba. Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Salno, 2000). Dalam hal ini pihak principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent. Namun pihak agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Dengan ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut sebagai asimetri informasi.
14
Asimetris informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent yang dapat mendorong pihak agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada pihak principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. 2.1.3 Laba 1. Pengertian Laba Dalam konsep penghasilan, Ikatan Akuntan Indonesia (2009) mengartikan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan aset sangat bergantung pada ketetapan pengukuran pendapatan dan biaya. Akuntan mendefinisi laba dari sudut pandang perusahaan sebagai suatu kesatuan. Laba akuntansi (acccounting income) secara operasional dijelaskan sebagai perbedaan pendapatan yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Belkaoui (dalam Salno dan Baridwan, 2000)
15
menyebutkan bahwa laba akuntansi mempunyai lima karakteristik sebagai berikut: a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang atau jasa. b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama satu periode tertentu. c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus mengenai definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan. d. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam bentuk biaya historis. e. Laba akuntansi menghendaki adanya perbandingan (matching) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut. 2. Tujuan Pelaporan Laba Tujuan pelaporan laba menurut Harahap (2004) terdiri atas: a. Tujuan umum, yaitu laba merupakan hasil penerapan aturan dan prosedur yang logis serta konsisten secara internal. b. Tujuan utama, yaitu memberi informasi yang berguna bagi mereka yang saling berkepentingan dengan laporan keuangan. Laba harus dievaluasi berdasarkan dimensi perilaku, salah satunya adalah kemampuan meramal.
16
c. Tujuan khusus, yaitu penggunaan laba sebagai pengukur efisiensi manajemen penggunaan angka laba historis untuk meramal keadaan saham dan distribusi dividen di masa yang akan
datang
dan
penggunaan
laba
sebagai
pengukur
keberhasilan serta sebagai pedoman pengambilan keputusan manajerial di masa yang akan datang. 3. Informasi Laba Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang
bertujuan
untuk
menilai
kinerja
manajemen,
membantu
mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang dan menaksir risiko dalam investasi atau meminjamkan dana (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001). Hal ini didukung oleh pernyataan Nasser dan Herlina (2003) yang menyatakan bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggung jawaban manajemen, selain itu informasi laba juga membantu pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir “earnings power” perusahaan di masa yang akan datang. Seluruh komponen dari laporan keuangan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk pengambilan keputusan, tetapi pada kenyataannya perhatian pengguna laporan keuangan lebih tertuju pada informasi laba yang terdapat di dalam laporan laba rugi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widiastuti (2002), bahwa pengguna laporan keuangan sangat berkepentingan terhadap informasi laba. Bahkan telah
17
banyak peneliti yang membuktikan bahwa para pengguna laporan keuangan lebih fokus terhadap laba di dalam laporan laba rugi daripada laporan keuangan lainnya. 4. Elemen Laba Laba dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai keberhasilan perusahaan. Pengukuran terhadap laba tidak akan memberi informasi yang bermanfaat bila tidak menggambarkan sebab-sebab timbulnya laba. Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan terdapat dua konsep yang digunakan untuk menentukan elemen laba perusahaan yaitu current operating concept earning (konsep laba periode) dan all inclusive concept of income (laba komprehensif). a. Current operating concept earning (konsep laba periode) Konsep laba periode dimaksudkan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan.
Efisiensi
suatu
perusahaan
berhubungan
dengan
penggunaan sumber-sumber ekonomi perusahaan untuk memperoleh laba.
Ukuran
membandingkan
efisiensi laba
pada
periode
umumnya berjalan
dilakukan
dengan
laba
dengan periode
sebelumnya atau dengan laba perusahaan lain pada industri yang sama. Konsep laba periode memusatkan perhatiannya pada laba operasi periode berjalan yang berasal dari kegiatan normal perusahaan. Oleh karena itu, yang termasuk elemen laba adalah peristiwa atau perubahan nilai yang dapat dikendalikan manajemen dan berasal dari keputusankeputusan periode berjalan. Laba periode tidak memasukkan pengaruh
18
kumulatif perubahan akuntansi tersebut. Jadi yang menjadi penentu laba periode adalah pendapatan, biaya, untung dan rugi yang benarbenar terjadi pada periode berjalan. b. All inclusive concept of income (laba komperhensif) Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan laba komprehensif adalah: Total perubahan ekuitas bersih (ekuitas) perusahaan selama satu periode yang berasal dari semua transaksi dan kegiatan lain dari sumber selain sumber yang berasal dari pemilik. Dengan kata lain, laba komprehensif terdiri atas seluruh perubahan aset bersih yang berasal dari transaksi operasi. Pengertian laba komprehensif hampir sama dengan pengertian laba bersih (net income) yang penyusunannya menggunakan pendekatan all inclusive. Jadi laba komprehensif memasukkan juga unsur pos yang diklasifikasi sebagai penyesuaian periode lalu. Laba periode dan laba komperhensif mempunyai komponen utama yang sama, yaitu: pendapatan, biaya, untung dan rugi. Akan tetapi keduanya tidak sama karena terdapat komponen tertentu yang menjadi elemen laba komperhensif tidak dimasukkan dalam perhitungan laba periode. Komponen tersebut adalah: 1) Pengaruh penyesuaian akuntansi tertentu untuk periode lalu yang dialami dan periode lalu yang dialami dalam periode berjalan diperlukan sebagai penentu besarnya laba bersih.
19
2) Perubahan aset bersih tertentu lainnya (holding gain and losses) yang diakui dalam periode berjalan seperti untung rugi perubahan harga pasar investasi saham sementara dan untung atau rugi penjabaran mata uang asing. 5. Manajemen Laba Laporan keuangan disusun berdasarkan berbagai asumsi yang diatur oleh standar yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Menurut Bachtiar (dalam Aji dan Mita, 2010) menyatakan bahwa dalam melakukan penyusunan laporan keuangan, manajemen dihadapkan pada suatu pilihan atas asumsi, penilaian, serta metode penghitungan mana yang akan digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Suhendah (2005) menyatakan bahwa manajemen laba adalah suatu konsep yang dilakukan perusahaan dalam mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak terlihat memiliki kualitas (quality of financial reporting). Laporan keuangan yang paling sering dimanipulasi oleh perusahaan adalah laporan laba rugi. Menurut Jumingan (dalam Suhendah, 2005) manajemen laba merupakan suatu proses yang disengaja, menurut Standar Akuntansi Keuangan untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Yang termasuk dalam kategori manajemen laba (earning management) adalah: a. Discretionary accrual b. Income smoothing
20
c. Manipulasi alokasi pendapatan/biaya. d. Perubahan metode akuntansi dan struktur modal. Suhendah (2005) menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik manajemen laba oleh manajer demi menunjukkan prestasinya, yaitu: a. Manajemen akrual (accruals management). b. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory accounting changes). c. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes). Dengan adanya manajemen laba informasi yang dihasilkan perusahaan menjadi tidak akurat lagi. Mengingat bahwa informasi yang berguna (useful information) haruslah relevant dan reliable (Kieso dan Weygandt, 2001), maka dengan adanya praktik manajemen laba reliabilitas dari earnings akan tereduksi. Manajemen laba dikatakan baik jika tujuan pelaksanaannya adalah untuk efisiensi dan dikatakan buruk jika tujuan pelaksanaannya adalah untuk oportunistik (Scott, 2000). Salah satu bentuk manajemen laba yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tindakan income smoothing (perataan laba). 2.1.4
Perataan Laba 1. Pengertian Perataan Laba Praktik perataan laba (income smoothing) adalah salah satu tindakan yang dilakukan manjemen untuk meningkatkan market returns
21
(Michelson et al., 2000). Tindakan tersebut memiliki unsur kesengajaan yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai posisi laba yang diinginkan dalam laporan laba rugi perusahaan guna menarik minat pasar dalam berinvestasi, karena perhatian investor seringkali tidak terpusat pada prosedur yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan informasi laba tersebut. Di samping itu laba yang dilaporkan dalam posisi yang stabil akan memberi rasa lebih percaya diri bagi pemilik perusahaan yang disertai dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasaan pemegang saham melalui tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba yang dilaporkan, namun masih dalam batas aturan akuntansi yang berlaku (Stolowy dan Breton, 2000). Belkaoui (2007) menjelaskan bahwa perataan laba merupakan proses normalisasi laba yang disengaja guna meraih suatu trend atau tingkat yang diinginkan. 2. Tujuan Perataan Laba Foster (dalam Budiasih, 2006) menyatakan bahwa tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko yang rendah. Di samping itu, juga memberi informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan presepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen, dan meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
22
Dalam penelitian Juniarti dan Corolina (2005) terdapat berbagai macam tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen dalam perataan laba yaitu: a. Mencapai keuntungan pajak b. Untuk memberi kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen c. Mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi risiko, sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar d. Untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil e. Untuk menjaga posisi atau kedudukan mereka dalam perusahaan 3. Tipe Perataan Laba Berdasarkan penelitian Eckel (1981) terdapat dua jenis perataan laba yaitu naturally smooth dan intentionally smooth. Intentionally smooth terbagi atas artificial smoothing dan real smoothing. Berikut ini adalah gambar yang digunakan untuk memperjelas tipe perataan laba tersebut:
23
Smooth Income Stream
Intentionally Being Smoothed by Management
Artificial Smoothing
Naturally Smooth
Real Smoothing Gambar 1 Tipe Perataan Laba
Pada gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa perataan laba digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu naturally smooth dan Intentionally Being Smoothed by Management. Naturally smooth (Perataan secara alami), perataan ini mempunyai implikasi bahwa sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Hal ini dapat kita dapatkan pada perolehan penghasilan dari keperluan atau pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Intentionally Being Smoothed by Management (Perataan yang disengaja) dikenal juga dengan designed smoothing, perataan ini berbeda dengan naturally smoothing yang terjadi secara alami. Pada designed smoothing, perataan yang terjadi diakibatkan adanya intervensi atau
24
campur tangan dari pihak lain, dalam hal ini adalah manajemen. Designed smoothing dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a. Artificial
smoothing
(accounting
smoothing),
merupakan
manipulasi akuntansi yang dilakukan manajemen untuk meratakan laba. Accounting smoothing bukan merupakan hasil dari perubahan keputusan operasi maupun masalah waktu, tetapi perataan ini mempengaruhi income melalui dimensi akuntansi, pengakuan suatu kejadian serta alokasi atau klasifikasi dari dampak atas kejadian yang telah diakui (Stolowy dan Breton, 2000). Perataan laba yang dilakukan melalui prosedur akuntansi yang diharapkan untuk memindahkan biaya atau pendapatan dari satu periode ke periode lain yaitu, dengan mengubah kebijakan akuntansi (Nasser dan Herlina, 2003). b. Real smoothing (transactional atau economic smoothing) Menurut Koch (dalam Stolowy dan Breton, 2000) variabel dari real smoothing terkait dengan keputusan bisnis. Sedangkan menurut Lambert (dalam Stolowy dan Breton, 2000) manajemen dapat meratakan penghasilan dengan mengubah keputusan produksi perusahaan atau keputusan investasi perusahaan pada akhir tahun didasarkan pada bagaimana perusahaan meningkatkan performanya pada saat itu. Nasser dan Herlina (2003) menyatakan bahwa real smoothing adalah perataan laba real melalui transaksi nyata yaitu, dengan mengatur (menunda atau mempercepat) transaksi.
25
4. Alasan Perataan Laba Beberapa alasan yang dikemukakan oleh para manajer dalam melakukan perataan laba. Konsep mengenai perataan laba menyatakan bahwa hal yang logis dan rasional bagi para manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan alat akuntansi tertentu. Adapun alasan yang diajukan dalam kaitannya untuk melakukan praktik perataan laba sebagai berikut (Mahfoedz, 1998): a. Dengan penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana yang melalui periode beberapa tahun, manajemen dapat mengurangi kewajiban perusahaan secara keseluruhan. b. Aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan investor karena laba yang stabil akan mendukung kebijakan deviden yang stabil pula sebagaimana yang diinginkan oleh para investor. c. Perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer dan pekerja karena kenaikan yang tajam dalam laba yang dilaporkan dapat menimbulkan permintaan akan upah yang lebih tinggi dari para karyawan. d. Aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis pada ekonomi dalam hal kenaikan atau penurunan dapat dihindarkan serta rasa pesimis dan optimis dapat dikurangi.
26
5. Sasaran Perataan Laba Menurut Foster (dalam Muchammad, 2001) pos-pos tertentu pada laporan keuangan yang sering digunakan sebagai sasaran manajemen untuk melakukan perataan laba adalah: a. Unsur penjualan 1) Saat pembuatan faktur. Sebagai contoh, penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini. 2) Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif. 3) Downgrading (penurunan) produk, sebagai contoh, dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam kelompok produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya. b. Unsur biaya 1) Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi. 2) Pos-pos biaya, misalnya biaya dibayar dimuka dianggap sebagai biaya pada periode saat ini. Menurut Jin dan
27
Machfoedz (1998) instrumen (sasaran) yang biasa digunakan dalam perataan laba antara lain pendapatan, kebijakan deviden, perubahan dalam kebijakan akuntansi, investasi, depresiasi dan biaya tetap, perbedaan mata uang, klasifikasi akuntansi, dan pencatatan. 2.1.5 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji beberapa faktor yang diduga mempengaruhi praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 1. Profitabilitas Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Selain digunakan sebagai alat untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, profitabilitas juga dapat digunakan untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber
yang
dimilikinya.
Weston
dan
Brigham
(1993)
mendefinisi profitabilitas sebagai suatu rasio pengukuran efektifitas manajemen berdasarkan laba yang dilaporkan. Berdasarkan definisi tersebut, diduga profitabilitas mempengaruhi perataan laba sebab secara logis laba merupakan instrumen yang terkait langsung dengan objek perataan laba. Jadi, laba merupakan hal yang penting dalam perusahaan, sebab semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan menilai apakah kinerja suatu perusahaan baik atau buruk melalui laba yang didapatkan
28
oleh perusahaan apakah itu naik, turun ataupun tetap (stabil). Rasio profitabilitas dalam penelitian ini di ukur dengan menggunakan Return On Assets (ROA). Rumus: ROA
=
Laba Setelah Pajak Total Aset
X 100%
Jin dan Machfoedz (1998) dan Jatiningrum (2000) menemukan bahwa kecenderungan perusahaan yang memiliki rata-rata profitabilitas rendah melakukan praktik perataan laba. 2. Leverage Operasi Tingkat leverage operasi merupakan suatu bentuk dari konsep elastisitas dan merupakan suatu keluarga dengan elastisitas harga yang dikembangkan dalam ilmu ekonomi. Oleh karena leverage operasi merupakan suatu elastisitas, nilainya akan bervariasi tergantung pada bagian tertentu dari grafik impas yang sedang dianalisa. Tingkat leverage operasi yang tinggi terletak dekat dengan titik break even point, dimana perubahan volume penjualan yang kecil saja bisa menghasilkan persentase tambahan laba yang besar. Hal ini bisa terjadi hanya karena laba mendekati nol jika mendekati titik break even point (Weston dan Copeland, 1995). Leverage operasi adalah penggunaan potensial biaya tetap operasi untuk menambah efek pada perubahan penjualan dalam pendapatan
29
perusahaan sebelum bunga dan pajak. Leverage operasi terjadi pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan biaya tetap. Semakin besar biaya tetap suatu perusahaan, semakin tinggi risiko usaha yang dihadapinya karena perusahaan menjadi mudah atau peka terhadap perubahan unit yang terjual. Perubahan semacam ini dianggap mempunyai leverage operasi yang tinggi. Di dalam praktiknya rasio leverage operasi dihitung dengan dua cara, yaitu: a. Pertama dengan memperhatikan data yang ada dineraca, mengetahui seberapa banyak dana pinjaman digunakan dalam perusahaan. b. Kedua mengukur resiko utang dari laporan laba rugi, yaitu seberapa banyak beban tetap utang bisa ditutup oleh laba perusahaan. Kedua kelompok rasio ini bersifat saling melengkapi dan umumnya para analisis menggunakan keduanya. Rasio yang digunakan untuk mengukur leverage operasi menurut Sutrisno (2003). Rumus: Leverage Operasi =
Total Hutang Total Aset
X 100%
Pemilihan leverage operasi sebagai variabel independen didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998).
30
3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu skala, yaitu dapat diklasifikasi besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aset, log size, nilai pasar saham dan lain-lain. Semakin besar suatu perusahaan, semakin banyak pula alternatif pembelanjaan sumber daya yang dapat dipilih. Hal ini dikarenakan perusahaan yang besar akan lebih mudah mendapatkan pinjaman dari pihak eksternal bila dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Oleh karena itu, perusahaan besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan perataan laba (Naser dan Herlina, 2003). Variabel ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aset perusahaan (Jatiningrum, 2000). Jadi untuk melihat besar atau kecilnya perusahaan diukur dari total aset berdasarkan nilai buku yang dinyatakan dalam satuan rupiah dan skala pengukurannya adalah rasio. Rumus: Ukuran Perusahaan = Log Total Aset
2.1.6
Penelitian Terdahulu Berikut ini ditemukan beberapa hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan praktik perataan laba: 1. Machfoedz (1998) Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan yang
31
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perataan laba pada ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri dan leverage operasi. Berdasarkan analisis dalam penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, dan sektor industri merupakan faktor pendorong dilakukannya praktik perataan laba. Sedangkan leverage operasi berhasil membuktikan terjadinya praktik perataan laba. 2. Jatiningrum (2000) Pada penelitian ini telah menguji faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya praktik perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sampel terdiri dari 75 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1994-1998. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan sektor industri bukan merupakan faktor pendorong tindakan perataan laba sementara profitabilitas merupakan faktor pendorong tindakan perataan laba. 3. Sartono (2004) Pada penelitian ini telah menguji faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba terhadap 33 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dengan menggunakan analisis deskriptif, penelitian ini menemukan bahwa 19 perusahaan melakukan tindakan perataan laba dan 14 perusahaan tidak
32
melakukan
tindakan
perataan
laba.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan analisis multivariate (logistic regression) variabel profitabilitas, deviden payout ratio, dan jenis usaha berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba sementara variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba. 4. Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2005) Penelitian ini telah menguji analisis pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dengan menggunakan perusahaan,
variabel profitabilitas,
independen: operating
jenis
usaha,
leverage,
dan
ukuran NPM,
sedangkan variabel dependennya adalah perataan laba. Alat analisis yang digunakan adalah regresi binary logistik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelima variabel yang digunakan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. 5. Ni Luh Putu Arik Prabayanti dan Geriawan Wirawan Yasa (2010) Penelitian ini telah menguji perataan laba (income smoothing) dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan menggunakan variabel independen: ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, kepemilikan instituasional, dan kualitas audit, sedangkan variabel dependennya adalah perataan laba. Alat analisis yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil
33
dari penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas dan financial leverage berpengaruh pada perataan laba, sedangkan variabel ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan kualitas audit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
2.2
Rerangka Pemikiran Dari penjelasan tinjauan teoretis yang tertera diatas, maka yang menjadi
variabel-variabel didalam penelitian ini adalah Profitabilitas, Leverage Operasi, dan Ukuran Perusahaan sebagai variabel independen (variabel bebas). Dari penelitian ini juga akan diketahui variabel mana yang paling berpengaruh signifikan baik secara simultan maupun parsial terhadap Income Smoothing (Perataan Laba). Sehingga kerangka pemikiran yang terbentuk adalah sebagai berikut:
34
Teori Keagenan
Manajemen (Agent)
Pemilik (Principal)
Pelaporan Laba
Asimetri Informasi
Rasio
Profitabilitas Leverage Operasi
Perataan Laba
Ukuran Perusahaan Uji Regresi Logistik
Gambar 2 Rerangka Pemikiran
35
2.3
Pengembangan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Praktik Perataan Laba Profitabilitas merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manjemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang dan menaksir resiko dalam investasi atau meminjamkan dana (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001). Dengan kata lain, profitabilitas menjadi tolak ukur kinerja bagi pihak eksternal. Profitabilitas dapat dijadikan patokan oleh investor maupun kreditor dalam menilai sehat tidaknya perusahaan. Profitabilitas perusahaan juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dan mengetahui efektivitas perusahaan dalam mengelola resources yang dimiliki. Faktor profitabilitas menggunakan rasio Return on Total Asset (ROA). Analisis ROA merupakan salah satu bentuk rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Pada penelitian (Jatiningrum, 2000) menjelaskan bahwa hasil penelitian menunjukkan variabel ukuran perusahaan dan sektor industri bukan merupakan faktor pendorong tindakan perataan laba sementara variabel profitabilitas merupakan faktor pendorong tindakan perataan laba. Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ni Luh Putu Arik Prabayanti dan Geriawan Wirawan Yasa, 2010) menjelaskan bahwa hasil
36
penelitian menunjukkan variabel profitabilitas dan financial leverage berpengaruh pada perataan laba, sedangkan variabel ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan kualitas audit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H1 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
2.3.2 Pengaruh Leverage Operasi Terhadap Praktik Perataan Laba Leverage operasi menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan yang didanai dengan hutang. Perusahaan dengan leverage operasi yang tinggi mempunyai resiko menderita kerugian yang besar. Sehingga mendorong pemilik perusahaan untuk meminta manajer melaporkan bahwa perusahaan telah mempunyai leverage operasi yang menguntungkan berdasarkan situasi perekonomian yang ada, dan tuntutan pemilik ini seringkali memaksa manajer untuk melakukan tindakan income smoothing, minimal untuk mengurangi resiko tersebut. Weston dan Copeland (1996) mengemukakan bahwa penggunaan hutang akan menentukan tingkat financial leverage perusahaan. Karena dengan menggunakan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri maka beban tetap yang ditanggung perusahaan tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan profitabilitas menurun. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan, tetapi pada suatu titik tertentu yaitu pada
37
struktur modal optimal, nilai perusahaan akan semakin menurun dengan semakin besarnya proporsi hutang dalam struktur modalnya. Hal ini disebabkan karena manfaat yang diperoleh pada penggunaan hutang menjadi lebih kecil dibandingkan biaya yang timbul atas penggunaan hutang tersebut. Pada penelitian Machfoedz (1998), menjelaskan bahwa hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis tidak berhasil membuktikan bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, dan sektor industri merupakan faktor pendorong dilakukannya praktik perataan laba. Sedangkan variabel leverage operasi berhasil membuktikan terjadinya praktik perataan laba. H2 : Leverage Operasi berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Perataan Laba Variabel yang digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan adalah total aktiva. Sartono (2004) mengatakan bahwa besaran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran perusahaan yang ditentukan dari jumlah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini total aktiva merupakan total sumber daya ekonomis yang digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. Perusahaan yang mempunyai ukuran besar biasanya menerima perhatian lebih banyak dari analis dan investor dibandingkan dengan
38
perusahaan yang kecil (Budiasih, 2009). Salah satu perusahaan yang memiliki total aktiva yang besar akan mendapat perhatian lebih dari pihak luar, diantaranya pemerintah. Pemerintah cenderung membebankan berbagai biaya yang dianggap sesuai dengan kemampuan perusahaan. Untuk itu perusahaan besar juga diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan laba yang drastis akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang drastis akan memberi pandangan yang kurang baik. Maka perusahaan besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan perataan laba. Pada penelitian Sartono (2004), menjelaskan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan analisis multivariate (logistic regression) variabel profitabilitas, deviden payout ratio, dan jenis usaha berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba dan variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba. Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2005), menjelaskan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan kelima variabel yang digunakan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Dari penjelasan diatas hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.
39
2.4
Perumusan Hipotesis Dalam pengertian hipotesis merupakan suatu simpulan atau pendapat yang
masih kurang dan belum final, sehingga masih perlu dibuktikan dengan analisis ataupun uraian lebih lanjut. Berdasarkan tinjauan teoretis yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya dan dihubungkan dengan pengertian hipotesis itu sendiri, maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: H1
:
Profitabilitas berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
H2
:
Leverage operasi berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
H3
:
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.