BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis Tinjauan teoretis merupakan penegasan landasan teori yang dipilih
oleh peneliti dalam penelitian. Landasan teori ini menjelaskan mengenai pengertian dan pengukuran masing-masing variabel yang akan digunakan dalam penelitian. 2.1.1
Teori Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang
menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dengan demikian pertanyaannya seharusnya adalah kapan (artinya, dalam keadaan seperti apa) laba akan dibagikan dan kapan akan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan (Husnan dan Enny 2004:297). Martono dan Agus (2010:253) menyatakan kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang. Pembayaran dividen umumnya dilakukan dengan tunai, yang akan mempengaruhi keputusan investasi dan kondisi keuangan perusahaan. Kebijakan dividen masih mengundang perdebatan, karena memiliki lebih dari satu pendapat.
11
12
Berbagai pendapat tentang dividen yang dikemukakan oleh Husnan dan Enny (2004:298) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1.
Pendapat yang menginginkan dividen dibagikan sebesar-besarnya Argumentasi pendapat ini bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen
yang dibayarkan. Peningkatan pendapatan dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh oleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak dapat membagikan dividen yang semakin besar apabila laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun demikian kenaikan harga saham tersebut disebabkan karena kenaikan laba dan bukan kenaikan pembayaran dividen. Perusahaan tidak diharuskan untuk membagikan semua laba sebagai dividen, hanya karena perusahaan harus membagikan dividen sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan, jika dana tersebut dapat digunakan untuk investasi, dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya. 2.
Pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan Pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan dapat membagikan dividen
yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan untuk menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan NPV yang positif, tidak perduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan laba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). Dampak pilihan
13
keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan dividen adalah tidak relevan (the irrelevant ofdividend). 3.
Pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya justru membagikan dividen sekecil mungkin Pendapat bahwa dividen tidak relevan mendasarkan diri atas pemikiran
bahwa membagikan dividen dan menggantinya dengan menerbitkan saham baru mempunyai dampak yang sama terhadap kekayaan pemegang saham (lama). Analisis tersebut sayangnya, demikian penganut pendapat bahwa dividen seharusnya dibagikan sekecil-kecilnya, mengabaikan adanya biaya emisi (floatation costs). Salah satu tujuan investor yang menginvestasikan dananya terhadap suatu perusahaan yaitu dikarenakan ingin memperoleh dividen. Menurut Hanafi (2013:361) bahwa dividen sebagai kompensasi yang diperoleh oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan dalam rapat umum pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa dividen kas. Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek penting dari
14
kebijakan deviden adalah menentukan alokasi laba yang sesuai di antara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan perusahaan (Martono dan Agus, 2010:253) Sugiono (2009:173) menyatakan bahwa dividen merupakan pendapatan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Dividen merupakan harapan bagi para investor, sehingga dalam pembagian dividen biasanya dibagikan dalam bentuk dividen tunai atau yang sering disebut sebagai dividend payout ratio. Gitosudarmo dan Basri (2008:232) menyatakan dividend payout ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat. Rahmawati, Ivonne, dan Paulina (2014) mengatakan bahwa DPR banyak digunakan dalam penelitian sebagai cara pengestimasian dividen untuk periode yang akan datang, sedangkan banyak analis mengestimasikan pertumbuhan dengan menggunakan laba ditahan lebih baik daripada dividen.
2.1.2 Teori Keagenan Kebijakan dividen terkait dengan hubungan antara manajer dengan pemegang saham yang biasa disebut dengan teori keagenan. Para manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat
15
keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory) (Brigham dan Houston, 2009:26). Konflik kepentingan dapat timbul sebagai akibat dari adanya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, misalkan manajer menghendaki menggunakan dana yang besar untuk mendanai investasinya, sehingga membagikan dividen yang kecil, sedangkan pemegang saham menghendaki pembagian dividen yang besar. Pertentangan kepentingan antara pihak manajer dengan pemegang saham dapat menimbulkan permasalahan dalam agency theory yang dikenal sebagai Asymmetric Information. Asymmetric Information yaitu suatu keadaan dimana terdapat ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen/agen sebagai penyedia informasi memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi. Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan langsung dengan operasional perusahaan. Dengan asumsi individu untuk mensejahterakan dirinya, maka dengan asimetri informasi akan mendorong agen untuk menyembunyikan informasi yang tidak dimiliki oleh principal. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham serta asimetri informasi
dapat
diminimumkan
dengan
suatu
mekanisme
pengawasan
(monitoring) yang dapat mensejajarkan kepentingan yang terkait. Munculnya mekanisme pengawasan ini menyebabkan timbulnya suatu kos yang disebut agency cost.
16
Masalah agency cost dapat diminimalisasi dengan struktur corporate governance. Menurut teori keagenan, untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer dapat dilakukan melalui pengelolaan perusahaan yang baik. Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang digunakan oleh supplier keuangan untuk melakukan control terhadap manajer guna memastikan bahwa supplier keuangan perusahaan memperoleh pengembalian (return) dari kegiatan yang dijalankan manajer, Shleifer dan Vishny dalam (Trihapsari, 2006). Jensen et al., (dalam Wicaksana:2012) menyatakan bahwa dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham. Semakin banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh suatu perusahaan, semakin besar kemungkinan berkurangnya laba ditahan. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mencari sumber dana eksternal untuk melakukan investasi baru. Pembiayaan dividen mungkin dapat digunakan sebagai alat untuk memonitor atau mengevaluasi hasil kerja manajemen meskipun pembayaran dividen yang tinggi mengakibatkan pembiayaan eksternal yang mahal menurut Weston dan Copeland (dalam Wicaksana:2012).
2.1.3 Corporate Governance Konsep corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders).
17
Syakhroza (2003) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu sistem yang dipakai oleh board untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling, and supervising) pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif-E3P dengan prinsipprinsip transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness – TARIF dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam Corporate Governance Perception Index (dalam Oemar, 2014) mendefinisikan good corporate governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Kementerian
Negara
BUMN
memiliki
peran
sebagai
pengawas
pelaksanaan GCG bagi Badan Umum Milik Negara (BUMN), sesuai Keputusan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 yang memiliki prinsip-prinsip good corporate
governance,
meliputi:
(a)
Transparansi
(transparency),
yaitu
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; (b) Akuntabilitas
(accountability),
yaitu
kejelasan
fungsi,
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; (c) Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsipprinsip korporasi yang sehat; (d) Kemandirian (independency), yaitu keadaan di
18
mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; (e) Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan. Corporate Governance dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari pertanggungjawaban manajer kepada stakeholder perusahaan, dimana pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) manajer sebagai pengambil keputusan memberikan pertanggungjawabannya dalam mengelola perusahaan kepada pemegang saham. Pertanggungjawaban yang diberikan manajer kepada pemegang saham salah satunya mengenai pembagian keuntungan yang biasanya disebut dengan kebijakan dividen. Berkaitan dengan karakteristik BUMN kepemilikan sebagaian besar pemegang sahamnya merupakan pemerintah, menyebabkan pemerintah yang akan mengambil peranan penting dalam pengambilan keputusan khususnya mengenai kebijakan dividen. Dengan proporsi kepemilikan saham yang sangat besar, pemerintah dapat mengambil keputusan mengenai kebijakan dividen tanpa memerlukan pendapat dari pemegang saham minoritas, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat bertentangan dengan kepentingan pemegang saham minoritas. Terlebih lagi apabila pemerintah memiliki kecenderungan untuk menggunakan laba yang diperoleh untuk investasi perusahaan sebagai perluasan usaha, serta memenuhi kewajiban perusahaan, sehingga dividen yang akan dibagikan berjumlah lebih
19
sedikit. Disisi lain, pemegang saham minoritas dikatakan lebih menyukai proporsi dividen dalam jumlah besar yang dibagikan atas laba yang diperoleh. Hal ini dapat terjadi apabila corporate governance perusahaan kuat, dimana hal itu berarti ada perlindungan atas hak-hak pemegang saham minoritas. Pemikiran inilah yang dapat dikatakan bahwa corporate governance berpengaruh terhadap pengambilan keputusan khususnya yang mengenai kebijakan dividen. Untuk
Badan
Umum
Milik
Negara
(BUMN)
telah
ditetapkan
Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Kementrian Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK16/S.MBU/2012. Indikator/parameter GCG dimaksudkan untuk digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan penilaian dan evaluasi atas penerapan tata kelola
perusahaan
yang
baik
pada
Badan
Usaha
Milik
Negara.
Indikator/parameter tersebut terdiri dari: 1.
Komitmen Penerapan Tata Kelola Perusahaan Komitmen perusahaan terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang
baik secara berkelanjutan merupakan proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan untuk menentukan kebijakan dalam rangka meningkatkan keberhasilan
usaha
dan
akuntabilitas
perseroan,
sehingga
akan
dapat
meningkatkan nilai tambah bagi Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan para stakeholders sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
20
2.
Pemegang Saham Pemegang saham mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang
berkaitan dengan perusahaan dari direksi dan dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan kepentingan perusahaan. Keputusan pemegang saham dan keputusan Menteri Negara BUMN selaku pemilik modal dapat dilakukan dalam bentuk surat keputusan atau surat biasa, yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai keputusan RUPS/Menteri Negara BUMN.
3.
Dewan Komisaris Organ perusahaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif
untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG merupakan tugas dari dewan direksi. Pengangkatan dan pemberhentian dewan komisaris dilakukan oleh RUPS yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara BUMN. Dewan komisaris wajib menyampaikan laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku kepada RUPS.
4.
Direksi Direksi merupakan perwakilan dari organ perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan. Direksi mempunyai wewenang dan tanggungjawab dalam menyusun perencanaan perusahaan. Pengangkatan dan pemberhentian direksi dilakukan oleh RUPS sesuai dengan persyaratan yang telah diatur dengan Keputusan Menteri Negara BUMN.
21
5.
Pengungkapan Informasi Pengungkapan informasi dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi
baik dalam proses pengambilan keputusan maupun mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Pengungkapan informasi wajib dilakukan untuk dapat memenuhi hak-hak dari para pemegang saham atas informasi yang benar dan tepat mengenai perusahaan, ikut dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan yang mendasar atas perusahaan, serta hak atas keuntungan perusahaan. Indikator/parameter tersebut dihitung berdasarkan skor pencapaian, aspek inilah yang akan menjelaskan apakah suatu perusahaan BUMN tersebut telah menerapkan good corporate governance dengan baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan penilaian dilakukan oleh penilai (assessor) independen yang ditunjuk oleh dewan komisaris/dewan pengawas. Apabila dipandang lebih efektif dan efisien, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan jasa Instansi Pemerintah yang berkompeten di bidang GCG.
2.1.4
Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Selain corporate governance yang mempengaruhi kebijakan dividen, ada
faktor lain yang mempengaruhi kebijakan dividen. Faktor-faktor tersebut terdiri dari cash position, profitabilitas, dan hutang. Berikut adalah penjabaran teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. 1.
Cash Position Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang
penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk
22
menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Dimana dapat dikatakan bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, makin tinggi “dividend payout ratio”nya (Riyanto 2011:267). Marlina dan Clara (2009:2) menyatakan cash position dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir dengan laba bersih setelah pajak. Sudarsih (2002:79) menyatakan cash position merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning after tax. Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang lebih kuat maka akan semakin besar kemampuan untuk membayar dividen, hal ini disebabkan karena posisi kas merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen, sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen. Likuiditas mempengaruhi kebijakan dividen dikarenakan likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi
kewajiban jangka
pendeknya. Perusahaan yang mendapat laba banyak belum tentu memiliki kas yang memadai, karena dividen dibayar dengan kas, maka guna untuk membayar dividen harus memiliki kas yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa posisi likuiditas mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Husnan (2003:352) menyebutkan bahwa suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dananya tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja, tetapi
23
apabila perusahaan tidak ingin mengurangi pembayaran dividen hanya karena hal tersebut bisa ditafsirkan oleh investor sebagai memburuknya prospek perusahaan, maka perusahaan perlu membagikan dividen yang relatif rendah untuk mengurangi kemungkinan kesulitan likuiditas.
2.
Profitabilitas Profitabilitas diperlukan karena profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan guna memperoleh laba (profit). Pembagian dividen perusahaan menjadikan laba sebagai dasar pengambilan keputusan, apakah akan dibagikan dalam bentuk dividen tunai ataupun dividen saham. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur profitabilitas yaitu dengan menggunakan Return On Assets (ROA) yang merupakan suatu ukuran menyeluruh dari prestasi perusahaan, rasio ini menunjukkan laba yang diperoleh atas seluruh dana yang telah diinvestasikan. Investor cenderung lebih menyukai perusahaan yang memiliki nilai ROA yang tinggi, karena perusahaan yang memiliki nilai ROA tinggi mampu menghasilkan tingkat keuntungan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ROA yang rendah. Profitabilitas merupakan salah satu indikator yang digunakan perusahaan untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber yang dimilikinya dalam menghasilkan laba. Karena profitabilitas menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang, maka profitabilitas mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.
Nuringsih
(2005)
menyebutkan
profitabilitas
atau
keuntungan
24
perusahaan merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas diukur menggunakan Return On Assets yang diperoleh dengan cara earnings after tax yang diperoleh perusahaan dibagi dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Kondisi profitabilitas yang baik akan mendorong para investor untuk melakukan investasi ke dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian, investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono, 2001:122). Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham merupakan keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya seperti hutang beserta beban bunga dan pajak. Oleh karena itu, dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, sehingga keuntungan tersebutlah yang akan mempengaruhi besarnya dividend payout ratio yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham.
3.
Hutang Hutang merupakan sumber dana yang berasal dari kreditur dan merupakan
kewajiban keuangan perusahaan yang belum terpenuhi. Penggunaan hutang akan menimbulkan risiko bagi perusahaan apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang, sehingga akan mengakibatkan terancamnya likuiditas perusahaan, semakin tinggi penggunaan hutang maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya kebangkrutan (Munawir, 1979:18). Peningkatan hutang akan menimbulkan
25
pengaruh terhadap laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham. Jika laba bersih cenderung sedikit mengakibatkan pengaruh terhadap dividen yang akan diterima oleh para pemegang saham. Hal ini diakibatkan karena kewajiban untuk membayar hutang akan lebih diutamakan daripada pembagian dividen. Pada penelitian ini peneliti menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai rasio yang digunakan untuk menilai utang terhadap modal. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono, 2001:66). Menurut Kasmir (2012:157) rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang.
2.1.5
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan terkait dengan
permasalahan dalam penelitian ini adalah: Marlina dan Clara (2009), melakukan penelitian tentang analisis pengaruh cash position, debt to equity ratio, dan return on assets terhadap dividend payout ratio. Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan yakni cash position, debt to equity ratio, dan return on assets, sedangkan variabel dependenya menggunakan dividend payout ratio. Penelitian ini menggunakan 24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 20042007 yang menggunakan uji penelitian berupa regresi linear berganda. Hasil
26
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel cash position, debt to equity ratio, dan return on assets secara simultan mempengaruhi dividend payout ratio. Berdasarkan hasil uji parsial cash position dan return on assets mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Sedangkan variabel debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Wijayanti dan Supatmi (2009), melakukan penelitian tentang pengaruh corporate governance terhadap kebijakan dividen. Penelitian ini menggunakan variabel independen berupa prinsip-prinsip corporate governance yang diukur menggunakan indikator menurut Tristiarini dan Isgiyarta, sedangkan variabel dependen menggunakan kebijakan dividen, serta tingkat hutang, ukuran perusahaan, dan profitabilitas sebagai variabel kontrol yang diduga juga ikut mempengaruhi kebijakan dividen. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 47 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 yang menggunakan uji penelitian berupa multivariate regression analysis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama corporate governace, tingkat hutang, ukuran perusahaan, dan profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen perusahaan. Berdasarkan uji parsial corporate governance berpengaruh terhadap kebijakan dividen, tingkat hutang dan profitabilitas terbukti sebagai variabel kontrol pada penelitian ini, sedangkan ukuran perusahaan tidak ditemukan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini.
27
Rahmawati, Ivonne, dan Paulina (2014), melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan pengaruhnya terhadap kebijakan dividen pada perusahaan BUMN di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel independen berupa total asset turn over, net profit margin, return on investment dan debt to equity ratio, sedangkan variabel dependen yang digunakan yakni dividend payout ratio. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI sebanyak 20 perusahaan pada tahun 2014 dengan menggunakan penggunaan model analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh total asset turn over, net profit margin, return on investment, dan debt to equity ratio secara bersama-sama terhadap dividend payout ratio. Sedangkan berdasarkan uji parsial total asset turn over, net profit margin, dan debt to equity ratio berpengaruh signifikan negatif terhadap dividend payout ratio, sedangkan return on investment tidak signifikan terhadap dividend payout ratio. Oemar (2014), melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance dan keputusan pendanaan perusahaan terhadap kinerja profitabilitas dan implikasinya terhadap harga saham. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perusahaan BUMN yang listing di BEI tahun 2008-2011 sebanyak 13 perusahaan dengan menggunakan teknik analisis data berupa statistic inferensial. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini disusun indikator yakni: komite
audit, kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris,
komisaris independen, struktur modal, dan kebijakan dividen, sedangkan variabel dependen berupa kinerja perusahaan yang diproksikan dengan return on equity.
28
Hasil dari penelitian ini menunjukkan secara bersama-sama penerapan corporate governance, keputusan pendanaan dan kebijakan dividen pada perusahaan BUMN berpengaruh terhadap kinerja profitabilitas, dan penerapan corporate governace, keputusan pendanaan, kebijakan dividen, dan kinerja profitabilitas juga berpengaruh terhadap harga saham. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa komite audit dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja profitabilitas, kepemilikan publik, komisaris independen, dan dividend payout ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja profitabilitas, sedangkan debt to equity ratio berpengaruh negatif namun tidak sigifikan terhadap kinerja profitabilitas. Variabel independen yang mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap harga saham yakni: kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, dan dividend payout ratio, sedangkan variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham yakni variabel: komisaris independen, debt to equity ratio, dan return on asset, sedangkan variabel komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Sumanti dan Marjam (2015), melakukan penelitian mengenai analisis kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan profitabilitas terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Penelitian ini menggunakan variabel independen berupa kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, profitabilitas dan kebijakan dividen, sedangkan untuk variabel dependen penelitian ini menggunakan kebijakan dividen dan nilai perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data laporan keuangan
29
dari setiap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan diperoleh 13 perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan kebijakan hutang dan profitabilitas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan merupakan variabel profitabilitas, untuk kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.2
Rerangka Pemikiran Berikut
ini
merupakan
rerangka
pemikiran
pengaruh
corporate
governance, cash position, profitabilitas dan hutang terhadap kebijakan dividen dengan penjabaran: Perkembangan bisnis yang begitu pesat menjadikan suatu perusahaan berada dalam kondisi penuh dengan persaingan. Hal ini memaksa perusahaan untuk mempertahankan target dan rencana yang telah ditentukan, termasuk mengenai pembagian dividen. Dimana investor Indonesia cenderung tertarik untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan yang membagikan dividen tunai dalam jumlah yang tinggi. Karena investor lebih tertarik dengan dividen yang memiliki risiko lebih rendah dibadingkan capital gain dan dapat mempercayai perusahaan yang membagikan dividen tinggi, karena dengan pembagian dividen yang tinggi investor beranggapan bahwa perusahaan tersebut telah menjamin kesejahteraan para pemegang saham.
30
Namun laba yang diperoleh perusahaan tidak hanya dibagikan sebagai dividen tunai, melainkan digunakan sebagai laba ditahan untuk meningkatkan operasional perusahaan. Pada perusahaan BUMN yang sahamnya sebagian besar atau seluruhnya dimiliki oleh pemerintah, maka dalam kebijakan dividen pemerintah tidak membutuhkan pendapat dari pemegang saham minoritas mengenai seberapa besar laba yang digunakan sebagai laba ditahan dan dibagikan sebagai dividen tunai. Hal inilah yang mengakibatkan timbulnya teori keagenan, dimana jika pemerintah cenderung menggunakan laba tersebut untuk kepentingan pribadi berupa kekayaan perusahaan tanpa memberikan hak-hak pemegang saham minoritas untuk mendapatkan dividen tunai sebesar yang diinginkan. Untuk meminimalisasikan teori keagenan maka pemegang saham perlu memonitoring untuk dapat mensejajarkan kepentingan yang terkait. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mensejajarkan kepentingan tersebut yakni dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (corporate governance). Dengan diterapkannya corporate governance, maka terdapat hak-hak pemegang saham minoritas mengenai pembagian dividen yang tinggi sesuai dengan yang diinginkan oleh para pemegang saham minoritas. Dalam menentukan kebijakan dividen, faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen meliputi: cash position, profitabilitas, dan hutang.
31
Rerangka pemikiran pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Perusahaan BUMN Pemegang saham minoritas
Pemegang saham mayoritas/Pemerintah
Teori Keagenan
Corporate Governance: 1. Komitmen penerapan tata kelola perusahaan 2. Pemegang saham 3. Dewan komisaris 4. Direksi 5. Pengungkapan informasi
Laporan Keuangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
Cash Position
Profitabilitas
Kebijakan Dividen Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Hutang
32
Model penelitian pengaruh corporate governance, cash position, profitabilitas dan hutang terhadap kebijakan dividen adalah sebagai berikut:
Komitmen Penerapan Tata Kelola Perusahaan (KTL) Pemegang Saham (PMS)
Dewan Komisaris (DWK)
Direksi (DIR)
Kebijakan Dividen (DPR)
Pengungkapan Informasi (PIT)
Cash Position (CAP)
Profitabilitas (ROA)
Hutang (DER)
Gambar 2 Model Penelitian
33
Dalam model penelitian tersebut variabel independen yang terdiri dari corporate governance dengan menggunakan indikator/parameter antara lain: komitmen penerapan tata kelola perusahaan, pemegang saham, dewan komisaris, direksi, pengungkapan informasi, serta cash position, profitabilitas, dan hutang akan memberikan pengaruh terhadap variabel dependennya yaitu kebijakan dividen. Jika variabel-variabel independen tersebut mempunyai hubungan positif dengan variabel dependennya, maka semakin tinggi corporate governance dengan indikator/parameter komitmen penerapan tata kelola perusahaan, pemegang saham, dewan komisaris, direksi, pengungkapan informasi, serta cash position, profitabilitas, dan hutang akan semakin tinggi pula kebijakan dividen. Demikian sebaliknya, jika variabel-variabel independen tersebut mempunyai hubungan negatif dengan variabel dependennya, maka semakin tinggi corporate governance dengan indikator/parameter: komitmen penerapan tata kelola perusahaan, pemegang saham, dewan komisaris, direksi, pengungkapan informasi, serta cash position, profitabilitas, dan hutang akan semakin rendah kebijakan dividen.
2.3
Perumusan Hipotesis Berikut ini adalah delapan hipotesis yang diduga kebenarannya oleh
peneliti berdasarkan kesimpulan teoretis atas hasil penelitian terdahulu. Kedelapan hipotesis berikut ini akan diuji kebenarannya oleh peneliti berdasarkan sampel yang telah ditentukan.
34
2.3.1 Pengaruh Corporate Governance terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan yang telah berhasil menerapkan corporate governance akan lebih dipercayai kreditor maupun investor, hal ini dikarenakan mekanisme corporate governance dapat menunjukkan pertanggungjawaban manajer kepada stakeholder perusahaan. Manajer perusahaan selaku pengambil keputusan yang telah diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham harus mampu memberikan pertanggungjawaban kepada pemegang saham atas segala keputusan yang telah ditetapkan oleh manajer. Salah satu pertanggungjawaban yang diberikan manajer kepada pemegang saham ialah mengenai pembagian laba berupa dividen. Banyak peneliti yang menyimpulkan bahwa dividen dapat memberikan signal kepada investor mengenai kondisi perusahaan. Mekanisme
corporate
governance
merupakan
mekanisme
yang
dikembangkan guna meningkatkan kinerja perusahaan dan perilaku pihak manajemen. Pembagian proporsi dividen yang lebih besar atas laba yang diperoleh lebih disukai para investor. Pembagian dividen yang besar dapat meningkatkan kepercayaan dan meningkatkan kekayaan para pemegang saham terhadap perusahaan atas investasi tersebut. Hal ini dapat terjadi apabila corporate governance perusahaan kuat, yang berarti ada perlindungan atas hak-hak para pemegang saham. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dan Supatmi (2009) menyatakan bahwa corporate governance berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen yang diukur melalui dividend payout ratio. Penelitian ini membuktikan bahwa corporate governance semakin kuat maka semakin tinggi pula dividend payout ratio. Oleh karena itu, corporate
35
governance yang kuat akan dapat membagikan dividen lebih tinggi sesuai dengan harapan para investor. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini merupakan indikator atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada Badan Usaha Milik Negara yakni: 1.
Pengaruh Komitmen Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Komitmen terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang baik
merupakan perusahaan yang menerapkan corporate governance secara berkala. Direksi menunjuk seorang anggota direksi sebagai penanggung jawab dalam penerapan dan pemantauan tata kelola perusahaan yang baik dengan menggunakan pedoman yang ditandatangani oleh organ BUMN atau dikukuhkan RUPS. Perusahaan diharapkan mampu menciptakan situasi kondusif untuk melakukan corporate governance, serta mampu memberikan kebijakan atas segala ketentuan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan
dan
disampaikan
kepada
RUPS/Pemilik Modal dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas minimal sekali dalam setahun. Pemantauan tata kelola perusahaan yang baik seringkali di pantau oleh komite audit perusahaan. Komite audit ditugaskan untuk memberikan pengawasan pada auditor perusahaan internal dan eksternal, serta memastikan manajemen dalam melakukan tindakan korektif yang tepat secara berkala dan dapat mengontrol kelemahan, ketidaksesuaian dengan kebijakan, hukum dan regulasi. H1: Komitmen penerapan tata kelola perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
36
2.
Pengaruh Pemegang Saham terhadap Kebijakan Dividen Pemegang Saham memiliki peran andil dalam segala sesuatu yang
berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian direksi, yang dimulai dalam melaksanakan penilaian terhadap calon anggota direksi, pengangkatan anggota direksi, menetapkan pengaturan mengenai rangkap jabatan bagi anggota direksi bahkan hingga pemberhentian direksi sesuai dengan peraturan perundangundangan dan/atau anggaran dasar. Struktur kepemilikan pada BUMN dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu (1) kepemilikan pemerintah dan (2) kepemilikan non pemerintah yang terdiri dari kepemilikan manajemen, kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan publik. Menurut Oemar (2014) kepemilikan perusahaan oleh pihak luar mempunyai kekuatan besar dalam perusahaan, karena dapat mempengaruhi perusahaan melalui media masa baik berupa kritikan maupun komentar yang semuanya dianggap sebagai suara publik atau masyarakat. Shleifer dan Vishny (dalam Wulandari, 2006) kepemilikan dalam jumlah besar dapat mendahulukan kepentingan mereka sendiri yang mungkin sekali bertentangan dengan pemilik lainnya. H2: Pemegang saham berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
3.
Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Kebijakan Dividen Dewan Komisaris melaksanakan program pelatihan/pembelajaran secara
berkelanjutan
dalam
rangka
meningkatkan
kompetensi
anggota
dewan
komisaris/dewan pengawas sesuai kebutuhan, sehingga dapat secara jelas melakukan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam menetapkan
37
faktor-faktor yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan mekanisme pengambilan keputusan. Komisaris independen diharapkan dapat mendorong pencapaian tujuan dan sasaran bisnis organisasi sejalan dengan visi, misi, dan strategi perusahaan. Keberadaan komisaris independen dimaksudkan agar mekanisme pengawasan dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Nugrahani dan Nugroho, 2010). Perusahaan yang melakukan kecurangan mempunyai jumlah komisaris independen yang rendah (Wedari, 2004). Tugas komisaris untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan serta tujuan perusahaan dapat tercapai dengan mendorong penerapan praktek tata kelola yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip akuntabilitas
dan
keadilan
karena
dalam
good
corporate
governance
memperhitungkan semua pemegang kepentingan. H3: Dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
4.
Pengaruh Direksi terhadap Kebijakan Dividen Direksi mempunyai tugas untuk menetapkan struktur/susunan organisasi
yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Direksi menetapkan segala kebijakankebijakan operasional dan standar operasional baku (SOP) dan menetapkan mekanisme pengambilan keputusan atas tindakan perusahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. S. Beiner et al. (dalam Wulandari, 2006) menegaskan bahwa dewan direksi merupakan institusi ekonomi yang membantu memecahkan permasalahan agensi, yang melekat dalam perusahaan publik. Selain itu, mereka menegaskan bahwa dewan direktur merupakan mekanisme
38
governance yang penting, karena dewan direksi dapat memastikan bahwa manajer mengikuti kepentingan dewan. Mereka juga menyarankan bahwa dewan direktur yang jumlahnya besar kurang efektif daripada dewan yang jumlahnya kecil. H4: Direksi berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
5.
Pengaruh Pengungkapan Informasi terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan melakukan pengungkapan sebagai wujud pertanggungjawaban
atas kinerjanya. Pengungkapan merupakan salah satu alat penting untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik karena pengungkapan dapat mengurangi ketidakseimbangan informasi yang terjadi. Perusahaan diharapkan mampu menyediakan akses atas informasi perusahaan kepada stakeholders, informasi yang diberikan harus relevan, memadai, dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan berkala. Pengungkapan yang dilakukan perusahaan melalui laporan tahunan yang telah diatur oleh Bapepam baik pengungungkapan wajib (mandatory disclousure) maupun pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). H5: Pengungkapan informasi berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
2.3.2
Pengaruh Cash Position terhadap Kebijakan Dividen Cash position merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning after tax.
Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Dimana dapat dikatakan bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu
39
perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, makin tinggi “dividend payout ratio”nya (Riyanto 2011:267). Marlina dan Clara (2009) menyatakan bahwa pembayaran dividen tunai merupakan arus kas keluar yang memerlukan tersedianya kas yang cukup atau posisi likuiditas harus terjaga sehingga walaupun perusahaan memperoleh laba yang tinggi dan beban hutang beserta bunga yang rendah namun jika tidak didukung posisi kas yang kuat maka kemampuan pembayaran dividen rendah. Oleh sebab itu pihak manajemen dituntut untuk tetap mengelola kasnya atau aktiva-aktiva yang setara dengan kas secara benar sehingga likuiditas perusahaan tidak terganggu. H6: Cash position berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
2.3.3
Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat
penjualan asset dan modal saham tertentu dapat disebut keuntungan perusahaan atau profitabilitas. Laba bersih yang diperoleh perusahaan dari keuntungan maka dapat dibagikan sebagai dividen, sehingga dapat dikatakan profitabilitas berpengaruh terhadap dividen. Oleh karena itu, dividen dari laba bersih (setelah dikurangi pajak) akan mempengaruhi dividend payout ratio, maka semakin tinggi tingkat kemampuan perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat dividen yang akan dibagikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Marlina dan Clara (2009) yang menunjukkan profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap dividend payout ratio. Tetapi berbeda dengan hasil penelitian Sumanti dan Marjam (2015) yang
40
menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen, hal ini terjadi akibat pada tingkat profitabilitas rendah perusahaan tetap membayar dividen untuk menjaga reputasi dimata investor. Sebaliknya, pada perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi cenderung akan membayarkan dividen rendah untuk mengalokasikannya pada laba yang ditahan untuk kepentingan dimasa yang akan datang. Profitabilitas di-proxy-kan dengan Return On Asset (ROA) H7: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
2.3.4
Pengaruh Hutang terhadap Kebijakan Dividen Semakin tinggi hutang perusahaan maka menunjukkan ketergantungan
permodalan perusahaan kepada pihak eksternal, semakin tinggi tingkat resiko keuangan yang ada pada perusahaan sebagai akibat dari semakin tingginya hutang perusahaan. Perusahaan yang beresiko akan membayar dividen rendah dengan maksud untuk mengurangi pendanaan secara eksternal. Pembayaran dividen yang rendah juga menjadi salah satu akibat dari besarnya tingkat hutang perusahaan, karena perusahaan akan mampu membagikan dividen ketika perusahaan tersebut telah melunasi semua kewajibannya. Hal inilah yang menjadikan tingkat hutang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen, karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar hutang yang dimiliki oleh perusahaan, semakin kecil kemampuan untuk membayar dividen. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmawati, Ivonne, dan Paulina (2014) yang menyatakan bahwa hutang berpengaruh signifikan negatif terhadap dividend payout ratio. Artinya makin rendah nilai hutang maka dividen perusahaan akan semakin tinggi, dengan
41
penurunan hutang maka perusahaan lebih memilih untuk melunasi hutang terlebih dahulu daripada membayarkan dividen. Hutang di-proxy-kan dengan Debt to Equity Ratio (DER), semakin besar pendanaan perusahaan berasal dari hutang maka semakin kecil laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham, sehingga semakin kecil pula dividen yang akan diterima. H8: Hutang berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen