BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pecking Order Theory Pecking order theory adalah teori struktur modal yang di rumuskan oleh Myes dan Majluf 1984. Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai (Husnan dan Pudjiastuti, 2012:276). Teori ini mendasari oleh adanya asimetri informasi (asymmetric information), karena manajemen perusahaan mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pemodal. Sehingga mempengaruhi pilihan antara menggunakan dana internal atau eksternal, dan antara menambah hutang atau menerbitkan saham baru. Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sumber dana, biasanya manajer perusahaan memilih untuk menggunakan sumber dana yang dianggap paling mudah dan murah, yaitu menggunakan dana internal terlebih dahulu (laba ditahan) kemudian baru diikuti penerbitan hutang baru, dan akhirnya penerbitan ekuitas baru. Pendanaan internal lebih disukai karena pihak manajemen perusahaan tidak perlu lagi untuk memberikan informasi kepada pihak luar yang berkaitan dengan informasi perusahaan. Brealey and Myers dalam (Husnan dan Pudjiastuti, 2012:278) secara ringkas pecking order theory menyatakan sebagai berikut: 1. Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal
9
10
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan pembagian dividen yang ditargetkan 3. Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang tidak bisa diprediksi menyebabkan dana internal kadang berlebih atau bahkan berkurang untuk investasi. 4. Ketika dibutuhkan pendanaan eksternal, maka perusahaan akan memilih menerbitkan sekuritas yang dianggap paling aman, mulai dari penerbitan obligasi, obligasi yang dapat dikonversi menjadi modal sendiri dan yang terakhir adalah dengan menerbitkan saham baru. 2.1.2 Trade Off Theory Teori ini muncul karena penggabungan teori dari Modigliani dan Miller (MM) yang memasukkan pajak, biaya kebangkrutan dan biaya agensi. Teori ini menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang, sejauh manfaat lebih besar, hutang akan ditambah, tetapi jika pengorbanan lebih besar, maka tidak diperbolehkan menambah hutang. Semakin besar proporsi hutang maka semakin besar manfaat perlindungan pajak yang diperoleh perusahaan, karena pembayaran bunga akan mengurangi pembayaran kena pajak. Hutang menguntungkan bagi perusahaan karena adanya perbedaan perlakuan pajak terhadap bunga serta pembayaran bunga diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan berkurang. Menurut Brigham dan Houston (2006:36) inti trade off ini adalah proporsi hutang memberikan manfaat perlindungan pajak, pada kenyataannya ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya,
11
besarnya proporsi hutang maka semakin besar pula biaya kebangkrutan yang mungkin ditimbulkan, sehingga perusahaan membatasi penggunaan hutang untuk menjaga biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan. Dalam struktur modal biaya kebangkrutan penting, karena struktur modal optimal dapat dicapai oleh perusahaan dengan menyeimbangkan keuntungan dari perlindungan pajak dengan beban dari penggunaan jumlah utang yang semakin besar. Biaya lain yang timbul dari peningkatan hutang adalah biaya agensi (agency cost) yaitu biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian, biaya tersebut muncul akibat konflik yang terjadi antara principal (pemilik perusahaan) dan agen (manajemen). 2.1.3 Signaling Theory (Teori Signal) Menurut Brigham dan Houston (2006:38) signal adalah petunjuk kepada investor mengenai cara pandang manajemen terhadap prospek perusahaan. Signaling theory sendiri merupakan langkah manajemen yang memberikan petunjuk secara eksplisit kepada investor mengenai prospek perusahaan. Jika perusahaan dianggap menguntungkan maka perusahaan tersebut akan mencoba untuk menghindari penjualan saham dan memilih mendapatkan dana dengan cara yang lain. Namun jika prospek perusahaan dianggap kurang menguntungkan, maka perusahaan akan menjual saham lebih sering dari pada biasanya, hal tersebut menimbulkan tanda (signal) bahwa manajemen perusahaan tersebut tidak mempunyai prospek yang menguntungkan serta memberikan sinyal negatif.
12
2.1.4 Struktur Modal Riyanto (2011:22) mendefinisikan struktur modal adalah pembelanjaan permanen di mana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal yang berkaitan dengan keputusan pendanaan yang berasal dari sumber dana internal dan sumber dana eksternal. Dana yang bersumber dari internal perusahaan yaitu berupa laba ditahan dari kegiatan perusahaan sedangkan yang bersumber dari eksternal perusahaan yaitu berupa modal pinjaman atau hutang. Dalam suatu perusahaan, struktur modal merupakan perbandingan antara kewajiban jangka panjang perusahaan dengan modal sendiri. Pada penelitian ini struktur modal dijelaskan dengan menggunakan debt to equity ratio, mencerminkan perbandingan antara total debt (total hutang) dan total shareholder’s equity (total modal sendiri). DER merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan modal yang dimilikinya dan sangat berkaitan dengan penciptaan suatu struktur modal yang dapat mempengaruhi kebijakan pendanaan perusahaan yang tepat guna memaksimalkan nilai perusahaan. Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal, hal ini sebelumnya telah diatur per tanggal 8 Oktober 1984 dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan. Adapun penetapan besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri (debt equity ratio) ditetapkan setinggi-tingginya tiga dibanding satu (3:1). Namun, pada
13
tanggal 8 Maret 1985 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia 254/KMK.01/1985 yang berisi mengenai penangguhan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:1002/KMK.04/1984 dengan alasan bahwa dengan penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri untuk keperluan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat dan berlaku umum dikuatirkan akan menghambat perkembangan dunia usaha. Kemudian pada 9 September 2015 baru ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang Dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan. Besarnya perbandingan antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1). Ketentuan ini berlaku mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2016. Ketentuan ini berlaku Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham. Terdapat beberapa pengecualian dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal, yaitu: 1. Wajib Pajak bank; 2. Wajib Pajak lembaga pembiayaan; 3. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi; 4. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi
hasil,
kontrak
karya,
atau
perjanjian
kerjasama
pengusahaan
pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau
14
mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan 5. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan 6. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur. Menurut Brigham dan Houston (2006:42) terdapat beberapa faktor pertimbangan dalam membuat keputusan struktur modal, antara lain: 1. Stabilitas Penjualan. Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2. Struktur Aktiva. Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. 3. Leverage Operasi. Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil. 4. Tingkat Pertumbuhan. Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang, yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang.
15
5. Profitabilitas. Perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi menggunakan hutang yang relatif sedikit. 6. Pajak. Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan utang. 7. Pengendalian. Manajemen dihadapkan pada pilihan penggunaan hutang untuk pendanaan baru, atau memutuskan menggunakan ekuitas. Penggunaan ekuitas pada kondisi keuangan yang tidak stabil menyebabkan memungkinkan perusahaan untuk tidak dapat membayar hutangnya. 8. Sikap Manajemen. Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif dari pada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah utang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha mengejar laba yang lebih tinggi. 9. Sikap Pemberi Pinjaman dan Agen pemberi Peringkat. Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. 10. Kondisi Pasar. Kondisi pasar saham dan obligasi yang mengalami perubahan baik dalam jangka pendek dan panjang dapat memberikan arti yang penting dalam struktur modal sebuah perusahaan yang optimal.
16
11. Kondisi Internal Perusahaan. Kondisi internal perusahaan juga memiliki pengaruh pada sasaran struktur modal . 12. Fleksibilitas keuangan. Sebuah perusahaan harus menjaga fleksibilitas keuangan, dalam hal ini menjaga kepasitas pinjaman cadangan yang memadai.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi struktur modal yaitu, Growth Opportunity, Profitabilitas dan Kebijakan Dividen. 1. Growth Opportunity Prasetya dan Asandimitra (2014) mendifinisikan growth sebagai suatu kesempatan
yang dimiliki
mengembangkan dirinya dalam pasar sehingga
opportunity
oleh
perusahaan
dapat
meningkatkan
dalam nilai
perusahaan dimasa depan. Suatu perusahaan yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan akan membutuhkan dana yang besar. Karena kebutuhan dana makin besar, maka perusahaan akan lebih cenderung menahan sebagian besar pendapatannya. Tingkat pertumbuhan yang cepat mengidentifikasikan bahwa perusahaan sedang mengadakan ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang cepat seringkali harus meningkatkan aset tetapnya, karena pertumbuhan aset tetap perusahaan dari satu periode ke periode selanjutnya menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, sehingga pertumbuhan aset berpengaruh pada kondisi modal perusahaan yang menyebabkan perbandingan antara modal dan hutang akan
17
berubah. Perubahan modal tersebut dikarenakan perusahaan ingin meningkatkan tingkat produksi dengan penambahan aset tetap, sedangkan aktiva lancar perusahaan menunjukkan jumlah yang kurang memadai untuk keberlangsungan produksi perusahaan, ketika pendanaan internal (laba ditahan) dirasa kurang memadai untuk penambahan aset perusahaan maka salah satunya adalah dengan menggunakan pendanaan eksternal (hutang). 2. Profitabilitas Sartono (2001:122) mendefinisikan profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaannya dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, selain itu perusahaan juga harus dapat mengadakan efektivitas dan efisiensi dalam melakukan operasionalnya. Peningkatan produktivitas dengan melakukan program efektivitas dan efisiensi merupakan langkah yang diambil perusahaan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan. Rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian ini adalah return on asset (ROA), yaitu perbandingan antara laba bersih perusahaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Brigham dan Houston (2006:43) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan hutang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan
18
menggunakan hutang dalam jumlah rendah, dan sebaliknya. Sementara Hardiningsih dan Oktaviani (2012) menyatakan bahwa profit yang diperoleh perusahaan bisa merupakan dana yang tersedia untuk melakukan investasi ataupun dibagi kepada para pemegang saham. 3. Kebijakan Dividen Menurut Riyanto (2011:265) kebijakan dividen berkaitan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara pembayaran kepada pemegang saham sebagai dividen atau ditahan dalam perusahaan (retained earning). Dividen dapat diukur dengan menggunakan dividend payout ratio yang merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham. Semakin tinggi dividend payout ratio berarti semakin menguntungkan bagi investor, tetapi bagi pihak manajemen, hal tersebut akan mengurangi sumber modal internal perusahaan karena akan mengurangi laba ditahan, sehingga makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali didalam perusahaan yang berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang melakukan kebijakan dividen yang stabil akan memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang. Selain itu kondisi keuangan perusahaan dapat digambarkan oleh pembayaran dividen hanya jika perusahaan mendapatkan laba dan memiliki dana internal yang memadai, namun tidak menutup kemungkinan perusahaan akan tetap membagikan dividen walaupun perusahaan menderita kerugian, guna meningkatkan nilai perusahaan (Joni dan Lina, 2010).
19
2.1.6 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan struktur modal terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitiannya antara lain: 1. Selfiana (2016) meneliti tentang pengaruh growth opportunity, profitabilitas dan struktur aset terhadap struktur modal pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa growth opportunity dan struktur aset memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap struktur modal, sementara profitabilitas tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 2. Puspita dan Kusumaningtias (2010) meneliti tentang pengaruh struktur aset, profitabilitas dan kebijkan dividen terhadap struktur modal pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur aset dan profitabilitas berpengaruh, sementara kebijkan dividen tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 3. Nurrohim (2008) meneliti tentang analisis pengaruh profitabilitas, fixed asset ratio, control kepemilikan dan struktur aktiva terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas dan kontrol kepemilikan berpengaruh berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal, sementara fixed asset ratio dan struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 4. Seftianne dan Handayani (2011) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan publik sektor manufaktur
20
menunjukkan bahwa profitabilitas, likuiditas, risisko bisnis, kepemilikan managerial, dan struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal, sementara growth opportunity dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 5. Prasetya dan Asandimitra (2014) meneliti tentang pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, growth opportunity, likuiditas, struktur asset, resiko bisnis, dan non debt tax shield terhadap struktur modal pada perusahaan subsektor barang konsumsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh
signifikan
terhadap
struktur
modal,
sedangkan
ukuran
perusahaan, growth opportunity, likuiditas, struktur asset, resiko bisnis, dan non debt tax shield tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 6. Joni dan Lina (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang memepengaruhi struktur modal pada perusahaan publik sektor non keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa growth (pertumbuhan aktiva), profitabilitas, struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap struktur modal, sedangkan ukuran perusahaan, risiko bisnis, dan dividen tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 7. Sumani dan Rachmawati (2012) meneliti tentang analisis struktur modal dan beberapa faktor yang memepengaruhi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal, sedangkan kebijakan dividen, profitabilitas, dan leverage operasi berpengaruh terhadap struktur modal.
21
2.2 Rerangka Pemikiran Dalam rerangka pemikiran ini penulis menjelaskan tentang struktur modal menggunakan 3 teori yaitu, pecking order theory, trade off theory dan signaling theory.
Pendanaan Perusahaan
Internal
Eksternal
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan
Growth Opportunity
Profitabilitas
Pecking Order Theory
Trade-off Theory
Struktur Modal
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Kebijakan Dividen
Signaling Theory
22
2.3 Perumusan Hipotesis 1. Pengaruh Growth Opportunity terhadap Struktur Modal Perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi menimbulkan kepercayaan investor lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki peluang rendah. Perusahaan akan melihat prospek yang akan diperoleh dimasa mendatang, dengan cara melihat peluang pertumbuhan perusahaan, peluang pertumbuhan dalam perusahaan akan menyebabkan perusahaan untuk terus mengembangkan usahanya yang membutuhkan banyak dana, sehingga dalam rangka meraih peluang, perusahaan akan melakukan pinjaman dari pihak luar untuk mendanai perusahaannya (Seftianne dan Handayani, 2011). Sesuai dengan pecking order theory yang mengatakan bahwa perusahaan akan menggunakan urutan pendanaan internal terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, namun jika dirasa belum cukup perusahaan akan menggunakan pendanaan eksternal, karena tingkat pertumbuhan yang cepat mengidentifikasikan bahwa perusahaan sedang mengadakan ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Setiana (2012). Junita et al (2014) yang menyatakan bahwa growth opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Joni dan Lina (2010) juga memperoleh hasil bahwa growth opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal. Maka dapat dibuat hipotesis : H1 : Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal.
23
2.Pengaruh Profitabilis terhadap Struktur Modal Profitabilitas merupakan kemampuan sutau perusahaan untuk memperoleh laba (keuntungan), rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian ini adalah return on asset (ROA), yaitu perbandingan antara laba bersih perusahaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Profitabilitas merupakan keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionlanya, sehingga dapat menarik investor agar menanamkan dananya guna pengembangan perusahaan. Setiana (2012). Hadianto dan Tayana (2010) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap struktur modal. Hasil ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih dan Oktaviani (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan hutang, hasil ini mengindikasikan bahwa pada tingkat profitabilitas rendah perusahaan tidak menggunakan hutang untuk membiayai operasionalnya, sebaliknya pada tingkat profitabilitas tinggi perusahaan menambah penggunaan hutang agar memperoleh penghematan pajak yang sesuai dengan trade off theory. Perusahaan yang mempunyai profit yang semakin besar akan merasa bahwa mereka mempunyai kesempatan yang cukup besar untuk bisa lebih mengembangkan usahanya. Untuk mecukupi kebutuhan investasi yang besar tersebut memerlukan dana tambahan yang bersumber dari hutang. Maka dapat dibuat hipotesis : H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap struktur modal.
24
3. Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Struktur Modal Kebijakan dividen sutau perusahaan sering dianggap sebagai sinyal bagi investor dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan, besar kecilnya jumlah dividen yang dibagikan dianggap sebagai sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek baik atau buruk kedepannya, hal ini sesuai dengan signaling theory. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen, maka pembayaran dividen tersebut akan mengurangi terhadap laba ditahan (retain earning), sehingga akan mengurangi pendanaan internal perusahaan, demikian sebaliknya, sehingga kebijakan dividen akan berkaitan dengan struktur modal. Hubungan dividen payout ratio dengan struktur modal adalah, apabila dividen payout ratio tinggi maka jumlah laba bersih yang akan ditahan sebagai laba ditahan akan berkurang sehingga sumber pembiayaan internal perusahaan akan semakin kecil dan perusahaan akan mencari sumber dana yang berasal dari eksternal. Wimelda dan Marlinah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul variabel-variabel yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan publik sektor non keuangan memperoleh hasil bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap struktur modal. Hal ini didukung oleh penelitian Sumani dan Rachmawati (2012) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap struktur modal. Maka dapat dibuat hipotesis : H3 : Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap struktur modal