BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi, keadaan penyakit, fungsi endokrin, atau stres dapat berpengaruh terhadap menstruasi yang normal.1 Salah satu tanda perkembangan pubertas adalah menarche. Dari data Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) umur rata-rata menarche pada anak remaja Amerika adalah 12,43 tahun.17-19 Walaupun hampir 90% remaja perempuan mencapai menarche saat stadium pubertas menurut Tanner stadium 4, masih dijumpai rata-rata perbedaan 2 tahun antara awal perkembangan payudara dengan terjadinya menarche.1,20 Menstruasi merupakan suatu hal yang berulang, akibat adanya interaksi hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofise dan ovarium. Lamanya siklus menstruasi adalah jumlah hari mulai hari pertama keluarnya darah sampai menstruasi pada siklus berikutnya. Rata-rata lama siklus menstruasi 21 sampai 35 hari dengan rata-rata keluarnya darah 3 sampai 7 hari dan kehilangan darah 30 sampai 40 ml setiap hari.11,20-22 Siklus menstruasi dapat dibedakan menjadi 2 fase yakni fase folikular atau proliferatif dan fase luteal atau sekresi. Fase folikular atau proliferatif
4 Universitas Sumatera Utara
5
disebut juga fase estrogen, dimulai pada hari ke-5 setelah menstruasi dan berlangsung selama 11 hari. Pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH)
dari
hipotalamus
menstimulasi
kelenjar
hipofise
mensekresi
luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) yang kemudian menstimulasi pertumbuhan folikel ovarium. Folikel ini dominan menghasilkan estrogen yang merangsang pertumbuhan endometrium. Sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat sehingga memicu terjadinya ovulasi.11,20-22 Fase luteal atau sekresi disebut juga fase progesterone, terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama 12 hari.11 Karakteristiknya dijumpai adanya korpus luteum. Korpus luteum ini mensekresi progesteron dalam jumlah yang banyak dan sedikit estrogen. Progesteron bekerja berlawanan dengan efek estrogen, yakni menghambat proliferasi dan menghasilkan perubahan glandular untuk menerima implantasi dari ovum yang telah dibuahi. Bila tidak terjadi pembuahan dan produksi human chorionic gonadotropin (HCG), korpus luteum tidak akan bertahan. Regresi dari korpus luteum ini mengakibatkan penurunan progesteron dan estrogen yang memicu penipisan lapisan
endometrium
sehingga
terjadi
menstruasi.20-22
Gambar
2.1
memperlihatkan perubahan kadar hormon dan endometrium yang terjadi selama siklus menstruasi yang normal.
Universitas Sumatera Utara
6
Gambar 2.1. Kadar hormon dan perubahan endometrium selama siklus menstruasi11
2.2. Patofisiologi Dismenore Primer Dismenore primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dari miometrium yang diinduksi oleh prostaglandin tanpa adanya kelainan patologis pelvis.2,7,8,10 Pada remaja dengan dismenore primer akan dijumpai peningkatan produksi prostaglandin oleh endometrium. Pelepasan prostaglandin terbanyak selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan dengan beratnya gejala yang terjadi.2,7,11 Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan beratnya gejala dismenore adalah usia yang lebih muda saat terjadinya menarche, periode
Universitas Sumatera Utara
7
menstruasi yang lebih lama, banyaknya darah yang keluar selama menstruasi, perokok, riwayat keluarga dengan dismenore. Obesitas dan penggunaan alkohol juga dihubungkan dengan terjadinya dismenore primer.7,8 Wang L dkk melaporkan hubungan yang bermakna antara stres dengan peningkatan insiden beratnya gejala dismenore yang terjadi.23 Prostaglandin F2α (PGF2α) adalah perantara yang paling berperan dalam terjadinya dismenore primer. Prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium yang kuat serta efek vasokontriksi pembuluh darah. Peningkatan
PGF2α
dalam
endometrium
diikuti
dengan
penurunan
progesteron pada fase luteal membuat membran lisosomal menjadi tidak stabil
sehingga
melepaskan
enzim
lisosomal.
Pelepasan
enzim
ini
menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2 yang berperan pada konversi fosfolipid menjadi asam arakidonat. Selanjutnya menjadi PGF2α dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase dengan perantara prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2). Peningkatan kadar prostaglandin ini mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi.8,11,20,24 Hubungan antara prostaglandin, aktivitas miometrium, iskemik uterus dengan terjadinya nyeri dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.2. Patofisiologi dari dismenore primer8
2.3. Diagnosis Dismenore Primer Anamnesis yang diperlukan mencakup usia saat terjadinya menarche, keteraturan menstruasi, lamanya periode menstruasi, perkiraan perdarahan yang terjadi, perdarahan di antara siklus menstruasi dan beratnya nyeri. Disamping itu juga hubungannya dengan aktivitas fisik dan sosial, serta riwayat seksualitas sebelumnya.7 Nyeri yang terjadi harus dijelaskan mengenai tipe, lokasi, penjalaran, dan hubungannya dengan gejala lain.8 Dismenore primer umumnya terjadi dalam 6 sampai 12 bulan setelah menarche. Nyeri kram di perut bawah dan menjalar ke arah paha dan daerah pinggang merupakan gejala yang tersering. Sakit kepala, mual, konstipasi atau diare, dan muntah kadang dapat terjadi. Karakteristik nyeri dijumpai pada hari pertama dari menstruasi, bersamaan dengan keluarnya darah menstruasi. Gejala puncak dalam 24 jam dan menghilang setelah 2 hari.3,5,7,11 Perbedaan gambaran klinis dismenore primer dan sekunder seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut:
Universitas Sumatera Utara
9
Tabel 2.1. Perbedaan gambaran klinis dismenore primer dan sekunder3 Dismenore primer
Dismenore sekunder
Onset singkat setelah menarche
Onset dapat terjadi kapan saja setelah menarche (khasnya setelah 25 tahun)
Nyeri kram di perut bawah atau pelvis Waktu dari nyeri berubah-ubah sepanjang dengan awal keluarnya darah selama 8-72 jam siklus menstruasi Pola nyeri sama setiap siklus
Memburuk setiap waktu, dapat unilateral, dapat memburuk pada waktu berkemih
Nyeri pada paha dan pinggang, sakit kepala, diare, mual dan muntah dapat dijumpai
Dijumpai gejala ginekologi: dispareunia dan menorragia
Tidak dijumpai kelainan patologis pelvis
Dijumpai abnormalitas pelvis patologis
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak dibutuhkan dalam mendiagnosis dismenore primer. Pemeriksaan yang mendetail hanya dilakukan bila dari gejala klinis disangkakan suatu dismenore sekunder.8
2.4. Pengobatan Dismenore Primer Tujuan pengobatan dismenore primer adalah mengurangi nyeri atau gejala yang timbul oleh karena peningkatan produksi prostaglandin,3 sehingga pemberian obat yang menghambat sintesis prostaglandin dan mempunyai efek analgesik merupakan pilihan.7 Pengobatan
dengan
menggunakan
analgesik,
OAINS
dan
penghambat spesifik COX-2 bekerja dengan mengurangi aktivitas cyclooxygenase sehingga menghambat produksi prostaglandin, sedangkan kontrasepsi oral bekerja dengan menghambat terjadinya ovulasi.3,7,14 Penghambat spesifik COX-2 yang sudah dilaporkan adalah rofecoxib25 dan
Universitas Sumatera Utara
10
valdecoxib.26 Pada pemberian kontrasepsi oral dosis rendah menunjukkan perbaikan dismenore dihubungkan dengan rasa nyeri yang terjadi.27,28 Pengobatan lain yang umum dipakai adalah latihan fisik, pemanasan daerah
pelvis,
intervensi
tingkah
laku,
suplemen
diet
atau
obat
tradisional.3,8,11,29 Latihan fisik dapat meningkatkan aliran darah ke daerah pelvis sehingga menstimulasi pelepasan β endorfin yang bekerja sebagai analgesik nonspesifik. Penempelan panas dengan suhu 39°C selama 12 jam terbukti sama efektifnya dengan penggunaan ibuprofen.3,8,14 Studi acak tersamar ganda manfaat obat tradisional cina (Si Wu Tang) di Taiwan mendapatkan hasil tidak berbeda bermakna dibanding plasebo dalam mengurangi dismenore yang terjadi.30 Pengobatan dismenore secara akupunktur terbukti efektif pada penderita yang sudah tidak respons terhadap OAINS dan kontrasepsi oral.31-32 Algoritma pengobatan pada dismenore primer ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.3. Algoritma pengobatan dismenore primer12
2.5. Peranan Vitamin E dalam Pengobatan Dismenore Primer Vitamin E adalah pemutus rantai antioksidan yang larut dalam lemak, dengan aktivitas antioksidan yang terdiri dari 4 komponen tocopherols (α,β,γ,δ) dan 4 komponen tocotrienols (α,β,γ,δ) dengan struktur komponen dan aktifitas antioksidan yang dilihat pada gambar dibawah ini. Komponen yang paling banyak ditemukan secara alamiah adalah α-tocopherol yang bekerja mencegah terjadinya peroksida dari asam lemak jenuh.15,33
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 2.4. Struktur molekul komponen vitamin E15
Vitamin E bekerja dengan mempengaruhi pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dan konversi menjadi prostaglandin terhambat melalui enzim phospholipase A2 dan cyclooxygenase. Prostaglandin F2α adalah hormon yang paling berperan dalam menyebabkan dismenore karena terjadi vasokonstriksi dan kontraksi miometrium.15,24 Vitamin E juga berperan dalam menghambat protein kinase C yang merupakan suatu protein yang mengatur kerja enzim phospholipase A2.16
Universitas Sumatera Utara
13
2.6. Kerangka Konseptual
Fosfolipid Enzim fosfolipid A2
Vitamin E
Asam arakidonat Enzim cyclo-oxygenase-2
OAINS Penghambat COX-2
PG F2α PG E2
Vasopresin
Kontraksi miometrium Vasokonstriksi pembuluh darah
Obstruksi Serviks
Iskemik Uterus Primer Dismenore Sekunder
Faktor tidak diketahui Psikologis Usia menarche Faktor genetik Obesitas Konsumsi alkohol atau rokok
- Onset singkat setelah menarche - Nyeri kram perut bawah/ pelvis - Pola nyeri sama tiap siklus - Nyeri paha dan pinggang, sakit kepala, diare, mual dan muntah - Tidak dijumpai kelainan patologis pelvis
Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian
Keterangan gambar: Æ hal yang diteliti
Universitas Sumatera Utara