BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perkembangan Komoditi Kelapa Sawit Indonesia
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mempunyai peran yang sangat strategis dari sisi ekonomi antara lain sebagai komoditas untuk peningkatan ekspor, penyerapan kesempatan kerja, menekan jumlah penduduk miskin, mendorong pusat pertumbuhan wilayah, mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, dan lain-lain. Disamping itu, banyaknya permintaan CPO sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biodiesel) maka semakin menambah kuatnya permintaan terhadap hasil produksi kelapa sawit.
Sejak tahun 2007, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar dunia. Produksi CPO Indonesia pada tahun 2008 mencapai 20 juta ton. Sebanyak 5 – 5,5 juta ton diserap pasar domestik, dan sekitar 4 juta ton diantaranya diproses menjadi minyak goreng. Pada saat ini kapasitas terpakai industri pengolahan CPO baru mencapai 54% Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO ini, maka diperlukan usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir. Pengolahan CPO menjadi produk hilir memberikan nilai tambah tinggi. Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak goreng dan margarin. Produk non pangan terutama oleokimia.
Minyak kelapa sawit
banyak
mengandung
senyawa-senyawa kimia
diantaranya yaitu asam palmitat (40 - 46%), asam stearat (3,6 - 4,7%), asam oleat(39 – 45%), asam miristat (1,1 - 2,5%) dan asam linoleat (7 - 11%) (Ketaren, 1986).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Oleokimia
Oleokimia pada dasarnya merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi maupun sabun. Beberapa produk oleokimia dapat dihasilkan dari petrokimia yang merupakan oleokimia sintetik, misalnya alkohol asam lemak dapat diperoleh dari etilen dan gliserol dari propilen, sedangkan yang dimaksud dengan oleokimia alami merupakan turunan dari lemak dan minyak (Richler, M.J, 1984).
Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit. Olahan kelapa sawit yang digolongkan dalam oleokimia sebagai berikut: a. fatty acid, fatty alcohol, dan fatty amin. b. metil ester (biodiesel) c. gliserol d. ethoxylate dan epoxylate
Bahan-bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan bahan baku pada industri-industri yang memerlukannya, mulai dari industri kosmetika sampai industri aspal (PS, 1997).
2.3
Asam Karboksilat
Asam karboksilat adalah segolongan senyawa organik yang dicirikan oleh gugus karboksil. Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil. Rumus umum dari asam karboksilat yaitu RCOOH, dimana –COOH adalah gugus fungsi karboksilat yang menandai sifat keasamannya sedangkan R dapat berupa hidrogen, gugus alkil atau gugus aril. Asam karboksilat tergolong asam karena senyawa ini mengion dalam larutan, menghasilkan ion karboksilat dan proton:
Universitas Sumatera Utara
O
O R
C
OH
R
C
O-
+
H+
Anion karboksilat R-COO- biasanya diberi nama dengan akhiran –ate, sebagai contoh asam asetat menjadi ion asetat. Tatanama menurut IUPAC, asam karboksilat berakhiran –oat atau –at, contohnya; asam heksadekanoat. Pemberian nama berdasarkan sistem trivial menggunakan huruf yunani α, β, γ, δ, ε dan seterusnya dimulai dari karbon yang berada disebelah atom karbon gugus karboksilat (Riswiyanto, 2009).
Sifat kimia yang paling menonjol dari asam karboksilat adalah keasamannya. Dibandingkan dengan asam mineral seperti HCl dan HNO3, asam karboksilat adalah asam lemah dengan pKa sekitar 5. Namun asam karboksilat lebih bersifat asam daripada
alkohol
atau
fenol,
terutama
karena
stabilisasi-resonansi
anion
karboksilatnya, RCOO-. Struktur asam karboksilat berbentuk planar, karena atom kerboksilat mempunyai hibridisasi sp2. bentuk planar karboksilat terjadi pada ikatan C-C-O dan O-C-O dengan membentuk sudut kira-kira 1200C.
Asam karboksilat memiliki struktur gugus karbonil yang sesuai untuk membentuk dua ikatan hidrogen antara sepasang molekul. Sepasang molekul asam karboksilat yang saling berikatan hidrogen disebut dengan dimer asam karboksilat. Karena kuatnya ikatan hidrogen ini (± 10 kkal/ mol untuk 2 ikatan hidrogen), asam karboksilat dijumpai dalam bentuk dimer. O –––– H
O CCH3
CH3C O
H –––– O
Suatu dimer asam karboksilat
Sifat fisis asam karboksilat tercermin dari ikatan hidrogen yang kuat antara molekul-molekul asam karboksilat. Asam-asam yang berbobot molekul rendah larut dalam air maupun dalam pelarut organik.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu asam karboksilat yang banyak terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam palmitat. Rata – rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat dari tabel berikut : Asam Lemak Asam kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat
Minyak Kelapa Sawit (%) 1,1 40 3,6 39 7 -
2.5 46 4,7 45 11
Minyak Inti Sawit (%) 3 - 4 3 - 7 46 - 52 14 - 17 6,5 - 9 1,0 - 2,5 13 - 19 0,5 - 2
Tabel 1. komposisi asam lemak minyak kelapa sawit (Ketaren, 1986) Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitat berwujud padat berwarna putih. Titik leburnya 63,1°C. Asam palmitat adalah produk awal dalam proses biosintesis asam lemak. Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah.
2.4
Amida
Amida adalah suatu senyawa yang mepunyai suatu nitrogen trivalen yang terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama dari nama asam karboksilat induknya dengan mengubah imbuhan asam (-oat atau -at) manjadi -amida (Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S. 1986). Didalam gugus fungsi amida, atom nitrogen terikat pada gugus karbonil. Jika dua ikatan bebas atom nitrogen mengikat amida, maka senyawa itu disebut amida sederhana. Jika salah satu atau kedua ikatan bebas atom nitrogen mengikat gugus alkil atau gugus aril, senyawa yang demikian disebut amida tersubstitusi. Gugus karbonil dan ikatan nitrogen dihubungkan sebagai ikatan amida.
Universitas Sumatera Utara
Ikatan ini sangat stabil, dan ditemukan unit perulangan molekul protein, nylon dan produk – produk polimer lainnya.
O
O
C
O
C N
C NH2
Amida Sederhana
Gugus Amida
NHR Amida tersubstitusi ( Hill , 1993)
Amida mempunyai sifat fisik yaitu berbentuk padat kecuali formamida yang berbentuk cair, tidak berwarna dan larut dalam pelarut-pelarut organik.Amida dapat dibuat dengan mereaksikan ester dengan amoniak cair, tetapi reaksi ini berjalan dengan lambat dibandingkan dengan reaksi antara halida asam atau anhidrida dan amonia. Reaksi pembuatan amida adalah sebagai berikut: O R-C Cl Asil klorida O R-C O
R’NH2
O R’NH2
R-C
R-C
NR2
O Anhidrida asam O R-C OR Ester
R’NH2
(Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1986).
Selain dari ketiga reaksi diatas, senyawa amida dapat juga diperoleh dengan mereaksikan asam karboksilat dengan ammoniak encer sehingga terbentuk garam ammonium yang kemudian dipanaskan sampai terjadi dehidrasi untuk menghasilkan amida (Wilbraham, et al, 1992)
Universitas Sumatera Utara
O
O R
C
OH
+ NH3
R
O ONH4
C
R
+
C
NH + H2O 2
Amida primer dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hardacid yang mudah bereaksi dengan hard-base CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan RC+=O yang lebih soft-acid dibandingkan H+ membentuk amida (Ho, T.,1977). Reaksinya adalah sebagai berikut:
O R-C
O +
NH3
OCH3
R-C
+ CH3OH NH2
2.4.1 Reaksi Senyawa Amida
Amida merupakan turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, dimana gugus OH diganti dengan gugus -NH2 atau amonia. Amida merupakan suatu basa sangat lemah dengan pKb bernilai 15-16. Struktur-struktur resonansi untuk suatu amida menunjukkan bahwa nitrogen suatu amida tidak bersifat basa maupun nukleofilik (Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1986). Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intermolekular selama masih terdapat hidrogen yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini juga sangat istimewa karena nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu membentuk sebuah ikatan π dengan karbon karbonil. Pelepasan elektron ini menstabilkan hibrida resonansi (Bresnick, S.M.D., 1996).
Universitas Sumatera Utara
Senyawa amida telah banyak digunakan dalam industri yaitu sebagai surfaktan non ionik yang dapat digunakan sebagai bahan aditif pembuatan sampo contohnya adalah alkanolamida, amida digunakan dalam pembuatan pembuatan alat listrik contohnya nomex yaitu suatu poliamida yang rangka karbonnya terdiri dari cincin aromatik, amida sebagai serat untuk produksi tekstil, serat ban contohnya nilon 6 (Wilbraham, et al, 1992). Amida digunakan sebagai bahan baku setengah jadi untuk produksi fatty nitril dan fatty amina serta amida juga digunakan dalam industri obatobatan. Palmitamida, stearamida dan oleoamida digunakan sebagai bahan penyerasi pada penguatan karet alam dengan silika (Surya, I. dkk, 2008).
2.5
Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai kesetimbangan, tanpa mengubah nilai kesetimbangan dan tidak ikut bereaksi (Cotton dan Wilkinson,1989). Secara kimiawi, katalis tidak berubah dalam reaksi kimia, akan tetapi dapat mengalami perubahan fisik dengan komposisi yang tetap seperti sediakala. Entalpi reaksi dan faktor-faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan produk, sehingga tidak dapat diubah dengan katalis. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Jumlah katalis yang digunakan dalam reaksi sangat sedikit yaitu 1/100 dari mol sampel dan katalis akan bekerja efektif pada suhu optimum (Syukri, 1999).
Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menilai baik atau tidaknya suatu katalis, diantaranya adalah: Aktifitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk yang diinginkan. Selektifitas,
yaitu
kemampuan katalis mempercepat reaksi yang diinginkan di antara beberapa reaksi yang mungkin terjadi. Yield, yaitu jumlah produk yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan yang terkonsumsi. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktifitas dan selektifitas seperti keadaan semula. Kemudahan diregenerasi,
yaitu proses
mengembalikan aktifitas dan selektifitas katalis seperti semula.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Sifat Katalitik Unsur-unsur Transisi
Logam transisi dan senyawa-senyawanya dapat berfungsi sebagai katalis karena memiliki kemampuan mengubah tingkat oksidasi dan dapat mengadsorpsi substansi yang lain pada permukaan logam dan mengaktivasi substansi tersebut selama proses berlangsung. Katalis dibagi menjadi dua bagian yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase sama dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya (Syukri, 1999).
2.5.1.1 Katalis Homogen
Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan pembentukan senyawa-senyawa kompleks antara yang bersifat tidak stabil dalam tahap-tahap reaksi. Katalis dengan reaktan membentuk kompleks antara yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif membentuk produk baru dengan disertai pelepasan kembali katalisatornya. Oleh karena itu, unsur-unsur transisi sangat berperan dalam reaksi katalitik karena sifatnya mudah membentuk senyawa kompleks. Katalis homogen merupakan kelarutan dari molekul-molekul di dalam reaktan yang biasanya berada dalam keadaan cair.
Keuntungan menggunakan katalis homogen yaitu katalis homogen mudah dikarakterisasi dan katalis mudah terdispersi secara efektif sehingga semua molekul dapat bereaksi dengan reaktan. Tetapi katalis ini sulit dipisahkan dari produk dan dapat terjadi korosi yang mengakibatkan hilangnya katalis pada saat perolehan kembali katalis (Gates, dkk, 1979).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.2 Katalis Heterogen
Katalis heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya berlangsung pada suhu tinggi. Oleh karena logam-logam transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat, maka dapat memenuhi syarat untuk berperan sebagai katalisator. Salah satu keuntungan memakai katalis heterogen adalah bahwa produk reaksi langsung terpisah dari fase katalisnya, sehingga tidak memerlukan tahapan pemisahan khusus. Katalisastor padatan ini dapat berupa logam murni, paduan maupun senyawa oksidanya (Sugiyarto, K.H.dan Suyanti, R.D., 2010).
Selain
memberikan permukaan yang
luas,
fase padat
dimaksudkan
memberikan bentuk pori-pori yang sesuai untuk media terjadinya reaksi secara efektif. Untuk itu, katalisator dapat dibuat dalam bentuk serbuk yang disebarkan pada suatu wadah atau suporter. Interaksi molekul-molekul gas reaktan dengan logam katalis dibedakan dalam dua jenis, fisisorpsi dan kemisorpsi. Pada fisisorpsi, molekulmolekul gas reakstan sekedar mengumpul terkonsentrasi pada permukaan loronglorong katalis. Sedangkan jenis kemisorpsi, molekul-molekul gas reaktan terpecah ikatannya sebagian atau seluruhnya karena melekat berikatan secara lemah dengan logam katalis, sehingga ikatan menjadi lemah atau reaktan berubah menjadi atomatomnya yang bersifat aktif sehingga dengan mudah dapat membentuk ikatan baru antar reaktan. Logam-logam transisi mempunyai kecenderungan lebih mudah melakukan kemisorpsi terhadap molekul gas-gas tertentu relatif terhadap logamlogam lain sehingga cocok dipakai sebagai katalisator. Contoh skematik kemisorpsi molekul gas H2 pada permukaan logam Ni ditunjukkan pada gambar berikut ini: H
H
H
H
Ni
Gambar 1. Model kemisorpsi molekul gas H2 pada permukaan logam nikel
Universitas Sumatera Utara
Molekul atau atom reaktan yang mengalami fisisorpsi ataupun kemisorpsi ternyata dapat melakukan migrasi pada permukaan dengan aktif sehingga interaksi antara molekul-molekul atau atom-atom reaktan terjadi lebih aktif membentuk molekul produk; molekul produk ini kemudian akan mengalami desorpsi (pelepasan) dari permukaan logam katalisnya (Sugiyarto, K.H.dan Suyanti, R.D., 2010).
Salah satu contoh katalis heterogen adalah katalis nikel. Nikel merupakan logam transisi yang berada pada golongan VIIIB dan telah digunakan sebagai katalis. Penggunaan nikel telah banyak dikenal dalam reaksi organik yaitu sebagai katalis heterogen. Katalis nikel sebagai contoh nikel raney sering digunakan untuk reduksi katalitik (Cotton dan Wilkinson,1989)
Nikel Raney adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran halus aloi nikel-alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Katalis ini dikembangkan pada tahun 1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney sebagai katalis alternatif untuk hidrogenasi minyak nabati pada berbagai proses industri. Baru-baru ini, katalis nikel digunakan sebagai katalis heterogen pada berbagai macam sintesis organik, umumnya untuk reaksi hidrogenasi.
Katalis nikel sering juga disebut dengan katalis kerangka atau katalis logam spons digunakan untuk merujuk pada katalis yang mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang mirip dengan nikel Raney. Nikel Raney dihasilkan ketika aloi nikelaluminium diberikan natrium hidroksida pekat. Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar kebanyakan aluminium dalam aloi tersebut. Struktur berpori-pori yang ditinggalkan mempunyai luas permukaan yang besar, menyebabkan tingginya aktivitas katalitik katalis ini. Katalis ini pada umumnya mengandung 85% nikel berdasarkan massa, berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom aluminium. Aluminium membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara keseluruhan.
Secara makroskopis, nikel Raney terlihat sebagai bubuk halus yang berwarna kelabu. Secara mikroskopis, setiap partikel pada bubuk ini terlihat seperti jaring tiga dimensi, dengan ukuran dan bentuk pori-pori yang tidak tentu yang dibentuk selama proses pelindian. Nikel Raney secara struktural dan termal stabil, serta mempunyai
Universitas Sumatera Utara
luas permukaan BET yang besar. Sifat-sifat ini merupakan akibat langsung dari proses aktivasi, yang juga mengakibatkan aktivitas katalitik katalis yang relatif tinggi.
Selama proses aktivasi, aluminium diukeluarkan dari fase NiAl3 dan Ni2 Al3 yang terdapat pada aloi, sedangkan aluminium yang tersisa berada dalam bentuk NiAl. Pengeluaran aluminium pada beberapa fase tertentu dikenal sebagai pelindian selektif. Dapat ditunjukkan bahwa fase NiAl berkontribusi dalam menjaga stabilitas struktural dan termal katalis. Oleh sebab itu, katalis ini cukup resistan terhadap dekomposisi. Resistansi ini mengijinkan nikel Raney untuk disimpan dan digunakan kembali untuk beberapa periode waktu; namun, nikel Raney yang baru dibuat biasanya lebih dipilih untuk digunakan dalam laboratorium. Karenanya, nikel Raney komersial tersedia dalam bentuk aktif dan takaktif.
Luas permukaan katalis biasanya ditentukan dengan pengukuran BET menggunakan gas yang akan secara selektif terserap pada permukaan logam (misalnya hidrogen). Dengan menggunakan pengukuran ini, ditemukan bahwa hampir semua luas permukaan pada partikel katalis mempunyai nikel pada permukaannya. Oleh karena nikel merupakan logam aktif katalis, luas permukaan nikel yang besar mengimplikasikan terdapatnya luas permukaan yang besar yang tersedia untuk sebuah reaksi untuk berjalan secara bersamaan, merefleksikan peningkatan aktivitas katalitik. Nikel Raney yang tersedia secara komersial memiliki luas permukaan rata-rata 100 m² per gram katalis. Contoh sederhana terjadi pada reaksi antara etana dengan hidrogen menggunakan katalis nikel adalah sebagai berikut :
CH2 = CH2 + H2
Ni
CH3CH3 (Sugiyarto, K.H.dan Suyanti, R.D., 2010).
2.6
Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu analisa kualitatif yang digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik serta untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik
Universitas Sumatera Utara
jarinya. Frekuensi di dalam spektroskopi inframerah seringkali dinyatakan dalam bentuk bilangan gelombang, dimana rentang bilangan gelombang yang dipergunakan adalah antara 4600 cm -1 sampai dengan 400 cm -1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi inframerah menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul (Dachriyanus, 2004).
Spektrofotometer berkas ganda terdiri dari lima bagian utama yaitu : sumber cahaya, daerah cuplikan, fotometer, monokromator dan detektor.
1.
Sumber Cahaya Pancaran inframerah dihasilkan oleh sebuah sumber yang dipanaskan dengan
listrik pada suhu 1000-18000C. Sumber cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsen, nernst glowers atau globar. Lampu nernst dibuat dari sebuah pengikat dan oksida-oksidazirkonium, torium dan serium. Sedangkan lampu globar terbuat dari batang kecil silikon karbida.
2.
Daerah Cuplikan Berkas acuan dan berkas
cuplikan masuk kedalam daerah cuplikan dan
masing-masing menembus sel cuplikan dan sel acuan.
3.
Monokromator Monokromator berfungsi untuk menyeleksi panjang gelombang.
4.
Detektor Detektor akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak
diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen transmitan (Silverstein, 1986).
Daerah sidik jari adalah daerah antara panjang gelombang 1500 cm
-1
– 700
cm-1. Pada daerah ini suatu senyawa akan memberikan pola serapan yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa lainnya, sehingga dengan melihat pola serapan di daerah tersebut dapat disimpulkan struktur kimianya, pada daerah itu pula suatu isomer dapat dibedakan dengan yang lainnya (Underwood, et al, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Adanya gugus fungsional yang berbeda dari molekul akan memberikan perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya, oleh karena itu bila dua spektrum mempunyai penyesuaian yang tepat di daerah ini, maka hal tersebut merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa – senyawa yang memberikan spektrum yang sama adalah identik.
Kebanyakan ikatan tunggal memberikan serapan di daerah ini, oleh karena energi vibrasi berbagai ikatan tunggal adalah hampir sama besarnya, maka akan terjadi antaraksi yang kuat antara vibrasi berbagai ikatan tunggal yang berdekatan, oleh karena itu pula maka pita serapan yang dihasilkan merupakan gabungan atau hasil dari berbagai antar aksi dan bergantung kepada struktur rangka keseluruhan dari molekul yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka spektrum di daerah sidik jari ini biasanya rumit untuk analisa gugus, sehingga terkadang sukar untuk melakukan interpretasi. Akan tetapi apabila kita analisa lebih jauh, maka justru kerumitan ini bersifat khas untuk setiap senyawa (Permadi, W. 2001).
Universitas Sumatera Utara