7
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Manajemen Strategik Porter (1985) menyatakan strategi adalah mengenai bagaimana mencapai dan mempertahankan posisi industri untuk mempertahankan keunggulan bersaing. Porter (1998) juga menyatakan strategi sebagai konfigurasi dari berbagai aktivitas yang membedakan suatu perusahaan dengan pesaingnya. David (2004) mendefinisikan strategi sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Kaplan dan Norton (2004) menyatakan strategi menggambarkan bagaimana organisasi bermaksud untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham, pelanggan dan masyarakat. Sedangkan Zack (1999) menyatakan strategi sebagai tindakan penyeimbangan antara lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) dan kapabilitas internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan). Dalam literatur manajemen strategik terdapat tiga pandangan untuk mencapai keunggulan bersaing yaitu struktur industri atau pandangan berbasis pasar (market based view/ MBV), pandangan berbasis sumber daya (resource based view/ RBV) dan pandangan relasional (Clarke dan
Turner 2004).
Pandangan aliran MBV, yang sering diasosiasikan dengan pemikiran Michael Porter, selalu mengawali pemikirannya dengan melihat pasarnya lebih dahulu, dengan melakukan analisis lingkungan eksternal (industri) menggunakan model Five Force. Fokus penyusunan strategi pada bagaimana mencapai dan mempertahankan posisi industri untuk mempertahankan keunggulan bersaing (Porter 1985). Sementara pendekatan RBV selalu berupaya meletakkan jargon bersaingnya pada bagaimana menciptakan inovasi masa depan melalui sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk dapat meningkatkan kapabilitasnya dalam bersaing melalui pemilihan kompetensi inti (Huseini, 1999). RBV memperkenalkan bahwa keunggulan kompetitif suatu organisasi diturunkan dari sumber daya yang bernilai dan unik dimana pesaing akan sangat membutuhkan biaya besar untuk menirunya. Pandangan RBV menyarankan perusahaan untuk memposisikan dirinya secara strategik didasarkan pada sumber daya dan kapabilitas yang unik, bernilai dan sulit ditiru. Sumber daya dan kapabilitas yang digunakan pada banyak produk
8
yang dihasilkan dan beragam pasar yang dimasuki, lebih merupakan pendorong strategik dibandingkan mentargetkan pada produk tertentu, dan pasar tertentu. Produk dan pasar dapat pergi, namun sumber daya dan kapabilitas tetap tertinggal dalam perusahaan (Zack, 1999). Sebagai kelanjutan dari pemikiran RBV, teori strategi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sumber daya yang tak terlihat (intangible resources) seperti pengetahuan, keahlian, motivasi, budaya, teknologi, kompetensi dan kemitraan (relationship) adalah pendorong yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan dibandingkan sumber daya yang terlihat (tangible resources) seperti bahan baku, mesin, tanah, modal dan pabrik (Marti, 2004). Sumber daya tak berwujud berkontribusi lebih dari 75 % dari nilai pasar suatu organisasi,
oleh
karena
itu
formulasi
strategi dan
eksekusinya
perlu
mengeksplisitkan mobilisasi dan penyelarasan dari sumber daya tak berwujud (Kaplan dan Norton 2004). Sumber daya jenis ini jauh lebih sulit bagi pesaing untuk ditiru dimana biasanya melekat dalam keunikan rutinitas organisasi dan praktek yang telah terakumulasi sepanjang waktu (Dess 2005). Pandangan relasional atau inter-firm view dipekernalkan oleh Dyer dan Singh (1998). Berbeda dengan RBV yang menetapkan perusahaan sebagai unit utama dalam analisis, pandangan relasional menetapkan jaringan antar perusahaan sebagai unit analisis (Dyer dan Singh 1998). Globalisasi ekonomi dan cepatnya kemajuan teknologi telah memaksa perusahaan untuk melihat lebih jauh dari hanya satu industri atau satu perusahaan sebagai sumber keunggulan bersaing. Kemitraan dengan pemasok, pelanggan, investor, mitra bisnis dan bahkan pesaing menjadi penentu kesuksesan suatu perusahaan di pasar. Kerja sama antar perusahaan dapat memberi kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif dimana terjadi saling-bagi pegetahuan serta kombinasi dari berbagai sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi dalam suatu usaha kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan. Menurut Clarke dan Turner (2004) implementasi pandangan ini dapat dilakukan dalam bentuk aliansi strategis atau klaster industri. Wheelen dan Hunger (2004) menyatakan aliansi strategis adalah kemitraan dari dua atau lebih
9
perusahaan atau unit bisnis untuk mencapai tujuan strategis secara nyata dan saling menguntungkan yang dapat dilakukan dengan konsorsium, joint venture, perjanjian lisensi atau kemitraan rantai nilai. Sedangkan Porter (1998) mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan yang saling terhubungkan, pemasok-pemasok, penyedia jasa, perusahaanperusahaan dalam industri terkait serta institusi lain (perguruan tinggi, badan standarisasi, asosiasi dagang) dalam suatu lapangan usaha tertentu yang saling bersaing tetapi juga bekerja sama. Porter (1990) mengemukakan konsep tentang keunggulan kompetitif dari suatu negara yang erat kaitannya dengan konsep klaster industri. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara dikemas dalam model Berlian Porter seperti terlihat pada Gambar 1 yaitu : 1. Kondisi faktor, posisi nasional dalam berbagai faktor produksi seperti tenaga kerja terlatih dan infrastuktur yang dibutuhkan untuk bersaing dalam suatu jenis industri 2. Kondisi permintaan, permintaan pasar terhadap produk industri 3. Industri terkait dan pendukung, ketersediaan atau ketidaktersediaan industri pemasok dan industri terkait yang dapat bersaing secara internasional 4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Kondisi pemerintah bagaimana perusahaan diciptakan, diorganisasikan dan dikelola dalam persaingan domestik
STRATEGI PERUSAHAN, STRUKTUR DAN PERSAINGAN
KONDISI PERMINTAAN PASAR
FAKTOR KONDISI
INDUSTRI PENDUKUNG DAN INDUSTRI TERKAIT
Gambar 1 Model berlian Porter (Porter 1990)
10
a. Faktor Kondisi Faktor-faktor kondisi yang sangat diperlukan dalam menciptakan keunggulan daya saing industri berupa sumberdaya manusia, infrastruktur, dan permodalan. -
Sumberdaya manusia, dengan berbagai indikator seperti kuantitas, kualitas, dan ketersediaan.
-
Infrastruktur, dengan indikator berupa ketersediaan sarana transportasi, sarana komunikasi, dan unit-unit pelayanan teknis.
-
Permodalan, indikatornya adalah sumber permodalan.
b. Kondisi Permintaan Porter berpendapat bahwa pengalaman pasar domestik adalah elemen yang penting untuk persaingan produksi. Perusahaan yang berhadapan dengan pasar domestik diharapkan menawarkan kualitas produk yang tinggi dan lebih memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. c. Industri Terkait dan Industri Pendukung Porter juga berpendapat bahwa hubungan relasi yang kuat dan industri pendukung sangat penting dalam persaingan di suatu perusahaan. Disini termasuk pemasok dan industri terkait. d. Strategi Perusahaan dan Persaingan Pasar Berbagai aspek yang mempengaruhi cara mengorganisasi dan mengelola perusahaan diantaranya adalah perilaku kewenangan, kemampuan bahasa, nilai interaksi antar personil, norma sosial, serta standar profesional. Pengaruh yang paling kuat terhadap keunggulan daya saing justru berasal dari persaingan domestik di dalam suatu industri.
2.2 Data, Informasi dan Pengetahuan Berbagai literatur menjelaskan definisi pengetahuan dan membedakannya dari data dan informasi. Davenport (1998) menjelaskan data sebagai himpunan diskret, kenyataan obyektif mengenai berbagai peristiwa atau kejadian. Dalam konteks organisasi data lebih digambarkan sebagai catatan terstruktur dari berbagai transaksi. Sedangkan informasi diartikan sebagai data yang dapat
11
menjadi berbeda. Informasi dapat mengubah penerima informasi dalam memandang sesuatu. Istilah menginformasikan dapat diartikan sebagai memberi bentuk. Davenport (1998) mendefinisikan pengetahuan sebagai campuran cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi yang menyediakan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman baru dan informasi. Berdasarkan definisi ini, pengetahuan adalah campuran dari berbagai elemen yang lebih bersifat cair daripada terstuktur secara formal. Pengetahuan diturunkan dari informasi, sebagaimana halnya informasi diturunkan dari data. Data tersimpan dalam catatan atau transaksi, informasi dalam pesan, dan pengetahuan dalam individu atau grup orang-orang yang mengetahui atau kadang-kadang dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan dapat disampaikan dalam media yang terstuktur seperti buku dan dokumen, dan juga kontak antar orang dalam bentuk percakapan atau magang. Turban (2005) mendefinisikan data sebagai kumpulan fakta, pengukuran, dan statistik, sedangkan informasi adalah data yang diorganisasi atau diproses tepat waktu (kesimpulan dari data ditarik dalam batasan waktu yang dapat diterapkan) dan akurat (mengenai data asli). Pengetahuan adalah informasi yang kontekstual, relevan dan dapat dilakukan. Pengetahuan memiliki pengalaman dan reflektif yang kuat yang membuat ia berbeda dari informasi dalam sebuah konteks yang telah ditentukan. Memiliki pengetahuan menyiratkan bahwa ia dapat dipakai untuk memecahkan masalah, sedangkan memiliki informasi tidak memberikan arti tambahan yang sama. Kemampuan untuk bertindak adalah bagian integral dari memiliki banyak pengetahuan. Perbedaan kemampuan tersebut berkaitan dengan perbedaan pengalaman, pelatihan, perspektif dan faktor lainnya (Turban, 2005). Hubungan antara data, informasi dan pengetahuan tersajikan pada Gambar 2.
12
Processed
INFORMATION Relevant and actionable
DATA
KNOWLEDGE
Relevant and actionable
Gambar 2 Keterkaitan data, informasi dan pengetahuan (Turban 2005)
Sanchez (2004) juga menjelaskan perbedaan data, informasi dan pengetahuan. Data adalah pengamatan mengenai kejadian-kejadian atau entiti, yang dapat meliputi deskripsi kualitatif maupun pengukuran kuantitatif. Karena data hanyalah pengamatan, ia tidak dapat banyak memberikan arti sampai dengan data tersebut diinterpretasikan dengan berbagai cara. Informasi diturunkan dari perbandingan data sepanjang waktu atau lintas situasi. Sedangkan pengetahuan adalah kumpulan kepercayaan atau keyakinan dari seseorang tentang hubungan sebab akibat dari lingkungannya. Selanjutnya Sanchez (2004) menjelaskan tiga bentuk dari pengetahuan yaitu know-how, know-why dan know-what. Know-how merupakan pengetahuan praktis yang dapat memungkinkan seseorang untuk mempertahankan sistem atau proses yang telah ada dalam urutan kerja yang baik. Know-why merupakan pengetahuan teoritis yang memungkinkan seseorang untuk merancang sistem atau proses baru. Sedangkan know-what merupakan pengetahuan strategik dari tujuan dimana know-how dan know-why yang tersedia dapat diaplikasikan. Menurut Polanyi (1958) dalam Turban (2005) pengetahuan dapat pula dibagi dua yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge). Pengetahuan eksplisit adalah kebijakan, petunjuk prosedural, laporan resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Ia adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi (terdokumentasikan) dalam format yang
13
dapat dibagikan kepada orang lain atau ditransformasi ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar pribadi. Sedangkan pengetahuan tersembunyi merupakan penyimpanan kumulatif dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman, keahlian, know-how, rahasia perdaganga, kumpulan ketrampilan, pemahaman dan pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di masa lalu. Sebagai contoh penjelasan bagaimana cara mengendari sebuah sepeda sulit didokumentasi secara eksplisit, dan karena itu tersembunyi (Turban, 2005). Nonaka (1995)
juga
menjelaskan perbedaan antara pengetahuan
tersembunyi dan pengetahuan explisit. Pengetahuan tersembunyi dapat berupa keahlian atau ketrampilan gerakan tubuh, persepsi individu, pengalaman psikis, perilaku tertentu yang senantiasa dikerjakan (rules of thumb) dan intuisi. Pengetahuan tersembunyi ini tidak dapat dengan mudah dibagikan. Sebagai contoh adalah seorang ahli pembuat roti yang dengan pengalaman bertahun-tahun memiliki keahlian luar biasa dalam membuat roti yang sangat lezat.
Tetapi
seringkali dia sendiri sulit untuk menerangkan secara spesifik ilmu atau teknik yang dimilikinya. Sedangkan pengetahuan eksplisit merupakan pengetahuan yang dapat dengan mudah dituliskan dalam kertas, dinyatakan dalam kalimat serta rumus-rumus, atau dilukiskan dengan gambar serta mudah dibagikan. Melalui proses transformasi pengetahuan misalnya dengan mempelajari pengetahuan tersembunyi yang dimiliki seseorang secara berulang-ulang maka tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi eksplisit, misalnya berupa sebuah produk yang spesifik, mesin pembuat roti. Zack (1999) menyatakan pengetahuan sebagai salah satu sumber daya tak berwujud merupakan sumber daya yang paling strategis dan bernilai. Nonaka (1995) juga menekankan tentang pentingnya pengetahuan dengan mengatakan perusahaan yang sukses adalah mereka yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru, menyebarkannya secara luas dalam organisasi, dan secara cepat mengubahnya menjadi berbagai teknologi dan produk baru. Zack (1999)
menjelaskan
mengapa pengetahuan dapat
keunggulan menjadi berkelanjutan, sebagai berikut :
membuat
14
1.
Pengetahuan, terutama yang bersifat tersembunyi (tacit) dan melekat pada rutinitas kompeksitas organisasi dan dikembangkan melalui pengalaman, cenderung menjadi unik dan sulit ditiru. Tidak seperti banyak sumber daya tradisional lainnya, hal ini tidak begitu mudah dapat dibeli di pasar dalam bentuk yang sudah siap digunakan. Untuk memperoleh pengetahuan yang sama, pesaing harus memiliki pengalaman yang sama.
2.
Semakin perusahaan mengetahui, semakin banyak pula perusahaan akan belajar. Kesempatan belajar yang dimiliki organisasi yang telah memiliki keunggulan pengetahuan lebih bernilai dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesempatan belajar yang sama tetapi dimulai dengan kurang pengetahuan.
3.
Suatu organisasi yang telah mengetahui tentang sesuatu yang unik membutuhkan pengetahuan baru, menyediakan kesempatan untuk sinergi pengetahuan yang tidak tersedia bagi pesaingnya. Pengetahuan baru yang terintegrasi dengan pengetahuan yang telah ada dapat berkembang menjadi pandangan yang unik dan pengetahuan yang lebih berharga.
4.
Tidak seperti barang-barang fisik tradisional yang bila dikonsumsi akan menyebabkan pengembalian yang menurun sepanjang waktu, pengetahuan bila digunakan justru akan memberikan pengembalian yang menaik.
2.3 Strategi Pengetahuan Zack (1999) menjelaskan adanya hubungan antara pengetahuan dan strategi bisnis melalui konsep strategi pengetahuan. Strategi pengetahuan lebih kepada penyelerasan pengetahuan dengan strategi bisnis. Model strategi pengetahuan dari Zack (1999) disajikan pada Gambar 3.
15
Apa yang perusahaan harus ketahui
Apa yang perusahaan harus lakukan
Kesenjangan pengetahuan
Kesenjangan strategi
Apa yang perusahaan telah ketahui
Apa yang perusahaan dapat lakukan
Gambar 3 Model strategi pengetahuan (Zack 1999) Zack
(1999)
menyatakan
esensi
strategi
pengetahuan
adalah
penyeimbangan sumber daya berbasis pengetahuan dan kapabilitas dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyediakan produk dan jasa dengan cara yang lebih baik dibandingkan pesaingnya. Perusahaan harus mengidentifikasi sumber berbasis pengetahuan mana dan kepabilitas yang bernilai, unik dan tidak mudah ditiru sehingga dapat mendukung produk dan posisi pasar perusahaan. Setelah pengetahuan dapat diketahui pengetahuan mana yang harus dikelola dan dikembangkan, maka strategi pengetahuan dapat dilanjutkan dengan aktivitas manajemen pengetahuan.
2.4 Manajemen Pengetahuan Proses pengelolaan pengetahuan dalam organisasi terkait dengan suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan nama manajemen pengetahuan (knowledge management). Tidak ada definisi yang baku mengenai apa itu manajemen pengetahuan karena begitu luasnya pengertian dari pengetahuan. Suatu definisi menyebutkan bahwa manajemen pengetahuan adalah proses mendapatkan, transformasi, dan penyebaran pengetahuan secara menyeluruh di dalam organisasi
16
sehingga pengetahuan tersebut dapat dibagikan dan digunakan (Turban, 2001). Tiwana (2000) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai pengelolaan dari pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai bisnis dan membangkitkan keunggulan bersaing. Manajemen pengetahuan memungkinkan terjadinya kreasi, komunikasi dan aplikasi dari pengetahuan dari berbagai bentuk untuk mencapai tujuan-tujuan bisnis. Beberapa literatur seperti Tuomi (2002) dan McElroy (2002) membagi perkembangan manajemen pengetahuan atas generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama yang dimulai pada tahun 1980-an menekankan manajemen pengetahuan pada penggunaan sistem informasi dan teknologi komputer sehingga disebut sebagai manajemen pengetahuan berbasis teknologi informasi (IT based KM). Banyak inisiatif difokuskan pada penemuan paket perangkat lunak yang dapat memungkinkan manajemen pengetahuan dapat terjadi. Permasalahan utama adalah pada penyimpanan dan saling-bagi pengetahuan. Salah satu teknologi manajemen pengetahuan yang banyak digunakan adalah sistem pakar sebagai solusi dari permasalahan saat itu yaitu pengecilan organisasi (organizational downsizing), pengunduran diri para pakar, dan kehilangan kompetensi kunci (Feigenbaum, McCorduck dan Nii 1988) seperti diacu dalam Tuomi (2002). Generasi kedua yang dimulai sekitar tahun 1995 mulai memindahkan fokus manajemen pengetahuan pada pengembangan organisasi, manajemen modal intelektual dan manajemen kompetensi (Tuomi 2002). Generasi kedua ini fokus pada kapasitas organisasi untuk memproduksi pengetahuan, daripada hanya penangkapan dan distribusi pengetahuan (McElroy 2002). Hal ini dikarenakan ITbased
KM
tidak
dapat
secara
cukup
mendukung
inovasi
karena
ketidakmampuannya untuk mengeksploitasi pengetahuan tacit. Pengetahuan tacit dipercaya sebagai pendorong utama dari proses inovasi. Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan konsep manajemen pengetahuan dalam suatu
istilah
yang
dinamakan kreasi pengetahuan.
Pengetahuan agar bisa lebih hidup dan dapat lebih bermanfaat harus melewati fase pengubahan atau konversi yang dikenal sebagai model SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization) antara pengetahuan tersembunyi dan pengetahuan eksplisit seperti terlihat pada Gambar 4.
17
Dialogue
Socialization Tacit Tacit
Externalization Tacit Explicit • Process capture tools • Traceability
• Face-to-face Communications • Video Conferencing Tools • Web cams • Virtual Reality Tools I
• Reflective Peer-to-Peer networks • Expert Systems
I
G
I
I
I
I
Internalization Explicit Tacit
Combination Explicit Explicit • Systemic Knowledge Tools
• Collective Knowledge Networks • Notes Data/ Org Memory • Pattern Recognition • Neural Networks C
G
• Collaborative Computing Tools • Discussion Lists, Web Forums • Best Practice Databases I
G
G
C
Learning by doing Ket : I=Individu, G=Group, C=Company Gambar 4 Model Socialization, Externalization, Combination, Internalization (Tiwana 2000) Turban
(2005)
menjelaskan
sosialisasi
mengacu
pada
konversi
pengetahuan tersembunyi kepada pengetahuan tersembunyi yang baru melalui interaksi sosial dan pengalaman bersama antar anggota organisasi (misal penasihat). Eksternalisasi mengacu pada mengubah pengetahuan tersembunyi kepada pengetahuan eksplisit baru (misal memproduksi suatu dokumen tertulis yang menggambarkan prosedur yang digunakan untuk masalah tertentu). Kombinasi
mengacu
penciptaan
pengetahuan
eksplisit
baru
dengan
menggabungkan, menggolongkan, dan menyatukan pengetahuan eksplisit yang sudah ada (misal analisis statistik terhadap data pasar). Internalisasi mengacu pada penciptaan pengetahuan tersembunyi baru dari pengetahuan eksplisit (misal mendapatkan pemahaman awal dengan membaca suatu dokumen).
18
Manajemen pengetahuan diawali oleh adanya kreasi pengetahuan dimana pengetahuan tersebut dapat berupa tacit atau eksplisit. Kreasi pengetahuan itu sendiri dimulai oleh individu. Membuat pengetahuan individu tersebut dapat digunakan oleh orang lain merupakan aktivitas utama dari sebuah organisasi yang menerapkan manajemen pengetahuan. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus dan pada semua tingkat organisasi. Turban (2001) menyebutkan bahwa manajemen pengetahuan dirancang untuk mengelola kreasi pengetahuan melalui proses learning; penangkapan pengetahuan; pembagian pengetahuan dan komunikasi melalui kerja sama; akses pengetahuan; penggunaan pengetahuan; dan penyimpanan pengetahuan. Turban (2001) juga menggambarkan manajemen pengetahuan sebagai suatu siklus seperti disajikan dalam Gambar 5. Siklus di atas diawali oleh adanya kreasi pengetahuan. Kreasi tersebut dihasilkan oleh orang-orang dalam organisasi misalnya cara baru dalam melakukan
sesuatu
atau
mengembangkan
know-how.
Kadang-kadang
pengetahuan dari luar juga masuk. Berikutnya pengetahuan tersebut harus ditangkap misalnya pengubahan pengetahuan tacit yang didapatkan oleh seseorang dari suatu pelatihan, kepada pengetahuan eksplisit seperti laporan tertulis. Langkah berikutnya adalah menyaring pengetahuan tersebut dan menempatkannya menjadi sesuatu yang dapat ditindaklanjuti.
Menangkap pengetahuan Mengkreasi pengetahuan
Menyaring pengetahuan
Menyimpan pengetahuan
Menyebarkan pengetahuan Mengelola pengetahuan
Gambar 5 Siklus manajemen pengetahuan (Turban 2001)
19
Pengetahuan yang berguna ini kemudian disimpan dalam suatu wadah sehingga anggota organisasi lainnya memiliki akses kepada pengetahuan tersebut. Seperti halnya perpustakaan yang harus dikelola agar buku-bukunya selalu baru dan up to date, maka pengetahuan juga harus dikelola dan dievaluasi agar tetap relevan dan akurat. Langkah terakhir dari siklus tersebut adalah pengetahuan harus tersedia dalam suatu format yang berguna bagi siapapun di dalam organisasi yang membutuhkan dimanapun dan kapanpun.
2.5. Strategi Pengetahuan dan Strategi Manajemen Pengetahuan Zack (2001) yang diacu dalam Snyman (2004) membuat perbedaan antara strategi pengetahuan
dengan
strategi
manajemen
pengetahuan.
Strategi
pengetahuan memberikan pengertian strategi berbasis pengetahuan, yaitu strategi bersaing yang didasarkan pada modal intelektual dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan. Pada saat perusahaan telah mengidentifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang terkait dengan sumber daya intelektual dan kapabilitas, maka tindakan harus dilakukan untuk mengelola kesenjangan atau kelebihan yang terjadi (seperti dengan cara merekrut keahlian tertentu, membangun sistem penyimpangan dokumen on line, membangun komunitasi praktisi, mengakuisisi perusahaan, lisensi teknologi, dan sebagainya). Strategi pengetahuan berorientasi pada apa pengetahuan yang bersifat strategik dan kenapa. Strategi manajemen pengetahuan bertujuan untuk memandu dan mendefinisikan proses dan infrastuktur untuk mengelola pengetahuan. Turban (2005) menjelaskan terdapat dua pendekatan atau strategi dalam manajemen pengetahuan yaitu pendekatan proses (kodifikasi) dan pendekatan praktek (personalisasi), Pendekatan proses berusaha melakukan kodifikasi pengetahuan organisasional melalui kendali formal dan teknologi seperti intranet, data warehousing, repositori pengetahuan, peranti pendukung keputusan dan groupware. Pendekatan ini disebut juga strategi manajemen pengetahuan teknologikal (Nicolas 2004). Sedangkan pendekatan praktek berasumsi bahwa banyak pengetahuan organisasional bersifat tersembunyi dan kontrol formal, proses dan teknologi tidak cocok untuk mentransmisi jenis pemahaman ini. Pendekatan ini dilakukan kebanyakan melalui kontak pribadi ke pribadi.
20
Nicolas (2004) menambahkan terdapat satu pendekatan atau strategi manajemen pengetahuan yaitu sosialisasi. Strategi ini menggabungkan kedua strategi sebelumnya yaitu teknologikal dan personalisasi. Sosialisasi didisain agar pengetahuan dapat saling dipertukarkan melalui interaksi satu sama lain dalam suatu komunitas pengetahuan atau kelompok orang yang bergerak dalam pengetahuan yang sama serta juga mengumpulkan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas (2004) menunjukkan bahwa strategi sosialisasi semakin banyak digunakan seperti dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Persentase penggunaan strategi manajemen pengetahuan Strategi Manajemen Pengetahuan
1998
Teknologi (Kodifikasi)
92 %
86 %
53 %
6%
8%
12 %
12 %
26 %
55 %
Personalisasi Sosialisasi
2000
2002
Sumber : Nicolas (2004)
Tiwana (2000) memberikan beberapa penjelasan untuk memilih strategi manajemen pengetahuan. Kodifikasi dapat dilakukan pada perusahaan yang menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, andal dan cepat. Harga menjadi dasar kompetisi, marjin keuntungan rendah dan teknologi informasi seperti penyimpanan pengetahuan yang dapat digunakan kembali menjadi alat yang paling memungkinkan terjadinya hubungan antar orang untuk bertukar pengetahuan eksplisit. Personalisasi dapat dilakukan pada perusahaan yang menuntut kreativitas produk dan disain produk yang tergantung pada pesanan. Marjin keuntungan tinggi, penyimpanan dan pengambilan pengetahuan tidak menjadi prioritas, dan lebih menggunakan teknologi seperti e-mail dan konferensi via video untuk saling bertukar pengetahuan terutama pengetahuan yang tersembunyi.
2.6. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa. Pendekatan ini
21
merupakan cara penyelesaian masalah yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Marimin 2005). Secara definitif sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park 1979 yang diacu dalam Eriyatno 1999). Terdapat dua hal umum yang menandai pendekatan sistem, yaitu
1) dalami
semua faktor penting yang ada di dalam sistem untuk memperoleh solusi yang baik dalam menyelesaikan masalah dan 2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Untuk dapat bekerja secara sempurna, suatu pendekatan sistem mempunyai delapan unsur yang meliputi : metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan suatu tim yang multidispliner, perorganisasian, disiplin untuk bidang yang non kuantitatif, teknik model matematik, teknik simulasi, teknik optimasi dan aplikasi komputer. Tidak semua substansi perlu diselesaikan dengan pendekatan sistem. Permasalahan sederhana yang tidak melibatkan banyak elemen cukup dikaji melalui pendekatan suatu disiplin ilmu saja. Persyaratan suatu substansi yang dikaji melalui pendekatan sistem menurut Eriyatno (1999) adalah : 1) kompleks, yang menggambarkan interaksi antar elemen cukup rumit, 2) dinamis, dalam arti ada faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, 3) probabilistik, yakni diperlukan suatu fungsi peluang didalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Penyelesaian suatu persoalan melalui pendekatan sistem terdiri atas beberapa tahap proses. Tahapan tersebut meliputi analisa, rekayasa model, implementasi rancangan serta implementasi dan opersi sistem. Metodologi sistem pada prinsipnya terdiri atas enam tahap analisa, yakni : analisa kebutuhan, identifikasi sistem,
formulasi masalah,
pembentukan alternatif sistem,
determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, dan
penentuan kelayakan
ekonomi dan keuangan (finansial). Keenam langkah tersebut dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal sebagai analisis sistem.
22
2.7. Sistem Pendukung Keputusan dan Sistem Pakar Sistem Pendukung Keputusan (SPK) didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer
interaktif
yang
membantu
para
pengambil
keputusan
untuk
menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971 dalam Turban, 2005). Sedangkan sistem pakar adalah suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia yang tersimpan pada suatu komputer untuk menyelesaikan suatu masalah yang membutuhkan keahlian pakar (Turban, 2001). Banyak masalah tidak terstruktur dan bahkan semi terstruktur yang sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian yang dapat diberikan oleh suatu sistem pakar. Oleh karena itu makin banyak SPK canggih yang dilengkapi dengan satu komponen yang disebut sub sistem manajemen berbasis pengetahuan. Komponen ini dapat menyediakan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan beberapa aspek masalah dan memberikan pengetahuan yang dapat meningkatkan operasi komponen SPK yang lain (Turban, 2001).
Data
Model
Pengetahuan
Sistem Manajemen Data
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem Manajemen Basis
Sistim Pengolahan Terpusat
Mekanisme Inferensia
Pengetahuan
(rule-base Skenario)
Sistim Manajemen Dialog
SPK
SMA Pengguna
Gambar 6 Konfigurasi model dasar sistem manajemen ahli (Turban, 1988)
Integrasi sistem pakar dengan SPK dapat berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen SPK atau dengan membuat sistem pakar
23
sebagai komponen yang terpisah dari SPK. Nama lain untuk integrasi sistem pakar dengan SPK adalah SPK intelejen dan Sistem Pendukung Ahli (Turban, 2001). Tujuan perancangan sistem pakar menurut Marimin (2005) adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa tenaga ahli, training tenaga ahli baru, penyediaan keahlian yang diperlukan dalam suatu proyek yang tidak ada atau tidak mampu membayar tenaga ahli.
Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa
komponen yang mencakup (Marimin, 2005) : 1. Fasilitas akuisisi pengetahuan 2. Sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system) 3. Mesin inferensi (inference engine) 4. Fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi, dan 5. Penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface)
Fasilitas akuisisi pengetahuan digunakan sebagai alat untuk mengisi atau mendapatkan pengetahuan, fakta, aturan dan model yang diperlukan oleh sistem pakar dari berbagai sumber. Tahap akuisisi pengetahuan merupakan tahap penting, kritis dan sangat menentukan keberhasilan sistem pakar yang akan dikembangkan untuk pemecahan persoalan yang biasanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar. Pengetahuan tersebut didapat dari (Marimin 2005) : 1. Akuisisi pengetahuan dari para pakar 2. Pengorganisasian dari beberapa buku, jurnal, data dasar dan media lain (manual teknik, makalah dan sejenis) yang relevan dengan ruang lingkup sistem pakar yang akan dikembangkan. 3. Penyeleksian hasil deduksi dan induksi dari pengetahuan yang sudah tersimpan di dalam suatu sistem pakar ataupun yang berupa pengalaman sendiri. Hal ini dapat dilakukan apabila sistem pakar tersebut mempunyai sistem berbasis pengetahuan yang dinamis dan lagipula pengguna sistem tersebut adalah seorang pakar.
24
Dalam pembentukan sistem pakar diperlukan beberapa pakar di bidang yang diperlukan dan perekayasaan sistem / knowledge engineers sebagai perancang sistem pakar. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan pakar. Pakar yang dilibatkan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu (Marimin 2005) : 1. Pakar yang mendapatkan pendidikan formal S2 / S3 pada bidang yang dikaji. 2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain. 3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji. 4. Pakar yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan pengalaman empiris di suatu sector kegiatan tertentu). Klasifikasi ini lebih didasarkan pada lama kerja dan kewewenangan (dapat terdidik secara formal atau otodidak) di suatu posisi kegiatan teknik tertentu.
Tahap pembentukan sistem pakar dimulai dengan tahap identifikasi masalah seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Tahapan tersebut disusun oleh tiga unsur utama sistem yaitu basis pengetahuan, motor inferensi dan penerapannya. Basis pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek pengetahuan serta hubungan yang dimiliki antar obyek-obyek tersebut. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem dan hal ini dimanfaatkan oleh mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan. Basis pengetahuan dapat dilakukan dengan cara jaringan semantik, obyek-atribut-nilai, frame atau kaidah produksi, dan representasi fuzzy. Mesin inferensi merupakan komponen sistem pakar yang memanipulasi dan mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai kesimpulan. Terdapat dua strategi dalam mesin inferensi yaitu strategi penalaran dan strategi pengendalian (Marimin 2005).
25
Mulai
Iderntifikasi Masalah
Mencari Sumber Pengetahuan
Akuisisi Pengetahuan
Representasi Pengetahuan
Pengembangan Mesin Inferensi
Implementasi
Pengujian
Mewakili Human Expert ? Tidak
Ya
Selesai
Gambar 7 Tahap pembentukan sistem pakar (Marimin 2005)
2.8. Teknologi Pengolahan Barang Jadi Lateks Pengembangan agroindustri di Indonesia berpeluang besar karena didukung oleh besarnya dan beraneka ragam potensi sumber daya alam yang dimiliki atau yang lebih dikenal dengan keunggulan komparatif. Karet merupakan salah satu komoditi yang memilliki potensi besar untuk dikembangkan ke arah agroindustri karena beragam produk yang dapat dihasilkan dari komoditi tersebut. Produk dari lateks ini dapat diolah untuk menghasilkan lateks pekat, lembaran karet (sheet), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet yang selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai produk turunannya seperti ban, komponen, sarung tangan dan sebagainya.
26
Suparto dan Syamsu (2008) menjelaskan bahwa industri barang jadi lateks pada umumnya tidak memerlukan teknologi yang canggih, sehingga mudah dikembangkan di negara penghasil lateks pekat. Barang jadi lateks dapat dibuat menggunakan berbagai teknologi proses diantaranya proses celup (kondom, sarung tangan), ekstrusi (benang karet, kateter), pembusaan (kasur busa), pelapisan (kertas berlapis karet, kain berkaret) dan pengolesan atau perekatan (adhesive). Beberapa jenis barang jadi lateks seperti sarung tangan rumah tangga dan keperluan industri, balon, busa, karet gelang, topeng dan produk tuang cetak (casting) serta perekat dapat diproduksi oleh industri rumah tangga (home industry). Secara umum berbagai produk olahan karet dapat dilihat pada Gambar 8. Lateks Pekat
Lateks Dadih
Lateks
Ribbed Smoked Sheets (RSS)
Karet busa Sarung tangan medis Karet untuk peralatan medis Sarung tangan untuk industri Sarung tangan untuk rumah tangga Kondom Benang Karet Balon dll
Pale Crepes
Pohon Karet Hevea
SIR 3 CV, SIR 3L, SIR 3WF
SIR 10, SIR 20
Koagulum Lapangan
Thin Brown Crepes (Remills)
Ban dan ban dalam Alas kaki Komponen karet untuk otomotif Komponen karet untuk barang elektronik Produk karet untuk industri Selang dan pipa karet Karet Penggunaan umum
Estate Brown Crepes (Compo)
Thick Blanket Crepes (Ambers)
Flat Bark Crepes
Gambar 8. Pohon industri karet (Haris, 2006)
Lateks kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis M.), berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks kebun hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (KKK) antara 20-35%, serta
27
bersifat kurang mantap sehingga harus segera diolah secepat mungkin. Cara penyadapan dan penanganan lateks kebun sangat berpengaruh kepada sifat bekuan sekaligus tingkat kebersihannya. Komposisi kimia dari lateks adalah karet 3035%, resin 0,5-1,5%, protein 1,5-2 %, abu 0,3 -0,7%, gula 0,3-0,5% dan air 5560% (BPTK, 2002). Dalam BPTK (2002) dijelaskan bahwa proses pembuatan barang jadi dari lateks secara garis besar terdiri dari penyiapan bahan baku lateks pekat, penyiapan dispersi dan larutan bahan kimia kompon, penyediaan kompon, pembentukan barang jadi melalui metode tertentu dan vulkanisasi pada suhu tertentu. Produk barang jadi karet pada umumnya mempunyai sifat-sifat tertentu yang diutamakan. Oleh sebab itu susunan kompon lateks disesuaikan dengan jenis produk yang akan dihasilkan sifat yang diutamakan. Kompon lateks adalah campuran antara lateks dengan berbagai bahan kimia untuk memperoleh hasil akhir suatu vulkanisat dengan proses tertentu. Bahan kimia kompon yang secara umum terdiri dari bahan pemvulkanisasi, pengaktif, pencepat, antioksidan, pengisi, pewarna dan sebagainya. Formula kompon lateks disusun berdasarkan pada 100 bobot karet kering (psk) yang terdapat dalam lateks pekat. Produk karet pada umumnya mempunyai sifat tertentu yang diutamakan, oleh sebab itu formula kompon lateks pada umumnya disesuaikan dengan jenis produk yang akan dihasilkan. Bahan kimia yang telah disediakan dicampurkan dengan lateks secara perlahan sambil dilakukan pengadukan hingga homogen, kemudian diperam sebelum diproses lebih lanjut. Proses pembentukan barang jadi dapat dilakukan dengan metode pembusaan, pencelupan dan pencetakan (BPTK 2002). a.
Metode Pembusaan Pembusaan lateks umumnya dilakukan dengan pengocokan kompon yang telah ditambahi bahan pembusa. Bahan pembusa yang digunakan secara umum berupa sabun, seperti ammonium atau kalium oleat. Campuran kompon dengan bahan pembusa diaduk lebih dahulu agar homogen. Campuran yang telah homogen tersebut dikocok dalam waktu dan kecepatan pengocok tertentu hingga dicapai expansi volume kompon yang dikehendaki, disebut busa kompon lateks. Koagualan ditambahkan ke
28
dalam busa kompon lateks tersebut sambil diaduk agar homogen, dilanjutkan dengan penuangan ke dalam cetakan dan dibiarkan. Busa kompon lateks yang telah stabil divulkanisasi dengan menggunakan uap air pada suhu sekitar 90 C. Karet busa yang terbentuk dicuci hingga bersih dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 70-100o C hingga diperoleh karet busa yang siap dimanfaatkan. b.
Metode Pencelupan Pembentukan barang jadi karet dari lateks dapat pula dilakukan dengan pencelupan. Barang jadi karet dari lateks yang diproses dengan metode pencelupan antara lain sarung tangan, balon dan sebagainya. Kompon lateks yang telah siap diproses menjadi barang jadi karet dituangkan ke dalam tangki pencelupan. Proses pencelupan yang umum dilakukan adalah pencelupan sederhana, proses pencelupan anoda dan proses Teague (US Rubber). Proses pencelupan sederhana dilakukan dengan cara mencelupkan cetakan ke dalam kompon kemudian dikering anginkan kemudian divulkanisasikan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu. Proses ini biasanya digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis seperti kondom. Proses pencelupan anoda dilakukan dengan cara mencelupkan cetakan ke dalam koagulan terlebih dahulu kemudian cetakan berlapis koagulan tersebut dicelupkan ke dalam kompon lateks. Cetakan berlapis deposit kompon lateks dikering anginkan dan divulkanisasikan pada suhu dan waktu tertentu. Proses ini dilakukan untuk menghasilkan produk yang relatif tebal seperti bladder untuk spygmo-manometer. Proses Teague dilakukan dengan mencelupkan cetakan ke dalam kompon lateks kemudian cetakan yang berlapis kompon lateks dicelupkan ke dalam koagulan. Cetakan berlapis deposit lateks dikering anginkan kemudian divulkanisasikan pada suhu dan waktu tertentu.
c.
Metode Pencetakan Pencetakan barangjadi dari lateks umumnya digunakan untuk memperoleh barang jadi berongga seperti boneka berongga dan sebagainya. Cetaka yang digunakan untuk keperluan tersebut berupa pasangan atas dan bawah,
29
sehingga dapat ditutup rapat. Kompon lateks yang telah siap digunakan dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian cetakan berisi kompon diputar mengikuti beberapa arah sumbu putaran sambil dipanaskan. Cetakan didinginkan, kemudian deposit di bagian dalam dikeluarkan dan divulkanisasikan pada suhu dan waktu tertentu. Barangjadi masif dapat pula dibuat dengan menuangkan kompon lateks ke dalam cetakan dan mengeringkannya pada suhu rendah. Deposit kering dikeluarkan dari cetakan dan divulkanisasikan pada waktu dan suhu tertentu.
2.9. Logika Fuzzy Dalam suatu sistem yang paling rumit dimana hanya tersedia sedikit data numerik dan mungkin hanya terdapat informasi yang bersifat tidak jelas / ambigu, logika fuzzy menyediakan cara untuk memahami perilaku sistem dengan mengijinkan kita untuk menyisipkan perkiraan antara masukan/input dan keluaran/output. Terdapat beberapa alasan mengapa logika fuzzy digunakan orang yaitu : (Kusumadewi, 2002) 1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. 2. Logika fuzzy sangat fleksibel. 3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat. 4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks 5. Logika fuzzy mampu membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan 6. Logika fuzzy dapat bekerja sama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian sehingga fungsi tersebut akan mencangkup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa nilai kebenaran suatu pernyataan dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak diantaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu pernyataan tidak hanya bernilai benar atau salah. Nilai 0
30
menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah. (Kusumadewi, 2002) Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval 0 sampai 1, namun interpretasi nilainya sangat berbeda. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas menunjukkan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang. Misalnya jika nilai keanggotaan suatu himpunan fuzzy MUDA adalah 0.9 maka tidak perlu dipermasalahkan berapa seringnya nilai itu diulang untuk mengharapkan hasil yang hampir pasti MUDA. Sedangkan nilai probabilitas 0.9 MUDA berarti 10% dari himpunan tersebut diharapkan tidak muda. Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy yaitu : 1. Variabel fuzzy Merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh : umur, suhu, permintaan dan sebagainya. 2. Himpunan fuzzy Merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh : variabel umur terbagi menjadi 3 himpunan Fuzzy yaitu muda, parobaya dan tua. 3. Semesta Pembicaraan Keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. 4. Domain Keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titiktitik input data ke dalam nilai keanggotaannya (disebut juga derajat keanggotaan) yang memiliki interval 0 sampai 1. Salah satu jenis fungsi keanggotaan yang umum digunakan adalah representasi kurva segitiga dan trapesium. Kurva segitiga seperti dapat dilihat pada Gambar 9 pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis linear dengan fungsi keanggotaan seperti :
31
x ≤ a atau x ≥ c 0; µ[x] = (x - a)/(b - a); a ≤ x ≤ b (b - x)/(c - b); b ≤ x ≤ c
1 derajat keanggotaan u[x]
0
a
c
b
Gambar 9 Kurva segitiga (Triangular Fuzzy Number)
Kurva trapesium pada dasarnya seperti kurva segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang mempunyai nilai keanggotaan 1. Fungsi keanggotaannya sebagai berikut : x ≤ a atau x ≥ d a≤x≤b b≤x≤c x≥d
0; (x - a)/(b - a); µ[ x ] = 1; (d - x)/(d - c);
1 derajat keanggotaan u[x]
0
a
c
b
d
domain
Gambar 10
Kurva trapesium (Trapezoidal Fuzzy Number)
Fuzzy arithmetic adalah proses aritmatika seperti penjumlahan, perkalian dari 2 atau lebih bilangan Fuzzy. Proses ini pada prinsipnya sama seperti proses aritmatika biasa. Jika A = [a 1, a 2, a 3 ] dan B = [b1, b 2, b 3 ] maka operasi aritmatik pada kedua bilangan Fuzzy dapat dirumuskan sebagai berikut (Cheung et al. 2005; Tesfamariam dan Rehan 2006) : 1. Penjumlahan A ⊕ B = [a 1, a 2, a 3 ] ⊕ [b1, b 2, b3 ] = [a 1 +b 1 , a 2 +b2, a 3 +b3 ]
32
2. Pengurangan A Θ B = [a 1, a 2, a 3 ] Θ [b1, b2, b 3 ] = [a 1 -b3 , a 2 -b2, a 3 -b1 ] 3. Perkalian A ⊗ B = [a 1, a 2, a 3 ] ⊗ [b1, b 2, b3 ] = [a 1 .b1 , a 2 .b2, a 3 .b 3 ] 4. Pembagian A ∅ B = [a 1, a 2, a 3 ] ∅ [b1, b 2, b3 ] = [a 1 /b 3 , a 2 /b 2, a 3 /b1 ] Deffuzifikasi adalah proses mengkonversi angka fuzzy menjadi suatu angka yang pasti (crisp). Chien
dan Tsai
(2000) memperkenalkan metode
defuzzifikasi untuk TFN (a 1 , a 2 , a 3 ) menggunakan rumus sebagai berikut : VA =
a1 + 2a2 + a3 4
Sedangkan Fu et al. (2006)
dan Kwong (2002) menggunakan
pendekatan α-cut dalam defuzzifikasi dari TFN dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ~
∀α ∈ [0,1], Aα = [al α , au α ] = [(a m − al }α + al ,−(au −a m )α + au ] α α + (1 − µ )aijlα , ∀µ ∈ [0,1] a~ij = µaiju
Dalam penelitian dapat digunakan nilai derajat kepastian ( α ) = 0.5 dan derajat optimisme ( µ ) = 0.5. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya penilaian yang terlalu berlebihan atau sebaliknya penilaian yang underestimate. Ross TJ (2004) juga menjelaskan beberapa teknik defuzzifikas. Setidaknya ada 7 metode yaitu : 1. Max-membership principle Metode ini juga dikenal sebagai height method. Metode ini sangat sederhana dan cepat dilakukan. Prinsip dari metode ini adalah melihat domain dari nilai puncak fungsi keanggotaan output. Bila c(k) adalah domain puncak dari Fuzzy set dan fk adalah derajat keanggotaan maximum dari Fuzzy set.
33
2. First of Maxima Metode ini menggunakan output dari semua output Fuzzy set untuk menggambarkan nilai terkecil dari domain derajat keanggotaan yang maksimum. 3. Mean-max membership Metode ini mirip dengan first of maxima. Bila first of maxima hanya mengambil domain terkecil dari derajat keanggotaan maksimum maka metode ini justru menghitung rata-rata dari domain yang mempunyai keanggotaan maksimum. 4. Center of area Metode ini juga disebut sebagai metode centroid. Metode ini menggambarkan pusat area dari fungsi keanggotaan. Proses defuzzifikasinya lebih kompleks dan dapat menimbulkan overlapping. Adapun formulasi metode ini adalah sebagai berikut : x* =
∫ µ . ( x).xdx ∫ µ . ( x)dx A
A
dimana µ A (x) adalah nilai keanggotaan dari Fuzzy set A dan x i adalah nilai dari domain pada level i. 5. Center of sums Metode ini lebih cepat dihitung dibanding metode lainnya. Prinsip dari metode ini adalah melihat daerah irisan dari fungsi keanggotaan yang ada kemudian baru menghitung pusat areanya. Overlapping yang terjadi pada metode centroid tidak terjadi pada metode ini. 6. Center of largest area Jika output dari Fuzzy set mempunyai minimal 2 daerah hasil, maka daerah yang kan kita hitung hasil defuzzifikasinya adalah daerah yang terbesar. Sedangkan untuk proses perhitungan defuzzifikasi menggunakan metode centroid. 7. Weighted average method Metode ini hanya dapat digunakan untuk output fungsi keanggotaan yang bersifat simetris.
34
2.10 Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hierarki (Marimin, 2004). AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif secara intuitif yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Langkah-langkah dalam metode AHP meliput i (Suryadi dan Ali, 2002): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, criteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan
berpasangan
sehingga
diperoleh
judgement
seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus diperbaiki.
35
Consistency Index (CI) mengukur seberapa besar tingkat kekonsistenan seseorang dalam memberikan penilaian terhadap suatu elemen di dalam masalah. CI =
λ max − n n −1
Keterangan :
λ max
: Nilai maksimum dari nilai eigen matriks yang bersangkutan
n
: Jumlah elemen yang dibandingkan Consistency Ratio (CR) menunjukkan penerimaan tingkat kekonsistenan
seseorang terhadap penilaian-penilaian yang dia berikan terhadap suatu masalah berdasarkan angka random consistency yang telah ditabelkan. CR =
CI RC
Keterangan : CI
: consistency index
RC
: random consistency
Nilai CR harus berada di antara 10 % atau kurang untuk dapat diterima. Pada AHP, skala yang digunakan adalah skala 1 – 9 yang menunjukkan penilaian equally, moderatly, strongly, very strongly, atau extremly preferred. Kwong (2002) memperkenalkan triangular fuzzy number yang digunakan untuk menyajikan perbandingan berpasangan bagi karakteristik pelanggan untuk ~ ~ menangkap ketidakjelasan adalah 1 − 9 . Fuzzy number akan dituliskan dengan tanda diatas angka yang ada. TFN N~
didefinisikan oleh 3 bilangan nyata
a ≤ b ≤ c , dan
dikarakteristikkan oleh fungsi keanggotaan kontinyu ~ (x) N μ :
Penentuan tingkat kepentingan kriteria/alternatif ternormalisasi yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan menggunakan TFN dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai berikut (Murtaza 2003)
36
•
Melakukan perbandingan berpasangan untuk setiap kriteria / alternatif dengan menggunakan skala lingustik atau skala 1-9. Hasil perbandingan berpasangan tersebut kemudian difuzzykan dengan TFN.
•
Menentukan tingkat kepentingan setiap faktor /kriteria dengan mengalikan tiap-tiap nilai dalam TFN (batas bawah, nilai tengah, batas atas) pada suatu baris, kemudian diambil akar ke-n dari hasil perkalian tersebut, di mana n adalah banyaknya kriteria/alternatif.
•
Melakukan normalisasi terhadap tingkat kepentingan (weights) dengan aturan :
Nilai bawah dibagi dengan jumlah dari nilai atas.
Nilai atas dibagi dengan jumlah dari nilai bawah
Nilai
tengah
dibagi
dengan
jumlah
dari
nilai
tengah
semua
kriteria/alternatif. Bila semua hirarkhi menggunakan TFN fuzzy AHP, maka proses tersebut diterapkan pada semua hirarkhi.
2.11 Quality Function Deployment (QFD) Stevenson (1996) menjelaskan bahwa quality function deployment (QFD) merupakan pendekatan terstruktur unuk mengintegrasikan “voice of customer” ke dalam proses pengembangan produk., QFD juga dapat diartikan sebagai suatu alat perencanaan yang digunakan untuk memenuhi harapan pelanggan (Besterfiled, 1995). Visualisasi teknik ini digambarkan dalam suatu rumah kualitas seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 11 Rumah Kualitas (Stevenson 1996)
37
Keterangan : Customer requirements : Berisi daftar kebutuhan dan keinginan konsumen yang diperoleh dari suara pelanggan melalui wawancara. Pada tahap ini dibutuhkan data mengenai tabel keinginan pelanggan. Dapat terbagi atas primer, sekunder maupun tersier. Design requirements : Berisi bahasa teknis dari perusahaan yang mendeskripsikan mengenai produk atau pelayanan yang direncanakan akan dikembangkan. Biasanya dikembangkan dari keinginan pelanggan. Competitive Assesment : Tingkat kepuasan atau penilaian pelanggan terhadap produk dari perusahaan dan dari pesaing yang sekarang sedang beredar. Relationship matrix : Berisi penilaian dari tim pengembang mengenai tingkat hubungan masing-masing antara keinginan konsumen dengan persyaratan disain Design requirements priorities, specifications or target values Berisi hasil perhitungan berdasarkan tingkat kepentingan konsumen dan matiks hubungan juga berisi mngenai target kemampuan dari persyaratan disain Correlation Matrix Berisi tingkat hubungan dari persyaratan disain Proses QFD memerlukan input data yang bervariasi. Input data ini mempunyai sifat yang kabur dan samar sehingga lebih baik diwakili oleh variabel yang linguistik. Untuk mengimplementasikan QFD yang berbasis data linguistik, proses pemodelan meliputi penggunaan kosep dari variabel linguistik, fuzzy number, fuzzy arithmetic dan defuzzifikasi. Langkah-langkahnya dijelaskan dalam Kwong (2002) sebagai berikut : 1. Inisialisasi (Initialization) Beberapa persoalan dijabarkan pada langkah ini, seperti : memutuskan kegunaan dari penelitian QFD (untuk mendisain produk baru, memperbaiki produk lama ataupun untuk mememangkas biaya), mendefinisikan keuntungan yang diharapkan, menyeleksi produk ataupun jasa yang akan diteliti, membentuk tim QFD.
38
2. Identifikasi data linguistik (Identification of linguistic data) Anggota tim QFD mengumpulkan kebutuhan dan keinginan konsumen (customer requirements) melalui brainstorming, focus groups, survei dan teknik lainnya. Setelah kebutuhan dan keinginan konsumen berhasil diidentifikasikan dan dikembangkan maka konsumen diminta untuk membuat keputusan mengenai tingkat kepentingan dari tiap-tiap cutomer requirements tersebut. Selain itu, tim QFD juga perlu mengidentifikasi mengenai karakteristik teknik yang mendukung customer requirements tersebut. Setelah karakteristik teknik berhasil dibangun, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi hubungan antara karakterisitk teknik dengan keinginan konsumen. Perbedaan antara QFD tradisional dengan model ini adalah data diungkapkan dan diwakili dalam bentuk variabel lingistik, bukan angka crisp. Contohnya untuk tingkat kepentingan konsumen yang biasanya menggunakan skala likert dari 1 sampai 5 dimana 1 menunjukkan atribut tersebut sangat tidak penting dan 5 menunjukkan bahwa atribut tersebut sangat penting dan juga untuk hubungan antara karakterisitk teknik dan atribut yang biasanya diidentifasikan dengan tidak ada hubungan, hubungan lemah, sedang dan kuat. Kedua data (yang berupa angka crisp) ini akan diubah menjadi angka fuzzy.
3. Fuzzifikasi data (Fuzzification of input data) Pada langkah ini input data akan diubah menjadi angka fuzzy. Seperti yang sudah dijelaskan, input data yang diubah menjadi angka fuzzy adalah tingkat kepentingan konsumen dan hubungan antara karakteristik teknik dengan keinginan konsumen. Triangular Fuzzy Number (TFN) digunakan dan semua fungsi keanggotaan untuk input data distandarisasi dalam interval [0,1].
4. Penerapan fuzzy aritmatik (Applying fuzzy arithmetic) Pada langkah ini, fuzzy aritmatik diterapkan untuk menghitung prioritas dari karakteristik teknik. Prioritas ini adalah hasil dari QFD. Prioritas karakteristik teknik ini akan membimbing proses pengambilan keputusan para pengguna
39
QFD, pengalokasian sumber daya dan fase QFD selanjutnya. Penjumlahan dan perkalian fuzzy number akan digunakan untuk menghitung prioritas karakteristik teknik. Untuk mendapatkan prioritas dari tiap karakterisitk teknik, maka langkah yang perlu dilakukan adalah mengalikan kekuatan hubungan (relationship strength) dengan tingkat kepentingan atribut (importance customer) kemudian menjumlahkan semua hubungan hasil perkalian tersebut. Kedua variabel linguistik tersebut dapat kita definisikan sebagai :
I = “IMPORTANCE” untuk tingkat kepentingan konsumen C = “CORRELATION” untuk hubungan antara kebutuhan konsumen dengan karakterisitk teknik Sehingga proses aritmatik dapat dirumuskan sebagai berikut : W j = (C 1j ⊗ I 1 ) ⊕ (C 2j ⊗ I 2 ) ⊕ ….. ⊕ (C nj ⊗ I n ); ∀ j ε {1, 2, 3, …,m} 5. Defuzzifikasi data (defuzzification of output data) Jika prioritas teknik fuzzy diperlukan maka step 4 ini akan dilewati dan proses dilanjutkan ke langkah 5. Tapi bila angka crisp yang diperlukan maka prioritas karakteristik teknik yang berhasil didapat (berupa angka fuzzy) perlu mengalami proses defuzzifikasi terlebih dahulu untuk merubahnya menjadi angka crisp. Proses defuzzifikasi ini ada beberapa macam. Diantaranya adalah Centroid Methods. Metode centroid ini menghitung center of gravity (COG) dari area dibawah fungsi keanggotaan µ A (x) dimana x* berarti nilai defuzzifikasi dari fuzzy set A.
6. Downstream QFD activities Dua situasi yang akan terjadi pada tahap ini. Situasi pertama adalah HOQ sebagai satu-satunya fase yang digunakan dalam proses QFD. Dalam situasi ini dihasilkan interpretasi dari informasi yang diberikan oleh HOQ. Situasi lainnya adalah HOQ merupakan fase pertama dimana pengembangan part, perencanaan proses dan produksi dimasukkan ke dalam kegiatan yang berurutan. Model ini didasarkan pada HOQ sebagai fase pertama dari QFD.
40
Fase kedua QFD memetakan karakteristik teknis produk ke dalam karakteristik proses.
Gambar 12
Model SECI dan Konversi QFD dari Pengetahuan Tacit ke Eksplisit (Akao, 2003)
Dalam konteks keterkaitan QFD dengan manajemen pengetahuan dan model SECI dijelaskan oleh Yoji A (2002). FMEA disebutkan merupakan bagian dari proses eksternalisasi atau pengubahan pengetahuan tacit menjadi explicit seperti dapat dilihat pada Gambar 12.
2.12 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah sebuah teknik analisis yang mengkombinasikan antara teknologi dan pengalaman dari orang dalam mengidentifikasi penyebab kegagalan dari produk atau proses dan perencanaan untuk penghilangan penyebab kegagalannya (Besterfield, 2004). Dengan kata lain FMEA dapat dijelaskan sebagai sebuah kelompok aktifitas yang meliputi:
41
•
Mengenali dan mengevaluasi kegagalan dari produk atau proses dan efek yang ditimbulkan.
•
Mengidentifikasi tindakan yang dapat mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan kegagalan
•
Mendokumentasikan proses
Ada beberapa macam tipe FMEA, tetapi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kategori FMEA yaitu: •
Design FMEA (DFMEA) Desain FMEA lebih kepada aktifitas untuk mendeteksi potensial kegagalan pada fase produk desain. Desain FMEA adalah sebuah prosedur untuk mengidentifikasi apakah bahan baku yang digunakan adalah bahan baku yang tepat, sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Desain FMEA memperhatikan keutuhan dari penggabungan komponen-komponen dan efek interaksi dari fungsi produk.
•
Process FMEA (PFMEA) Proses FMEA adalah aktivitas untuk mendeteksi atau mengevaluasi kegagalan pada proses manufaktur. Proses FMEA berhubungan dengan proses manufaktur dan atau proses perakitan.
Hal-hal yang harus diidentifikasi dalam Proses FMEA adalah: 1.
Fungsi proses Merupakan gambaran dari proses produksi yang akan dianalisa beserta dengan penjelasan secara singkat fungsi dari proses tersebut. Jika prosesnya ada beberapa operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda, daftarkan operasi sebagai proses terpisah.
2.
Jenis kegagalan yang terjadi Potensi kegagalan proses yang diidentifikasi adalah proses yang terjadi gagal dalam memenuhi persyaratan proses. Gunakan pengalaman proses yang sama untuk mengevaluasi keluhan pelanggan sehubungan dengan
42
komponen yang sama. Asumsikan bahwa material yang masuk sudah baik. 3.
Efek dari kegagalan yang terjadi Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen maupun efek terhadap kelangsungan proses selanjutnya.
4.
Severity Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung juga merugikan. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Makin parah efek yang ditimbulkan, makin tinggi nilai rating yang diberikan.
5.
Penyebab kegagalan Penyebab
kegagalan
kegagalan-kegagalan
didefinisikan pada
proses
sebagai tersebut
penjelasan bisa
terjadi.
mengapa Setiap
kemungkinan penyebab kegagalan yang terjadi didaftarkan dengan lengkap. 6.
Occurance Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurance ini diberikan untuk setiap penyebab kegagalan. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Makin sering penyebab kegagalan terjadi, makin tinggi nilai rating yang diberikan.
7.
Kontrol yang dilakukan: Kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi.
8.
Detectability Seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Makin sulit mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi, makin tinggi nilai rating yang diberikan.
Risk Priority Number (RPN) merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan detectability (D) :
43
RPN = O x S x D
Angka ini seharusnya digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan prioritas penanganan serius Aplikasi fuzzy FMEA dijelaskan dalam Puente (2002). Input yang berupa nilai severity, occurance, dan detactability ini terdiri dari 5 kelas (kategori) yaitu: •
Very Low (VL)
•
Low (L)
•
Moderate (M)
•
High (H)
•
Very High (VH)
Output yang berupa nilai Fuzzy RPN (FRPN) ini terdiri dari 8 kelas (kategori) yaitu: •
Very Low (VL)
•
Very Low – Low (VL-L)
•
Low (L)
•
Low Moderate (L-M)
•
Moderate (M)
•
Moderate High (M-H)
•
High (H)
•
High – Very High (V-VH)
•
Very High (VH)
Tahap selanjutnya yaitu mengevaluasi input dengan aturan-aturan fuzzy. If-then rules yang digunakan mengacu pada matriks di Gambar 13, sehingga didapatkan 125 rules.
44
Gambar 13 Matriks Fuzzy FMEA Rules (Puente et al. 2002)
Gambar 14 Keterkaitan FMEA dalam Model SECI (Arendt, 2008)
Dalam konteks keterkaitan FMEA dengan manajemen pengetahuan dan model SECI dijelaskan oleh Arendt M (2008). FMEA disebutkan merupakan
45
bagian dari proses eksternalisasi atau pengubahan pengetahuan tacit menjadi explisit.
2.13 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang manajemen pengetahuan dalam suatu industri atau klaster industri antara lain telah dilakukan Van Horne, Frayret dan Poulin (2005), Sureephong (2007) serta Chen dan Xiangzhen (2010) seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Penelitian Van Horne et al. (2005) menghasilkan suatu model manajemen pengetahuan untuk mengelola pengetahuan pada industri kehutanan di Kanada dengan perguruan tinggi dan pusat penelitian bertindak sebagai aktor utama. Penelitian Sureephong (2007) menghasilkan suatu model sistem manajemen pengetahuan untuk mengelola pengetahuan pemasaran ekspor pada klaster industri keramik skala kecil dan menengah di Thailand dengan aktor utama adalah asosiasi industri keramik. Penelitian Chen dan Xiangzhen (2010) menghasilkan suatu model sistem manajemen pengetahuan untuk memajukan kompetensi inti pada klaster industri. Namun demikian model manajemen pengetahuan pada beberapa penelitian terdahulu tersebut belum terkait dengan pemilihan inisiatif strategi pengembangan klaster serta strategi manajemen pengetahuan untuk mendukung strategi pengembangan klaster. Posisi penelitian dapat dilihat pada Gambar 15. Zack
(1999)
membuat
suatu
model
strategi pengetahuan
yang
menghubungkan pengetahuan dengan strategi. Strategi pengetahuan dimaksudkan untuk mengidentifikasi pengetahuan apa yang sesungguhnya dibutuhkan perusahaan setelah menganalisa lingkungan eksternal dan internalnya. Selanjutnya ditentukan cara bagaimana memenuhi kesenjangan dalam pengetahuan. Carpinetti (2008) membuat suatu penelitian mengenai kinerja klaster menggunakan model yang dikembangkan dari model Balanced scorecard tersebut berdasarkan empat perspektif untuk mengukur kinerja suatu klaster industri yaitu Kinerja Perusahaan, Hasil Sosial/Ekonomi, Efisiensi Kolektif dan Modal Sosial. Adapun tujuan-tujuan strategis dalam kinerja perusahaan adalah peningkatan pasar, peningkatan produktivitas, penurunan biaya, dan peningkatan keuntungan. Tujuan-tujuan strategis dalam perspektif hasil sosial/ekonomi adalah peningkatan lapangan
46
pekerjaan, dan peningkatan ketersediaan tenaga kerja terspesialisasi. Tujuantujuan strategis dalam efesiensi kolektif adalah penurunan biaya transaksi, dan peningkatan kerjasama. Tujuan-tujuan strategis dalam perspektif modal sosial adalah peningkatan jumlah anggota klaster yang terlibat dalam kerjasama. Quesada (2007) membuat suatu model pemilihan proses bisnis kunci dengan kriteria tujuan strategis suatu perusahaan yang ditetapkan menggunakan model Balanced scorecard. Selanjutnya penelitian Scholl (2007) dan Carrion (2006) menyatakan pentingnya inisiatif manajemen pengetahuan yang lebih berorientasi pada proses bisnis. Salah satu kunci sukses dalam inisiatif manajemen pengetahuan adalah selektif dalam memilih area pengetahuan yang akan dikelola. Nicolas
(2004)
melalukan
survai
mengenai
strategi
manajemen
pengetahuan yang paling banyak digunakan diantaranya adalah strategi pendekatan proses (kodifikasi), pendekatan praktek (personalisasi) serta sosialisasi (kombinasi). Pendekatan proses berusaha melakukan kodifikasi pengetahuan organisasional melalui kendali formal dan teknologi seperti intranet, data warehousing, repositori pengetahuan, peranti pendukung keputusan dan groupware. Pendekatan ini disebut juga strategi manajemen pengetahuan teknologikal. Pendekatan praktek berasumsi bahwa banyak pengetahuan organisasional bersifat tersembunyi dan kontrol formal, proses dan teknologi tidak cocok untuk mentransmisi jenis pemahaman ini. Pendekatan ini dilakukan kebanyakan melalui kontak pribadi ke pribadi. Sedangkan strategi sosialisasi menggabungkan kedua strategi sebelumnya yaitu teknologikal dan personalisasi. Sosialisasi didisain agar pengetahuan dapat saling dipertukarkan melalui interaksi satu sama lain dalam suatu komunitas pengetahuan atau kelompok orang yang bergerak dalam pengetahuan yang sama serta juga mengumpulkan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas (2004) menunjukkan bahwa strategi sosialisasi paling banyak digunakan. Wu (2007) melakukan penelitian mengenai pemilihan strategi manajemen pengetahuan menggunakan teknik ANP. Kriteria yang digunakan adalah dukungan pemerintah, komunikasi, biaya, budaya dan orang, insentif serta waktu. Sebagai alternatif adalah strategi kodifikasi, personalisasi dan kombinasi.
47
Tabel 3. Penelitian terdahulu mengenai manajemen pengetahuan dan klaster industri No 1
Peneliti Van Horne et al. (2005)
Penelitian Metode Penelitian ini mengkaji bahwa untuk menghadapi Literature tantangan dalam ekonomi berbasis pengetahuan, Review perusahaan perhutanan harus peduli tentang bagaimana pengetahuan dikreasi dan disebarluaskan. Terdapat beberapa pusat kepakaran kehutanan di dunia. Peran dari pusat kepakaran ini tidak hanya kreasi informasi dan pengetahuan tetapi juga secara efisien mendiseminasi temuannya pada industri. Studi kasus dilakukan pada industri kehutanan di Kanada dengan perguruan tinggi dan pusat penelitian bertindak sebagai aktor utama.
2
Sureephong Menghasilkan suatu model sistem manajemen (2007) pengetahuan untuk mengelola pengetahuan pemasaran ekspor pada klaster industri keramik skala kecil dan menengah di Thailand dengan aktor utama adalah asosiasi industri keramik.
Sistem manajemen pengetahuan Peta pengetahuan CommonKADS methodology Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Literature cara yang penting untuk membuat kompetensi Review klaster berkelanjutan adalah dengan transfer dan berbagi pengetahuan, membuat inovasi dalam klaster, menyerap pengetahuan dari luar serta menciptakan kapabilitas inovasi yang unik dan berbeda dari klaster lain. Menghasilkan suatu model sistem manajemen Sistem pengetahuan untuk memajukan kompetensi inti manajemen pada klaster industri. pengetahuan expert systems data mining system Penelitian ini dilakukan pada klaster elastomer di Metode survey Sinos Valley, Rio Grande do Sul Brazil dan Analisis menghasilkan kesimpulan bahwa pusat penelitian Statistik merupakan pusat pengetahuan teknikal dalam pengembangan produk perusahaan. Perusahaan mengirimkan teknisinya untuk bertukar pengetahuan dengan pusat penelitian ini dalam suatu communities of practices Perancangan model manajemen pengetahuan pada FAHP, FFMEA, klaster industri barang jadi lateks di Jawa Barat FQFD, Sistem dan Banten Pakar, Sistem Manajemen Pengetahuan
3
Yang dan Wang (2008)
4
Chen dan Xiangzhen (2010).
5
Ferasso et al. (2010)
6
Penelitian ini