52
BAB 2 SUMATERA UTARA DAN PEMUDA PANCASILA: PERSPEKTIF HISTORIS, DINAMIKA SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK
Bab ini akan menjelaskan latar belakang berdirinya Pemuda Pancasila di Sumatera Utara terkait dengan situasi politik nasional setelah Indonesia merdeka hingga Orde Lama yang menyebabkan banyak kelompok organisasi yang berada di Jakarta dan daerah membutuhkan dukungan massa yang besar. Ketidakstabilan politik pada masa Demokrasi Parlementer juga menimbulkan pengelompokan di tingkat akar rumput. Tidak terkecuali di Sumatera Utara, kekuatan-kekuatan politik nasional berusaha untuk “menggarap” seluruh satuan sosial masyarakat. Salah satu organisasi yang dibentuk untuk memobilisasi anak-anak jalanan yang berusia muda dan para preman di Sumatera Utara itu adalah Pemuda Pancasila. Dalam perkembangannya Pemuda Pancasila menjadi salah satu organisasi yang banyak membantu militer untuk mendukung pemerintah Orde Baru di daerah-daerah termasuk di Sumatera Utara. Setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru, Pemuda Pancasila harus beradaptasi dengan sistem politik yang telah berubah. Tidak ada kekuatan mayoritas sejak reformasi digulirkan dan tokoh-tokoh lokal mendapat peran tersendiri di daerahnya masing-masing sejalan dengan kebijakan otonomi daerah. Pada saat itulah, Pemuda Pancasila yang dikenal selalu mengandalkan kekuatan kekerasan memberikan pengaruhnya kepada otoritas politik lokal seperti partai politik, lembaga legislatif, dan eksekutif. 2.1. Sejarah Lahirnya Pemuda Pancasila Sumatera Utara dulunya dikenal dengan nama Sumatera Timur yang menjadi salah satu wilayah perkebunan di Indonesia. Sumatera Timur adalah daerah dataran rendah yang sangat luas. Menurut Karl J. Pelzer luas seluruh daerah Sumatera Timur mencapai 31.715 km2. Di daerah ini terdapat hutan-hutan Payau (Mangrove) yang ditumbuhi oleh pohon bakau dan nipah. Banyak sekali ditemukan sungai-sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Di sepanjang sungai-sungai itu, tertutama di muara sungai, tumbuh dengan lebat pohon nipah dan bakau. Sungai yang berhulu di Dataran Tinggi Karo dan Simalungun itu membawa sisa-sisa debu halus, pasir, tanah gembur dan
52
Universitas Indonesia
53
endapan lumpur.1 Akibatnya daerah Pantai Timur bertambah luas masuk ke Selat Malaka. Tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur Sumatera ini menjadi lahan subur untuk pertanian, terutama untuk mendukung industri perkebunan. Dampak perkembangan ekonomi perkebunan juga telah mengubah komposisi demografis. Mengalirnya ratusan ribu buruh dan kaum pendatang lainnya ke ”Het Dollar Land” Sumatera Timur, akhirnya menyebabkan penduduk asli turun menjadi minoritas. Suku Jawa menjadi komunitas tunggal yang terbesar, sedangkan orang China menempati urutan ketiga. Penduduk kota itu telah melahirkan suatu budaya baru yang terlepas dari lingkungan budaya asalnya dan wewenang Kerajaan Melayu. Mereka adalah rakyat gubernemen, bukan rakyat kerajaan.2 Komunikasi di antara mereka semakin lancar dengan diakuinya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Nasional pada tahun 1928. Pengakuan ini penting artinya dalam menumbuhkan budaya baru yang bersifat nasional di kota Medan. Hamka dalam ”Merantau ke Deli” mendeskripsikan, bahwa Anak Deli adalah tunas yang paling mekar dalam pembangunan bangsa Indonesia. Anak Deli adalah keturunan campuran dari berbagai etnis yang bebas dari kungkungan budaya tradisional.3 Kaum pendatang sebagian besar tinggal di kota-kota besar. Mereka bekerja sebagai kerani, guru sekolah, pedagang kaki lima, dan sebagainya. Penduduk asli Sumatera Timur adalah kelompok etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.4 Etnis Melayu Pesisir Sumatera Timur mendiami daerah Pantai Timur Sumatera. Bahwa yang dimaksud dengan etnis Melayu adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dalam pembauran ikatan perkawinan antar etnis serta memakai adat resam Melayu serta mayoritas beragama Islam. Keahlian khas raja-raja Melayu adalah kemampuannya menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan penduduk dari suku-suku lainnya tanpa mengorbankan identitas mereka. Keahlian inilah yang memungkinkan Kerajaan Melayu berkuasa di Bandar-Bandar 1
Karl J. Pelzer. 1985. Toen Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan. Jakarta: Sinar Harapan. hal. 34. 2 Orang China, Keling, dan orang asing lainnya yang tinggal di wilayah kerajaan menjadi rakyat gubernemen. Mededeelingen van den Burgerlijken. Geneeskundigen Dienst in Nederlandsch- Indie (MBGD), 1912-1925 hal. 34, 96, dan 162; Mahadi. 1978. Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Bandung: Alumni. hal. 76. 3 Hamka. 1966. Merantau ke Deli. cet. ke-3. Kuala Lumpur: Pustaka Antara. hal. 56. 4 Anthony Reid menyebut Sumatera Timur sebagai kampung halamannya penduduk Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun yang bekerja sebagai petani. Anthony Reid. 1987. Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Jakarta: Sinar Harapan. hal. 87.
Universitas Indonesia
54
Pantai Timur Sumatera, menggantikan pengaruh Aceh yang pernah memperkenalkan gagasan kerajaan di kalangan suku-suku Batak Karo dan Simalungun.5 Tumbuh kembangnya pelbagai perkumpulan atau organisasi, baik yang bersifat kedaerahan, keagamaan, kepemudaan, kemahasiswaan, kepartaian dan lain-lain tidak dapat dilepaskan dari situasi politik pada masanya. Masa awal kemerdekaan, terutama antara 1950-an hingga tahun 1960, sering disebut masa Demokrasi Liberal. Bermacam-macam organisasi atau perkumpulan tumbuh di mana-mana. Gejala ini tentu tidak dapat dilepaskan dari dorongan pemerintah, sebagaimana termuat dalam “MAKLUMAT PEMERINTAH” yang ditandatangani pada 3 November 1945 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta.6 Implikasi dari Maklumat tersebut di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, adalah berdiri berbagai cabang organisasi untuk merekrut anggota sebanyak-banyaknya. Tujuannya tidak lain adalah untuk memenangkan pemilihan umum nasional yang sejak 5 Oktober 1945 sudah dijanjikan akan dilaksanakan pemerintah pada Januari tahun 1946.7 Keadaan Kota Medan semakin rumit dan tidak menentu setelah timbulnya gerakan sebagaimana diistilahkan dengan kata “revolusi sosial’ di Sumatera Timur (April 1946). Sebagian besar anggota keluarga sultan-sultan Melayu ditangkap, dibunuh dan hartanya dirampok. Revolusi sosial ini diumumkan oleh Wakil Gubernur Sumatera, DR. Amir, yang mendapat tekanan dari kelompok kiri (komunis). Kelompok kiri berusaha meyakinkan massa rakyat bahwa Kesultanan Melayu berkhianat pada Revolusi Indonesia, karena beberapa hari setelah sekutu mendarat pihak Kesultanan mengundang seorang pejabat tinggi Belanda untuk menghadiri upacara penobatan Sultan Osman Sani dan pemakaman almarhum ayahnya yang digantikannya.8 Revolusi sosial yang belakangan diketahui diatur dan disusupi oleh unsur-unsur PKI (Partai Komunis Indonesia) ini, walaupun singkat sempat mengakibatkan berlakunya “keadaan darurat” di seluruh Sumatera Timur.9 5
Ibid. hal.24. Anonimous, Kepartaian di Indonesia. 1951. Jakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia. Pepora 8. 7 Daniel Dhakidae. 1981. “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia” dalam Jurnal PRISMA, Desember 1981. hal. 18. 8 Usman Pelly dan Darmono. 1981. Pandangan tentang Makna Hidup Transisionalitas Masyarakat: Studi Kasus Sumatera Utara. Jakarta: IDSN Depdikbud.hal. 202-203. 9 Sjahnan. 1982. Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan. Medan: Dinas Sejarah Kodam-II/BB hal. 30 6
Universitas Indonesia
55
Era revolusi kemerdekaan hingga tahun 1950, cukup kuat memberi alasan betapa keadaan saat itu dikatakan amat tidak aman. Masyarakat Sumatera Utara umumnya, khususnya di Medan, merasakan situasi yang demikian mencekam itu. Sehingga begitu memasuki era 1950-an, sekalipun di sana-sini masih terjadi berbagai pergolakan, namun secara historis masyarakat mengenalnya sebagai masa aman. Pada era inilah implementasi Maklumat Pemerintah 3 November 1945 mendapat momentum baru. Organisasi masa, perkumpulan-perkumpulan, serta organisasi partai tumbuh dan berkembang menjalankan misi dan program-program politiknya. Pertarungan antar partai untuk merebut pusat-pusat kekuasaan dan penentuan kebijakan negara berlangsung secara terbuka. Pergolakan-pergolakan yang terjadi di seluruh Indonesia itu bukan lagi dalam rangka menghadapi musuh dari luar. Akan tetapi pergolakan itu lebih disebabkan oleh perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan antar partai politik yang berpengaruh dan bermassa besar di dalam negeri. Di antara partai-partai politik yang terbilang jumlahnya di masa itu, pertikaian
ideologi
dan
kompetisi
untuk
menghimpun
kekuatan
dengan
mengumpulkan anggota sebanyak-banyaknya dari masyarakat merupakan isu sentral. Tiap-tiap organisasi/partai berlomba-lomba untuk tampil di panggung politik, menentukan format dan arah kebijakan Republik Indonesia yang baru merdeka. Ada yang muncul sebagai partai dengan ideologi agama, ideologi kebangsaan, dan ada pula dengan ideologi luar. Sebagian berbasis umat dan sebagian lagi berbasis okupasi dan kelas sosial. Seluruhnya tampil dengan mengklaim
satu
kerangka
politik
umum
mempertahankan
dan
mengisi
kemerdekaan. Perbedaan-perbedaan di antara partai politik dan organisasi itu selalu bermuara pada pertikaian yang berlarut-larut dan sulitnya mencapai kesepakatan. Setiap partai tidak peduli dengan masalah yang timbul akibat ketidaksepakatan mereka. Mereka hanya peduli pada upaya memperkuat basis-basis sosial partainya di kalangan masyarakat. Bermacam-macam instrumen digunakan untuk merekrut anggota partai sebanyak-banyaknya. Salah satu di antara instrumen yang paling populer adalah setiap partai politik mendirikan organisasi masyarakat agar dapat menjangkau massa yang lebih luas. Praktik perluasan massa pendukung di semua lapisan masyarakat, menyebabkan terjadinya pertikaian di antara kelompok
Universitas Indonesia
56
masyarakat. Pertikaian tidak lagi hanya terbatas di dalam parlemen, tetapi meluas di dalam kehidupan masyarakat. Mahasiswa, pelajar, pekerja/karyawan (buruh), petani, nelayan, seniman, pers dan lain-lain adalah kelompok masyarakat yang selalu menjadi sasaran partai politik untuk memperluas massa pendukungnya. Sasarannya tidak terbatas pada masyarakat yang tinggal di perkotaan tetapi juga pada masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sehingga tidak ada satu kelompok sosial pun dalam masyarakat yang tidak disentuh oleh partai politik, kecuali kelompok sosial yang pada masa itu dipandang sangat tidak mempunyai “greget” untuk merekrut massa, yakni anak jalanan. Di Medan kelompok anak jalanan terdiri dari para preman dan anak-anak cross-boys yang berpusat di seputar kota. Kelompok ini nampaknya tidak tergarap oleh kekuatan-kekuatan partai politik yang mendekati seluruh satuan sosial di masyarakat. Para anak jalanan atau preman yang berlainan kampung ini sering terlibat perkelahian antar sesamanya. Anak-anak jalanan yang menghuni perkampungan-perkampungan di seputar pusat kota, bermain ke daerah pusat, untuk menguasai wilayah di sekitar bioskop dan pusat-pusat pertokoan. Situasi itu mendorong pihak keamanan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan perkelahian yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan di pusat kota. Kecuali karena alasan itu, adanya petugas penjaga malam disebabkan oleh pengumuman darurat perang di Sumatera Utara akibat keputusan yang dilakukan Kolonel Simbolon, Panglima Daerah Militer I, pada 22 Desember 1956 memutuskan hubungan Sumatera Utara dan Kabinet Ali Sastroamidjoyo. Pada malam hari daerah kota terpaksa diawasi oleh petugas jaga malam dari anggota militer. Pasukan jaga malam ini dipimpin Kolonel Sukardi dari Kodam I Bukit Barisan. Sebagai pelaksana, pihak militer merekrut anak-anak jalanan untuk ditugaskan sebagai penjaga malam (hermandat). Hal ini dimungkinkan karena pada masa itu telah terdapat suatu perkumpulan yang bernama Perkumpulan Pemuda Kotamadya Medan (P2KM). Perkumpulan ini melibatkan banyak anggota kelompok anak jalanan yang tersebar di perkampungan sekeliling kota. Kelompok ini dibentuk di Jalan Amaliun, di rumah salah seorang anggota, dan diketuai oleh Effendi Nasution dengan sekretaris bernama Anwar. Karena pada masa itu isu mengenai pembebasan Irian Barat juga telah mengemuka, di mana setiap kabinet
Universitas Indonesia
57
pada masa itu mencantumkan masalah Irian Barat sebagai salah satu programnya, maka P2KM juga dinamakan PDIB (Pasukan Djibaku Irian Barat). Pada saat inilah, politik yang menjadi pembicaraan keseharian masyarakat, mulai masuk dalam kehidupan para anak jalanan alias preman Kota Medan. Begitu kuatnya keingingan warga untuk berpolitik, dalam arti merebut pengaruh dan kekuasaan dalam negara, menyebabkan perhatian pada ekonomi nyaris terabaikan. Strategi-strategi untuk mengembangkan sumber daya ekonomi negara kurang mendapat perhatian dalam arus pemikiran umum elit politik pada masa itu. Aktivitas-aktivitas ekonomi kurang terprogram secara berarti dalam kebijakan pemerintah. Ia dibiarkan berkembang begitu saja seperti sediakala, meniru dan mengikuti keadaan yang ada di masa-masa sebelumnya. Tetapi dalam keadaan itu sentralisasi ekonomi oleh negara justru terus berlangsung sehingga ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah menjadi begitu terasa. Akibatnya kekuatan
ekonomi
mensejahterakan
di
masing-masing
penduduk
yang
hidup
daerah di
semakin
daerah
melemah
tersebut.
untuk
Orang-orang
menganggur (preman) makin bertambah jumlahnya, baik karena kehilangan pekerjaan maupun karena ketinggalan dalam pendidikan akibat kemiskinan atau tiadanya kesempatan. Pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) tahun 1959 di Sumatera Barat, adalah salah satu pemberontakan yang menuntut
desentralisasi
kebijakan
ekonomi.
Begitu
pula
pemberontakan
PERMESTA Sulawesi Selatan yang disebabkan oleh penolakan kebijakan sentralisasi ekonomi oleh pemerintah pusat.10 Penurunan dominasi partai politik dalam kegiatan politik nasional, juga tampak ketika Presiden Soekarno mengangkat Ir. Djuanda menjadi Perdana Menteri. Susunan kabinet dibentuk tidak lagi berdasarkan kekuatan-kekuatan partai melainkan diangkat berdasarkan hubungan pribadi masing-masing. Hubungan 10
Koentjaraningrat. 1993. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta: Universitas Indonesia. hal. 24. Pemberontakan tersebut terjadi karena adanya pertikaian politik yang bukan saja telah menghalangi konsensus di parlemen, tetapi juga menyebabkan terabaikannya aspek ekonomi/ kesejahteraan rakyat banyak. Oleh karena itu, atas prakarsa dan dukungan Angkatan Darat, Presiden menunjukkan kekuasaannya lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan sekaligus mengakhiri era Demokrasi Liberal. Lihat juga Adnan Buyung Nasution. 1998. The Transition to Democracy Lessons from the Tragedy of Konstituante. Center for Political and Regional Studies, Indonesian Institute of Science: Ford Foundation; Ahmad Syafi'i Ma'arif. 1988. Islam dan Politik di Indonesia: Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. hal. 32; Alfian 1977. (ed). SegiSegi Sosial Budaya Masyarakat Aceh: Hasil-Hasil Penelitian dengan Metode Grounded Research. 1977. hal. 10; Deliar Noer. 2000. Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Penerbit PT. Mizan. hal. 31.
Universitas Indonesia
58
kedekatan dengan presiden jauh lebih menentukan karena peranan parlemen sudah lumpuh sama sekali. Tetapi konflik antar partai bukannya mereda, beberapa partai seperti PKI yang dekat dengan presiden, makin berkibar dan menggilas partaipartai lain disekitarnya. Termasuk Partai Masyumi yang turut dibubarkan tahun 1960 karena alasan keterlibatan tokohnya dalam pemberontakan. Lain halnya dengan IPKI yang kecil –karena kalah dalam Pemilu 1955– di masa ini justru dapat membangun kekuatan. Kekalahan IPKI yang didukung kalangan Angkatan Darat pada Pemilu 1955 itu, seakan memberi pelajaran banyak pada elit partainya. Konsolidasi IPKI dalam kongresnya di Lembang (Jawa Barat), pada tanggal 28 Oktober 1959, memunculkan gagasan untuk merekrut pemuda sebagai salah satu pilar pendukungnya. Kongres itu juga mengeluarkan mandat kepada fungsionaris partai di seluruh Indonesia untuk membentuk organisasi masa pendukung partai (onderbouw), yang dinamakan “karyawan” IPKI. Partai yang diresmikan menjadi partai politik pada tahun 1961 inilah yang kemudian menjadi bukti bahwa, hanya angkatan bersenjata sajalah yang bisa lebih leluasa bergerak menandingi kekuatan PNI dan PKI yang dekat dengan Bung Karno pada era Demokrasi Terpimpin. Menurut Spego Goni, dalam kapasitasnya sebagai fungsionaris IPKI, ia telah merintis pembentukan Pemuda Pancasila sejak dini.11 Nama “Pemuda Pancasila” itu sudah pernah dicantumkannya dalam buku tamu di sebuah acara resmi, yakni pada Peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1959 di Gedung LAN Jl. Veteran Jakarta. Kehadiran Spego Goni dalam acara tersebut sebetulnya mewakili IPKI Jakarta Raya. Oleh sebab itu, menurut Spego Goni, dialah orang yang pertama mencetuskan nama Pemuda Pancasila dan dia pula orang yang membawa delegasi Pemuda Pancasila (Mei 1961) pertama menjadi onderbouw IPKI ke hadapan Ny. Ratu Aminah Hidayat (Ketua Umum DPP IPKI) ketika itu.12
11
Spego Goni. 1964. Sekali Lajar Terkembang, Surut Kita Berpantang. Djakarta: Pemuda Pantjasila. hal. 63. 12 Ny. Ratu Aminah saat itu adalah istri dari Kolonel Hidayat Martaatmadja (Kepala Staf Komandemen). Ia aktif di bidang politik dan salah seorang pengagum ajaran-ajaran dan pemikiran Soekarno. Kedudukan Ratu Aminah sebagai Ketua IPKI, yang sangat dekat dengan para perwira ketika itu, membuat Pemuda Pancasila menjadi organisasi pemuda yang baru lahir namun diperhitungkan dalam konstelasi politik nasional. Lihat H. Rosihan Anwar. Mengenang Jendral Hidayat Martaatmadja. dalam http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/02/opini/2256766.htm. Diakses tanggal 10 Mei 2012.
Universitas Indonesia
59
Sampai tanggal 28 Oktober 1960 embrio organisasi Pemuda Pancasila versi Spego
Goni
belum
diizinkan
mengikuti
Kongres
Pemuda
di
Bandung.
Penyebabnya adalah Pemuda Pancasila belum terdaftar sebagai organisasi pemuda. Tetapi pada tanggal 27 April 1961, kira-kira enam bulan kemudian, Pemuda Pancasila diterima sebagai anggota “Front Pemuda”. Namun Spego Goni tidak menjelaskan alasan yang menyebabkan Pemuda Pancasila pada saat itu dapat diterima, jika pada tahun 1960 masih ditolak mengikuti Kongres Pemuda. Diterimanya Pemuda Pancasila ke dalam Front Pemuda terkait dengan keberadaan Ny. Ratu Aminah Hidayat (Ketua Umum IPKI).13 Sehingga tidak mengherankan kalau organisasi pemuda yang bernaung di bawah bendera partainya itu diterima menjadi anggota Front Pemuda. Namun yang perlu disimak adalah bahwa di dalam Front Nasional itu sendiri terdapat unsur PKI yang diketahui sangat anti kepada Pancasila. Tentu saja unsur PKI tersebut dengan sangat berat hati menerima keanggotaan Pemuda Pancasila. Tetapi dengan konsep NASAKOM yang digulirkan Presiden Soekarno serta didukung sepenuh hati oleh PKI maka secara formal unsur komunis di Front Nasional tak berdaya menolaknya. Sampai saat ini sejarah tentang penggunaan nama Pemuda Pancasila versi lain selain dari yang sudah dibuat Spego Goni, secara tertulis belum dapat ditemukan.
Oleh
sebab
itu
pendapat-pendapat
yang
bernada
menggugat
kebenarannya, seperti banyak beredar di kalangan anggota Pemuda Pancasila dewasa ini, sulit diyakini kekuatannya. Memang kemungkinan adanya kekeliruan tentang hal itu sebetulnya masih sangat terbuka. Intensitas komunikasi antar daerah pada masa itu dapat dibayangkan masih sangat terbatas. Sehingga informasi tentang perkembangan dari pelaksanaan mandat kongres IPKI Lembang (1959) guna mendirikan organisasi pemuda IPKI di daerah-daerah di luar Jawa umumnya atau Jakarta khususnya, tidak dapat diketahui seluruhnya. Inilah alasan yang umum dikemukakan untuk menggugat lukisan sejarah yang diajukan Spego Goni. Apalagi jika dalam kongres Lembang sendiri sebetulnya sudah ada dibicarakan nama dari wadah pemuda IPKI yang akan didirikan adalah Pemuda Pancasila, maka klaim Spego Goni patut diragukan. Ada kemungkinan di daerah lain telah didirikan Pemuda Pancasila menyusul mandat yang dikeluarkan kongres. Akan tetapi, 13
Ketika itu Ratu Aminah Hidayat sangat disegani oleh para tentara. Kedudukannya sebagai pendiri Persatuan Kaum Ibu Tentara (PKIT) yang kemudian dikenal sebagai Persit, menjadikannya sosok wanita yang diperhitungkan di kalangan para tentara yang menolak keberadaan PKI.
Universitas Indonesia
60
disinilah kekurangannya, dokumen kongres IPKI Lembang sendiri pada saat ini tidak tersimpan di tangan para aktivitas Pemuda Pancasila yang ingin menggugat. Pemuda Pancasila lahir tak lama setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditetapkan. Kesepakatan tentang hal itu di antara anggota Pemuda Pancasila dapat diyakini bahwa Pemuda Pancasila lahir di tengah-tengah situasi politik nasional yang tidak demokratis. Kelompok yang tidak setuju terhadap Nasakom dan komunis, dapat diduga akan mengalami kesulitan untuk berkembang. Tantangan yang dihadapi oleh “bayi” Pemuda Pancasila tentu tidak kecil. Partai Komunis Indonesia yang diketahui sangat “mesra” berhubungan dengan Bung Karno menjadi penghalang bagi gerakan yang dilakukan Pemuda Pancasila. Sejarah membuktikan tidak sedikit aparat pemerintahan, sipil maupun militer, pada masa itu bersimpati kepada Partai Komunis Indonesia. Mereka bahkan terlibat langsung dalam usaha PKI untuk menggantikan Pancasila dengan Komunisme sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Setelah
Dekrit
Presiden,
pemerintah
mengeluarkan
kebijakan
menyederhanakan partai-partai politik yang ada melalui Penpres 7 Tahun 1959 dan Penpres 13 Tahun 1959. Partai-partai diwajibkan menerima Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia) disamping ideologi masing-masing partai. Semua partai politik diwajibkan melaporkan kembali partainya kepada pemerintah. Setiap partai harus mendaftar kembali sesuai persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. Syaratsyaratnya antara lain harus mempunyai cabang yang tersebar paling sedikit seperempat jumlah daerah Tingkat I dan jumlah cabang di daerah Tingkat I bersangkutan minimal sebanyak seperempat daerah Tingkat II, jumlah anggota seluruhnya minimal 150.000 orang, lengkap dengan catatan nama, umur dan pekerjaan anggota dari setiap cabang disertai pengesahan polisi.14 Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) sebagai organisasi yang dibentuk oleh TNI sangat menyambut keputusan itu. Tekad pengurusnya untuk mengabadikan Pancasila sebagai dasar negara dan cita-cita kemerdekaan, sebagaimana keputusan kongresnya yang ke-II di Lembang (Jawa Barat) 17-21 Maret 1959, mendapat sambutan dari Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan 14
Spego Goni. 1964. Op. Cit. Universitas Indonesia
61
Perang. Menghadapi kebijakan pemerintah yang baru ini, internal IPKI mengalami perpecahan. Pihak pertama menyatakan IPKI tidak perlu dipertahankan dan karena itu sebaiknya dibubarkan lalu bergabung dengan Angkatan 45 dan Legiun Veteran. Sebab secara ideologis Republik Indonesia telah kembali kepada Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi pihak kedua merasa IPKI masih perlu dipertahankan untuk mengawal pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Atas dasar inilah IPKI mendaftar sebagai partai politik dan dinyatakan lulus oleh Keppres No. 128/1961. Perpecahan ini menyebabkan pusat kegiatan (sekretariat) IPKI terbelah dua. Sebagian berkegiatan di Jalan Menteng Raya No. 60 dan sebagian lagi berkegiatan di Jalan Kebon Sirih No. 39. Di Menteng Raya berkantor kelompok Achmad Sukarmadijaya yang menginginkan IPKI menjadi partai politik sedangkan di Kebon Sirih berkantor Sugirman dan kelompoknya, yang tidak ingin IPKI jadi partai politik. Generasi muda IPKI yang berinduk di Menteng Raya melahirkan organisasi massa Pemuda Pancasila sedangkan dari Kebon Sirih lahir organisasi pemuda bernama Pemuda Patriotik. Dualisme generasi muda IPKI ini sempat menyebar ke seluruh wilayah IPKI di daerah-daerah. Tidak terkecuali di kalangan generasi muda IPKI Sumatera Utara. Namun beberapa pertanyaan masih belum terjawab secara tuntas mengenai hubungan pembentukan organisasi Pemuda Pancasila di Medan dengan Pemuda Pancasila bentukan Spego Goni di Jakarta. Almarhum Kerani Bukit barangkali tidak sempat menuturkan hal itu kepada para penerusnya.15 Tidak ada dokumen ataupun catatan-catatan yang dapat menjadi rujukan untuk mengetahui keterkaitan tersebut. Akibatnya, masalah itu hilang bersamaan dengan kepulangan almarhum Kerani Bukit sebagai pelopor dan orang yang mencari pemuda-pemuda untuk dimasukkan menjadi pengurus Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Setahun sebelumnya, persisnya pada tanggal 28 Oktober 1960, Ketua DPD IPKI Sumatera Utara, Kerani Bukit, melantik Effendi Nasution sebagai Ketua dan Yansen Hasibuan sebagai Sekretaris pengurus organisasi Pemuda Pancasila di Medan. Effendi Nasution, selaku orang yang dilantik ketika itu, tidak mengetahui 15
Kerani Bukit adalah seorang purnawirawan Angkatan Bersenjata dan Ketua IPKI Sumatera Utara yang pertama tahun 1959. Pada masa kemerdekaan, ia dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Di kalangan Pemuda Pancasila Sumatera Utara, Kerani Bukit, dianggap sebagai pemimpin induk Pemuda Pancasila yang memiliki kemampuan berpidato yang baik dan sangat membenci PKI.
Universitas Indonesia
62
pada saat yang sama di tempat lain juga, ada organisasi Pemuda Pancasila di luar Kota Medan. Effendi Nasution hanya tahu bahwa nama organisasi Pemuda Pancasila saat itu disebutkan oleh Kerani Bukit. Nama Pemuda Pancasila diketahui Effendi Nasution beberapa hari sebelum pelantikan, pada saat dia bertemu dengan Kerani Bukit di kantor IPKI Jalan Sutomo Medan, di depan Medan Bioskop. Pertemuan itu, menurut Effendi, dilakukan setelah Rosiman (teman Johan Bukit, putra Ketua IPKI) mengajaknya bergabung dengan IPKI yang akan mendirikan organisasi Pemuda Pancasila di Medan. Pilihan kepada Effendi Nasution sebagai Ketua Pemuda Pancasila Kota Medan diduga sebagai hasil diskusi dan pengamatan yang mendalam di kalangan pucuk pimpinan IPKI Sumatera Utara ketika itu. Tepatnya pilihan itu terletak pada dua hal. Pertama, Effendi Nasution adalah simbol dari pemuda jalanan, anak bioskop, yang selama ini belum sempat tergarap oleh organisasi-organisasi kekuatan politik. Pada saat itu jumlah anak jalanan di Kota Medan cenderung meningkat bersamaan dengan kebijakan program rasionalisasi dan sentralisasi ekonomi sejak Kabinet Wilopo. Kedua, pada saat yang bersamaan Effendi Nasution dan Rosiman telah menjadi anggota perkumpulan P2KM (Persatuan Pemuda Kotamadya Medan), yang bertugas sebagai penjaga malam (hermandat) di pusat kota. Organisasi P2KM telah menjadi arena sosial bagi para preman dan crossboys untuk bekerjasama, membangun saling pengertian, baik dalam pergaulan maupun dalam aktivitas dan dinamika kehidupan kota Medan. Secara taktis tidak salah Efendi Nasution dipilih sebagai pimpinan organisasi yang sudah mulai berkibar sebagai penjaga malam menyusul pengumuman Presiden tentang darurat perang 1957. Kolonel Sukardi dari Kodam I Bukit Barisan, Ketua Umum Jaga Malam ketika itu, dan yang diduga kuat mempunyai hubungan baik dengan Kerani Bukit selaku purnawirawan angkatan bersenjata, berkemungkinan besar ikut mempengaruhi pilihan IPKI dalam membentuk organisasi Pemuda Pancasila di Medan. Kehadiran Pemuda Pancasila di Kota Medan juga merekrut para anak jalanan dan preman itu sebagai anggota organisasi. Hampir seluruh anggota P2KM menjadi anggota Pemuda Pancasila. Ketika Effendi Nasution beserta pengikutpengikutnya dari P2KM beralih kepada Pemuda Pancasila, suasana bersatu di
Universitas Indonesia
63
kalangan pemuda preman sudah terbentuk. Perkelahian preman antar kampung, untuk sebagian sudah dapat dihindari. Para preman yang pada mulanya hanya terikat menurut kesamaan teritori sudah dapat berkawan dan bergaul secara lintas teritori kampung. Oleh sebab itu, kehadiran Pemuda Pancasila sudah lebih mudah diterima di kalangan preman serta malahan diharapkan akan memberi sentuhan organisasi yang lebih sistematis melalui kegiatan-kegiatan yang telah direncakan. Dalam perkembangannya, jumlah anggota Pemuda Pancasila di Kota Medan telah mencapai ribuan hingga tahun 1962. Pada masa-masa awal pembentukan Pemuda Pancasila, sistem organisasinya belum sebaik sekarang. Upaya penataan organisasi diutamakan pada usaha pembentukan
organisasi
di
seluruh
wilayah
Kota
Medan.
Pelaksanaan
pembentukan organisasi tidak terbatas hanya oleh pengurus Pemuda Pancasila yang sudah ada sebelumnya. Pengurus IPKI masih sangat berperan dalam pembentukan itu. Jika di suatu pemukiman ada kemungkinan Pemuda Pancasila dibentuk, maka disanalah organisasi itu dibentuk. Oleh sebab itu tidak mengherankan bila pada saat yang sama, terjadi dua peristiwa pelantikan pengurus di dua pemukiman yang berbeda. Tentang hubungan organisatoris atau hirarkis antara Pemuda Pancasila di tempat yang satu dan di tempat yang lain pada dasarnya tidak begitu jelas. Hubungan antara mereka hanya karena sama-sama berinduk kepada organisasi IPKI. Kegiatan nyata yang dikelola oleh organisasi Pemuda Pancasila sangat boleh jadi tidak ada. Kegiatan yang dilakukan hanya untuk menyatukan Partai IPKI. “dulu mana kita tahu dek…. Organisasi kata orang, ya organisasi. Lantik katanya ya lantik lah, kan sekarang baru kita tahu itu apa. Setelah pelantikan lalu ada latihan atau penataran dan sebagainya. Sebelumnya mana ada tatartatar karena semua preman, crossboy, pencuri, perampok dan pembunuh ada semua di situ. Apa itu DPW, DPC mana kita tahu itu, iya kan? Yang penting bikin saja dulu, dirikan di mana-mana. Jadi lain dek…tidak seperti sekarang, sekarang ini orang sudah banyak yang tahu bahwa DPW melantik DPC. DPC melantik anak cabang. Dulu mana ada itu… Preman semuanya di situ.”16 16
Meski kebanyakan anak muda “jalanan” yang direkrut tidak memiliki pekerjaan tetap, namun sebagian pimpinan Pemuda Pancasila berasal dari orang-orang yang memiliki semangat pionir dan
Universitas Indonesia
64
Pada tanggal 14 April 1961 IPKI dinyatakan lulus seleksi dan diakui keberadaannya sebagai sebuah partai politik yang berhak mengikuti pemilu. Pengakuan tersebut dinyatakan dalam KEPRES No. 128 Tahun 1961. Bagi IPKI peningkatan statusnya menjadi sebuah partai disambut dengan kegembiraan. Kegembiraan itu sangat beralasan karena hal itu mencerminkan prestasi IPKI yang sangat besar di masa itu. Sebab peningkatan status menjadi partai memudahkan konsolidasi organisasi IPKI yang telah memiliki beberapa cabang di wilayah nusantara. Ketika itu tantangan dari partai-partai lain menjadi salah satu persoalan bagi internal IPKI terkait dukungan dari para pemuda, seperti PNI dengan Pemuda Marhaennya dan PKI dengan Pemuda Rakyatnya. Pemuda Pancasila dinyatakan secara resmi sebagai organisasi yang berada di bawah binaan (onderbouw)17 IPKI, ketika Kongres III IPKI yang berlangsung tanggal 7–11 Juli 1961 di Surabaya. Sejak itu mulai dilakukan penataan struktur organisasi sebagai upaya perluasan dan pemekaran organisasi ke seluruh tanah air. Partai IPKI berperan sangat penting dalam proses konsolidasi Pemuda Pancasila di seluruh wilayah Indonesia. Demikian pentingnya, sehingga pada tanggal 20 Agustus 1962 tanpa melalui rapat umum Pemuda Pancasila se-Indonesia, Ketua Umum IPKI melantik Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda Pancasila di bawah pimpinan Ketua Umum Spego Goni SP dan Sekretaris Umum Arief Zen. Selain membentuk Pemuda Pancasila, Kongres IPKI ke-III Surabaya juga membentuk onderbouw IPKI lainnya yaitu Mahasiswa Pancasila, Ikatan Sarjana Pancasila, Karyawan Wanita Pancasila, Gerakan Pelajar Pancasila, Karyawan Tani Pancasila, Karyawan Nelayan Pancasila, Karyawan Guru Pancasila, Lembaga Kebudayaan
Pancasila,
dan
Kubu
Pancasila.
Secara
bertahap
dan
berkesinambungan, orgnisasi onderbouw IPKI terus didirikan hingga menjelang Gestapu 1965 keseluruhan organisasi binaan tersebut telah berdiri di Medan, Sumatera Utara. Pada bulan Juli 1963 pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara dibentuk. Effendi Nasution ditunjuk sebagai Ketua dan dilantik di Gedung Selecta, Jalan Listrik Medan, oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah kepeloporan yang mumpuni di antara pemuda lainnya. Lihat Syamsul Bahri Nasution dan Saifuddin Mahyudin. 1999. The Lion of North Sumatera. Medan: USU Press. hal. I-III. 17 Istilah Onderbouw berasal dari bahasa Belanda yang artinya sub-struktur. Kata onderbouw sering digunakan oleh para aktivis partai politik untuk menyatakan suatu organisasi masyarakat yang menjadi binaannya.
Universitas Indonesia
65
IPKI Sumatera Utara. Lima jam kemudian di rumah Kusen Tjokrosentono, Ketua IPKI Sumatera Utara, memberikan tugas kepada Yan Paruhum Lubis alias Ucok Majestik sebagai koordinator Pemuda Pancasila Kotamadya Medan. Kusen Tjokrosentono, yang pada saat itu menjabat Kepala Jawatan Penerangan Provinsi Sumatera Utara, tampaknya ingin mempersiapkan pembentukan Dewan Pimpinan Cabang Kotamadya Medan. Ketika itu, di beberapa wilayah kecamatan Kotamadya Medan telah dibentuk Pemuda Pancasila, di antaranya Pemuda Pancasila Ranting Pulau Brayan ketuanya Suaibun Usman, Pemuda Pancasila Anak Cabang Kecamatan Medan Barat dengan ketua Nico Pulungan, dan lain-lain. Seluruh pengurus Pemuda Pancasila di tingkat ranting hingga anak cabang dilantik oleh pengurus IPKI, bukan oleh pengurus Pemuda Pancasila dari instansi yang lebih tinggi. Effendi Nasution, selaku Ketua DPW, dan Amran Ys mulai membentuk Anak Ranting Pemuda Pancasila di sekitar Jalan Medan Area Selatan tahun 1964. Waktu itu di jalan tersebut sudah ada kelompok pemuda dengan nama Seri-Boys. Anggotanya terdiri dari anak-anak sekitar Jalan Medan Area Selatan, yang sering nongkrong di bawah pohon Seri dan dikenal dengan sebutan Pemuda Roman. Sebagian mereka sudah tidak bersekolah dan sebagian lagi masih bersekolah. Umumnya belum memiliki pekerjaan tetap, kecuali membantu pekerjaan orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari misalnya berjualan. Kebiasaan anak muda masa itu adalah mereka bermusuhan dengan anakanak muda di lingkungan yang lain di antaranya anak-anak Jalan Puri. Berkelahi secara keroyokan dengan anak-anak Puri, adu jotos dan lempar batu pun sering terjadi. Walaupun sebab perkelahian itu hanya karena soal plotot-plototan mata secara individual saat berpapasan. Pasa masa kepemimpinan Effendy Nasution, untuk menjadi ketua Pemuda Pancasila di semua tingkatan, ia selalu bertanya "Apa kau sudah pernah masuk penjara? Sudah berapa orang yang kau tikam/bunuh? Berapa anggotamu?” dan pertanyaan lainnya yang terkadang menyesakkan dada. Jika memenuhi syarat itu langsung diterbitkan surat keputusan tanpa ada musyawarah. Pertumbuhan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara tak dapat dilepaskan dari keadaan sosial budaya dan sosial politik ketika itu. Semangat revolusi yang dihembuskan oleh para pejuang bekas tentara dan lasykar rakyat berkobar di bawah
Universitas Indonesia
66
panji IPKI dan ormas-ormasnya. Semangat anak muda yang mengidolakan para jagoan pun menemukan salurannya di dalam organisasi. Pemuda Pancasila menjadi wadah berkumpulnya para preman dan jagoan yang selama ini menjadi perhatian anak muda. Keberanian dan kesetiaan kelompok menjadi simbol Pemuda Pancasila dalam menantang musuh-musuhnya. Pemuda Pancasila yang berbasis para anak jalanan mulai bangkit merekrut pemuda-pemuda di kampung-kampung bumiputera sekitar Kota Medan. Hal ini menjadi perhatian pihak lawan, terutama dari kelompok pemuda yang mendukung PKI yakni Pemuda Rakyat. Apalagi pada waktu itu kata-kata Pancasila mulai lenyap dari telinga dan ada ketakutan orang menyebutkan itu. Orang takut menyebutnya karena tidak bersesuaian dengan ideologi Nasakom yang telah menyebar ke seluruh wilayah nusantara. Akan tetapi oleh anak jalanan, kata “Pancasila” bukan saja sekedar disebut, ditanamkan dalam hati, melainkan ditabalkan pada nama organisasinya Pemuda Pancasila. Pemuda Rakyat paling tidak suka melihat orang mengagung-agungkan Pancasila. Dengan segala cara mereka tempuh agar lawan jatuh dan terpuruk. Mereka tebar intrik dan ejekan-ejekan untuk mengecilkan marwah lawan. Mereka sebar benih permusuhan, bersembunyi di balik kata revolusi untuk menghabisi lawan. Dengan jumlah massa ribuan mereka gelar demonstrasi-demonstrasi, intimidasi, dan propaganda menjatuhkan lawan. Mereka teriakkan NASAKOM yang menyudutkan agama. Mereka ciptakan idiom-idiom politik untuk menistakan lawan. Lewat spanduk mereka tuliskan dan lewat koran mereka sebarluaskan seperti HMI “kaum sarungan”, SOKSI “kapitalis birokrat” alias “kabir”, Pemuda Pancasila “perampok kota”, serta slogan lainnya seperti Bubarkan HMI, Bubarkan SOKSI, Ganyang Pemuda Pancasila. Intimidasi dan intrik-intrik yang disebar Pemuda Rakyat18/PKI tidak pula membuat Pemuda Pancasila takut. Dengan semboyan “Kamput19 di Kiri Tombak di 18
Pemuda Rakyat adalah sayap pemuda dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Organisasi ini mula-mula dibentuk dengan nama Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Pertama kali organisasi ini diciptakan atas inisiatif Menteri Pertahanan saat itu, yaitu Amir Sjarifuddin, sebagai sayap pemuda dari Partai Sosialis Indonesia (PSI). Kongres yang diadakan pada 10 November-11 November 1945, mempersatukan tujuh organisasi setempat. Keanggotaannya dengan cepat berkembang menjadi sekitar 25.000 orang. Organisasi ini ikut serta dalam perjuangan bersenjata untuk merebut kemerdekaan dalam revolusi nasional Indonesia. Satuan-satuan Pesindo terlibat dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Britania. Bersama-sama dengan PKI dan FDR ikut serta di dalam Peristiwa Madiun 1948. Pada 1950 organisasi ini membentuk hubungannya dengan PKI dan mengubah namanya menjadi Pemuda Rakyat.
Universitas Indonesia
67
Kanan” dan “Nyawa dibalas Nyawa, Darah dibalas Darah”, Pemuda Pancasila dengan berani melawan musuhnya. Esprite de corps, setia kawan, “Tangan Kanan kuburan, Tangan Kiri Rumah Sakit” menjadi semboyan Pemuda Pancasila maju menentang Pemuda Rakyat dan PKI. Tidak sekali dua perkelahian terjadi di antara mereka. Suatu hari di antara tahun 1964–1965 seorang anggota Pemuda Pancasila, Yan Paruhum Lubis atau Ucok Majestik, diculik Pemuda Rakyat. Sebagai gantinya Pemuda Pancasila mengambil Ketua Pemuda Rakyat wilayah Medan Barat. Di hari yang lain, ketika sebuah upacara nasional digelar di lapangan Benteng, Pemuda Rakyat yang berjumlah ribuan ingin menyingkirkan barisan Pemuda Pancasila yang hanya berjumlah 40 orang. Melihat sikap Pemuda Rakyat yang arogan itu, Pemuda Pancasila di bawah pimpinan Ucok Majestik melaksanakan aksi yang sangat emosional. Dengan kayu, batu dan tiang bendera yang ada di tangan, Pemuda Pancasila menghajar barisan Pemuda Rakyat hingga kocar-kacir.20 Suasana mencekam dan mengkawatirkan mulai timbul setelah PKI/BTI membunuh seorang anggota ABRI yang kemudian dikenal sebagai (Alm.) Letda Soedjono di Perkebunan Bandar Betsy, Simalungun, 14 Mei 1965. Hiruk pikuk dan kekacauan terus-terusan memuncak setelah itu. Demonstrasi, agitasi, dan propaganda semakin banyak digelar. Rakyat di kota ataupun di pedesaan makin ditakut-takuti. PKI merasa semakin kuat, apalagi beberapa pejabat teras, sipil dan militer Sumatera Utara telah berhasil dirangkulnya. Kehidupan rakyat makin mencekam, siapa kawan dan siapa lawan semakin tidak jelas, saling curiga merajalela. Berita tentang terbunuhnya para Jenderal di Jakarta telah disiarkan oleh RRI pada 2 Oktober 1965 malam. Kabar tersebut didengar oleh sebagian anggota Pemuda Pancasila yang sedang berada di Medan Bioskop. Isi berita mengabarkan bahwa telah terbunuh satu perwira, lima jenderal dan seorang bocah oleh satu Pada kongres November 1950 Francisca C. Fanggidaej diangkat menjadi ketua, sementara Sukatno menjadi sekretaris jenderal. Pada 1965 keanggotaannya mencapai sekitar 3 juta orang. Organisasi ini ditindas secara brutal bersama-sama dengan PKI pada 1965-1966. Lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Pemuda_Rakyat 19 Kamput singkatan dari kambing putih merupakan merek minuman keras yang bisa memabukkan, dengan harga yang relatif murah menjadi minuman sehari-hari para anak muda jalanan di kota Medan dan sekitarnya. 20 Wawancara dengan Yan Paruhuman Lubis atau Ucok Majestik (Pini Sepuh Pemuda Pancasila), 5 November 2011, pukul 15.05 Wib di rumah pribadinya, Perumnas Helvetia Medan. Lihat juga Sarmadan Pasaribu. 2002. “Peranan Pemuda Pancasila Menentang Gerakan Partai Komunis Indonesia di Kotamadya Medan Tahun 1960-1966”. Skripsi. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Universitas Indonesia
68
gerakan tertentu di Jakarta. Tanpa pikir panjang, apalagi setelah ada peringatan sebelumnya, anggota Pemuda Pancasila yang berkumpul di tempat itu menafsirkan bahwa gerakan dimaksud adalah PKI. Maka pada malam itu juga, “pasukan” Pemuda Pancasila tanpa berkonsultasi dengan pihak manapun langsung bergerak menyerang kantor dan rumah-rumah anggota PKI. Kegiatan ini terus dilaksanakan pada hari-hari berikutnya. Pembentukan Komando Aksi dalam rangka penumpasan PKI dan ormasormasnya dilakukan di Sumatera Utara. Gerakan pembentukan Komando Aksi ini diprakarsai oleh Pemuda Pancasila yang dibentuk pada 29 Oktober 1965 dengan ormas-ormas pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk menumpas PKI.21 Masyarakat pemuda semakin menggandrungi organisasi Pemuda Pancasila, sehingga pada masa itu banyak sekali tumbuh pengurus-pengurus Pemuda Pancasila mulai dari Anak Ranting, Ranting, Anak Cabang, serta Cabang di Sumatera Utara. Komando Aksi mengadakan rapat umum di Gedung Olahraga Medan, dengan membahas isu masuknya senjata sebanyak 1.000 pucuk dari RRT (Republik Rakyat China). Usai rapat seluruh peserta berdemonstrasi ke kantor Konsulat RRT yang dipimpin Pemuda Pancasila. Massa demonstran menurunkan bendera RRT dan mendesak pihak konsulat untuk menjelaskan perihal kebenaran isu tersebut di atas. Dalam demontrasi yang emosional itu, tiba-tiba sebuah peluru bersarang di kepala seorang anggota demonstran dan korban tak dapat diselamatkan sehingga menghembuskan nafas terkahirnya dalam perjalanan menuju rumah sakit. Korban tersebut adalah seorang anggota IPTR (Ikatan Pemuda Tanah Rencong) bernama Ibrahim Umar yang juga merangkap sebagai anggota Pemuda Pancasila. Peristiwa 10 Desember 1965 yang menyebabkan kematian Ibrahim Umar itu memicu kemarahan massa Pemuda Pancasila dan pemuda lainnya. Mereka melampiaskan kemarahannya hampir secara membabi buta. Semua orang China yang dilihat, sekalipun tidak tahu menahu peristiwa itu ditangkapi, dipukuli, hartanya dirampok, setelah itu dihabisi nyawanya. Tak kurang 150 orang China Medan tewas dalam peristiwa berdarah itu. Akibat dari tindakan mengganyang China ini, fungsionaris Pemuda Pancasila seperti Effendi Nasution ditahan oleh 21
Mereka yang terlibat dalam Komando Aksi ini antara lain A. Manaf Lubis, Kusen Tjokrosentono, A. Sukardi, Effendi Nasution, Rosiman, Amril YS, Amran YS, Sinambela, dan Nur Nikmat. Komando aksi ini ditandaskan hanya bersifat regional Sumatera Utara. Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam setiap aksi yang dibentuk sebetulnya telah menunjukkan kebesarannya di antara ormas-ormas yang ada ketika itu.
Universitas Indonesia
69
pihak berwajib selama kurang lebih 21 hari. Rosiman dan Mansyur Azis yang tidak ditahan akibat peristiwa itu, dipanggil ke Jakarta menemui Jenderal A.H. Nasution untuk menjelaskan duduk perkara peristiwa tersebut. Pemerintah pusat menyebut peristiwa itu sebagai peristiwa rasialis. Sehingga selepasnya dari tahanan, Effendi Nasution dipanggil ke Jakarta menghadap Bung Karno. Di Jakarta ia disambut Jenderal Sukendro, yang saat itu menjabat Ketua Umum IPKI, dan bersamanya menghadap Bung Karno. Bung Karno sempat menuduh Effendi Nasution sebagai Rasialis. Namun Effendi tetap menyatakan tidak, Effendi menyatakan keanekaragaman anggotanya di dalam organisasi Pemuda Pancasila yaitu “Ada China, Keling, Menggali22 yang menjadi anggota saya. Mana mungkin saya rasialis”, jelas Effendi. Presiden Soekarno sendiri menerima penjelasan Effendi Nasution setelah hampir dua jam dialog terjadi di antara mereka. Di akhir pertemuan Soekarno berpesan kepada Effendi, “Effendi! Saya harap kamu bantu Saya untuk mengamankan kawasan Sumatera Utara”.
23
Penjelasan serupa dia ajukan kepada Jenderal Nasution dan
juga Jenderal Alamsyah Ratuprawiranegara. Sehingga ketika rapat Front Nasional diadakan, keluar pernyataan resmi dari pemerintah, bahwa peristiwa 10 Desember 1965 bukan peristiwa rasial melainkan hanya peristiwa kriminal biasa. 2.2. Pemuda Pancasila Masa Orde Baru Keluarnya Supersemar 1966 membawa nafas baru bagi penumpasan PKI. Pejabat Presiden Jenderal Soeharto memerintahkan pembubaran PKI dan atas perintah tersebut Komando Aksi mengarahkan serangannya antara lain ke Kampung Kolam. Serangan ini konon diawali oleh Pemuda Pancasila dari Ranting Sei Kera. Serangan ini mendapat tantangan sehingga tertangkapnya dua orang penyerang, yakni Adlin Prawira (anggota Pemuda Pancasila merangkap anggota HMI) dan M. Yakob. Menurut keterangan yang diperoleh, M. Yacob adalah seorang anak yang masih di bawah umur. Ketika rencana penyerangan Kampung Kolam disusun, M. Yacob minta ikut tetapi dilarang oleh anggota yang sudah dewasa. Namun tanpa diduga-duga, remaja M. Yacob ternyata menyusup di antara 22
Keling dan Menggali digunakan dalam bahasa sehari-hari warga kota Medan kepada orang India Tamil atau orang Keling. Di Medan kaum Keling dan Menggali banyak tinggal di Jalan Zainul Arifin atau lebih dikenal dengan istilah Kampung Keling. 23 Syamsul Bahri Nasution dan Saifuddin Mahyudin. 1999. The Lion….. hal. 217-235.
Universitas Indonesia
70
rombongan dan terlibat dalam aksi penyerangan. Ia bersama Adlin menemui ajalnya setelah terlebih dahulu disiksa. Mayatnya ditemukan 12 hari kemudian dalam keadaan sangat mengenaskan. Telinga dan alat vitalnya hilang serta mata terburai dengan posisi terikat ke sepotong besi (rel lori) yang ditenggelamkan ke dalam air parit, di bawah rakit batang pisang sebagai pelampungnya. Untuk mengelabui pencari mayat “pahlawan” Orde Baru ini, PKI meletakkan bangkai kambing di atas rakit pohon pisang yang mengapung-apung tersebut. Kecuali penumpasan antek-antek komunis di Kampung Kolam, Komando Aksi terlibat aktif dalam pengambilalihan gedung-gedung pusat kegiatan partai terlarang PKI.24 Menyusul Supersemar, organisasi masyarakat se-Sumatera Utara berkumpul di Kodim guna membentuk Kesatuan Aksi Masyarakat Pengganyang Antek-antek Komunis (KAMPAK). Dalam kesatuan ini Pemuda Pancasila kembali terlihat mendominasi. Kesatuan ini pada dasarnya dibentuk dalam rangka implementasi kehendak rakyat Sumatera Utara untuk mendukung pemerintah Orde Baru. Perubahan konstelasi politik nasional pertama yang paling mendasar selama usia kemerdekaan adalah bergantinya Orde Lama ke Orde Baru. Perubahan tatanan politik yang menjadi kerangka seluruh kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara itu bukan hanya memberi jalan bagi hubungan politik di dalam maupun luar negeri. Tetapi perubahan tersebut juga dapat melahirkan suasana yang dapat menentukan mati hidupnya sebuah partai politik. Kondisi itu seringkali timbul di luar perkiraan dan ramalan-ramalan sebelumnya. Sebabnya tidak lain karena gejala sosial politik yang terjadi bisa berjalan di luar aturan-aturan normal yang dapat diantisipasi. Pemuda Pancasila selaku organisasi massa dengan mudah dapat terimbas oleh perubahan-perubahan tatanan sosial politik yang terbentuk. Sifat rentan yang dimilikinya itu terkait erat dengan kedudukannya sebagai salah satu orderbouw partai politik IPKI. Sehingga jika kesehatan “induknya” terganggu maka terganggu pula kesehatan “anaknya”. Dengan kata lain permasalahan yang dialami IPKI akan sekaligus menjadi masalah Pemuda Pancasila. 24
Ada sejumlah gedung yang dapat diidentifikasi digunakan oleh PKI, yaitu Gedung BAPERKI Jalan Merbabu, Meranti, Universitas RES Publika (CGMI), Penjara Jalan Gandi, Gedung PKI Jalan Sisingamangaraja, Kantor SOBSI Jalan Simpang Iskandar Muda, Sekretariat PKI Kodya Medan di Jalan Terendam, Kantor BAPERKI Jalan Tilak, Mess PKI Jalan Bromo, Rumah kediaman Tan Holan Jalan Gandi, Kantor CV. Kartam sekarang, Kantor MPW Pemuda Pancasila sekarang dan lain-lain.
Universitas Indonesia
71
Di puncak-puncak kejayaannya, usai masa penumpasan sisa-sisa Gerakan 30 September 1965, Pemuda Pancasila sempat mengadakan Kongres/Musyawarah Besar yang pertama tahun 1968 di Medan. Beberapa wilayah Pemuda Pancasila yang tersebar di seluruh Indonesia, hadir pada kesempatan itu. Kota Medan yang dikenal karena keberanian basis massa Pemuda Pancasila menghadapi PKI, menjadi bukti kepercayaan pengurus pusat memilihnya sebagai tuan rumah penyelenggaraan kongres pertama. Sementara Pemuda Pancasila di daerah-daerah lain, termasuk Jakarta, belum tentu memiliki kekuatan massa yang sama seperti kekuatan yang telah didapat Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Maka pada saat kongres berlangsung, tujuan utama adalah menaikkan popularitas Effendi Nasution sebagai tokoh Pemuda Pancasila yang sedang sangat tenar ketika itu. Hampir dalam semua kegiatan, Effendi Nasution, ikut terlibat dan bertindak sebagai pemimpin aksi. Ketenaran tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara ini tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu modal yang telah membawanya berkantor di Gedung DPRGR/MPRS/BP-MPRS tahun 1968 mewakili unsur pemuda. Namun berkat ketenarannya itu pula pekerjaannya menjadi semakin banyak. Ia Ketua Umum DPW Pemuda Pancasila dan dia pula anggota DPR. Keputusan Effendi Nasution menunaikan tugas rangkap di Jakarta, bukanlah tanpa resiko baik kepada dirinya sendiri maupun kepada organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Di masamasa ia harus meninggalkan Sumatera Utara, disitu pula Walikota Medan, Aminurrasyid, yang tersangkut peristiwa G 30/S tidak mungkin lepas dari perhatiannya. Ia pun terlibat dalam kompetisi dan percaturan politik pemerintahan kota ketika itu. Akibat keterlibatannya itu pula, tugas-tugasnya di Jakarta tidak dapat diselesaikan sesuai periode yang ditentukan. Keterlibatan Effendi Nasution dalam pemilihan Walikota Medan adalah mendukung Syurkani sebagai calon walikota yang ingin dimenangkan. Lawan Syurkani dalam pemilihan itu berasal dari kelompok tentara yaitu Letkol MS Rangkuti. Ketika itu pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara anggota DPRD Kota Medan. Dukungan Pemuda Pancasila dalam pemilihan itu terbelah dalam dua kubu yaitu pengurus wilayah mendukung Syurkani, sedangkan pimpinan cabang Medan mendukung Letkol MS Rangkuti. Perbedaan dukungan itu lebih disebabkan karena adanya pertikaian etnis calon walikota di antara para
Universitas Indonesia
72
pendukungnya. Akhirnya, Syurkani terpilih sebagai Walikota Medan melalui proses pemilihan suara anggota DPRD Medan yang dinilai mendapat tekanan dari kelompok preman. Kelompok yang kalah kemudian menyebarkan isu bahwa kemenangan Syurkani karena adanya intimidasi terhadap anggota DPRD Medan. DPC Pemuda Pancasila Kotamadya Medan termasuk kelompok yang menyebarkan isu tersebut. Atas sikap itu, pimpinan wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara memberikan sanksi kepada pengurus cabang Medan dengan membekukan DPC Pemuda Pancasila Kotamadya Medan dan ketuanya diberikan sanksi skorsing dan pemecatan. Selama rentang waktu 1968 hingga 1971 kegiatan Pemuda Pancasila mengalami kemunduran di seluruh Indonesia. Ketika itu Angkatan Bersenjata sedang menyusun “skenario” besar untuk menata sistem pemerintahan Orde Baru. Di antaranya adalah menggarap partai politik, golongan Islam, mensahkan RUU Pemilu tahun 1969 yang menjamin posisi ABRI menjadi anggota DPR dan DPRD tanpa dipilih, mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tentang pelarangan pegawai negeri menjadi anggota partai politik, membesarkan Golongan Karya, dan lain-lainnya. Skenario tersebut secara tidak langsung mengeluarkan IPKI dari kekuatan politik yang selama ini telah mendukung ABRI. Hasilnya adalah IPKI tidak memperoleh satu kursi parlemen pun dalam Pemilu 1971. Menurut penjelasan tokoh-tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara, kekalahan IPKI dalam Pemilu 1971 seharusnya tidak menyebabkan menurunnya kegiatan Pemuda Pancasila jika Pemuda Pancasila itu berani melepaskan keterikatannya dari IPKI. Gagasan ingin melepaskan keterikatan kepada IPKI ini lama menjadi bahan renungan dan pertimbangan tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Semakin hari gagasan itu semakin menguat dan setelah 1973, IPKI bersepakat memfusikan diri ke dalam sebuah partai yakni Partai Demokrasi Indonesia. Tuntutan independensi organisasi akhirnya menjadi pembicaraan serius di kalangan aktivis Pemuda Pancasila. Ketika Effendi Nasution memimpin Pemuda Pancasila Sumatera Utara, independensi organisasi menjadi pedoman bagi pengurus untuk menyusun dan melaksanakan kegiatan. DPP Pemuda Pancasila dalam keadaan vakum, sebagian aktivis dan para anggotanya sudah tak aktif dalam kegiatan organisasi. Atas tekad dan semangat independensi Pemuda Pancasila dari IPKI maka pada Musyawarah
Universitas Indonesia
73
Wilayah ke-III, Pemuda Pancasila Sumatera Utara kembali menegaskan independensi organisasi. Pernyataan tersebut memiliki arti sejarah yang sangat penting bagi perkembangan Pemuda Pancasila saat ini. Keistimewaan pernyataan independensi itu juga akhirnya tidak mengubah AD/ART Pemuda Pancasila yang berlaku secara nasional.25 Dengan kata lain Pemuda Pancasila Sumatera Utara masih menggunakan AD/ART yang lama dan menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional. Keputusan yang diambil itu, seolah-olah menimbulkan kesan telah terjadi kesepakatan politik dengan pemerintah Orde Baru. Pengertian independen yang dipakai dalam kesempatan tersebut lebih bersifat politis ketimbang yuridis. Peluang untuk terlepas dari partai IPKI yang kalah pemilu, dilakukan untuk memperoleh akses ke kontestan pemilu yang lain, yang secara mutlak jauh lebih kuat. Setelah musyawarah usai, disampaikan pernyataan kebulatan tekad satuansatuan pengurus Pemuda Pancasila di pelbagai wilayah untuk memenangkan Golkar pada Pemilu 1977. Akan tetapi begitu daftar caleg (calon anggota legislatif) diumumkan, sebagian pengurus Pemuda Pancasila kecewa karena wakil mereka tidak terdaftar dalam usulan caleg. Selain menghasilkan keputusan independen, Musyawarah III ini kembali menetapkan M.Y. Effendi Nasution menduduki jabatan Ketua DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara periode 1974–1978. Namun kebiasaan kembali berulang, ketua terpilih tidak menyelesaikan tugasnya hingga akhir periode. Ketua terpilih mengundurkan diri dari jabatan ketua tahun 1976 setelah yang bersangkutan kembali dari menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah 1975. Untuk menyelesaikan kepengurusan hingga akhir periode (1978), rapat pleno melakukan reshuffle menunjuk Amran Y.S. sebagai ketua dan Amril Y.S. sebagai sekretaris. Sejak Pemilu 1971, DPP Pemuda Pancasila tidak pernah melakukan kegiatan, meskipun Maurits L. Tobing masih tercatat sebagai Ketua DPP Pemuda Pancasila. Ketika susunan pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara dilantik, Maurits L. Tobing ikut menghadiri. Namun pada waktu itu statusnya bukan sebagai Ketua DPP Pemuda Pancasila, melainkan sebagai salah seorang utusan/wakil dari Komite Nasional Pemuda Pancasila (KNPI). Kenyataan 25
Mercusuar, 22 April 1977. Universitas Indonesia
74
ini semakin mempertegas bahwa kepengurusan DPP Pemuda Pancasila dalam keadaan vakum. Amran YS26, penerus kepemimpinan periode 1974-1978, menjabarkan konsep tersebut dalam bentuk kegiatan-kegiatan. Namun dalam babak awal kepengurusan, pihaknya masih sangat berhati-hati karena tak lama lagi pemilu akan berlangsung pada tanggal 2 Mei 1977. Segala bentuk perbedaan pendapat dan sikap individual kepada salah satu kontestan pemilu masih sangat terasa, walaupun Pemuda Pancasila telah berikrar untuk bertekad memenangkan Golkar dalam Pemilu 1977. Kebijakan pencabutan surat izin cetak untuk pers yang dilakukan oleh Laksus Kopkamtibda setelah Pemilu 1977 mempunyai implikasi terhadap strategi perjuangan pengurus Pemuda Pancasila Sumatera Utara terkait pendekatan dengan kelompok media. Ketika aturan tersebut dicabut usai pemilu, serta merta Pengurus Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara mengeluarkan pernyataan kepada pemerintah dan ucapan selamat kepada PWI Sumatera Utara. Pernyataan itulah yang mengawali debut kepengurusan pada periode 1974-1978. Sejak itu kegiatankegiatan dan sikap-sikap Pemuda Pancasila, baik di tingkat wilayah maupun di tingkat cabang, muncul lebih sering di media cetak lokal. Hubungan pengurus Pemuda Pancasila dengan pers tampak lebih intim sehingga kegiatan sekecil apapun di daerah misalnya, mulai terlihat di media. Popularitas Pemuda Pancasila secara perlahan-lahan menanjak. Mereka ikut menanggapi dan malahan turun langsung menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat. Pemuda Pancasila Sumatera Utara sering melontarkan pernyataan tentang tindakan penyelewengan yang terjadi di lingkungan pemerintahan. Sebagai contoh, pada tahun 1977 Pemuda Pancasila berdelegasi ke gedung DPRD Deli Serdang terkait isu korupsi yang melibatkan bupati daerah itu.27 Selain itu, sikap protes juga disampaikan Pemuda Pancasila saat berdelegasi ke DPRS Sumatera Utara tentang penggunaan pukat harimau yang meresahkan masyarakat nelayan.
26
Amran YS dikenal sebagai tokoh pemuda di Sumatera Utara yang ikut dalam aksi pemberantasan PKI di Sumatera Utara. Sebutan “preman” juga melekat dalam diri Amran karena dikenal sebagai pemuda yang berani dan pandai berkelahi. Para pemuda di Sumatera Utara yang dikenal sebagai “preman” sangat menghormati Amran YS. 27 Sinar Indonesia Baru, 29 Nopember 1977.
Universitas Indonesia
75
Termasuk mengenai masalah Pabrik Pengolahan Udang PT. Indra Deli di Belawan.28 Melihat aktivitas Pemuda Pancasila tersebut, pemerintah daerah memberi perhatian secara khusus terkait dengan organisasi. Pemuda Pancasila diminta untuk menghambat kemungkinan menjalarnya demonstrasi mahasiswa menyambut Sidang MPR 1978. Peristiwa yang menarik perhatian nasional dan internasional itu, sempat mengkhawatirkan pemerintah daerah Sumatera Utara. Pemuda Pancasila, sebagai salah satu unsur organisasi pemuda, telah menunjukkan loyalitas kepada pemerintah Orde Baru. Pemuda Pancasila memanfaatkan kesempatan tersebut, dengan cara menggerakkan kekuatan eksponen 66 di daerah Sumatera Utara menandingi demonstrasi 1978 di Sumatera Utara. Ketika itu, Pemuda Pancasila Sumatera Utara mengeluarkan pernyataan dengan judul Buku Putih dan langsung memberikannya kepada Menteri Dalam Negeri Amir Machmud, Ketua DPR/MPR Adam Malik, dan juga kepada sekretaris pribadi Presiden Soeharto di Jakarta. Amran Y.S. mengutip salah satu pernyataan Amir Machmud ketika itu, “Saya bangga bahwa masih ada pemuda yang memikirkan negara dan pemerintah Orde Baru”. Pernyataan ini, tambah Amran, keluar dari mulut Amir Machmud sambil menitikkan air mata.29 Peristiwa tersebut ikut menaikkan nama Pemuda Pancasila karena di dalam kepengurusan eksponen 66 itu sendiri, terdapat banyak anggota Pemuda Pancasila. Secara tidak langsung hubungan Pemuda Pancasila dengan pemimpin-pemimpin sipil dan militer di wilayah pemerintahan Sumatera Utara menjadi semakin erat. Dari relasi itu, Pemuda Pancasila sempat mendapatkan fasilitas khusus berupa sumber dana organisasi dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Fasilitas khusus yang diberikan itu adalah Pemuda Pancasila diberikan kebebasan untuk mengelola beberapa wilayah di Sumatera Utara untuk mendapatkan uang dengan caranya sendiri. Cara-cara yang dilakukan oleh anggota Pemuda Pancasila seperti mengancam, merusak, dan bahkan membunuh untuk mendapatkan uang menjadi penyebab dikenalnya Pemuda Pancasila sebagai organisasi yang menggunakan kekerasan di masyarakat. 28
Mimbar Umum, 2 November 1977; Mercusuar, 2 November 1977; Waspada, 2 November 1977; Analisa, 2 November 1977. 29 Wawancara dengan Amran YS, 6 Nopember 2011, pukul 10.00 WIb, di Jalan Ampera Medan.
Universitas Indonesia
76
Konstelasi organisasi pemuda di Sumatera Utara sedikit berbeda dari sebagian besar kota lain di Indonesia. Pada masa Orde Baru kekuasaan organisasi pemuda berakar dari kedekatan mereka dengan komandan militer lokal. Perlindungan militer yang terbesar diberikan kepada Pemuda Pancasila ketimbang organisasi pemuda lainnya di Sumatera Utara. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjalankan segala aktivitas yang menguntungkan karena mendapat perlindungan dari militer. Saat militer mengalami kesulitan untuk mengendalikan aktivitas Pemuda Pancasila berkaitan dengan keuntungan ekonomi, maka harus ada penyeimbang organisasi pemuda lainnya yang dibentuk dan dibesarkan oleh kalangan tentara sendiri. Oloan Panggabean, yang sering disapa Olo, adalah mantan anggota Pemuda Pancasila yang memiliki bisnis perjudian di kota Medan. Pada tahun 1969, Olo keluar dari organisasi Pemuda Pancasila dan memilih profesi sebagai pengusaha, yang dikenal dengan usaha perjudian. Ia dipilih oleh petinggi militer sebagai figur yang mampu membentuk kekuatan organisasi pemuda selain Pemuda Pancasila. Sejak akhir tahun 1970, Olo pernah mengajak Ucok Majestik untuk ikut memberikan dukungan bisnis judi yang dikelola dengan teman-temannya. Ketika itu, Olo pun kemudian menawarkan imbalan yang cukup besar kepada Ucok Majestik berupa uang yang akan diterima setiap bulan jika bersedia memberikan jaminan keamanan dari masyarakat.30 Namun, Ucok Majestik menolak tawaran Olo tersebut dan tetap saja bertindak sebagai “penguasa” wilayah di kawasan Majestik Medan. Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dari bisnis perjudian, Olo Panggabean mendirikan organisasi pemuda yang bernama IPK (Ikatan Pemuda Karya) pada tanggal 28 Agustus 1969. Pada awalnya, pendirian IPK merupakan kelanjutan dari berdirinya Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila) pada tanggal 19 Juni 1954 di Jakarta yang berinduk pada Ikatan-Ikatan Pancasila (KODI) dan merupakan salah satu pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (GAKARI). Dalam aktivitasnya, IPK banyak mendapatkan dukungan dari kalangan tentara khususnya Angkatan Darat di Sumatera Utara. Oleh karena itu, IPK mengambil pusat aktivitas organisasi di Kota Medan sekaligus sebagai tempat 30
Wawancara dengan Yan Paruhuman Lubis atau Ucok Majestik (Pini Sepuh Pemuda Pancasila), 5 November 2011, pukul 15.05 Wib di rumah pribadinya, Perumnas Helvetia Medan.
Universitas Indonesia
77
kedudukan Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IPK. Kota Medan menjadi pusat pengendali seluruh kebijakan dan kegiatan organisasi IPK yang ada di hampir seluruh provinsi di Indonesia yang diberi nama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IPK.31 Setelah berdiri IPK, Pemuda Pancasila tidak begitu bebas menguasai suatu lokasi wilayah atau lahan yang dapat menghasilkan uang. Pada lokasi wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh anggota Pemuda Pancasila, harus berbagi dengan anggota IPK. Akibatnya sering terjadi benturan kekerasan fisik seperti perkelahian, penculikan, bahkan pembunuhan di antara kedua anggota organisasi pemuda itu untuk merebut wilayah yang ingin dikuasai. Pertikaian yang terjadi pada umumnya berada di lokasi wilayah yang berpotensi menghasilkan uang, misalnya lahan parkir kendaraan, pasar atau tempat berjualan dan pusat-pusat perbelanjaan lainnya. Selain karena penguasaan lahan, pertikaian terjadi disebabkan karena mempertahankan eksistensi organisasi masing-masing. Sedapat mungkin masingmasing anggota IPK dan Pemuda Pancasila saling menjatuhkan satu sama lain agar menang di setiap perlawanan. Kemenangan di setiap pertikaian akan dianggap sebagai kemenangan organisasi, dan kelompok yang menang akan disegani pihak lain. Anggota dari kedua organisasi ini apabila terkena musibah seperti kena bacok, tikaman atau meninggal dunia akan mendapatkan bantuan dana dari organisasinya masing-masing. Loyalitas anggota dari satu kelompok akan terlihat saat mereka dihadapkan pada satu masalah yang besar dan membawa-bawa nama organisasi. Maka saat itulah rasa kebersamaan muncul. Penyebab lain dari pertikaian antara IPK dan Pemuda Pancasila adalah karena rebutan lahan pekerjaan. Adanya kecemburuan dan sakit hati dari para anggota IPK yang banyak dipekerjakan menjadi penjaga pabrik dan satuan pengaman di perusahaan yang ada di sekitar kota Medan. Akibatnya, anggota Pemuda Pancasila menjadi tersaingi oleh kehadiran anggota IPK yang mengambil alih wilayah kekuasaannya. Banyak anggota Pemuda Pancasila yang berpindah ke IPK karena merasa tidak diperhatikan oleh organisasinya dan akhirnya menggembosi keberadaan organisasi Pemuda Pancasila. 31
Wawancara dengan Syamsul Sianturi, 10 Desember 2012 di Medan. Ia adalah salah seorang tokoh dan sesepuh Ikatan Pemuda Karya yang sangat dekat dengan Olo Panggabean.
Universitas Indonesia
78
Dampak dari pertikaian antara IPK dan Pemuda Pancasila menyebabkan masyarakat menjadi antipati atau benci dan merasa ketakutan terhadap keberadaan kedua organisasi ini. Sering terjadi apabila ada keributan atau perkelahian, masyarakat yang selalu memberikan informasi kepada pihak keamanan agar cepat mengambil tindakan yang dianggap dapat meredam keributan tersebut. Masyarakat juga telah membuat kesepakatan di antara mereka, apabila aparat keamanan tidak dapat mengambil tindakan tegas maka masyarakatlah yang akan bertindak untuk melawan kelompok pemuda yang telah menimbulkan keonaran dan kekacauan di sekitar daerah mereka tinggal ataupun daerah tempat mereka mencari nafkah.32 Perlindungan yang diberikan militer kepada IPK dan Pemuda Pancasila memungkinkan mereka untuk menjalankan aktivitas yang sangat menguntungkan secara ekonomi seperti perjudian dan jaringan perlindungan yang kebal hukum. Perubahan kedudukan militer sejak reformasi tidak berarti juga memutuskan keterkaitan ini. Pada satu kesempatan, polisi membalas pembunuhan salah satu anggota kesatuannya yang dilakukan anggota IPK dengan cara menembaki rumah kediaman Olo. Namun, polisi “ditegur” oleh pihak militer atas perintah bos dunia kriminal itu.33 Persepsi masyarakat tentang kiprah organisasi pemuda lambat laun mengalami pergeseran. Banyak masyarakat yang merasa dirugikan karena terganggu aktivitas ekonomi dan keamanannya oleh ulah sebagian besar anggota organisasi pemuda termasuk Pemuda Pancasila. Bagi pengurus Pemuda Pancasila sendiri, persepsi itu akan banyak menimbulkan persoalan untuk pengembangan organisasi, sehingga perlu ada revaluasi, redefinisi serta reaktualisasi peran dan fungsi organisasi di masyarakat. Sejak dibentuknya hingga saat ini, aktivitas organisasi Pemuda Pancasila banyak melibatkan masyarakat, terlihat dari program peningkatan aspek kualitas massa. Itulah sebabnya komposisi pengurus hasil musyawarah wilayah tidak lagi seluruhnya berasal dari anak jalanan dan preman, melainkan kalangan intelektual 20%, pengusaha 30%, dan massa atau kalangan umum sebesar 50%. Pemuda Pancasila Sumatera Utara berusaha mengubah citra organisasi dari organisasi kekerasan menjadi organisasi masyarakat yang aktif dalam kegiatan 32 33
Nina Karina. 2008. Loc.Cit. hal. 105. Loren Ryter. 2000. Loc. Cit. Universitas Indonesia
79
kegiatan sosial. Terpilihnya Marzuki34 dalam Musyawarah Wilayah ke VIII sebagai ketua mengharuskan kegiatan organisasi lebih banyak dilakukan untuk pembinaan internal terkait anggota dan pengurus organisasi. Orientasi kegiatan periode ini lebih diarahkan pada pemantapan independensi organisasi, penyaluran aspirasi politik Pemuda Pancasila kepada Golongan Karya, dan pengembangan serta konsolidasi wawasan anggota. Kegiatan-kegiatan organisasi yang pada mulanya digerakkan oleh pengurus wilayah sudah mulai didelegasikan kepada satuan-satuan pengurus di tingkat bawahnya. Basis-basis kegiatan berada pada satuan-satuan pengurus yang terkecil yang terkait langsung dengan lingkungan masyarakat. Dukungan politik Pemuda Pancasila yang diberikan kepada pemerintah Orde Baru menjadi kegiatan penting organisasi. 2.3. Pemuda Pancasila Sumatera Utara Pasca Orde Baru Pada masa periode kepemimpinan Ajib Shah35, gerakan reformasi telah mulai berjalan di semua daerah tidak terkecuali di Sumatera Utara. Situasi politik nasional mengalami ketidakpastian, demonstrasi terjadi di Jakarta dan berbagai daerah. Pemerintahan Soeharto kemudian memerlukan dukungan politik dari lembaga-lembaga
masyarakat,
tidak
terkecuali
Pemuda
Pancasila,
untuk
mempertahakan posisinya. Desakan tuntutan agar Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia pun terjadi pada 21 Mei 1998. Setelah itu, reformasi menjadi pembicaraan umum di masyarakat dan mengubah tatanan politik Orde Baru yang berlangsung sejak 32 tahun silam. Pada masa transisi itulah, Pemuda Pancasila mereposisi keberadaannya dari organisasi pemuda pendukung Orde Baru menjadi organisasi masyarakat yang independen.36 34
Marzuki merupakan tokoh eksponen ’66 yang aktif semasa pemberantasan komunis di Sumatera Utara. Aksi massa untuk membunuh aktivis PKI juga turut disaksikannya. Ia ikut membidani Pemuda Pancasila di awal pendiriannya. Masa Orde Baru menjadi anggota DPRD Kota Medan Periode 19871992. Setelah menjadi ketua wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara tahun 1999, Marzuki memilih profesi sebagai politisi Golkar dan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (20042009) dari Partai Golkar. 35 Masa kecil Ajib Shah dilalui oleh lingkungan pergaulan para preman. Namun, Ajib kecil dikenal sebagai anak yang rajin bersekolah dan pernah menjadi qori (pembaca Al-Qur’an) terbaik di kota Medan. Ajib Shah dianggap sebagai salah seorang tokoh di Sumatera Utara yang berkarir di Pemuda Pancasila dari tingkat kecamatan hingga provinsi. Berprofesi sebagai politisi Partai Golkar dan pernah menjadi anggota DPRD Kota Medan tahun 1999 dari Fraksi Golkar dan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi pada Pemilu 2009 dari fraksi yang sama. 36 Ryter menjelaskan bahwa Pemuda Pancasila adalah organisasi terakhir yang menunjukkan loyalitasnya kepada rezim Soeharto. Lihat Ryter. 1998. Loc. Cit. 66, Oktober. Keputusan tentang
Universitas Indonesia
80
Kebijakan organisasi yang diputuskan secara nasional itu kemudian berlaku di daerah-daerah. Di Sumatera Utara proses perubahan dan penyesuaian di bidang organisasi berjalan secara normal. Materi perubahan yang paling penting adalah mengenai aspirasi politik Pemuda Pancasila yang tidak lagi diberikan kepada Golongan Karya dan membebaskan pilihan politik anggota organisasi. Tokoh senior Pemuda Pancasila, terutama yang aktif di Golongan Karya, mulai harus menentukan sikap politik pribadinya akibat keputusan ini. Tidak lama setelah itu, tokoh Pemuda Pancasila mendirikan Partai Patriot Pancasila. Pada saat yang sama, dinamika organisasi terkait dengan perkelahian anggota Pemuda Pancasila dengan Ikatan Pemuda Karya semakin sering terjadi. Kondisi tersebut membutuhkan perhatian serius bagi ketua DPW Pemuda Pancasila saat itu, sehingga beban tugas yang harus diselesaikan oleh ketua wilayah menjadi bertambah. Ketika tugas konsolidasi organisasi semakin meningkat, justru Ketua DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara mengundurkan diri. Mundurnya Ajib Shah sebagai ketua DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara menjadi “catatan pinggir” tersendiri di kalangan tokoh Pemuda Pancasila. Pada masa kepemimpinan Ajib Shah konsolidasi internal organisasi berjalan dan komunikasi dengan pihak eksternal semakin baik. Namun, pada masa itu juga, konflik kekerasan seperti perkelahian, penculikan, bahkan pembunuhan semakin sering terjadi khususnya antara anggota Pemuda Pancasila dengan Ikatan Pemuda Karya. Penyebab terjadinya perkelahian antara anggota organisasi itu di antaranya adalah perebutan penguasaan lahan atau daerah tertentu, persaingan di tempat pekerjaan, plotot-plototan mata, dan lain-lainnya. Meskipun masing-masing anggota organisasi berkelahi, tetapi para pimpinannya masih bisa saling bertegur sapa dan duduk bersama di satu meja. Ketika itu pula tidak jarang aparat keamanan seperti unsur tentara melalui Komando Daerah Militer (Kodam) I Bukit Barisan dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara memanggil pimpinan kedua organisasi untuk menertibkan para anggotanya. Motifnya tidak lain hanya berkisar tentang sumber uang yang bisa diraih di daerah tertentu untuk kepentingan anggota dan kelancaran program organisasi. independensi Pemuda Pancasila dalam saluran aspirasi politik ditetapkan pada Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) di Cipayung pada tanggal 28-30 April 1999. Ada tiga keputusan penting yang ditetapkan yaitu membebaskan pilihan politik bagi anggota organisasi, perubahan status organisasi pemuda menjadi organisasi kemasyarakatan, dan terkait Dwifungsi ABRI.
Universitas Indonesia
81
Untuk meminimalisir perselisihan dan perkelahian di antara anggota Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya banyak cara yang bisa dilakukan oleh Ajib Shah. Namun, keinginan untuk mengundurkan diri lebih besar ketimbang menyelesaikan satu periode kepemimpinan di Pemuda Pancasila. Ajib Shah sendiri mengatakan bahwa pengunduran dirinya disebabkan karena ia ingin lebih berkonsentrasi untuk pengembangan usahanya di Jakarta sekaligus berkarir sebagai politisi di Partai Golkar.37 Namun, berbagai sumber menyebutkan mundurnya Ajib Shah karena ketidakmampuannya untuk merespon permintaan sebagian tokoh Pemuda Pancasila agar berhadapan secara langsung dengan Ikatan Pemuda Karya.38 Setelah Ajib Shah menyatakan pengunduran dirinya sebagai Ketua Presidium DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara, maka digelar musyawarah luar biasa (muswilub). Saat musyawarah itu, terpilihlah Donald Sidabalok sebagai ketua menggantikan Ajib Shah. Terpilihnya Donald juga mendapatkan dukungan dan “restu” dari kelompok Ajib Shah. Donald bergabung di Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada tahun 1982. Merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai buruh di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1977. Sejak itu, Donald sudah mengenal Pemuda Pancasila. Tidak lama setelah kembali ke Medan, Donald terpilih menjadi Ketua Ranting Pemuda Pancasila di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Kota Medan. Sejak muda kehidupan jalanan yang keras telah dikenal oleh Donald, karena itu pula tidak sulit baginya untuk beraktivitas di Pemuda Pancasila. Karir organisasi di Pemuda Pancasila dilakukannya mulai dari pimpinan tingkat ranting hingga provinsi. Pada tahun 1997, Donald pernah menjadi salah satu calon ketua
37
Wawancara dengan Ajib Shah, 20 Oktober 2011, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, pukul 12.30 Wib. 38 Ada catatan tersendiri mengenai pengunduran diri Ajib Shah yang disampaikan beberapa narasumber. Mereka menyatakan bahwa adanya kepentingan bisnis dan marwah keluarga besar Shah serta ketidakberanian menghadapi kekerasan yang terjadi merupakan penyebab mundurnya Ajib Shah sebagai Ketua Pemuda Pancasila Sumut. Namun, pernyataan itu tidak dibenarkan oleh sebagian narasumber lainnya dan menyatakan bahwa mundurnya Ajib Shah karena harus konsentrasi untuk mengurus usahanya di Jakarta dan memilih profesi sebagai politisi Partai Golkar. Menurut Nazaruddin Sihombing (Ketua GM FKPPI Sumut) mundurnya Ajib Shah dari Ketua Presidium PP Sumatera Utara karena tidak dapat memenuhi keingingan Anif Shah untuk mengamankan lahan di sekitar daerah Petisah Kota Medan. Namun, Ajib Shah menjelaskan alasan pengundurannya karena ingin berkonsentrasi di bisnis dan menjadi politisi Partai Golkar agar tidak terjadi konflik kepentingan di PP. Wawancara dengan Ajib Shah, 20 Oktober 2011, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, pukul 12.30 Wib. Keterangan yang sama juga diperoleh dari wawancara dengan Syamsul Arifin, 17 September 2011, pukul 09.00 Wib, di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta.
Universitas Indonesia
82
Dewan Pimpinan Cabang Kota Medan, tapi kalah dalam pemilihan karena tidak didukung oleh kelompok Ajib Shah.39 Selain aktif di Pemuda Pancasila, profesi Donald sehari-harinya adalah wartawan. Sebagai jurnalis, tentu banyak hal yang bisa dilakukan oleh Donald terutama memberitakan peristiwa yang harus atau tidak ditulis di media lokal. Jaringan antara sesama jurnalis, membawanya dekat dengan Anif Shah begitu juga Ajib Shah. Hubungannya dengan keluarga Shah berlangsung bukan hanya urusan keorganisasian namun juga berkaitan dengan keperluan publikasi mengenai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bisnis dan politik. Perlahan-lahan hubungan yang awalnya seperti simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) berubah menjadi bentuk kepercayaan antara keluarga Shah dengan Donald Sidabalok. Tidak sedikit urusan keluarga Shah yang berkaitan dengan media mampu dibantu penyelesaiannya oleh Donald. Sehingga pada saat muswilub untuk menggantikan Ajib Shah, resistensi dari keluarga Shah mengenai pencalonan Donald sebagai ketua wilayah relatif kecil. Di samping itu, Donald juga tidak tertarik untuk masuk menjadi politisi meskipun Golkar dan Partai Patriot Pancasila –pada waktu itu – menawarinya untuk menjadi calon anggota legislatif. Atas dasar itulah, pencalonan Donald sebagai Ketua Wilayah Pemuda Pancasila dalam Muswilub Pemuda Pancasila Sumatera Utara tidak memiliki penolakan yang cukup kuat dari keluarga Shah ini. Pada masa kepemimpinan Donald, kekerasan di lapangan seperti soal judi, perebutan lahan, penguasaan perparkiran semakin meningkat. Pertentangan Pemuda Pancasila dengan organisasi Ikatan Pemuda Karya (IPK) hampir setiap hari terjadi di antara anggota kedua organisasi itu. Namun, Donald dikenal sebagai sosok pemimpin yang selalu memperhatikan anggotanya ketika berhadapan dengan penegak hukum seperti polisi atau anggota TNI. Oleh karena kedekatannya dengan anggota Pemuda Pancasila dan para pengurus pusat di Jakarta, Donald terpilih kembali dalam Musyawarah ke X pada tanggal 26-27 Juni 2002 di Sibolga sebagai ketua wilayah Provinsi Sumatera Utara. 39
Saat itu, Ajib Shah adalah Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Ketika wawancara dengan Donald Sidabalok, 21 Desember 2011 pukul 11.00 Wib di rumahnya disampaikan bahwa meskipun memperoleh dukungan dari pimpinan anak cabang, namun pada saat Ajib Shah membacakan surat suara namanya sedikit disebutkan dan pemenangnya adalah Boyke Turangan serta tidak ada saksi saat pembacaan surat suara itu. Kertas suara kemudian dibakar selesai pembacaan dan tidak diserahkan kepada pimpinan sidang saat itu.
Universitas Indonesia
83
Pada periode kedua kepemimpinanya, Donald mulai dituntut untuk menjaga independensi organisasi sesuai amanah mubes sebagai respon dari perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Proses transformasi itu menyebutkan bahwa Pemuda Pancasila bukan lagi disebut sebagai organisasi yang berorientasi kepemudaan melainkan organisasi kemasyarakatan. Selain itu, aspirasi politik dari Pemuda Pancasila bukan lagi disalurkan ke Partai Golongan Karya, namun membebaskan anggotanya untuk menentukan pilihan partai politik apapun yang sesuai dengan keinginannya.40 Atas dasar kebijakan strategis organisasi ini, maka tuntutan dari tokoh penting Pemuda Pancasila semakin kuat kepada Donald Sidabalok agar menjaga organisasi tetap independen dari kekuatan apapun. Donald tetap
merespons
tuntutan
tersebut
sebagai
bentuk
tanggung
jawab
kepemimpinannya terutama pada saat digelarnya musyawarah cabang sebagai bentuk konsolidasi organisasi untuk tetap menjaga independensinya. Konflik internal terjadi pada masa kepemimpinan Donald, berawal saat digelarnya Musyawarah Cabang ke XIV kota Medan tahun 2006. Saat itu, ketua lama yaitu Bangkit Sitepu41 berniat untuk maju kembali menjadi kandidat ketua cabang dan pesaingnya adalah Anuar Shah42. Donald diminta oleh Anif Shah dan Ajib Shah untuk mendukung dan memilih Anuar Shah sebagai ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Medan. Sebagai ketua wilayah, maka tidak begitu sulit bagi Donald untuk mempengaruhi peserta musyawarah agar memilih Anuar Shah sebagai ketua MPC Pemuda Pancasila. Namun, tidak juga mudah untuk mengalahkan Bangkit Sitepu dalam pemilihan itu. Bangkit memiliki akar yang kuat di kalangan pemilik suara dan dukungan senior Pemuda Pancasila. Dari 23 Pimpinan Anak Cabang (PAC) yang memiliki hak suara, Bangkit Sitepu didukung oleh 11 PAC dan 2 PAC Khusus yaitu Perumnas Mandala dan Simalingkar. Sedangkan Anuar Shah
40
Penjelasan mengenai hal ini, secara lengkap lihat Nina Karina. 2008. “Dinamika….”. Tesis. hal. 7799. 41 Bangkit Sitepu dikenal sebagai anggota DPRD Kota Medan dari Partai Golkar (1999-2004, 20042009) dan sekarang tercatat sebagai anggota DPRD Kota Medan dari Partai Patriot (2009-2014). Sebelum aktif sebagai anggota legislatif, Bangkit dikenal sebagai penguasa wilayah di kawasan Simalingkar (sebuah kawasan permukiman berupa perumahan nasional/perumnas pertama di Kota Medan). 42 Anuar Shah, akrab disapa Aweng, merupakan saudara bungsu dari keluarga Shah (Anif Shah dan Ajib Shah). Aktivitasnya di organisasi pemuda bermula dari pengurus tingkat kecamatan di Kota Medan sebagai Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Medan Barat Pemuda Pancasila. Oleh keluarganya diharapkan dapat memimpin Pemuda Pancasila.
Universitas Indonesia
84
didukung oleh 9 PAC dan 1 PAC di Medan Tembung yang belum memiliki surat ketetapan kepengurusan. Meskipun hasil Musyawarah Cabang Pemuda Pancasila di Kota Medan itu memilih Bangkit Sitepu sebagai ketua, namun anggota Pemuda Pancasila Kota Medan terbelah menjadi dua kubu. Kubu Bangkit Sitepu dan kubu Anuar Shah yang membentuk Pemuda Pancasila Khusus (PPK) di Kota Medan. Kekecewaan Ajib Shah dan Anif Shah kepada Donald Sidabalok mulai muncul karena dinilai tidak mampu memenuhi permintaan mereka. Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila Khusus (PPK) kota Medan pimpinan Anuar Shah dideklarasikan pada bulan Mei 2007 dan membentuk dan melantik pimpinan anak cabang di tingkat kecamatan. Pada saat itulah, terjadi perebutan dan perkelahian antara anggota pimpinan Bangkit Sitepu dengan Anuar Shah. Perebutan pimpinan anak cabang ini akhirnya dapat diredakan setelah campur tangan pihak keamanan. Tidak berselang lama, Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Sumatera
Utara
akan
berakhir
masa
kepengurusannya
dan
dijadwalkan
menyelenggarakan Musyawarah Wilayah ke XI tanggal 22-24 Juni 2007. Penyelenggaraan Muswil tersebut dihadiri oleh Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (MPN PP), Yapto S. Soerjosoemarno, dan menampilkan dua kandidat calon ketua wilayah yaitu H. Donal Sidabalok (ketua MPW PP saat itu) dan Anuar Shah (ketua DPC PP Khusus Kota Medan). Suasana pelaksanaan musyawarah saat itu, penuh dengan dinamika yang mungkin berbeda dari musyawarah sebelumnya. Banyaknya unsur aparat keamanan baik dari kepolisian dan TNI yang berjaga-jaga di sekitar arena pelaksanaan musyawarah memunculkan sejumlah pertanyaan dari para pimpinan cabang Pemuda Pancasila. Personil kepolisian dan TNI yang bertugas saat itu justru mengenakan seragam satuan tugas (satgas) Pemuda Pancasila. Tindakan itu dilakukan karena telah beredar informasi bahwa pelaksanaan Muswil ke XI akan mengalami kerusuhan. Lebih dari separuh ketua cabang tetap menginginkan Donald Sidabalok melanjutkan kepemimpinan Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Namun Anuar Shah telah mendapatkan dukungan dari Ketua MPN Pemuda Pancasila. Oleh karena dukungan itu, maka sebagian besar ketua cabang yang memiliki hak suara, harus memilih Anuar Shah.
Universitas Indonesia
85
Kabar mengenai munculnya kerusuhan dalam musyawarah tersebut tidak terjadi, meskipun terdapat insiden kecil seperti perkelahian di luar ruangan musyawarah. Pendukung Donald Sidabalok yang melakukan aksi demonstrasi di luar ruangan musyawarah harus berhadapan dengan personil kepolisian dan TNI yang telah mengenakan seragam satgas Pemuda Pancasila. Para pendukung Donald Sidabalok dan kelompok yang merasa tidak senang dengan suasana musyawarah saat itu pun kemudian berlarian. Sedangkan, suasana di dalam ruangan musyawarah berlangsung sangat dinamis. Banyak dari peserta musyawarah yang memberikan kritik dan mengoreksi kepengurusan Pemuda Pancasila terkait cara kerja pimpinan. Pendapat itu kemudian selalu direspons oleh peserta yang lain dengan cara yang keras seperti membanting meja dan dengan suara yang keras. Musyawarah memilih Anuar Shah sebagai ketua Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara. Dengan terpilihnya Anuar Shah dalam Musyawarah Wilayah Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara ke XI menunjukkan bahwa keluarga Shah dengan jaringan yang dimiliki masih sangat berpengaruh di Pemuda Pancasila. Banyak kalangan yang menilai bahwa keluarga Shah khususnya Anif Shah dan Ajib Shah menggunakan Pemuda Pancasila sebagai bagian dari upayanya untuk memberikan dukungan kepada bisnis yang sedang dijalaninya. Sebagian menganggap bahwa tidak ada tindakan yang salah dilakukan oleh keluarga Shah berkaitan dengan aktivitasnya di Pemuda Pancasila karena mereka juga memiliki kontribusi yang tidak kecil terhadap pengembangan organisasi. Keberhasilan bisnis keluarga Shah merupakan upaya yang telah dilakukannya sendiri dan tidak berkaitan secara langsung dengan Pemuda Pancasila meskipun terkadang mereka membutuhkan kekuatan organisasi untuk menjaga keberlangsungan bidang usaha mereka. Beberapa narasumber menjelaskan yang terjadi saat ini adalah perubahan gaya kepemimpinan yang relatif mengganggu independensi Pemuda Pancasila dari cita-cita idealisme saat organisasi pemuda ini didirikan. 2.4. Menguatnya Kepentingan Bisnis di Pemuda Pancasila Sumatera Utara Setiap berlangsungnya musyawarah yang akan memilih pucuk pimpinan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara selalu saja muncul kelompok pendukung yang berbeda. Tidak pula dapat dipungkiri bahwa di antara kelompok tersebut selalu
Universitas Indonesia
86
menggunakan kekuatan Pemuda Pancasila untuk kepentingan tertentu seperti kepentingan bisnis. Kepentingan bisnis sering menjadi pemicu terbelahnya kekuatan Pemuda Pancasila. Banyak kelompok yang berkepentingan dengan Pemuda Pancasila untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari usaha yang dijalankan terutama yang berkaitan dengan anggaran pemerintah atau pemberian izin mengelola satu kawasan tertentu. Ada yang bersifat pribadi, kelompok, dan unit usaha yang dikelola oleh Pemuda Pancasila sendiri. Sebagian pengurus Pemuda Pancasila berprofesi sebagai kontraktor dan pemborong yang sangat tergantung dari anggaran pemerintah untuk menjalankan usahanya. Usaha-usaha pribadi pengurus Pemuda Pancasila itu, secara tidak langsung, diperoleh dari upayanya melakukan lobi terhadap kepala daerah untuk memperoleh pekerjaan yang bersumber dari APBN dan APBD. Sebagian keuntungan dari pekerjaan itu mereka sumbangkan untuk menanggulangi kegiatan organisasi atau biaya yang diperlukan anggota Pemuda Pancasila seperti bantuan kemalangan, selamatan, dan bahkan uang saku anggota. Mereka yang berprofesi sebagai kontraktor di pengurus Pemuda Pancasila cukup banyak sehingga pengurus wilayah harus mengatur pembagian pekerjaan, yang diberikan oleh kepala daerah di wilayah Sumatera Utara, secara proporsional. Di samping para pengurus, secara kelembagaan, Pemuda Pancasila juga memiliki unit usaha seperti pengelolaan perparkiran dan jasa keamanan. Unit usaha jasa
pengelolaan
perparkiran
selalu
bekerja
sama
dengan
pemerintah
kabupaten/kota untuk mendapatkan pekerjaan jasa perpakiran tersebut. Di Kota Medan misalnya, Badan Pengelolaan Perparkiran (BPP) bekerja sama dengan perusahaan jasa perparkiran untuk mengelola wilayah kerja yang meliputi areal kota Medan. Tidak banyak perusahaan yang mengikuti tender pengelolaan parkir mampu memberikan jaminan keamanan tanpa melibatkan organisasi pemuda.43 Begitu juga dengan layanan jasa keamanan yang diperlukan perusahaan swasta seperti pabrik, pergudangan, pertokoan, dan lain-lain. Pemuda Pancasila melalui unit usaha itu mengerahkan anggotanya untuk bekerja memberikan jasa pengamanan tersebut. Usaha-usaha tersebut juga bekerjasama dengan aparat kepolisian seperti pengadaan satuan pengamanan (satpam). Sebagian pendapatan 43
Wawancara melalui telepon dengan Mustafa Sutan Nasution, Kepala Badan Pengelola Perparkiran Kota Medan, 25 Nopember 2011, pukul 10.00 Wib.
Universitas Indonesia
87
dari usaha itu disisihkan untuk keperluan aktivitas organisasi setelah masingmasing anggota mendapatkan penghasilan dari bagian pekerjaan yang dilakukan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh individu sebagai kader Pemuda Pancasila untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, tidak begitu dipersoalkan oleh para senior, selama tidak mendominasi.44 Dominasi terjadi jika ada individu atau kelompok yang hendak menguasai Pemuda Pancasila dengan maksud memperoleh keuntungan politik dan ekonomi secara sepihak. Keuntungan politik berupa intervensi kepada pengurus MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara terhadap keputusan atau kebijakan strategis organisasi. Sedangkan keuntungan ekonomi berkaitan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh akibat dari keputusan atau kebijakan strategis tersebut. Kondisi yang disebutkan di atas itu selalu menjadi pembicaraan serius di kalangan Pemuda Pancasila begitu juga pihak eksternal. Kelompok yang selalu disebut-sebut memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari Pemuda Pancasila Sumatera Utara adalah keluarga Shah.45 Anif Shah yang memiliki binis perkebunan, pertanian, dan perumahan berkepentingan untuk memiliki dan mengelola lahan di daerah Sumatera Utara seperti Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Madina, Tapanuli Selatan, dan lain sebagainya. Pemilk perusahaan Grup Anugerah Langkat Makmur (Alam) itu adalah figur yang tidak asing lagi di kalangan pendiri Pemuda Pancasila sejak Effendi Nasution menjadi Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada tahun 1970-an. Bagi Anif Shah sendiri, bisnis pertanian, perkebunan, dan perumahan memerlukan lahan sebagai sumber utama dalam menggerakkan roda usahanya. 44
Para pengurus MPW Pemuda Pancasila memiliki perusahaan kontraktor atau penyedia jasa yang sangat bergantung dari proyek pemerintah daerah. Sebagai pengurus Pemuda Pancasila, tidak begitu sulit bagi mereka untuk mendapatkan proyek pemerintah. Data tentang perusahaan yang selalu digunakan oleh pengurus MPW Pemuda Pancasila dalam mengerjakan proyek pemerintah ada pada penulis. 45 Disebut keluarga Shah karena mereka memiliki postur tubuh yang mirip keturunan Afganistan dan saat ini dipandang sebagai keluarga terhormat di Sumatera Utara. Saudara paling tua, Anif Shah, dikenal sebagai pengusaha sukses sekaligus pemilik Grup Anugerah Langkat Makmur (Alam) yang bisnisnya mencakup bidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit, properti, kompos, SPBU, sarang burung walet, dan lain-lain. Anif dan keluarganya juga aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan di Sumatera Utara. Pada awal-awal memulai usahanya, H. Anif, dikenal sebagai pengusaha yang sering berurusan dengan pembebasan lahan untuk usaha perkebunan, pertanian, dan perumahan. Sedangkan saudara kandungnya seperti Rahmat Shah (menjabat sebagai anggota DPDRI Periode 2009-2014), Ajib Shah (tokoh PP, politisi Partai Golkar, dan anggota DPRDSU 2009-2014), Maherban Shah (pengusaha pertambangan dan pendiri Masyarakat Pancasila Indonesia/MPI), Anwar Shah (kader Pemuda Pancasila dan menjabat sebagai Ketua Wilayah Propinsi Sumatera Utara).
Universitas Indonesia
88
Sementara, banyak lahan-lahan perkebunan yang masih bermasalah sejak pemerintahan kolonial hingga saat ini. Persoalan tanah di Sumatera Utara menjadi salah satu isu yang harus dituntaskan oleh pemerintah daerah, badan usaha negara, dan instansi lain yang terkait.46 Untuk dapat menguasai lahan-lahan yang masih bermasalah diperlukan pendekatan kepada pemilik kekuasaan dan mobilisasi massa yang besar. Kekuatan hukum dalam penguasaan lahan relatif bisa diselesaikan dengan cara kekerasan jika lahan yang sedang bermasalah tersebut dikuasai dengan cara dijaga oleh para preman.47 Untuk penguasaan lahan itulah, Anif Shah, sangat berkepentingan dengan massa yang dimiliki oleh Pemuda Pancasila agar menjaga lahan-lahan yang akan dikelola perusahaannya. Selain itu, melalui Pemuda Pancasila, lebih mudah meminta perlindungan aparat keamanan untuk menguasai lahan yang diperlukan. Menggerakkan massa untuk menguasai lahan-lahan yang sedang bermasalah kepemilikannya, membutuhkan kekuatan tersendiri. Massa itu bisa didatangkan dari sekitar wilayah lahan yang akan dikelola. Namun, tidak semua jenis massa yang bisa ditugaskan untuk menjaga lahan yang ingin dimiliki. Massa itu harus berani melakukan perlawanan termasuk kepada aparat hukum, mengintimidasi, menjaga, bahkan melukai ketika terjadi pertikaian di lahan tersebut. Massa yang bertipe seperti itu dimiliki oleh Pemuda Pancasila dengan cara memberikan pekerjaan atau uang setiap hari untuk kebutuhan hidupnya. Agar memudahkan memobilisasi massa anggota Pemuda Pancasila Sumatera Utara, maka tindakan untuk merebut pimpinan Pemuda Pancasila menjadi sangat penting.48 Hubungan yang sangat intens antara Anif dengan pengurus Pemuda Pancasila Sumatera Utara terjadi saat Marzuki terpilih sebagi ketua pada tahun 1984. Ketika itulah suasana keorganisasian menjadi lebih modern. Secara ekonomi kemampuan
organisasi
berkembang
lebih
baik,
rapat-rapat
pun
selalu
diselenggarakan di hotel berbintang. Jaringan ke para politisi, birokrat, dan kepala 46
Syarifuddin Kalo. 2004. “Perbedaan Persepsi Mengenai Penguasaan Tanah dan Akibatnya Terhadap Masyarakat Petani di Sumatera Timur: Pada Masa Kolonial Yang Berlanjut Pada Masa Kemerdekaan, Orde Baru dan Reformasi”. Makalah. Program Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. hal 1-4. 47 Syafruddin Kalo. 2003. “Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus PTPN II di Sumatera Utara”. Desertasi. Medan: Pogram Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. hal. 7-8. 48 Wawancara dengan Nazaruddin Sihombing, Ketua FKPPI Sumatera Utara, 13 November 2011, Pukul 12.30 Wib, di Hotel Candi Medan.
Universitas Indonesia
89
daerah semakin luas dan kegiatan konsolidasi organisasi hingga tingkat ranting atau kelurahan dan desa berjalan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, ada tokoh Pemuda Pancasila menyatakan bahwa kontribusi Anif Shah sangat membantu kelancaran konsolidasi organisasi baik internal maupun eksternal. Untuk hal ini mereka menyebut ada investasi Anif Shah di Pemuda Pancasila. Kedekatannya dengan Marzuki, pada saat menjabat ketua wilayah Pemuda Pancasila, membuat Anif Shah lebih leluasa berdiskusi dan menjalin relasi yang saling memberi manfaat. Namun, bukan tidak mungkin investasi itu juga akan menghasilkan keuntungan yang diharapkan oleh Anif Shah sendiri. Salah satu alasan Anif Shah menempatkan orang-orangnya di Pemuda Pancasila adalah agar lebih mudah meminta bantuan pengamanan dari bisnis yang dikelolanya. Bisnis Anif Shah mulai berkembang pesat awal 1980-an, di antaranya adalah perkebunan sawit di Kabupaten Langkat, Madina, dan Deli Serdang, perumahan di Cemara Asri yang lokasinya berbatasan antara kota Medan dengan Deli Serdang, serta usaha ternak burung wallet di Kabupaten Madina. Saat ini bisnis tersebut telah berjalan dan berkembang terus menerus pada bidang lainnya seperti pembuatan kompos, SPBU, dan lain sebagainya. Dikelola oleh keluarga sendiri dengan perkiraan omset puluhan milyar rupiah setiap bulannya, mengharuskan Anif Shah juga menyisihkan keuntungan perusahaan untuk kegiatan sosial seperti bantuan kepada masyarakat miskin, memberikan beasiswa, membantu pembangunan gendung-gedung kampus di Sumatera Utara, dan lain-lainnya. Hampir semua keluarga Shah berprofesi sebagai pengusaha, meskipun ada yang tertarik menjadi politisi seperti Rahmat Shah dan Ajib Shah. Rahmat Shah memilih untuk tidak menjadi pengurus partai politik namun sangat akrab dengan pimpinan partai politik baik di provinsi maupun di pusat. Karena pergaulannya itu, ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPDRI) pada Pemilu 2009. Sementara adik kandungnya, Ajib Shah, lebih memilih profesi sebagai politisi di Partai Golkar. Untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan politik, Anif Shah, lebih percaya kepada Ajib Shah ketimbang saudara kandungnya yang lain. Meskipun sulit membuktikan adanya pengaruh atau intervensi Anif Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila di Sumatera Utara untuk kepentingan bisnisnya, namun keadaan itu menjadi pembicaraan hangat dan serius
Universitas Indonesia
90
di kalangan internal dan eksternal Pemuda Pancasila.49 Terpilihnya Ajib Shah dan Anif Shah sebagai Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara menegaskan adanya pengaruh tersebut. Pengaruh yang dimiliki oleh Anif Shah dan keluarganya di Pemuda Pancasila Sumatera Utara memberikan tafsiran tersendiri di internal Pemuda Pancasila. Pelaksanaan musyawarah Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang diselenggarakan di daerah tertentu mengindikasikan adanya campur tangan keluarga Shah untuk menentukan ketua terpilih. Hampir seluruh tokoh Sumatera Utara menyatakan bahwa kalau membicarakan, menganalisa dan menyimpulkan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, saat ini, tidak terlepas dari keluarga Shah. Sebagian besar tokoh menyatakan tidak menjadi masalah jika ada pengaruh keluarga Shah di Pemuda Pancasila karena sama-sama saling menguntungkan. Sebagian kecil menyatakan tidak sependapat atas kondisi itu karena akan mengganggu independensi organisasi Pemuda Pancasila dan tentu ada keuntungan ekonomi yang tidak seimbang akibat pengaruh itu. Perbedaan pendapat tersebut sering selalu menimbulkan keributan di internal Pemuda Pancasila. Beberapa tokoh Pemuda Pancasila seperti Amran YS, Rajab Napolis Tanjung, Rudi Hartawan Tampubolon, dan lain sebagainya merasa dominasi keluarga Shah terhadap Pemuda Pancasila dilakukan karena motif ekonomi. Keadaan ini tentu akan mengaburkan independensi organisasi dan lebih mengutamakan
kepentingan
kelompok
tertentu.
Mereka
memprotes
gaya
kepemimpinan ketua wilayah Pemuda Pancasila yang harus mengikuti selera keluarga Shah. Mereka kemudian membentuk Pemuda Pancasila 1959 untuk menandingi kepengurusan MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang telah didominasi kepentingan tertentu.50 Sementara, sebagian besar tokoh dan senior Pemuda Pancasila menyatakan kontribusi keluarga Shah khususnya Anif Shah terhadap pengembangan Pemuda 49
Saat wawancara dengan beberapa tokoh Pemuda Pancasila seperti Yan Paruhum Lubis (Ucok Majestik), Amir Siahaan, Amran YS, dan Syamsul Arifin, terucap bahwa pengaruh keluarga Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila terus berlangsung terutama untuk kepentingan bisnis Anif Shah. Beberapa senior Pemuda Pancasila menyatakan tidak menjadi masalah karena kontribusi Anif Shah kepada PP juga cukup besar, namun sebagian tokoh PP merasa bahwa intervensi itu tidak bisa dibenarkan. 50 Pembentukan Pemuda Pancasila 1959 yang diprakarsai oleh kader Pemuda Pancasila seperti Amran YS, Rudi Hartawan Tampubolon, dan lain-lainnya mendapat perlawan dari MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara pimpinan Anuar Shah. Bentrokan pun terjadi di antara kedua anggota organisasi tersebut ketika deklarasi PP 1959 dilangsungkan di Kota Medan pada tahun 2011.
Universitas Indonesia
91
Pancasila cukup banyak. Perhatiannya untuk aktivitas organisasi cukup besar meskipun ada keuntungan ekonomi yang diperolehnya secara tidak langsung. Kondisi ini wajar saja dilakukan oleh keluarga Shah karena mereka memiliki kaitan sejarah yang tidak terlupakan antara pendiri Pemuda Pancasila dengan Anif Shah. Meskipun Anif Shah bukanlah pendiri Pemuda Pancasila, namun interaksinya dengan para sesepuh Pemuda Pancasila cukup baik sebut saja seperti Effendi Nasution, Yan Paruhum Lubis, Marzuki, dan lain sebagainya. Ini juga yang membuat keberadaan Anif Shah dan adik-adiknya di Pemuda Pancasila diperhitungkan dalam setiap kegiatan Pemuda Pancasila. 2.5. Konfigurasi Politik Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara Pemilu Legislatif 2004 yang dilaksanakan pada 5 April 2004, menggunakan sistem proporsional terbuka yang sedikit berbeda dari pemilu sebelumnya. Sistem ini masih memberikan kedudukan yang kuat pada partai politik melalui sistem daftar urut namun sistem ini juga memberikan peluang bagi calon yang populer tanpa melihat nomor urut.51 Peserta Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik, di antaranya akan berkompetisi merebut 85 kursi yang tersedia di DPRD Provinsi Sumatera Utara, selain kursi untuk DPR-RI dari daerah pemilihan Sumatera Utara.52 Pada Pemilu 2004, Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25 kabupaten/kota dan memiliki jumlah penduduk yang bervariasi itu terlaksana dengan damai, meskipun proses sengketa hasil pemilu terjadi di daerah hingga ke ranah meja hijau. Ada daerah yang tergolong sangat padat serta daerah yang jumlah penduduknya sedikit.
Sehingga
memerlukan
berbagai
pendekatan
yang
berbeda
dalam
mengakomodasi berbagai kepentingan masing-masing daerah baik dari segi suku, agama dan ras. Mengingat penduduk di Sumatera Utara yang multikultural, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara, menetapkan jumlah daerah pemilihan sebanyak sembilan.53 51
Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 yang menyebutkan, “Pemilu untuk anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.” 52 Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2004, menurut BPS Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 11.890.399 juta jiwa. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) huruf f disebutkan bahwa Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya di atas 9.000.000 (sembilan juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juga) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi. 53 Daerah Pemilihan (dapil) dalam Pemilu Legislatif 2004 juga mengalami perubahan dari pemilu sebelumnya. Jika sebelum Pemilu 2004 dapil selalu identik dengan wilayah administratif pemerintahan
Universitas Indonesia
92
Tabel 2.1 Daftar Daerah Pemilihan DPRD Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Daerah Pemilihan (Dapil) Dapil 1 Dapil 2 Dapil 3 Dapil 4 Dapil 5 Dapil 6
7. 8.
Dapil 7 Dapil 8
9. 10. 11.
Dapil 9 Dapil 10 Dapil 11
No.
Wilayah
Jumlah Kursi
Medan Deli Serdang Serdang Bedagai, Tebing Tinggi Asahan, Tanjung Balai Labuhan Batu Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal Nias, Nias Selatan Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir Siantar, Simalungun Dairi, Pakpak Bharat, Karo Langkat, Binjai
14 kursi 11 kursi 5 kursi 8 kursi 7 kursi 8 kursi 5 kursi 8 kursi 7 kursi 4 kursi 8 kursi
Sumber: Data KPU Provinsi Sumatera Utara, 2004.
Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Pemilu 2004 di Sumatera Utara sebesar 7.490.581 jiwa, namun hanya 5.248.681 pemilih yang memberikan hak suaranya (70,7%). Sementara sebanyak 2.241.900 jiwa yang tidak memilih (29,93%). Tingginya angka yang tidak menggunakan hak pilih ini mengisyaratkan masih lemahnya kesadaran pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu di samping lemahnya sosialisasi pelaksanaan pemilu dari pemerintah dan penyelenggara pemilu, kesalahan teknis dan kecurangan turut memberikan kontribusi terhadap eskalasi jumlah yang tidak ikut memilih. Konversi suara menjadi kursi dalam Pemilu 2004 menggunakan sistem kuota murni. Dari sistem ini perolehan kursi tergantung dari daerah pemilihan, bisa saja partai yang memperoleh suara sama atau hampir sama belum tentu memiliki kursi yang sama pula. Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, hanya 14 partai politik yang memiliki kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009.
yaitu provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan untuk setiap tingkatan lembaga legislatif. Namun, pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi. Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, dan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan.
Universitas Indonesia
93
Tabel 2.2 Perolehan Kursi DPRD Provinsi Sumatera Utara Hasil Pemilu 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Nama Partai Politik Golongan Karya PDIP Partai Demokrat Partai Persatuan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera Partai Amanat Nasional Partai Damai Sejahtera Partai Bintang Reformasi Partai Bulan Bintang Partai Perhimpunan Indonesia Baru PNBK Partai Patriot Pancasila PBSD Partai Pelopor Partai Kebangkitan Bangsa PKPB PKPI Partai Sosialis Indonesia (PSI) PNI-Marhainisme PPDK Partai Merdeka PPDI Partai Pembangunan Daerah (PPD) PNUI
Perolehan Suara 1.089.810 779.455 379.860 377.467 376.843 313.555 315.795 221.492 138.306 146.846 116.232 122.455 101.235 94.732 93.973 87.501 86.856 65.002 64.648 64.474 63.408 56.013 55.872 36.896
Perolehan Kursi 19 13 10 8 8 8 6 5 3 1 1 1 1 1 -
Persentase Kursi (%) 22,4 15,3 11.8 9,4 9,4 9,4 7,1 5,7 3,5 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 -
Sumber: KPU Provinsi Sumatera Utara, 2004.
Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, hanya 14 partai politik yang berhasil menempatkan calon legislatornya di DPRD Provinsi Sumatera Utara dan 10 partai politik yang tidak mencukupi suara untuk terpilih menjadi anggota legislatif. Hasil Pemilu 2004 sekaligus akan menentukan dinamika dalam setiap pengambilan keputusan pemerintah yang memerlukan persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Utara. Begitu juga saat mengusulkan calon kepala daerah, komposisi kursi partai politik di parlemen menentukan jumlah besaran dukungan saat mengusulkan calon kepala daerah. Partai Golongan Karya dan PDIP adalah partai yang memperoleh suara lebih dari 15% dan memenuhi syarat untuk mengusulkan calon kepala daerah tanpa harus bersama-sama dengan partai politik lain. Sedangkan partai politik lainnya memperoleh
Universitas Indonesia
94
suara di bawah 15% dan harus mencari dukungan dari partai lain untuk secara bersama-sama mengusulkan calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara.54 Pemilu 2004 memberikan kesempatan kepada kader Pemuda Pancasila yang berprofesi sebagai politisi menjadi anggota DPRD. Dari 80 anggota DPRD Provinsi yang terpilih, ada 6 yang tercatat sebagai kader Pemuda Pancasila. Mereka adalah Marzuki dan Syahrul Pasaribu terpilih dari Partai Golkar, Kamaluddin Harahap dan Abdul Hakim Siagian dari PAN, Eddi Rangkuti dari PDIP, dan Edison Sianturi dari Partai Patriot. Meskipun jumlahnya sedikit, namun posisi mereka di DPRD Provinsi Sumatera Utara sangat strategis. Syahrul Pasaribu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar Periode 2004-2009, Eddi Rangkuti terpilih sebagai Ketua Fraksi PDIP, Kamaluddin Harahap sebagai Ketua Fraksi PAN. Terpilihnya kader Pemuda Pancasila sebagai anggota legislatif tentu akan membantu kepentingan organisasi dalam kebijakan strategis di daerah, walaupun mereka harus berkoordinasi dengan ketua partai politik masing-masing. Tabel 2.3 Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Syahrul Pasaribu Marzuki Kamaluddin Harahap Abdul Hakim Siagian Eddi Rangkuti Edison Sianturi
Asal Fraksi Partai Golkar Partai Golkar PAN PAN PDIP Bersama
Jabatan di DPRD Sumut Ketua Fraksi Golkar Sekretaris Fraksi Golkar Ketua Komisi E Anggota Ketua Fraksi PDIP Anggota
Sumber: Hasil Wawancara, 2011.
Pemuda Pancasila memiliki pengaruh langsung kepada Partai Patriot Pancasila yang memperoleh satu kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Dengan perolehan kursi tersebut, maka Partai Patriot Pancasila tentu memiliki bagian dari kekuatan parlemen di Sumatera Utara. Sebagai partai baru, Partai Patriot Pancasila yang dideklarasikan di Jakarta tahun 2007, tentu akan lebih memudahkan pimpinan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara untuk berkordinasi dalam kaitannya dengan kebijakan pemerintah daerah. Selalu ada ruang untuk memberikan warna dalam setiap 54
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah BAB II Bagian Kesatu Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b.
Universitas Indonesia
95
kebijakan di daerah sejalan dengan otonomi daerah yang sedang diberlakukan. Otonomi daerah memberikan ruang terhadap partisipasi Pemuda Pancasila dalam proses penetapan kebijakan publik di daerah. Kondisi ini mempermudah Pemuda Pancasila karena terkait dengan perolehan satu kursi Partai Patriot di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Melalui jaringan organisasi yang dibangun, pimpinan Pemuda Pancasila bisa berperan aktif untuk mencari solusi dari permasalahan yang terjadi di lembaganya. Perubahan situasi politik itu, yang menyebabkan Pemuda Pancasila harus beradaptasi dalam menjalankan organisasinya agar dapat memberikan pengaruh secara terus menerus dalam konstelasi politik di Sumatera Utara. Kemudian memberikan kebebasan kepada pimpinan organisasi di daerah untuk mengambil keputusan sekaligus sebagai latihan dalam mengatasi persoalan yang ada di setiap tingkatan kepemimpinan. Membentuk jaringan kepada para pengambil keputusan di daerah baik legislatif dan eksekutif serta memelihara basis massa organisasi secara berkelanjutan. Langkah-langkah yang dilakukan Pemuda Pancasila tersebut menjadi bagian dari konsolidasi organisasi. 2.6. Partai Patriot Pancasila dan Pemuda Pancasila Provinsi di Sumatera Utara Independensi Pemuda Pancasila memberikan arti bahwa berpolitik adalah sarana untuk memajukan dan membesarkan eksistensi organisasi secara konkrit melalui pengakuan, kiprah, peran serta kedudukan para kader dan tokoh Pemuda Pancasila di berbagai elemen dan lembaga masyarakat. Dalam pandangan organisasi ini juga independensi bukanlah berarti bahwa Pemuda Pancasila dapat dianggap sebagai mesin politik untuk mencapai kepentingan kekuasaan atau politik tertentu. Tetapi, Pemuda Pancasila berdiri di atas kepentingan sosial sesuai dengan pokokpokok perjuangannya yang tercantum dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Secara tegas tertulis dalam AD/ART bahwa Pemuda Pancasila memposisikan partisipasi politik sebagai kelompok yang menciptakan akuntabilitas publik serta secara konsisten dan konsekuen melakukan kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pembangunan nasional demi terwujudnya kepentingan umum. Pelaksanaan kebijakan independensi Pemuda Pancasila Sumatera Utara terlihat dari tidak sedikit kader Pemuda Pancasila yang telah menduduki berbagai jabatan publik yang cukup strategis di lingkungan legislatif, eksekutif, organisasi profesi dan
Universitas Indonesia
96
pimpinan berbagai institusi masyarakat lainnya. Sebut saja seperti anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, bupati/wakil bupati, pengurus teras partai politik, asosiasi pengusaha, rektor perguruan tinggi, dosen dan lain sebagainya. Praktik independensi yang sudah berjalan itu juga memberikan ruang kreativitas dan prospek bagi para anggota maupun pengurus yang berprofesi sebagai pengusaha, pengacara, pegawai negeri sipil dan swasta termasuk pelaku sektor informal. Hal ini dirasakan sebagai salah satu manfaat positif dan telah menjadikan Pemuda Pancasila Sumatera Utara sebagai instrumen sosial yang mampu mengakomodasikan berbagai aspirasi kelompok masyarakat yang multikultural di Sumatera Utara.55 Namun demikian, praktik independensi Pemuda Pancasila Sumatera Utara tidak berhenti di situ saja seiring dengan perkembangan dinamika bangsa dan masyarakat Indonesia. Sejak bergulirnya reformasi dan demokratisasi serta desentralisasi di Indonesia, praktik independensi Pemuda Pancasila juga mengalami persoalan internal. Oleh karena Pemuda Pancasila memiliki jumlah anggota dan kader yang besar baik secara kuantitas dan kualitas serta karakteristiknya yang heterogen menyebabkan tidak semua kader Pemuda Pancasila terdistribusi dengan baik untuk berperan di berbagai lembaga masyarakat. Konsekuensi dari itu semua, maka sejumlah pimpinan dan kader Pemuda Pancasila berinisiatif membentuk Partai Patriot Pancasila yang diharapkan dapat mengakomodir potensi organisasi dalam saluran aktivitas politiknya. Dalam rangka mengoptimalkan potensi partisipasi politik para kader Pemuda Pancasila maka kehadiran Partai Patriot Pancasila dinilai menjadi relevan. Melalui proses sosialisasi yang panjang, akhirnya pimpinan organisasi di tingkat nasional mendeklarasikan Partai Patriot Pancasila pada 1 Juni 2001 di Jakarta. Tampil sebagai pimpinan deklarator adalah Yapto S. Soerjosoemarno dan pengurus Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, para senior, dan ketua wilayah Pemuda Pancasila se-Indonesia. Sejalan dengan kebijakan sistem multi partai maka kehadiran Partai Patriot Pancasila yang dibidani oleh sejumlah elit Pemuda Pancasila di Jakarta dan dari daerah diharapkan dapat berperan dan berfungsi sejalan dengan aktivitas dan saluran aspirasi politik anggota Pemuda Pancasila di seluruh Indonesia. Partai Patriot Pancasila kemudian dibentuk dengan modal dasar struktur Pemuda Pancasila yang telah ada di seluruh Indonesia. Meskipun hasil Musyawarah Besar Luar Biasa 55
Mengenai hal ini lihat Daftar Kader yang Berprofesi sebagai Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Organisasi Bisnis, dan Organisasi Masyarakat di Sumatera Utara yang ditulis oleh MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam lampiran disertasi ini.
Universitas Indonesia
97
(Mubeslub) tahun 1999 dan Musyawarah Besar ke VII tahun 2001 di Bogor yang menegaskan bahwa Pemuda Pancasila adalah organisasi masyarakat dan bersifat independen dalam aspirasi politiknya, namun secara informal pengurus di daerah diharapkan membantu pembentukan Partai Patriot Pancasila. Hampir
seluruh
ketua
Pemuda
Pancasila
pada
level
provinsi
dan
kabupaten/kota memperoleh mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di wilayahnya masing-masing. Bagi para ketua Pemuda Pancasila yang telah menjadi ketua atau pengurus partai politik lain, memiliki kewajiban moral untuk membantu pembentukan Partai Patriot Pancasila di wilayahnya. Tidak terkecuali di Sumatera Utara, proses pembentukan Partai Patriot Pancasila di wilayah ini juga dibidani oleh pengurus
Pemuda
Pancasila
Provinsi
Sumatera
Utara
hingga
di
tingkat
kabupaten/kota. Meskipun tidak semua ketua Pemuda Pancasila yang tertarik untuk menjadi pengurus partai politik, namun mereka memiliki kewajiban moral sebagai bentuk loyalitas kepada elit Pemuda Pancasila di tingkat nasional. Setidaknya mereka memberikan rekomendasi kepada kader Pemuda Pancasila lainnya yang telah berkarir di wilayah politik. Kriteria untuk menjadi ketua Partai Patriot Pancasila telah menjadi pedoman bersama di antara pimpinan Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara diberikan kepada Donald Sidabalok, sekitar tahun 2002, selaku Ketua Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Secara pribadi, Donald termasuk kader yang tidak pernah tertarik untuk aktif di partai politik atau menjadi politisi. Namun, karena Donald turut menjadi deklarator Partai Patriot Pancasila sekaligus pemegang mandat karena dirinya menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila maka tugas itu harus ditunaikannya. Hampir semua kader dan pimpinan Pemuda Pancasila mengetahui secara persis bahwa Donald tidak ingin menjadi ketua Partai Patriot Pancasila dan dia mencari figur yang tepat untuk menerima mandat tersebut. “…iya saya menerima mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di Sumut. Walaupun partai ini didirikan oleh pimpinan Pemuda Pancasila, tetapi tidak menyalurkan aspirasi politiknya ke Partai Patriot Pancasila, anggota dibebaskan memilih. Cuma ada himbauan Partai Patriot Pancasila yang dilahirkan Pemuda Pancasila, kenapa tidak anggota Pemuda Pancasila memilih partai ini. Itu hanya himbauan namun tidak ada garis harus Pemuda Pancasila
Universitas Indonesia
98
itu ke Partai Patriot Pancasila, gak ada. Karena itu saya pada saat itu masih mencari orang yang tepat…”56 Figur yang saat itu ada dalam benak Donald adalah Ajib Shah yang dapat membentuk dan mengembangkan partai baru ini. Selain pengalaman politik Ajib Shah cukup baik, Donald pun melihat jasa dukungan Ajib saat ia terpilih menjadi ketua wilayah Pemuda Pancasila pada Muswil IX. Hubungan Donald dengan Ajib Shah terjalin cukup akrab dan bersahabat, karena pergantian kepemimpinan di Pemuda Pancasila dari Ajib ke Donald berlangsung secara damai. Namun, Yapto Soerjosoemarno sendiri telah menitipkan pesan kepada Donald untuk tidak memberikan mandat tersebut kepada keluarga Shah khususnya Ajib Shah. Tidak begitu jelas alasan yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara Yapto dengan keluarga Shah. Donald sendiri tidak menjelaskannya secara terus terang. “….bukan karena saya ada masalah dengan Ajib. Hubungan saya dengan dia baik-baik saja. Saya buka sikit lah ya, namanya kita megang mandat pasti ada bisikan juga sikit sebetulnya. Saya kalau sudah aman saya pegang. Dulu Yapto sama keluarga ini (baca: keluarga Shah) hubungannya sikit tidak baik. Saya sulit juga mengatakannya, termasuk aib orang. Jadi saya gak mau buka…”57 Sementara, Ajib Shah sendiri menginginkan pembentukan Partai Patriot Pancasila berada dalam kewenangannya. Meskipun saat itu, dia adalah kader Partai Golkar dan pernah menjadi anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Golkar. Sedikit banyaknya persoalan ini menyebabkan Donald tidak segera menunaikan tugasnya sebagai pemegang mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di Provinsi Sumatera Utara. Sementara, hampir seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sudah terbentuk Partai Patriot Pancasila. Menurut Donald, Pengurus Pusat Partai Patriot Pancasila di Jakarta menyatakan ketidaksetujuan mandat diberikan kepada Ajib Shah menjadi Ketua Partai Partai Patriot Pancasila karena Ajib Shah pernah mengundurkan dari Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara tahun 1999. Ini yang menjadi alasan pengurus pusat dan wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang menyebabkan lama terbentuknya Partai Patriot Pancasila di Sumatera Utara. 56
Wawancara dengan Donald Sidabalok, Ketua MPW Pemuda Pancasila Periode 1999-2002 dan 20022007, di rumahnya Medan Denai, 21 Desember 2011 pukul 11.00 Wib. 57 Ibid.
Universitas Indonesia
99
Dalam perjalanan selanjutnya, terdengar kabar bahwa Yapto Soerjosoemarno memberikan mandat kepada Ajib Shah untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di Sumatera Utara. Donald pun kemudian merespons kabar itu dan mendiskusikannya dengan pengurus MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara seperti Muchtar Aritonang (Sekretaris), Darwin Nasution (Bendahara) dan pengurus harian lainnya. Pertemuan itu sepakat memberikan mandat kepada Darwin Nasution, untuk diusulkan kepada Yapto (selaku Ketua Umum Partai Patriot Pancasila), menjadi Ketua Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara. Darwin Nasution termasuk kader junior yang menjadi pengurus di MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Sebelum menjadi pengurus di Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada masa kepemimpinan Donald Sidabalok, Darwin bekerja pada salah satu perusahaan Jepang di Kawasan Industri Medan. Pengalaman Darwin sebagai pengacara menjadi pertimbangan Donald untuk menunjuk Darwin sebagai Ketua Lembaga Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (LPPH PP) Provinsi Sumatera Utara. Tidak lama setelah itu, Darwin pun kemudian ditunjuk menjadi wakil bendahara MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada periode pertama kepemimpinan Donald Sidabalok. Jabatan yang diberikan kepada Darwin Nasution termasuk jabatan yang strategis dalam aktivitas keseharian Pemuda Pancasila. Bukan tanpa alasan, Donald memberikan Darwin jabatan sebagai wakil Bendahara MPW PP Sumut dan Ketua LPPH PP. Sebagai kader junior yang langsung menduduki jabatan strategis di pengurus harian tentu saja menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi kader-kader lama. Darwin Nasution dikenal sebagai salah seorang pengurus yang selalu memberikan kontribusi berupa materi untuk aktivitas yang diperlukan organisasi termasuk kebutuhan Ketua Pemuda Pancasila. Dalam waktu yang relatif tidak lama, Darwin Nasution menunjukkan kesetiaan pada ketua wilayah saat itu. Tidak lama berselang jabatan sebagai bendahara pun dipercayakan Donald kepadanya. Bahkan, Darwin dipercaya menjadi Ketua Partai Patriot Pancasila dengan mempertimbangkan saran Muchtar Aritonang dan pengurus harian lainnya. “…dia kan begini, awalnya Darwin di LPPH Pemuda Pancasila, bagian hukum. Saya gak kenal dia, jadi kebetulan ekonomi dia bagus tempo hari, dia salah seorang direktur Mari Matsu. Jadi, dia membiayai LPPH itu. Yah… merapatlah dia ke saya, yang membawanya itu kan Amir Gemuk sama Adek Muchtar
Universitas Indonesia
100
Aritonang. Saya gak kenal kan. Jadi, orang itu lah yang minta ‘dia aja lah ketua’. Jadi bukan karena saya benci sama Ajib…enggak...banyak orang salah itu. Ada semacam titipan warning lah ke saya…”58 Penjelasan Donald mengenai Ajib Shah, yang berminat untuk mendapatkan mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila, tidak konsisten. Di satu sisi, Donald menyatakan hubungannya dengan Ajib Shah sangat baik dan setuju untuk memberikan mandat tersebut. Di sisi lain, menurut Donald, karena Ajib Shah memiliki resistensi dengan sebagian tokoh Pemuda Pancasila di Jakarta atau deklarator Partai Patriot Pancasila maka mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila tidak segera diberikan kepadanya. Bahkan mandat itu akhirnya diberikan Donald kepada Darwin Nasution. Jika melihat penjelasan yang disampaikan pengurus Pemuda Pancasila saat itu, ada perbedaan pandangan politik antara Donald dengan Ajib Shah. Namun, tidak ada penjelasan khusus mengenai penyebab perbedaan di antara kedua tokoh Pemuda Pancasila itu. Beberapa narasumber sepertinya enggan memberi informasi mengenai hal itu karena terkait dengan keluarga Shah.59 Ajib Shah sendiri menyatakan hubungan pribadinya dengan Donald berjalin baik, namun ada perselisihan pandangan di antara keduanya. Terkait dengan mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila, Ajib Shah menjelaskan bahwa dia menerima mandat itu dari Yapto sebagai Ketua Umum Partai Patriot Pancasila karena terkesan lambannya Donald bertindak. Penjelasan Ajib Shah sekaligus menepis informasi yang disampaikan Donald tentang keengganan pengurus Partai Patriot Pancasila di Jakarta memberikan mandat kepada dirinya. Perbedaan pandangan yang terjadi di antara kedua tokoh Pemuda Pancasila menjadi sebab lambannya pembentukan Partai Patriot Pancasila di Provinsi Sumatera Utara. Tindakan Yapto Soerjosoemarno mengalihkan pemberian mandat dari Donald kepada Ajib Shah merupakan salah satu cara untuk menyatukan kedua tokoh yang berbeda pandangan mengenai aktivitas Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Begitu Donald mendengar kabar bahwa Ajib Shah memiliki mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila, segera dia menggelar rapat internal dan mengusulkan Darwin Nasution sebagai Ketua Partai Patriot Pancasila untuk disetujui oleh Yapto. Setelah 58
Ibid. Mengenai hal ini, beberapa narasumber yang diwawancarai menyatakan bahwa dominasi keluarga Shah melalui Anif Shah dan Ajib Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila menyebabkan organisasi ini relatif tidak bebas dalam mengambil keputusan. Artinya setiap ketua wilayah Pemuda Pancasila tidak mau diatur oleh keluarga Shah untuk mengambil keputusan dan bertindak atas nama organisasi.
59
Universitas Indonesia
101
bertemu Yapto, mereka disarankan untuk membahas secara bersama-sama dengan Ajib Shah mengenai pembentukan pengurus Partai Patriot Pancasila Sumatera Utara. Kesepakatan antara Donald Sidabalok, Ajib Shah, dan Darwin Nasution adalah secara bersama-sama menyusun kepengurusan DPW Partai Patriot Pancasila. Porsi Ajib Shah lebih besar dalam memberikan nama-nama yang masuk menjadi pengurus Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara, sisanya usulan yang disampaikan Donald dan Darwin. Pertemuan tokoh Pemuda Pancasila itu secara bersama sepakat menunjuk Darwin Nasution dan Subandi menjadi Ketua dan Sekretaris MPW Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara. Kesepakatan lainnya, Partai Patriot Pancasila akan memberikan dukungan penuh kepada Ajib Shah untuk membantu kemenangannya menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004. Bersatunya Ajib Shah dan Donald Sidabalok dalam Partai Patriot Pancasila menjadi catatan tersendiri dalam sejarah Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Hasil kesepakatan itu kemudian mengharuskan Darwin Nasution bekerja membentuk kepengurusan partai hingga ke tingkat kecamatan di seluruh Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 2 tahun. Pembentukan itu dilakukan untuk memenuhi syarat menjadi peserta Pemilu 2004. Tugas lainnya adalah menyusun daftar calon anggota legislatif untuk menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004. Membantu pemenangan Ajib Shah agar terpilih dalam Pemilihan Umum 2004 untuk menjadi anggota DPD RI. Meskipun aturan melarang partai politik membantu kampanye calon anggota DPD RI, namun dukungan dari Partai Patriot Pancasila tetap diberikan kepada Ajib Shah. Hasil Pemilu 2004 gagal mengantarkan Ajib Shah terpilih menjadi anggota DPD RI. Sementara, Partai Patriot Pancasila yang bernomor 21 berhasil mengantarkan satu calon legislatif yang diusulkan menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dan 13 orang terpilih menjadi anggota DPRD di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Indonesia
102
Tabel 2.4 Daftar Anggota DPRD Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara dari Partai Patriot Pancasila No. Nama 1. Edison Sianturi 2.
H. Hamdayani
3.
Encen STR
4.
Drs. Mura Siregar
5.
Drs. Irwan Hasibuan Sukrianda Hasibuan Saud Gurning
6. 7. 8. 9.
H. Arjuman EE Harahap M. Sukri Harahap
10.
Darwin, ST
11.
G. Mayanto
12.
Hendra Gunawan, SE Ronald Darwin Tampubolon, SH
13.
Jabatan di Pemuda Pancasila Wakil Ketua Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara Anggota MPC Pemuda Pancasila Tanjung Balai Anggota MPC Pemuda Pancasila Tanjung Balai Ketua Bidang Ideologi Politik MPC PP Tapanuli Selatan Wakil Ketua MPC Pemuda Pancasila Padang Lawas Anggota Pemuda Pancasila Padan Lawas Pengurus MPC Pemuda Pancasila Kab. Karo Ketua MPC Pemua Pancasila Kab. Padang Lawas Utara MPO Pemuda Pancasila Kab. Padang Lawas Utara Anggota Pemuda Pancasila Kab. Batubara Pengurus PAC Pemuda Pancasila Kualuh Hulu Kab. Batubara Wakil Ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Tebing Tinggi Ketua PAC Pemuda Pancasila Kecamatan Siantar Timur Kota Siantar
Jabatan di Legislatif Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Anggota DPRD Kota Tanjung Balai Anggota DPRD Kota Tanjung Balai Anggota DPRD Kab. Tapanuli Selatan Anggota DPRD Kab. Padang Lawas Anggota DPRD Kab. Padang Lawas Anggota DPRD Kab. Karo Ketua Fraksi P. Patriot DPRD Kab. Paluta Anggota DPRD Kab. Paluta Anggota DPRD Kab. Batubara Anggota DPRD Kab. Batubara Anggota DPRD Kota Tebing Tinggi Anggota DPRD Kota Pematang Siantar
Sumber: Kantor Majelis Pertimbangan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara, 2008.
Sebagai partai baru yang dibentuk pada tahun 2002 di Sumatera Utara, Tabel 3.1 menunjukkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Meskipun jika merujuk pada jumlah anggota Pemuda Pancasila yang mencapai puluhan ribu di Provinsi Sumatera Utara, hasil itu juga tidak sebanding. Kondisi tersebut terjadi karena anggota Pemuda Pancasila sebenarnya dibebaskan dalam memberikan pilihan politiknya pada saat pemilihan umum diselenggarakan, yang ada hanya berupa himbauan untuk memilih Partai Patriot Pancasila. Darwin Nasution yang ditunjuk sebagai Ketua MPW Partai Patriot Pancasila Sumatera Utara telah menunjukkan kerja-kerja politiknya untuk
Universitas Indonesia
103
membesarkan partai sekaligus membuktikan kepada tokoh-tokoh Pemuda Pancasila bahwa sebagai kader junior tidak sulit melaksanakan tugas berat itu. 2.7. Sumber Kekuasaan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara Pada masa pemerintah Orde Baru, para tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara diberikan ruang untuk beraktivitas sesuai dengan keingingannya. Sebagian dari mereka memilih berprofesi sebagai pengusaha dan sebagian lagi menjadi politisi Golkar. Mereka yang memilih profesi sebagai pengusaha diberikan kemudahan untuk mendapatkan akses modal dan fasilitas lainnya seperti perizinan. Sedangkan yang menjadi politisi harus mengikuti tahapan penjenjangan yang diatur oleh para penguasa Orde Baru. Di samping itu, bagi tokoh Pemuda Pancasila yang memilih profesi sebagai pegawai negeri, juga diberikan kemudahan untuk mencapai jenjang karir yang lebih tinggi jika mengikuti arahan pimpinan birokrasi. Pada masa Orde Baru, anak-anak muda yang direkrut menjadi anggota Pemuda Pancasila itu diharuskan memberikan dukungan kepada Golongan Karya. Di antara mereka kemudian memilih aktif sebagai pengurus Golongan Karya, meskipun latar belakang sebagai anak jalanan atau preman masih melekat pada dirinya. Selain menjadi pengurus Golongan Karya, anak-anak muda tersebut diberikan posisi penting sebagai pengurus organisasi pemuda (KNPI), buruh (SPSI), nelayan (HNSI), dan lain-lainnya. Posisi mereka di organisasi tersebut hanya berfungsi sebagai pelaksana lapangan dari suatu keputusan yang diambil. Aparat militer di Sumatera Utara menjadi institusi yang melindungi mereka. Dukungan politik yang diberikan pemerintah Orde Baru kepada Pemuda Pancasila di Sumatera Utara memberi kekuatan tersendiri bagi para pimpinannya. Bagi para kader yang memilih profesi sebagai politisi harus menunjukkan loyalitas kepada pimpinan partai di daerah yaitu Ketua Golongan Karya Provinsi Sumatera Utara.60 Untuk menjadi kader yang bisa dipercaya ada serangkaian tahapan yang harus dilewati seperti penelitian khusus (litsus61), mengikuti jenjang pelatihan, 60
Masa Orde Baru, Ketua Golongan Karya Tk. I Sumatera Utara dan di hampir semua daerah tingkat II selalu berasal dari militer. Ini menunjukkan bahwa militer yang mengatur sirkulasi calon pemimpin di daerah atas dasar loyalitas kepada rezim Orde Baru. 61 Litsus adalah penelitian khusus yang digelar oleh pemerintah Orde Baru sebagai bagian dari operasi pemantapan pemerintahan terhadap pegawai eksekutif maupun legislatif. Kebijakan ini dilakukan untuk melihat anggota masyarakat yang terlibat PKI.
Universitas Indonesia
104
penataran P462, dan lain-lainnya. Setelah lulus ujian tersebut maka ujian lapangan pun menjadi penilaian seperti tugas-tugas untuk menertibkan basis massa dan menjamin tidak ada demonstrasi menentang pemerintah Orde Baru. Para kader Pemuda Pancasila di Provinsi Sumatera Utara relatif tidak memiliki kebebasan untuk bertindak atas kehendaknya sendiri dan anggota organisasinya. Semua tindakan organisasi harus mendapatkan persetujuan dari elit di Jakarta. Bagi mereka yang dapat menunjukkan loyalitas seperti itu akan dipercaya menjadi pemimpin organisasi masyarakat yang akan menaikkan status sosial sekaligus status ekonominya. Tidak begitu sulit bagi mereka untuk menjadi pengurus partai politik dan anggota legislatif di Provinsi Sumatera Utara. Setiap pemilu berlangsung, mereka diletakkan pada posisi nomor urut jadi yang dipastikan akan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Kondisi berbeda terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto. Ketika kebijakan demokrasi dan desentralisasi ditetapkan, suasana reformasi mengubah posisi politik kader-kader Pemuda Pancasila. Setelah reformasi, sebagian kader Pemuda Pancasila tidak hanya menjadi politisi Golkar, tetapi di antara mereka beralih keanggotaan dan menjadi pengurus partai politik lainnya di Sumatera Utara. Modal ekonomi dan politik yang dimiliki pada saat Orde Baru, mereka gunakan pada masa reformasi untuk mendapatkan kekuasaan di partai politik lainnya dengan cara memberikan sumbangan uang untuk dapat dicalonkan menjadi anggota legislatif. Mereka relatif memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan sendiri untuk pengembangan karir politik dirinya dan organisasinya. Sebagai contoh, di bidang politik, untuk mendukung calon yang akan menjadi ketua partai atau kepala daerah mereka bebas menentukan calonnya sendiri tanpa ada arahan dari elit politik di Jakarta.63 Sebelum reformasi, kebebasan menentukan pilihan itu tidak terbuka bahkan arahan dari Jakarta harus dipatuhi sebagai bentuk loyalitas kader kepada organisasi. Setidaknya aspirasi anggota dari bawah (buttom up) harus didengar agar keputusan dapat dilaksanakan. Di bidang ekonomi, kader Pemuda Pancasila yang berprofesi sebagai pengusaha menguasai 62
P4 singkatan dari Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila. Setiap aktivis partai politik diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 yang dilangsungkan dengan berbagai metode dan pola jam pengajaran. 63 Kasus ini terjadi pada saat pemilihan Walikota Medan pada tahun 2000 oleh DPRD Kota Medan. Ketika itu, anggota DPRD yang berasal dari kader Pemuda Pancasila relatif bebas mengambil putusan dari pilihannya sendiri. Lihat Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…..... hal. 237-240.
Universitas Indonesia
105
proyek-proyek pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dan APBN dengan cara-cara kekerasan yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan karena telah diatur oleh aparat pemerintah Orde Baru di daerah. Tindakan kekerasan itu dilakukan karena penawaran proyek dilakukan secara terbuka. Tabel 2.5 Tokoh Pemuda Pancasila yang Menjabat Pimpinan Partai Politik dan Birokrasi di Sumatera Utara
No.
Nama
1.
Syamsul Arifin
2.
Ajib Shah
3.
Marzuki
4.
Bangkit Sitepu
5.
Martius Latuperissa
6.
Sjafri Chap
Profesi dan Asal Jabatan di Partai Politik dan Organisasi Pemuda Publik - Pengusaha/Pemborong - Pengurus Golongan Karya di Pertamina - Anggota DPRD Kabupaten Pangkalan Berandan Langkat (1982-1987,1987- Pemuda Pancasila 1999) - FKPPI Sumatera Utara - Bupati Langkat (1999-2004, 2004-2009) - Gubernur Provinsi Sumatera Utara (2008-2013) - Ketua Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara (2009-2015) - Pengusaha - Wakil Ketua DPD Golongan - Pemuda Pancasila Karya Sumatera Utara - Ketua MPW Pemuda - Anggota DPRD Kota Pancasila Sumatera Medan dari Partai Golkar Utara (1997-1999) (1987-1992) - Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Partai Golkar (2009-2014) - Ketua MPW Pemuda - Wakil Ketua DPD Golkar Pancasila 1986-1996 Sumut - Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (1999-2004) - Pengusaha - Pengurus Golongan Karya - Pemuda Pancasila - Anggota DPRD Kota - Ketua DPC Pemuda Medan dari Partai Golkar (1999-2004, 2004-2009) Pancasila Kota Medan - Anggota DPRD Kota Medan dari Partai Patriot (2009-2014) - Politisi - Pengurus Golongan Karya - Pemuda Pancasila - Ketua PKPI Kota Medan - Ketua FKPPI Medan - Anggota DPRD Kota Medan (1999-2004) - Pengusaha - Ketua DPD Partai Golkar Universitas Indonesia
106
7.
Syahrul Pasaribu
8.
Eddi Rangkuti
- Pemuda Pancasila - Ketua DPC Pemuda Pancasila Kota Tebing Tinggi - Anggota MPO Pemuda Pancasila Sumatera Utara
- Pemuda Pancasila
Tebing Tinggi - Ketua DPRD Kota Tebing Tinggi (2004-2009, 20092014) - Wakil Ketua DPD Golkar Provinsi Sumatera Utara - Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 - Bupati Tapanuli Selatan 2010-2015 - Pengurus DPD PDIP Sumatera Utara - Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara
Sumber: diolah dari berbagai informasi. Daftar tabel di atas hanya contoh dari beberapa tokoh Pemuda Pancasila yang awalnya dikenal sebagai preman masuk menjadi pemimpin partai politik, anggota legislatif dan pemimpin di eksekutif. Data lengkap mengenai anggota Pemuda Pancasila yang menduduki jabatan sebagai pimpinan partai politik, anggota legislatif, dan pejabat eksekutif setelah reformasi dapat dilihat dalam Lampiran 5 Disertasi.
Sumber kekuasaan yang dimiliki oleh para tokoh Pemuda Pancasila diperoleh dengan berbagai macam cara, sebagaimana penjelasan sebelumnya tentang tumbuh dan berkembangnya Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Pada tahap pembentukan, sumber kekuasaan diperoleh dengan mengandalkan kekuatan fisik atau otot. Tahap pembentukan itu berjalan selama sekitar 25 tahun yaitu 19591984. Pada tahapan pemantapan, sumber kekuasaan tidak hanya berasal dari kekuatan fisik, tetapi juga mengandalkan kekuatan ekonomi. Sejak awal pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, rekrutmen anggota didapat dari pemuda jalanan yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Jauh sebelum pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, ada tokoh pemuda yang memiliki pengaruh terhadap sekelompok pemuda lainnya.64 Pengaruh itu terjadi karena mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup anggotanya sehari-hari. Pimpinan Pemuda Pancasila memberikan kepada para anak muda -yang kebanyakan menganggur itu– berupa
pekerjaan seperti menjaga bioskop,
perparkiran, menjaga keamanan wilayah, dan lain sebagainya. Ketika itu, persoalan 64
Kebanyakan orang-orang di kota Medan dan sekitarnya menyebut mereka ini sebagai preman. Di antara mereka itu, selain berani dan nekad, namun ada yang memiliki kecerdasan yang cukup baik untuk membina para pemuda lainnya agar tidak melakukan tindakan yang dapat merusak seperti pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Pemuda yang dikenal sebagai preman dan memiliki kecerdasan yang baik itulah kemudian direkrut menjadi ketua Pemuda Pancasila.
Universitas Indonesia
107
sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal menjadi masalah utama khususnya di kota-kota besar Sumatera Utara seperti kota Medan, Binjai, dan Lubuk Pakam. Pada umumnya, anak-anak muda yang menganggur itu selalu nekad untuk melakukan tindakan merusak seperti mencuri, merampok, bahkan membunuh jika ingin memiliki sesuatu. Para ketua Pemuda Pancasila memberikan pekerjaan kepada anak-anak muda yang menganggur agar memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hampir seluruh ketua Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara dikenal dengan sebutan kepala preman. Selain berani, mereka juga digunakan oleh aparat militer untuk menghambat pengaruh komunis di Sumatera Utara sekaligus sebagai upaya merangkul dukungan kepada pemerintah Orde Baru. Untuk menjalankan misi itulah, anak-anak muda itu direkrut
dan
diberikan
sedikit
kewenangan
tindakan
mengatur
daerah
kekuasaannya. Keberanian dengan mengandalkan kekuatan fisik menjadi salah satu sumber kekuatan yang dimiliki oleh anggota Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Namun, para pemimpinnya, yang kemudian sering disebut sebagai kepala preman, tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik saja. Para ketua Pemuda Pancasila Sumatera Utara juga menggunakan kekuatan otak untuk mengatur anggota mereka agar berbuat sesuai dengan keinginannya. Pada periode akhir Orde Lama dan menjelang peristiwa G 30 S PKI65, pemimpin Pemuda Pancasila Sumatera Utara telah memiliki pengaruh terhadap anggota organisasi dan diperhitungkan oleh organisasi pemuda dan kelompok yang sedang berkuasa saat itu di Sumatera Utara. Dukungan yang diberikan kepada kelompok tentara yang menentang PKI tidak hanya sematamata untuk mempertahankan ideologi Pancasila, tetapi lebih disebabkan konteks lokal yang terjadi pada pertengahan tahun 1960. Konteks lokal yang dimaksud adalah berkaitan dengan pengaruh kekuasaan yang diinginkan para pemimpin pemuda itu. Mereka tidak mendapat peran oleh para penguasa lokal di Sumatera Utara dan selalu berhadapan dengan kelompok yang mendukung PKI seperti Pemuda Rakyat. Setiap kegiatan kenegaraan dan pemerintahan di kota Medan, mereka selalu tidak dilibatkan bahkan sering diisukan 65
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang sering disingkat G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah peristiwa yang terjadi pada malam tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965. Dalam peristiwa itu enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia.
Universitas Indonesia
108
membuat kekacauan. Perlakuan penguasa lokal kepada tokoh pemuda itu yang kemudian membuat mereka bertambah marah kepada penguasa lokal dan menerima tawaran kelompok tentara yang menentang PKI. Pada saat yang sama, kelompok tentara memerlukan kekuatan pimpinan pemuda jalanan dan preman itu untuk menambah dukungan ketika berhadapan secara langsung dengan massa PKI. Dalam konteks itulah Pemuda Pancasila terbentuk di Sumatera Utara. Pertemuan dua kepentingan tesebut kemudian berlangsung secara dinamis. Kelompok pemuda jalanan dan preman yang mengandalkan kekuatan kekerasan berupa otot dan omong bertemu dengan kekuatan tentara yang dapat memberikan mereka ruang untuk menunjukkan eksistensinya. Pada tahapan pembentukan inilah berbagai program kerjasama di antara kelompok yang menentang keberadaan PKI semakin terjalin hingga munculnya pemerintah Orde Baru. Rezim pemerintahan Orde Baru membutuhkan dukungan dari berbagai daerah dan kelompok masyarakat. Pemuda Pancasila menjadi bagian yang mendukung pemerintah Orde Baru. Para kader dan tokohnya diberikan peran untuk menjadi politisi, pengurus Golongan Karya hingga menjadi anggota legislatif dan pimpinan eksekutif. Proses ini yang disebut tahapan pematangan organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Berkurangnya kendali pusat yang terjadi setelah Orde Baru tidak mengurangi pengaruh Pemuda Pancasila terhadap lembaga politik lokal di antaranya partai politik, legislatif, eksekutif, dan kelompok bisnis. Kekuatan Pemuda Pancasila menyebar di antara lembaga politik lokal tersebut dan tidak ada institusi atau tokoh dominan yang dapat menguasai lembaga politik lokal di Sumatera Utara. Menurut Vedi R Hadiz gejala ini disebutnya sebagai pembentukan jaringan patronase baru yang lebih otonom, lebih cair dan saling bersaing satu sama lain. Bahkan beragam kepentingan untuk merebut kekuasaan di tingkat lokal terlihat bervariasi ketimbang masa Orde Baru.66 Situasi tersebut membuat tokoh dan elit Pemuda Pancasila membentuk jaringan baru di tingkat lokal yang tidak hanya mengandalkan kader dan tokoh Pemuda Pancasila tetapi tokoh lokal lainnya. Jaringan itu adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi yang ambisius, kelompok-kelompok pebisnis baru yang berambisi tinggi, birokrat negara yang lihai, serta beraneka ragam penjahat politik, kaum kriminal, dan barisan keamanan sipil yang tumbuh pada masa Orde Baru sebagai eksekutor lapangan. 66
Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…. hal. 244. Universitas Indonesia
109
Mereka ini kemudian menjadi tokoh-tokoh penting dan berperan dalam proses demokrasi dan otonomi daerah di Sumatera Utara. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa sumber kekuasaan yang dimiliki oleh tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara berasal dari kekuatan fisik dan keberanian untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti kehendaknya. Dari kekuatan fisik itu, pengaruh para tokoh Pemuda Pancasila semakin kuat pada saat mereka memperoleh kekayaan atau ekonomi.67 Sedangkan cara-cara penggunaan kekuasaan paksaan, mereka lakukan dengan cara paksaan seperti mengancam, melukai, bahkan membunuh kepada orang lain yang tidak mengikuti keinginannya. Antonio Gramschi menyebutnya sebagai praktek dominasi atau penindasan.68 Oleh karena praktik kekuatan fisik dan uang itu pula yang kemudian banyak pihak menyebut sebagian besar prilaku anggota Pemuda Pancasila mirip dengan premanisme. Namun, bukan berarti prilaku kekerasan dan uang yang sering dilakukan membuat tokoh Pemuda Pancasila tidak disukai oleh masyarakat. Sebagian dari tokoh Pemuda Pancasila itu menjadi anggota dan pengurus partai politik dan terpilih menjadi anggota legislatif serta pejabat eksekutif di Provinsi Sumatera Utara. Jabatan formal yang diperoleh kader Pemuda Pancasila digunakan secara lebih otonom dalam menentukan pilihannya pada saat kebijakan otonomi daerah diberlakukan tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari para elit politik di Jakarta.
67
Lihat penjelasan Miriam Budiardjo tentang sumber-sumber kekuasaan. Miriam Budiardjo. 1984. “Konsep Kekuasaan: Tinjauan Pustaka”. dalam Miriam Budiardjo. Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Gramedia. hal. 13. Lihat juga Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 130. 68 Penjelasan tentang cara-cara penggunaan kekuasaan lihat Antonio Gramsci. 1971. Selections from Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart. Dikutip dalam Muhadi Sugiono. 1999. Kritik Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Roger Simon. 2000. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist Press.
Universitas Indonesia