BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Kalimat Pasif Bahasa Indonesia Dalam bukunya, Alwi (1988) mengatakan pengertian aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut beberapa hal : (1) macam verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, dan (3) bentuk verba yang dipakai. Pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: (1) menggunakan verba berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-. Apabila kita gunakan simbol S untuk subjek, P untuk predikat, dan O untuk objek maka kaidah umum untuk pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. a. Cara Pertama (1) Menukar S dengan O. Contoh : Pak Toha mengangkat seorang asisten baru. S O Menjadi : Seorang asisten baru mengangkat Pak Toha. (Cara 1) S O
(2) Mengganti prefiks meng- dengan di- pada P. Contoh : Seorang asisten baru diangkat Pak Toha
(Cara 2)
6
(3) Menambah kata oleh di depan unsur yang tadinya S. Contoh : Seorang asisten baru diangkat (oleh) Pak Toha. (Cara 3) Dilihat dari contoh diatas, bentuk oleh pada kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, apabila verba predikat tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek kalimat aktif), maka bentuk oleh wajib hadir. Pemasifan dengan cara pertama umumnya digunakan jika subjek kalimat aktif berupa nomina atau frasa nominal; jika subjek kalimat aktif berupa pronomina persona, padanan pasifnya umumnya dibentuk dengan cara kedua. Akan tetapi, kalau subjek kalimat aktif itu berupa gabungan pronomina dengan pronomina atau frasa lain, maka padanan pasifnya dibentuk dengan cara pertama. b. Cara Kedua (1) Memindahkan O ke awal kalimat. Contoh : Saya sudah mencuci mobil itu. Menjadi : Mobil itu saya sudah mencuci. (Cara 1) (2) Menanggalkan prefiks meng- pada P. Contoh : Mobil itu saya sudah cuci.
(Cara 2)
(3) Memindahkan S ke tempat yang tepat sebelum verba. Contoh : Mobil itu sudah saya cuci.
(Cara 3)
7
Jika subjek kalimat aktif transitif berupa pronomina persona ketiga atau nama diri yang relatif pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara pertama atau kedua. Contoh : a.
Mereka akan membersihkan ruangan ini
b.i. Ruangan ini akan dibersihkan (oleh) mereka. b.ii. Ruangan ini akan mereka bersihkan. Pembentukan kalimat pasif dengan cara kedua dari kalimat aktif transitif yang subjeknya berupa pronomina persona ketiga atau nama diri terbatas pemakaiannya. Perubahan kalimat pasif yang mengandung kata seperti ingin atau mau cenderung menimbulkan pergeseran makna. Contoh : Andi ingin mencium Tuti. Menjadi : Tuti ingin dicium Andi. Pada kalimat aktif jelas bahwa yang ingin melakukan perbuatan mencium adalah Andi, tetapi pada kalimat pasifnya orang cenderung menafsirkan bahwa yang menginginkan ciuman itu adalah Tuti dan bukan Andi. Tafsiran makna kalimat pasif yang berbeda dengan makna padanan kalimat aktif itu timbul karena kecenderungan kata ingin biasanya dikaitkan dengan unsur di sebelah kiri yang mendahuluinya. Arti pasif dapat pula bergabung dengan unsur lain seperti unsur ketaksengajaan. Apabila kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif yang didalamnya terkandung makna bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba itu mengandung unsur yang tak sengaja, maka bentuk prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di-, melainkan ter-. 8
Contoh : Penumpang bus itu dilempar ke luar. Menjadi : Penumpang bus itu terlempar ke luar. 2.1.1. Verba Intransitif Menurut Kridalaksana (2005) Verba intransitif yaitu verba yang menghindarkan objek. Klausa yang menggunakan verba ini hanya mempunyai satu nomina. Di antara verba intransitif terdapat sekelompok verba yang berpadu dengan nomina, misalnya alih bahasa, campur tangan, cuci mata, bersepeda, bersepatu. Di samping itu, juga terdapat sekempok verba yang tidak bisa bergabung dengan perfiks me-, ber- tanpa mengubah makna dasarnya. Dalam tata bahasa tradisional verba semacam itu disebut kata kerja aus. Kata kerja tersebut antara lain ada, balik (=kembali), bangkit, bangun, benci akan, cinta akan, hidup, pergi, tidur, makan, mandi, mati dan sebagainya. 2.1.2. Verba Aktif Menurut Kridalaksana (2005) verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Verba demikian biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks. Contoh : Dengan prefiks : Ia mengapur dinding. Tanpa prefiks : Saya makan nasi. 2.1.3. Verba Pasif Menurut Kridalaksana (2005) verba pasif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks di- atau ter-.
9
Contoh : Adik dipukul Ayah.
2.2.Ukemi / Kalimat Pasif Bahasa Jepang Menurut Sutedi (2001) kalimat pasif dalam bahasa Jepang disebut ukemi atau judoubun. Kalimat pasif dalam bahasa Jepang memiliki keistimewaan tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa lain. Misalnya, bukan hanya dibentuk dari verba transitif, melainkan bisa juga dibentuk dari verba intransitif. Ukemi dibagi menjadi 2 jenis sebagai berikut : 1. Kalimat Pasif Langsung Yaitu kalimat pasif yang dibentuk dari kalimat transitif yang objeknya berupa manusia atau benda yang bernyawa saja. Kalimat Transitif
→
先生が太郎をほめた。→
Kalimat Pasif 太郎が先生にほめられた。(Tanaka, 2001:74)
Terjemahan : Guru memuji Taro.
→ Taro dipuji guru.
2. Kalimat Pasif Tidak Langsung Yaitu kalimat pasif yang dibentuk dari kalimat transitif yang objeknya benda mati (di dalamnya mencakup bagian tubuh, benda yang dimiliki); atau kalimat pasif yang dibentuk dari kalimat intransitif. Jadi, dalam kalimat pasif bahasa Jepang, benda mati tidak bisa dijadikan sebagai subjek atau pokok kalimat, melainkan terbatas pada benda bernyawa saja.
10
Contoh : 私は隣の人に騒がれる。(Matsuoka, 2001:295) Terjemahan : Saya merasa berisik karena tetangga sebelah. 2.2.1. Cara Pembentukkan Kalimat Ukemi Menurut Tanaka (2001:74-75) cara pembentukkan ukemi adalah sebagai berikut : 1. Kalimat Pasif Langsung : 1a. Kalimat pasif yang menyatakan aktivitas yang dilakukan oleh orang kedua kepada orang pertama, yang dilihat dari sudut pandang orang pertama. (Kata benda (orang kesatu) は(wa) kata benda (orang kedua) に(ni) kata kerja pasif (られる)). Contoh : 先生は私を褒めました。→
私は先生に褒められました。
Terjemahan : Guru memuji saya.
→
Saya dipuji oleh guru.
1b. Kata kerja pasif yang digunakan pada waktu pelakunya tidak menjadi persoalan. (kata benda (barang/hal)は/が kata kerja pasif) Contoh : 日本の車は世界中へ輸入されています。(Tanaka, 2001:74) Terjemahan : Mobil buatan Jepang telah diekspor keseluruh dunia. 1c.Kata kerja pasif yang menyatakan pembuatan atau penemuan. Pelakunya ditunjukkan dengan partikel によって. 11
Contoh : 電話はベルによって発明されました。(Tanaka, 2001:75) Terjemahan : Telepon ditemukan oleh Bell. 2. Kalimat Pasif Tidak Langsung : 2a. Pola kalimat yang menunjukkan bahwa orang kedua melakukan sesuatu perbuatan terhadap kata benda orang pertama. Kebanyakan orang pertama merasa terganggu oleh perbuatan tersebut. (Kata benda (orang kesatu) は (wa) kata benda (orang kedua) に(ni)kata benda kata kerja pasif (られる)). Contoh: 私は弟にパソコンを壊されました。(Tanaka, 2001:74) Saya, komputernya dirusak oleh adik. 2b. Bila pelakunya bukan manusia melainkan benda bergerak. 私は犬に手をかまられました。(Tanaka, 2001:74) Saya (merasa terganggu) karena tangan saya digigit anjing. 2.2.2. Teori Terjemahan yang Berhubungan Dengan Ukemi Sticker dan Anzai (1982 : 99-100) mengemukakan bahwa ada 2 syarat untuk menerjemahkan ukemi ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut : 1. Ukemi intransitif yang diterjemahkan menjadi kalimat aktif Contoh : 「あんまり来過ぎると変に思われるだろう」 「思われては具合がわるいの?」 と、意地の悪そうな目付きをする。(川口松太郎「深川の鈴」) 12
Terjemahan dalam Bahasa Inggris : “But won’t people talk if I come too often?” “Will that bother you?” she asked, a malicious twinkle in her eye. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia : ‘Tapi apakah orang tidak akan berpikir aneh jika aku terlalu sering datang ?’ ‘Apa itu akan mengganggumu ?’ dia bertanya , ada tatapan jahat dimatanya. (Kawaguchi Matsutarou [Fukugawa no suzu] dalam Sticker dan Anzai) Penjelasan : Pada kalimat ini terlihat sekali bahwa verba pasif transitif ‘omowareru’diterjemahkan menjadi ‘talk’ dalam kalimat aktif intransitif dalam bahasa Inggris dan juga demikian ‘berpikir aneh’ dalam kalimat aktif intransitif bahasa Indonesia. Dari kalimat tersebut terlihat bahwa kalimat yang dalam bahasa Jepangnya berupa kalimat transitif berubah menjadi kalimat intransitif dalam bahasa Inggris dan begitu pula dalam bahasa Indonesia. 2. Ukemi transitif yang diterjemahkan menjadi kalimat aktif. Contoh : 「 て め え ら に 義 理 人 情 の 説 教 さ れ て た ま る か い 。 」 ( Sticker dan Anzai,1982:103) Terjemahan dalam Bahasa Inggris: ‘You think I’m going to listen to you preach to me about ‘giri-ninjo’? Terjemahan dalam bahasa Indonesia : ‘Kalian pikir aku akan mendengarkan ceramah kalian tentang ‘giri-ninjo’?’
13
Penjelasan : Pada kalimat ini mendengarkan ceramah tentang girininjo menjadi objek transitif dan kata kerja pasif 説教されて diterjemahkan menjadi kalimat aktif dapat dikaitkan dengan makna dalam Catford (1965:36) bahwa terdapat makna kontekstual pada teks dimana kalimat diatas menjadi salah satu bagiannya.
2.3. Teori Terjemahan Penerjemahan menurut Catford (1965:20) adalah The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language. Terjemahan : Penggantian materi teks dalam suatu bahasa (Bahasa Sumber/BSU) oleh materi teks yang sepadan dalam bahasa lain (Bahasa Sasaran/BSA).
2.3.1.Teori Terjemahan Semantik Teori penerjemahan semantik banyak dipakai dalam menerjemahkan karena kebebasan penerjemahan yang dapat dilakukan oleh penerjemah. Dalam bahasa Jepang hal ini nampak dengan sering hilangnya partikel dalam komik namun penerjemah tetap menerjemahkannya berdasarkan tata bahasanya. Semantic translation differs from ‘faithful translation’ only in as far as it must take more account of the aesthetic value (that is, the beautiful and natural sound) of the SL text, compromising on ‘meaning’ where appropriate so that no assonance, word-play or repetition jars in the finished version. Further, it may translate less important cultural word by culturally neutral third or functional terms but not by cultural equivalents and it may make other small consessions to the readership. The distitinction between ‘faithful’ and ‘semantic’ tranlation is that the first is uncompromising and dogmatic, while the second is more flexible, admits the creative exeption to 100% fidelity and allows for the translator’s intuitive empathy with the original. (Newmark : 1988, 46)
14
Terjemahan: Penerjemahan semantik berbeda dengan ‘penerjemahan persis’ sejauh hal itu dilakukan untuk menekankan nilai estetik ( keindahan dan kealamiahan isi ) dari teks BSu, yang memiliki kelonggaran pada arti yang tepat agar tidak terjadi persamaan vokal, permainan kata atau repetisi atau pengulangan pada versi yang telah selesai. Dan lagi, hal ini dapat menggantikan penerjemahan kata kultural yang kurang penting dengan kata yang bebas secara kultur umum dan tidak dicarikan padanan secara kultur juga sehingga memberi kelonggaran kepada pembaca. Perbedaan antara ‘penerjemahan persis’ dengan ‘penerjemahan semantik’ yaitu yang pertama tidak bisa dikompromi dan dogmatik, sedangkan yang kedua lebih flexibel, memperbolehkan kreativitas dan kebebasan berdasarkan intuisi penerjemah dan empatinya terhadap karya asli.
2.3.2. Shift Rank / Pergeseran Dalam semua bahasa dapat kita temukan pengaturan unit kata yang setiap unitnya beroperasi dalam struktur yang sama atau lebih rendah kelasnya. Maka disini kita dapat menggunakan konsep rank-shift atau pergeseran kelas. Ada dua tipe umum dari shift rank menurut Catford (1965), seperti berikut : 1.Level shift / Pergeseran level. Level shift. By a shift of level we mean that a SL item at one linguistic level has a TL translation equivalent at a different level. Berarti bahwa Bahasa Sumber/BSu pada sebuah level linguistik mempunyai padanan yang ekuivalen pada tingkatan yang berbeda di Bahasa Sasaran/Bsa. 2. Category shift / Pergeseran kategori. Category shift. Or referred as unbounded and rank-bound translation : the first being approximately ‘normal’ or ‘free’ translation in which SL-TL equivalences are set up at whatever rank is appropriate. Terjemahan yang tidak terikat, berarti ekuivalen Bahasa Sumber/BSu dan Bahasa Sasaran/BSa ditentukan atas tingkatan yang sesuai.
15
Pergeseran kategori sendiri dibagi menjadi structure shifts, class shifts, unit shifts dan intra system shift. a. Structure Shift / Pergeseran Struktur Catford mencontohkan pergeseran struktur yang dilakukan antara bahasa Inggris dan bahasa Gaelik (bahasa Skotlandia). SL text
John loves Mary
= SPC (Subject Predicate Connective)
TL text (Gaelic) Tha gradh aig lain air Mairi Is love at John on Mary = PSCA (Predicate Subject Connetive Addressee) We can regard this is as a structure shift only on the assumption that there is formal correspondence between English and Gaelic. We must posit that the English elements of clause-structure S, P, C, A have formal correspondents S, P, C, A in Gaelic; this assumption appears reasonable, and so entitles us to say that a Gaelic PSCA structure as translation equivalent of English SPC represents a structure shift insofar as it contains different elements. Kita dapat mengartikan bahwa pergeseran struktur hanya terjadi apabila terdapat hubungan formal antara bahasa Inggris dan Gaelik. Kita harus memahami juga bahwa elemen bahasa Inggris seperti struktur klausa SPCA memiliki hubungan formal SPCA dengan bahasa Gaelik. Asumsi ini beralasan, maka dapat dikatakan struktur bahasa Gaelik SPCA memiliki terjemahan ekuivalen terhadap struktur SPC bahasa Inggris meskipun memiliki elemen yang berbeda. b. Class Shift / Pergeseran Kelas Class shift, then, occurs when the translation equivalent of a SL item is a member of a different class from the original item. Terjadi ketika terjemahan ekuivalen dari Bahasa sumber/BSu adalah bagian dari kelas yang berbeda dari bahasa aslinya. c. Unit Shift / Pergeseran Unit By unit shift we mean changes of rank-that is, departure from formal correspondence in which the translation equivalent of a unit at one rank in the SL is a unit at a different rank in the TL. 16
Adalah perubahan dari hubungan formal dimana terjemahan suatu unit dari suatu tingkatan tertentu adalah suatu unit yang berbeda tingkatan dalam Bahasa Sasaran/BSa. d. Intra system shift / Pergeseran Sistem This could only mean a departure from formal correspondence in which ( a term operating in) one system in the SL has as its translation equivalent ( a term operating in) a different – non-corresponding-system in the TL. Pergeseran dari hubungan formal dari suatu sistem di Bahasa Sumber/BSu memiliki terjemahan ekuivalen yang tidak memiliki sistem yang berhubungan dalam Bahasa Sasaran/BSa.
17