BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teori Umum 2.1.1
Pemasaran Kotler (2009:10) mengatakan pemasaran adalah suatu proses sosial
yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Stanton (2001:70), definisi pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatankegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Menurut Swastha dan Irawan (2005:10) mendefinisikan konsep pemasaran sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen
merupakan
syarat
ekonomi
dan
sosial
bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Peter Ducker dalam Kotler dan Keller (2006) bahwa setiap penjualan pasti membutuhkan sesuatu. Pemasaran sering digambarkan sebagai “seni menjual produk”. Sehingga tujuan utama dari pemasaran bukanlah penjualan, akan tetapi tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memenuhi keinginan serta kebutuhan konsumen dan membangun hubungan jangka panjang, dan bukan untuk hanya sekedar melakukan penjualan saja. Dari beberapa definisi diatas dapat disampaikan bahwa pemasaran (marketing) merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dengan tujuan membangun hubungan jangka panjang yang baik serta memenuhi kebutuhan konsumen. Dimulai dari perencanaan, penciptaan produk atau jasa, penetapan harga, promosi kepada konsumen dengan tujuan memuaskan individu atau organisasi, dan pengevaluasian hasil dari produk dan juga promosi yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen.
15
16 2.1.2
Bauran Pemasaran Pemasaran membutuhkan suatu program atau rencana pemasaran
dalam melaksanakan kegiatannya guna mencapai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.Program pemasaran tersebut terdiri dari sejumlah keputusan tentang bauran alat pemasaran disebut bauran pemasaran yang lebih dikenal dengan marketing mix. Bauran pemasaran juga merupakan kebijakan yang digunakan pada perusahaan untuk mampu memasarkan produknya dan mencapai keuntungan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kotler (2003:15) adalah : “Marketing mix is the set of marketing tools that the firm uses to pursue it’s marketing objectives in the target market”. Bauran pemasaran merupakan sekumpulan alat pemasaran (marketing mix) tersebut digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Sedangkan
menurut
Mc
Carthy
dalam
Kotler
(2007:17)
mengklarifikasi alat pemasaran itu menjadi 4 kelompok yang disebut dengan 4P dalam pemasaran yaitu: produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Adapun bauran pemasaran menurut Zeithaml dan Bitner (2001:18) sebagai berikut: “Marketing mix defined as the elemens an organizations controls that can be used to satisfy or communicate with customer. These elements appear as core decisions variables in any marketing text or marketing plan”. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah elemen pada organisasi perusahan yang mengkontrol dalam melakukan komunikasi dengan konsumen atau dipakai untuk mencapai kepuasan konsumen. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan unsur dalam pemasaran yang saling berhubungan dan digunakan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan pemasaran yang efektif baik dalam memuaskan kebutuhan maupun keinginan konsumen. Bauran pemasaran tersebut menggambarkan pandangan penjual tentang alat pemasaran yang digunakan untuk member pengaruh kepada pembeli. Dari sudut pandang pembeli, masing-masing alat pemasaran harus dirancang untuk memberikan suatu manfaat bagi nasabah dan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan.
17 2.1.3
Relationship Marketing 2.1.3.1 Pengertian Relationship Marketing Berry (1983:12) pakar pemasaran yang pertama kali memperkenalkan
istilah
dan
definisi
pemasaran
relasional
memberikan definisi sebagai berikut: “Relationship Marketing is attracting, maintaining and – in multi-service organizationenhancing customer relationships ... the attraction of new customer is merely the first step in the marketing process, cementing the relationship, transforming indifferent customer into loyal oness, serving customer as client-this is marketing too.” Definisi ini menekankan bahwa pemasaran relasional merupakan tahap lebih lanjut untuk meraih nasabah baru, yaitu dengan membina hubungan dengan nasabah agar tetap loyal pada perusahaan. Sejak awal tahun 1990-an, para praktisi dan akademis mulai mengalihkan fokus pada pemasaran berbasis hubungan nasabah.Para penulis di bidang marketing mengemukakan bahwa terjadi pergeseran paradigma pemasaran dari pemasaran tradisional yang menekankan transaksi dengan nasabah menjadi pemasaran yang berorientasi pada hubungan nasabah (Harwood et al, 2008:9). Seperti tampak pada gambar di bawah ini, di abad ke-21 pelayanan memiliki peran yang semakin dominan dalam pemasaran.
Gambar 2.1 The Changing Focus of Marketing Sumber: Harwood et al (2008:9)
18 Berikut ini peneliti sajikan beberapa pengertian relationship marketing berdasarkan hasil kajian pustaka. Relationship marketing yang didefinisikan oleh Chou (2009:995) merupakan strategi untuk memikat, mengembangkan, dan menjaga hubungan dengan nasabah. Gummeson (2006:73) memandang relationship marketing sebagai hubungan, jaringan, dan interaksi. Sedangkan
Hunt
et
al
(2006:73)
menyatakan
bahwa
relationship marketing adalah mengidentifikasi dan menetapkan, menjaga dan meningkatkan hubungan dengan nasabah dan pemangku kepentingan lainnya, atas dasar suatu keuntungan, sehingga tujuan dari semua pihak dapat tercapai; dan hal ini terwujud melalui pertukaran antara satu pihak dengan yang lain serta pemenuhan janjijanji.
2.1.3.2 Dimensi Relationship Marketing Berbagai studi dan literatur mengenai relationship marketing cenderung mengarah pada konteks B2B (business-to-business). Chattananon dan Trimetsoontorn (2009:255) menyimpulkan bahwa relationship marketing dianggap lebih penting dalam konteks industri business-to-business
dibandingkan
dengan
konteks
konsumen
individu, sehingga penelitian lebih banyak dilakukan dalam konteks B2B, bahkan dalam industri tertentu saja. Oleh sebab itu, dimensi pengukuran yang diaplikasikan dalam penelitian B2B belum tentu relevan untuk mengukur relationship marketing dalam konteks B2C (business-to-customer). Dalam penelitian ini, Relationship Marketing akan diukur menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Chou (2009:997) yang mengacu pada klasifikasi relationship marketing menurut Berry (1995:23) yang berdasarkan pada level ikatan (bond) dengan konsumen sebagai dimensi pengukuran relationship marketing: 1. Financial bond Perusahaan mengandalkan insentif finansial seperti memberikan harga yang lebih murah untuk volume pembelian yang lebih besar, untuk menjaga agar nasabah tetap loyal dan
19 mendorong mereka untuk membeli lebih banyak dan menjadi pembeli rutin. Kelemahan dari insentif finansial adalah tidak dapat menjamin hubungan jangka panjang dengan nasabah karena tidak dapat mendiferensiasikan perusahaan dengan pesaing lainnya. 2. Social bond Merupakan
pendekatan
interpersonal
di
mana
perusahaan mengutamakan proses penyampaian jasa, menjaga komunikasi yang lebih dekat dengan konsumen untuk mengubah konsumen menjadi nasabah. Ikatan sosial terdiri dari interaksi, kedekatan, dan kepuasan, yang dibangun melalui kepercayaan, komitmen, dan pemenuhan janji kepada konsumen. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa empat dimensi merupakan bagian dari ikatan sosial. 3. Structural bond Perusahaan menyediakan layanan yang bernilai bagi konsumen yang biasanya berbasis teknologi, yang dirancang sebagai bagian dari keseluruhan sistem pelayanan untuk membantu konsumen menjadi lebih efisien dan produktif.
2.1.4
Kualitas Pelayanan 2.1.4.1 Pengertian Kualitas Bagi
perusahaan
yang memberikan
pelayanan
kepada
konsumennya perlu diperhatikan pelayanan yang bagaimanakah yang akan diberikan perusahaan untuk konsumennya agar konsumen menerima kepuasan dari pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Menurut Lovelock dalam Laksana (2008), “Kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.” Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005:110), kualitas merupakan suatu hal yang dinamis dan berkaitan erat dengan berbagai unsur seperti produk, jasa, sumber daya manusia proses, serta lingkungan untuk memenuhi harapan. Sedangkan menurut David
20 Hoyle (2007:178), kualitas merupakan suatu kesatuan yang memiliki kemampuan secara total untuk memuaskan kebutuhan nasabah. Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas merupakan suatu kesatuan dari produk, pelayanan, teknis, performa, dan lain sebagainya di dalam pemasaran yang dikemas secara baik, menarik, rapi, konsisten dan maksimal yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, sehingga dapat memberikan kepuasan bagi nasabah. Menurut Garvin dalam Stefan Wagner (2013:6) terdapat beberapa ragam pandangan mengenai klasifikasi kualitas, dan ragam pandangan tersebutlah yang nanti dapat menjelaskan mengapa kualitas memiliki pandangan yang berbeda-beda dari setiap individu. Beberapa ragam mengenai pandangan kualitas dijelaskan secara spesifik melalui beberapa pendekatan berikut ini: 1. Pendekatan Transedental (Transcendental Approach) Merupakan suatu pandangan kualitas yang dianggap memiliki suatu keunggulan yang alami (innate excellence), dimana kualitas bisa dirasakan serta dilihat, akan tetapi sulit untuk dijelaskan. Pandangan ini biasanya muncul melalui kesenian, misalnya seni drama, seni musik, seni tari, dan juga seni rupa. Meski demikian, beberapa organisasi pemasaran dapat
memanfaatkan
kriteria-kriteria
dari
pendekatan
transedental di dalam menyampaikan kegiatan pemasarannya seperti halnya “kualitas nomor satu” (tekstil), “praktis, aman, dan cepat (jasa pengiriman barang), “jangkauan luas” (penyedia layanan telepon selular), “wangi dalam sekejap” (pengharum ruangan), dan lain sebagainya. 2. Pendekatan Berdasarkan Produk (Product-based Approach) Pendekatan
ini
menjelaskan
bahwa
kualitas
merupakan suatu objek yang berkarakter dan dapat diukur. Didalam kualitas juga mencerminkan suatu unsur atau atribut yang berbeda dari tiap-tiap produk. Misalnya telepon selular, merek, kualitas, harga, model, tipe, keguanaan, warna, dan sebagainya. Melalui pendekatan ini pandangan terhadap
21 kualitas sangat objektif, karena sulit untuk menjelaskan perbedaan selera, keinginan, manfaat, dari masing-masing individu. 3. Pendekatan Berdasarkan Pengguna (User-based Approach) Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa kualitas sangat dipengaruhi oleh individu yang menilai individu lainnya. Biasa juga disebut dengan sudut pandang atau perspektif masing-masing individu. Sehingga suatu produk yang dikenakan oleh individu dan mampu memuaskan individu lain, maka produk itulah yang dianggap memiliki nilai dan kualitas yang tinggi. 4. Pendekatan Berdasarkan Manufaktur (Manufacturing-based Approach) Suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa kualitas bersifat supply-based dan cenderung memperhatikan praktik manufaktur, serta kualitas sebagai kecocokan dengan suatu persyaratan (conformance to requirements). Pendekatan seperti ini seringkali menekankan pada spesifikasi produksi dan operasi internal, yang sering dipengaruhi oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas serta menekan biaya operasional. 5. Pendekatan Berdasarkan Nilai (Value-based Approach) Suatu pendekatan yang mengasumsikan kualitas dari sisi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan kinerja serta harga, kualitas didefiniskan sebagai affordable excellence. Kualitas bersifat relatif, sehingga produk yang berkualitas belum tentu paling bernilai. Namun produk yang bernilai merupakan suatu barang dan jasa yang paling tepat untuk dibeli.
22 2.1.4.2 Pengertian Pelayanan Fandy Tjiptono (2012:3) menyebutkan bahwa jasa atau pelayanan merupakan segala kegiatan yang dilakukan pihak tertentu (individu maupun kelompok) kepada orang lain (individu maupun kelompok). Sebagai jasa pada umumnya hal ini bersifat tak berwujud. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Monavarian & Amiri (2005), pelayanan merupakan suatu proses yang terdiri atas serangkaian kegiatan yang kurang lebih tidak berwujud secara alami terjadi pada interaksi antara nasabah dan staff, sumber daya fisik, barang dan atau sistem penyedia layanan yang akan solusi untuk masalah nasabah. Pelayanan adalah kegiatan atau manfaat yang menawarkan satu pihak ke pihak lain. Pada dasarnya tidak berwujud dan memiliki bukan kepemilikan. Melalui berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa atau pelayanan merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat dan dapat ditawarkan oleh individu kepada individu lain dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas yang dilakukan, serta memberikan kepuasan atas keinginannya. Menurut Tjiptono (2005, p15) terdapat empat karakterisitk pokok pada jasa / pelayanan yang membedakannnya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut meliputi: 1. Tidak Berwujud ( Intagibility ) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; ,maka jasa adalah suatu perbuatan,
tindakan,
pengalaman,
proses,
kinerja
(performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa,dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Bagi
para
nasabah,
ketidakpastian
dalam
pembelian jasa relative tinggi karena terbatasnya search Qualities, yakni karakterisitik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diterima konsumen, umunya tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi.
23 2. Tidak Dapat Dipisahkan ( Inseparability ) Barang umunya diproduksi, kemudian dijual, dan akhirnya dikonsumsi. Sedangkan jasa dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. 3. Berubah-ubah ( Variablity ) Jasa
bersifat
variabel
karena
merupakan
non-
standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsure manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya. 4. Tidak Tahan Lama ( Perishability ) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat dsimpan untuk dinikmati di masa mendatang. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapsitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan.
2.1.4.3 Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut Kotler (2005: p153), menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah model yang menggambarkan kondisi nasabah dalam membentuk harapan akan layanan dari pengalaman masa lalu, promosi dari mulut ke mulut, dan iklan dengan membandingkan pelayanan yang mereka harapkan dengan apa yang mereka terima/rasakan. Sedangkan menurut Wyckof dalam Purnama (2006) memberikan
pengertian
kualitas
pelayanan
sebagai
tingkat
kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Menurut Tjiptono & Chandra (2005), kualitas jasa merupakan suatu ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan oleh nasabah. Pada umumnya harapan nasabah dibentuk oleh pengalaman, informasi lisan serta
24 iklan. Kepuasan dan penilaian nasabah terhadap kualitas jasa tergantung dari performa kualitas yang mereka terima. Kepuasan berbeda dengan kualitas jasa, kepuasan menunjukkan transaksi tertentu, sedangkan kualitas jasa dipersepsikan dalam suatu bentuk sikap, evaluasi menyeluruh untuk jangka panjang. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan, bahwa kualitas merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk memenuhi harapan dari nasabahnya. Oleh karena itu, maka kualitas menjadi faktor kunci kesuksesan bagi suatu perusahaan atau organisasi. Apabila kualitas yang diberikan perusahaan sesuai dengan harapan dari nasabah maka akan muncul rasa puas dari diri nasabah dan tentu hal ini berdampak baik untuk kemajuan perusahaan atau organisasi itu sendiri. Gronroos dalam Purnama (2006) menyatakan bahwa kualitas pelayanan meliputi: 1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana pelayanan dilaksanakan, terdiri dari dimensi kontak dengan konsumen, sikap
dan
perilaku,
hubungan
internal,
penampilan,
kemudahan akses dan service mindedness. 2. Kualitas teknis dengan output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan dan estetika output. 3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi dimata konsumen.
Selanjutnya Gronroos mengemukanan bahwa terdapat tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas pelayanan, yaitu: 1. Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan hasil kinerja layanan yang ditunjukan oleh penyedia layanan menyangkut profesionalisme dan keterampilan. Konsumen menyadari bahwa penyedia layanan memiliki system operasi, sumber daya fisik, dan pekerja dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan maslaah konsumen secara professional.
25 2. Process-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan proses terjadinya layanan. Kriteria ini terdiri dari: a) Sikap dan perilaki pekerja b) Kendalan dan sifat dapat dipercaya c) Tindakan perbaikan jika melakukan kesalahan 3. Image-related Criteria,
yaitu
reputasi
dan
kredibilitas
penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu memberikan nilai atau imbalan sesuai pengorbanannya.
2.1.4.4 Dimensi Kualitas Pelayanan Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan atau keunggulan dari produk yang memenuhi keinginan nasabah, hal ini akan memberikan kepuasan atas penggunaan produk tersebut. Kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan
nasabah
serta
ketepatan
penyampaiannya
untuk
mengimbangi harapan nasabah. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yakni pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service). Menurut Umar (2005, p237), pengukuran terhadap kualitas pelayanan dinyatakan dalam lima dimensi kualitas pelayanan yaitu: 1. Bentuk fisik (Tangible) Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas karyawan, dan sarana komunikasi. Pengukurannya meliputi: fasilitas fisik, kebersihan, kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi. 2. Kehandalan (Reliability) Merupakan
kemampuan
perusahaan
dalam
memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukuran meliputi: kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
26 3. Daya Tanggap (Responsiveness) Mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien terhadap nasabah. Pengukurannya meliputi: keinginann para staf atau karyawan untuk membantu nasabah dengan memberikan pelayanan cepat tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan nasabah. 4. Jaminan (Assurance) Mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan. Pengukurannya
meliputi:
pengetahuan
dan
kemampuan
karyawan, ramah tamah, dan kesopanan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya dan resiko. 5. Empati (Emphaty) Pengukuran meliputi: kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan nasabah dengan cermat.
2.1.4.5 Manfaat Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai berikut : 1. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami
konsumen
melebihi
harapannya)
atau
sangat
memuaskan merupakan suatu basis untuk penetapan harga premium. 2. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh nasabah yaitu tariff mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan penyelesaian paling cepat. 3. Menciptakan loyalitas nasabah. Nasabah yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk – produk baru dari perusahaan.
27 4. Nasabah yang terpuasakan merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan dari produk – produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangaka isu-isu negative. 5. Nasabah merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada umumnya. Kualitas yang baik berarti menghemat biaya – biaya seperti biaya untuk mendapatkan nasabah baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun kepercayaan, membangun citra karena prestasi dan sebagainya. Jadi mempertahankan nasabah yang sudah ada dengan kualitas pelayanan yang memuaskan adalah suatu hal yang penting.
2.1.5
Kepuasan Nasabah 2.1.5.1 Pengertian Kepuasan Kotler dan keller (2009:138) mengemukakan bahwa, kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau jasa terhadap ekspektasi mereka. Kepuasan konsumen berkaitan dengan sejauh mana kinerja suatu produk yang dirasakan cocok dengan harapan pembeli. Jika kinerja suatu produk turun, maka pembeli akan merasa kecewa. Jika kinerja suatu produk cocok dengan harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa puas. Dan apabila kinerja produk melebihi harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa sangat puas. Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2012:59), arti kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin. “Satis” yang artinya adalah cukup baik atau memadai, sedangkan “facio” artinya adalah membuat atau melakukan. Sehingga kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu secara memadai. Dari beberapa pengertian kepuasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan merupakan suatu kondisi dimana
28 individu telah merasakan senang dan puas akan keputusan yang diambilnya. Karena telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang diharapkannya. Dalam memasarkan suatu produk atau jasa, pemasar harus memperhatikan suatu kualitas yang lebih, sehingga dapat memberikan suatu nilai yang maksimal bagi konsumen serta dapat melebihi ekspektasi dari konsumen akan kualitas pelayanan yang ditawarkan. Ekspektasi nasabah berfungsi sebagai standar perbandingan. Kinerja atau pelayanan jasa dibandingkan dengan ekspektasi.
Perbandingan
tersebut
akan
menghasilkan
reaksi
konsumen terhadap produk atau jasa dalam bentuk kepuasan atau persepsi kualitas.
2.1.5.2 Pengertian Kepuasan Nasabah Menurut Kotler (2009, p177), kepuasan adalah perasaan senang
atau
kecewa
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah harapan, nasabah tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, nasabah puas. Jika kinerja melebihi harapan, nasabah amat senang atau puas. Kepuasan nasabah adalah suatu keadaan dimana sebuah produk atau jasa dapat memenuhi atau melampaui harapan nasabah (Gerson, R. F., 2004). Kepuasan nasabah adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan sesuai dengan apa yang diharapkan nasabah (Amir dalam Tambrin, 2010:64).
Sedangkan Supranto dalam
Tambrin (2010:63) mendefinisikan kepuasan nasabah merupakan label yang digunakan oleh nasabah untuk meringkas suatu himpunan aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan nasabah adalah hal yang dirasakan nasabah setelah mendapatkan hasil yang dicapai dari produk atas harapan nasabah pada produk tersebut. Jadi kepuasan nasabah terjadi jika nasabah merasa bahwa produk atau jasa yang digunakan sesuai atau bahkan melebihi harapan dari nasabah tersebut.
29 2.1.5.3 Dimensi Kepuasan Nasabah The Office of Economic and Commerce Ministry (2004) dalam Asean Marketing Journal yang berjudul “The Study of Relationship among
Experiential
Marketing,
Service
Quality,
Customer
Satisfaction, and Customer Loyalty mengungkapkan beberapa elemen kepuasan nasabah yaitu: a. The Environment Seperti lingkungan dan suasana yang nyaman, ketersediaan tempat parkir untuk kendaraan. b. Personal Service Seperti sikap pelayan yang baik, dan juga cepatnya pelayanan yang diberikan. c. Service Seperti tersedianya area bermain, kemasan dari produk yang menarik. d. Tangible Products Seperti harga yang jelas, kompakompatibilitas produk promosi dengan informasi iklan. e. Value Seperti kualitas yang dibandingkan dengan harga, dan mutu dan harga yang sesuai.
2.1.5.4 Manfaat Kepuasan Nasabah Menurut
Tjiptono
(2005),
kepuasan
konsumen
dapat
memberikan beberapa manfaat, di antaranya adalah: a. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi baik b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang c. Mendorong terciptanya loyalitas konsumen d. Memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan e. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata konsumen f. Laba yang diperoleh dapat meningkat
30 2.1.5.5 Mengukur Kepuasan Nasabah Menurut Tjiptono (2005, p366) terdapat beberapa konsep inti mengenai objek pengukuran kepuasan nasabah, yakni : 1. Kepuasan nasabah keseluruhan Cara yang paling sederhana dalam mengukur kepuasan nasabah adalah langsung menanyakan kepada nasabah seberapa puas mereka dengan produk atau jasa tertentu. Ada dua proses dalam pengukurannya, yaitu mengukur tingkat kepuasan nasabah perusahaan
terhadap
bersangkutan
membandingkannya
dengan
dan tingkat
produk
atau
menilai kepuasan
jasa serta
nasabah
keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing. 2. Harapan Dalam konsep ini, kepuasan nasabah diukur berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan nasabah dengan kinerja aktual perusahaan. 3. Minat pembelian ulang Kepuasan nasabah diukur dengan menanyakan apakah nasabah akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan tersebut. 4. Kemudahan Faktor kemudahan yang dimaksudkan adalah kemudahan nasabah dalam mendapatkan produk atau jasa tersebut. Nasabah akan semakin puas apabila relatif mudah dijangkau, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk maupun layanan.
Dalam mengukur kepuasan nasabah, tidak hanya dengan melihat nasabah senang tetapi ada juga ukuran – ukuran yang diperlukan untuk mengetahui apakah konsumen tersebut benar – benar puas. Seperti halnya mengenai pengaduan dan saran, tentunya perusahaan perlu memudahkan nasabah untuk memberikan saran dan keluhan mengenai masalah yang dihadapinya terhadap perusahaan itu sendiri. Selain itu, dalam mengukur kepuasan nasabah, dapat juga kita
31 ajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat untuk membeli kembali dan kemauan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain.
2.1.5.6 Manfaat Pengukuran Kepuasan Nasabah Menentukan operasionalisasi pengukuran kepuasan bisa menggunakan sejuamlah faktor. Kepuasan nasabah bukanlah konsep mutlak (absolute), melainkan suatu konsep relatif yang tergantung pada apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Tjiptono dan Chandra (2007) dalam Fandy Tjiptono (2012:319), beberapa faktor yang mempengaruhi operasionalisasi pengukuran kepuasan tersebut, seperti halnya ekspektasi, tingkat kepentingan (importance), kinerja, serta faktor ideal. Pengukuran kepuasan konsumen memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah: a. Untuk mengidentifikasi keperluan (requirement) nasabah (importance ratings), yang berhubungan dengan aspek-aspek bernilai penting bagi konsumen dan yang dapat mempengaruhi puas tidaknya konsumen tersebut. b. Untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja perusahaan pada aspek-aspek penting. c. Untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. d. Untuk mengidentifikasi priorities for improvement (PFI) melalui
analisis
gap
antara skor tingkat
kepentingan
(importance) terhadap kepuasan. e. Untuk mengukur indeks kepuasan konsumen yang bisa menjadi indikator terbaik dalam memantau kemajuan dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu.
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap perusahaan.
Selain
faktor
penting
bagi
kelangsungan
hidup
perusahaan, memuaskan kebutuhan konsumen dapat meningkatkan keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk
32 dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang merupakan porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.
2.1.5.7 Konsep Kepuasan Nasabah Dalam konsep kepuasan nasabah terdapat dua elemen yang mempengaruhi, yaitu harapan dan kinerja. Kinerja adalah persepsi konsumen terhadap apa yang diterima setelah mengkonsumsi produk. Harapan adalah perkiraan konsumen tentang apa yang akan diterima apabila ia mengkonsumsi produk (barang atau jasa) kepuasan nasabah dapat digambarkan seperti yang ditunjukan pada gambar sebagai berikut:
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Produk Harapan Pelanggan Nilai Produk bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Gambar 2.2 Konsep Kepuasan Nasabah Sumber: Tjiptono (2008:40)
Kepuasan nasabah merupakan fungsi dari kualitas pelayanan dikurangi harapan nasabah (Zeithaml dan Bitner, 2008:48) dengan kata lain pengukuran kepuasan konsumen dirumuskan sebagai berikut: 1. Service Quality < Expectation Bila ini terjadi, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan perusahaan buruk. Selain tidak memuaskan juga tidak sesuai dengan harapan nasabah. Jika service quality yang
33 diberikan perusahaan lebih kecil dari expectation nasabah, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan terhadap nasabah. 2. Service Quality = Expectation Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan tidak ada keistimewaan. Jika nilai kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan sama dengan harapan nasabah, maka muncul kepuasan yang biasa diinginkan nasabah. 3. Service Quality > Expectation Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa nasabah merasakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tidak hanya sesuai dengan kebutuhan, namun sekaligus memuaskan dan menyenangkan. Jika kualitas pelayanan lebih besar dari harapan yang diinginkan nasabah, maka akan membuat kepuasan nasabah sangat luar biasa. Pelayanan ketiga ini disebut pelayanan prima (excellent service) yang selalu diharapkan oleh nasabah.
2.1.6
Loyalitas Nasabah 2.1.6.1 Pengertian Loyalitas Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasaan konsumen lebih cenderung mempengaruhi
sikap
konsumen.
Sedangkan
konsep
loyalitas
konsumen lebih menekankan kepada perilaku pembeliannya. Loyalitas adalah respon perilaku pembelian yang dapat terungkap secara terus menerus oleh pengambil keputusan dengan memperhatikansatu ataulebih mererk alternative dari sejumlah merek sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis. Perlu ditekankan bahwa hal tersebut berbedad dengan perilaku membeli ulang, loyalitas nasabah menyertakan aspek perasaan, tidak melibatkan aspek afektif didalamnya (Dharmesta, dalam Diah Dharmayanti, 2006:37-38). Menurut Griffin (2005: p16), loyalitas dinyatakan sebagai berikut : "Loyalitas nasabah didasarkan pada wujud perilaku dari unit-
34 unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap produk/jasa suatu perusahaan yang dipilih". Paul (2005:3) menyatakan bahwa konsep kesetiaan nasabah (loyalitas) mencakup lima faktor yaitu: 1. Kepuasan keseluruhan yang dialami nasabah ketika berbisnis dengan perusahan 2. Kesediaan untuk membangun hubungan dengan perusahaan 3. Kesediaan untuk membeli kembali 4. Kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain 5. Enggan beralih ke produk pesaing.
2.1.6.2 Pengertian Loyalitas Nasabah Menurut Ali Hasan (2008:83) Loyalitas nasabah didefinisikan sebagai orang yang membeli, khususnya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang. Nasabah merupakan seseorang yang terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Sedangkan Menurut Gremler dan Brown (dalam Ali Hasan, 2008:83) bahwa loyalitas nasabah adalah nasabah yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Loyalitas nasabah merupakan strategi yang menciptakan saling penghargaan untuk menguntungkan perusahaan dan nasabah (Reichheld & Detrick , 2003) dalam (Tu, Yu-Te, et al., 2013). Maksud dari penelitian ini adalah dengan nasabah setia, perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan mereka karena nasabah yang setia bersedia untuk melakukan pembelian lebih sering, menghabiskan uangnya untuk mencoba produk atau jasa baru perusahaan, merekomendasikan produk dan jasa kepada pihak lain, dan memberikan saran tulus kepada perusahaan. Nasabah pun akan merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan dari perusahaan,
35 sehingga antara perusahaan dan nasabah sama-sama memperoleh keuntungan. Dari berbagai uraian tersebut dapt disimpulkan bahwa loyalitas nasabah meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut. Loyalitas nasabah sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya. Nasabah yang setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk dan pelayanan tertentu, sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal. Selanjutnya pada tahap berikutnya nasabah yang loyal tersebut akan memperluas “kesetiaan” mereka pada produk-produk lain buatan produsen yang sama. Dan pada akhirnya mereka adalah konsumen yang setia pada produsen atau perusahaan tertentu untuk selamanya.
2.1.6.3 Tahapan Loyalitas Nasabah Hurriyanti
(2005:138)
mengungkapkan
bahwa
loyalitas
nasabah terdiri dari tiga tahap sebagai berikut : a. The Courtship Pada tahap ini, hubungan yang terjadi antara perusahaan dan
nasabah
terbatas
pada
transaksi,
nasabah
masih
mempertimbangkan produk dan harga.Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik maka mereka akan berpindah. b. The Relationship Pada tahapan ini, tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan nasabah. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan produk/jasa dan harga, walaupun tidak ada jaminan nasabah tidak akan melihat pesaing. Selain
36 itu, pada tahap ini terjadi hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. c. Marriage Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Loyalitas tercipta akibat adanya
kesenangan
dan
ketergantungan
nasabah
pada
perusahaan.
2.1.6.4 Karakteristik Loyalitas Nasabah Nasabah yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan (Griffin, 2005: p31), nasabah yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat buyer) Maksudnya nasabah yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali/lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama banyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. 2. Melakukan pembelian antara lini produk dan jasa (purchases across product and service) Maksudnya membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis nasabah ini sudah kuat dan
berlangsung
lama
yang
membuat
merteka
tidak
terpengaruh oleh produk pesaing. 3. Mereferensikan kepada orang lain (references other) Maksudnya membeli barang/jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman mereka agar membeli barang/jasa perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
37 4. Menunjukan
kekebalan
terhadap
tarikan
pesaing
(demonstrates immunity to the full of competitors) Maksudnya tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk atau jasa sejenis lainnya. Untuk menjadi nasabah yang loyal seseorang harus melalui beberapa tahapan, pelangan yang loyal timbul secara bertahap. Proses ini dilalui dalam jangka waktu tertentu, dengan kasih sayang, dan dengan perhatian yang diberikan pada tiap-tiap tahap pertumbuhan. Setiap tahap memiliki kebutuhan khusus. Dengan mengenali setiap tahap dan memenuhi kebutuhan khusus tersebut, perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi nasabah atau klien yang loyal.
Menurut Griffin (2005:5), karakteristik nasabah yang loyal adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur 2. Membeli di luar lini produk/jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas, adalah retensi nasabah (customer retention) dan total pangsa nasabah (total share of customer). Retensi nasabah menjelaskan lamanya hubungan dengan nasabah.Tingkat retensi nasabah adalah persentasse nasabah yang telah memenuhi sejumlah pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas. Berdasarkan hal diatas, nasabah adalah seseorang yang menjadi terbiasa membeli dari perusahaan. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode tertentu. Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah nasabah tetapi seorang pembeli. Nasabah yang sejati tumbuh seiring dengan waktu.
38 2.1.6.5 Faktor Penentu Loyalitas Nasabah Menurut Tatik (2008:150) faktor antecedent yang merupakan komponen dari sikap yang berhubungan dalam pembentukan kesetiaan nasabah yaitu: 1. Cognitive Atecendent Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala hal proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accessibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berhubungan terhadap kesetiaan nasabah. Nasabah yang dapat mengikat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan system nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan nasabah. 2. Affective Antecedent Kondisi
emosional
(perasaan)
nasabah
yang
merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan nasabah. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan
kepuasan
yang
didapatkan
setelah
member
atau
menggunakan produk akan membentuk kesetiaan nasabah. 3. Conative Antecedent Kondisi merupakan kecenderungan yang ada pada nasabah untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang
memhubungani
kecenderungan
nasabah
untuk
berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merek yaitu biaya, harapan, sunk cost. Selain itu norma-norma social dan faktor situasional turut berhubungan terhadap kesetiaan nasabah.Norma social berisi tentang batasan boleh dan tidak boleh dilakukan nasabah yang berasal dari lingkungan sosialnya
(teman,
keluarga,
tetangga,
dan
lain-lain).
Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relative sulit dikendalikan oleh pasar dalam kondisi tertentu memiliki hubungan yang cukup besar.
39 2.1.6.6 Dimensi Loyalitas Nasabah Dimensi loyalitas nasabah yang akan digunakan dalam penelitian ini merujuk dari karakteristik loyalitas nasabah yang dikemukakan oleh Griffin (2005:33) sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian secara teratur Melakukan pembelian secara teratur yang dimaksud adalah melakukan transaksi secara periodik dalam satu jangka waktu tertentu secara terus menerus. 2. Membeli di luar lini jasa atau produk Membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan di luar produk yang biasanya dikonsumsi perusahaan meliputi produk yang baru diluncurkan maupun produk lain yang sudah ada sebelumnya 3. Mereferensikan kepada orang lain Mereferensikan
perusahaan
kepada
kerabat
atau
saudara menjelaskan kualitas dari perusahaan sehingga kerabat atau saudara mau mencoba mengkonsumsi atau menggunakan jasa perusahaan. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan perusahaan lain Menunjukkan kekebalan dimana konsumen tidak mudah terhasut oleh promosi atau ketertarikan yang muncul dari perusahaan lain.
2.2
Hubungan Antar Variabel 2.2.1
Hubungan Antara Relationship Marketing Dengan Customer Satisfaction Dengan adanya Relationship Marketing yang dilakukan oleh
perusahaan diharapkan akan tercipta kepuasan konsumen. Hubungan antara Relationship Marketing dengan kepuasan konsumen dinyatakan oleh Mudie dan Cottam dalam Tjiptono (2002, p.160) yang menyatakan bahwa “Kepuasan konsumen total tidak mungkin tercapai sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun upaya perbaikan dan penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi adapun salah satu strategi yang
40 dapat diterapkan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan konsumen adalah Relationship Marketing. Relationship Marketing adalah alat untuk mempertahankan nasabah yang setia, hasilnya meningkatkan daya saing dan meningkatkan kepuasan nasabah, Alrubaiee (2008).
2.2.2
Hubungan Relationship Marketing dengan Customer Loyalty Alqahtani (2011) menjelaskan dengan hubungan yang baik nasabah
mau untuk terus menggunakan jasa dari perusahaan dan hubungan jangka panjang ini berkaitan dengan kesetiaan nasabah terhadap produk dan jasa perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puti Ara Zena dan Aswin Dewanto Hadisumarto (2012) pada studi kasus Strawberry Kafe, dimana penelitian ini yang bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara relationship marketing, kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Relationship marketing dan Customer Loyalty berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah 2) Kepuasan nasabah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah 3) Konsumen yang datang dikarenakan relationship marketing yang diberikan oleh Strawberry Kafe untuk dapat menarik nasabah datang kembali.
2.2.3
Hubungan Customer Satisfaction dengan Customer Loyalty Caruana
(2002)
mengemukakan
bahwa
kepuasan
nasabah
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas. Nasabah yang memperoleh tingkat kepuasan setelah melakukan evaluasi terhadap pembelian produk akan berdampak pada tingkat loyalitasnya terhadap produk atau jasa tersebut. Penelitian menunjukan perbedaan besar pada kesetiaan nasabah yang tidak puas, puas, dan sangat puas. Bahkan sedikit penurunan pada kepuasan dapat menyebabkan penurunan yang signifikan pada kesetiaan, Kotler (2010; p45).
41 Shankar, Smith, dan Rangaswamy (2003) melakukan penelitian pada industri jasa pariwisata sebagai subjek eksperimen untuk mengeksplorasi hubungan antara kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah melalui transaksi online yang dikutip didalam penelitian yang berujudul The Study Of The Relationships Among Experiential Marketing, Service Quality, Customer Satisfaction And Customer Loyalty (2010). Hasil penelitian menunjukkan kepuasan nasabah menyebabkan hubungan positif dengan loyalitas nasabah. Sedangkan Kim, Lee, dan Yoo (2006) didalam penelitian yang sama menjelaskan bahwa nasabah yang puas akan menunjukkan loyalitas dan memberikan kata dari mulut ke mulut (word of mouth) yang positif. Dapat disimpulkan bahwa nasabah yang puas berarti nasabah yang tidak hanya datang untuk melakukan pembelian ulang kepada perusahaan, tetapi juga memiliki sifat positif terhadap perusahaan seperti mau untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain mengenai produk atau jasa di perusahaan tersebut.
2.2.4
Hubungan Antara Service Quality dan Customer Satisfaction Manilall Dhurup, Jhalukpreya, Surujlal dan Ephraim Redda (2014)
dalam penelitian yang berjudul Customer Perceptions of Online Banking Service Quality and Its Relationship With Customer Satisfaction and Loyalty menjelaskan bahwa memiliki kualitas pelayanan yang tinggi merupakan suatu keharusan untuk mencapai kepuasan nasabah dan sejumlah hasil perilaku lain yang diinginkan. Karena apabila kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan harapan dan keingin dari konsumen maka itu berarti konsumen tidak puas terhadap perusahaan. Karena puas atau tidaknya konsumen dapat diukur dari apakah pelayanan yang diberikan oleh perusahaan sudah memenuhi keinginan dan harapan dari konsumen atau belum. Dan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa service quality memiliki efek positif yang signifikan terhadap customer satisfaction, dengan demikian nasabah yang puas lebih mungkin untuk melakukan pembelian atau transaksi berulang kali dengan perusahaan yang sama dan lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam beralih perilaku.
42 2.2.5
Hubungan Antara Service Quality dan Customer Loyalty Hu, Lu, dan Huang (2010) melakukan percobaan pada terminal air
cargo. Dari hasil penelitian, hal ini menunjukkan bahwa kepuasan nasabah secara signifikan mempengaruhi loyalitas, dan kualitas layanan, kemampuan inovasi, dan citra perusahaan berkorelasi positif dengan kepuasan nasabah. Dari penelitian tersebut di atas, ditemukan kualitas pelayanan juga dapat mempengaruhi loyalitas melalui kepuasan nasabah (Shen dan Hsieh, 2003). Oleh karena itu, terdapat sebab-akibat antara kepuasan dan loyalitas yang memiliki pengaruh bervariasi dengan subyek percobaan yang berbeda.
2.3
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Relationship Marketing -Financial bond 1. -Social bond 2. -Structural bond
Customer Satisfaction Service Quality
Environment Personal Service Service Tangible Product Value
Tangibles Reability Responsiveness Assurance Empaty
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Customer Loyalty
Attitude Loyalty Behavior Loyalty
43 Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi landasan dalam penulisan ini. Selanjutnya yang disajikan dalam bentuk diagram alur (flowchart). Dalam diagram alur ini, memperlihatkan adanya hubungan antara Relationship Marketing dan Service Quality terhadap Customer Satisfaction dan dampaknya terhadap Customer Loyalty.
2.4
Rancangan Uji Hipotesis Pengertian hipotesis penelitian menurut Sugiyono (2009:96) merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Rancangan uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk Tujuan 1 H1: Diduga Relationship Marketing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir Untuk Tujuan 2 H2: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir Untuk Tujuan 3 H3: Diduga Relationship Marketing dan Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir Untuk Tujuan 4 H4: Diduga Customer Satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Loyalty pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir Untuk Tujuan 5 H5: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir
44 Untuk Tujuan 6 H6: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Loyalty pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir Untuk Tujuan 7 H7: Diduga Service Quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Loyalty melalui Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir Untuk Tujuan 8 H8: Diduga Relationship Marketing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer Loyalty melalui Customer Satisfaction pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Utama Bendungan Hilir