BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Pemasaran Jasa 2.1.1. Pengertian Pemasaran Jasa Definisi dari pemasaran jasa yang dikutip oleh Kotler dan Keller dalam Fandy Tjiptono (2009;4) adalah setiap tindakan jasa adalah perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Menurut Lovelock dan Gummesson (2011;36) mendefinisikan bahwa service (pelayanan) adalah sebuah bentuk jasa dimana para pelanggan atau konsumen dapat memperoleh manfaat melalui nilai jasa yang diharapkan. Konsep
pemasaran
jasa
secara
sederhana
sebagai
usaha
untuk
mempertemukan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan calon pelanggan yang akan menggunakan jasa tersebut, oleh karena itu produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu atau perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sedangkan Rismiati (2005;270) mendefinisikan pemasaran jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain dan merupakan barang tidak berwujud (intangible) serta tidak berakibat pada kepemilikan akan sesuatu. Melihat pendapat dari para ahli diatas, peniliti menyimpulkan bahwa pemasaran jasa adalah proses setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan dan diberikan oleh suatu pihak yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud (intangible). 2.1.2. Karakteristik jasa Jasa memiliki karakteristik yang luas, yang membedakan dari produk berupa barang. Karakteristik tersebut menimbulkan implikasi yang penting dalam pemasaran jasa. Kotler dan Armstrong (2012;260) menjelaskan jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program yaitu :
1. Tidak Berwujud (Intangibility) Jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium, atau menggunakan indra lainnya sebelum jasa itu dibeli. Hal ini lah yang membedakan jasa dengan hasil produksi (produk) perusahaan. Penampilan suatu barang jasa diwakili oleh wujud tertentu seperti perbuatan, penampilan, atau sebuah usaha lainnya yang tidak dapat disimpan, dipakai, atau ditempatkan di suatu tempat yang kita inginkan. Wujud inilah yang dapat membentuk pengalaman dan mempengaruhi kepuasan konsumen. Hal inilah yang membuat sulit untuk mengevaluasi suatu produk layanan. Oleh karena itu, tugas perusahaan adalah untuk memberikan pelayanan yang nyata pada satu atau lebih cara dan mengirim sinyal yang tepat tentang kualitas perusahaan.
2. Tidak Terpisahkan (Inseparability) Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia pelayanannya, baik orangorang maupun mesin. Jika seorang karyawan memberikan pelayanan, maka karyawan menjadi bagian dari pelayanan tersebut karena pelanggan juga hadir pada saat jasa dihasilkan. Jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjualan, dan baru kemudian dikonsumsi, jasa biasanya dijual dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan atau tidak dipisahkan.
3. Bervariasi (Variability) Jasa
sangat
bervariasi
karena
tergantung
pada
siapa
yang
menyediakan dan kapan serta dimana jasa itu dilakukan. Misalnya jasa yang diberikan oleh suatu hotel. Walaupun setiap hotel mempunyai standar yang sama, tetapi jasa yang diberikan akan bervariasi. Contohnya, ketika seorang karyawan hotel ramah sedangkan yang satu lagi tidak. Sebagai contoh, pada salah satu luxuryhotel seorang karyawan mungkin ceria dan efisien, sedangkan
karyawan yang lain mungkin tidak menyenangkan dan lambat dalam melayani tamu. Hal ini membuktikan bahwa kualitas pelayanan karyawan bervariasi sesuai dengan energinya dan pemikirannya pada saat setiap bertemu dengan pelanggan.
4. Tidak Tahan Lama (Perishability) Suatu jasa tidak dapat disimpan untuk dipakai kedepannya. Seorang calon penumpang yang telah membeli tiket pesawat untuk suatu tujuan tertentu tetap dikenakan biaya administrasi, walaupun dia tidak jadi berangkat. Tidak tahan lamanya jasa tidak jadi masalah bila permintaan tetap. Tetapi jika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa dapat menghadapi masalah yang rumit. Suatu hotel akan berbeda tingkat hunian kamarnya pada musim liburan dan hari biasa, sehingga hotel dapat menaikkan harga di saat musim liburan.
2.1.3 7P dari Pemasaran Jasa Lovelock, dkk (2012;20) mengatakan bahwa ketika mengembangkan cara untuk memasarkan barang-barang manufaktur, pemasar biasanya fokus pada produk (product), harga (price), tempat (place) (atau distribusi), dan promosi (atau komunikasi), ini biasanya disebut "4P" dari bauran pemasaran. Namun, sifat dari layanan menimbulkan tantangan yang berbeda. Karenanya, 4P pemasaran produk tidak dapat menangani masalah yang timbul dari jasa pemasaran dan harus disesuaikan dan diperpanjang. Bauran pemasaran tradisional tidak mencakup mengelola antarmuka pelanggan. Oleh karena itu perlu untuk memperluas bauran pemasaran dengan menambahkan tiga P terkait dengan pelayanan ; proses (process), lingkungan fisik (physical environment), dan orang-orang (peole). 7P dari pemasaran jasa yaitu : 1. Product Elements Unsur produk termasuk lebih dari sekedar elemen inti. produk juga termasuk elemen layanan tambahan seperti penyediaan konsultasi atau perhotelan.
2. Place and Time Tempat dan elemen waktu mengacu pengiriman elemen produk kepada pelanggan; banyak elemen pemrosesan informasi yang disampaikan secara elektronik 3. Pricing Harga termasuk biaya non moneter untuk pertimbangan manajemen konsumen dan pendapatan 4. Promotion Promosi juga dipandang sebagai bentuk komunikasi dan pendidikan yang memandu pelanggan melalui proses pelayanan, daripada berfokus terutama pada iklan dan promosi 5. Process Proses mengacu pada desain dan pengelolaan proses layanan pelanggan, termasuk mengelola permintaan dan kapasitas dan terkait pelanggan yang menunggu 6. Physical Environment Lingkungan fisik, juga dikenal sebagai servicescape, proses pengiriman fasilitas dan memberikan bukti nyata dari gambar dan kualitas layanan suatu perusahaan 7. People Orang meliputi perekrutan, pelatihan, dan memotivasi karyawan layanan untuk memberikan kualitas layanan dan produktivitas 2.1.4 The Flower of Service Produk jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Maksudnya, ada produk fisik sebagai persyaratan utama. Dalam jasa yang membutuhkan produk fisik sering kali tidak lepas dari unsur layanan pelengkap (suplementary services) yang dapat diklasifikasikan kedalam delapan kelompok yang disebut “The Flower Of Services” (Lovelock dan Wirtz 2011 :108).
Gambar 2.1 The Flower of Service Sumber : Christoper Lovelock, Jochen Wirtz (2011:108)
Layanan tambahan yang mempermudah 1. Information, informasi sangatlah penting dalam penyedia jasa. Dengan memberikan informasi yang jelas, lengkap, dan akurat dapat menjadi suatu kekuatan dalam sebuah jasa. Contoh, jadwal kereta dan pesawat, bantuan untuk menemukan lokasi outlet ritel tertentu, sampai dengan ke informasi mengenai layanan dari perusahaan profesional. 2. Order taking, penerimaan pesanan meliputi aplikasi , pengisian pesanan, dan reversasi atau cek-in. Reservasi (termasuk pembuatan janji dan cek-in) mewakili jenis penerimaan pesanan khusus yang mengharuskan pelanggan untuk menuju unit layanan yang spesifik. Sebagai contoh, kursi pesawat, meja direstoran, kamar hotel, konsultasi kepada seorang yang ahli atau memasuki fasilitas seperti teater atau gelanggang olahraga. 3. Billing, penagihan merupakan hal yang sangat umum bagi hampir semua jasa (kecuali diberikan pelayanan gratis). Pada penagihan yang tidak akurat, tidak terbaca atau tidak lengkap memiliki risiko mengecewakan pelanggan. Baiknya penagihan bersifat jelas dan informatif dan dirinci sehingga jelas perhitungan jumlahnya. 4. Payment, tagihan mengharuskan pada pelanggan untuk melakukan pembayaran atas jasa yang digunakan pelanggan. Penyedia jasa baiknya mengetahui dengan baik apakah pelanggan tersebut sudah
melakukan pembayaran. Misalnya dengan melakukan pemeriksaan sebelum masuk kedalam bioskop ataupun sebelum naik kereta. Layanan tambahan yang memperkuat : 5. Consultation, melibatkan dialog untuk mengetahui kebutuhan pelangganya, kemudian mengembangkan solusi yang sesuai. 6. Hospitality,
penyedia jasa mampu memberikan pelayanan lebih.
Contohnya, disediakan ruang tunggu bagi pelanggan, koran, majalah, diberikan fasilitas tv pada sebuah bengkel atau pun klinik kecantikan. 7. Safekeeping, ketika pelanggan mengunjungi tempat layanan, sering kali mereka memerlukan bantuan untuk barang bawaan mereka. Penyedia jasa dapat menyediakan tempat penyimpanan barang. 8. Exception, layanan tambahan yang diberikan penyedia jasa diluar kebiasaan atau proses penghantaran layanan.
2.2 Service Quality 2.2.1 Pengertian Service Quality Sudah menjadi keharusan perusahaan melakukan kualitas pelayanan yang terbaik supaya mampu bertahan dan tetap menjadi kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup pelanggan menuntu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry, dan Zeithaml dalam Lupiyoadi (2006;181). Wyckof dalam Wisnalmawati (2005;155) berpendapat bahwa kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Parasuraman dalam Tjiptono & Chandra (2011:157), terdapat faktor yang mempengaruhi kualitas sebuah layanan adalah expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang diterima). Jika layanan yang diterima sesuai bahkan dapat memenuhi apa yang diharapkan maka jasa dikatakan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai
kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan perusahaan dan pekerja yang dimiliki dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi keinginan konsumen secara konsisten agar layanan yang diterima melebihi layanan yang diharapkan.
2.2.2 Dimensi Service Quality Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai hanya berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi dari sudut pandang penilaian pelanggan juga. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang di kutip dalam Tjiptono & Chandra (2011:198), Menyederhanakan dimensi kualitas jasa menjadi 5, yaitu: 1. Bukti fisik ( Tangible ) Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas, karyawan,
dan
sarana
komunikasi.Pengukurannya
meliputi
fasilitas fisik, kebersihan, kenyamanan, ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi. 2. Kehandalan ( Reliability ) Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukurannya meliputi : kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Daya Tanggap ( Responsiveness ) Artinya mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien kepada pelanggan.Pengukurannya meliputi keinginan dari para staf
dan
karyawan
untuk
membantu
pelanggan
dengan
memberikan pelayanan cepat tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan.
4. Jaminan ( Assurance) Artinya mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat
dapat
dipercaya
yang
dimiliki
oleh
perusahaan.
Pengukurannya meliputi: pengetahuan dan kemampuan karyawan, ramah tamah dan kesopanan, sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya dan resiko. 5. Empati ( Emphaty ) Pengukurannya meliputi : kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan dengan cepat dengan cermat. 2.2.3 Gap Service Quality Kualitas jasa yang diberikan sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan dari sebuah perusahaan. Namun ada beberapa gap atau kesenjangan yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan. Dalam buku Tjiptono, Fandy (2008) kesenjangan-kesenjangan yang ada antara lain : 1. Gap pertama (knowledge gap) adalah kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan. Pihak manajemen perusahaan tidak selalu dapat memahami harapan pelanggan secara akurat. 2. Gap kedua (standards gap) adalah kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Dalam situasi tertentu manajemen mungkin dapat memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, namun mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. 3. Gap ketiga (delivery gap) adalah kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Gap ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu karyawan kurang terlatih sehingga belum menguasai tugasnya, beban kerja yang terlampau berlebihan, standar kerja tidak dapat dipenuhi oleh karyawan, atau bahkan karyawan tidak bersedia memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. 4. Gap keempat (communication gap) adalah kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering kali harapan
pelanggan dipengaruhi iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat perusahaan sehingga hal ini menyebabkan harapan pelanggan terlalu besar dan sulit terpenuhi. Jika harapan pelanggan tidak terpenuhi maka akan menimbulkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perusahaan yang bersangkutan. 5. Gap kelima (service gap) adalah kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. 2.2.4 Faktor yang Mengurangi Service Quality Menurut Tjiptono (2012;178), terdapat beberapa faktor yang dapat mengurangi layanan sebuah perusahaan. Sehingga setiap perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas layanan, seperti :
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan Karakter dari jasa itu sendiri adalah inseparability, artinya jasa tersebut diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Sehingga terjadi interaksi antara penyedia jasa dan konsumen yang memungkinkan terjadi hal-hal berdampak negatif di mata konsumen.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian layanan dapat pula menimbulkan dampak negatif pada kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas layanan yang dihasilkan. Seperti pelatihan kurang memadai atau pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, motivasi karyawan kurang diperhatikan, dan lain-lain.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai Karyawan
front-line adalah
ujung tombak dalam
sistem
penyampaian layanan. Karyawan front-line dapat dikatakan
sebagai citra perusahaan karena karyawan-karyawan tersebut memberikan kesan pertama kepada konsumen. Agar para karyawan front-line mampu memberikan pelayanan dengan efektif, diperlukan dukungan dari perusahaan seperti, dukungan informasi (prosedur operasi),
peralatan (pakaian seragam,
material), maupun pelatihan keterampilan.
4. Gap komunikasi Komunikasi merupakan faktor penting dalam menjalin hubungan antara perusahaan dengan konsumen. Bila terjadi gap komunikasi, maka konsumen memberikan penilaian negatif terhadap kualitas pelayanan. Gap-gap komunikasi tersebut dapat berupa : a) Penyedia layanan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak mampu memenuhinya b) Penyedia layanan tidak selalu memberikan informasi terbaru kepada konsumen c) Pesan komunikasi yang disampaikan penyedia layanan tidak dipahami konsumen d) Penyedia
layanan
tidak
memperhatikan
atau
menindaklanjuti keluhan atau saran konsumen
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Setiap konsumen memiliki karakter, emosi, keinginan yang berbeda-beda. Penyedia layanan harus memahami keunikan dan perbedaan yang ada. Sehingga tidak dapat memperlakukan semua konsumen dengan cara yang sama.
6. Perluasan atau pengembangan layanan secara berlebihan Penambahan layanan dapat berdampak baik atau bahkan berdampak negatif mengurangi service quality pada sebuah perusahaan. Dampak baiknya adalah untuk menyempurnakan service quality menjadi lebih baik. Tetapi di sisi lain, apabila layanan baru terlampau banyak, hasil yang didapat belum tentu optimal.
7. Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek dapat merusak service quality yang sedang ditujukan untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan sebuah restoran menutup sebagian cabang akan mengurangi tingkat akses bagi para pelanggan restoran tersebut. Sehingga pelanggan akan datang ke restoran yang mungkin jaraknya tidak dekat dari tempat tinggal. Sehingga dapat menimbulkan keluhan akan jarak dan persepsi negatif terhadap kualitas layanan restoran tersebut.
2.2.5 Strategi Penyempurnaan Service Quality Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan secara cermat, penyempurnaan kualitas
karena
jasa berdampak signifikan terhadap budaya
organisasi secara keseluruhan. Menurut Tjiptono (2012;182), terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan kualitas layanan, yaitu : 1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas layanan Setiap penyedia layanan diwajibkan untuk menyampaikan layanan berkualitas terbaik kepada konsumen. Beberapa faktor yang menjadi
penilaian
konsumen
seperti
keamanan
transaksi,
ketepatan waktu, dan lain-lain. Upaya ini dilakukan untuk membangun pandangan konsumen terhadap kualitas layanan yang telah diterima. Apabila terjadi kekurangan dalam beberapa faktor tersebut, perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Sehingga akan terjadi penilaian yang lebih baik di mata pelanggan.
2. Mengelola ekspektasi pelanggan Banyak perusahaan yang berusaha menarik perhatian pelanggan dengan berbagai cara seperti salah satunya adalah melebihlebihkan janji sehingga itu menjadi “bumerang” untuk perusahaan apabila tidak dapat memenuhi apa yang telah dijanjikan. Karena semakin banyak janji yang diberikan, semakin besar pula
ekspektasi pelanggan. Ada baiknya untuk lebih bijak dalam memberikan “janji” kepada pelanggan.
3. Mengelola bukti kualitas layanan Pengelolahan
ini
bertujuan
untuk
memperkuat
penilaian
pelanggan selama dan sesudah layanan disampaikan. Berbeda dengan produk yang bersifat tangible, sedangkan layanan merupakan kinerja, maka pelanggan cenderung memperhatikan “seperti apa layanan yang akan diberikan” dan “seperti apa layanan yang telah diterima”. Sehingga dapat menciptakan persepsi tertentu terhadap penyedia layanan di mata konsumen.
4. Mendidik konsumen tentang layanan Upaya mendidik layanan kepada konsumen bertujuan untuk mewujudkan proses penyampaian dan pengkonsumsian layanan secara efektif dan efisien. Pelanggan akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik dan memahami perannya dalam proses penyampaian layanan.
5. Menumbuhkan budaya kualitas Budaya kualitas dapat dikembangkan dalam sebuah perusahaan dengan diadakannya komitmen menyeluruh dari semua anggota organisasi dari yang teratas hingga terendah. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang berkenaan dalam peningkatan kualitas.
6. Menciptakan automating quality Otomatisasi berpotensi mengatasi masalah dalam hal kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Namun dibutuhkan perhatian dalam aspek-aspek sentuhan manusia (high touch) dan elemen-elemen yang memerlukan otomatisasi (high tech). Keseimbangan antara kedua hal tersebut sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan kesuksesan penyampaian layanan secara efektif dan efisien.
7. Menindaklanjuti layanan Penindaklanjutan layanan diperlukan untuk memperbaiki aspekaspek layanan yang kurang memuaskan dan mempertahankan yang sudah baik. Dalam rangka ini, perusahaan perlu melakukan survey terhadap sebagian atau seluruh konsumen mengenai layanan yang telah diterima. Sehingga perusahaan dapat mengetahui tingkat kualitas layanan perusahaan di mata konsumen.
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas layanan Service
quality
information
system
adalah
sistem
yang
dipergunakan oleh perusahaan dengan cara melakukan riset data. Betujuan untuk memahami suara konsumen (consumen’s voice) mengenai ekspektasi dan persepsi konsumen terhadap layanan yang
diberikan
perusahaan.
Sehingga
perusahaan
dapat
mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan berdasarkan sudut pandang konsumen. 2.2.6 Penilaian Service Quality Schiffman dan Kanuk (2008) mengatakan bahwa da beberapa kriteria yang mengikuti dasar penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan yaitu : 1. Keandalan merupakan konsistensi kinerja yang berarti bahwa perusahaan menyediakan pelayanan yang benar pada waktu yang tepat, dan juga berarti perusahaan menjunjung tinggi janjinya. 2. Responsif merupakan kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan. 3. Kompetensi berarti memiliki kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melayani. 4. Aksesibilitas meliputi kemudahan untuk dihubungi. 5. Kesopanan meliputi rasa hormat, sopan, dan keramahan karyawan.
6. Komunikasi berarti membiarkan konsumen mendapat informasi yang dibutuhkan dan bersedia mendengarkan konsumen. 7. Kredibilitas meliputi kepercayaan, keyakinan, dan kejujuran. 8. Keamanan yaitu aman dari bahaya, risiko, atau kerugian. 9. Empati yaitu berusaha untuk mengerti kebutuhan dan keinginan konsumen. 10. Fisik meliputi fasilitas, penampilan karyawan, dan peralatan yang digunakan untuk melayani konsumen
2.3 Customer Satisfaction 2.3.1 Pengertian Customer Satisfaction Akbar & Parvez (2009) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah konsep terkenal dan didirikan konsep dalam beberapa area seperti pemasaran, riset konsumen, psikologi ekonomi, kesejahteraan ekonomi, dan ekonomi. Interpretasi yang paling umum yang diperoleh dari berbagai penulis mencerminkan gagasan bahwa kepuasan adalah perasaan yang dihasilkan dari proses mengevaluasi apa yang telah diterima terhadap apa yang diharapkan, termasuk keputusan pembelian itu sendiri dan kebutuhan, keinginan yang terkait dengan pembelian. Menurut Reid & Bojanic (2010:63), kepuasan pelanggan adalah suatu hal yang muncul ketika jasa perusahaan yang dirasakan konsumen mencapai atau melebihi ekspektasi konsumen. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2012:37), kepuasan pelanggan adalah tingkat dimana kinerja yang dirasakan dari suatu produk sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Suatu perusahaan akan berusaha membuat pelanggan senang dengan menjanjikan apa yang mereka dapat berikan dan memberikan apa yang mereka janjikan. Pelanggan yang senang tidak hanya akan melakukan pembelian ulang tetapi akan membantu menjadi teman yang akan menyebarkan pengalaman positif mereka. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang dirasakan oleh pelanggan ketika sudah mencoba suatu
produk atau jasa dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
2.3.2 Customer Satisfaction Measurement Pada prinsipnya, kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam metode dan teknik. Kotler (2009;179) mengungkapkan ada beberapa macam metode dan teknik dalam pengukuran kepuasan pelanggan :
1. Sistem keluhan & Saran Organisasi yang berpusat pada pelanggan memberikan kesempatan
yang
luas
kepada
para
pelanggannya
untuk
menyampaikan saran dan keluhan. Ide-ide cemerlang bagi perusahaan dan memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah yang timbul.
2. Ghost Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang yang berperan sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam membeli produk tersebut.
3. Lost Customer Analysis Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.
4. Customer Satisfaction Surveys Untuk survey kepuasan pelanggan, perusahaan sebaiknya mengajukan pertanyaan yang tepat. Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung
dari pelanggan dan juga memberi tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. 2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Customer Satisfaction Menurut Kotler (2007), kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : 1. Keluhan Pelanggan Mengingat besarnya dampak buruk dari pelanggan yang tidak puas, penting bagi pemasar untuk menangani pengalaman negatif yang tepat. Diluar itu, prosedur berikut dapat membantu memulihkan itika baik pelanggan a. Membuka “hotline” gratis 7 hari, 24 jam (lewat telepon, faks, atau e-mail) untuk menerima dan menindaklanjuti keluhan pelanggan. b. Menghubungi pelanggan yang menyampaikan keluhan secepat mungkin. Semakin lambat respons perusahaan, semakin besarlah ketidakpuasan yang akan menimbulkan berita negatif. c. Menerima tanggung jawab atas kekecewaan pelanggan ; jangan menyalahkan pelanggan. d. Mempekerjakan orang layanan pelanggan yang memiliki empati. e. Menyelesaikan keluhan dengan cepat dan mengusahakan kepuasan
pelanggan.
Sebagian
pelanggan
yang
menyampaikan keluhan sesungguhnya tidak meminta kompensasi yang besar sebagai tanda bahwa perusahaan peduli.
2. Kualitas Produk dan Jasa Kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghantarkan kualitas ketika produk atau jasanya
memenuhi
atau
melebihi
ekspektasi
pelanggan.
Perusahaan
yang
memuaskan
sebagian
besar
kebutuhan
pelanggannya sepanjang waktu disebut perusahaan berkualitas, tetapi kita harus membedakan pelanggannya antara kesesuaian kualitas dan kinerja (atau tingkat) kualitas.
3. Pengaruh Kualitas Kualitas produk dan jasa, kepuasan pelanggan dan profitabilitas perusahaan adalah tiga hal yang terkait erat. Semakin tinggi pula tingkat kualitas, semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan yang dihasilkan, yang mendukung harga yang lebih tinggi dan (sering kali) biaya yang lebih rendah.
4. Kualitas Total Kualitas total adalah tugas semua orang, seperti halnya pemasaran. Pemasar memainkan beberapa peran dalam membantu perusahaan mereka mendefinisikan dan menghantarkan barang dan jasa berkualitas tinggi kepada pelanggan sasaran. Pertama, mereka
mengemban
tanggung
jawab
utama
untuk
menidentifikasikan kebutuhan dan persyaratan pelanggan dengan benar. Kedua, mereka harus mengkomunikasikan ekspektasi pelanggan dengan tepat kepada perancang produk. Ketiga, mereka harus memastikan bahwa pesanan pelanggan dipenuhi dengan tepat dan sesuai jadwal. Keempat, mereka harus memeriksa bahwa pelanggan menerima instruksi yang benar, pelatihan dan bantuan teknis dalam penggunaan produk. Kelima, mereka harus tetap berhubungan
dengan
pelanggan
setelah
penjualan
untuk
memastikan bahwa mereka puas dan tetap puas. Keenam, mereka harus mengumpulkan ide pelanggan tentang perbaikan produk dan jasa dan menyalurkan ide-ide tersebut ke departemen yang tepat. Ketika pemasar melakukan semua ini, mereka member kontribusi penting pada manajemen kualitas total dan kepuasan pelanggan, dan juga profitabilitas pelanggan dan perusahaan.
2.3.4. Strategi Customer Satisfaction Tjiptono, dkk (2008;60) mengungkapkan strategi untuk memuaskan pelanggan, yaitu : 1. Manajemen ekspektasi pelanggan adalah berusaha mengedukasi pelanggan agar bisa benar-benar memahami peran, hak dan kewajiban berkenaan dengan produk atau jasa. 2. Relationship marketing, berfokus pada upaya menjalin relasi positif jangka panjang yang saling menguntungkan dengan stakeholder utama perusahaan. 3. After marketing, menekankan pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis yang menguntungkan. 4. Strategi retensi pelanggan, berusaha meningkatkan retensi pelanggan melalui pemahaman atas faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan beralih pemasok. 5. Superior customer service, strategi ini diwujudkan dengan cara menawarkan layanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing. 6. Technology infusion strategy, berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter pelanggan. 7. Strategi
penanganan
komplain
secara
efektif,
yaitu
dengan
mengandalkan empat aspek penting ; empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan dalam penanganan setiap keluhan, kewajaran atau keadilan dalam memecahkan masalah dan kemudahan bagi konsumen untuk mengontak perusahaan. 8. Strategi pemulihan layanan, berusaha menangani setiap masalah dan belajar dari kegagalan produk atau layanan, serta melakukan perbaikan demi penyempurnaan layanan. 2.4 Customer Commitment 2.4.1 Pengertian Customer Commitment Robbin dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dari keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.
Tu dkk (2014) mengutip Ogba dan Tan (2009) bahwa tingkat komitmen pelanggan untuk perusahaan ditunjukkan dengan hasil yang diharapkan dari peluncuran produk baru oleh perusahaan, penjualan aktual dari produk perusahaan, dan kekuatan identifikasi psikologis pelanggan dengan merek perusahaan.
2.4.2 Dimensi Customer Commitment Mowday yang dikutip dalam Sopiah (2008) mendefinisikan ada tiga aspek komitmen antara lain : 1. Affective Commitment Yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitment ini adalah want to. 2. Continuance Commitment Adalah suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). 3. Normative Commitment Adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to). 2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Customer Commitment Miner
(Sopiah,2008)
menjelaskan
bahwa
ada
empat
faktor
yang
mempengaruhi komitmen, antara lain : a) Faktor Personal Misalnya ; usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan kepribadian
b) Karakteristik pekerjaan Misalnya ; lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan c) Karakteristik struktur Misalnya ; besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. d) Pengalaman Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
2.4.4 Indikator Customer Commitment Berdasarkan jurnal The Development of Service Quality Dimensions for Internet Service Providers : Retaining Customers of Different Usage Patterns (2014) menemukan tiga indikator untuk customer commitment, yaitu : -. I feel involved with this ISP -. I am very proud to have this company as my service provider -. I feel attached to this ISP Sedangkan berdasarkan jurnal Customer Commitment as a Mediating Variable between Corporate Brand Image and Customer Loyalty (2014) menemukan lima indikator yang dipakai didalam penelitiannya, yaitu : -. I have a long-term relationship with TOYOTA -. I concern TOYOTA development and success -. I am proud to be a member of TOYOTA -. I am TOYOTA loyal customer -. I am willing to participate in related activities of TOYOTA
2.5 Word of Mouth (WOM) 2.5.1 Pengertian Word of Mouth Menurut Kotler & Keller (2009:512) word of mouth marketing adalah aktivitas pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat komunikasi elektronik yang berhubungan dengan pengalaman pembelian jasa atau pengalaman menggunakan produk atau jasa. Menurut Tjiptono (2012:164) mengemukakan bahwa word of mouth merupakan pernyataan (secara personal maupun non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain penyedia layanan kepada pelanggan. Word of mouth bersifat kredibel dan efektif karena disampaikan oleh orangorang yang dipercayai konsumen
(teman, keluarga, tetangga,
dan
sebagainya). Menurut WOMMA (Word of Mouth Marketing Association) dikutip oleh Ratna Dwi Kartika Sari (2012) Word of Mouth adalah suatu aktifitas yang mana konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau produk kepada konsumen lain.
Dari definisi word of mouth diatas dapat disimpulkan bahwa word of mouth merupakan media promosi baik secara lisan, tulisan dan alat komunikasi elektronik di mana konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau produk kepada konsumen lain. 2.5.2 Indikator Word of Mouth Menurut Sernovitz (2012: 19) terdapat lima elemen dasar (5T) yang harus diperhatikan dalam mengupayakan WOM yang menguntungkan, yaitu: 1. Talkers
(pembicara),
adalah
kumpulan
orangyang
memilki
antuasiasme dan hubungan untuk menyampaikan pesan. Mereka yang akan membicarakan suatu merek seperti teman, tetangga, dan lainlain. Pembicara berbicara karena mereka senang berbagi ide yang besar dan menolong teman mereka. 2. Topics (topik), berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh talker. Topik ini berhubungan dengan sesuatu yang ditawarkan oleh suatu merek, seperti tawaran spesial, diskon, produk baru, atau pelayanan
yang memuaskan. Topik yang baik ialah topik yang simpel, mudah dibawa, dan natural. 3. Tools (alat), mengacu kepada perlengkapan yang diperlukan untuk mempermudah konsumen dalam melakukan WOM, seperti sampel, kupon atau brosur. 4. Taking Part (partisipasi), perlunya partisipasi orang lain yang ikut serta dalam percakapan agar WOM dapat terus berlanjut, seperti dari pihak perusahaan yang terlibat di dalam percakapan membantu merespon mengenai produk atau jasa dari calon konsumen sehingga arah WOM dapat berkembang sesuai dengan sasaran. 5. Tracking (pengawasan), suatu tindakan perusahaan untuk mengawasi proses WOM sehingga perusahaan dapat mengantisipasi terjadinya WOM negatif mengenai produk atau jasa. 2.5.3 Motivasi Melakukan Word of Mouth Menurut Sernovitz (2012:12) terdapat tiga motivasi dasar yang mendorong seseorang melakukan positive word of mouth, yaitu: 1) Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi. Orang-orang mengkonsumsi suatu produk karena mereka menyukai produk tersebut.Baik dari segi produk utama maupun pelayanan yang diberikan yang mereka terima. 2) Pembicaraan membuat mereka baik. Kebanyakan konsumen melakukan word of mouth karena motif emosi atau perasaan terhadap produk yang mereka gunakan. 3) Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok. Keinginan untuk menjadi suatu bagain dalam suatu kelompok adalah perasaan manusia yang sangat kuat. Setiap individu ingin merasa terhubung dengan individu lain dan terlibat dalam suatu lingkungan sosial. Dengan membicarakan suatu produk kita menjadi merasa senang secara emosional karena dapat membagikan informasi atau kesenangan dengan kelompok yang memiliki kesenangan yang sama.
2.5.4 Menciptakan Word of Mouth Menurut Dikdik Harjadi (2008), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan word of mouth communication, diantaranya adalah : 1) Conversation Tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan dengan suatu merek, baik pembicaraan offline maupun online. 2) Menciptakan komunitas dengan ketertarikan atau bidang yang sama. 3) Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk bertindak mewakili brand tersebut. 4) Memberikan pelayanan yang superior,
sehingga
menciptakan
kepuasan pelanggan. 5) Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan ataupun terkait dengan produk dan berhubungan dengan orang lain melalui blog. 6) Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang besar pengaruhnya dalam sebuah social network dan bekerjasama dengan mereka.
2.5.5. Tingkatan Word of Mouth Menurut Dikdik Harjadi (2008), dari perspektif strategi dan fungsi komunikasi pemasaran, word of mouth terdiri dari tiga level yaitu : 1) Talking Pada level ini, konsumen membicarakan produk atau merek perusahaan. Level pertama ini merupakan word of mouth yang paling mendasar yang sering terjadi dan dilakukan. Word of mouth pada level ini tidak berhubungan langsung dengan penjualan. 2) Promoting Pada level ini, konsumen mulai mempromosikan produk perusahaan kepada orang lain (word of moutuh to make your customers do the promotion). 3) Selling Pada level ini, konsumen menjual produk perusahaan (word of mouth to make your customer do the selling). Ini merupakan tahapan word of mouth yang paling penting bagi sebuah perusahaan. Pada level ini
konsumen membuat suatu komunikasi pemasaran yang membantu penjualan produk.
2.5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Word of Mouth Keefektivan atau kelancaran proses komunikasi atau penyampaian informasi berupa word of mouth (WOM) atau dari mulut ke mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hoskins (2007;p108), faktorfaktor yang mempengaruhi komunikasi word of mouth terdiri dari 2 faktor yaitu : 1) Faktor emosional, merupakan faktor yang timbul dan adanya keinginan, kebutuhan dan harapan yang disimulasikan oleh kejadiankejadian yang menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. 2) Faktor kognisi, merupakan faktor yang timbul dari adanya ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam memprediksi sesuatu. Faktor emosional dan faktor kognisi merupakan salah satu terbentuknya informasi dari word if mouth yang dibuthkan oleh penerima informasi karena konsumen tersebut membutuhkan referensi yang terpecaya dari yang sudah berpengalaman.
2.6 Kerangka pemikiran
Sercive Quality on ISP
Customer Commitment
Word of Mouth
Customer Satisfaction
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti, 2015
2.7 Hipotesis Berdasarkan kerangka teoritis yang ada dapat diambil hipotesis sebagai berikut : •
Hipotesis 1 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality terhadap Customer Commitment pada PT. Neuviz
−
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Service Qualityterhadap Customer Commitment pada PT. Neuviz
•
Hipotesis 2 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Customer Commitment pada PT. Neuviz
−
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Customer Commitment pada PT. Neuviz
•
Hipotesis 3 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality terhadap Word of Mouth pada PT. Neuviz
−
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality terhadap Word of Mouth pada PT. Neuviz
•
Hipotesis 4 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Word of Mouth pada PT. Neuviz
−
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Word of Mouth pada PT. Neuviz
•
Hipotesis 5 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Customer Commitment terhadap Word of Mouth pada PT. Neuviz
−
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Customer Commitment terhadap Word of Mouth pada PT. Neuviz
•
Hipotesis 6 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality
terhadap
Word
of
Mouth
melalui
Customer
Commitment pada PT. Neuviz −
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality terhadap Word of Mouth melalui Customer Commitment pada PT. Neuviz
•
Hipotesis 7 −
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Word of Mouth melalui Customer Commitment pada PT. Neuviz
−
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Customer Satisfaction terhadap Word of Mouth melalui Customer Commitment pada PT. Neuviz
2.8 Kerangka Teori
Grand Theory
Pemasaran Lovelock dan Gummeson (2011;36)
Middle Theory
Consumer Behaviour
Relationship Marketing
Hawkins et al., 2007:6
Kotler dan Keller (2007)
Service Quality Tjiptono dan Chandra (2011:157)
Customer Satisfaction Kotler dan Armstrong (2012:37)
Applied Theory
Word of Mouth Tjiptono (2012:164)
Customer Commitment Sopiah (2008) Robbin dan Judge (2007)
Gambar 2.3 Kerangka Teori Sumber : Penulis (2015)