Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata Marketing Mix in Ecotourism Services
KRESNO AGUS HENDARTO Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan, Bogor ABSTRAK Konsep bauran pemasaran merupakan alat yang dikembangkan dengan baik dan dipakai sebagai pilar oleh para pemasar. Konsep ini terdiri atas beberapa unsur yang harus dipertimbangkan agar berhasil dalam melaksanakan strategi dan posisi pemasaran. Secara tradisional bauran pemasaran terdiri atas produk, harga, tempat (lokasi dan distribusi), dan promosi. Namun dalam pemasaran jasa umumnya (juga jasa ekowisata), perlu kiranya untuk memperluas cakupan bauran pemasaran ini dengan unsur-unsur lain. Unsur-unsur tambahan tersebut adalah orang, proses, dan layanan pelanggan. Tulisan ini menjelaskan substansi bauran pemasaran dan peranannya dalam jasa ekowisata). Secara keseluruhan tulisan ini menunjukkan bahwa dalam mengembangkan strategi bauran pemasaran harus dipertimbangkan efek bauran pemasaran terhadap segmen pasar yang dipilih. Setiap substansi memiliki interaksi dengan yang lainnya. Dengan demikian untuk mencapai penyatuan terbaik antara lingkungan internal dengan lingkungan eksternal (konsumen jasa ekowisata), pengembangan unsurunsur tersebut harus dapat saling mendukung. Kata kunci: jasa ekowisata, bauran pemasaran, unsurunsur dalam bauran pemasaran.
ABSTRACT Concept of marketing mix is a tool, which well expanded, that is applied as a structure with marketer. This concept consists of various substances. They need to be considered in order to realize marketing strategy and positioning. In traditional marketing, marketing mix consist of product, price, place and promotion. But in services marketing (ecotourism services) it must be expanded with people, process, and customer services. This paper described about the substances of marketing mix in ecotourism service and described about the role of these substances. In overall, this paper shows that in expanding marketing mix strategies, we must considered the effect of marketing mix substances on market segment chosen. Each
substance has an interaction one to another. So, to reach possibility the best collation between internal and external environment, they must support each other. Keywords: ecotourism services, components in marketing mix.
marketing
mix,
PENDAHULUAN Perserikatan Bangsa-bangsa telah mencanangkan tahun 2002 sebagai tahun ecotourism. Langkah ini kemudian diikuti oleh Indonesia dengan menjadikan tahun 2002 ini sebagai tahun ekowisata, sebagaimana hasil rapat koordinasi perekonomian bulan Pebruari 2002, yang memfokuskan kepada perkembangan sektor pariwisata Indonesia (Anonim, 2002). Organisasi pariwisata sedunia, WTO (World Tourism Organization), menyatakan bahwa terdapat lebih dari 633 juta wisatawan di seluruh dunia pada tahun 1999. Dalam dua dasawarsa ke depan, pertumbuhan jumlah wisatawan ini rata-rata 4,1% tiap tahunnya. Dari pertumbuhan tersebut, pertumbuhan ecotourism berkisar antara 10–30% (Anonim, 2000). Dalam bahasa Indonesia, istilah ecotourism diterjemahkan sebagai ekowisata, yaitu pariwisata yang berwawasan lingkungan (Yoeti, 2000). Definisi ekowisata yang diperkenalkan oleh organisasi the Ecotourism Society dalam Fandeli (2000) yaitu suatu bentuk perjalanan wisata ke arena alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan bagaimana bauran pemasaran yang dapat dilakukan pada ekowisata. Dimulai dengan perbedaan antara penawaran barang dan jasa, lalu karakteristik jasa ekowisata, dan terakhir adalah unsur-unsur bauran pemasaran yang ada dalam jasa ekowisata.
K.A. HENDARTO, Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata
KARAKTERISTIK PENAWARAN BARANG DAN JASA Kotler (1996) mendifinisikan jasa sebagai setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Kotler (1996) membedakan empat kelompok penawaran barang dan jasa: 1. Barang yang sepenuhnya berwujud. Dalam hal ini sama sekali tidak melekat jasa pelayanan, seperti misalnya sabun, pasta gigi, atau garam. 2. Barang berwujud dengan jasa pelayanan. Pada kelompok ini, tawaran terdiri dari barang berwujud yang diikuti oleh satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik konsumen. Sebagai contoh penjual mobil, ia menjual mobil dengan jaminan, petunjuk pemeliharaan dan perbaikan. 3. Jasa pelayanan pokok yang disertai barang dan jasa tambahan. Dalam hal ini tawaran berupa jasa pelayanan utama yang disertai dengan beberapa jasa tambahan dan/ atau barang pendukung. Misalnya saja, penumpang pesawat yang membeli jasa angkutan. Mereka ini sampai pada tujuan tanpa sesuatu yang kelihatan/ berwujud sebagai ganti dari pengeluaran mereka. Namun perjalanannya sendiri mencakup beberapa hal yang sebetulnya berwujud seperti misalnya makanan dan minuman, karcis dan majalah di pesawat. Jasa pelayanan tadi membutuhkan barang berwujud yang padat modal dan disebut pesawat terbang, akan tetapi barang pokoknya sendiri adalah pelayanan. 4. Hanya jasa saja. Tawaran ini pada pokoknya berupa jasa. Misalnya dokter, pengacara, psikiater, pijat dan juga pariwisata.
KARAKTERISTIK JASA EKOWISATA Payne (2001) menuliskan empat karakteristik yang sering dijumpai dalam produk jasa, yaitu: 1. Tidak berwujud: jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. 2. Heterogenitas: jasa merupakan variabel nonstandar dan sangat bervariasi. 3. Tidak dapat dipisahkan: jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. 4. Tidak tahan lama: jasa tidak mungkin disimpan sebagai persediaan.
26
Akan tetapi karakteristik-karakteristik di atas tidak sepenuhnya membantu menjelaskan seluruh jasa dan bahwa beberapa produk barang (manufaktur) memiliki satu atau lebih dari empat karakteristik di atas. Sebagai contoh adalah jasa konsultan hukum. Jasa ini tidak berwujud. Namun konsumen sebuah restoran memburu yang berwujud, yaitu makanan yang berkualitas tinggi. Jelasnya ada suatu kontinum keberwujudan yang beragam dari yang sangat tidak berwujud hingga yang sangat berwujud (nyata). Konsep kontinum ini bermanfaat bila mempertimbangkan masing- masing dari empat karakteristik jasa di atas. Seperti diilustrasikan pada Gambar 1, jasa hanya dapat dijelaskan sebagai suatu yang memiliki kecenderungan terhadap ketidakberwujudan, heterogenitas, tidak dapat dipisahkan, dan tidak tahan lama. Jasa yang ada akan menampilkan suatu perpaduan masing-masing dari empat faktor yang berbeda.
Tidak berwujud
Tidak dapat dipisahkan
Jasa
Heterogenitas
Tidak tahan lama
Gambar 1. Kontinen untuk Setiap Karakteristik Jasa
Paine (2001). Meskipun demikian, Spillane (2001) menuliskan bahwa pada umumnya produk wisata mempunyai beberapa sifat khusus, yaitu: (1) Produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tidak dapat dipindahkan dalam arti orang tak bisa membawa produk wisata pada langganan, tetapi langganan itu sendiri harus mengunjungi, mengalami, dan datang untuk menikmati produk wisata itu, (2) Dalam pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama. Tanpa langganan yang sedang mempergunakan jasa-jasa itu tidak akan terjadi kegiatan produksi wisata, (3) Sebagai suatu jasa, maka pariwisata memiliki berbagai ragam bentuk. Oleh karena itu dalam bidang pariwisata tidak ada standar ukuran yang objektif, sebagaimana produk lain yang nyata misalnya ada panjang, lebar, isi, kapasitas dan sebagainya seperti pada sebuah mobil, (4) Langganan tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya dan bahkan tidak dapat mengetahui atau menguji produk itu sebelumnya. Yang dapat dilihat hanya brosur-brosur, gambar-gambar, (5) Dari segi
Jurnal Ilmiah Kesatuan Volume 4 Nomor 1 – 2, Pebruari 2003
K.A. HENDARTO, Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata
usaha, produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar. Industri wisata memerlukan penanaman modal yang besar, sedang permintaan sangat peka terhadap perubahan situasi ekonomi, politik, sikap masyarakat, atau kesenangan wisatawan dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut dapat menggoyahkan sendi-sendi penanaman modal usaha kepariwisataan karena bisa mengakibatkan kemunduran usaha yang deras, sedangkan sifat produk itu relatif lambat untuk menyesuaikan keadaan pasar.
Unsur-unsur bauran pemasaran ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
BAURAN PEMASARAN JASA EKOWISATA
Pada dasarnya konsumen tidak membeli barang atau jasa −mereka sebenarnya membeli manfaat spesifik dan nilai dari penawaran total (Payne, 2001). Sehingga arti dari produk di sini adalah merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai manfaat kepada konsumen (Lupiyoadi, 2001).
Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan tool atau alat bagi marketer yang terdiri atas berbagai unsur suatu pogram pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi, 2001). Sedangkan Kotler (1999) mendifinisikan bauran pemasaran sebagai suatu campuran dari variabelvariabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Terdapat banyak unsur yang merupakan variabelvariabel bauran pemasaran. McCarthy (1981) mempopulerkan sebuah klasifikasi bauran pemasaran, khususnya barang, yang terdiri atas empat variabel (biasa disebut dengan 4P), yaitu product (produk), price (harga), place (tempat) dan promotion (promosi). Sedangkan untuk jasa pada umumnya dan khususnya jasa ekowisata, keempat faktor variabel tersebut dirasa kurang mencukupi. Sehingga para ahli pemasaran menambahkan tiga faktor variabel lagi (Lupiyoadi, 2001; Paine, 2001), yaitu people (orang), process (proses), dan customer service (pelayanan pelanggan). Bauran Pemasaran Ekowisata
Tempat Promosi Harga
Karyawan Produk
Pasar Sasaran Proses
Pelayanan Pelanggan
Gambar 2. Bauran Pemasaran Jasa Ekowisata
Jurnal Ilmiah Kesatuan Volume 4 Nomor 1 – 2, Pebruari 2003
a. Product (produk). Untuk tidak menimbulkan kerancuan, terlebih dahulu akan diberikan definisi dari produk, barang, dan jasa. Payne (2001) mendifinisikan produk adalah konsep keseluruhan atas objek atau proses yang memberikan nilai bagi para pelanggan; barang dan jasa merupakan subkategori yang menjelaskan dua jenis produk. Dengan demikian, istilah “produk” kadangkala dipakai dalam pengertian yang luas untuk mengartikan barang (manufaktur) dan jasa.
Dalam jasa ekowisata, produk ini dapat dilihat sebagai berikut: 1. Core product (produk inti/generik). Ini berupa jasa wisata dasar, misalnya keindahan, keasrian, keaslian alam. 2. Expected product (produk yang diharapkan). Ini terdiri atas produk inti/generik dengan kondisi minimal yang perlu dipenuhi, misalnya layanan yang cepat, kamar kecil yang bersih, adanya tempat parkir yang cukup, adanya tempat ibadah. 3. Augmented product (produk yang diperluas). Ini merupakan bidang yang memungkinkan suatu produk jasa ekowisata dibedakan dari produk wisata lain. Misalnya melihat satwa di alam yang bebas, melihat budaya masyarakat lokal. 4. Potential product (produk potensial). Hampir sama dengan produk yang diperluas, bidang ini memungkinkan suatu produk ekowisata dibedakan dari produk ekowisata yang lain. Misalnya satwa komodo di alam benas di Taman Nasional Komodo, satwa gajah yang berkeliaran dalam kelompok di Taman Nasional Way Kambas, budaya masyarakat Anak Dalam (Kubu) di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. b. Price (harga). Istilah harga dalam bisnis jasa bisa ditemui dengan berbagai sebutan. Universitas/ perguruan tinggi menggunakan istilah SPP (Sumbangan Pembiayaan Pendidikan) atau tuition, konsultan profesional menggunakan istilah fee, bank memberikan istilah service charge, jalan tol menerapkan istilah tarif, pialang menggunakan istilah komisi, apartemen menggunakan istilah sewa, asuransi menggunakan istilah premi. Payne (2001) menuliskan bahwa tingkat penetapan harga ini sangat penting bila permintaan untuk jasa bersifat elastis. Penerbangan, kereta api, bioskop, dan paket tour adalah permintan yang bersifat elastis.
27
K.A. HENDARTO, Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata
Sedangkan buku cek, perawatan medis, dan listrik bersifat lebih inelastis. Sifat-sifat permintaan yang berbeda-beda ini ditunjukkan oleh Gambar 3. P
P Permintaan Elastis
nyampaikan produknya kepada ribuan calon konsumen. Dengan kata lain, ada hubungan yang berimbang antara pasar yang dijangkau (jumlah tempat-tempat penjualan dan hasil penjualannya) dengan biaya (persentase harga penjualan).
Permintaan Inelastis
P2
P2
Penyedia Jasa P1
P1
Agen Penjual Q1
Q2
Q Q1
Q2
Q Contracted Service Deliver (Waralaba)
Agen (Broker)
di mana: P = price (harga) Q = quantity (kuantitas jasa yang diminta)
Gambar 3. Permintaan Elastis dan Inelastis untuk Jasa. Harga juga memainkan peranan yang penting dalam mengkomunikasikan kualitas dari jasa tersebut. Dengan ketiadaan petunjuk- petunjuk yang bersifat nyata, konsumen mengasosiasikan harga yang tinggi dengan tingkat kinerja suatu produk jasa yang tinggi pula (Lupiyoadi, 2001). Dalam jasa ekowisata, keputusan tentang penetapan harga adalah penting karena selain sifatnya yang elastis juga karena karakteristiknya yang berbeda. c. Place (lokasi dan saluran distribusi). Dalam pemasaran jasa, place merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini adalah bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen sasaran. Untuk ekowisata, place hanya terdiri atas saluran distribusi karena lokasi suatu daerah ekowisata telah tertentu. Dalam saluran penyampaian jasa kepada konsumen (saluran distribusi), ada tiga partisipan yang berperan, yaitu service provider (penyedia jasa itu sendiri), intermediaries (perantara), dan costumer (pelanggan). Gambar 4. di bawah menunjukkan pilihan-pilihan saluran distribusi untuk jasa. Dalam jasa ekowisata di mana jasa ini mempunyai karakteristik konsumen harus mendatangi lokasi, maka pilihan saluran distribusi menggunakan perantara waralaba adalah sesuatu yang tidak mungkin. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa pada umumnya perantara memperoleh penghasilan berupa persentasi/komisi atas hasil penjualannya. Sehingga besar pula biaya yang diperlukan. Meskipun demikian, Wahab (1997) menuliskan bahwa setiap rantai saluran distribusi (jenjang) akan memberikan pelayanan yang akan meningkatkan jumlah pembelian untuk jenjang yang berikut dan seluruh jenjang itu akan memungkinkan penyedia jasa ekowisata untuk me28
Agen Pembeli
Konsumen (Pelanggan)
Gambar 4. Pilihan-pilihan Saluran Distribusi untuk Perusahaan-perusahan Jasa (Paine, 2001 dan Lupiyoadi, 2001). Sebagai alternatif dalam pemilihan saluran distribusi ini adalah dengan cara menghilangkan semua perantara dan langsung menjual produk jasa ekowisata kepada konsumen. Menjual langsung berarti penyedia jasa ekowisata menemui langsung konsumen melalui iklan, brosur-brosur yang dikirimkan, dan juga dapat menggunakan situs di internet. Dalam hal ini perlu dijelaskan kepada konsumen secara rinci bagaimana ia dapat mencapai lokasi. Akan lebih baik lagi bila disertakan pula perkiraan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai lokasi ekowisata. d. Promotion (promosi). Tujuan yang utama dari promosi adalah untuk menginformasikan, mempengaruhi atau mengingatkan konsumen pada suatu barang atau jasa. Payne (2001) menuliskan bahwa selain tujuan utama di atas, promosi dapat pula menambah keberwujudan suatu jasa sehingga dapat membantu pelanggan membuat penilaian tawaran jasa dengan lebih baik. Dalam hal bauran promosi ini, George dan Berry (1981) telah mengidentifikasikan beberapa pedoman promosi jasa yang dapat digunakan untuk menggambarkan promosi dalam ekowisata, yaitu: 1. Memberikan petunjuk berwujud. Jasa ekowisata tidak berwujud dalam pengertian bahwa yang dibeli konsumen sesungguhnya adalah kinerja dan bukan objek dari ekowisata itu sendiri. 2. Membuat jasa dimengerti. Jasa ekowisata mungkin sulit untuk dipahami secara nyata (rohaniah) karena ketidak berwujudannya. Atribut-atribut dalam jasa ekowisata dapat dipakai untuk membantu memahami dengan lebih baik jasa yang ditawarkan.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Volume 4 Nomor 1 – 2, Pebruari 2003
K.A. HENDARTO, Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata
3. Menjanjikan apa yang mungkin diberikan. Pengelola ekowisata harus memberikan apa saja yang mereka janjikan dalam promosi. Bila sebuah janji seperti dapat melihat binatang tertentu dalam keadaan liar, melihat kehidupan masyarakat lokal (adat istiadatnya) tidak dapat secara konsisten dipenuhi; maka janji tersebut sama sekali tidak dapat dipenuhi. 4. Mengkapitalisasi word of mouth. Word of mouth merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam promosi jasa. Untuk lebih jelasnya, word of mouth ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: Seorang konsumen jasa ekowisata yang sudah ada, atau yang baru, memiliki harapan tertentu tentang jasa ekowisata. Ketika keputusan untuk membeli jasa ekowisata dibuat, maka ia akan berinteraksi dengan penyedia jasa ekowisata dan merasakan kualitas produk jasa ekowisata tersebut. Pengalamam dari interaksi dan penilaian kualitas produk jasa ekowisata ini akan menghasilkan keputusan untuk kembali membeli atau tidak akan membeli kembali. Word of mouth positif maupun negatif ini akan mempengaruhi sejauh mana pihak-pihak lain (teman, keluarga atau bahkan orang yang tidak dikenal tetapi mendengar) dalam menggunakan jasa ekowisata. Payne (2001) menuliskan bahwa efek multiplier dari word of mouth bervariasi antarindustri dan antarsituasi. Namun pengalaman-pengalaman negatif cenderung memiliki akibat yang lebih besar dibanding pengalaman-pengalaman positif. 5. Komunikasi langsung kepada orang (karyawan). Dalam jasa umumnya dan juga jasa ekowisata selain diarahkan kepada konsumen, promosi juga diarahkan pada karyawan untuk membangun motivasi mereka dan esprit de corps (rasa kebersamaan), dalam berhubungan dengan konsumen. Hal ini akan diuraikan lagi dalam unsur people (orang) di bawah ini. e. People (orang). Orang adalah semua pelaku yang memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk dalam unsur ini adalah semua karyawan maupun konsumen (Yazid, 2001). Kesuksesan pemasaran suatu jasa sangat tergantung pada seleksi, pelatihan, motivasi dan manajemen sumberdaya manusia (Payne, 2001). Banyak contoh pemasaran jasa yang gagal maupun yang berhasil. Sebagai gambaran pemasaran yang berhasil adalah pemasaran Disney Corporation. Di sana para karyawan dilatih dengan sungguh-sungguh mengenai pemahaman bahwa pekerjaan mereka adalah untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Dalam hubungan dengan ekowisata, maka karyawan harus diberikan pemahaman bahwa mereka adalah bagian dari “pemain”. Dan mereka harus memastikan bahwa pengunjung akan mendapatkan pengalaman
Jurnal Ilmiah Kesatuan Volume 4 Nomor 1 – 2, Pebruari 2003
yang baru, indah, menarik dan menyenangkan. Tingkah laku, tutur kata, maupun pakaian yang dikenakan para karyawan haruslah dijaga ketat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Judd (1987) memberikan katagori tentang orang dan hubungannya dengan konsumen (Gambar 5).
Kontak pelanggan berkala atau periodik Kontak pelanggan tidak berkala atau tidak sama sekali
Dilibatkan dalam bauran pemasaran konvensional
Tidak dilibatkan secara langsung dalam bauran pemasaran
Contactor
Modifier
Influencer
Isolated
Gambar 5. Orang dan Hubungannya dengan Konsumen (Judd, 1987). Penjelasan dari Gambar 5. di atas adalah sebagai berikut: • Contactor, orang di sini berinteraksi langsung dengan konsumen dalam frekuensi yang cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli, misalnya penjaga visitor centre, penjual tiket masuk. • Modifier, mereka tidak secara langsung mempengaruhi konsumen tetapi cukup sering berhubungan dengan konsumen, misalnya jaga wana. • Influencer, mereka ini mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk membeli tetapi tidak secara langsung kontak dengan konsumen, misalnya bagian pemasaran. • Isolated, orang di sini tidak secara langsung ikut serta dalam bauran pemasaran dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen, misalnya bagian keuangan, administrasi. Gagasan yang ada di balik ini adalah untuk memastikan bahwa semua karyawan yang mengelola ekowisata dapat memberikan sesuatu yang terbaik bagi pelanggan/konsumen jasa ekowisata. f. Process (proses). Proses yaitu semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa (Yazid, 2001). Sedangkan Lupiyoadi (2001) mendifinisikan proses sebagai gabungan semua aktivitas yang umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin di mana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen. Lyn Shostack dalam Payne (2001) menyatakan bahwa proses merupakan unsur struktural yang dapat dikelola untuk membantu strategi positioning yang diharapkan. 29
K.A. HENDARTO, Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata
Proses dapat dipertimbangkan dengan dua cara, yaitu dalam hal kompleksitas dan konvergensi. Kompleksitas berkaitan dengan karakteristik langkah dan urutan yang terdapat dalam proses tersebut, sementara divergensi mengacu pada ruang gerak atau variabilitas pelaksanaan langkah-langkah dan urutan-urutannya. Proses dapat diubah kompleksitas dan divergensinya untuk menguatkan positioning atau menciptakan positioning baru. Ada empat pilihan (Payne, 2001; Lupiyoadi, 2001) dalam mengubah kompleksitas dan divergensi proses, yaitu: • Reduced divergence (divergensi yang dikurangi). Pilihan ini cenderung menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas, dan membuat distribusi lebih mudah. Pilihan ini akan menghasilkan kualitas jasa yang lebih seragam dan ketersediaan jasa yang semakin membaik. Efek negatifnya adalah persepsi konsumen mengenai produk jasa yang terbatas dan penolakan terhadap jasa yang sangat baku. • Increases divergence (divergensi yang ditingkatkan). Pilihan mengakibatkan penyeragaman dan fleksibilitas yang lebih besar yang mungkin menuntut harga yang lebih tinggi. Pendekatan ini membutuhkan strategi positioning niche (ceruk) yang lebih didasarkan marjin dan kurang pada volume. Untuk jasa ekowisata, pilihan ini dapat dipilih karena semakin banyak pengunjung akan semakin berdampak pada lingkungan. • Reduced complexity (kompleksitas yang dikurangi). Dapat juga diartikan sebagai strategi spesialisasi. Pilihan ini akan cenderung membuat distribusi dan pengendalian produk lebih mudah. • Increased complexity (kompleksitas yang ditingkatkan). Kompleksitas yang lebih besar biasanya merupakan strategi untuk memperoleh tingkat penetrasi yang lebih tinggidalam suatu pasar dengan menambahkan layanan yang lebih banyak. g. Customer Service (pelayanan pelanggan). Pelayanan pelanggan di sini lebih dilihat sebagai outcome dari kegiatan distribusi dan logistik di mana pelayanan diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Pelayanan pelanggan ini meliputi aktivitas untuk memberikan kegunaan waktu dan tempat (time and places utility) termasuk pelayanan pratransaksi, saat transaksi, dan pascatransaksi (Lupiyoadi, 2001). Payne (2001) menuliskan tiga alasan mengapa unsur layanan pelanggan ini termasuk dalam bauran pemasaran jasa, yaitu: 1. Harapan pelanggan yang berubah. Dalam hampir setiap pasar pelanggan kini lebih menuntut dan lebih piawai dibandingkan pelanggan tiga puluh, dua puluh, bahkan sepuluh tahun yang lalu.
30
2. Semakin pentingnya layanan pelanggan. Seiring berubahnya harapan pelanggan, para pesaing memandang layanan pelanggan sebagai senjata kompetitif yang dipakai untuk mendiferensiasikan penjualan mereka. 3. Kebutuhan akan strategi hubungan (relationship strategy). Hal ini disebabkan karena strategi layanan pelanggan dapat menciptakan proporsi nilai bagi pelanggan. Salah satu studi mengenai layanan pelanggan di sektor jasa telah dilakukan oleh Parasuraman et. al (1988). Mereka menggunakan pendekatan service quality (SERVQUAL) yang melibatkan 800 pelanggan berusia 25 tahun ke atas. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL, yaitu: 1. Tangibles (bukti fisik), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan penampilan personil. 2. Realiability (realibilitas), yaitu kemampuan melakukan layanan jasa yang diharapkan secara meyakinkan, akurat dan konsisten. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan untuk memberikan layanan yang cepat, membantu pelanggan dengan tepat, dan pemberian informasi yang jelas. 4. Assurance (jaminan). Hal ini meliputi pengetahuan, sopan santun dan kemampuan karyawan dalam menyampaikan kepastian yang dapat menumbuhkan rasa percaya pelanggan pada penyedia jasa. 5. Empati, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual pada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Pada jasa ekowisata, ke lima dimensi SERVQUAL ini dapat diadopsi untuk melakukan strategi pemasaran. Dimensi realibilitas merupakan dimensi yang paling kritis. Ini berarti bahwa di atas segalanya, penyedia jasa ekowisata harus berusaha agar dapat diandalkan dan memberikan apa yang dijanjikan kepada pelanggan. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam unsur layanan pelanggan disini adalah bahwa tiga dari dari lima dimensi di atas −jaminan, daya tanggap dan empati− dihasilkan langsung dari unsur people (karyawan), demikian juga dengan faktor reliabilitas yang juga sangat tergantung pada kinerja karyawan.
KESIMPULAN Berbeda dengan bauran pemasaran pada produk barang (manufaktur) yang dikenal dengan 4P yaitu: product (produk), price (harga), place (lokasi dan distribusi) dan promotion (promosi), pada jasa ekowisata, bauran Jurnal Ilmiah Kesatuan Volume 4 Nomor 1 – 2, Pebruari 2003
K.A. HENDARTO, Bauran Pemasaran pada Jasa Ekowisata
pemasarannya ditambah dengan unsur-unsur people (orang), process (proses) dan costumer service (pelayanan pelanggan).
Wahab, S., Crampon, J., and Rothfield L. 1997. Pemasaran Pariwisata. Alih bahasa oleh Drs. Frans Gromang. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Dalam mengembangkan strategi bauran pemasaran di atas, mau tidak mau kita harus mempertimbangkan dampak setiap unsur bauran pemasaran terhadap segmen-segmen pasar yang dipilih. Setiap unsur bauran pemasaran di atas berinteraksi satu sama lain sehingga pengembangannya harus dapat saling mendukung dalam mencapai kemungkinan kecocokan yang terbaik antara lingkungan internal (penyedia jasa ekowisata) dengan lingkungan eksternal (konsumen jasa ekowisata).
Yazid. 2001. Pemasaran Jasa, Edisi Kedua. Penerbit Ekonisia, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Yoeti, H. O. A. 2000. Ecotourism, Pariwisata Berwawasan Lingkungan, dalam Drs H. Oka A. Yoeti (Eds). Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan, PT Pertja. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Ecotourism Statistical Fact Sheet. The International Ecotourism Society. North Bennington, USA. Anonim. 2002. Rakor Bidang Perekonomian Canangkan Ekowisata 2002. Harian KOMPAS, Rabu, 13 Pebruari. Jakarta. Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata, dalam Chafid Fandeli dan Mukhlison (Eds). Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. George, W.R. and Leonard L. B. 1981. Guidelines for the Advertising of Services. Business Horizons, Vol. 24 No. 4, Juli- Agustus, hal. 52- 56. Judd, V.C. 1987. Differentiate With the 5th P: People. Industrial Marketing Management, Vol 16, hal 241247. Kotler, P. 1999. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, jilid satu dan jilid dua, Edisi keenam. Alih bahasa oleh Drs Jaka Warsana, MSM. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lupiyoadi, R. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. McCarthy, Jerome E. 1981. Basic Marketing: A Manajerial Approach. Richard D. Irwin. Homewood. Parasuraman, A.,Valerie A. Z. and Leonard L. B. 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring Customer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing, Spring, hal. 12- 40. Payne, A. 2001. Services Marketing. Alih bahasa oleh Fandy Tjiptono. Penerbit Andi. Yogyakarta. Spillane, J.J. 2001. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Volume 4 Nomor 1 – 2, Pebruari 2003
31