BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Pengertian Pemasaran Dasar pemikiran pemasaran sebagaimana yang dikemukakan Kotler
(2010:174), dimulai dari kebutuhan dan keinginan manusia. Manusia membutuhkan makanan, udara, air, pakaian, dan tempat berlindung untuk bertahan hidup. Pandangan yang sempit dalam pengertian pemasaran menyebabkan banyak pengusaha atau dunia usaha masih berorientasi pada produksi atau berfikir dari segi produksi. Pemasaran yang lebih maju berorientasi pada strategi pasar, kualitas layanan, kepercayaan, nilai tambah, pengambilan keputusan, kepuasan dan loyalitas serta lainnya.
2.1.2
Pengertian Manajemen Pemasaran Pengertian pemasaran menurut peristilahan, berasal dari kata “pasar” yang
artinya tempat terjadinya pertemuan transaksi jualbeli atau tempat bertemu penjual dan pembeli. Kondisi dinamika masyarakat dan desakan ekonomi, dikenal istilah “pemasaran” yang berarti melakukan suatu aktivitas penjualan dan pembelian suatu produk, didasari oleh kepentingan atau keinginan untuk membeli dan menjual, (Kotler, 2010:157). Dasar pengertian ini yang melahirkan teori pemasaran yang dikemukakan oleh Kotler, dikenal sebagai teori pasar. Kotler;2010:159, memberikan batasan bahwa teori pasar memiliki dua dimensi yaitu dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Dimensi sosial yaitu terjadinya kegiatan transaksi atas dasar suka sama suka. Dimensi ekonomi yaitu terjadinya keuntungan dari kegiatan transaksi yang saling memberikan kepuasan.
2.1.3
Pengertian Jasa Banyak ahli pemasaran yang mengemukakan defenisi jasa, dimana masing-
masing mengemukakan dengan berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Defenisi jasa menurut Philip Kotler, 2010:486, jasa adalah suatu tindakan yang dapat menawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. 15
16 Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa melibatkan unsur tindakan, proses, dan unsur kerja dari suatu pihak yang ditawarkan pada pihak lain yang bersifat intangible (tidak berwujud) tidak dapat menimbulkan perubahan kepemilikan dimana jasa tersebut bisa terlepas dari produk fisik atau terikat dengan produk fisik.
2.1.4 Kualitas Pelayanan Jasa Menurut Kotler dalam Tjiptono (2005:121), kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa. Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa, pelanggan (dan bukan penyedia jasa) yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan. Jasa memiliki karakteristik variability, sehingga kinerjanya acapkali tidak konsisten. Hal ini menyebabkan pelanggan menggunakan isyarat atau petunjuk instrinsik dann isyarat ekstrinsik sebagai acuan atau pedoman dalam mengevaluasi kualitas jasa. Isyarat instrinsik berkaitan dengan output dan penyampaian sebuah jasa. Pelanggan akan mengandalkan isyarat semacam ini apabila berada di tempat pembelian atau jika isyarat instrinsik bersangkutan merupakan search quality dan memiliki nilai prediktif tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan isyarat ekstrinsik adalah unsur-unsur yang merupakan pelengkap bagi sebuah jasa. Isyarat ini dipergunakan dalam mengevaluasi jasa jika proses menilai ekstrinsik bersangkutan merupakan experience quality dan credence quality. Isyarat ekstrinsik juga dipergunakan sebagai indikator kualitas jasa manakala tidak tersedia informasi intrinsik yang memadai (Tjiptono, 2005, 121). Menurut Wycof yang dikutip oleh Tjiptono (2005: 59), berpendapat bahwa kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Goetsh dan Davish dikutip oleh Tjiptono (2005:51) bahwa kualitas jasa merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan. Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa adalah sesuatu yang dipahami sebagai nilai yang dapat memuaskan, memenuhi kebutuhan, dan harapan pelanggan
17 2.1.5
Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memlih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apayang mereka beli, mengapamereka membeli,kapan mereka membeli, di manamereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya.
2.1.6
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kosumen Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan
pribadi, dan psikologis, Kotler dan Keller (2009:166) sebagai berikut: 1. Faktor Budaya Budaya (culture), adalah determinan dasar keinginan dan perilaku seseorang. Kelas budaya, subbudaya, dan sosial sangat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. 2. Faktor Sosial Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian. 3. Faktor Pribadi, keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli; pekerjaan dan keadaan ekonomi; kepribadian dan konsep diri; serta gaya hidup dan nilai. 4. Faktor Psikologis, pilihan pembelian seseorang yang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis yang utama, yaitu motivasi, presepsi, belajar, serta kepercayaan dan sikap.
2.1.7
Teori Model UTAUT Dari penelitian sebelumnya Technology Acceptance Model atau yang biasa
dikenal dengan istilah TAM (Davis, 2000), telah menghasilkan sebuah metodologi user acceptance dari sebuah sistem informasi. Untuk meningkatkan tingkat kepercayaan, beberapa studi empiris pun telah dilakukan. Pada tahun 2000 Venkatesh dan Davis mengeluarkan metodologi tentang user acceptance selanjutnya
18 yang merupakan generasi selanjutnya dari TAM yakni TAM 2. Dan tahun 2003 Venkatesh, Morris dan beberapa peneliti lain mengeluarkan sebuah ide metodologi user acceptance yang lain yakni yang disebut dengan istilah UTAUT. UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology) merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini yang dikembangkan oleh Venkatesh, Morris dan beberapa peneliti lain. Metodologi UTAUT ini sebenarnya merupakan sintesis atau penggabungan dari elemen-elemen yang terdapat dalam 8 model penerimaan teknologi terkemuka lainnya dengan tujuan untuk memperoleh kesatuan pandangan mengenai user atau pengguna. Delapan model yang dijadikan sebagai acuan metodologi UTAUT adalah sebagai berikut : 1. Theory Reasoned Action (TRA) 2. Theory Acceptance Model (TAM) 3. Motivation Model (MM) 4. Theory of Planned Behaviour (TPB) 5. Combined TAM and TPB 6. Model of PC Utilization (MPTU) 7. Innovation Diffusion Theory (IDT) 8. Social Cognitive Theory (SCT) UTAUT terbukti lebih berhasil dibandingkan kedelapan teori yang lain dalam menjelaskan hingga 70 persen varian pengguna. Mereka menemukan empat konstruksi utama yang memainkan peran penting sebagai determinan langsung dari niat untuk berperilaku (behavioral intention) dan perilaku untuk menggunakan suatu teknologi (use behavior), yaitu: 1. Performance Expectancy Tingkat kepercayaan seorang individu pada sejauh mana penggunaan sistem akan menolong untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan kinerja di pekerjaannya. 2. Effort Expectancy Tingkat kemudahan terkait dengan penggunaan sistem. 3. Social Influence Tingkat dimana seorang individu merasa bahwa orang-orang yang penting baginya percaya sebaiknya untuk menggunakan sistem yang baru.
19 4. Facilitating Conditions Tingkat dimana seorang individu terhadap ketersediaan infrastruktur teknik dan organisasional (sumber daya) untuk mendukung penggunaan sistem. Variabel tambahan yang terdapat dalam model UTAUT adalah : 1. Gender : Peranan umur memiliki pengaruh psikologis yang cukup besar pada penggunaan sistem. 2. Age : Umur memiliki efek pada tingkah laku individu. 3. Experience : latihan perkenalan pada sistem dengan kemampuan yang dibutuhkan. 4. Voluntariness of Use : Penggunaan sistem dengan sendirinya atau tanpa perintah lagi. UTAUT adalah sebuah model berbasis teori yang dikembangkan oleh Vakantesh, et al, pada tahun 2003. Model ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan individu terhadap Teknologi Informasi (TI). UTAUT dikembangkan melalui pengkajian yang dilakukan terhadap delapan model atau teori penerimaan atau adopsi teknologi yang banyak digunakan dalam penelitian. Sistem Informasi sebelumnya. UTAUT memiliki empat kostruk utama yang
langsung
berpengaruh terhadap penerimaan pemakai dan perilaku pemakai. Keempat konstruk ini adalah (1) ekspektansi kinerja (performance expectancy), (2) ekspektansi usaha (effort expectancy), (3) pengaruh sosial (social influence), dan (4) kondisi-kondisi pemfasilitasi (facilitating conditions). Keterkaitan antara masing-masing variabel utama dan variable pendukung dalam UTAUT adalah seperti berikut :
20 Performance Expectancy Effort Expectancy
Behavioral Intention
Use Behavior
Social Influence
Facilitating Conditions Gender
Age
Experience
Voluntariness Of Use
Gambar 2.1 Konstruk UTAUT Sumber : Venkatesh et al (2003)
2.1.8 Perilaku Penggunaan (Internet Banking Usage) Perilaku penggunaan teknologi informasi (use behavior) didefinisikan sebagai intensitas dan atau frekuensi pemakai dalam menggunakan teknologi informasi. Use behavior dalam banyak penelitian empiris selalu digunakan sebagai variabel dependen. Perilaku penggunaan teknologi informasi sangat bergantung pada evaluasi pengguna dari sistem tersebut. Jadi, dengan kata lain, penggunaan sistem adalah indikator dari kesuksesan dan penerimaan teknologi informasi. Variabel perilaku penggunaan (Internet Banking Usage) menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan instrumen dari Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), yang terdiri dari pengukuran (1) minat penggunaan serta (2) perilaku penggunaan.
2.1.9 Minat Pemanfaatan (Behaviourals Intention) Minat
pemanfaatan
teknologi
informasi
(Behaviourals
intention)
didefinisikan sebagai tingkat keinginan atau niat pemakai menggunakan teknologi informasi secara terus menerus dengan asumsi bahwa mereka mempunyai akses terhadap informasi. Minat pemanfaatan (Behaviourals intention) adalah seberapa besar keinginan seseorang dalam mengupayakan penggunaan teknologi informasi dalam suatu lingkungan untuk mendukung kinerjanya.
21 Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), mengemukakan bahwa adanya manfaat yang dirasakan oleh pemakai teknologi informasi akan meningkatkan minat mereka untuk menggunakan teknologi informasi. Variabel minat pemanfaatan (Behaviourals
intention) menggunakan data
primer yang berasal dari kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan instrumen dari Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), agar dapat diukur, variabel minat pemanfaatan (Behaviourals intention) dinilai dengan menggunakan skala likert 5 poin (5-point likert scale). Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) hingga sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.
2.1.10 Ekspektasi Kinerja (Performance Expectancy) Ekspektasi kinerja (performance expectancy) adalah suatu tingkat dimana seseorang mempercayai dengan menggunakan teknologi informasi tersebut akan membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungan-keuntungan kinerja pada pekerjaan (Venkatesh, et al., 2003). Dalam konsep ini terdapat gabungan variabelvariabel yang diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi, yaitu sebagai berikut ini: 1. Persepsi Terhadap Kegunaan (perceived usefulness) Menurut Venkatesh, et al. (2003), persepsi terhadap kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanaya. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitan Davis (1989) dan Davis, et al. (1989). 2. Motivasi Ekstrinsik (extrinsic motivation) Menurut Venkatesh, et al. (2003), motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) didefinisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan suatu aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil bernilai yang berbeda dari aktivitas itu sendiri, semacam kinerja pekerjaan, pembayaran, dan promosi-promosi. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Davis, et al. (1992) 3. Kesesuaian Pekerjaan (job fit) Menurut Venkatesh, et al. (2003), kesesuaian pekerjaan (job fit) didefinisikan bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu sistem
22 meningkatkan kinerja pekerjaan individual. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Davis, et al. (1992). 4. Keuntungan Relatif (relative advantage) Menurut Venkatesh, et al. (2003), keuntungan relatif (relative advantage) didefinisikan sebagai seberapa jauh menggunakan sesuatu inovasi yang dipersepsikan akan lebih baik dibandingkan menggunakan pendahulunya. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Moore dan Benbasat (1991). 5. Ekspektasi-ekspektasi Hasil (outcome expectations) Menurut Venkatesh, et al. (2003), ekspektasi-ekspektasi hasil (outcome expectations)
berhubungan
dengan
konsekuensi-konsekuensi
dari
perilaku. Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam ekspektasi-ekspektasi kinerja (performance expectations) dan ekspektasiekspektasi personal (personal expectations). Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Compeau dan Higgins (2010) dan Compeau, et al. (2010). Davis, F.D. (2010) mendefinisikan kemanfaatan (usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang mempercayai dan merasakan dengan menggunakan suatu teknologi informasi akan sangat berguna dan dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja. Variabel ekspektasi kinerja (performance expectancy) menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan instrumen dari Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), agar dapat diukur, variabel ekspektasi kinerja (performance expectancy) dinilai dengan menggunakan skala likert 5 poin (5-point likert scale). Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) hingga sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.
2.1.11 Ekspektasi Usaha (Effort Expectancy) Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan penggunaan teknologi informasi yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Dalam penelitian ini, ekspektasi
23 usaha (effort expectancy) memudahkan pengguna dalam mengadapi kompleksitas dari sebuah teknologi informasi. Davis, et al. (2010) mengidentifikasikan bahwa kemudahan pemakaian mempunyai pengaruh terhadap penggunaan teknologi informasi. Venkatesh dan Davis (2010) mengatakan bahwa Kemudahan penggunaan teknologi informasi akan menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan dan
karenanya
menimbulkan
rasa
yang
nyaman
bila
bekerja
dengan
menggunakannya. Kompleksitas yang dapat membentuk konstruk ekspektasi usaha didefinisikan oleh Rogers dan Shoemaker dalam Venkatesh, et al. (2003) adalah tingkat dimana inovasi dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk diartikan dan digunakan oleh individu. Thompson, et al. (2009) menemukan adanya hubungan yang negatif antara kompleksitas dan pemanfaatan teknologi informasi. Davis (2010) memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan teknologi informasi, yaitu: TI sangat mudah dipahami, TI mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh penggunanya, keterampilan pengguna akan bertambah dengan menggunakan TI, dan TI tersebut sangat mudah untuk dioperasikan. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, pengguna teknologi informasi mempercayai bahwa teknologi informasi yang lebih fleksibel, mudah dipahami dan mudah dalam hal pengoperasiannya akan menimbulkan minat dalam menggunakan teknologi informasi tersebut dan seterusnya akan menggunakan teknologi informasi tersebut. Variabel ekspektasi usaha (effort expectancy) menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan instrumen dari Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), agar dapat diukur, variabel ekspektasi usaha (effort expectancy) dinilai dengan menggunakan skala likert 5 poin (5-point likert scale). Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) hingga sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.
2.1.12 Faktor Sosial (Social Influence) Faktor sosial (social influence) diartikan sebagai tingkat dimana seorang individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia harus menggunakan sistem baru. Faktor sosial (social influence) bertujuan memberikan pengaruh kepada seseorang untuk menggunakan teknologi informasi dalam
24 mendukung kinerjanya. Faktor sosial ditunjukkan dari besarnya dukungan rekan kerja, atasan, dan organisasi. Menurut Triandis (2003) dalam Tjhai (2003) faktor sosial memiliki hubungan positif dengan pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini menunjukkan bahwa individu akan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi jika mendapat dukungan dari individu lainnya. Pengaruh sosial merupakan faktor penentu terhadap tujuan perilaku dalam menggunakan teknologi informasi yang direpresentasikan sebagai norma subyektif dalam TRA, TAM, TPB, faktor sosial dalam MPCU, serta citra dalam teori difusi inovasi (IDT). (Venkatesh, et al., 2003). Moore dan Benbasat (2010) menyatakan bahwa
pada
lingkungan
tertentu,
penggunaan
teknologi
informasi
akan
meningkatkan status (image) seseorang di dalam sistem sosial. Menurut Venkatesh dan Davis (2010), pengaruh sosial mempunyai dampak pada perilaku individual melalui tiga mekanisme yaitu ketaatan (compliance), internalisasi (internalization), dan identifikasi (identification). Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengaruh yang diberikan sebuah lingkungan terhadap calon pengguna teknologi informasi untuk menggunakan suatu teknologi informasi yang baru maka semakin besar minat yang timbul dari personal calon pengguna tersebut dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Variabel faktor sosial (social influence) menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan instrumen dari Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), agar dapat diukur, variabel faktor sosial (social influence) dinilai dengan menggunakan skala likert 5 poin (5-point likert scale). Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) hingga sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.
2.1.13 Kondisi Yang Memfasilitasi (Facilitating Conditions) Kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) dalam penggunaan teknologi informasi adalah tingkat dimana seseorang percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk mendukung penggunaan sistem. Triandis (2003) mendefinisikan kondisi yang memfasilitasi sebagai “faktor-faktor obyektif” yang dapat mempermudah melakukan suatu tindakan. Variabel kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
25 ini akan diukur dengan menggunakan instrumen dari Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), agar dapat diukur, variabel kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) dinilai dengan menggunakan skala likert 5 poin (5-point likert scale). Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) hingga sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.
2.2
Kerangka Pemikiran Fenomena perbankan yang ada sekarang ini adalah maraknya penggunaan
internet sebagai salah satu channel jasa perbankan. Salah satu aplikasi penggunaan internet pada layanan perbankan adalah internet banking. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah tentang analisis pengembangan teknologi informasi dengan yang diterapkan oleh Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015). Gambar 2.1 menyajikan kerangka pemikiran teoritis untuk pengembangan hipotesis pada penelitian ini. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen, yaitu perilaku penggunaan (use behavior/internet banking usage) dan minat pemanfaatan (behavioral intention). Sedangkan variabel independen, yaitu ekspektasi kinerja (performance expectancy), ekspektasi usaha (effort expectancy), pengaruh sosial (social influences), dan kondisi yang memfasilitasi (facilitating condition). Hubungan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah jika seseorang mempercayai dan merasakan bahwa dengan menggunakan teknologi informasi dapat memberikan manfaat terhadap pekerjaan dan menjadikan kinerjanya meningkat, maka minat pemanfaatan teknologi, yakni internet banking, akan semakin meningkat dan perilaku penggunaan teknologi menjadi lebih baik.
26
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti (2016)
2.3
Pengembangan Hipotesa Pengaruh Ekspektasi Kinerja (Performance Expectancy) terhadap Minat Pemanfaatan (Behavioral Intention) Ekspektasi kinerja (performance expectancy) didefinisikan sebagai tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan sistem akan membantu dalam
meningkatkan kinerjanya. Konsep ini
menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan perceived usefulness, motivasi ekstrinsik, job fit, keuntungan relatif (relative advantage) (Venkatesh, et al., 2010). Minat pemanfaatan teknologi informasi (behavioral intention) didefinisikan sebagai tingkat keinginan atau niat pemakai menggunakan sistem secara terus menerus dengan asumsi bahwa mereka mempunyai akses terhadap informasi. Dengan melihat kegunaan, motivasi, dan keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan teknologi informasi, maka timbul minat pemanfaatan akan teknologi informasi oleh pengguna untuk meningkatkan kinerja mereka. Penelitian yang dilakukan Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), menyatakan bahwa kosntruk ekspektasi kinerja merupakan prediktor yang kuat dari minat pemanfaatan teknologi informasi.
27 Pengaruh Ekspektasi Usaha (Effort Expectancy) terhadap Minat Pemanfaatan (Behavioral Intention) Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan penggunaan sistem yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Variabel tersebut diformulasikan berdasarkan 3 konstruk pada model atau teori sebelumnya yaitu persepsi kemudahaan penggunaan (perceived easy of use-PEOU) dari model TAM, kompleksitas dari model of PC utilization (MPCU), dan kemudahan penggunaan dari teori difusi inovasi (IDT) (Venkatesh, et al., 2010). Kemudahan penggunaan teknologi informasi akan menimbulkan perasaan minat dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan dan karenanya
menimbulkan
rasa
yang
nyaman
bila
bekerja
dengan
menggunakannya (Venkatesh dan Davis 2010). Penelitian yang dilakukan Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), menyebutkan bahwa ekspektasi usaha berpengaruh signifikan positif terhadap minat pemanfaatan meskipun dengan pengalaman yang terbatas.
Pengaruh Faktor Sosial (Social influences) terhadap Minat Pemanfaatan (Behavioral Intention) Faktor sosial diartikan sebagai tingkat dimana seorang individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia harus menggunakan sistem baru. Faktor sosial ditunjukkan dari besarnya dukungan rekan kerja, atasan, dan organisasi. Menurut Triandis (2003) dalam Tjhai (2003), faktor sosial memiliki hubungan positif dengan pemanfaatan teknologi
informasi.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
individu
akan
meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi jika mendapat dukungan dari individu lainnya. Thompson, et al. (2009) dan Diana (2011) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara faktor-faktor sosial pemakai sistem, dimana faktor-faktor sosial ditunjukkan dari besarnya dukungan teman sekerja, manajer senior, pimpinan dan organisasi. Sedangkan Davis, et al. (2010) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara norma-norma sosial terhadap pemanfaatan teknologi informasi.
28 Penelitian yang dilakukan Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), menyatakan hubungan signifikan positif faktor sosial terhadap minat pemanfaatan teknologi informasi dan bukti empiris yang mendukung lainnya.
Pengaruh Kondisi yang Memfasilitasi (Facilitating Conditions) Terhadap Minat Pemanfaatan (Behaviourals Intention) Kondisi yang memfasilitasi penggunaan teknologi informasi adalah tingkat dimana seseorang percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk mendukung penggunaan sistem. Triandis (2003) mendefinisikan kondisi yang memfasilitasi sebagai “faktor-faktor obyektif” yang dapat mempermudah melakukan suatu tindakan. Kemudahan akan melakukan tindakan apabila didukung oleh minat untuk memanfaatkan suatu teknologi informasi akan menghasilkan perilaku penggunaan yang dapat mendukung kinerja menjadi lebih baik. Penelitian yang dilakukan Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh pada perilaku penggunaan teknologi informasi pada pengguna.
Pengaruh Minat Pemanfaatan (Behavioral Intention) Terhadap Perilaku Penggunaan (Internet Banking Usage) Perilaku penggunaan teknologi informasi (use behavior) didefinisikan sebagai intensitas dan atau frekuensi pemakai dalam menggunakan teknologi informasi. Triandis (2003) mengemukakan bahwa perilaku seseorang merupakan ekspresi dari keinginan atau minat seseorang (intention), dimana keinginan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, perasaan (affect), dan konsekuensi-konsekuensi yang dirasakan (perceived consequences). Perilaku penggunaan teknologi informasi sangat bergantung pada evaluasi pengguna dari sistem tersebut. Jadi, dengan kata lain, penggunaan sistem adalah indikator dari penilaian kinerja terhadap pemanfaatan dan penerimaan sebuah teknologi informasi. Sebuah teknologi informasi itu baik atau buruk sangat tergantung pada apa yang dirasakan oleh pengguna setelah menggunakan teknologi informasi tersebut.
29 Penelitian yang dilakukan Kholoud Al-Qeisi dan Ahmed Hegazy (2015), menyatakan bahwa terdapat adanya hubungan langsung dan signifikan
antara
minat
pemanfaatan
penggunaan teknologi informasi.
teknologi
informasi
terhadap