BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber data Data proyek yang akan dikerjakan untuk analisis didapatkan dari survey buku berisi cerita biografi R.A Kartini di berbagai toko buku di Jakarta, perpustakaan, serta pencarian informasi dari internet. Berikut adalah data-data yang berhasil penulis kumpulkan. 1. Riset perpustakaan Judul
: R.A Kartini
Penyusun
: Tim Bee Media Indonesia
Penerbit
: Tim Bee Media Indonesia
Tahun
: 2008
Judul
: Door Duiternis Tot Licht
Penyusun
: Penerbit NARASI (Anggota IKAPI)
Penerbit
: Penerbit NARASI (Anggota IKAPI)
Tahun
: 2011
2.
Alamat referensi internet di website : http://montase.blogspot.com/2008/05/sejarah-film-dokumenter.html http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html http://id.wikipedia.org http://prijadji.multiply.com http://www.jeparakab.go.id/ http://pallawamaya.blogspot.com/2009/02/sejarah-pendidikan-di-nusantara.html
3
4
https://smallidea.wordpress.com/tag/rosa-abendanon-mandri/ http://anjungantmii.com/ http://jasaukirjepara.wordpress.com/2011/10/03/ragam-hias-jepara/ 2.2 Perjalanan Film Dokumenter Film dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi “dokumenter” sendiri selalu berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke masa. Sejak era film bisu, film dokumenter berkembang dari bentuk yang sederhana menjadi semakin kompleks dengan jenis dan fungsi yang semakin bervariasi. Inovasi teknologi kamera dan suara memiliki peran penting bagi perkembangan film dokumenter. Sejak awalnya film dokumenter hanya mengacu pada produksi yang menggunakan format film (seluloid) namun selanjutnya berkembang hingga kini menggunakan format video (digital). Berikut adalah ulasan singkat mengenai perkembangan sejarah film dokumenter dari masa ke masa.
a.
Era Film Bisu
Sejak awal ditemukannya sinema, para pembuat film di Amerika dan Perancis telah mencoba mendokumentasikan apa saja yang ada di sekeliling mereka dengan alat hasil temuan mereka. Merekam peristiwa sehari-hari yang terjadi di sekitar mereka, seperti para buruh yang meninggalkan pabrik, kereta api yang masuk stasiun, buruh bangunan yang bekerja, dan lain sebagainya. Bentuknya masih sangat sederhana (hanya satu shot) dan durasinya pun hanya beberapa detik saja. Film-film ini lebih sering diistilahkan “actuality films”. Beberapa dekade kemudian sejalan dengan penyempurnaan teknologi kamera berkembang menjadi film dokumentasi perjalanan atau ekspedisi, seperti South (1919) yang mengisahkan kegagalan sebuah ekspedisi ke Antartika.
5
Gambar 2.2.1 : film Nanook of the North
Tonggak awal munculnya film dokumenter secara resmi yang banyak diakui oleh sejarawan adalah film Nanook of the North (1922) karya Robert Flaherty (seperti pada gambar). Filmnya menggambarkan kehidupan seorang Eskimo bernama Nanook di wilayah Kutub Utara. Flaherty menghabiskan waktu hingga enam belas bulan lamanya untuk merekam aktifitas keseharian Nanook beserta istri dan putranya, seperti berburu, makan, tidur, dan sebagainya. Oleh karena peran pentingnya bagi awal perkembangan film dokumenter, para sejarawan sering kali menobatkan Flaherty sebagai “Bapak Film Dokumenter”.
b. Era Menjelang dan Masa Perang Dunia
Gambar 2.2.2 : film olympia (1936)
Film dokumenter berkembang semakin kompleks di era 30-an. Munculnya teknologi suara juga semakin memantapkan bentuk film dokumenter dengan teknik narasi dan iringan ilustrasi musik. Pemerintah, institusi, serta perusahaan besar mulai mendukung produksi film-film dokumenter untuk kepentingan yang beragam. Salah satu film yang paling berpengaruh adalah Triump of the Will (1934) karya wanita Leni Riefenstahl, yang digunakan sebagai alat propaganda Nazi. Untuk kepentingan yang sama, Riefenstahl juga memproduksi film dokumenter penting lainnya, yakni Olympia (1936) yang berisi dokumentasi even Olimpiade di Berlin. Melalui teknik editing dan kamera yang tepat, atlitatlit Jerman sebagai simbol bangsa Aria diperlihatkan lebih superior daripada atlit-atlit negara lain.
6
Gambar 2.2.3 : film Why We Fight (1942-1945) Perang Dunia Kedua mengubah status film dokumenter ke tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah Amerika bahkan meminta bantuan industri film Hollywood untuk memproduksi film-film (propaganda) yang mendukung perang. Film-film dokumenter menjadi semakin populer di masyarakat. Sebelum televisi muncul, publik dapat menyaksikan kejadian dan peristiwa di medan perang melalui film dokumenter serta cuplikan berita pendek yang diputar secara reguler di teater-teater. Beberapa sineas papan atas Hollywood, seperti Frank Capra, John Ford, William Wyler, dan John Huston diminta oleh pihak militer untuk memproduksi film-film dokumenter Perang. Capra misalnya, memproduksi tujuh seri film dokumenter panjang bertajuk, Why We Fight (1942-1945) yang dianggap sebagai seri film dokumenter propaganda terbaik yang pernah ada. Capra bahkan bekerja sama dengan studio Disney untuk membuat beberapa sekuen animasinya. Sementara John Ford melalui The Battle of Midway (1942) dan William Wyler melalui Memphis Belle (1944) keduanya juga sukses meraih piala Oscar untuk film dokumenter terbaik.
c.
Era Pasca Perang Dunia Pada era setelah pasca Perang Dunia Kedua, perkembangan film dokumenter
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Film dokumenter makin jarang diputar di teater-teater dan pihak studio pun mulai menghentikan produksinya. Semakin populernya televisi menjadikan pasar baru bagi film dokumenter. Para dokumenter senior, seperti Flaherty, Vertov, serta Grierson sudah tidak lagi produktif seperti pada masanya dulu. Filmfilm baru mulai bermunculan dan didukung oleh kondisi dunia yang kini aman dan damai makin memudahkan film-film mereka dikenal dunia internasional. Satu tendensi yang terlihat adalah film-film dokumenter makin personal dan dengan teknologi kamera yang semakin canggih membantu mereka melakukan berbagai inovasi teknik. Tema dokumenter
7
pun makin meluas dan lebih khusus, seperti observasi sosial, ekspedisi dan eksplorasi, liputan even penting, etnografi, seni dan budaya, dan lain sebagainya.
d.
Direct Cinema Pada akhir 50-an hingga pertengahan 60-an perkembangan film dokumenter mengalami
perubahan besar. Dalam produksinya mulai menggunakan kamera yang lebih ringan dan mobil, jumlah kru yang sedikit, serta penolakan terhadap konsep naskah dan struktur tradisional. Mereka lebih spontan dalam merekam gambar (tanpa diatur), minim penggunaan narasi dengan membiarkan obyeknya berbicara untuk mereka sendiri (interview). Pendekatan ini dikenal dengan banyak istilah, seperti “candid” cinema, “uncontrolled” cinema, hingga cinéma vérité (di Perancis), namun secara umum dikenal dengan istilah Direct Cinema. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya hal ini, yakni gerakan Neorealisme Italia yang menyajikan keseharian yang realistik, inovasi teknologi kamera 16mm yang lebih kecil dan ringan, inovasi perekam suara portable, serta pengisi acara televisi yang popularitasnya semakin tinggi. Pendekatan Direct Cinema terutama banyak digunakan animator asal Amerika, Kanada, dan Perancis.
Sejak pertengahan 60-an, pengembangan teknologi kamera 16mm dan 35 mm yang semakin canggih serta ringan makin menambah fleksibilitas para pengusung Direct Cinema. Sejak awal 60-an, hampir semua dokumenter telah menggunakan teknik kamera handheld untuk merekam segala peristiwa.
8
2.3 Data Biografi R.A Kartini 2.3.1 Data Lengkap Biografi R.A Kartini
Gambar 2.3.1.1 Raden Adjeng Kartini Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya
9
adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari suratsuratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Gambar 2.3.1.2 R.A Kartini bersama dengan suaminya Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat (seperti pada gambar), yang sudah pernah memiliki tiga
10
istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, R.M. Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Gambar 2.3.1.3 Sekolah Kartini Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini".
11
2.3.2 Sinopsis Cerita Dari sekian banyak data cerita lengkap yang ada, semuanya memiliki gambaran cerita yang sama. Berikut adalah sinopsisnya. Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya. Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca dan timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda. Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya. Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang.
12
2.4 Data Umum Berkenaan dengan Jepara
Gambar 2.4.1 buku Suma oriental Salah satu catatan sejarah yang tertulis tentang Jepara, ditulis Tome Pires dalam bukunya yang sangat terkenal, Suma Oriental (seperti pada gambar) yang berisi tentang catatan perjalanannya di pantai utara pulau Jawa antara bulan November 1513 - bulan Januari 1515. Dalam catatan Tome Pires -yang banyak digunakan oleh para ahli untuk menulis buku-buku sejarah- disebutkan, pada tahun 1470 Jepara merupakan kota pantai yang baru dihuni oleh 90 - 100 orang serta dipimpin oleh Aryo Timur. Dengan ketekunan, keuletan, ketabahan, dan kegigihannya, Aryo Timur berhasil mengembangkan kota pantai kecil yang dikelilingi benteng berupa kayu dan bambu ini, menjadi sebuah bandar yang cukup besar. Bahkan ia juga berhasil memperluas kekuasaannya sampai ke Bengkulu dan Tanjung Pura, sekalipun Jepara masih berada di bawah kekuasaan Demak.
Gambar 2.4.2 logo dan peta Jepara Kemudian, pada tahun 1507 Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus yang pada waktu itu masih berusia tujuh belas tahun. Sebagai penguasa yang masih
13
relatif muda, Pati Unus dikenal sangat dinamis. Ia bukan saja berhasil mengembangkan armada perang, tetapi ia mampu meneruskan perjuangan ayahandanya di bidang ekonomi, menjadikan Jepara sebagai bandar perdagangan. Jepara menjadi salah satu pusat perdagangan di pesisir utara pulau Jawa. Belum genap lima tahun memimpin Jepara, Pati Unus telah menggabungkan armada perang dengan armada perang dari Palembang, untuk menyerang kolonialisme Portugis yang bercokol di Malaka karena dipandang mengancam eksistensi Jepara. Armada Pati Unus yang terdiri dari 100 buah kapal -yang paling kecil beratnya 200 ton- ini sampai di Malaka tanggal 1 Januari 1513. Sayang, penyerangan ini gagal. Dari 100 buah perahu yang dikirim ke Malaka, hanya 8 buah yang dapat kembali ke Jepara. Kegagalan ini menurut penulis Portugis, Joan de Baros dalam bukunya “Kronik Raja D. Manoel, Pati Unus” membuat Pati Unus sangat berduka dan kecewa, sehingga ia memerintahkan kapal terbesar yang dapat kembali ke Jepara, untuk diabadikan sebagai monumen perang di pantai Jepara . Pati Unus kemudian digantikan oleh ipar Falatehan, yang namanya tidak tercatat dalam sejarah. Ia berkuasa tahun 1521 hingga tahun 1536. Dalam pemerintahannya, Jepara ikut membantu Falatehan dalam merebut Banten dan Sunda Kelapa, termasuk mengusir bangsa Portugis dari Sunda Kelapa tahun 1527. Kemudian oleh Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada menantunya yang bernama Pangeran Hadiri pada tahun 1536. Suami Retno Kencono ini akhirnya dibunuh oleh Ario Penangsang, sebagai akibat dari perebutan kekuasaan di kerajaan Demak. Kematian Pangeran Hadiri membuat Retno Kencana sangat berduka sehingga ia bertapa di bukit Danaraja. Ia berjanji, tidak akan berhenti bertapa sebelum pembunuh suaminya tewas. Harapan Retno Kencana ini akhirnya terwujud setelah Ario Penangsang dibunuh oleh Sutowijoyo dengan tombak Kyai Plared. Retno Kencana kemudian turun dari pertapaannya dan dilantik sebagai penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatan ini berlangsung dengan Surya Sengkolo Trus Karya Tataning Bumi yang diduga dilakukan tanggal 12 Rabiul Awal atau tanggal 10 April 1549. Berkat kepemimpinan Ratu Kalinyamat, dalam waktu singkat Jepara telah berkembang bukan saja sebagai Bandar terbesar di pesisir utara pulau Jawa, tetapi juga memiliki armada perang yang sangat kuat. Oleh penulis Portugis, Diego De Conto, Ratu
14
Kalinyamat digambarkan sebagai “Rainha de Jepara senhora pederose e rica,” yakni Ratu Jepara, seorang wanita yang sangat berkuasa. Ratu Kalinyamat yang berkuasa selama 30 tahun lebih, disamping pernah menyerang Malaka yang waktu itu dikuasai oleh kolonialisme Portugis sebanyak dua kali, juga telah terbukti berhasil membawa Jepara ke puncak kerjayaannya. Jepara berkembang menjadi bandar perdagangan terbesar di pesisir pulau Jawa. Pada era ini, kerajinan ukir mulai berkembang di Jepara. Salah satu bukti yang tak terelakkan adalah adanya ornamen di masjid Mantingan, di mana Pangeran Hadiri dimakamkan. Masjid yang dibangun pada pemerintahan Ratu Kalinyamat ini, panel-panel di dindingnya dihiasi dengan relief-relief berbentuk garis kurawal. Sedangkan motif hiasan yang dipilih dan dan terukir di sana berupa tumbuh-tumbuhan, bunga teratai dan hewan, gunung-gunungan, pertamanan, dan aroma kelelawar. Ratu Kalinyamat kemudian digantikan oleh anak angkatnya yang bernama Pangeran Jepara yang berkuasa dari tahun 1549 sampai tahun 1599, saat mana ia harus mengakhiri kekuasaannya karena diserbu oleh Panembahan Senopati dari Mataram. Setelah era kerajaan Jepara runtuh, diperkirakan terjadi kekosongan penguasa, sehingga sampai tahun 1616 tidak tercatat sejarah siapa yang memimpin Jepara. Baru pada tahun tersebut, Jepara tercatat dipimpin oleh Kyai Demang Laksamana yang kemudian digantikan berurut-urut oleh Kyai Wirasetia, Kyai Patra Manggala, Kyai Wiradika, Ngabehi Wangsadipa, Kyai Reksa Manggala, Kyai Waradika, Ngabehi Wangsadipa (jabatan kedua), Ngabehi Wiradika, Wira Atmaka, Kyai Ngabehi Wangsadipa, Tumenggung Martapura, Temenggung Sujanapura, Adipati Citro Sumo I, Citro Sumo II, dan Adipati Citro Sumo ke III yang sekaligus menutup sejarah era kerajaan Mataram di Jepara dan masuk pada era kekuasaan Belanda . Namun pada masa transisi ini, Belanda masih tetap memakai Adipati Citro Sumo III yang kemudian digantikan oleh Citro sumo IV, Citro Sumo V, dan Adipati Citro Sumo VI. Setelah Adipati Citro Sumo VI, Jepara kemudian dipimpin oleh Temenggung Cendol. Namun jabatan ini tidak lama, karena Setelah Adipati Citro Sumo VI kembali dari tuban tahun 1838, ia mendapatkan kepercayaan untuk menjabat sebagai Bupati Jepara yang kemudian di lanjutkan oleh Adipati Citro Sumo VII. Pada tanggal 22 Desember 1857, ia
15
digantikan oleh iparnya yang bernama Raden Tumenggung Citro Wikromo, yang kemudian berturut-turut di gantikan oleh K.R.M.A.A. Sosroningrat, R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, dan Sukahar, sekaligus mengakhiri era kekuasaan Belanda dan masuk pada era pemerintahan militer Jepang. Pada awal kekuasan Jepang, Bupati Jepara dipercayakan pada R.A.A. Soemitro Oetoyo yang menjabat hingga awal kemerdekaan, yaitu hingga bulan Desember 1949. A. KOTA INDUSTRI Jepara yang letaknya kurang strategis, karena tidak berada pada jalur lintas utama ekonomi, membuat kesan agak “tersingkur” letaknya. Oleh karena itu agar daerah ini tidak tertinggal dengan daerah lain maka Jepara harus memiliki “petingan” atau keunggulan komparatif yang memiliki nilai kompetitif tinggi dan dibangun di atas potensi yang dimilikinya. Dari karakteristrik daerah, maka potensi yang ada di samping pertanian dan pariwisata adalah potensi industri kecil. Pertanian memang terus di kembangkan sebagai potensi baku guna menjaga dan mengamankan swasembada pangan. Namun pembangunan pertanian juga disertai kesadaran penuh, bahwa suatu saat lahan pertanian yang semakin sempit akan mencapai titik jenuh, walaupun dilakukan usaha deversifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, dan intensifikasi . Apalagi pemilik lahan pertanian hanya rata-rata 0,3 hektare, sehingga perlu didukung pengembangan bidang industri agar pertumbuhan ekonomi masarakat dapat tetap dipertahankan. Untuk itu dipilih industri yang mengakar kuat pada struktur ekonomi msyarakat Jepara, yaitu industri kecil. Oleh karena itu sejak tahun 1991 dilakukan pengembangan program industri pedesaan, pengembangan wira usaha, program industri subkontrakting yang beriontasi ekspor, program pengembangan limbah industri, sistem pendukung, penerapan teknik produksi dan teknologi serta program pengembangan industri rumah tangga, industri kecil, dan menengah. Program tersebut bertujuan untuk mendorong kemandirian pengusaha industri kecil di sentra-sentra binaan dan pengentasan kemiskinan dengan penyediyaan lapangan kerja dalam sektor industri kecil . disamping itu bertujuan pula untuk meningkatkan daya saing dan
16
mendorong daya kreasi, motivasi kalangan industri serta meningkatkan kemampuan unit-unit pelayanan teknis ukir kayu, peningkatan promosi, dan informasi produk. 2.5 Data Umum Berkenaan dengan Keluarga R.A Kartini 2.5.1 Raden Mas Adipati Sosroningrat (Ayah R.A Kartini)
Gambar 2.5.1.1 Raden Mas Adipati Sosroningrat Kabupaten Jepara secara silih berganti diperintah oleh seorang bupati sebagai kepala pemerintahannya. Salah seorang dari para bupati yang memerintah daerah Jepara itu, ada yang bernama Raden Mas Adipati Sosroningrat. Ia adalah ayah dari Raden Ajeng Kartini. Raden Mas Adipati Sosroningrat adalah Bupati Jepara yang berpandangan maju dan berpendidikan. Ia sangat memperhatikan pendidikan putera-puterinya. Putera-puterinya semua disekolahkan. Bahkan ada puteranya yang dikirim ke Belanda untuk belajar di sana, yaitu RM. Sosrokartono. Bagi puteri-puterinya hanya diberikan pendidikan sampai di sekolah rendah. RM. Adipati Sosroningrat sangat memperhatikan keadaan rakyatnya. Lebih-lebih di dalam lingkungan keluarganya sendiri, Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat menunjukkan kasih sayang yang luar biasa. Terhadap putera-puterinya ia amat menyayangi dan selalu memperhatikan keadaannya. Sebelum menjabat sebagai Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Sosroningrat menjadi asisten wedono di Mayong. Mayong adalah sebuah kota kecamatan dan termasuk Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Saat itu Mayong merupakan kota “kawedanan”. Pada waktu menjadi asisten wedono, ia tinggal di rumah Kawedanan Mayong. Kemudian ia menikah dengan seorang putri yang berasal dari Teluk Awur Jepara. Puteri tersebut adalah anak Kiai
17
Modirono dan Nyai Haji Siti Aminah. Puteri itu bernama Ngasirah. Pada waktu itu Ngasirah masih berumur 14 tahun. 2.5.2 Pangeran Ario Tjondronegoro (Kakek R.A Kartini) Pangeran Ario Tjondronegoro merupakan bupati pertama yang memberikan pendidikan kepada putra-putranya dengan jalan mendatangkan seorang guru ke rumah bagi mereka. Waktu itu Bahasa Belanda merupakan satu-satunya bahasa ilmu pengetahuan, karena itu tinggi rendahnya pengetahuan seseorang dapat diukur dari tinggi rendahnya pengetahuannya tentang bahasa Belanda. Pada tahun 1902 di seluruh Jawa dan Madura hanya ada 4 orang Bupati yang pandai menulis dan berbicara Belanda ; P.A Achmad Djajadiningrat (Bupati Serang), R.M. Tumenggung Kusumo Utoyo (Bupati Ngawi), Pangeran Ario Hadiningrat (Bupati Demak, paman R.A Kartini), dan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Bupati Jepara, ayah R.A Kartini). Sedang di Cirebon ada beberapa orang Bupati yang sedikit-sedikit saja mendapat didikan (Toer, 2003) 2.5.3 Rosa Abendanon (Sahabat R.A Kartini) Beliau adalah wanita Belanda kawan pena dari R.A. Kartini, yang pada akhirnya menjadi istri dari J. H. Abendanon Menteri Kebudayaan, agama, dan industri di Hindia Belanda. J.H. Abendanon sendiri adalah sosok dibalik diterbitkannya kumpulan surat- surat R.A. Kartini yang sebagian besar kepada istrinya menjadi sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht (diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya dan Armijn Pane menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang). Rosa adalah pihak yang dipercaya memiliki pengaruh besar kepada R.A. Kartini atas pandangannya terhadap emansipasi wanita di Jawa waktu itu. 2.6 Data Umum Berkenaan dengan Jawa Tengah Nama Jawa Tengah, sebuah propinsi terbentuk sejak jaman Hindia Belanda. Tercatat hingga tahun 1905, Jawa Tengah terbagi atas 5 wilayah atau sering disebut gewesten antara lain Semarang, Kedu, Banyumas, Pekalongan dan Rembang. Sedangkan Kota Surakarta (Solo) pada masa itu masih merupakan daerah Swapraja Kerajaan (vorstendland) yang berdiri sendiri dan memiliki hak istimewa kerajaan berdasarkan Perjanjian Giyanti pada
18
tahun 13 Februari 1775 dan Perjanjian Salatiga pada tahun 17 Maret 1757 dimana terjadi konflik di antara Kerajaan Mataram. Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi di Indonesia dengan Semarang sebagai ibukota propinsi. Wilayah propinsi Jawa Tengah seluas 32.533 Km2 atau hampir sebesar 25% dari luas Pulau Jawa. Sesuai dengan namanya, letak Jawa Tengah adalah di tengah dari Pulau Jawa. a. Letak Geografis Jawa Tengah terletak di 5o40' dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108o30' dan 111o30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Dimana secara umum, letak Jawa Tengah diapit oleh dua propinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari sebelah utara, Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah timur berbatasan dengan Jawa Timur, disebelah barat berbatasan dengan Jawa Barat dan disebelah selatan berbatasan dengan Daerah Istimewa Jogjakarta dan Samudera Hindia. b. Keadaan Sosial Masyarakat Jawa Tengah merupakan salah satu potret masyarakat yang masih menganut adat istiadat yang kental. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari selain Bahasa Indonesia. Hal ini tidak dapat dipungkiri dimana secara historis, Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat kehidupan di masa kerajaan nusantara. Corak religius masyarakat Jawa Tengah adalah multi-agama dimana selain agamaagama yang diakui di Indonesia, sebagian masyarakat jawa Tengah menganut kepercayaan atau yang lebih dikenal dengan nama kejawen. 2.6.1 Batik Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.
19
Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB. 2.6.1.1 Corak batik
Gambar 2.6.1.1.1 R.A Kartini menggunakan rok batik Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti
20
warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. 2.6.2 Anjungan Jawa Tengah Memasuki areal komplek Anjungan Jawa Tengah, anda akan disuguhkan oleh keramahtamahan khas masyarakat Jawa Tengah yang tertuang ke dalam bentuk maket mini (anjungan) di Taman Mini "Indonesia Indah". Di dalam komplek anjungan terdapat beberapa bangunan pokok yang memiliki guna dan fungsi serta menjadi sebuah penggambaran obyek secara singkat keberadaan Jawa Tengah sebelum anda mengunjungi Jawa Tengah.
Gambar 2.6.2.1 Anjungan Jawa Tengah Di dalam Anjungan Jawa Tengah, anda tidak hanya akan mendapatkan beragam informasi menarik seputar Jawa Tengah saja namun anda juga akan dapat melihat pertunjukan adat istiadat masyarakat Jawa Tengah yang juga dipertunjukkan di Komplek Anjungan ini. Secara garis besar, kompleks Anjungan Jawa Tengah terbagi menjadi beberapa bangunan utama antara lain : −
Pendopo Agung merupakan sebuah bangunan tanpa dinding dan memiliki atap bangunan yang beratapkan model Joglo. Pendopo atau dalam bahasa jawa disebut Pendhapa merupakan sebuah bangunan yang banyak menghiasi rumah-rumah bangsawan di Kerajaan Jawa Tengah. Bentuk pendopo/pendhapa sendiri masih banyak dapat kita lihat di berbagai tempat di Jawa Tengah. Di Anjungan Jawa Tengah sendiri, keberadaan pendopo Agung sendiri mengambil bentuk replika dari Pendopo Agung
21
yang terdapat di Pura Mangkunegaraan Surakarta. Sesuai fungsi aslinya, Pendopo Agung dipergunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan pertemuan resmi serta sebagai tempat melaksanakan upacara-upacara adat. −
Pringgitan, merupakan bangunan yang terletak di belakang Pendhopo Agung dan bersambung menjadi sebuah bagian dari Pendopo Agung dimana dipergunakan sebagai tempat untuk memamerkan koleksi pakaian-pakaian adat khas Jawa Tengah.
−
Joglo Panggrawit Apitan, merupakan sebuah bangunan yang memiliki fungsi sebagai gedung serbaguna yang dipergunakan sebagai tempat penyimpanan set alat musik yang dipergunakan di dalam acara-acara adat (gamelan), tempat rias penari dan sekaligus sebagai sebuah workshop yang dipergunakan sebagai peragaan kepada pengunjung proses pembuatan barang hasil kerajinan khas Jawa Tengah seperti Batik dan Wayang Kulit.
−
Tajuk Mangkurat, bangunan ini dipergunakan sebagai kantor pengelola anjungan yang tidak saja sebagai pusat administratif anjungan namun juga terdapat perpustakaan yang berisi buku-buku referensi mengenai Jawa Tengah, ruangan tempat koleksi benda-benda antik dan juga sebagai tempat penyimpanan barang-barang hasil kerajinan dari Jawa Tengah. Dinamakan Tajuk Mangkurat karena bangunan ini ditopang oleh empat tiang utama atau lebih dikenal dengan Saka Guru. Tiang penopang yang dipergunakan seperti perlambang jawa yaitu Lambang Sari. Dinamakan Lambang Sari karena merupakan perlambang dari hubungan yang mesra dan serasi dari pria dan wanita serta konon dipercaya sebagai landasan keharmonisan hidup berkeluarga. Menurut sumber, pencipta gaya tiang ini adalah Sultan Agung.
−
Dara Gepak, bangunan ini berbentuk seperti rumah dari burung merpati. Keberadaan bangunan ini merupakan sebuah bangunan khas Jawa Tengah yang sering dapat ditemukan di lingkungan pedesaan-pedesaan di Jawa Tengah. Di Anjungan Jawa Tengah sendiri, bangunan ini lebih difungsikan sebagai area makan dan pusat kuliner khas Jawa Tengah yang tidak saja menjual berbagai jenis makanan khas Jawa Tengah juga menjual minuman khas Jawa Tengah.
−
Panggung Terbuka "Ojo Dumeh", panggung terbuka ini difungsikan kepada acaraacara yang bersifat kolosal serta dipergunakan pada acara-acara yang diselenggarakan di malam hari. Kapasitas maksimal panggung ini adalah 500 orang undangan.
22
2.6.2 Flora Identitas
Gambar 2.6.2.1 bunga cempaka putih Propinsi Jawa Tengah memiliki keanekaragaman hayati seperti flora dan fauna yang khas. Cempaka Putih atau disebut juga dengan Kantil memiliki nama latin Magnolia xalba merupakan tumbuhan identitas dari Propinsi Jawa Tengah. Flora ini merupakan salah satu tumbuhan yang sangat populer di kalangan masyarakat karena banyak dipergunakan dalam upacara-upacara adat tradisional. Bunga dari tanaman ini dipergunakan sebagai hiasan (ronce) dan sesajian persembahan. 2.6.3 Ragam Hias Jepara
Gambar 2.6.3.1 Ragam hias Jepara Ragam hias Jepara merupakan expresi dari pada bentuk-bentuk tanaman yang menjalar. Tiap ujung relungnya berjumbai daun-daun krawing yang sangat dinamis, biasana di tengah jumbai terdapat buah-buah kecil yang berbentuk lingkaran. Ciri ragam hias ini dapat dilihat dengan adanya berjenis-jenis burung Merak. Tangkai
23
relungnya panjang-panjang melingkar disana sini membentuk cabang kecil, berfungsi sebagai pengisi ruang / pemanis. Pelaksanaan penampoang tangkai berbentuk segitiga. Daun-daun trubusan keluar bebas pada setiap tangkai relung. 2.7 Data Pembanding Judul
: R.A Kartini
Produksi
: PT Nusantara Film
Tahun
: 1983
Gambar 2.7.1 cuplikan film R.A Kartini 1983
24
2.8 Target Geografis : Domisili : Indonesia, khususnya kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Demografis: Target primer dalam animasi dokumenter R.A Kartini ini adalah anak-anak baik lakilaki maupun perempuan dengan rentang usia dari 15 tahun hingga 20 tahun kelas menengah ke bawah. Sedangkan target sekunder untuk film dokumenter ini adalah pria dan wanita yang mungkin akan menonton bersama serta memberikan dukungan dalam perkembangan tingkah laku target. 2.9 Analisa SWOT 2.9.1 Strenght −
Melestarikan seni dan budaya Indonesia
−
Penyajian dalam bentuk animasi akan lebih menarik dibanding dengan harus membaca biografi dari buku sejarah
−
Menarik perhatian anak Indonesia terhadap sejarah Indonesia
2.9.2 Weakness −
Keterbatasan waktu yang mungkin bisa membuat film dokumenter R.A Kartini tidak dapat mencapai tingkat detil yang diharapkan.
−
Kurangnya peminatan anak Indonesia untuk menonton sejarah akibat banyaknya film-film sinetron yang tayang.
2.9.3 Opportunity −
Biografi sejarawan biasanya dibuat melalui fim dimana ada artis yang berperan. Masih belum ada yang mengangkat biografi R.A Kartini dalam film dokumenter animasi.
25
2.9.4 Threat −
Kekalahan persaingan dengan animasi-animasi luar negeri yang membuat perhatian masyarakat lebih cenderung ke film animasi luar negeri yang kualitas nya lebih baik.