4
BAB 2
DATA & ANALISA
Didalam penyusuna karya tulis ini, penulis mendapatkan informasi dari hasil: o Data & literatur o Survey online o Wawancara
2.1 Data dan Literatur •
Kepustakaan
Mencari data-data yang berkaitan, seperti buku-buku teori tentang kebudayaan Betawi, kliping-kliping dan artikel-artikel mengenai apa saja yang berkaitan dengan kebudayaan Betawi. Data-data mengenai kebudayaan seni Betawi secara umum dan Tanjidor pada khususnya didapat dari literatur kepustakaan berupa buku-buku lama dan buku-buku langka diberbagai perpustakaan dan lembaga budaya dan juga melaui survey online. Buku-buku referensi ini sangat membantu dalam pengambilan data mengenai Tanjidor karena selain datanya yang lengkap, buku-buku ini merupakan literatur yang diterbitkan oleh sumber-sumber yang terpercaya. Selain itu sulit mencari buku sejenis di toko buku umum dikarenakan sedikitnya terbitan buku mengenai kesenian Tanjidor ini.
5
2.1.1 Selayang Pandang Mengenai Sejarah Betawi, Masyarakat, dan Kebudayaannya 2.1.1.1 Asal mula Betawi Menurut banyak penelitian, jakarta mulai dihuni manusia sebelum berdirinya kekuasaan Tarumanegara pada abad ke-5 Masehi. Betawi diambil dari kata Batavia. Masyarakat Betawi banyak dipengaruhi oleh masyarakat Arab, Cina, Portugis, Sunda, Melayu, Jawa, serta Belanda. Sejak pertengahan abad 19, seorang pengamat mengatakan bahwa penduduk yang berasal dari berbagai bangsa dan suku tersebut telah kehilangan ciri-ciri aslinya. Hal itu mengakibatkan munculnya suatu tipe baru pada perkumpulan masyarakatnya, yang kemudian dikenal sebagai Betawi. Sangat sulit untuk menentukan mana yang disebut masyarakat Betawi asli. Menurut tokoh dan kebanyakan orang Betawi asli berpendapat bahwa, yang disebut orang Betawi asli adalah orang yang memang dilahirkan di Jakarta ini, dan mempunyai asal-usul keturunan Betawi. Maksudnya ia miliki kakek, nenek, ayah, ibu yang lahir di Jakarta. Namun demikian, pengaruh dari berbagai bangsa dan daerah itulah yang membuat masyarakat Betawi menjadi unik. Salah satu contohnya terlihat dari dialek yang digunakan dalam berbicara. Karena dipengaruhi oleh beberapa bangsa dan daerah, dialek Betawi mengalami semacam percampuran. Dialek yang digunakan terdengar bervariasi. Kadang terdengar unsur bahasa dari daerah Melayu, kadang terdengar unsur bahasa Cina, maupun Sunda.
6
2.1.1.2 Wilayah Budaya Betawi Di Batavia dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku, bahkan antar bangsa. Pembauran itu terjadi terutama akibat campuran. Hasil dari pembauran antar suku dan antar bangsa itu lambat laun keturunannya kehilangan ciri-ciri budaya asal masing-masing yang pada akhirnya semua unsur itu luluh menjadi sebuah kelompok etnis yang kemudian dikenal dengan sebutan orang Betawi, sebagaimana yang ditampilkan oleh Mohamad Husni Thamrin sebagai kaum ketua Betawi nama sebuah organisasi yang masih bersifat kesukuan pada masa sebelum terbentuknya organisasi-organisasi yang bersifat kebangsaan, awal abad ke dua puluh. Dari masa ke masa, masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budayanya yang semakin mantap, sehingga, mudah dibedakan dari kelopmpok etnis yang lain. Namun bila dikaji lebih mendalam tampak unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya. Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang ditengah kehidupan budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu. Demikian pulalah sikapnya terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat
mengungkapkan
ciri-ciri
ke
Betawiannya,
terutama
pada
seni
pertunjukannya, disamping bahasanya. Menurut garis besarnya wilayah budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Betawi Tengah (Betawi Kota),
dan Betawi Pinggiran. Yang
termasuk Betawi tengah (Betawi Kota) dapatlah disebutkan kawasan wilayah
7 yang pada zaman akhir Pemerintahan jajahan Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia (pusat kota, atau daerah sekarang lebih dikenal sebagai jakarta pusat), kecuali beberapa tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan daerah-daerah diluar kawasan tersebut, baik yang termasuk DKI Jakarta apalagi daerah-daerah disekitarnya, merupakan wilayah Betawi pinggiran yang pada masa lalu oleh orang Betawi Tengah disebut Betawi Ora. Masyarakat Betawi Tengah pada umumnya lebih maju dari pada yang dipinggiran, lebih banyak menggemari cerita-cerita yang bernafaskan Agama Islam yang mendapat pengaruh dari budaya Timur Tengah. Diwilayah Betawi Tengah ini keseniannya banyak menyerap seni budaya Melayu, sebagaimana terlihat pada musik dan tari Samrah. Sedang didaerah pinggiran berkembang kesenian tradisional lainnya seperti topeng, wayang, tanjidor, dan sebagainya yang tidak terdapat dalam masyarakat Betawi Tengah. Namun perlu dicatat pula, bahwa dalam hal seni budaya, masyarakat Betawi Pinggiran tampaknya masih banyak yang belum mau menerima seni budaya Betawi Tengah sebagai miliknya. Demikian pula sebaliknya.
2.1.1.3 Jenis-Jenis Kesenian Betawi Sebenarnya ada banyak sekali kesenian Betawi, kesenian itu terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
1.
Rebana •
Rebana Ketimpring
•
Rebana Hadro
8
2.
3.
•
Rebana Dor
•
Rebana Biang
•
Rebana Burdah
•
Rebana Maukhid
Musik •
Gambang Kromong
•
Gambang Kromong Kombinasi
•
Gambang Rancak
•
Kliningan Tanji
•
Gamelan Gieng
•
Tanjidor
Tari •
Tari Blenggo
•
Tari Topeng Betawi
•
Tari Cokek
9
4.
•
Tari Zapin
•
Tari Samrah
•
Tari Ngarojeg
Teater •
Lenong
•
Topeng Betawi
•
Wayang Kulit Betawi
•
Jinong
•
Jipeng
•
Cadar (pencak dan bodor)
•
Topeng Blantek
10
Dari keempat kelompok besar diatas dapat dibagi lebih terperinci lagi, yaitu : 1. Kesenian Betawi yang berkembang sejak abad XV : a. Rebana b. Tarian Samrah c. Gambang Kromong d. Keroncong e. Khasidah f. Gambus g. Der Muluk h. Pencak Silat 2. Kesenian Betawi yang berkembang pada abad XX : a. Lenong b. Cokek
c. Doger d. Tanjidor e. Jipeng f. Sarkawi g. Mawalan
11 h. Wayang Tanah i. Ondel-Ondel
j. Rebana Biang k. Tari Blenggo l. Blantek
2.1.1.4 Sekilas tentang Tanjidor Musik Tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad 14 sampai 16. Menurut sejarawan, dalam bahasa Portugis ada kata tanger. Kata tanger itu artinya memainkan alat musik. Memainkan alat musik ini dilakukan pada pawai militer atau upacara keagamaan. Kata tanger itu kemudian diucapkan menjadi tanjidor.
Menurut Ernst Heiinz, ahli musik Belanda, tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik oleh tuannya. Hal ini dipertegas oleh sejarawan
12 Belanda yang banyak menulis tentang Batavia bahwa orkes tanjidor muncul pada masa kompeni. Maka pada awalnya dinamakan slaven orkest. Pada umumnya alat-alat musik pada orkes Tanjidor terdiri dari alat musik tiup seperti piston (cornet a piston), trombon, tuba, tenor, klarinet, bas, dilengkapi dengan alat musik pukul membran yang biasa disebut tambur atau genderang. Dengan peralatan tersebut cukup untuk mengiringi pawai atau mengarak pengantin.
1. Tuba
2. Tambur
3. Piston
Untuk pergelaran terutama yang ditempat dan tidak bergerak alat-alatnya sering kali ditambah dengan alat gesek seperti tehyan, dan beberapa membranfon seperti rebana, bedug dan gendang, ditambah pula dengan beberapa alat perkusi seperti kecrek, kempul dan gong. Daerah penyebaran Tanjidor adalah di sekitar Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung dalam wilayah Kabupaten Bogor, di beberapa tempat di wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang. Sebagai kesenian rakyat, pendukung orkes Tanjidor terutama para petani di daerah pinggiran. Pada umumnya seniman Tanjidor tidak dapat rnengandalkan
13 nafkahnya dari hasil yang diperoleh dari bidang seninya. Kebanyakan dari mereka hidup dari bercocok tanam, atau berdagang kecil-kecilan. Oleh
masyarakat
pendukungnya
Tanjidor
biasa
digunakan
untuk
memeriahkan hajatan seperti pernikahan, khitanan dan sebagainya, atau pestapesta umum seperti untuk merayakan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan. Sampai tahun lima puluhan rombongan-rombongan Tanjidor biasa mengadakan pertunjukan keliling, istilahnya “Ngamen”. Pertunjukan keliling demikian itu terutama dilakukan pada waktu pesta Tahun Baru, baik Masehi maupun Imlek. Perlu dikemukakan juga, bahwa sesuai dengan perkembangan jaman dan selera masyarakat pendukungnya, Tanjidor dengan biasa pula membawakan lagu-lagu dangdut. Ada pula yang secara khusus membawakan lagu-lagu Sunda Pop yang dikenal dengan sebutan “Winingan tanji” Grup-grup Tanjidor yang berada di wilayah DKI Jakarta antara lain dari Cijantung pimpinan Nyaat, Kalisari pimpinan Piye, Pondok ranggon pimpinan Maun, Ceger pimpinan Gejen dan Jagakarsa Jakarta Selatan pimpinan Said. Musik tanjidor sangat jelas dipengaruhi musik Belanda. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain : Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi. Selain itu musik tanjidor juga dipengaruhi kebudayaan Cina, Arab, dan sudah pasti Portugis. Lagu-lagu tanjidor bertambah dengan membawakan lagulagu Betawi, seperti : Jali-Jali, Surilang, Sirih Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, Stambul, dan Persi. Tujuan utama penyajian musik tanjidor itu untuk mencari nafkah. Dengan telanjang kaki atau bersandal jepit mereka ngamen dari rumah ke rumah. Lokasi
14 yang dipilih biasanya kawasan elite, seperti : Menteng, Salemba, Kebayoran Baru, daerah yang penduduknya orang Belanda, atau daerah lain yang penduduknya memeriahkan tahun baru. Pada tahun baru Cina biasanya tanjidor ngamen lebih lama. Karena tahun baru Cina dirayakan sampai perayaan Capgomeh, yaitu pesta hari ke-15 imlek. Pada tahun 1954 Pemda Jakarta melarang tanjidor ngamen ke dalam kota. Alasan pelarangan tidak diketahui. Pelarangan ngamen membuat seniman tanjidor kecewa. Sebab pendapatan mereka jadi berkurang. Mereka hanya menunggu panggilan untuk memeriahkan hajatan atau pesta rakyat. Namun dewasa ini tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu, festival kesenian Betawi, dan memeriahkan arak-arakan.
2.1.1.5 Tanjidor Saat Ini Selaras dengan pergeseran zaman, sebagian besar alat musik yang hingga kini masih digunakan termasuk kategori instrumen yang sudah usang dan cacat. Barang bekas yang sudah pada peot dan penyok-penyok ini toh masih bisa berbunyi. Kendati suaranya kadang-kadang melenceng ke kanan dan ke kiri alias fals. Saking tuanya, alat musik tersebut sudah ada yang dipatri, dan ada pula yang diikat dengan kawat agar tidak berantakan. Tetapi semua itu tidak mengurangi semangat penabuhnya yang umumnya juga sudah pada lanjut usia.
15
Mereka main kalau ada panggilan. Grup tanjidor yang kini menonjol adalah Pusaka Tiga Saudara pimpinan Piye atau Ma’ah di Kalisari Jakarta Timur dan Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung Jakarta Timur. Bersama segelintir grup lainnya, Pusaka Tiga Saudara masih bertahan di tengah arus perubahan Kota Jakarta. Berbagai usaha untuk bertahan tersebut bisa diartikan sebagai memadukan unsur musik dangdut dan pop ke dalam orkes mereka atau menghadirkan bintang tamu biduan-biduan muda agar “laku”. Pun mencoba mewariskan kesenian ini kepada generasi muda, yang tak pernah benarbenar tertarik dengan musik yang kian tersingkir oleh zaman dan sulit dipelajari ini.
16 Wajar saja jika tak tertarik. Orkes musik yang didominasi alat musik tiup ini menjadi tak karuan terdengar di telinga, karena musisi peniupnya sudah berusia lanjut. Walaupun berusia renta, mereka tetap setia memainkan orkes tanjidor untuk menghibur penonton di pinggiran Jakarta dan sangat bersemangat mengajarkan di bawah panggung jika ada anak-anak yang ingin tahu. Pipi mereka yang keriput kembang kempis memainkan orkes tanjidor, sama seperti hati yang kembang kempis akan kekhawatiran masa depan musik ini. Kondisi ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan pada era tahun 1970-an. Kesenian tanjidor boleh dibilang pertunjukan primadona. Hampir setiap malam ada saja yang nanggap. Asal ada keramaian seperti sunatan, pesta perkawinan, syukuran panen, grup tanjidor selalu diundang untuk menghibur para tamu undangan. Memang, dibandingkan dengan jenis kesenian Betawi lainnya seperti Musik Gambang, Kasidahan, Lenong, Tari Topeng
Betawi dan sejenisnya, boleh
dikatakan Tanjidor agak ketingalan. Mat Sani, putra Betawi kelahiran Kramat Pulogundul, dibelakang bioskop Rivoli, Jakarta Pusat, mengatakan, “anak cucu keturunan Betawi kagak pada mau ngopenin Tanjidor. Maunya pada ngedangdut melulu. Barangkali itu salah satunye yang bikin Tanjidor kagak mau cepat berkembang”. Tapi barangkali juga karena jaman udah banyak berubah, beginilah jadinya. “Di kampung saya dulu, ada perkumpulan orkes Tanjidor, Lenong dan OndelOndel Bang Rebo, di Gang Piin Kramat Pulo. Tapi sekarang mah dangdut aje yang digede-gedein”, tambahnya. “Tapi nggak tahulah, kemungkinan di wilayah lain masih banyak perkumpulan Tanjidor. Denger-denger sih Tanjidor masih
17 berbunyi. Kebanyakan di pinggiran Jakarta, misalnya di Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, di wilayah Bogor. Lainnya di Tanggerang, dan Bekasi” Sejak dulu memang, Tanjidor
tidak banyak memberi janji sehingga
pendukungnya dari tahun ke tahun kian menurun. Selain banyak yang sudah meninggal, pendukungnya sekarang sudah pada uzur. Untuk singgah menjadi seniman orkes Tanjidor memang harus punya bakat di bidang musik modern atau ketrampilan itulah yang membuat orang senang menekuni hobinya. Dari dulu seniman Tanjidor tidak melulu mengandalkan hidup dari musik yang digeluti. Melainkan dari hasil bertani, buruh atau pedagang kecil-kecilan. Bermain musik hanya sebagai sambilan selain menghibur diri untuk mencari kepuasan batin. Sebab lain kenapa Tanjidor tidak bisa melesat seperti jenis kesenian Betawi lainnya kemungkinan karena fungsi ekonomi Tanjidor lemah. Hidup orkes ini tergantung dari saweran
dari penonton. Atau karena ditanggap untuk
meramaikan hajatan, sunatan, kawinan dan sebagainya. Serta tidak inovatif.
2.1.1.6 Usaha Pelestarian Tanjidor Upaya mempertahankan tanjidor telah dilakukan, antara lain dengan melatih anak-anak dari usia dini. Namun upaya itu belum berhasil. “Tanjidor itu sulit dipelajari, anak muda sekarang maunya yang instan saja,” kata Sahroni (41), Ketua Sanggar Setu Babakan, Jagakarsa. Menurutnya juga, dangdut kini lebih populer. Cukup dengan organ tunggal warga bisa terhibur. Panitia perayaan tak perlu repot menyewa dan mengangkut banyak alat musik ke panggung.
18 Minat terhadap tanjidor juga menurun karena kelompok tanjidor semakin jarang. Kini banyak orang yang tak lagi mengenal tanjidor. Berkurangnya minat warga juga terlihat dari pernyataan Daru (26), warga Setu Babakan. Ia yang tinggal tepat di pusat kebudayaan Betawi mengaku tidak berminat menonton ataupun mempelajari tanjidor. “Banyak kerjaan lain,” katanya. Dalam perjalanan waktu dan suasana berbeda, musik tanjidor itu masih tetap exist dan naik daun. Selaras dengan perkembangan zaman, orkes Tanjidor sekarang malah lebih asyik membawakan lagu-lagu dangdut. “Yang penting kata Tanjidor harus tetap berbunyi” kata Kamil Shahab, mantan anggota DPRD DKI Jakarta, yang keturunan Arab kelahiran kampung Batuceper Jakarta Pusat. Bahkan Pemda DKI Jakarta secara berkala menyelenggarakan lomba tanjidor dalam rangka pelestarian sekaligus regenarasi. Mewakili rekan-rekannya, Joni berharap, meski mulai dilupakan orang, pemerintah tidak ikut melupakan seni tradisional ini. ”Tolong kami selalu diperhatikan. Jangan seperti kata pepatah habis manis sepah dibuang. Dulu, ketika belum banyak kesenian modern kami disanjung dan dipuja, kini kami malah ditinggal dan dilupakan.Seharusnya kesenian tradisional tetap harus dipelihara,” kata Joni penuh harap.
2.2 Wawancara Pengambilan data selain melalui kepustakaan juga melalui wawancara dengan tokohtokoh yang mengerti mengenai Tanjidor. Wawancara dengan nara sumber dari instansi ataupun lembaga kebudayaan DKI Jakarta dan terutama dari para pemain musik Tanjidor itu sendiri.
19 Pada tanggal 27 Februari 2008, diadakan wawancara dengan Ibu Nani, subdis promosi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta yang terletak di Gedung Nyi Ageng Serang Jl. H.R Rasuna Said,Kuningan, Jakarta Selatan. Menurut Ibu Nani, kebudayaan Betawi sangatlah beragam, dan kesenian Tanjidor merupakan salah satu dari seni musik asal Betawi yang telah berakulturasi dengan kebudayaan luar namun tetap memiliki ciri khasnya sendiri. Buku khusus yang membahas tentang Tanjidor ini belum ada, dan kebanyakan tentang Tanjidor di bahas bercampur dengan buku kebudayaan Betawi pada umumnya. Demikian juga menurut Bapak Dayat, salah satu anggota pengelola Lembaga Kebudayaan Betawi, bahwa Tanjidor ini termasuk bahasan yang cukup sulit dicari karena seni budaya ini sudah mulai dilupakan masyarakatnya. Perkumpulan musisinya pun sangat sedikit sekali. Dari beberapa sanggar di Jakarta Timur yang terdapat dalam daftar Lembaga Kebudayaan Jakarta hanya tinggal dua sanggar saja yang masih aktif. Dan beliau merekomendasikannya pada penulis untuk mendapatkan data lebih lengkap mengenai Tanjidor ini. Dan pada wawancara tanggal 30 Maret 2008, Bang Indra, Humas dari Cagar Budaya Betawi Setu Babakan menambahkan bahwa keadaan Tanjidor saat ini masih dalam kondisi terancam, tanjidor hanya digunakan pada moment tertentu saja, fungsinya juga telah bergeser, dan kurang inovatif. Masih tetap sama dengan pendapat diatas, Pak Piye kepala sanggar Pusaka Tiga Saudara yang terletak di kawasan Kalisari, Jakarta Timur yang ditemui pada hari Selasa 1 April 2008, juga menambahkan alasan kenapa kurang inovatifnya pertunjukan Tanjidor. Hal itu disebabkan karena para musisinya yang sudah lanjut usia yang sulit untuk mengikuti jaman, ”sebenernya sih kite seneng banget kalo bisa kolaborasi, tapi ya
20 itu die, kite pade ga bise baca partittur lagu jadinye sedikit menghambat buat maenin lagu-lagu jaman sekarang. Kita kan maennye pake akal (feeling)” tambah Pak Piye. Kalaupun berkolaborasi dengan musisi muda, biasanya para musisi muda itu yang mengikuti lagu-lagu yang sudah sering dimainkan oleh para pemusik Tanjidor itu. Kalau sedang tidak ada order, para musisi tanjidor ini mengisi hari-harinya dengan bekerja sebagai petugas kebersihan ataupun keamanan, yang penting mereka tidak menganggur.
2.3 Data Penyelenggara 2.3.1 Penerbit
R&W publishing didirikan pada tahun 2004 dan dinamakan berdasarkan warna bendera nasional Indonesia yaitu merah dan putih yang membawa semangat untuk mempromosikan kesenian serta sejarah Indonesia kepada masyarakat internasional. R&W memproduksi buku mengenai kesenian, fotografi, desain, arsitektur, budaya, musik, dan fashion.
21 2.3.2 Kantor Jalan Merpati Raya 45 Menteng Dalam, Jakarta 12870 Indonesia tel: +62 21 8306819 fax: +62 21 8290612
2.4 Karakteristik Produk -
Tema yang ditampilkan termasuk tema yang jarang dibahas pada buku lainnya.
-
Memberikan informasi serta melestarikan suatu budaya tradisional yang hampir dilupakan masyarakat
-
Menggunakan visual yang lebih baik dibandingkan dengan buku serupa
-
Menarik karena didesain sedemikian rupa
2.4.1 Susunan Daftar Isi •
Sekapur sirih
•
Daftar isi
•
Selayang Pandang Betawi
•
Sekilas tanjidor
•
Tanjidor Putra Mayang Sari
•
Tanjidor Aljabar Tangerang
•
Instrumen
22
2.5 Target Pria dan wanita yang berusia antara 20 sampai 30 tahun, SES : B-A, tinggal di daerah kota Jakarta dan sekitarnya, menyukai musik, seni, dan budaya, suka membaca dan mengkoleksi buku, berpikiran modern namun tetap menghargai kebudayaan tradisional.
2.6 Analisa SWOT
Strenght : -
Memperkenalkan kembali mengenai seni musik Betawi, Tanjidor
-
Kesenian Tanjidor merupakan salah satu aset budaya Betawi yang terbilang unik karena termasuk pertunjukan orkes yang multi etnis
-
Memberikan gambaran mengenai sejarah dan perkembangan dari Tanjidor
-
Buku yang khusus membahas tentang Tanjidor belum pernah ada
Weakness : -
Harga buku yang relatif mahal
Opportunities : -
Masyarakat dapat tertarik jika ada buku yang bersifat menarik
-
Kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya tradisional Indonesia
23 -
Buku-buku yang membahas secara khusus mengenai Tanjidor belum ada, sebagian besar yang membahas tentang seni Tanjidor ini adalah buku tentang kebudayaan Betawi yang membahas secara menyeluruh tentang semua kebudayaan Betawi. Bukunya
hanya berisikan tulisan dan gambar foto
seadanya saja sehingga terkadang cepat bosan bila hanya membaca tulisan yang banyak, dan cenderung kurang lengkap. Sehingga penyajian fotografi dan ilustrasi yang lebih menarik merupakan nilai tambah buku ini.
Threats : -
Tema seni budaya tradisional masih kurang diminati oleh masyarakat masa kini
-
Kurangnya keinginan membaca masyarakat
-
Kurangnya kepedulian/minat masyarakat akan budaya tradisionalnya sendiri
-
Menganggap kuno akan seni budayanya sendiri