BAB 1V PEMBAHASAN
IV. 1. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2004 PT. LM Perbedaan antara laporan keuangan fiskal oleh Fiskus dan laporan keuangan komersial oleh Wajib Pajak dalam mengakui pendapatan dan beban akan menyebabkan perbedaan antara laba fiskal dan laba komersial, menurut undang-undang perpajakan beban yang terdapat dalam laporan keuangan komersial tidak semua dapat dijadikan beban fiskal, oleh karena itu Fiskus dalam memeriksa laporan keuangan komersial perusahaan melakukan koreksi untuk menyesuaikan data laporan keuangan tersebut dengan laporan keuangan fiskal yang sesuai undang-undang. Koreksi positif atas laporan keuangan akan menyebabkan dikeluarkannya SKPKB yaitu surat keputusan yang diterbitkan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang, kredit pajak, jumlah kekurangan pokok pajak, sanksi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Atas penerbitan SKPKB tersebut sering terjadi perbedaan pendapat atas Fiskus dan Wajib Pajak, sehingga untuk untuk mencari kebenaran atas perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak diajukanlah keberatan atas perhitungan pajak dan penerbitan SKPKB tersebut, namun pengajuan keberatan diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang sebenarnya adalah Fiskus bagi Wajib Pajak sangat tidak adil maka dari itu diajukanlah banding ke Pengadilan Pajak untuk mencari kebenaran atas perhitungan pajaknya. PT. LM sebagai wajib pajak mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang tak lain adalah Fiskus yang memeriksa laporan keuangan PT. LM, oleh 50
sebab itulah keberatan yang diajukan PT. LM ditolak. Atas ditolaknya keberatan yang diajukan oleh PT. LM maka PT. LM mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas koreksi yang dilakukan oleh Fiskus, dan keberatan PT. LM atas koreksi Fiskus adalah sebagai berikut : Sesuai
pemberitahuan
Hasil
Pemeriksaan
Fiskus
Nomor
:
Lap-
XX/WPJ.XX/BD.XXXX/2006 tanggal 28 Maret 2006 terdapat koreksi fiskal positif, sebagai berikut : 1. Pokok Sengketa: Koreksi atas Peredaran Usaha sebesar Rp. 7.452.488.445 Dalam permohonan bandingnya, PT. LM menjelaskan bahwa dalam bulan Maret 2004 ada pembatalan pencatatan penjualan CPO dengan Nomor Kontrak : 09/LMR/KTR-MSK/LOK/III/2004 melalui jurnal koreksi MJ/012 tanggal 31 Maret 2004 sebesar Rp. 3.520.670.000 dan tidak ada penerimaan uang sebesar tersebut di rekening koran bank. Dan dalam bulan April 2004 terdapat perhitungan sebesar Rp. 3.931.818.445 terdiri dari: - Pembayaran klaim mutu dengan BNA006 tanggal 2 April 2004 : Rp.
205.010.845
- Kesalahan Jurnal No. 07/LMR/KTR-MKS/LOK/2004 melalui Jurnal koreksi MJ/002 tanggal 30 April 2004
: Rp. 3.726.807.600 Rp. 3.931.818.445
Sedangkan menurut Fiskus, koreksi sebesar Rp. 7.452.488.445 dilakukan karena koreksi tersebut adalah klaim mutu yang tidak didukung dengan nota retur ataupun retur penjualan pada SPT Masa PPN. Dan untuk pembatalan penjualan atas MJ/012 tanggal 31 Maret 2004 PT. LM tidak dapat membuktikan bukti pendukung atas koreksi tersebut. Sedangkan untuk penjualan CPO bulan April 2004 terdapat koreksi berupa : - Pembayaran klaim mutu dengan BNA006 tanggal 2 April 2004 : Rp.
205.010.845 51
- Kesalahan Jurnal No. 07/LMR/KTR-MKS/LOK/2004 melalui Jurnal koreksi MJ/002 tanggal 30 April 2004
: Rp. 3.726.807.600 Rp. 3.931.818.445
Tetapi PT. LM tidak dapat memberikan bukti pendukung atas transaksi tersebut. Berdasarkan pemeriksaan atas bukti-bukti dan analisa pengajuan keberatan oleh PT. LM dan hasil pemeriksaan oleh Fiskus, maka penulis berkesimpulan mengenai uang yang masuk dari adanya penjualan CPO bulan Maret 2004 sebesar Rp. 3.520.670.000, tidak terdapat bukti yang menyebutkan adanya pembatalan penjualan tersebut dan dinyatakan menurut Fiskus sebagai pendapatan yang kurang dilaporkan oleh PT. LM. Lalu atas pembayaran Klaim Mutu sebesar Rp. 205.010.845 tanggal 2 April 2004 berdasarkan penelitian penulis atas invoice dan klaim mutu dari customer diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 205.010.845 adalah merupakan pembayaran klaim mutu, sehingga penulis berkesimpulan bahwa nilai sebesar Rp. 205.010.845 bukanlah Peredaran Usaha PT. LM, sehingga koreksi atas koreksi Fiskus atas Peredaran Usaha sebesar Rp. 205.010.845 tidak dapat diterima. Dan atas adanya pembatalan pencatatan penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 majelis berkesimpulan bahwa PT. LM tidak dapat menunjukkan bukti lain selain buku besar untuk mendukung perlunya dilakukan pembatalan pencatatan sehingga koreksi fiskus atas penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 tetap diterima. Sehingga atas sengketa Peredaran Usaha, majelis berketetapan bahwa koreksi yang tidak dapat diterima sebesar Rp. 205.010.845 dan koreksi Fiskus yang dapat diterima adalah sebesar Rp. 7.247.477.000 terdiri dari (Rp. 3.726. 807.600 + 3.520.670.000). Menurut penulis dengan ketetapan majelis karena klaim mutu sebesar Rp.205.010.845 yang dikemukakan oleh Pemohon Banding mempunyai bukti yaitu 52
invoice dan retur penjualan dari customer, tetapi akan lebih lagi kalau melakukan pengecekan langsung arus uang dan arus barang apakah sesuai atau tidak, Sedangkan pembatalan penjualan sebesar Rp. 3.726.807.600 tidak terdapat bukti yang menguatkan yaitu invoice ataupun retur penjualan dari customer, sehingga koreksi majelis atas banding Pemohon Banding yang tetap dipertahankan sebesar Rp.7.247.477.000 terdiri dari (Rp. 3.726. 807.600 + 3.520.670.000). 2. Pokok Sengketa: Penghasilan Dari Luar Usaha Sebesar Rp. 10.201.162 Menurut PT. LM dalam bandingnya bahwa koreksi atas penghasilan luar usaha tidak dibenarkan karena terdapat bukti dalam Berita Acara Penghapusan Persediaan. Dan mempunyai perhitungan sebagai berikut : - SCE Penghapusan Persediaan
Rp. 1.357.200
- LNE Penghapusan Persediaan
Rp. 8.843.962 Rp.10.201.162
Menurut Fiskus bahwa perhitungan atas koreksinya adalah sebagai berikut : - SCE Penghapusan Persediaan
Rp.
0,00
- LNE Penghapusan Persediaan
Rp.
0,00 Rp.
- SCE Penghapusan Persediaan
(Rp. 1.357.200)
- LNE Penghapusan Persediaan
(Rp. 8.843.962)
0,00
(Rp.10.201.162) Koreksi
Rp. 10.201.162
Bahwa koreksi itu dilakukan karena PT. LM tidak memberikan Berita Acara Penghapusan Persediaan tersebut, dan alasan yang diungkapkan PT. LM pada dasarnya sama dengan alasan PT. LM saat mengajukan keberatannya 53
Hasil analisa majelis dan berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta, berkesimpulan bahwa PT. LM hanya memberikan fotokopi Berita Acara Pemusnahan Persediaan yang ditandatangani pihak internal tanpa disaksikan oleh pihak eksternal sehingga majelis tidak dapat meyakini dokumen yang disampaikan oleh PT. LM, dan majelis berketetapan bahwa koreksi atas Biaya Diluar Usaha sebesar Rp.10.201.162 tetap dipertahankan. Menurut pendapat penulis bahwa penghapusan persediaan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak bisa dipercaya sepenuhnya karena penulis merasa bahwa bisa saja Pemohon Banding sengaja menghapus persediaan agar dinilai rugi atas biaya produksi sehingga dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan, dan juga mengapa persediaan yang masih tersisa tidak dijual atau dihabiskan dengan cara memberikan potongan harga agar mendapatkan penghasilan dari penjualan tersebut walaupun keuntungan yang diterima sedikit, dan karena tidak terdapat bukti kuat atas pihak diluar perusahaan (intansi pemerintah yang disumpah (Polri, Pemda yang terkait) yang ikut menyaksikan pemusnahan persediaan maka penulis sependapat dengan majelis agar koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 3. Pokok Sengketa: Koreksi Atas Biaya Pemasaran/Promosi sebesar Rp. 351.210.657 Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding bahwa koreksi atas biaya Pemasaran/Promosi sebesar Rp.351.210.657 adalah biaya Pajak Ekspor yang harus PT. LM bayarkan untuk kepentingan ekspor, namun PT. LM berpendapat bahwa didalam Undang-Undang PPh Pasal 9 ayat (1) keterangan (a) sampai dengan (k), PT. LM tidak menemukan peraturan yang mengharuskan koreksi atas biaya ekspor tersebut.
54
Menurut Fiskus sebagai Terbanding bahwa koreksi yang dimaksud sebagai berikut : - Biaya Pemasaran & Promosi cfm Pemeriksa
:
Rp. 8.250.793.355
- Biaya Pemasaran & Promosi cfm Pemohon Banding
:
Rp. 8.602.004.012
Koreksi
Rp. 351.210.657
bahwa koreksi tersebut adalah atas Biaya Ekspor yang digunakan untuk membayar pajak dan bea cukai yang berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh harus dilakukan koreksi; bahwa koreksi atas biaya pemasaran/promosi sebesar Rp. 351.210.657 yang dilakukan oleh Fiskus merupakan koreksi atas pembayaran biaya ekspor yang diketahui dari buku besar PT. LM. PT. LM telah memberikan bukti berupa bank voucher, kuitansi pembayaran dan bukti pengiriman uang, namun dari dokumen yang diberikan tersebut tidak dapat diyakini kebenarannya karena pembayaran dan pengiriman uang ditujukan kepada kepada perorangan dan bukan kepada perusahaan pengurusan jasa ekspor, selain itu alasan yang diajukan banding sama dengan ketika PT. LM mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Hasil analisa majelis bersama dengan terbanding dan Pemohon Banding melakukan pemeriksaan atas bukti pendukung, berupa: -
Voucher Pengeluaran atas Biaya Ekspor
-
Buku Besar Akuntansi
-
SSPCP
Menurut Pemohon Banding bahwa biaya pemasaran /promosi tersebut merupakan biaya pajak ekspor yang harus dibayararkan untuk kepentingan ekspor dan dari dokumen yang disampaiakan oleh pemohon banding hanya ada 2 lembar surat Tanda Bukti Setor yaitu sebesar Rp. 207.783,84 dan Rp. 149.947.680, akan tetapi berdasarkan buku besar 55
perkiraan yang disampaikan PT. LM tidak ada pencatatan biaya ekspor sejumlah tersebut diatas, sehingga penulis tidak dapat meyakini dokumen yang disampaikan oleh PT. LM. Karena PT. LM sebagai Pemohon banding tidak dapat memberikan bukti atas Biaya Pajak Ekspor sebesar Rp. 351.210.657 berdasarkan bukti dan fakta di persidangan maka majelis
berketetapan bahwa
koreksi
Fiskus
sebagai
Terbanding atas Biaya
Pemasaran/Promosi tetap dipertahankan. Penulis sependapat dengan analisa majelis karena pembayaran Pajak Ekspor tidak dilakukan langsung ke kantor pabean melainkan ke perorangan, sehingga kebenaran tentang pembayaran Pajak Ekspor diragukan, ini sesuai Peraturan dari Direktorat Bea dan Cukai : PP No.22 tahun 2008. 4. Pokok Sengketa : Kredit Pajak sebesar Rp. 22.425.784 Menurut Fiskus sebagai Terbanding bahwa atas koreksi tersebut telah dilakukan konfirmasi ulang sebagai berikut : - S-1132/PJ.071/2007 tanggal 16 April 2007 kepada Bank BCA Banjarmasin - S-1053/PJ.071/2007 tanggal 13 April 2007 kepada KPP Setiabudi Satu Sampai saat penulis melakukan analisa ini belum ada konfirmasi yang diterima, namun dari menu MP3 diketahui bahwa telah dilakukan pembayaran oleh PT. SA NPWP 01.XXX.XXX.X-XXX selaku pemotong PPh Pasal 23 sebesar Rp. 14.383.463 pada tanggal 10 Januari 2005 atas masa pajak Desember 2004, sehingga koreksi atas Kredit Pajak menjadi sebesar :
- Kredit Pajak cfm Terbanding
:
Rp. 161.112.892
- Kredit Pajak cfm Pemohon Banding
:
Rp. 169.155.213 56
Koreksi
Rp.
8.042.321
Dan telah ditetapkan dalam KEP-349/PJ.07/2007 tanggal 21 Mei 2007 yang menerima sebagian keberatan PT. LM. Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding bahwa koreksi atas Kredit Pajak sebesar Rp.8.042.321 dan seluruh kredit pajak sebesar Rp. 22.425.784, dengan alasan bahwa seluruh pembayaran pajak telah dan selalu PT. LM lakukan melalui bank resmi yang ditunjuk untuk menerima pembayaran dan di cap sebagai bukti sahnya pembayaran Pemohon Banding. Hasil analisa majelis terhadap bukti-bukti berupa Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor tanggal 8 Oktober 2004 sebesar Rp. 6.746.419 dan Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor 8 Oktober 2004 sebesar Rp. 1.295.902 diketahui disetorkan melalui Bank BCA Cabang Banjarmasin. Maka berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta majelis berketetapan bahwa bukti surat setoran tersebut diatas adalah merupakan pembayaran Pemohon Banding, sehingga dapat dikreditkan. Penulis sependapat dengan analisa majelis atas Kredit Pajak Pemohon Banding sebesar Rp.8.042.321 karena terdapat bukti setoran pabean, cukai dan pajak dalam rangka impor dan disetor melalui BCA (Sebagai bank persepsi menurut Surat Edaran SE-02/PJ/2003) cabang Banjarmasin dan bank tersebut harus bersedia diperiksa atas pelaksanaan pengelolaan setoran penerimaan negara yang diterima (menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/KMK.03/2003) agar tidak terjadi penyelewengan oleh pihak bank, sehingga menurut penulis koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan.
57
Tabel 4.1 Hasil Analisa Penulis atas SKPKB PPh Badan PT. LM
No.
Menurut
Menurut
Koreksi
Koreksi
Pos-pos yang dikoreksi dan
Pemohon
Terbanding
Terbanding
Menurut
Perhitungan Pajak Terutang
Banding (WP)
(Pemeriksa)
Pengadilan Pajak
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
1.
Peredaran Usaha Bruto
229.970.019.841
237.422.508.286
(7.452.488.445)
(7.247.477.600)
2.
Harga Pokok Penjualan
172.390.550.373
172.376.995.061
13.555.312
13.555.312
3.
Laba Bruto
57.579.469.468
65.045.513.225
(7.466.043.757)
(7.261.032.912)
4.
Penghasilan bruto dari luar usaha
29.456.499.940
29.446.298.778
10.201.162
10.201.162
5.
Jumlah penghasilan bruto
28.122.969.528
35.599.214.447
(7.476.244.919)
(7.271.234.074)
6.
Pengurangan Penghasilan 11.524.582.496
11.173.371.839
351.210.657
351.210.657
16.598.387.032
24.425.842.608
(7.827.455.576)
(7.622.444.731)
-
-
-
-
16.598.387.032
24.425.842.608
(7.827.455.576)
(7.622.444.731)
-
-
-
-
16.598.387.032
16.598.387.032
-
-
Bruto 7.
Penghasilan neto dalam negeri
8.
Penghasilan neto luar negeri
9.
Jumlah penghasilan neto
10.
Penghasilan tidak kena pajak
11.
Kompensasi kerugian
12.
Penghasilan kena pajak
-
7.827.455.000
(7.827.455.576)
(7.622.444.731)
13.
Pajak Penghasilan terutang
-
2.330.736.500
2.330.736.500
2.269233.420
14.
PPh yang dipotong/dipungut
169.155.213
146.729.429
22.425.784
169.155.213
pihak lain & PPh yang dibayar diluar negeri
58
15.
PPh yang kurang/(lebih) dibayar
16.
PPh yang dibayar sendiri
17.
PPh yang kurang/(lebih) dibayar
18.
(169.155.213)
2.184.007.071
(2.353.162.284)
2.100.078.207
-
-
-
-
(169.155.213)
2.184.007.071
(2.353.162.284)
2.100.078.207
-
655.202.121
(655.202.121)
598.291.614
(169.155.213)
2.839.209.192
(3.008.364.405)
2.698.369.821
Sanksi administrasi : Bunga Pasal 13 (2) KUP
19.
Jumlah yang masih harus dibayar
IV. 2. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 21 Masa Januari – Desember 2004 PT. LM 1. Pokok Sengketa: Koreksi Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Sebesar Rp. 956.877.235 Menurut Fiskus sebagai Pemeriksa dan Terbanding bahwa berdasarkan hasil perbandingan antara obyek PPh pasal 21 yang telah dikenakan PPh Pasal 21 oleh Pemohon Banding dengan biaya yang menjadi objek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa, diketahui terdapat selisih obyek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding, dengan perhitungan sebagai berikut : Obyek PPh Pasal 21 menurut Pemohon Banding
Rp. 2.319.524.430
Obyek PPh Pasal 21 belum dilaporkan : Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR, dsb
Rp. 2.532.012.524
Biaya/tunjangan transportasi
Rp.
Lain-lain
Rp. 598.917.031
Obyek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa
145.472.110
Rp. 3.276.401.665 59
Koreksi obyek PPh Pasal 21
Rp.
956.877.235
bahwa Pemeriksa telah mengirimkan surat permintaan data, namun PT. LM sebagai Pemohon Banding tidak memberikan data untuk penyelesaian keberatan sebelum banding dilayangkan oleh PT. LM. Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding, bahwa PT. LM tidak dapat menerima koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa dengan alasan, sebagai berikut : - Biaya Gaji, Upah, Bonus, THR (saldo buku besar)
Rp. 2.532.012.524
(-) Tunjangan Dana Pensiun (non obyek PPh Pasal 21)
Rp. (155.520.638)
(-) Tunjamgan Jamsostek JHT (non obyek PPh Pasal 21)
Rp.
Saldo yang seharusnya di SPT Tahunan PPh Pasal 21
Rp. 2.340.183.908
(36.307.978)
bahwa biaya tunjangan transportasi sebesar Rp. 145.472.110 merupakan biaya untuk perjalanan direksi untuk mengunjungi kebun / pabrik yang berada ada diluar Jakarta, dan menurut PT. LM biaya tersebut bukan obyek PPh Pasal 21 karena tidak ada hubungannya dengan pendapatan karyawan. Selain itu Biaya lain-lain sebesar Rp. 598.917.031, PT. LM tidak menemukan rincian atas perhitungan tersebut. Hasil analisa majelis berdasarkan bukti-bukti pendukung dari PT. LM berupa : - Rekap Jamsostek - Bank voucher pembayaran Jamsostek, - Copy Kwitansi Jamsostek Januari-Desember 2004, - Buku Besar Akun 71.117.00000 dan 73.107.000000 - KEP-0XX/XX.XX/1999 tentang Pengesahan atas Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun SI, - Surat Direktorat Jendral Pajak Nomor : S-XXX/XX.XX/2003 tanggal 24 Maret 2003, - Copy SPT Tahunan PPh Pasal 21 Tahun 2004; 60
bahwa koreksi obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp. 956.877.235 diperoleh Pemeriksa dari buku besar dengan perhitungan : - Obyek 21 cfm Pemeriksa
Rp. 3.276.401.665*
- Obyek 21 cfm Pemohon banding
Rp. 2.319.524.430
Koreksi
Rp. 956.877.235**
*Dengan perhitungan obyek PPh Pasal 21 Pemeriksa terdiri dari : - Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR, dsb
Rp. 2.532.012.524
- Biaya Transportasi
Rp.
- Lain-lain
Rp. 598.917.031
145.472.110
Rp. 3.276.401.665 **Untuk koreksi atas obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp. 2.319.524.430, yang terdiri dari : 1. Iuran Pensiun sebesar Rp. 155.520.638 Bahwa berdasarkan penelitian majelis terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berpendapat bahwa Iuran Pemberi Kerja adalah Iuran Pensiun Pegawai yang dibayarkan Pemohon banding kepada Dana Pensiun Salim Ivomas Pratama yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor : S087/KM.17/1999 tanggal 8 Februari 1999, sehingga majelis berketetapan koreksi Terbanding atas Iuran Pensiun sebesar Rp. 155.520.638 tidak dapat dipertahankan. Menurut penulis, Surat Menteri Keuangan Nomor : S-087/KM.17/1999 dikeluarkan setelah diterbitkan Peraturan atas Dana Pensiun Pemberi Kerja PP No.76 Tahun 1992, sesuai Pasal 4 (L) PP No.76 Tahun 1992 bahwa iuran pemberi kerja, termasuk kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran pensiun pegawai, dan sesuai Pasal 2 PP No.76 Tahun 1992 bahwa setiap pembentukan dana pensiun disahkan oleh menteri, dan Dana tersebut dikembalikan kepada pegawai pemberi kerja yang berhak 61
sesuai dengan manfaat dan iuran awal. Dan menurut Pasal 6 ayat (1c) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa “iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya”, jadi menurut penulis Iuran Pensiun Pemohon Banding dapat dijadikan biaya untuk mengurangi penghasilan bruto, dan pengertian dari Pasal 4 ayat (3g) dalam hal tidak termasuk sebagai Objek Pajak yang menyebutkan ”iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai” adalah untuk dana pensiun bukan pemberi kerja karena dana tersebut akan dibayarkan kembali kepada pemberi kerja. Sehingga menurut penulis koreksi dari Terbanding tidak dapat dipertahankan. 2. Biaya Jamsostek sebesar Rp. 36.307.978 Berdasarkan penelitian majelis atas SPT Masa PPh Pasal 21 Tahun 2004, Rekening Koran, Payment Voucher, Pembayaran Jamsostek dan Buku Besar, dan faktafakta yang terungkap dalam persidangan, majelis berpendapat bahwa Biaya Jamsostek adalah pembayaran jaminan hari tua yang dibayarkan PT. LM kepada Jamsostek sehingga majelis berkesipulan bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 7 huruf (c) Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 21 dan Pasal 26 sehubungan Pekerjaan, Jasa, dan kegiatan Orang Pribadi yaitu ”tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan 62
Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja”, sehingga majelis berketetapan bukan merupakan objek PPh Pasal 21, dan koreksi Terbanding atas Biaya Jamsostek sebesar Rp. 36.307.978 tidak dapat dipertahankan. Menurut penulis sesuai Pasal 21 ayat (1a dan c) bahwa ”Pemotongan, penyetoran , dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan namadan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh : a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun Dan yang tidak termasuk dalam pengertian yang dipotong PPh Pasal 21 sesuai dengan Pasal 7 (c) Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 adalah Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. Dalam hal ini Pemohon Banding membayarkan jaminan hari tua kepada Jamsostek, dengan demikian biaya Jamsostek tersebut tidak dipotong PPh Pasal 21, dan sesuai Pasal 8 ayat (1b) bahwa “Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan” sehingga penulis berpendapat bahwa koreksi terbanding tidak dapat dipertahankan. 63
3. Biaya Perjalanan Dinas sebesar Rp. 145.472.110 Bahwa berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui biaya sebesar Rp. 145.472.110 adalah merupakan biaya untuk perjalanan direksi untuk mengunjungi kebun/pabrik yang berada ada diluar Jakarta, sehingga berdsarakan bukti-bukti, majelis berketetapan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21, oleh karenanya koreksi atas biaya Perjalanan Dinas sebesar Rp. 145.472.110 tidak dapat dipertahankan. Menurut penulis atas Biaya Perjalanan Dinas bahwa terdapat bukti berupa Kuitansi, Invoice, Tiket, Rekening Koran, dan Bank Voucher, selain fakta dalam pesidangan. Maka atas bukti dan fakta diatas penulis sependapat dengan majelis atas koreksi Terbanding yang tidakdapat dipertahankan. 4. Biaya Lain-lain sebesar Rp. 598.917.031 Bahwa Koreksi Biaya Lain-lain sebesar Rp. 598.917.031 merupakan biaya sebagai berikut : 4.1 Kas Keluar (CK) sebesar Rp. 130.613.611 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 130.613.611 adalah merupakan biaya konsumsi, uang makan supir, dan lain sebagainya. Sehingga atas pemeriksaan buktibukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21, oleh karenanya koreksi Terbanding atas Kas Keluar (CK) sebesar Rp. 130.613.611 tidak apat dipertahankan. Menurut Pasal 4 (3) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa ”Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh Pasal 21”, akan tetapi dengan 64
adanya bukti setor kepada bank itu menandakan adanya aliran uang yang keluar, apabila uang tersebut digunakan untuk pembelian barang, atau dalam bentuk natura lainnya maka harus terdapat bukti pembelian dari penjual, kuitansi, invoice, dan bukti lainnya. Dan juga kata lain sebagainya dalam rekap putusan juga kurang jelas digunakan untuk apa, bisa saja itu adalah tunjangan atau honor dari perusahaan. sehingga penulis berpendapat bahwa penulis kurang sependapat dengan majelis atas ketetapan yang dikeluarkan tersebut. 4.2 Memorial Factory (MF) sebesar Rp. 3.511.643 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 3.511.643 adalah merupakan biaya alokasi pengobatan, perumahan, alokasi mess. Sehingga atas pemeriksaan bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21, oleh karenanya koreksi Terbanding atas Memorial Factory (MF) sebesar Rp. 3.511.643. Menurut Pasal 4 (3) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa ”Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh Pasal 21”, sehingga penulis sependapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan. 4.3 Memorial Payroll (MPU-02) - Upah sebesar Rp. 220.797.247 Berdasarkan penelitian penulis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 220.797.247 merupakan Memorial Payroll (MPU-02) - Upah, oleh karena itu majelis berpendapat bahwa Memorial Payroll (MPU-02) - Upah adalah merupakan obyek PPh Pasal 21. Dan juga berdasarkan penelitian majelis terhadap SPT Tahunan PPh pasal 21 Tahun 2004 diketahui PT. LM telah perhitungkan, setor, dan laporkan kepada KPP Banjarbaru. Oleh karenanya koreksi 65
Terbanding atas Memorial Payroll (MPU-02)-Upah sebesar Rp. 220.797.247 tidak dapat dipertahankan. Penulis pendapat Memorial atas upah tersebut memang merupakan upah yang sama dengan gaji yang sudah dilakukan pemotongan oleh Pemohon Banding tetapi dalam hal ini Terbanding melakukan lagi koreksi karena merasa upah tersebut belum dipotong dan disetorkan, maka dengan analisa pengadilan berdasarkan bukti-bukti yang ada yaitu Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Bank Voucher. Bahwa Pemohon Banding telah memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kepada KPP Banjarbaru atas Upah tersebut. 4.4 Memorial Payroll (MPU-03 ) - Pengobatan sebesar Rp. 13.852.314 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 13.852.314 merupakan alokasi biaya pengobatan
dimana
sebagai
pengusaha
didaerah
terpencil
sesuai
KEP-
58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti, majelis berketetapan bahwa biaya sebesar Rp. 13.852.314 merupakan alokasi biaya pengobatan dimana sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996, oleh karenannya koreksi Terbanding atas Memorial Payroll (MPU-03)-Pengobatan sebesar Rp. 13.852.314 tidak dapat dipertahankan. Penulis berpendapat bahwa KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 harus ditinjau ulang, seiring jalannya waktu dan perkembangan daerah tersebut karena terdapat perusahaan yang melakukan usaha didaerah tersebut dan membayar pajaknya disana, pastilah berusaha untuk membangun daerah tersebut agar menjadi daerah yang berkembang dari sebelumnya. Namun menurut Pasal 4 ayat 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 66
KEP – 213 PJ.2001 “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang kembali ” tetapi peraturan tersebut berlaku milai tahun 2001. Tahun Pajak yang dibanding oleh Pemohon Banding adalah tahun 2004, dan menurut penulis apakah sejak tahun 1996 hingga 2004 daerah tersebut tidak ada perkembangan, menurut penulis Direktorat Jenderal Pajak harus meninjau ulang apakah daerah tempat Pemohon Banding berusaha memang masih terpencil atau sudah berkembang. Maka karena hal tersebut diatas penulis kurang sependapat dengan putusan pengadilan karena seharusnya Keputuan mengenai Pengusaha Daerah Terpencil dipakai sejak tahun 2001 menurut peraturan terbaru, karena tahun pajak Pemohon Banding adalah tahun 2004. 4.5 Memorial Payroll (MPU-04) -Perumahan sebesar Rp. 9.265.708 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 9.265.708 merupakan alokasi biaya perumahan
dimana
sebagai
pengusaha
didaerah
terpencil
sesuai
KEP-
58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti, penulis berpendapat bahwa biaya sebesar Rp. 9.265.708 merupakan alokasi biaya perumahan dimana sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 tanggal 12 April 1996, oleh karenannya koreksi Terbanding atas Memorial Payroll (MPU-04)-Perumahan sebesar Rp. 9.265.708 tidak dapat dipertahankan. Penulis berpendapat bahwa KEP-58.PDT/WPJ.04/1996 harus ditinjau ulang, karena seiring jalannya waktu dan perkembangan daerah tersebut karena terdapat perusahaan yang melakukan usaha didaerah tersebut, pastilah berusaha untuk membangun daerah tersebut agar menjadi daerah yang berkembang dari sebelumnya. 67
Namun menurut Pasal 4 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 213 PJ.2001 “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang kembali ” tetapi peraturan tersebut berlaku milai tahun 2001. Tahun Pajak yang dibanding oleh Pemohon Banding adalah tahun 2004, dan menurut penulis apakah sejak tahun 1996 hingga 2004 daerah tersebut tidak ada perkembangan, menurut penulis Direktorat Jenderal Pajak harus meninjau ulang apakah daerah tempat Pemohon Banding berusaha memang masih terpencil atau sudah berkembang. Maka karena hal tersebut diatas penulis kurang sependapat dengan putusan pengadilan karena seharusnya Keputuan mengenai Pengusaha Daerah Terpencil dipakai sejak tahun 2001 menurut peraturan terbaru, karena tahun pajak Pemohon Banding adalah tahun 2004. 4.6 Bank Keluar (BK) sebesar Rp. 217.948.286 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 217.948.286 adalah merupakan biaya buruh kapal. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan faktafakta, majelis berketetapan bahwa biaya sebesar Rp. 217.948.286 adalah merupakan biaya buruh kapal, oleh karena itu koreksi Terbanding atas Bank Keluar (BK) sebesar Rp. 217.948.286 tidak dapat dipertahankan. Menurut Pasal 4 (3d) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa ”Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan bukan dalam bentuk uang, bukan merupakan objek PPh 21”. Menurut penulis, terdapat pengiriman uang melalui bank, dan ini jelas dalam bentuk uang bukan dalam bentuk kenikmatan atau natura.
68
4.7 Memorial Stock (MSU001) sebesar Rp. 2.928.222 Berdasarkan penelitian majelis atas Kuitansi, Invoice, Rekening Koran, Tiket, Bank Voucher diketahui bahwa biaya sebesar Rp. 2.928.222 adalah merupakan pembelian pakaian seragam. Sehingga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap buktibukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan bahwa biaya sebesar Rp. 2.928.222 adalah merupakan pembelian pakaian seragam, oleh karena itu koreksi Terbanding atas Memorial Stock sebesar Rp. 2.928.222 tidak dapat dipertahankan. Menurut Pasal 6 (1a) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yang dapat mengurangi penghasilan bruto adalah bahwa ” termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan ”, tetapi dalam hal ini tidak terdapat bukti atas Faktur PPN dari penjual, sehingga pembelian atas pakaian seragam tersebut diragukan kebenarannya, dengan demikian penulis berpendapat ketetapan majelis atas koreksi Terbanding bisa diperiksa lebih seksama dengan melihat bukti kuat lainnya. 5. Lainnya sebesar Rp. 20.659.478 Dalam analisa majelis, Pemohon Banding dalam persidangan tidak membawa bukti atas koreksi lainnya sebesar Rp. 20.659.478. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, koreksi atas lainnya sebesar Rp. 20.659.478 tetap dipertahankan. Berdasarkan rekap bukti persidangan tidak terdapat bukti perhitungan tentang biaya lainnya, sehingga penulis sependapat dengan majelis dan koreksi Terbanding tetap dipertahankan.
69
Tabel 4.2 Hasil Analisa Penulis atas SKPKB PPh Pasal 21 PT. LM No.
Pos-pos dalam PPh Pasal 21
1.
Dasar Pengenaan Pajak
2.
Pajak penghasilan Pasal 21 terutang
3.
PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah
4.
PPh Pasal 21 yang telah disetor (Kredit Pajak)
5.
PPh Pasal 21 yang kurang (lebih) dibayar
6.
Pemohon Banding
Terbanding
(Rp)
(Rp)
Koreksi Pengadilan Pajak (Rp)
2.319.524.430
3.276.401.665
2.340.183.908
\314.204.250
360.253.120
316.270.198
1.794.992
-
1.794.992
312.409.258
312.409.258
312.409.258
-
47.843.862
312.409.258
Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
-
-
-
7.
Bunga Pasal 13(2) KUP
-
14.353.159
619.785
8.
Kenaikan Pasal 13(3) KUP
-
-
-
9.
Jumlah PPh Pasal 21 yang masih harus dibayar
-
62.197.021
2.685.733
IV. 3. Analisa Surat Permohonan Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari – Desember 2004 PT. LM 1. Pokok Sengketa : Koreksi Atas Beban Bunga sebesar Rp. 32.023.743 Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding, beban bunga sebesar Rp. 32.023.743 adalah dari perusahaan Leasing PT. SIF atas Sewa Guna Usaha dan telah PT.LM potong sesuai dengan Surat Edaran Nomor : SE-29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992 point 5.3. ”Atas Pembayaran Sewa Guna Usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23”. 70
Terbanding melakukan koreksi berdasarkan hasil ekualisasi objek PPh Pasal 23 yang telah dikenakan oleh Pemohon Banding dengan biaya yang menjadi obyek PPh Pasal 23 menurut Terbanding, dengan perhitungan sebagai berikut : Menurut Pemeriksa (Beban Bunga) : - Beban Bunga – MG
Rp. 506.528.735
- Beban Bunga – Leasing AAF
Rp.
- Beban Bunga – Leasing SIF
Rp. 49.438.363
197.380
Rp. 556.164.478 Menurut Pemohon Banding (Beban Bunga) Rp. 524.140.735 Koreksi
Rp. 32.023.743
Bahwa ekualisasi diatas adalah untuk biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding dikantor pusatnya, yang meliputi biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi, sedangkan biaya pada komponen HPP tidak dimasukkan dalam ekualisasi karena PPh Pasal 23 terutang pada kantor cabang, KPP Banjar Baru dan untuk pemeriksaannya telah diminta permintaan pemeriksaan lokasi pada Karikpa Banjarmasin. Dan sampai selesai proses keberatan terdahulu, Pemohon Banding tidak memberikan data yang dapat diyakini kebenarannya, Pemohon Bandig hanya memberikan data berupa fotokopi SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Audit Tahun 2004, dimana laporan tersebut hanya laporan konsolidasi, sehingga tidak tersedia cukup data. Dalam persidangan terdapat bukti-bukti pendukung berupa : - Buku Besar Akun 92.410.010022, - Buku Besar Akun 29.617.000000, - Buku Besar Akun 92.410.030004, - Buku Besar Akun 92.410.030005, 71
- Akta Perjanjian Leasing Swadarma tanggal 12 Juni 2001 Nomor 61, - SE -29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992, - Buku Besar atas Biaya Leasing - Perjanjian Leasing Terbanding melakukan uji materi koreksi PPh Pasal 23 atas Bunga sebesar Rp. 49.438.363 atas leasing PT. SIF dicatat dalam akun 92.410.030005.00, dan Pemohon Banding belum memotong PPh Pasal 23 atas Biaya sebesar Rp. 49.438.363 terkait leasing dengan PT. SIF. Sedangkan terkait dengan Koreksi Obyek Pajak PPh Pasal 23 atas bunga sebesar Rp. 32.023.743, Pemohon Banding mengemukakan adalah untuk pembayaran leasing bukan Obyek PPh Pasal 23 sesuai SE -29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992. Akan tetapi berdasarkan uji materi oleh Terbanding bahwa Terbanding memahami ketentuan yang diatur dalam SE -29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992 akan tetapi diketahui bahwa Pemohon Banding membebankan secara terpisah dalam Buku Besar Biaya Bunga, dan atas pembebanan tersebut belum dilaporkan PPh Pasal 23. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berpendapat bahwa Pemohon Banding membebankan secara terpisah dalam Buku Besar Biaya Bunga dan atas pembebanan tersebut belum dilaporkan PPh Pasal 23, sehingga majelis berketetapan koreksi terbanding atas beban bunga sebesar Rp. 32.023.743 adalah sudah benar dan tetap dipertahankan. Menurut Penulis bahwa biaya bunga tersebut tidak Pemohon Banding masukan ke dalam Buku Besar keseluruhan perusahaan, karena biaya bunga tersebut terdapat dalam Buku Besar yang ada dalam cabang di kebun/pabrik. Sehingga penulis sependapat dengan ketetapan majelis dan koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 72
2. Pokok Sengketa : Koreksi Sewa Angkutan Darat sebesar Rp. 2.752.012.477 Menurut Pemohon Banding bahwa Biaya Angkut TBS dan MKS sebesar Rp. 2.752.012.377 PT. LM lakukan sesuai kontrak berdasar banyak atau volume barang, berat barang, jarak tempuh tujuan, sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 poin 2.2 maka atas transaksi tersebut bukan merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23. Menurut Fiskus sebagai Terbanding bahwa koreksi tersebut berdasarkan hasil ekualisasi obyek PPh Pasal 23 oleh Pemohon Banding dengan biaya yang menjadi obyek PPh Pasal 23 menurut Pemeriksa, dengan perhitungan sebagai berikut : Menurut Pemeriksa (Sewa Angkutan Darat) : - (SCE) Beban Pengangkutan-Tbs
Rp.
377.752.871
- (LNE) Beban pengangkutan-Tbs
Rp. 1.289.116.000
- (BKE) Beban Pengangkutan-Tbs
Rp.
- (BBF) Alk. Kendaraan Angkut-MKS
Rp. 220.642.636
- (BBF) Pengangkutan CPO Truk Luar
Rp.
383.082.195
- (BBE) Beban Pengangkutan-Tbs
Rp.
151.766.550
329.652.125
Rp. 2.752.012.377 Menurut Pemohon Banding (sewa angkuta darat) : Rp. Koreksi
0
Rp. 2.752.012.377
Bahwa ekualisasi diatas adalah untuk biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding dikantor pusatnya, yang meliputi biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi, sedangkan biaya pada komponen HPP tidak dimasukkan dalam ekualisasi karena PPh Pasal 23 terutang pada kantor cabang, KPP Banjar Baru dan untuk pemeriksaannya telah diminta permintaan pemeriksaan lokasi pada Karikpa Banjarmasin. Sesuai dengan SE 73
Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 point 2.2 ”jasa angkutan darat yang bukan merupakan obyek PPh Pasal 23 adalah jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang, jarak ke tempat
tujuan,
sepanjang
kontrak/perjanjian angkutan yang dibayar berdasarkan banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut tersebut sampai ketempat tujuan pada waktunya”. Jadi biaya angkut yang tidak dikenakan biaya PPh Pasal 23 adalah Biaya Angkut yang dibayarkan pada perusahaan jasa pengangkutan/pengiriman (ekspedisi), dalam hal ini Pemohon Banding tidak melakukan pengiriman dengan menggunakan jasa eksdpedisi menurut surat perjanjian kerja Nomor : LNE/SPK-LKL/I/07/003 dan Nomor : LNE/SPK-LVL/IV/07/012, karena dilakukan oleh perorangan selaku kontraktor lokal. Hasil analisa majelis terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta dari Pemohon Banding dan Terbanding berupa : - SPK LNE/SPK-LKL/XI/04/0012 tanggal 18 November 2004 - SPK LNE/SPK-LKL/V/04/009 tanggal 25 Mei 2004 - SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 - SSP Pembayaran Angkut MKS Januari – Desember 2004 Menurut Pemohon Banding atas nilai sebesar Rp. 2.752.012.477 hasil koreksi Pemeriksa adalah PT. LM lakukan berdasarkan kontrak angkutan darat yang dibayar berdasarkan, jarak ke tempat tujuan, volume barang, berat barang, dan jarak ke tempat tujuan, yaitu sebesar Rp. 2.531.369.741. Sedangkan sebesar Rp. 45.934.831 telah setor dan potongan PPh Pasal 23 dan sisanya sebesar Rp. 174.707.805 merupakan alokasi Hino dimana aktiva kendaraan tersebut milik Pemohon Banding.
74
Dan menurut Terbanding dalam persidangan bahwa Pemohon Banding hanya menunjukkan kontrak sewa truk dengan saudara M. Jude dan saudara Ang Beng Lam, Pemohon Banding belum membawa bukti asli voucher pembayaran dan invoce terkait dengan sewa angkutan darat. Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995 point 2.2, maka ”biaya angkut yang tidak dikenakan PPh Pasal 23 adalah biaya angkut yang dibayarkan pada perusahaan jasa pengangkutan/pengiriman (ekspedisi)”. Bahwa berdasarkan penelitian majelis terhadap bukti berupa Surat Perjanjian Kerja Nomor : LNE/SPK-LKL/I/07/003 dan Nomor : LNE/SPK-LKL/IV/07/012, jasa pengangkutan tersebut dilakukan oleh perorangan selaku kontraktor lokal bukan oleh perusahaan angkutan barang (ekspedisi). Dan Pemohon Banding tidak melakukan pengiriman dengan menggunakan jasa perusahaan ekspedisi dan Pemohon Banding tidak membreikan bukti bahwa saudara M. Jude dan saudara Ang Beng Lam usahanya adalah menyewakan jasa angkutan darat. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maupun keterangan Pemohon Banding dan Terbanding, majelis berpendapat bahwa jasa angkutan yang dibayar Pemohon Banding bukan termasuk yang tidak dikenakan PPh Pasal 23 sesuai ketentuan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 1995, sehingga majelis berketetapan bahwa Sewa Angkutan darat sebesar Rp. 2.752.012.377 yang terdiri dari : - (SCE) Beban Pengangkutan-Tbs
Rp.
377.752.871
- (LNE) Beban pengangkutan-Tbs
Rp. 1.289.116.000
- (BKE) Beban Pengangkutan-Tbs
Rp.
329.652.125 75
- (BBF) Alk. Kendaraan Angkut-MKS
Rp. 220.642.636
- (BBF) Pengangkutan CPO Truk Luar
Rp.
383.082.195
- (BBE) Beban Pengangkutan-Tbs
Rp.
151.766.550
adalah merupakan obyek PPh Pasal 23, sehingga koreksi Terbanding atas Sewa Angkutan Darat sebesar Rp. 2.752.012.377 sudah benar dan tetap dipertahankan. Menurut pendapat penulis sesuai Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE08/PJ.313/1995 poin 2.1, jasa angkutan darat yang tidak dikenakan objek PPh Pasal 23 apabila memakai jasa angkutan kendaraan perusahaan taxi yang disewa sesuai tarif argometer sedangkan Pemohon Banding memakai jasa milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum, dengan demikian penulis sependapat dengan penulis mengenai Objek Pemotong PPh Pasal 23, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan. 3. Pokok Sengketa : Koreksi Perbaikan Ruangan sebesar Rp. 73.612.000 Menurut Pemohon Banding koreksi perbaikan ruangan sebesar Rp. 73.612.000 dengan alasan bahwa PT. LM selaku Pemohon Banding telah setor dan memotong PPh Pasal 23 seluruhnya. Sedangkan menurut Terbanding sampai selesainya keberatan sebelum proses banding diajukan, PT. LM sebagai Pemohon banding tidak memberikan data pendukung yang dapat diyakini kebenarannya dan dapat digunakan untuk proses keberatan dan proses banding, karena Pemohon Banding hanya memberikan data berupa fotokopi SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Audit Tahun 2004, karena laporan –laporan tersebut merupakan laporan konsolidasi sehingga data yang disajikan tidak cukup. Dan Terdapat bukti-bukti dan fakta-fakta yang terdiri dari : - Buku Besar Akun 73241000000 & 73.291000000 76
- Rekap SSP Sewa Gedung - Bank Voucher pembayaran sewa gedung bulan Maret – Desember 2004, - SPT PPh Pasal 4 (2) - Bukti potong PPh Pasal 4 (2) Final - SSP PPh Pasal 4 (2) Final, Dalam persidangan Pemohon Banding mengemukakan bahwa telah setor Obyek PPh Pasal 23 adapun selisihnya sebesar Rp. 14.081.200 merupakan PPN. Terbanding dalam persidangan mengemukakan koreksi Obyek PPh Pasal 23 sebesar Rp. 73.612.000 adalah terkait Obyek PPh Pasal 23 atas Servive Pay Term yang dibayarkan Pemohon banding kepada PT. IBN, dan berdasarkan uji materi diketahui bahwa Pemohon Banding belum memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran Servive Pay Term sebesar Rp. 73.612.000 kepada PT. IBN. Bahwa dokumen yang ditunjukkan saat uji materi adalah Bukti potong PPh Pasal 4 (2) Final atas persewaan tanah/bangunan dan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) Final, dan juga memperhatikan Invoice dari PT. IBN yang menagih biaya Servive Pay Term adalah Obyek PPh Pasal 23 namun Pemohon Banding belum memotongnya. Dan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berpendapat bahwa biaya Servive Pay Term adalah merupakan Obyek PPh Pasal 23, sehingga majelis berketetapan bahwa koreksi Terbanding atas Perbaikan Ruangan sebesar Rp. 73.612.000 tetap dipertahankan. Menurut penulis sesuai rekap bukti majelis bahwa tidak terdapat bukti potong atas PPh Pasal 23 dan SSP PPN atas pembayaran kepada PT.IBN. dengan demikian penulis sependapat dengan majelis bahwa koreksi Terbanding tetap dipertahankan.
77
4. Pokok Sengketa : Kredit Pajak sebesar Rp. 78.591.471 Menurut PT. LM sebagai Pemohon Banding bahwa koreksi atas Kredit Pajak sebesar Rp.78.591 471 atas SSP bunga wesel PT. MG dengan alasan bahwa seluruh pembayaran pajak telah dan selalu PT. LM lakukan melalui bank resmi yang ditunjuk untuk menerima pembayaran dan di cap sebagai bukti sahnya pembayaran Pemohon Banding. Perhitungan atas koreksi Kredit Pajak sebesar Rp. 78.591.471 adalah sebagai berikut : - Menurut Pemeriksa
Rp.
- Menurut Pemohon Banding
Rp. 78.621.110
Koreksi
29.639
Rp. 78.591.471
Bahwa koreksi tersebut berdasarkan data SSP lembar ke-2 dari Intranet Direktorat Jenderal Pajak bahwa jumlah dari lembar ke-2 yang diinput hanya sebesar yang tersebut diatas, dan sampai akhir pemeriksaan belum ada jawaban hasil konfirmasi pihak ketiga. Dan atas koreksi terbanding tersebut telah dilakukan konfirmasi ulang dengan Surat Nomor : S-1180/PJ.071/2007 tanggal 18 April 2007 kepada KPP J1 SB, dan dari data SSP lembar ke-2 dari Intranet Direktorat Jenderal Pajak bahwa jumlah dari lembar ke-2 yang diinput hanya sebesar Rp. 29.639, lalu dari menu MP3 tidak diketahui dengan jelas mengenai pembayaran oleh PT.MG sebesar Rp. 78.591.471. Dalam persidangan terdapat bukti pendukung berupa : - SSP Pembayaran atas Bunga PT, MG tanggal 10 Januari 2005 - List Voucher BNA002 tanggal 10 Januari 2005 - Rekening Koran - Buku Besar Akun 72.111.020000 - Buku Besar Akun 72.111.030000 78
- Buku Besar Akun 72.115.000000 CBBE, LNE, BKE, SCE - Buku Besar Akun 72.121.020000 dan 72.121.030000 - Bank Voucher BNA050 tanggal 27 September 2004 Berdasarkan penelitian Penulis terhadap SSP diketahui pembayaran atas bunga PT. MG tanggal 10 Januari 2005 sebesar Rp. 78.591.471. Dan Atas hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta, majelis berketetapan atas SSP yang merupakan pembayaran atas bunga PT. MG tanggal 10 Januari 2005 sebesar Rp. 78.591.471, dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding. Penulis sependapat dengan majelis karena berdasarkan bukti Voucher dan SSP pembayaran kepada PT.MG bahwa PT.LM telah membayarkan kepada PT.MG sehingga boleh dikreditkan dalam perhitungan Pajak PT.LM.
Tabel 4.3 Hasil Analisa Penulis atas SKPKB PPh Pasal 23 PT. LM No.
Pos-pos yang dikoreksi
Menurut
Menurut
Koreksi
Koreksi
dan Perhitungan Pajak
Pemohon
Terbanding
Terbanding
Menurut
Terutang
Banding (WP)
(Pemeriksa)
Pengadilan Pajak
(Rp) 1.
Dasar Pengenaan Pajak
2.
PPh Pasal 23 terutang
3.
PPh Pasal 23 yang
(Rp)
(Rp)
(Rp)
524.140.735
3.381.788.855
2.857.648.120
3.381.788.855
78.621.110
170.401.763
91.780.653
170.401.763
78.621.110
29.639
78.591.471
78.621.110
-
170.372.124
170.372.124
91.780.653
telah disetor (Kredit Pajak) : Masa dan Tahunan 4.
PPh Pasal 23 yang kurang (lebih) dibayar
79
5.
Kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
6.
-
-
-
-
51.111.637
51.111.637
27.534.196
-
-
-
-
-
221.483.761
221.483.761
119.314.749
Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP
7.
-
Kenaikan PPh Pasal 23 yang masih harus dibayar
8.
Jumlah PPh Pasal 23 yang masih harus dibayar
IV. 4. Rangkuman Atas Hasil Analisa Putusan Pengadilan
Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Analisa Putusan Pengadilan PT. LM Sengketa
Hasil Putusan
Pajak
Pokok Sengketa
Sebab Putusan
Pokok Sengketa
(Koreksi Tidak
(Koreksi Tetap
Dapat
Dipertahankan)
Sebab Putusan
Dipertahankan) PPH
Mengabulkan
Penghasilan Neto
Bukan Peredaran
Peredaran Usaha
Pemohon
Badan
Sebagian
atas Peredaran
Usaha Pemohon
Rp. 7.247.477.600
Banding tidak
Permohonan
Usaha Rp.
Banding
Banding
205.010.845
dapat menunjukan bukti selain Buku Besar
Kredit Pajak Rp.
Merupakan Kredit
HPP Rp. 13.555.312
Pemohon
8.042.321
Pajak Karena
Banding tidak
terdapat bukti
mengajukan
80
Surat Setor
keberatan atas
Pabean, Cukai dan
koreksi HPP
Pajak dalam rangka Impor Penghasilan Luar
Hasil dari
Usaha
Penghapusan
Rp.10.201.162
persediaan tetapi Pemohon banding surat yang diajukan tidak dapat dipercaya karena hanya ditandatangani pihak internal
Biaya
Biaya tersebut
Pemasaran/Promosi
digunakan
Rp. 351.210.657
sebagai biaya pajak ekspor tetapi Pemohon Banding tidak dapat membuktikan
PPh Pasal
Mengabulkan
Iuran Pensiun Rp.
Iuran Pensiun
Biaya lainnya Rp.
Pemohon
21
Sebagian
155.520.638
yang dibayarkan
20. 659.478
Banding tidak
Permohonan
kepada Dana
dapat
Pemohon
Pensiun SIP
menunjukan
Banding
merupakan Iuran
bukti
81
Pemberi Kerja sesuai keputusan menteri keuangan Jamsostek Rp.
Biaya Jamsostek
36.307978
adalah pembayaran jaminan hari tua kepada Jamsostek dan bukan Objek PPh 21
Biaya Perjalanan
Biaya Perjalanan
Dinas Rp.
Direksi untuk
145.472.110
mengunjungi kebun dan pabrik
Biaya lain-lain:
- Kas Keluar :
- Kas Keluar Rp.
Untuk Biaya
130.613.611
konsumsi, uang
- Memorial
makan supir , dan
Factory Rp.
lain-lain
3.511.643
- Memorial
- Upah Rp.
Factory :
220.797247
Untuk Alokasi
- Pengobatan Rp.
Biaya penobatan,
13.852.314
perumahan ,
- Perumahan Rp.
alokasi mess
9.265.708
- Upah :
- Bank Keluar Rp.
Pemohon Banding
217.948.286
telah perhitungkan,
82
- Memorial Stock
setor dan lapor
Rp. 2.928.222
kepada KPP
- Total Biaya lain-
- Pengobatan :
lain Rp.
Untuk alokasi
598.917.031
biaya pengobatan sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai Keputusan - Perumahan : Untuk alokasi biaya perumahan sebagai pengusaha didaerah terpencil sesuai Keputusan - Bank Keluar : Untuk Biaya buruh Kapal - Memorial Stock : Untuk Pembelian bahan seragam
PPh Pasal
Mengabulkan
Kredit Pajak Rp.
Pemohon Banding
Beban Bunga Rp.
Pemohon
23
Sebagian
78.591.471
memberikan bukti
32.023.743
Banding
Permohonan
SSP atas bunga
membebankan
Pemohon
PT. MG, List
secara terpisah
Banding
Voucher,
dalam Buku
Rekening Koran,
Besar Biaya
Buku-buku Besar
Bunga dan
Akun, Bank
belum
83
Voucher.
dilaporkan PPh Pasal 23 Sewa Angkutan
Pemohon
Darat Rp.
Banding tidak
2.752.012.377
menggunakan jasa pengangkutan tetapi dilakukan perorangan selaku kontraktor lokal sehingga harus dikenakan PPh Pasal 23
Perbaikan Ruangan
Terdapat
Rp. 73.612.000
Invoice dari PT. IBN yang menagih biaya service payterm dan menurut majelis servis tersebut merupakan Objek PPh Pasal 23
Jadi keseluruhan hasil putusan atas sengketa pajak PT. LM adalah mengabulkan sebagian permohonan pemohon banding. Dan yang paling banyak mempengaruhi 84
putusan pengadilan adalah bahwa Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti pendukung yang seharusnya ada dalam persidangan.
IV. 4. Aspek Perhitungan Pajak Pemohon Banding Apabila Banding Ditolak Oleh Majelis Pengadilan Pajak. Menurut Pasal 27 (5d) Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, maka Wajib Pajak terkena sanksi administrasi sebesar 100% dari putusan dan dikurangi dengan pajak yang telah disetor, dan perhitungan dalam kasus ini adalah : - PPh Badan
: Rp.2.698.369.821
- PPh Pasal 21 : Rp.
2.685.733
- PPh Pasal 23 : Rp. 119.314.749 Jumlah
: Rp.2.820.370.303
Jumlah pajak yang telah disetor : - PPh Badan
: Rp.
0
- PPh Pasal 21 : Rp. 312.204.250 - PPh Pasal 23 : Rp. Jumlah
78.621.110
: Rp. 390.825.360
Perhitungan sanksi administrasi, adalah sebagai berikut: 100% X (Rp.2.820.370.303 - Rp. 390.825.360 ) = Rp.2.429.544.933 Jadi pajak yang masih harus dibayar adalah : Rp.2.820.370.303 + Rp.2.429.544.933 = Rp.5.249.915.246 85