BAB 1 PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah yang diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan sosial pada masa akan datang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya, sehingga aset perlu dikelola dengan baik. Aset daerah merupakan semua harta kekayaan milik daerah baik barang tidak bergerak (tanah dan bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun barang tidak berwujud (intangible). Barang daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan berasal dari perolehan lainnya yang sah (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah, pengelolaan aset merupakan hal penting yang perlu dikelola secara baik, benar, efektif dan efisien sehingga diharapkan akan memberikan kekuatan terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan daerahnya. Dalam pengelolaan aset/barang milik daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu secara profesional dan mandiri mengelola asetnya melalui kemampuan manajemen aset yang terbagi dalam lima tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi pemanfaatan aset serta
1
pengawasan dan pengendalian dengan pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) (Siregar, 2004: 518-520). Tahapan-tahapan penting yang dilakukan dalam pengelolaan aset yaitu inventarisasi aset dan legalisasi aset untuk menunjang didapatkannya data aset yang benar, akurat dan up to date serta sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Urutan kerja penilaian aset inilah yang digunakan untuk mengetahui apa saja aset yang akan dinilai, baik jenis maupun jumlahnya, melakukan legal audit, yakni kejelasan hukum dari aset tersebut dan melakukan penilaian aset (Siregar, 2004: 109). Langkah awal dalam pengelolaan aset yaitu inventarisasi aset, terbagi menjadi dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Aspek yuridis merupakan status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lainlain. Inventarisasi yang berkaitan dengan identitas aset akan membuat munculnya masalah lainnya yakni permasalahan legal dalam melegalisasikan aset-aset di daerah. Dalam pelaksanaan legalisasi aset yang merupakan bagian dari lingkup kerja pengelolaan aset di daerah menjadi masalah yang sulit untuk dibenahi. Status penguasaan aset daerah dalam pelaksanaan inventarisasi, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset selalu terkendala oleh berbagai ketidaksesuaian antara data yang telah ada dengan fakta di lapangan. Proses identifikasi permasalahan aset dan solusi terbaik merupakan hal yang rumit dan pemerintah daerah harus memiliki strategi untuk memecahkan permasalahan legal terkait penguasaan dan pengalihan aset. Permasalahan legal lainnya yang sering ditemui antara lain status hak penguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak terkontrol dan lain-lain (Siregar, 2004: 519).
viii
Permasalahan tersebut yang sering dihadapi oleh pemerintah di daerah serta kurangnya dana yang tersedia untuk penguatan status hak milik, dan lamanya proses legalisasi aset pada instansi pemerintah yang menangani masalah legal ini, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan dan merupakan aset pemerintah yang sangat vital serta paling sulit dalam pengelolaannya, sehingga tanah sebagai aset daerah perlu dikelola secara baik dan benar karena tanah merupakan salah satu sumber dari penerimaan daerah yang memiliki banyak ragam dengan status penggunaannya yang berbeda-beda. Mengingat akan pentingnya hal itu, pemerintah harus melakukan pengaturan terhadap aset-aset tanah milik daerah yang meliputi perolehan, pelepasan, maupun perbuatan-perbuatan hukum lainnya di dalam berbagai peraturan perundangundangan, karena aset tanah daerah secara notabene merupakan ”barang milik daerah”. Dadson (2006) dalam melakukan penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi dan muncul dalam penerapan prosedur manajemen tanah yang pada akhirnya mengakibatkan berkurangnya aset tanah di Ghana. Adapun langkah-langkah yang diusulkan dalam rangka optimalisasi manajemen tanah antara lain dengan melakukan inventarisasi dan pencatatan aset secara menyeluruh, up to date, dan akurat; mengembangkan kebijakan pertanahan; membuat suatu mekanisme agar pimpinan dapat bertanggungjawab terhadap semua transaksi tanah; membangun konsep bank tanah; serta meningkatkan kemampuan personil.
viii
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah instansi yang diberikan wewenang dalam penyelenggaraan pendaftaran hak atas tanah, menetapkan kebijakan, menetapkan peraturan pelaksanaan, menyelenggarakan pelayanan serta melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah. Legalisasi aset (pendaftaran tanah pertama kali) merupakan salah satu jenis pelayanan yang menjadi sorotan publik karena pelayanan pensertifikatan ini dianggap sulit dalam hal pengurusannya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 19 menyatakan: (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: (a) pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah; (b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; (c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Legalisasi aset merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi adjudikasi (pengumpulan data fisik, data yuridis, pengumuman serta penetapan dan/atau penerbitan surat keputusan pemberian hak atas tanah), pendaftaran hak atas tanah serta penerbitan sertifikat hak atas tanah yang secara hukum merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hak atas tanah yang dimiliki serta penguatan hak atas tanah untuk mengurangi sengketa agraria (Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 ayat 1). Legalisasi aset inilah yang menjadi salah satu bagian terpenting di dalam pengelolaan aset agar pengelolaan aset di daerah menjadi optimal.
viii
Kabupaten Banjar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota kabupaten yang terletak di Martapura dan merupakan wilayah terluas ke-3 di Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah lebih kurang 4.688,50 kilometer persegi yang terdiri dari 20 Kecamatan, 277 Desa dan 13 Kelurahan. Disebelah utara daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Tapin, disebelah selatan berbatasan dengan Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut, disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin. Kabupaten Banjar dalam melaksanakan inventarisasi aset memiliki banyak kendala yaitu khususnya dalam pencatatan aset-aset yang masih belum maksimal dan legalisasi aset tanah yang belum terlaksana secara baik dan lancar serta masih banyaknya aset-aset tanah pemerintah yang belum memiliki legalitas atau kekuatan hukum dikarenakan adanya faktor-faktor yang terjadi di lapangan, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal yang saat ini masih menjadi permasalahan di daerah ini. Untuk itulah, inventarisasi dan legalisasi aset tanah menjadi perhatian utama pemerintah agar pengelolaan aset di daerah berjalan dengan baik. Aset-aset tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Banjar yaitu seluas 3.771.898 meter persegi, terdiri dari 1.732.954 meter persegi luas tanah yang telah memiliki sertifikat dan 2.038.944 meter persegi luas tanah yang belum memiliki sertifikat. Salah satu aset tanah terbesar yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Banjar adalah aset tanah pada Dinas Pendidikan yaitu seluas 1.524.010 meter persegi yang terdiri dari 442.920 meter persegi tanah yang telah bersertifikat,
viii
945.369 meter persegi tanah yang belum bersertifikat, dan 135.721 meter persegi tanah yang masih dalam proses legalisasi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banjar sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Aset Tanah Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar No.
Nama/Jenis Aset
Jumlah Aset
Unit % 1 Tanah Bersertifikat 141 34,39 2 Belum Bersertifikat 255 62,20 3 Dalam Proses 14 3,41 Jumlah 410 100,00 Sumber: BPKAD Kabupaten Banjar, 2014 (diolah)
Luas m2 442.920 945.369 135.721 1.524.010
% 29,06 62,03 8,91 100,00
Jumlah aset tanah pada Dinas Pendidikan, dapat dilihat dari Tabel 1.1, terdapat masih banyaknya aset tanah yang belum bersertifikat yaitu sebanyak 255 unit tanah (62,20 persen) dari jumlah keseluruhan unit tanah yang dimiliki Dinas Pendidikan yang masih harus dilegalisasi. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banjar harus menyediakan anggaran yang cukup untuk menyelesaikan permasalahan legalisasi aset tanah tersebut sehingga aset-aset tanah khususnya pada Dinas Pendidikan memiliki legalitas yang kuat. Anggaran yang disediakan Pemerintah Kabupaten Banjar setiap tahunnya saat ini adalah sebesar Rp600.000.000,00 untuk penyelesaian proses legalisasi aset-aset tanah pemerintah. Jumlah anggaran yang telah disediakan ini masih belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan legalisasi aset tanah tersebut, sehingga pemerintah harus melakukan kajian ulang terhadap perencanaan anggaran yang lebih besar agar proses legalisasi aset tanah dapat terselesaikan dengan baik. Gambaran ini, sangat jelas terlihat bahwa antara jumlah aset tanah yang belum dilegalisasi dan jumlah anggaran yang disediakan setiap tahunnya oleh Pemerintah Kabupaten Banjar sangat minim, ditambah lagi
viii
dengan adanya faktor-faktor kendala yang terjadi dalam proses legalisasi aset tanah, yang membuat proses legalisasi aset tanah ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga Pemerintah Kabupaten Banjar harus mengetahui dengan benar kebutuhan akan anggaran yang diperlukan. Untuk menentukan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Banjar dapat mengambil rata-rata dari NJOP permeter tanah dari asetaset tanah yang dimiliki yang kemudian dapat dihitung perkiraan jumlah besaran anggaran yang diperlukan dalam melegalisasikan aset tanah milik pemerintah ini, setelah dikalikan dengan jumlah aset-aset tanah yang belum dilegalisasi. Hasil dari perhitungan inilah yang dapat dijadikan dasar atau acuan bagi pemerintah dalam penganggaran dana legalisasi aset tanah pada tahun selanjutnya sehingga penyelesaian legalisasi aset tanah dapat terselesaikan dengan baik. 1.1.1 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas dapat ditarik suatu rumusan permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah masih banyaknya aset tanah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar yang belum dilegalisasi. 1.1.2 Pertanyaan penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian yang diajukan. Pertanyaan penelitian tersebut adalah. 1. Apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala dalam melegalisasikan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Banjar pada umumnya dan khususnya pada Dinas Pendidikan? 2. Strategi apa saja yang sesuai untuk penyelesaian legalisasi aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Banjar pada umumnya dan khususnya pada Dinas Pendidikan?
viii
3. Apa yang dilakukan untuk mengetahui korelasi rank-Spearman antara importance dan performance?
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai legalisasi aset tanah di Kabupaten Banjar belum pernah dilakukan, namun beberapa penelitian sebelumnya memberikan inspirasi dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut. 1. Triyanta (2005) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh legalisasi tanah terhadap nilai tanah pada Kecamatan Sragen dan Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa luas tanah dan jarak dari CBD mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai tanah di Kecamatan Sragen dan Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, sedangkan sertifikat hak milik dan lebar jalan berpengaruh positif terhadap nilai tanah di Kecamatan Sragen dan Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen. 2. Dadson (2006) menjelaskan bahwa terdapat berbagai tantangan dan kendala yang muncul dalam penerapan prosedur manajemen tanah yang pada akhirnya mengakibatkan berkurangnya aset tanah di Ghana. Adapun langkah-langkah yang diusulkan dalam rangka optimalisasi manajemen tanah antara lain dengan melakukan inventarisasi dan pencatatan aset secara menyeluruh, up to date, dan akurat; mengembangkan kebijakan pertanahan; membuat suatu mekanisme agar pimpinan dapat bertanggungjawab terhadap semua transaksi tanah; membangun konsep bank tanah; serta meningkatkan kemampuan personil. 3. Mokoginta (2013) melakukan penelitian tentang evaluasi keberhasilan kinerja serta kendala dalam kegiatan inventarisasi dan legalisasi aset tanah milik
viii
pemerintah Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara, 2012 menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan dinilai penting tetapi beberapa kinerja masih harus ditingkatkan dan beberapa faktor harus tetap dijaga karena dinilai baik. 4. Rumondor (2013) melakukan penelitian tentang analisis manajemen aset tanah dan bangunan Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (studi pada lima belas satuan kerja perangkat daerah) menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan manajemen aset dinilai penting, sedangkan kinerjanya sebagian besar dinyatakan baik dan terdapat faktor yang cukup baik kinerjanya. Hasil Importance Performance Analysis (IPA) menunjukkan dari delapan belas faktor penentu keberhasilan manajemen aset terdapat delapan faktor yang perlu mendapatkan perhatian pengelolaan aset dan ditingkatkan kinerjanya karena dinilai penting dan kinerjanya belum baik dan terdapat sepuluh faktor yang harus tetap dijaga dan dipertahankan karena dinilai penting dan kinerjanya sudah baik. 5. Surahman (2013) melakukan penelitian tentang analisis inventarisasi dan legalisasi aset tetap tanah dan bangunan milik Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat lima variabel independen yang diteliti yaitu variabel pendataan, pengkodean/labeling, pengelompokkan, pencatatan dan legalisasi aset tetap ternyata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap optimalisasi aset/barang milik daerah. Berdasarkan Importance Performance Analysis (IPA) dinilai penting dan kinerjanya baik, tetapi terdapat beberapa kinerja yang harus ditingkatkan dan ada beberapa faktor yang harus tetap dijaga karena dinilai baik. Berdasarkan hasil SWOT diketahui bahwa pemerintah daerah telah memiliki sistem informasi dalam pengelolaan
viii
aset/barang milik daerah, namun memiliki kelemahan dari sisi sumber daya manusia yang masih minim dari kualitas maupun kuantitas, ketersediaan dana yang memadai dan koordinasi yang baik antara pembantu dan pengurus barang sebagai peluang, dengan ancaman yang dihadapi yaitu konflik antar masyarakat dengan pemerintah daerah terhadap aset tanah yang disebabkan oleh belum jelasnya asal usul/sejarah tanah yang dimiliki.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk. 1. Menganalisis faktor-faktor kendala yang dihadapi dalam proses melegalisasikan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Banjar pada umumnya dan khususnya pada Dinas Pendidikan. 2. Menentukan strategi kebijakan dalam proses penyelesaian legalisasi aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Banjar pada umumnya dan khususnya pada Dinas Pendidikan. 3. Mengukur korelasi rank-Spearman antara Importance dan Performance. 1.3.2 Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan. 1. Manfaat praktis, bagi Pemerintah Kabupaten Banjar dapat dijadikan acuan untuk menentukan strategi kebijakan yang tepat terhadap penyelesaian legalisasi aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Banjar pada umumnya dan khususnya pada Dinas Pendidikan.
viii
2. Manfaat akademis, bagi peneliti sebagai khasanah ilmu pengetahuan terkait Analisis Legalisasi Aset Tanah Milik Pemerintah Kabupaten Banjar (Studi Pada Dinas Pendidikan) dan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah sebagai berikut. Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan Alat Analisis menguraikan tentang tinjauan pustaka, landasan teori, pertanyaan riset, alat analisis. Bab III Analisis Data dan Pembahasan menguraikan tentang cara penelitian dan hubungan fenomena-fenomena yang diamati, hasil analisis data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran yang merupakan kesimpulan dari analisis data serta saran-saran atau rekomendasi untuk Pemerintah Kabupaten Banjar.
viii