I. A.
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Pendidikan kedokteran gigi dipandang sebagai salah satu bidang pendidikan kompleks dengan berbagai beban studi. Tahap sarjana ditempuh dalam durasi 4 tahun. Selama masa pembelajaran, mahasiswa diharapkan dapat menguasai berbagai kompetensi baik di bidang akademik, kemampuan klinis, kemampuan berinteraksi antar individu, serta menyelesaikan tugas sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan (Divaris et al., 2008). Beban studimahasiswa kedokteran gigi, antara lain kuliah, praktikum, serta tugas lainnya yang banyak menyita waktu. Salah satu gaya hidup yang berubah setelah memasuki perguruan tinggi adalah pola tidur yang tidak teratur (Pilcher, et al., 1997). Banyaknya beban studi, serta lamanya waktu memahami materi kuliah berperan dalam menyebabkan terjadinya perubahan waktu tidur (Ma et al., 2015). Tidur merupakan fase istirahat dan keadaan pengurangan respon terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan dan bersifat dapat kembali seperti semula. Tidur meliputi hampir sepertiga waktu hidup manusia dan merupakan kondisi normal yang dibutuhkan oleh orang dewasa sehat (Allam dan Guilleminault, 2011; Kleitman, 1987). Magoun and Moruzzi (1949 cit. Allam dan Guilleminault, 2011) mengamati mekanisme tidur dan sadar pada otak manusia dan menemukan bahwa saat tertidur terjadi gangguan sinyal dari formasi retikular batang otak. Bjorklund dan Blasi (2012) menjelaskan bahwa tidur merupakan
1
2
suatu fase aktif yang ditandai dengan aktivitas elektrik tingkat tinggi pada otak. Kondisi tidur dengan durasi kurang dari waktu tidur normal atau tidur larut malam dapat dikategorikan sebagai gangguan pola tidur. Menurut Allen (1998), gangguan pola tidur merupakan keadaan terjadinya kekacauan waktu tidur yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mempengaruhi gaya hidup individu tersebut. Gangguan pola tidur berdampak pada keadaan individu, status kesehatan, kualitas hidup dan gangguan aktivitas sehari–hari (Atanasio dan Bailey, 2010). Beberapa faktor berperan dalam terjadinya gangguan pola tidur, antara lain tekanan sosial atau psikologis, terjadinya perubahan lingkungan dan penyakit yang menyebabkan perubahan sensori (Allen, 1998). Gangguan pola tidur juga menyebabkan penurunan proses kognitif dan memori, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, serta perubahan fungsi sistem imun dan neuroendokrin (Bhopal dan Khatwa, 2014; Cauter dan Tasali, 2011; Cundrle Jr. et al., 2014). Sistem imun memegang peranan penting dalam proses patologis stomatitis aftosa rekuren (SAR) (Sleboida et al., 2014). Stomatitis aftosa rekurentidak termasuk penyakit autoimun, melainkan respon imun lokal terhadap antigen pada mukosa yang mengalami perlukaan (Sivapathasundharam, 2012). Stomatitis Aftosa Rekuren terjadi pada usia kanak–kanak hingga memasuki dekade kedua dari umur seseorang dan dapat menyerang individu sehat maupun dengan gangguan medis (Chandra et al., 2007; Dar–Odeh et al., 2013; Scully dan Porter, 2007).
Stomatitis
Aftosa
Rekuren
merupakan
ulkus
kambuhan
yang
menyakitkanterbatas pada membran mukosa mulut (Chandra et al., 2007). Lesi SAR berbentuk bulat atau oval, simetris dan dangkal, diameternya jarang melebihi
3
5 mm, serta dilapisi oleh permukaan fibrin berwarna abu–abu atau kekuningan (Saraf, 2006).Area yang paling sering terkena SAR adalah mukosa bukal dan labial (Chandra et al., 2007). Prevalensi SAR pada mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi mencapai 50% (Saraf, 2006). Mahasiswa strata satu FKG UGM merupakan kelompok populasi yang rentan mengalami gangguan pola tidur akibat berbagai beban studi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola tidur yang diamati melalui modifikasi kuesioner pola tidur dari kuesioner Ma et al. (2015) dan kuesionerPittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Keparahan stomatitis aftosa rekuren (SAR) dinilai menggunakan kuesioner Ulcer Severity Score (USS).
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah yang dapat disusun adalah:
1.
Apakah terdapat hubungan antara pola tidurdengan keparahan stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa strata satu FKG UGM?
2.
Bagaimana hubungan antara pola tidur dengan keparahan stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa strata satu FKG UGM?
4
C.
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh waktu tidur terhadap stomatitis aftosa rekuren sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Ma, et al. (2015) dengan subjek mahasiswa berbagai jurusan di Universitas Sichuan, China. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan waktu tidur merupakan faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian SAR. Peningkatan frekuensi dan atau waktu kumulatif tidur terlambat menyebabkan peningkatan tingkat keparahan SAR. Sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian mengenai hubungan antara pola tidur dengan keparahan stomatitis aftosa rekuren. Pola tidur yang diamati dalam penelitian ini antara lain, waktu tidur, waktu bangun tidur, durasi tidur, gangguan tidur yang dialami, dampak terganggunya pola tidur dan penilaian kualitas tidur secara subjektif.
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui adanya hubungan antara pola tidur dengan keparahan stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa strata satu FKG UGM
2.
Mengetahui bagaimana hubungan antara pola tidur dengan keparahan stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa strata satu FKG UGM
5
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain: 1.
Memberikan gambaran mengenai hubungan antara pola tidur dengan keparahan SAR
2.
Sebagai bahan pertimbangan edukasi untuk pencegahan SAR pada mahasiswa
3.
Sebagai acuan penelitian selanjutnya