BAB I PENGANTAR
1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan industri di Indonesia terus meningkat, termasuk di dalamnya industri kimia. Perkembangan ini menuntut peningkatan unsur-unsur penunjang industri kimia, seperti bahan baku dan bahan intermediate. Hingga saat ini, sebagian besar bahan baku dan bahan intermediate diimpor dari luar negeri sehingga perlu dicari solusi untuk mengurangi volume impor agar dapat menekan pengeluaran negara, merangsang perkembangan teknologi, dan menciptakan lapangan kerja. Salah satu bahan intermediate yang masih belum dapat tercukupi kebutuhannya di Indonesia adalah etilen oksid. Etilen oksid (C2H4O) atau yang dikenal dengan nama oxirane adalah senyawa eter siklis paling sederhana dengan berat molekul 44,05 dan bersifat toxic, flammable dan explosive. Pada suhu kamar etilen oksid berbentuk gas, tidak berwarna, dan berbau manis khas eter. Etilen oksid adalah senyawa yang sangat reaktif karena cincinnya yang sangat mudah terbuka sehingga merupakan salah satu senyawa yang memiliki banyak kegunaan di industri. Berdasarkan sifat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan etilen oksid adalah salah satu senyawa hazardous yang telah tercatat menyebabkan terjadinya banyak kasus serius sehingga perlunya penanganan yang tepat. Etilen oksid secara langsung banyak digunakan di berbagai sektor rumah tangga dan kesehatan, di antaranya sebagai desinfektan dan sterilizing agent untuk alat-alat kedokteran. Dalam industri kimia, senyawa turunan terpenting dari etilen oksid adalah etilen glikol yang banyak digunakan sebagai antifreeze untuk radiator mobil di musim dingin dan pembuatan poliester. Senyawa turunan lain dari etilen oksid yaitu ethanolamime dan ethoxylation products yang banyak digunakan sebagai bahan baku deterjen dan surfaktan non-ionik (Rebsdat dan Mayer, 2012). Kebutuhan etilen oksid saat ini terus meningkat setiap tahunnya dan sebagian besar masih didapat dengan mengimpor dari luar negeri. Kebutuhan
1
etilen oksid dapat diproyeksikan dari meningkatnya volume impor senyawa turunannya yaitu etilen glikol dan alkohol etoksilat. Data volume impor alkohol etoksilat diproyeksikan dari data Badan Pusat Statistik pada tahun 2002-2008 sedangkan data volume impor etilen glikol didapat dari data Badan Pusat Statistik. Hal tersebut dapat diamati dari daftar I berikut. Daftar I. Volume Impor Etilen Oksid pada Berbagai Tahun Volume impor etilen oksid Tahun
untuk etilen glikol dan alkohol etoksilat (ton/tahun)
2009
406.061,07
2010
482.556,69
2011
472.248,44
2012
483.138,92
2013
493.287,68
Dari data di atas, kebutuhan etilen oksid diproyeksikan hingga tahun 2020 dengan persamaan garis lurus sebagai berikut: y = 232,46x
(1)
dengan y merupakan volume impor dan x merupakan tahun. Dari persamaan di atas, didapatkan data kebutuhan etilen oksid hingga tahun 2020. Daftar II. Proyeksi Kebutuhan Etilen Oksid pada Berbagai Tahun Tahun
Kebutuhan etilen oksid (ton/tahun)
2014
468.174,44
2015
468.406,90
2016
468.639,36
2017
468.871,82
2018
469.104,28
2019
469.336,74
2020
469.569,20
2
Dari daftar II terlihat bahwa volume impor etilen oksid setiap tahunnya cenderung mengalami kenaikan. Hal ini dapat diminimalisir dengan pendirian pabrik etilen oksid sebagai bahan baku untuk menunjang peningkatan produksi etilen glikol dan alkohol etoksilat dalam negeri. Nantinya diharapkan peningkatan produksi ini dapat mensubstitusi kebutuhan etilen oksid yang diimpor dari luar negeri. Bahan baku utama pembuatan etilen oksida yaitu etilen, di Indonesia telah diproduksi oleh PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk, Cilegon, Banten dengan kapasitas mencapai 600.000 ton/tahun sehingga kebutuhan baku pabrik etilen oksid dapat tercukupi. Untuk skala global, berikut disajikan data kapasitas beberapa pabrik etilen oksid menggunakan oksidasi langsung dengan udara di dunia. Daftar III. Data Kapasitas Beberapa Pabrik Etilen Oksid di Dunia Negara
Perusahaan
Lokasi
Kapasitas, ton/tahun
Cina
CNPC
Liaoyang
60.000
USA
Dow
Plaqemine, Tx
260.000
USA
Huntsman
Port Neches, Tx
455.000
USA
UCC
Seadrift, Tx
420.000
USA
UCC
Taft, LA
310.000
Dari berbagai pertimbangan di atas, maka kapasitas yang dipilih dalam prarancangan pabrik ini adalah 60.000 ton/tahun dengan alasan : 1. Pada proyeksi volume impor diasumsikan bahwa etilen glikol dan alkohol etoksilat seluruhnya diproduksi dengan bahan baku etilen oksid. Padahal dalam kenyataannya etilen glikol dan alkohol etoksilat bisa saja dibuat dari bahan baku yang lain. 2. Kesiapan teknologi dan tenaga kerja Indonesia belum memadai apabila menjalankan pabrik etilen oksid dengan kapasitas mencapai 400.000 ton/tahun. Untuk itu, paling realistis saat ini adalah mendirikan pabrik dengan kapasitas sama dengan pabrik di negara terdekat, yaitu Cina dengan kapasitas 60.000 ton/tahun.
3
Target dari prarancangan pabrik ini adalah mengurangi volume impor etilen oksid dari luar negeri sehingga dapat mengurangi pengeluaran negara, serta dapat membuka lapangan pekerjaan bagi putra putri Indonesia. Melihat potensi pasar yang ada serta ketersediaan bahan baku yang cukup, maka pendirian pabrik etilen oksid di Indonesia ini perlu dikaji lebih lanjut. 2. Tinjauan Pustaka Produksi etilen oksid pertama kali dikenalkan melalui proses khlorohidrin yang ditemukan oleh Wurtz pada tahun 1859 dan dikembangkan hingga skala industri pada tahun 1914. Pada 1863, Wurtz mencoba memproduksi etilen oksid dari etilen dan oksigen namun tidak berhasil hingga pada tahun 1931, Lefort menemukan alternatif proses pembuatan etilen oksid dengan proses oksidasi langsung etilen dengan menggunakan katalis. Hingga saat ini, etilen oksid diproduksi dengan proses oksidasi langsung etilen menggunakan oksigen murni atau udara. 1. Proses klorohidrin Proses klorohidrin terdiri dari 2 tahap yaitu proses klorinasi yaitu reaksi antara etilen dengan asam hipoklorat membentuk etilen klorohidrin dan dilanjutkan reaksi antara etilen klorohidrin dengan kalsium hidroksida membentuk etilen oksid, kalsium klorida, dan air. Reaksi yang terjadi:
C2H4 + HOCl
HOCH2CH2Cl
HOCH2CH2Cl + 1/2 Ca(OH)2
C2H4O + 1/2 CaCl2 + 2 H2O
Reaksi pertama terjadi di chlorohydrin tower (dengan material yang tahan asam) dengan bahan isian berbentuk raschig ring. Umpan yang tersisa setelah keluar reaktor masuk ke scrubber untuk menghilangkan klorin dan asam klorida kemudian direcycle. Produk dari reaksi pertama mengandung 4,5-5% klorohidrin masuk ke hydrolizer. Reaksi kedua terjadi di vessel silinder horizontal dilengkapi dengan reflux condenser dengan menambahkan kalium hidroksida pada klorohidrin dan memanaskan campuran dengan direct stream. Suhu campuran berkisar antara 96-102°C dan tekanan dijaga 60-80 mmHg. Gas keluar hydrolizer
4
mengandung 70% air, 26% etilen oksid, 3% etilen diklorida, dan 1% komponen lainnya sedangkan cairan keluar mengandung kalsium hidroksida (0,5%). Arus keluar hydrolizer didinginkan dengan kondenser dan kemudian masuk ke separator untuk memisahkan cairan dan gasnya. Gas keluar separator masuk ke menara distilasi I pada bagian atas sedangkan cairan keluar separator masuk ke menara distilasi I pada bagian bawah. Distilat mengandung etilen oksid 99% sedangkan produk bawah mengandung etilen oksid, etilen klorohidrin, etilen diklorida, air, dan komponen lainnya dan masuk ke menara distilasi II untuk pemurnian lebih lanjut. (McKetta dan Cunningham, 1984) Kelebihan
: selektivitas etilen oksid dapat mencapai 80%.
Kekurangan
: klorin yang digunakan keluar sebagai CaCl2 dan menimbulkan
polusi. 2. Proses oksidasi langsung dengan oksigen Hingga saat ini, mayoritas etilen oksid diproduksi dengan proses oksidasi langsung dengan oksigen. Terdapat dua reaksi yang mungkin terjadi yaitu oksidasi parsial dan oksidasi total. Proses pembentukan etilen oksid membutuhkan bantuan katalis, dimana katalis yang digunakan dalam proses ini adalah perak. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis, seperti sebagai berikut:
C2H4 + 1/2 O2
CH2
H2C
+106,7 kJ/mol
O
C2H4 + 3 O2
2 CO2 + 2H2O +1323 kJ/mol
CH2 + 5/2 O2
H2C
2 CO2 + 2H2O
O
Reaksi lain yang mungkin terjadi: CH2
H2C
H3C CHO
O
H3C CHO +5/2 O2
2 CO2 + 2H2O
Reaktor yang digunakan dalam proses oksidasi langsung adalah multitube fixed bed reactor dan dijalankan pada suhu 220-275°C dan tekanan 1-2,2 MPa (Rebsdat dan Mayer, 2012). Tube dalam reaktor diisi dengan katalis dan pada shell dialirkan pendingin untuk mengantisipasi panas reaksi dan menjaga suhu 5
reaksi. Pendingin diatur agar suhu pada reaktor tidak melebihi 300°C karena apabila melebihi suhu tersebut, katalis harus segera diganti. Gas keluar reaktor didinginkan dan dimasukkan ke scrubber untuk mengeluarkan etilen oksid (1-2%) dan CO2 (5-10%) dengan pelarut air. Sejumlah air bereaksi dengan etilen oksid dan membentuk etilen glikol. Kemudian CO2 dipisahkan dari campuran tersebut dengan menggunakan kalium karbonat. Etilen oksid dan sejumlah CO2, N2, CH4, CH2CH2, etilen glikol, dan aldehid terlarut dalam air masuk ke desorber untuk memisahkan etilen glikol dari campuran dengan pemanasan. Etilen oksid pada hasil atas desorber masuk ke stripper untuk dipisahkan dengan komponenkomponen lain tersebut dan selanjutnya campuran etilen oksid dan air dipisahkan dari air dengan cara distilasi. Pada proses ini dibutuhkan inhibitor untuk mencegah oksidasi total yaitu 1,2-dikloroetana, etil klorida, atau vinil klorida. Diluen (metana) digunakan untuk mencegah eksplosivitas etilen oksid dalam oksigen. Secara ekonomi, proses ini menguntungkan apabila digunakan kapasitas etilen oksid maksimum sebesar 50.000 ton/tahun. (Bartholomew dan Farrauto, 2006) Kelebihan: a. Selektivitas etilen oksid tinggi, sekitar 80-90% b. Jumlah arus purge rendah c. Fixed capital lebih rendah karena ukuran alat relatif lebih kecil Kekurangan: a. Konversi etilen hanya berkisar 7-15% untuk selektivitas 80-90% b. Diperlukan cleaning step untuk mendapatkan metana dari gas alam (bebas dari sulfur) agar katalis tidak cepat teracuni. c. Oksigen yang digunakan harus murni (99%) sehingga diperlukan air separation
6
3. Proses oksidasi langsung dengan udara Tahapan reaksi dan kondisi operasi dari proses oksidasi langsung menggunakan udara sama dengan proses oksidasi langsung menggunakan oksigen. Hanya saja terdapat sedikit perbedaan yaitu terdapat N2 yang dapat mengurangi
eksplosivitas
etilen
oksid
dalam
oksigen.
Keberadaan
N2
menyebabkan perlunya arus purging yang cukup besar agar tidak terjadi akumulasi N2. Selektivitas pembentukan etilen oksid berbanding terbalik dengan konversi etilen, maka selektivitas maksimum dapat tercapai dengan konversi yang minimum. Namun, jumlah produk etilen oksid yang dihasilkan terlalu rendah untuk skala komersial sehingga pada proses ini digunakan dua buah reaktor fixed bed multitube. Secara ekonomi, proses ini menguntungkan apabila digunakan kapasitas etilen oksid minimum sebesar 50.000 ton/tahun (Bartholomew dan Farrauto, 2006). Kelebihan: a. Konversi 20-65% untuk selektivitas 80% b. Nitrogen sebagai inert dapat mengurangi eksplosivitas etilen oksid dalam oksigen. c. Tidak memerlukan unit pemisah oksigen dari udara Kekurangan: a. Dibutuhkan arus purge yang besar. b. Sejumlah etilen yang tidak bereaksi hilang bersama N2. c. Dibutuhkan kompresor dengan ukuran yang lebih besar. d. Dibutuhkan jumlah reaktor yang lebih banyak. Dari ketiga proses di atas, proses yang dipilih adalah proses oksidasi langsung dengan udara dengan alasan udara mudah diperoleh, lebih aman dalam pengoperasiannya, dan murah karena tidak perlu unit pemisah oksigen. Selain itu N2 dalam udara juga dapat berperan untuk mengontrol suhu dan mengurangi
7
eksplosivitas etilen oksid. Namun dengan digunakannya udara untuk proses oksidasi langsung menyebabkan fixed capital menjadi lebih besar dan konversi rendah sehingga diperlukan dua reaktor untuk mendapatkan kapasitas etilen oksid yang tinggi.
8