BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan
pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak maupun non pajak. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan pajak tersebut menjadi prioritas bagi pemerintah. Penghasilan dari sumber pajak meliputi berbagai sektor perpajakan antara lain diperoleh dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara yang cukup potensial dan berkontribusi terhadap pendapatan negara. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu jenis pajak dapat dimengerti mengingat bumi dan bangunan telah memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai sesuatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari bumi dan atau bangunan tersebut. Oleh karena itu wajar dan sudah sepantasnya apabila mereka yang memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan tersebut diwajibkan memberikan
1
sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak. Jenis pajak yang diperhitungkan pada sisi penerimaan dalam APBN antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea masuk, cukai, ekspor, pajak bumi dan bangunan, pajak lainnya dan penerimaan bukan pajak. khususnya untuk pajak bumi dan bangunan sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah. Objek yang dikenakan pada pajak bumi dan bangunan ini adalah nilai jual objek pajak bumi dan bangunan. pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan pembagian sebagaimana diatur oleh undang-undang yaitu bagi pemerintah kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat. Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Negara, yaitu suatu jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak dengan instansi operasionalnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Undang-Undang No.12 Tahun 1985 pasal 18 mengenai pembagian hasil penerimaan PBB, menyebutkan: a. Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90% (sembilan puluh persen) untuk pemerintahan daerah tingkat II dan pemerintah daerah tingkat I sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan (pemerintahan daerah tingkat II sekarang adalah pemerintahan kabupaten sedangkan pemerintahan tingkat I adalah pemerintahan propinsi).
2
b. Bagian penerimaan pemerintahan daerah sebagai mana yang dimaksud dalam Ayat (1), sebagian besar diberikan kepada pemerintah daerah tingkat II (pemerintahan kabupaten). c. Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Penerimaan negara yang berasal dari pajak sebagaimana telah ditetapkan oleh undang-undang sudah menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pentingnya pajak tersebut terutama untuk pembiayaan pembangunan, hal ini tidak lain karena warga negara sebagai manusia biasa selain mempunyai kebutuhan sehari-hari berupa sandang dan pangan, juga membutuhkan sarana dan prasarana, seperti jalan untuk transportasi, taman untuk hiburan atau rekreasi, bahkan keinginan merasakan aman dan terlindung. Sarana dan prasarana berupa fasilitas umum tersebut untuk ketersediaannya hanya pemerintahlah yang bertanggung jawab untuk memenuhinya (Kunarjo, 1993:125). Penyediaan kebutuhan seperti jalan, taman, sarana pelayanan umum lainnya memerlukan biaya yang dipungut dari warga negara/ masyarakat yang memanfaatkan dalam bentuk pajak. Pajak mempunyai fungsi antara lain untuk: 1. Penerimaan negara dalam rangka membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah; 2. Pemerataan pendapatan masyarakat; 3. Stabilitas ekonomi (misalnya pengendalian inflasi) dan pertumbuhan ekonomi. Pajak sebagai penerimaan Negara tampaknya sudah jelas bahwa apabila pajak ditingkatkan maka penerimaan Negara pun meningkat, sehingga Negara
3
dapat berbuat lebih banyak untuk kepentingan masyarakat. Sebagai pemerataan pendapatan masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat masih banyak terdapat kesenjangan antara warga negara yang kaya dan yang miskin. Pajak adalah salah satu alat untuk dapat meredistribusi pendapatan dengan cara memungut pajak yang lebih besar bagi warga yang berpendapatan tinggi dan memungut pajak yang lebih rendah bagi warga yang berpendapatan kecil. Jenis pajak yang diperhitungkan pada sisi penerimaan dalam APBN antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea masuk, cukai, ekspor, pajak bumi dan bangunan, pajak lainnya dan penerimaan bukan pajak. Khususnya untuk pajak bumi dan bangunan sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah. Objek yang dikenakan pada pajak bumi dan bangunan ini adalah nilai jual objek pajak bumi dan bangunan. Pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan pembagian sebagaimana diatur oleh undang-undang yaitu bagi pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 pasal 2 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah, perairan, pendalaman serta laut wilayah Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan-perairan. Dari pengertian tersebut jelas bahwa selain tanah, perairan juga merupakan objek pajak sehingga tidak heran bahwa objekobjek yang ada di perairan seperti tambang minyak lepas pantai, budidaya mutiara
4
di laut merupakan objek dari pajak ini. Selain itu tambang-tambang di daratan baik migas maupun non-migas juga merupakan objek pajak karena memperoleh manfaat dari tubuh bumi, yang dikelolanya Disamping itu yang disebut subjek pajak bumi dan bangunan adalah badan yang secara nyata: (1) Mempunyai suatu hak atas bumi dan atau mempunyai manfaat atas bumi; (2) Memiliki, menguasai dan akan memperoleh mafaat atas bangunan. Berkaitan dengan penerimaan pajak bumi dan bangunan yang diperoleh oleh daerah, sebagaimana banyak terlihat masih banyak kekurangan-kekurangan yang ada di dalamnya terutama masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan yang menjadi kewajibannya. Sejalan dengan hal tersebut pemerintah sering melakukan suatu teknik pemberian motivasi pada pemerintah bawahannya seperti camat, kepala lurah dan desa dengan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil memenuhi target pencapaian pajak bumi dan bangunan dalam tahun pajak berjalan. Namun berkaitan dengan hal tersebut, banyak kejanggalan yang ditemukan di lapangan dan sudah menjadi rahasia umum seringkali kepala desa/lurah melunasi sendiri pajak bumi dan bangunan dari uang pribadi/kas desa untuk menutupi kekurangan pembayaran pajak bumi dan bangunan sebelum masa akhir pembayaran pajak. Kondisi demikian menunjukkan bahwa masih rendah partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan. Sejalan dengan gejala-gejala tersebut, hal demikian ditemukan di Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara. Dari observasi awal yang dilakukan ditemukan bahwa pembayaran pajak bumi dan bangunan 3 tahun terakhir mencapai target, dan seringkali untuk
5
menutupi kekurangan tersebut kepala desa menggunakan uang pribadi/kas desa untuk membayar pajak bumi dan bangunan sambil menunggu pembayaran dari masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain seperti kurang pahamnya masyarakat terhadap arti dari pada pajak bumi dan bangunan dalam pembiayaan pembangunan, kurangnya bukti nyata dari pajak yang dibayarkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kurang giatnya aparat dalam melakukan penagihan dan sikap apatis dari masyarakat itu sendiri dalam membayar pajak, selain dari itu kadang kala wajib pajak sulit dijangkau karena tidak lagi berdomisi di daerah tersebut. Target PBB Kecamatan Sopai 3 tahun terakhir yaitu untuk tahun 2009 memiliki target Rp. 91.583.000,-. Untuk tahun 2010 memiliki target yang sama yaitu Rp. 91.583.000,- dan untuk tahun 2011 Kecamatan Sopai memiliki target Rp. 100.963.000,-. Berikut ini tabel target dan realisasi PBB kecamatan Sopai tahun 2009 - 2011.
Tabel 1. Target dan Realisasi Pemungutan PBB Kec.Sopai Tahun 2009 - 2011 Tahun
Target
Realisasi
Tunggakan
Persentase (%)
2009
91.583.000
64.477.000
27.106.000
70,40
2010
91.583.000
72.640.500
18.942.500
79,31
2011
100.963.000
84.723.000
16.240.000
83,91
(Sumber : Kantor Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara, Oktober 2011)
6
Berkaitan dengan fenomena di atas, maka menarik dilakukan pengkajian tentang “Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara”.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang diteliti
dirumuskan sebagai berikut: Apakah pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara sudah efektif?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu: Untuk mengetahui efektivitas pemungutan
pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara.
1.4.
Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan
untuk digunakan sebagai berikut: 1.
Akademis Secara akademis hasil peneliatian ini diharapkan berguna sebagai suatu karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupaun pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.
7
2. Manfaat Praktis Pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan atau masukan bagi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam mengefektivkan pemungutan pajak.
8
BAB II LANDASAN TEORI
2. 1.
Konsep Efektivitas
2. 1. 1 Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh sebuah organisasi. Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisien lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan (Ensiklopedi Administrasi, 1989:149). Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan menurut Handoko (1993:7) efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas memiliki tiga tingkatan sebagaimana yang didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997: 25-26) antara lain:
1. Efektivitas Individu
Efektivitas individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.
9
2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerja sama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan jumlah kontribusi dari semua anggota kelompoknya.
3. Efektivitas organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap – tiap bagiannya. Dalam kenyataannya, sulit sekali memperinci apa yang dimaksud dengan konsep efektivitas dalam suatu organisasi. Pengertian efektivitas dalam suatu organisasi mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang, bergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Bagi sejumlah sarjana ilmu sosial, efektivitas seringkali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan pekerja (Steers, 1996:24). Richard M. Steers mengemukakan bahwa pada dasarnya cara yang terbaik untuk meneliti efektivitas ialah dengan memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling berhubungan yaitu: 1. Paham mengenai optimasi tujuan: efektivitas dinilai menurut ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai; 2. Perspektif sistematika: tujuan mengikuti suatu daur dalam organisasi;
10
3. Tekanan pada segi perilaku manusia dalam susunan organisasi: bagaimana tingkah laku individu dan kelompok akhirnya dapat menyokong atau menghalangi tercapainya tujuan organisasi (Steers, 1996:26-30s). Orientasi dalam penelitian tentang efektivitas sebagian besar dan sedikit banyak pada akhirnya bertumpu pada pencapaian tujuan. Georgepoulus dan Tenenbaum (Richard M. Steers, 1996:40) berpendapat bahwa konsep efektivitas kadang-kadang disebut sebagai keberhasilan yang biasanya digunakan untuk menunjukkan pencapaian tujuan. Chester I. Barnard (dalam Gibson, 1994:27), mendefinisikan efektifitas sebagai pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama. Tingkat pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Sumaryadi (2005:105) berpendapat dalam bukunya ”Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah” bahwa: Organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan
efektif
tanpa
memperhatikan
waktu,
tenaga
dan
yang
lain.
Sementara itu, Sharma dalam Tangkilisan (2005:64) memberikan kriteria
11
atau ukuran efektivitas organisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi antara lain: 1. Produktivitas organisasi atau output; 2. Efektivitas organisasi dalam bentuk keberhasilannya menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi; 3. Tidak adanya ketegangan di dalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi. Sedangkan Steers dalam Tangkilisan (2005:64) mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi yaitu: 1. Produktivitas; 2. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas; 3. Kepuasan kerja; 4. Kemampuan berlaba; 5. Pencarian sumber daya. Menurut Gibson, Donnely dan Ivancevich konsep efektivitas terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan Tujuan dan pendekatan sistem (1997:27-29). Dua pendekatan tersebut antara lain : Pendekatan tujuan untuk menentukan dan mengevaluasi efektivitas didasarkan pada gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan dalam teori sistem, organisasi dipandang sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Arus masukan (input) dan keluaran (output) merupakan titik tolak dalam uraian organisasi. Dengan kata lain yang lebih sederhana, organisasi mengambil sumber (input) dari sistem yang lebih luas
12
(lingkungan), memproses sumber ini dan mengembalikannya dalam bentuk yang sudah diubah (output). Gibson, Donnely dan Ivancevich memberikan batasan dalam kriteria efektivitas organisasi melalui pendekatan teori sistem (1997:31-32) antara lain : 1. Produksi Produksi merupakan Kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan. 2. Efisiensi Konsep efisiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan (rasio) antara output dan input. Ukuran efisiensi harus dinyatakan dalam perbandingan antara keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau dengan output. 3. Kepuasan Kepuasan menunjukkan sampai sejauh mana organisasi memenuhi kebutuhan para karyawan dan pengguna
4. Adaptasi Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat menanggapi perubahan ekstern dan intern.
5. Perkembangan Organisasi harus mengivestasi dalam organisasi itu sendiri untuk memperluas kemampuannya untuk hidup terus dalam jangka panjang. 6. Hidup Terus Organisasi harus dapat hidup terus dalam jangka waktu yang panjang.
13
Katz dan Kahn (Richard M. Steers, 1996:48) berpendapat bahwa “Efektivitas sebagai usaha untuk mencapai suatu keuntungan maksimal bagi organisasi dengan segala cara”. Berkaitan dengan konsep efektivitas, The Liang Gie (1988:34) berpendapat: Efektivitas merupakan keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang dikehendaki, maka perbuatan itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mencapai maksud sebagaimana yang dikehendaki. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. S.P
Siagian
dalam
bukunya
Manajemen
Modern
(1982:30-33)
mengemukakan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat diukur dari berbagai hal diantaranya: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugasnya mencapai sasaran yang terarah dan tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai. 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “peta jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
14
sasaran-sasaran yang telah ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. 3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijaksanaan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. 4. Perencanaan yang matang pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang akan dikerjakan oleh organisasi di masa depan. 5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. 6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya. 8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas menuntut terdapatnya system pengawasan dan pengendalian. Sedangkan menurut Adam I. Indrawijaya (1989:226) mengemukakan pula bahwa untuk menilai suatu organisasi ada 3 teori yang dikemukan, yakni: 15
1. Efektivitas organisasi sama dengan prestasi organisasi secara keseluruhan, menurut pandangan ini organisasi dapat diukur berdasarkan berapa besar keuntungan yang dapat dilihat dari efisiensinya. 2. Efektivitas organisasi dihubungkan dengan tingkat kepuasan anggota organisasi. 3. Efektivitas organisasi mencakup aspek interen organisasi dan ekstern organisasi yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan sekeliling. Menurut Rivianto (1989: 113) pengertian efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya maka dapat dikatakan efektiv. Dari bermacam-macam pendapat di atas terlihat bahwa efektivitas lebih menekankan pada aspek tujuan dari suatu organisasi, jadi jika suatu organisasi telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan telah mencapai efektivitas. 2. 1. 2 Pendekatan Efektivitas Untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada 3 (tiga) pendekatan yang digunakan seperti yang dikemukakan oleh Gibson (1984:38) yaitu: 1.
Pendekatan Tujuan Pendekatan
tujuan
untuk
mendefinisikan
dan
mengevaluasi
efektivitas
merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
16
Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh kuat atas pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem. 2.
Pendekatan Teori Sistem. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-prosespengeluaran dan mengadaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok atau organisasi. Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan: (1) Kriteria efektivitas
harus
mencerminkan
siklus
masukan-proses-keluaran,
bukan
keluaran yang sederhana, dan (2) Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasi itu berada. Jadi: Efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen. Tugas manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya.
17
3.
Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan
ini
memungkinkan
pentingnya
hubungan
relatif
diantara
kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi. Martani dan Hari Lubis (1987:55) mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas organisasi yaitu: 1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Dari ketiga pendekatan tersebut dapat dikemukakan bahwa efektivitas organisasi merupakan suatu konsep yang mampu memberikan gambaran tentang keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya. Seiring dengan hal tersebut Adam I Indrawijaya (1989:226) mengemukakan pula
18
bahwa untuk menilai efektivitas suatu organisasi ada 3 (tiga) teori yang dikemukakan : 1)Efektivitas
organisasi
sama
dengan
prestasi
organisasi
secara
keseluruhan. Menurut pandangan ini efektivitas organisasi dapat diukur berdasarkan berapa besar hasil/keuntungan yang didapatkan oleh organisasi tersebut; 2) Efektivitas organisasi dihubungkan dengan tingkat kepuasan anggota organisasi; 3) Efektivitas organisasi mencakup aspek intern organisasi dan ekstern organisasi yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan sekeliling. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa efektivitas adalah suatu konsep yang dapat dipakai sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan
suatu
organisasi
yang
dapat
diwujudkan
dengan
memperhatikan faktor biaya, tenaga, waktu, sarana dan prasarana serta tetap memperhatikan resiko dan keadaan yang dihadapi. Suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, efisien apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan. 2. 2. Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, (1994) guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas Padjajaran, Bandung, seperti dikutip oleh Safri Nurmantu, yaitu: ”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
19
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”. Pajak memiliki peranan yang sangat penting bagi penerimaan negara. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah 2. Berdasakan undang – undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbale atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrapertasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran – pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. 2. 1 Pengelompokan Pajak
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. (contoh: pajak penghasilan) b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. (contoh: pajak pertambahan nilai).
20
2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. (contoh: pajak penghasilan). b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. (contoh: pajak pertambahan nilai dan Pajak penjualan atas barang mewah).
3. Pajak Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. (contoh: pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, dan bea materai). b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga deerah.
Pajak derah terdiri atas:
-
Pajak Propinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
-
Pajak Kabupaten/kota, contoh: pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.
21
2. 2. 2. Tata Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel: a. Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek ( penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini
adalah
pajak
yang
dikenakan
lebih
realistis.
Sedangkan
kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang – undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama satu tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
22
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertembat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan.
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
23
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c. With holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang berutang oleh wajib pajak. 2. 2. 3. Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
24
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang – undang. b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang – undang (menggelapkan pajak).
2. 3. Pengertian Administrasi Perpajakan Menurut Ensiklopedi perpajakan yang ditulis oleh Sophar Lumbantoruan, “administrasi perpajakan (Tax Administration) ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Mengenai peran administrasi perpajakan, Liberty Pandiangan mengemukakan bahwa administrasi perpajakan diupayakan untuk
merealisasikan
peraturan
perpajakan
dan
penerimaan
negara
sebagaimana amanat APBN. De Jantscher (1997) seperti dikutip Gunadi, menekankan peran penting administrasi perpajakan dengan menuju pada kondisi terkini, dan pengalaman di berbagai negara berkembang, kebijakan perpajakan (tax policy) yang dianggap
25
baik (adil dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan penerimaan atau mencapai sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak mampu melaksanakannya. Menurut
Musgrave dalam
Nasuha (2004) agar
dapat dihasilkan
administrasi perpajakan yang efisien dan efektif, tersedianya berbagai pilihan teknologi dan prosedur administrasi yang tepat , sejauh mana audit dan penegakan hukum dijalankan, peningkatan kepatuhan bisa dicapai. Aparat pajak dalam
melaksanakan
fungsi
pemeriksaan
akan
sangat
terbantu
ketika
membutuhkan jumlah data yang diperlukan. Demikian juga masyarakat, dapat mempunyai akses yang luas karena tersedianya suatu system informasi perpajakan yang akurat. Selanjutnya akses yang luas tersebut dapat menjamin terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Menurut Gunadi, dalam menilai seberapa baik kemampuan administrasi perpajakan dalam mengumpulkan penerimaan, perlu diingat sasaran administrasi pajak yakni meningkatkan kepatuhan pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya optimal. Mengutip de Jantscher (1996) dikemukakan bahwa “keadilan merupakan salah satu elemen yang dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat atas sistem perpajakan dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan sukarela masyarakat pembayar pajak.” Setelah memperoleh kepercayaan masyarakat serta pengertian dan dukungan rakyat banyak, administrasi pajak baru dapat dianggap sehat (sound).
26
Toshiyuki (2001) seperti dikutip Gunadi menyatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut, disyaratkan beberapa kondisi administrasi perpajakan seperti berikut: Pertama, administrasi pajak harus dapat mengamankan penerimaan negara. Kedua, harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan transparan. Ketiga, dapat merealisasikan perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan menghilangkan kesewenang-wenangan, arogansi, dan perilaku yang dipengaruhi kepentingan pribadi. Keempat, dapat mencegah dan memberikan sanksi serta hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan. Kelima, mampu menyelenggarakan
sistem
perpajakan
yang
efisien
dan
efektif.
Keenam,
meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Ketujuh, memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak. Kedelapan, dapat memberikan kontribusi atas pertumbuhan demokrasi masyarakat
2. 4. Pajak Bumi dan Bangunan Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang – undang No.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan undang – undang No.12 tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan Bangunan:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan, 2. Adanya kepastian hukum, 3. Mudah dimengerti dan adil, 4. Menghindari pajak ganda.
27
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi adalah tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa – rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan/kilang minyak, pipa minyak, dan fasilitas lain yang memberikan manfaat. 2. 4. 1. Nilai Jual Objek Pajak Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata – rata yang diperoleh dari transaksi jual – beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Yang dimaksud dengan: - Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. - Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan
28
untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. - Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek tersebut. Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi:
1. Objek Pajak sektor pedesaan dan perkotaan 2. Objek Pajak sektor perkebunan 3. Objek Pajak sektor kehutanan atas hak pengusaan hutan, hak pengusaan hasil hutan, izin pemanfaatan kayu serta izin sah lainnya selain hak pengusahaan hutan tanaman industri 4. Objek Pajak sektor kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman industri 5. Objek Pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi 6. Objek Pajak sektor pertambangan energi panas bumi 7. Objek Pajak sektor pertambangan non migas selain pertambangan energi panas bumi dan galian C 8. Objek Pajak sektor pertambangan non migas galian C 9. Objek Pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan kontrak karya atau kontrak kerjasama 10. Objek Pajak usaha bidang perikanan laut 11. Objek Pajak usaha bidang perikanan darat 12. Objek Pajak yang bersifat khusus
29
2. 5. Objek dan Subjek Pajak
Suatu jenis pajak harus jelas apa yang menjadi objek dan siapa yang menjadi subjeknya. Karena pajak ditetapkan dengan undang – undang maka objek pajak dan subjek pajak juga tercantum di dalam Undang – undang yang mengaturnya, tidak terkecuali objek dan subjek pajak bumi dan bangunan.
2. 5. 1 Objek Pajak
Objek dari pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Pengertian dari bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Dari pengertian tersebut jelas bahwa selain tanah, perairan juga merupakan objek pajak sehingga tidak heran bahwa objek-objek yang berada di perairan seperti tambang minyak lepas pantai, budidaya mutiara di laut merupakan objek dari pajak ini. Selain itu tambang-tambang di daratan baik migas maupun non-migas juga merupakan objek pajak karena memperoleh manfaat dari tubuh bumi, yang dikelolanya. Pengertian dari bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan mengandung arti bahwa konstruksi teknis yang tidak dilekatkan secara tetap berarti bukan merupakan objek pajak, sehingga kapal – kapal di laut atau disungai yang selalu bergerak bukan merupakan objek pajak. Namun restoran/rumah makan dan warung – warung terapung yang keberadaannya tetap pada suatu perairan merupakan merupakan objek pajak dimana keluasan bumi
30
diperhitungkan melalui keluasan permukaan air yang digunakan untuk tempat objek – objek yang terapung tersebut. Pengecualian objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang: Digunakan semata – mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain:
1. Di bidang ibadah (mesjid, gereja, vihara). 2. Di bidang kesehatan (rumah sakit) 3. Di bidang pendidikan (sekolah) 4. Di bidang sosial (panti asuhan) 5. Di bidang kebudayaan nasional (museum, candi)
a. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. b. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan, yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak. c. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. d. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
31
2. 5. 2. Subjek Pajak
Subjek dari pajak bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Pengertian secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dibuktikan dengan adanya suatu hak atas bumi berupa sertifikat, sedangkan memperoleh manfaat atas bumi dibuktikan dengan adanya pengelolaan atas bumi tersebut oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan sehingga mereka memperoleh hasil dari bumi yang dikelolanya. Sedangkan memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan mencakup siapa saja yang memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan tersebut. Dari pengertian tersebut di atas seseorang yang memiliki tanah dan/atau bangunan merupakan subjek pajak, penyewa atas tanah dan bangunan tersebut juga merupakan subjek pajak karena kedua pihak tersebut sama – sama memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau disewanya. Walaupun subjek pajak dari suatu objek pajak lebih dari satu seperti contoh tersebut di atas, namun kewajiban membayar pajak ditanggung oleh satu pihak yaitu subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak yang tercantum di dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB.
2. 5. 3. Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak
Dalam rangka untuk menjaring wajib pajak ataupun untuk melakukan ekstensifikasi jumlah wajib pajak ada dua hal yang dapat dilakukan oleh Direktorat
32
Jenderal Pajak yang dalam hal ini dilaksanakan oleh kantor pelayanan pajak selaku unit pelaksana yaitu melakukan pendaftaran dan pendataan terhadap objek dan subjek pajak. Di dalam ketentuan Undang – undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Undang – undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan ketentuan mengenai pendaftaran objek dan subjek pajak tercantum dalam pasal 9 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak”. Sesuai ketentuan tersebut maka subjek pajak yang memiliki/menguasai/ memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan wajib hukumnya untuk mendaftarkan objek pajaknya termasuk jati dirinya dengan jalan mengisi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peran dari subjek pajak lebih dominan dari pada peran aparat pajak (fiskus). Bagi subjek pajak yang memiliki/menguasai bangunan, maka disamping mengisi formulir SPOP juga harus mengisi formulir Lampiran SPOP (LSPOP) yang berisikan data/ karakteristik bangunan yang dimiliki/dikuasainya.
2. 5. 4 Pendataan Objek dan Subjek Pajak Di dalam pendataan objek dan subjek pajak, peran dari aparat pajak (fiskus) lebih dominan dari peran subjek pajak atau dapat dikatakan bahwa subjek pajak lebih banyak bersikap pasif. Ketentuan mengenai pendataan objek dan subjek pajak
33
ini diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-533/PJ.6/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan basis data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Berdasarkan ketentuan di dalam keputusan Direktur Jendral Pajak ini untuk melaksanakan pendataan ada 4 (empat) alternative yang dapat digunakan yaitu:
a. Pendataan dengan cara menyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP/LSPOP. Pada umumnya dilakukan untuk daerah – daerah terpencil, belum mempunyai peta dan potensi pajaknya kecil. Pendataan dengan cara ini mirip seperti pelaksanaan pendaftaran objek dan subjek pajak. b. Pendataan dengan cara identifikasi objek pajak. Pendataan ini dilakukan untuk daerah – daerah yang telah memiliki peta garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan pajak bumi dan bangunan yang merupakan hasil pendataan secara lengkap dalam waktu tiga tahun terakhir. c. Pendataan dengan cara verifikasi objek pajak. Pendataan ini dilakukan untuk daerah – daerah yang telah mempunyai peta garis/ peta foto dan sudah mempunyai data administrasi pembukuan pajak bumi dan bangunan hasil pendataan tiga tahun terakhir secara lengkap. d. Pendataan dengan cara pengukuran objek pajak. Pendataan ini merupakan pendataan yang paling sulit dilakukan. Daerah – daerah yang didata pada umumnya hanya memiliki sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta 34
foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak.
2. 6. Syarat Pemungutan Pajak Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk, hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundangundangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya: 1. enggan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak 2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak 3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
35
- Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya - Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum - Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak 3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan
pajak
harus
diusahakan
sedemikian
rupa
agar
tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. 4. Pemungutan pajak harus efisien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
36
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. 2. 7 Prinsip-prinsip Pemungutan Pajak Menurut Era Saligman ada empat Prisip pemungutan pajak:
Prisip fiskal
Prinsip ekonomi
Prinsip Etika
Prinsip Administrative Kunci dari proses pemungutan pajak adalah kepatuhan sukarela (voluntary
compliance), yaitu meletakkan tanggungjawab pemungutan sepenuhnya pada kesadaran Wajib Pajak. Karena kepatuhan sukarela yang dijadikan kunci dari pemungutan pajak, maka dalam pelaksanaannya seringkali muncul perlawanan pajak oleh Wajib Pajak, baik perlawanan aktif maupun pasif. 2.8 Kepatuhan Perpajakan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Moh.Zain (2004) sebagai “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
37
- Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. - Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. - Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. - Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari: 1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan, 3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Maka, pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan kepada kas Negara. Karena, pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh. 2.9 Kerangka konseptual Efektif tidaknya pemungutan pajak dapat diukur melalui tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari
38
beberapa faktor antara lain seperti wajib pajak terdaftar sdh terdaftar, wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak (SPOP), tidak ada penyelundupan pajak, dan tidak ada penunggakan pajak.
Kerangka pemikiran digambarkan secara sederhana sebagai berikut:
Pajak Bumi dan Bangunan
a. b. c. d.
Kepatuhan Wajib Pajak Wajib pajak terdaftar Wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Tidak ada penyelundupan pajak Pembayaran pajak
Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Gambar 1. Kerangka Konseptual
39
BAB III METODE PENELITIAN
3. 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana dalam penelitian yang dilakukan bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami
Evektifitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan
Sopai, Kabupaten Toraja Utara. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak (Sugiono, 2007:3) 3. 2. Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Sedangkan dasar penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi 40
kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif. Oleh karena itu penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk memberi gambaran secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti yaitu tentang Evektifitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara. 3. 3. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah: 1. Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain: - catatan hasil wawancara - hasil observasi ke lapangan secara langsung dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian - data-data mengenai informan 2. Data Sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan untuk mendukung infomasi primer yang diperoleh baik dari dokumen, maupun dari observasi langsung ke lapangan (Umar, 1999:99-100).
41
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari bahanbahan kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan dan literaturliteratur lainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3. 4. Narasumber atau Informan Narasumber atau informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berwenang untuk memberikan informasi tentang bagaimana Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Sopai, yaitu : a) Sub Bagian Umum b) Bagian Pengolahan Data dan Informasi c) Koordinator penerimaan PBB di Kecamatan Sopai, Toraja Utara. d) Kolektor Pemungutan PBB di Kecamatan Sopai, Toraja Utara. e) Kepala Desa/ Kelurahan di Kecamatan Sopai, Toraja Utara. f)
Wajib Pajak
3. 5. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara. Karena di Kecamatan Sopai masih terdapat beberapa wajib pajak yang sering terlambat membayar pajaknya, dan masih ada juga yang kurang patuh melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak. 3. 6.
Analisis Data Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang diwujudkan
42
dengan cara menggambarkan kenyataan atau keadaan-keadaan atas suatu obyek dalam bentuk uraian kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari pihah-pihak yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. Hasil analisis tersebut kemudian diinterpretasikan guna memberikan gambaran yang jelas terhadap permasalahan yang diajukan.
43
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Gambaran Umum Kecamatan Sopai
4.1.1 Keadaan Wilayah Kata Sopai diambil dari nama gunung Sopai yang berada dalam wilayah kecamatan Sopai 789 diatas permukaan laut. Menurut sejarah (cerita rakyat) secara turun temurun gunung Sopai merupakan pecahan dari gunung Mamullu yang meletus dan terbelah 2 yaitu gunung Sesean di sebelah utara dan gunung Sopai di sebelah selatan. Menurut kepercayaan masyarakat terdahulu (nenek moyang), Gunung Sopai merupakan tempat bersemayam, sehingga menjadi sebuah Kecamatan yang saat ini bernama Kecamatan Sopai, yang ibukota kecamatannya terletak di Sopai. Kecamatan Sopai yang keadaan wilayahnya terdiri dari Pegunungan dan Dataran mempunyai jarak tempuh 5 Km dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten. Kecamatan Sopai di bentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005.
4.1.2. Letak Geografi Kecamatan Sopai merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Toraja Utara dengan Koordinat Geografis berada pada 3o 0’ 21” LS dan 119o 52’ 10” BT.
44
Kecamatan ini memiliki luas wilayah 46,09 Km2, yang berbatas wilayah dengan: a. Sebelah Utara berbatasan Kecamatan Rantepao & Kapalapitu b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Denpina, d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sangglangi’. Kecamatan ini terbagi dalam 1 Kelurahan dan 7 Lembang/Desa, antara lain: 1. Kelurahan Nonongan, terdiri dari 5 (lima) lingkungan yaitu Lingkungan Tambolang, Kadundung, Tanete, Lion, dan Maruang. 2. Lembang Nonongan, terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Sopai, Nonongan, Kanuruan, dan Padang Iring. 3. Lembang Langda, terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Barana, Rante Langda, Lempangan, dan Buntu Langda. 4. Lembang Marante, terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Tondok, Buntu, Pangerengan, dan Sanik. 5. Lembang Tombang Langda, terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Tanete, Patongloan, Bontongan, dan Tombang. 6. Lembang Salu, terdiri dari 7 (tujuh) dusun yaitu Dusun Rembon, Malambe’, Bela’, Tabang, Kata, Kalindungan, dan Kalintiong. 7. Lembang Salu Sopai, terdiri dari 3 (tiga) dusun yaitu Dusun Ambayang, Buntu Lalong, dan Tallang. 8. Lembang Salu Sarre. Terdiri dari 3 (tiga) dusun yaitu Dusun Bayo, Sarre, dan Belonga.
45
4.1.3 Keadaan Penduduk Kecamatan Sopai merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toraja Utara dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2011 sebanyak 13.733 orang, terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 6.630 orang dan penduduk perempuan 7.103 orang, dengan total jumlah kepala keluarga 2.320 KK. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 2. Jumlah penduduk Kecamatan Sopai tahun 2011 NO
KEL/ LEMBANG
KEPALA KEL/LEMBANG
JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KK
LK
PR
1
Kel. Nonongan
Aldhi Allun
681
1240
1250
2490
2
Lemb. Nonongan
Zeth Sapan Y. Lapu
434
1082
1115
2197
3
Lemb. Langda
Yulius B.
371
724
730
1454
4
Lemb. Tombang Langda
Samuel R. Langi'
303
580
591
1171
5
Lemb. Marante
Linus
300
709
640
1349
6
Lemb. Salu Sopai
Y.K. Allosomba'
264
532
501
1033
7
Lemb. Salu Sarre
Alpin Toding
338
573
583
1156
8
Lemb. Salu
Pither Tangke
486
1190
1206
2396
3177
6630
6616
13246
Total
(Sumber: Kantor Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara, Maret Tahun 2011)
4.1.4 Struktur Organisasi
Menurut The Liang Gie (1976), struktur organisasi adalah yang menunjukkan segenap tugas dan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi, hubungan antara
46
fungsi-fungsi tersebut serta wewenang dan tanggung jawab anggota organisasi yang memikul tiap-tiap tugas pekerjaan itu.
Ditinjau dari sudut organisasi, maka pemerintah Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara merupakan salah satu wujud organisasi di dalam lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi dalam proses pencapaian tujuan nasional.
Adapun susunan atau struktur organisasi kantor Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara yaitu:
1. Camat adalah kepala Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara 2. Sekertaris Camat yang membawahi dua sub bagian terdiri dari sub bagian urusan umum dan sub bagian perencanaan. 3. Seksi Pemerintahan 4. Seksi Ekonomi dan Pembangunan 5. Seksi Ketentraman dan Ketertiban 6. Seksi Sosial dan Kesejahteraan Rakyat 7. Seksi Pelayanan Umum
4.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi
.a. Camat
Camat
mempunyai
tugas
dan
fungsi
melaksanakan
kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati. Camat berfungsi memimpin
47
penyelenggaraan kemasyarakatan serta penyelenggaraan koordinasi atas kegiatan instansi vertikal dengan dinas daerah dan instansi vertikal lainnya dalam lingkungan wilayah kecamatan.
Adapun tugas dari camat antara lain
1.
penyelenggara tugas-tugas pemerintahan khusus dan umum pembinaan pemerintahan kelurahan/desa.
2.
Membina ketentraman dan ketertiban wilayah.
3.
Membina pembangunan masyarakat kelurahan/desa yang meliputi sarana
dan
prasarana
perekonomian,
produksi
dan
pembinaan
pembangunan pada umumnya. 4.
Membina kesejahteraan sosial.
5.
Menyusun
rencana
dan
program,
pembinaan
administrasi,
ketatausahaan dan rumah tangga.
b. Sekretariat Sekretariat Kecamatan dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Camat. Adapun tugas dari sekretaris camat antara lain: 1.
Mempelajari Peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
2.
Merumuskan perencanaan dan program serta penyusunan rancangan kepada Camat.
48
3.
Bertanggung
jawab
dalam
Bidang
Perencanaan
Keuangan
dan
Kepegawaian lingkup Pemerintah Kecamatan. 4.
Melaksanakan tertib Administrasi dan Tata Usaha
5.
Melaksanakan Pengelolaan perlengkapan dan rumah tangga Kecamatan
6.
Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Camat.
7.
Melaksanakan tugas kedinasan lain yang di perintahkan oleh Camat.
c. Seksi Pemerintahan
Seksi pemerintahan adalah unsur
pelaksana kecamatan di bidang
penyelenggaraan pemerintahan. Adapun tugasnya yaitu menyiapkan bahan pembinaan penyelenggaraan di bidang umum pemerintahan, pemerintahan Desa/Kelurahan, Lingkungan Hidup, dan pertanahan.
1.
Memfasilitasi pelaksanaan tugas pembantuan pemerintah Propinsi dan pemerintah Kabupaten pada Desa dalam wilayah di Kecamatan.
2.
Melaksanakan pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan program di bidang pemerintahan.
3.
Menginventarisir permasalahan pada seksi. Pemerintahan dan mencari penyelesaiannya.
4.
Melaksanakan
pembinaan,
Penataan
Evaluasi
Administrasi
Pemerintahan 5.
Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Camat
6.
Melaksanakan tugas kedinasan lain yang di perintahkan oleh Camat.
49
d. Seksi Ekonomi dan Pembangunan
Seksi Ekonomi dan Pembangunan mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan Ekonomi dan Pembangunan
1. Membuat perencanaan dan pelaksanaan tugas pada seksi Ekonomi dan pembangunan. 2. Mengkordinasikan perencanaan dan pelaksanaan program di bidang perekonomian. 3. Mensosialisasikan Perda di bidang perekonomian dan pembangunan 4. Bertanggung jawab terhadap pengembangan potensi wilayah 5. Inventarisir permasalahan pembangunan ekonomi dan pembangunan disektor lainnya dan mencari pemecahannya 6. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Camat 7. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang dipertintahkan Pimpinan
e. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Seksi membantu
Ketentraman Camat
dalam
dan
ketertiban
menyiapkan
umum
bahan
mempunyai
perumusan
tugas
kebijakan,
pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan ketentraman dan ketertiban umum; 1. Melaksanakan
Pengawasan
dan
ketertiban masyarakat.
50
pengendalian
ketentraman
dan
2. Melaksanakan Koordinasi dengan instansi terkait 3. Bertanggung
jawab
menyusun
rencana
program
pembinaan,
pengendalian dan pengawasan di bidang ketentraman, dan perlindungan masyarakat. 4. Melaksanakan konsultasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam pelakasaan Diklat Hansip, dan Linmas 5. Bertanggung jawab dalam pemberian bantuan dalam rangka pengarahan dan pengendalian anggota masyarakat dalam menghadapi segala kemungkinan terjadinya ancaman dan bencana 6. Melaksanakan pembinaan, bimbingan dan pengarahan dalam rangka siskamling 7. Menginventarisir permasalahan trantib dan Linmas serta mencari pemecahannya. 8. Melaporkan tugas pada camat 9. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan pimpinan
f.
Seksi Sosial dan Kesejahteraan Rakyat Seksi Sosial dan Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat. 1. Membuat perencanaan dan penyusunan program dalam bidang Kependudukan dan Kesos. 2. Sosialisasi Perda/Kebijakan Perda dalam hal kependudukan dan Kesos.
51
3. Pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi program Kesos 4. Evaluasi dan pengawasan kegiatan dan pengembangan kependudukan. 5. Memantau dan menganalisis data dan pengembangan kependudukan. 6. Inventarisasi permasalahan seksi kependudukan / Kesos. 7. Melaporkan Hasil pelaksanaan Tugas pada pimpinan. 8. Melaksanakan Tugas Kedinasan lain yang diperintahkan oleh Camat
g. Seksi pelayanan umum
Melaksanakan pelayanan di bidang industri dan perdagangan, penanaman modal dan koperasi serta pemberdayaan masyarakat .
1. Mempelajari peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang diperlukan 2. Membuat rencana Program di bidang pelayanan umum 3. Menyiapkan petunjuk teknis pedoman pelaksanaan pelayanan akta kelahiran, akta kematian, akta pernikahan, akta perceraian, akta pengesahan, akta penyerahan anak dan akta perubahan usaha 4. Menghinpun dan mengelola data Catatan Sipil dan pelayanan umum serta mencari pemecahannya 5. Melaksanakan pengadministrasian jasa ketatausahaan 6. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan Pimpinan
Selain itu terdapat juga pemerintahan desa/lembang yang menjadi bagian dari kecamatan Sopai. Kepala Desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa.
52
Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya berkoordinasi dengan Camat. Jabatan Kepala Desa di lingkup Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara disebut dengan nama lain, yaitu Kepala Lembang.
Wewenang Kepala Desa antara lain:
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 2. Mengajukan rancangan peraturan desa 3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama
BPD 4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik (namun boleh menjadi anggota partai politik), merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan, merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD, terlibat dalam kampanye Pemilihan Umum, Pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala Daerah. Kepala Desa dapat diberhentikan atas usul Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD.
53
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan pemungutan disetujui masyarakat
melalui
pajak memerlukan suatu sistem yang telah
perwakilannya
di
dewan
perwakilan,
dengan
menghasilkan suatu peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun bagi wajib pajak. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia menuntut wajib pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sistem pemungutan yang berlaku adalah self assessment system, dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak, fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Reformasi perpajakan pada tahun 1985 telah menjadi awal perubahan terhadap sistem
pemungutan
pajak
yang
diterapkan di
Indonesia.
Sejak
diberlakukannya Self Assessment dalam Undang-Undang perpajakan Indonesia, peranan positif Wajib Pajak dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya menjadi semakin mutlak diperlukan. Agar sistem Self Assessment berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum merupakan hal yang paling penting. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Yaitu, kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban
54
perpajakan itu dilakukan oleh wajib pajak (dilakukan sendiri atau dibantu tenaga ahli misalnya praktisi perpajakan professional/tax agent), bukan fiskus selaku pemungut pajak. Sehingga kepatuhan diperlukan dalam self assessment system, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Safri
Nurmantu
mengatakan
bahwa
kepatuhan
perpajakan
dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. 1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. 2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Menurut
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
192/PMK.03/2007 Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut
55
sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan. Tepat waktu dalam penyampaian SPT meliputi : a. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 (tiga) tahun terakhir b. penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; dan c. Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya. 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. 4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan
kewajiban
perpajakannya
56
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. 5.1. Wajib Pajak Terdaftar Dalam rangka pelaksanaan pelaksanaan UU Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) setiap harta tidak bergerak, baik berupa tanah maupun berupa bangunan, harus mempunyai sertifikat yang menerangkan siapa yang mempunyai hak, hak apa yang dimiliki, letak tanah/bangunan, luasnya, nomor hak, surat ukur dan sebagainya. Dalam rangka pendataan objek pajak, maka subjek yang memiliki, atau mempunyai hak atas objek, menguasai atau memperoleh manfaat dari objek PBB, wajib mendaftarkan objek pajak dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan mengirimkan ke kantor pelayanan pajak tempat letak objek kena pajak (Pasal 9 Ayat 1 UU PBB). Data yang harus didaftarkan dapat dilihat pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Wajib pajak yang sudah memenuhi kewajiban pajak obyektif dan subyektifnya, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan statusnya sebagai Wajib Pajak dengan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2007 pasal 2 ayat (1) “Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
57
kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.” Menurut Bapak Simon Rombe selaku Kasi Pemerintahan Kecamatan Sopai: “Melihat bahwa Kecamatan Sopai adalah masih dalam wilayah pedesaan, maka kami berusaha agar warga yang ingin mendaftarkan diri sebagai wajib pajak mendapat kemudahan dalam pengurusan surat – suratnya. Jadi prosedur yang kita terapkan juga cukup mudah. Blangko SPOP yang dibutuhkan sudah disiapkan di kantor Lembang masing –masing agar wajib pajak tidak lagi jauh – jauh ke kota. Untuk masalah pengisiannya, tentunya akan dibantu oleh pegawai disana jika ada yang mengalami kesulitan”. (wawancara tanggal 20 Maret 2012 ) Penuturan tersebut juga dibenarkan oleh salah satu Kepala Lembang di Kecamatan Sopai yaitu Kepala Lembang Marante, Bapak Linus: “Kita di Marante memang menerapkan seperti itu dek, dan saya kira hampir semua kecamatan di Toraja Utara juga seperti itu. Kita berusaha agar setiap warga mendapatkan kemudahan dalam mengurus kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal yang harus diperhatikan bahwa kita berada di desa dan sebagian masyarakatnya adalah petani yang menghabiskan sebagian besar waktunya di sawah dan kebun, jadi kalau dibebankan lagi dengan urusan pulang balik ke kota dengan hal – hal seperti itu, bukannya diselesaikan tapi justru tidak akan dikerjakan sama sekali”. (wawancara tanggal 21 Maret 2012)
Dari penuturan kedua informan diatas dapat dikatakan bahwa pendaftaran untuk menjadi seorang Wajib Pajak memang cukup mudah, sederhana dan tidak berbelit-belit. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan dari reformasi administrasi perpajakan yang menginginkan terciptanya pelayanan yang memudahkan masyarakat.
58
Penulis kemudian mencoba mewawancarai wajib pajak. Berikut penuturan dari Ibu Ruth: “Dulu waktu saya mau mendaftar sebagai wajib pajak, saya langsung datang ke kantor lembang. Saya banyak dibantu oleh pak sekretaris temtang cara pengisian blangko dan dijelaskan juga syarat -syarat yang harus dilengkapi” (wawancara tanggal 21 Maret 2012) Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Bapak Karel Lebang sebagai salah satu wajib pajak: “Prosedur pendaftaran sebagai wajib pajak di lembang Marante cukup mudah. Kalau ada yang hendak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, langsung saja datang ke kantor lembang. Disana akan disiapkan lembaran – lembaran yang harus diisi serta dijelaskan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak”. (wawancara tanggal 23 Maret 2012)
Bagi subjek pajak yang memiliki/menguasai bangunan, maka disamping mengisi formulir SPOP juga harus mengisi formulir Lampiran SPOP
(LSPOP)
yang
berisikan
data/
karakteristik
bangunan
yang
dimiliki/dikuasainya. Formulir SPOP/ LSPOP tersebut dapat diperoleh di tempat – tempat pengambilan yang telah ditentukan antara lain di kantor – kantor pelayanan pajak terdekat, di kantor – kantor kelurahan/desa, kantor – kantor kecamatan, dan tempat – tempat lainnya yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral Pajak dalam hal ini oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Para subjek pajak dapat langsung datang ke tempat-tempat pengambililan formulir SPOP/LSPOP atau melalui kuasanya untuk mengambil formulir – formulir tersebut, kemudian mengisi seluruh item – item yang ada di dalamnya. Pengisian formulir SPOP dan LSPOP tidak boleh dilakukan oleh petugas
59
pajak (fiskus) namun harus diisi sendiri oleh subjek pajak atau kuasanya. Dalam hal subjek pajak atau kuasanya mengalami kesulitan dalam pengisian formulir tersebut maka mereka dapat meminta petunjuk kepada petugas pajak. Pemungutan pajak dikatakan efektif apabila tingkat kepatuhan Wajib Pajak semakin baik, dan salah satu indikator peningkatan kepatuhan Wajib Pajak adalah terjadi peningkatan jumlah wajib pajak yang mendaftarkan dirinya. Penulis menanyakan sejauh mana peningkatan jumlah WP yang melakukan pendaftaran setiap tahunnya. Dan berikut penuturan bapak Simon Rombe : “Dari data yang masuk di kecamatan memang tejadi peningkatan wajib pajak. Salah satunya karena pembangunan satu tahun terakhir terutama untuk bangunan tempat tinggal cukup banyak. Lihat saja daerah langda kesana, sepanjang jalan yang dulunya hanya sawah sekarang banyak rumah-rumah baru yang bisa adek lihat”. ( wawancara tanggal 20 Maret 2012)
Peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dapat dilihat dari pada tabel 5 dibawah ini: Tabel 3. Persentase Wajib Pajak Terdaftar Pada Tahun 2010 s/d Oktober 2011
Tahun
Frekuensi
Persentase
2010
4537
-
2011
5121
12,87 %
( Sumber: Kantor Camat Sopai, 2011)
60
Peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dapat kita lihat pada tabel 3 dimana pada tahun 2011 tercatat jumlah Wajib Pajak terdaftar mencapai 5121 WP, meningkat sebesar 12,87% atau Jumlah WP bertambah sebanyak 584 WP dari tahun 2010. Dari data tersebut dan informasi dari beberapa informan dapat kita simpulkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak dari tahun ke tahun semakin membaik. Hal ini membuktikan bahwa sistem pemungutan PBB dapat berjalan dengan efektif dan memudahkan masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajaknya karena prosedurnya yang mudah dan sederhana. 5.2.
Wajib Pajak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) merupakan bentuk kerja sama dari subjek pajak dengan administrasi pajak yang pada pajak – pajak lain disebut Surat Pemberitahuan Pajak (SPT). Surat Pemberitahuan Objek Pajak harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap, ditanda tangani oleh wajib pajak dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 hari setelah diterimanya SPOP (pasal 9 Ayat 2 UU PBB) Jelas, artinya tidak menimbulkan keragu – raguan atau salah tafsir yang dapat merugikan Negara atau wajib pajak sendiri. Benar, artinya bahwa data yang diberitahukan itu adalah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti mengenai luas tanah atau
61
bangunan, tahun dan harga perolehan sesuai dengan pertanyaan dalam kolom – kolom yang terdapat pada SPOP. Untuk mengetahui apakah pelaporan dan pengisian SPT telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, penulis menanyakan hal tersebut kepada para petugas pajak yang bertugas khusus di kecamatan sopai serta wajib pajak. Berikut penuturan dari beberapa informan: Bapak Pither Tulak selaku kolektor menyatakan bahwa: “Selama ini yang kami lihat dari SPT yang masuk sebagian besar Wajib Pajak telah melakukan pengisian SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan jika kemudian terjadi keganjilan maka kepada Wajib Pajak akan diberikan surat himbauan untuk melakukan klarifikasi terhadap kesalahan yang dilakukan. Biasanya akan memberikan ketentuan waktu klarifikasi atas kesalahan pengisian SPT selama tahun berjalan.” (Wawancara pada tanggal 26 Maret 2012 )
Bapak Simon Rombe juga menyatakan bahwa: “Pengisian SPT pada umumnya sudah dilakukan oleh Wajib Pajak dengan baik. Secara formal sudah baik, akan tetapi secara materil masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.” (Wawancara pada tanggal 20 Maret 2012 )
Hasil Wawancara kepada Wajib Pajak, Atas Nama bapak Karel Lebang selaku WP mengatakan : “ Untuk masalah pengisian SPT, saya sudah mampu untuk mengisi sendiri. Penjelasan dari petugas cukup saya pahami dengan baik, saya kira tidak ada kendala dalam pengisiannya”. (Wawancara tanggal 23 Maret 2012)
62
Dalam Sistem pemungutan pajak, administrasi perpajakan berperan aktif melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan. Fungsi aparat perpajakan memegang peranan sangat penting dalam pemungutan pajak karena tanpa peran aparat dalam mengawasi dalam tingkat kepatuhan Wajib Pajak, tentu saja pemenuhan kewajiban tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga Wajib Pajak pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai. Menurut penuturan Bapak Simon Rombe:
“Kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT memang cukup baik. Hal itu juga tidak lepas dari peran aktif para kepala lembang dalam mengingatkan warganya agar selalu melaksanakan kewajiban – kewajiban yang sudah seharusnya diselesaikan. (wawancara tanggal 20 Maret 2012) Sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat
(2)
Undang-undang
PBB,setelah wajib pajak menerima formulir SPT kemudian mengisinya secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatanganinya, maka formulir SPT tersebut harus dikembalikan dalam waktu paling lambat 30 hari setelah diterimanya formulir SPT tersebut. Apabila setelah tiga puluh hari sejak tanggal diterimanya formulir SPT tersebut belum dikembalikan, maka wajib pajak akan menerima surat teguran dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat. Di dalam surat teguran tersebut tercantum tanggal wajib pajak harus mengembalikan formulir SPT. Apabila tanggal harus mengembalikan
63
formulir SPT di dalam surat tersebut terlampaui dan formulir belum dikembalikan wajib pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
1. Sanksi Administrasi a. Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah
ditegur
secara
tertulis
tidak
disampaikan
sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang. b. Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP degan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang. 2. Sanksi Pidana a. Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selamalamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang; b. Barang siapa karena dengan sengaja : o
Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
64
o
Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
o
Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
o
Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
o
Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.
Setelah formulir SPT diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak dan dilakukan perekaman dan validasi data, kemudian diterbitkan SPPT PBB dan dikirimkan kepada wajib pajak. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.
65
1. Hak Wajib Pajak. a. Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak, paling lambat bulan Juni atau satu bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). b. Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB. c. Mengajukan keberatan dan pengurangan. d. Mendapatkan Surat tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari Bank/Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.
2. Kewajiban Wajib Pajak. a. Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan mengirimkannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor Penyuluhan Pajak untuk diteruskan ke atau Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan SPPT. b. Melunasi PBB pada tempat yang telah ditentukan. 3. Cara Mendapatkan SPPT. a. Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa/di tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditunjuk.
66
b. Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui kantor Pos dan Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa. 5.3.
Tidak Ada Penyelundupan Pajak Penyelundup pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan perundangundangan. Keberhasilan sistem self assessment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penyelundupan pajak atau tidak. Harry Graham Balter memberi pengertian mengenai penyelundupan pajak yaitu sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang – undangan perpajakan. Untuk mengetahui apakah hal tersebut juga terjadi di kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara, penulis mencari tahu lewat wawancara dengan beberapa informan. Menurut Bapak Alpin Toding selaku kepala lembang Salu Sarre: “kalau untuk penyelundupan pajak seperti pengurangan utang pajak, saya kira tidak ada ya, yang biasanya terjadi adalah para wajib pajak disini ada yang belum tahu apa saja yang harus dibayar. Oleh karena itu kami cukup banyak ikut terjun dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai apa-apa saja yang sudah termasuk dalam objek pajak”. (wawancara tanggal 26 Maret 2012)
67
Lebih lanjut Bapak Alpin Toding mengatakan: “kemungkinan untuk melakukan hal – hal seperti saya kira sangat kecil sekali. Kami sebagai aparat desa sangat mengenal kondisi dari warga disini, maklum saja kita semua sudah seperti keluarga jadi ya kita tahu lah bagaimana kondisi dari setiap warga disini. (wawancara tanggal 26 Maret 2012)
5.4.
Pembayaran Pajak Pada dasarnya pembayaran PBB dapat dilakukan oleh setiap wajib pajak melalui empat cara yaitu: 1. Pembayaran langsung ke bank/kantor pos tempat pembayaran Cara pembayaran ini dilakukan langsung oleh wajib pajak ke bank/kantor pos tempat pembayaran yang tercantum di dalam SPPT PBB. Wajib pajak datang ke bank/kantor pos tempat pembayaran dengan membawa SPPT PBB, kemudian membayar di loket pembayaran dan menerima STTS yang telah dibubuhi tanda lunas pembayaran PBB dari bank/kantor pos tempat pembayaran tersebut. Suatu kebiasaan buruk dari wajib pajak di Indonesia adalah bahwa mereka selalu membayar pajak pada saat jatuh tempo, sehingga terjadi antrian yang panjang dalam pembayaran di bank/kantor pos tempat pembayaran. 2. Pembayaran menggunakan mekanisme pengiriman uang/transfer Cara ini dilakukan oleh wajib pajak yang kebetulan tempat domisili wajib pajak berbeda dengan lokasi objek pajak. Misalnya wajib pajak berdomisili di Jakarta sedangkan objek pajak berlokasi di Makassar. Dalam hal ini wajib pajak dapat melakukan pembayaran dengan cara mengirimkan uang tunai baik melalui bank maupun kantor pos di Jakarta
68
ke bank/kantor pos tempat pembayaran PBB di Makassar dengan mencantumkan nama rekening tempat pembayaran yaitu rekening kas Negara. Mekanisme transfer ini juga dapat menggunakan pemindahan uang melalui pemindahbukuan antar rekening yaitu melalui rekening wajib pajak di bank di Jakarta misalnya ke rekening kas Negara xx, penerimaan PBB pada bank tempat pembayaran di Makassar. 3. Pembayaran PBB secara elektronik melalui anjungan tunai mandiri (ATM Cara pembayaran ini adalah cara yang saat ini banyak diterapkan. Selain memudahkan para wajib pajak, juga mempercepat proses pembayaran karena wajib pajak tidak perlu mengantri di loket bank/ kantor pos. Tempat pembayaran dan ATM dari bank/ kantor pos elektronik ini telah terkoneksi langsung dengan komputer kantor pelayanan pajak pratama sehingga penerimaan PBB dapat dipantau secara real time. Di dalam formulir SPPT PBB telah dicantumkan nama bank/ kantor pos elektronik yang telah terkoneksi untuk pembayaran PBB melalui ATM. Saat ini terdapat beberapa bank yang telah melakukan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran PBB. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki kartu ATM bank yang bersangkutan, terpaksa harus membayar dengan cara yang lain. 4. Pembayaran PBB melalui petugas pemungut Cara ini dilakukan pada daerah – daerah terpencil dan jauh dari lokasi bank/ kantor pos tempat pembayaran sehingga menyulitkan masyarakat apabila akan membayar di bank tempat pembayaran. Petugas pemungut
69
biasanya ditunjuk oleh camat atau lurah/ desa untuk memungut PBB dari para wajib pajak. Dalam hal in bukti pembayaran yang dibawa oleh petugas pemungut adalah tanda terima sementara (TTS) yang harus diberikan kepada wajib pajak segera setelah wajib pajak membayar melalui petugas pemungut tersebut. Kemudian dalam kurun waktu 1x24 jam petugas pemungut harus menyetor uang PBB yang telah dipungutnya ke bank/ kantor pos tempat pembayaran yang tercantum dalam SPPT PBB. Setelah menyetor ke bank/ kantor pos tempat pembayaran, petugas pemungut akan menerima STTS asli dari bank/ kantor pos tempat pembayaran kemudian menyerahkan STTS asli ini kepada wajib pajak yang telah dipungut PBBnya. Dari keempat cara pembayaran diatas, cara pembayaran PBB yang secara umum digunakan oleh wajib pajak di Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara adalah cara yang terakhir yaitu pembayaran pajak melalui petugas pemungut. Hal tersebut dilakukan mengingat letak kecamatan yang jauh dari kantor pos ataupun bank. Oleh karena itu dibutuhkan peran aktif dari aparat/ petugas pemungut demi kelancaran pembayaran kewajiban dari wajib pajak. Menurut penuturan dari Bapak Y.K Allosomba’ sebagai Kepala Lembang Salu Sopai: “Saya sudah hampir tiga tahun menjadi Kepala Lembang dan selama ini belum pernah ada yang terlambat membayar pajak. Ya, itu juga karena setiap ada kegiatan yang melibatkan orang banyak pasti saya selaku Kepala Lembang selalu menyempatkan untuk menyampaikan kepada warga mengenai kewajibannya untuk membayar pajak”. (wawancara 27 Maret 2012)
70
Hal yang serupa juga disampaikan dari penuturan salah sesorang wajib pajak yang bernama Bapak Natan: “selama ini saya tidak pernah terlambat membayar pajak. kan biasanya ada pengumuman dari Kepala Lembang atau anggotanya bahwa sudah waktunya bagi kita untuk membayar pajak dan itu selalu disampaikan disetiap ada kegiatan – kegiatan seperti acara kumpulan rumah tangga, pesta perkawinan bahkan di gereja setelah selesai ibadah juga selalu diumumkan jika sudah waktunya membayar pajak.(wawancara tanggal 28 Maret 2012) Lebih lanjut Bapak Natan menjelaskan: “Kita kan merasa tidak enak juga dek kalau setiap saat selalu diingatkan tapi masih kita tunda-tunda lagi, apalagi kalau sampai petugas yang langsung mendatangi rumah kita untuk menagih pajak, sudah kelewatan namanya itu”. (wawancara tanggal 28 Maret 2012) Untuk urusan pembayaran pajak bumi dan bangunan, ternyata peran dari aparat desa juga masih sangat dominan. Mulai dari sosialisasi kepada masyarakat, sampai pada pembayaran pajak kepada pihak bank ditangani
oleh
aparat
desa.
Salah
satu
faktor
yang
menjadi
pertimbangannya adalah karena jarak tempuh yang harus dilalui oleh wajib pajak apabila harus membayar sendiri kewajibannya kepada pihak bank. Dari hasil wawancara dengan bapak Zet Sapan Y. Lapu selaku Kepala Lembang Nonongan menjelaskan: “Setiap tahunnya akan ada petugas dari kecamatan yang membawa SPPT. Oleh karena itu wajib pajak yang ingin membayar pajak akan datang langsung ke sini untuk membayar kewajibannya sesuai dengan SPPT. Setelah itu kami selaku aparat desa yang akan pergi ke bank untuk membayar pajak dari warga disini, kemudian dilaporkannya kepada pihak kecamatan. (wawancara tanggal 30 Maret 2012)
71
Pernyataan tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Bapak Daniel selaku wajib pajak: “tentu saja saya selalu membayar pajak tepat waktu, kan selalu ada pengumuman jika sudah waktunya membayar pajak. Jadi kita tinggal datang ke kantor lembang dan membayar pajak sesuai dengan yang harus dibayar”. (wawancara tanggal 30 Maret 2012)
Hal yang menarik yang ditemukan oleh penulis adalah bahwa ternyata seringkali kepala lembang di Kecamatan Sopai
melunasi
sendiri pajak bumi dan bangunan dari uang pribadi untuk menutupi kekurangan pembayaran pajak bumi dan bangunan sebelum masa akhir pembayaran pajak. Untuk memperjelas hal tersebut, penulis kemudian mencoba menanyakan kepada beberapa beberapa informan. Bapak Yulius selaku Kepala Lembang Langda mengatakan: “memang dalam pemungutan pajak ada beberapa kendala yang kita hadapi. Salah satunya adalah kemampuan dari wajib pajak untuk membayar pajaknya. Sebagian besar warga disini adalah petani jadi biasanya mereka baru bisa membayar pajak ketika musim panen sudah sudah selesai. Biasanya kita tanggulangi dulu kewajiban dari warga sebelum jatuh tempo, sambil menunggu pembayaran dari warga. Sayangnya untuk menanggulangi semua pembayaran kita juga mengalami keterbatasan untuk hal itu”. (wawancara tanggal 28 Maret 2012) Hal yang sama juga diungkapkan oleh kepala lembang Marante, Bapak Linus: “Memang ada beberapa warga yang biasa terlambat membayar pajak. Hal itu cukup kita pahami karena mereka adalah petani kecil, ya untungnya tidak terlalu banyak jadi masih bisa kita tangani. Biasanya mereka akan membayar kewajibannya setelah hasil panen mereka laku terjual. (wawancara tanggal 21 Maret 2012)
72
Berikut daftar penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kecamatan Sopai tahun 2011.
Tabel 4. Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Kecamatan Sopai Oktober 2011 No
Kelurahan / Lembang
Pokok PBB
Realisasi Penerimaan
Tunggakan
%
1
Kelurahan Nonongan
21.210.000
21.210.000
-
100
2
Lembang Nonongan
16.951.000
16.951.000
-
100
3
Marante
7.846.500
7.846.500
-
100
4
Tombang Langda
10.634.000
10.634.000
-
100
5
Langda
15.635.000
5.861.500
9.773.500
37
15.938.500
9.472.000
6.466.500
59
7.931.500
7.931.500
-
100
4.816.500
4.816.500
-
100
6
Salu
Ket
Salu Sopai 7 Salu Sarre 8
100.963.000
84.723.000
16.240.000
83,91
( Sumber: Kantor Camat Sopai, 2011) Beradasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata – rata kelurahan/ lembang sudah memenuhi kewajibannya untuk membayar PBB. Hanya terdapat dua desa yang belum melunasi kewajibannya dengan baik yaitu Lembang Langda yang hanya membayar sebanyak 37 persen dan Lembang Salu yang hanya membayar sebesar 59 persen. Menurut informasi dari Bapak Simon Rombe bahwa kedua
73
kepala lembang tersebut telah menyatakan pernyataan untuk melunasi pokok PBB yang masih belum terbayarkan. Berdasarkan Pasal 1 angka (4) SK Menteri Keuangan RI Nomor 362/KMK.04/1999 dikemukakan bahwa, dalam kondisi tertentu wajib pajak dapat mengajukan pengurangan PBB dengan alasan: a. Objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/perternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi. b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan ekonomi. c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi. d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehinggakewajiban PBB-nya sulit dipenuhi. e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan. f.
Objek pajak yang dimiliki, dikuasai,dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan
74
Berdasarkan Pasal 3 SK Menteri Keuangan Nomor 362/KMK.04/1999 pengurangan PBB diberikan atas pajak yang terutang yang tercantum dalam Surat Pemberutahuan Pajak Terhutang (SPPT) atau Surat Keterapan Pajak (SKP) Sedangkan tujuan pemberian pengurangan PBB berdasarkan pasal 5 SK Menteri Keuangan RI Nomor 362/KMK.04/1999 adalah untuk meringankan wajib pajak PBB tertentu agar dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan untuk mendapatkan pengurangan PBB, wajib pajak PBB bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor PelayananPajak PBB yang
menerbitkan
SPPT
atau
SKP
dengan
mencantumkan
besarnya
persentase pengurangan yang dimohonkan. Besarnya pengurangan untuk kondisi objek pajak seperti di tersebut di atas dapat diberikan pengurangan yang besarnya maksimum 75% kecuali bagi veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan yang diberi gelar kehormatan maka mereka diberi pengurangan sebesar 75%. Selanjutnya terhadap objek pajak yang terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor atau sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman dapat diberikan pengurangan maksimum 100% tergantung kondisi setelah terjadi bencana atau sebab-sebab lain yang luar biasa tersebut.
75
5. 5 Analisis Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut. Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai berikut : 1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. 2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Kepatuhan sebagai pondasi self assessment dapat dicapai apabila elemen- elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen- elemen kunci (Ismawan, 2001:83) tersebut adalah sebagai berikut : 1) Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak. 2) Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak. 3) Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
76
4) Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.
Pemerintah memiliki kriteria tentang wajib pajak patuh. Dasar hukum penetapan kriteria wajib pajak patuh ini adalah Undang- undang No. 28 tahun 2007 mengenai ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kriteria ini ditetapkan dengan tujuan untuk memotivasi para wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta meningkatkan jumlah wajib pajak patuh. Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya.
Pemerintah
khususnya
di
Kecamatan
Sopai
Kabupaten Toraja Utara telah melakukan upaya untuk menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak, diantaranya melalui penyuluhan dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat mendapat informasi perpajakan. Informasi perpajakan tersebut tidak hanya berisi tentang kewajiban wajib pajak, namun juga terdapat penjelasan tentang pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara agar sekaligus dapat menimbulkan kesadaran dari dalam hati wajib pajak. Pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak juga menjadi peranan penting terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Pelayanan yang baik yang diberikan oleh petugas pajak diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang
77
ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk kesadaran tentang tanggung jawab membayar pajak.
78
BAB VI PENUTUP
6. 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Telah terjadi peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam hal mendaftarkan diri, menyampaikan SPT dan melakukan pembayaran, namun tingkat kepatuhan ini masih perlu untuk ditingkatkan karena peningkatan SPT yang masuk lebih besar dibanding dengan jumlah Wajib Pajak yang melakukan pembayaran. Padahal yang seharusnya yang terjadi SPT yang masuk harus seimbang dengan jumlah WP yang melakukan pembayaran. Secara umum efektivitas pemungutan PBB di Kecamatan Sopai sudah berjalan dengan cukup baik, atau dengan kata lain berjalan dengan cukup efektif karena setiap tahunnya terjadi peningkatan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan penerimaan pajak pada data yang disampaikan oleh Kecamatan Sopai. Peningkatan penerimaan pajak merupakan salah satu indikasi terjadinya peningkatan kesadaran Wajib Pajak. 6. 2 Saran Setelah memberikan Kesimpulan dari Efektivitas Pemungutan PBB di Kecamatan Sopai, Maka penulis juga memberikan saran sebagai berikut : Melihat Masih belum seimbangnya peningkatan jumlah Wajib Pajak dengan peningkatan jumlah wajib pajak yang membayar kewajibannya, maka sebaiknya
79
aparat pajak lebih aktif lagi dalam memberikan penyuluhan atau pembinaan kepada Wajib Pajak mengenai pentingnya membayar pajak, juga bagi mereka yang belum mendaftarkan diri dan masih terlambat dalam membayar pajak.
80
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU–BUKU Darwin. Drs. MBP. 2009. Pajak Bumi dan Bangunan dalam Tataran Praktis. Jakarta. Mitra Wacana Media. Rochmat Soemitro, Prof.Dr.H.S.H., dan Zainal Muttaqin, S.H. 2001. Pajak Bumi dan Bangunan (edisi revisi).Bandung. PT Refika Aditama. Rahayu,Kurnia.SE.Ak.2006. Perpajakan (Konsep,Teori,dan Isu).Jakarta. Kencana Ismawan, Indra. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta: PT Elex Media Komputindo-Kelompok Gramedia. Mardiasmo.2003.Perpajakan.Andi.Yogyakarta Marsono.1986. Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan. Djambatan. Jakarta Martani dan Lubis, 1987. Teori Organisasi. Bandung: Ghalia Indonesia Burhan Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexi J,Dr.M.A. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nasucha, 2004. Chaizi, Dr., Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Rusjdi, Muhammad. 2004. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: PT Indeks Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi. Jakarta: CV, Alfabeta Supramono dan Damayanti,Theresia Woro. 2009. Perpajakan Indonesia:Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta: CV Andi B. UNDANG-UNDANG Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 12 Tahun 1994.
81
C. LAIN LAIN http://id.wikipedia.org/wiki/pajakfile.html Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/karya-pajak.html Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/Pondok-Skripsi-efektivitas-pemungutan-pajak.html Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/dasar-hukum-PBB. Diakses pada 25 Oktober 2011 http://suminarto-basuki.com/?p=14. Diakses pada 25 Oktober 2011 http://eryzha.blogspot.com/2009/03/efektivitas-pelaksanaan-pemungutan.html Diakses pada tanggal 5 November 2011 http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/ http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/487/jbptunikompp-gdl-muhamadalf-24330-2babii.pdf http://www.djlpe.esdm.go.id/modules/_website/files/35/File/UU%2033%20tahun%20 2004.pdf Diakses pada tanggal 5 November 2011 http://id.nalar-dasar-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif.html diakses tanggal 10 Februari 2012
82