MINGGU 12
Pokok Bahasan
: Transportasi kota
Sub Pokok Bahasan
: a. Transportasi dan energi b. Transportasi berkelanjutan
Transportasi Dan Energi Transportasi merupakan komponen pembangunan ekonomi dan sosial yang penting. Saat ini, Iebih banyak orang melakukan perjalanan jarak jauh dengan kendaraan dari pada masa lalu, sehingga kebutuhan akan bahan bakar juga meningkat. Sistem transportasi secara geografis sangat beragam dan berubah setiap waktu. Di negara berkembang, masih banyak dijumpai bentuk-bentuk kendaraan tradisional seperti sepeda, becak, andong, dan lainnya. Di tahun 1989, Cina dan India masih mempunyai sekitar 600 juta sepeda; sedangkan bersepeda telah cukup lama populer di negara Belanda, Denmark dan negara-negara Eropa lainnya (Mansson, 1997).
Meningkatnya jumlah penduduk kota serta berubahnya gaya hidup masyarakat mengakibatkan meningkatnya jumlah kendaraan di jalan, khususnya kendaraan pribadi. Transportasi darat menjadi semakin populer di negara-negara berkembang. Jumlah kendaraan bermotor di seluruh dunia diperkirakan berlipat dua selama 20 tahun terakhir ini, dan diperkirakan akan berlipat dua lagi selama 20 sampai 30 tahun mendatang. Kepemilikan kendaraan di negara berkembang telah meningkat secara tajam, sekitar 10% pertahun antara tahun 1970 sampai 1990, dan diperkirakan terus meningkat, sementara jumlah kepemilikan kendaraan di negara maju mulai stabil (Mansson, 1997). Transportasi telah menjadi salah satu isyu pembangunan kota, khususnya di negara berkembang, karena umumnya kondisi transportasi di kota-kota tersebut tidak memadai dan mempengaruhi banyak orang.
Transportasi di dalam kota mengkonsumsi sejumlah besar ruang atau lahan untuk jalan dan rel kereta api, serta sejumlah besar infrastruktur dan energi. Kotakota di negara berkembang mengalami kendala ekonomi dalam pembangunan jaringan jalan, sedang jalan yang sudah ada banyak mengalami kerusakan karena tidak adanya pemeliharaan yang baik. Bahkan dibanyak kota besar sering terjadi
konflik tata guna tanah antara sektor transport (untuk pembangunan jalan) dan sektorsektor lain, seperti perumahan dan pertanian.
Di seluruh dunia, transportasi secara umum mengkonsumsi 30% total energi komersial, yang mana 82% dari jumlah tersebut dikonsumsi oleh transportasi darat. Sementara itu di Indonesia, kebutuhan energi dan polusi udara yang dihasilkan dari sektor ini-pun akan meningkat dengan cepat, sebagai akibat dari perluasan sektor transportasi. Energi yang dikonsumsi oleh sektor transportasi antara tahun 1994 dan 1999 secara keseluruhan meningkat dari 36,5% menjadi 40,1% dari produksi energi komersial di Indonesia (Dalimi dkk dalam Sutomo, 2002). Di tahun-tahun mendatang diperkirakan, dari total energi yang dikonsumsi oleh sektor transportasi, Ierbih dari setengahnya akan dikonsumsi oleh angkutan darat.
Hampir semua bentuk energi tersebut adalah produk derivasi minyak. Pembakaran bensin kendaraan bermotor akan menghasilkan karbon dioksida, karbon monoksida, hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen, partikel-partikel dan senyawasenyawa lain. Mobil, sepeda motor, bis dan truk merupakan jenis kendaraan bermotor yang banyak menghasilkan polutan-polutan udara tersebut. Di kota-kota besar dengan lalu lintas padat, seperti di Bangkok, Meksiko dan Jakarta, konsentrasi karbon monoksida dapat meningkat sampai membahayakan kesehatan. Oksida-oksida nitrogen dan hidrokarbon yang berinteraksi dengan sinar matahari akan memproduksi asap oksidan, yang membuat iritasi mata dan pana-paru, serta merusak tanaman disekitarnya. Dari studi yang telah dilakukan terhadap tanaman dan tanah disepanjang jalan tol, ditemukan bahwa konsentrasi tinggi logam seperti kadmium, copper, nikel dan krom dikandung oleh tanaman dan tanah disekitar jalan tol tersebut.
Transportasi juga merupakan salah satu penyumbang utama gas rumah kaca, sekitar 18% dari seluruh karbon yang dikeluarkan oleh bahan bakar batu bara. Selain itu polusi suara juga dihasilkan oleh kegiatan transportasi, terutama dialami oleh pusat kota di kota-kota di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 1990 sektor transportasi mengkontribusi sepertiga dari 125 milyar ton (gigatons/GT) emisi CO2 di sektor energi, dan sebagian besar berasal dari transportasi jalan. Studi yang dilakukan oleh SME-GTZ (dalam Sutomo, 2002) memproyeksikan total emisi CO2 dari berbagai sektor di Indonesia sampai tahun 2025 seperti terlihat dalam Tabel 12.1.
Universitas Gadjah Mada
Terlihat bahwa kontribusi emisi CO2 dari sektor transportasi menduduki urutan kedua setelah industri di tahun 2000, dan kedua setelah power plants di tahun 2025. Tabel 12.1 Proyeksi total emisi CO2 dari sektor permintaan energi di Indonesia sampai 2025 Sektor
Total 2000
emisi CO2 (milyar ton) 2010 2020 2025
Industri 58 73 109 141 Rumahtangga 21 23 22 25 Transportasi 55 76 128 168 Power plants 54 90 220 275 Energi-Industri 40 35 48 63 TOTAL 228 298 526 672 Sumber National Strategy on Clean Development Mechanism,
Pertumbuhan rata-rata (% per tahun) 2,4 0,4 3,4 5,1 1,9 2,6 SME-GTZ, dalam
Sutomo, 2002
Kemacetan lalu lintas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bangkok dan Meksiko merupakan kejadian yang biasa dialami penduduk sehari-hari. Kondisi lalu lintas di kota Bangkok dianggap yang paling buruk diantara lalu lintas di kota-kota besar di dunia. Di tahun 1989, selama jam puncak rata-rata kecepatan kendaraan di jalan-jalan utama metropolitan Bangkok 8,1 km/jam, dan diperkirakan akan semakin pelan. Berdasarkan perhitungan oleh JICA (Japan International Corporation Agency), pada tahun 2006 kecepatan rata-rata kendaraan di jalan-jalan utama Bangkok menjadi 4,8 km/jam (Setchell, 1995). Penyebab utama kondisi ini adalah cepatnya pertumbuhan yang disebabkan tingginya pemakaian kendaraan pribadi; pengembangan jaringan jalan yang buruk; kurangnya investasi untuk sistem transportasi umum; lemahnya perencanaan dan keputusan-keputusan pemerintah.
Kotak 12.1 Masalah yang ditimbulkan oleh transportasi: Mengkonsumsi sejumlah besar ruang dan lahan untuk jalan dan rel kereta api Mengkonsumsi sejumlah besar infrastruktur dan energi Sering menyebabkan konflik tata guna lahan Menyebabkan polusi udara dan suara Penyumbang utama gas rumah lkaca Menyebabkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas
Universitas Gadjah Mada
Pembangunan banyak jalan baru dengan biaya besar yang dilakukan untuk tujuan mengurangi kemacetan kendaraan sebenarnya tidak menyelesaikan masalah, tetapi justru akan menambah terjadinya kemacetan di bagian-bagian lain dari jaringan jalan (Moughtin, 1996). Bahkan pembangunan jalan-jalan baru di dalam kota dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan bersejarah, hilangnya habitat atau spesies tanaman, kerusakan lansekap kota, serta tumbuhnya kegiatan baru yang tidak sesuai dengan kegiatan yang direncanakan. Gejala lain yang terjadi di banyak kota dengan kepadatan rendah di negara maju, misalnya di beberapa kota di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa ada hubungan antara daerah urban dengan kepadatan rendah dengan tingginya konsumsi bahan bakar (bensin) per kapita. Adanya kecenderungan pertumbuhan kota yang menyebar ke daerah-daerah sub-urban, khususnya untuk perumahan kelas menengah keatas, membuat penduduk tergantung pada kendaraan untuk mencapai pusat kota, khususnya kendaraan pribadi. Kota-kota dengan kepadatan rendah tersebut mengkonsumsi begitu banyak bensin dibandingkan kota-kota berkepadatan tinggi. Khususnya di Eropa, kota-kota berbentuk kompak dan banyak tempat berada pada jarak jangkau dengan hanya bersepeda atau berjalan kaki, sehingga dapat dilakukan penghematan bahan bakar. Transportasi Berkelanjutan Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan sebuah kota. Sistem transportasi kota yang dipakai akan mempengaruhi kualitas kota, karena transportasi berkaitan dengan pemakaian ruang, waktu dan energi. Banyak masalah yang ditimbulkan oleh transportasi, seperti telah dijelaskan sebelumnya, misalnya masalah polusi udara, kemacetan lalu lintas, tingginya pemakaian bahan bakar, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Banyak upaya perlu dilakukan untuk mencapai transportasi urban yang berkelanjutan, khususnya perbaikan sistem transportasi di negara sedang berkembang. Tindakan prinsip, khususnya peningkatan kemampuan pemerintah untuk mengatasi masalah transportasi, termasuk pengadaan dan pelaksanan kebijakan dan peraturan di bidang transportasi, peningkatan teknologi, dan peningkatan kemampuan finansial. perlu dilakukan. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah diperlukannya partisipasi masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan transportasi. Masyarakat perlu memahami dampak negatif dari kondisi transportasi yang kurang baik terhadap kesehatan dan lingkungan, sehingga dapat ikut membantu pemerintah dalam mengatasi masalah transportasi kota.
Universitas Gadjah Mada
jaringan jalan (Moughtin, 1996). Bahkan pembangunan jalan-jalan baru di dalam kota dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan bangunan bersejarah, hilangnya habitat atau spesies tanaman, kerusakan lansekap kota, serta tumbuhnya kegiatan baru yang tidak sesuai dengan kegiatan yang direncanakan.
Gejala lain yang terjadi di banyak kota dengan kepadatan rendah di negara maju, misalnya di beberapa kota di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa ada hubungan antara daerah urban dengan kepadatan rendah dengan tingginya konsumsi bahan bakar (bensin) per kapita. Adanya kecenderungan pertumbuhan kota yang menyebar ke daerah-daerah sub-urban, khususnya untuk perumahan kelas menengah keatas, membuat penduduk tergantung pada kendaraan untuk mencapai pusat kota, khususnya kendaraan pribadi. Kota-kota dengan kepadatan rendah tersebut mengkonsumsi begitu banyak bensin dibandingkan kota-kota berkepadatan tinggi. Khususnya di Eropa, kota-kota berbentuk kompak dan banyak tempat berada pada jarak jangkau dengan hanya bersepeda atau berjalan kaki, sehingga dapat dilakukan penghematan bahan bakar.
Transportasi Berkelanjutan Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan sebuah kota. Sistem transportasi kota yang dipakai akan mempengaruhi kualitas kota, karena transportasi berkaitan dengan pemakaian ruang, waktu dan energi. Banyak masalah yang ditimbulkan oleh transportasi, seperti telah dijelaskan sebelumnya, misalnya masalah polusi udara, kemacetan lalu lintas, tingginya pemakaian bahan bakar, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Banyak upaya perlu dilakukan untuk mencapai transportasi urban yang berkelanjutan, khususnya perbaikan sistem transportasi
di
negara
sedang
berkembang.
Tindakan
prinsip,
khususnya
peningkatan kemampuan pemerintah untuk mengatasi masalah transportasi, termasuk pengadaan dan pelaksanan kebijakan dan peraturan di bidang transportasi, peningkatan teknologi, dan peningkatan kemampuan finansial. perlu dilakukan. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah diperlukannya partisipasi masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan transportasi. Masyarakat perlu memahami dampak negatif dari kondisi transportasi yang kurang baik terhadap kesehatan dan lingkungan, sehingga dapat ikut membantu pemerintah dalam mengatasi masalah transportasi kota.
Universitas Gadjah Mada
Strategi
atau
mekanisme
untuk
mencapai
transportasi
urban
yang
berkelanjutan. sudah banyak dicanangkan dan dipakai di negara maju. Blowers (1993) menekankan adanya empat prinsip mekanisme yang diperlukan untuk mencapai strategi transportasi yang berkelanjutan, yaitu:
Mekanisme aturan yang bertujan membatasi tingkat polusi yang dihasilkan oleh kendaraan,
Mekanisme finansial, melalui pajak-pajak energi, meliputi pajak pemakaian bahan bakar dan pengeluaran emisi ke udara,
Mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan terhadap kendaraan yang efisien dalam pemakaian bahan bakar, serta alternatif teknologi transportasi,
Adanya integrasi dalam perencanaan tata guna tanah dan transportasi, untuk meminimalkan jarak capai, mendorong dipakainya transportasi umum, serta meningkatkan kemudahan pencapaian terhadap fasilitas transportasi.
Keempat prinsip dari Blowers memang baru dapat dilaksanakan di negara maju, meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu saat negara berkembangpun harus menerapkan prinsip-prinsip tersebut.
Selain Blowers, negara Inggris, melalui Komisi Negara untuk Polusi Lingkungan, telah menyusun delapan strategi untuk mencapai kebijakan transportasi yang berkelanjutan, yang sebenarnya dapat diterapkan untuk kotakota di seluruh dunia. Ke delapan strategi tersebut adalah:
Adanya keterpaduan antara kebijakan pemerintah di bidang transportasi dan kebijakan tata guna tanah, serta memberikan prioritas untuk mengurangi kebutuhan akan transport dan meningkatkan proporsi perjalanan dengan memakai jenis kendaraan yang tidak banyak merusak lingkungan.
Mencapai standard kualitas udara yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas lingkungan.
Memperbaiki kualitas kehidupan kota dengan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dan menyediakan alternatif jenis kendaraan lain.
Meningkatkan proporsi pemakaian kendaraan untuk perjalanan pribadi yang tidak
banyak
memberikan
dampak
buruk
pada
lingkungan,
serta
mengupayakan pemakaian infrastruktur yang ada sebaik mungkin.
Universitas Gadjah Mada
Menghindari pemakaian tanah untuk transportasi di daerah dengan nilai konservasi, budaya, dan lansekap tinggi.
Mengurangi buangan karbon dioksida dari kendaraan.
Mengurangi pemakaian bahan-bahan yang tidak dapat diperbarui utuk pembuatan infrastruktur dan industri kendaraan.
Mengurangi polusi suaradari kendaraan.
Keempat prinsip dari Blowers dan strategi transportasi seperti yang dimiliki negara Inggris tersebut bukan hal baru untuk dilakukan di bidang transportasi di negara maju. Berbagai upaya untuk mempunyai sistem trasportasi yang nyaman dan ramah Iingkungan telah banyak direalisasikan. Sebagai contoh:
Pengadaan kendaraan umum yang nyaman (bis kota, kereta listrik, trem, dsb.),
Penggantian bahan bakar bensin dengan etanol dan biogas,
Pemakaian tenaga sinar matahari untuk menjalankan kendaraan,
Memasyarakatkan penggunaan sepeda dan berjalan kaki,
Penerapan sistem traffic calming di beberapa jalan di kawasan pusat kota dan permukiman. Pada sistem ini, kendaraan diperlambat jalannya, sehingga tidak membahayakan, serta hanya jenis kendaraan tertentu yang diperbolehkan lewat. Cara ini bisa ditempuh juga dengan mempersempit lebar jalan, pemakaian material untuk jalan bukan aspal, misalnya batu kali atau batu cetak.
Penerapan sistem transit-oriented development. Pada sistem ini, kegiatan penduduk terkonsentrasi di satu area. Tempat-tempat umum seperti bank, pasar, toko, kantor, rumah makan, dan sebagainya saling berintegrasi, mudah dicapai dengan berjalan kaki atau transportasi umum, sehingga mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
Di Indonesia, upaya-upaya negara maju seperti di atas memang masih jauh untuk dilakukan. Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi memang masih besar, karena sistem dan kondisi transport umum belum memenuhi kenyamanan pemakai, sehingga kemacetan lalu lintas, khususnya di Jakarta, akibat banyaknya pemakaian kendaraan pribadi tidak dapat dihindarkan. Jumlah kendaraan pribadi semakin banyak dengan banyaknya keluarga yang memiliki lebih dari satu kendaraan.
Universitas Gadjah Mada
Beberapa waktu yang lalu pemerintah pemah mencanangkan program 'Langit Biru', serta program `Segar Jakartaku'. Kedua program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas udara akibat polusi kendaraan. Pengukuran gas buang kendaraan bermotor (CO2) yang melewati beberapa ruas jalan di Jakarta telah pula dilakukan, namun tampaknya kedua program tersebut masih sukar untuk terus diterapkan karena adanya berbagai hambatan. Meskipun demikian, paling tidak di Indonesia telah ada upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan akibat dampak negatif dari transportasi kota. Strategi untuk mencapai transportasi berkelanjutan juga telah dirumuskan oleh Bank Dunia, melalui konsep "Transportasi berkelanjutan", yang menekankan pada tiga sendi yang harus disinergikan (Sutomo, 2002), yaitu: 1. Keberlanjutan ekonomi. Merupakan penciptaan insentif bagi inisiatif yang efisien menanggapi kebutuhan. Di Indonesia, beberapa hal penting berkaitan dengan aspek ekonomi yang perlu dilakukan adalah:
Konsep jangka panjang keberlanjutan dari fasilitas transport dalam pemeliharan aset-aset transportasi (jalan, kendaraan, bangunan pelengkap, rambu dan marka, dan sistem informasi). Jumlah jalan beraspal
di
Jawa
yang
semakin
bertambah
memerlukan
kemampuan untuk memeliharanya. Selain itu perusakan jalan akibat beban berlebih karena lemahnya sistem pengendalian beban membuat usia jalan semakin memendek secara signifikan, sehingga diperlukan konsep untuk menjaga keawetan aset jalan tersebut.
Tarif angkutan umum yang memadai. Pada saat ini tarif angkutan
umum yang diregulasi masih pada tingkat yang sangat rendah, sehingga tidak mampu menjaga kualitas Iayanan yang memadai.
Efisiensi investasi transportasi, dengan pengembangan jaringan jalan yang sesuai kebutuhan. Sebaliknya pengembangan jaringan jalan, terutama di kota besar di Indonesia masih terkesan ambisius, sementara penanganan angkutan umumnya masih minim, sehingga diperlukan investasi besar. Padahal jaln-jalan tersebut akhirnya hanya dipakai oleh kendaraan pribadi yang jumlahnya semakin banyak, sehingga menimbulkan kemacetan.
Universitas Gadjah Mada
2. Keberlanjutan ekologi/lingkungan. Telah banyak dijelaskan di atas bahwa kegiatan transportasi mengkonsumsi sejumlah besar energi, khususnya bahan bakar minyak. Selanjutnya transportasi, khususnya transportasi darat telah menyebabkan tingginya polusi udara dan dampak negatif lain terhadap lingkungan. Kebutuhan energi tinggi dan dampak yang dihasilkan tersebut akan mengancam keberlanjutan lingkungan, karena kemampuan lingkungan dan sumber energi terbatas. Untuk itu diperlukan beberapa Iangkah agar dicapai keberlanjutan lingkungan, antara lain:
Pengendalian emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Hal ini telah diatur dengan Kebijakan Pemerintah, Keputusan Menteri Perhubungan No. 71/1993 tentang Uji Tipe Kendaraan Bermotor, KM No. 63 Tahun 1993 tentang Persyaratan Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor, kereta Gandengan, kereta Tempelan, karoseri dan Bak Muatan, serta komponenkomponennya;
dan
Keputusan
menteri
Lingkungan
Hidup
No.
35/MENHL/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.Denagn
kebnijakan
ini
pemerintah
diharapkan
melakukan
pengujian emisi gas buang kendaraan, dan menyiapkan perangkat hukum berupa petunjuk teknis pelaksanaan pelanggaran emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan.
Perlunya memiliki transportasi yang hemat energi. Salah satunya dalah kendaraan dengan bahan bakar gas (BBG), dari jenis CNG (Compressed Natural Gas), LPG (Liquid Petrolium Gas), dan metanol. Ketiga jenis bahan bakar gas tersebut mempunyai emisi gas buang yang rendah. Di
DKI
Jakarta,
pada
tahun
2000
kendaraan
jenis
taksi
yangmenggunakan BBG/LPG tercatat sebanyak 6.633 unit dari 23.197 armada taksi yang beroperasi (28,59%). Bis kota juga sebagian kecil sudah memakai BBG (Suripto, 2002). Pengembangan bahan bakar gas harus merupakan kesepakatan semua pihak yang terkait, sehingga dapat terwujud kebijakan harga yang menarik bagi konsumen, kemudahan dan keselamatan.
Perlunya mendorong transportasi nir-energi dan nir-polusi, yaitu kendaran yang tidak bermotor dan tidak menimbulkan polusi sebagai alternatif transportasi jarak pendek. Contohnya becak, sepeda, dan dokar.
Universitas Gadjah Mada
3. Keberlanjutan sosial Konsep keberlanjutan sosial menekankan pada dua hal, yakni aksesibilitas masyarakat miskin terhadap layanan transportasi dan keselamatan berlalu lintas.
Aksesibilitas masyarakat miskin terhadap layanan transportasi. Transportasi urban berkelanjutan haruslah memperhatikan masyarakat dari berbagai lapisan. Di daerah urban, masih banyak masyarakat miskin yang terpinggirkan, tidak saja menghadapi masalah sandang, pangan dan papan, tetapi juga daya akses mereka ke layanan transportasi sangat terbatas. Masyarakat miskin sangat mengandalkan layanan transportasi umum, untuk menuju ke tempat kerja mereka, tetapi umumnya mereka harus melakukan perjalanan yang panjang, mahal dan melelahkan karena menunggu dan berdesak-desakan. Hal ini disebabkan buruknya sistem angkutan umum yang ada. Untuk itulah, perencanaan sistem transportasi harus memberi perhatian kepada layanan bagi golongan marginal
Keselamatan berlalu lintas. Di Indonesia, jumlah korban kecelakaan lalu lintas setiap tahun terus bertambah, baik korban meninggal, luka-luka maupun cacat seumur hidup, yang tentu saja telah membawa kerugian sumberdaya manusia dan materi yang besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa keadaan yng sampai sekarang masih kita hadapai, yaitu:
sistem angkutan umum yang buruk, sehingga keamanan kurang terjamin, misalnya: berdesak-desakan, sopir kurang tertib dalam menjalankan kendaraan, kendaraan berhenti di sembarang tempat, dan sebagainya.
semakin banyaknya pengguna jalan, karena semakin banyaknya kepemilikan kendaraan seperti mobil dan sepeda motor pribadi, sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan semakin tinggi.
banyaknya
pelanggaran
yang
dilakukan
masyarakat,
seperti
pemakaian pedestrian untuk pedagang kaki lima, sehingga para pejalan kaki terpaksa berjalan di badan jalan yang cukup membahayakan.
kondisi kemacetan lalu lintas tinggi telah memperlambat sampainya korban kecelakaan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan segera, sehingga memperparah kondisi korban.
Universitas Gadjah Mada
Kebijakan Transportasi Darat Untuk Kota-kota di Indonesia Untuk kota-kota di Indonesia, maka kondisi transportasi khususnya transportasi darat, perlu diarahkan agar tercipta transportasi yang berwawasan lingkungan, dalam rangka menuju kepada pembangunan transportasi yang berkelanjutan. Untuk itu perlu diambil kebijakan-kebijakan pemerintah yang tepat, yang dapat diterapkan dalam program-program aksi yang konkrit sesuai dengan kondisi setempat. Suripno, Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat, menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) kebijakan transportasi darat yang berwawasan lingkungan yang dapat diterapkan untuk kota-kota besar di Indonesia (Suripno, 2002), yakni:
1. Kebijakan dalam mengantisipasi perkembangan bahan bakar yang berwawasan lingkungan Kebijakan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor di Indonesia masih sangat dominan, sementara jumlah BBM terbatas. Tabel 11.2 menunjukkan betapa sektor transportasi masih bergantung pada BBM sebagai pembangkit energinya, sementara bahan bakar gas masih sangat sedikit dikonsumsi. Tabel 11.2 Perkiraan rata-rata konsumsi energi per tahun untuk sektor transportasi Konsumsi Energi
Rata-rata Per Tahun (PJ/Tahun)
Jenis Energi 94-99 LPG 0 CNG 0 Listrik 1,02 Avtur/Avgas 62,87 Diesel 368,53 Fuel Oil 19,76 Gasoline 296,44 Total 748,62
99-04 04-09 J 09-14 2,05 6,08 14,25 0,25 1,38 3,09 1,03 1,15 1,47 64,22 71,71 91,31 375,42 426,89 537,17 21,09 30,80 44,37 286,46 295,55 354,78 753.37 833,56 1.046,44
14-19 34,26 7,05 1,99 121,85 685,69 66,06 441,38 1.358,28
19-24 24-29 78,35 117,91 15,90 30,08 2,78 3,81 163,42 212,47 887,46 1.114,59 97,72 138,86 529,67 685,81 1.775,30 2.333,53
Sumber. Skenario Penggunaan Teknologi Efisien, Dit. Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, dalam Suripno, 2002
Universitas Gadjah Mada
Laju Pertum buhan 14,46 17,31 4,49 4,14 3,85 6,72 2,84 3,86
Untuk itulah sebagai upaya menghemat dan melestarikan bahan bakar minyak, diperlukan antisipasi pemakaian bahan bakar lain untuk masa yang akan datang, seperti bahan bakar gas (LPG/liquid petroleum gas dan CNG/compressed natural gas) dan listrik.
a. Antisipasi konsumsi bahan bakar bensin tanpa timbal Mulai tanggal 1 Juli 2001, pemerintah memasarkan bahan bakar bensin tanpa timbal secara bertahap. Diharapkan pada tahun 2004 bahan bakar ini bisa diterapkan secara nasional.
b. Antisipasi konsumsi bahan bakar gas (BBG) Bahan bakar gas sebenarnya telah cukup lama dipasarkan di Indonesia. CNG mulai dipasarkan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor pada tahun 1987 dan LPG tahun 1985. Kendaraan bermotor yang memakai bahan bakar tersebut dapat secara penuh memakainya, atau bergantian (bensin dan gas) dengan memakai convection kit (alat konversi). Beberapa taksi dan bus kota di Jakarta telah memakai BBG sejak tahun 1987. Sementara itu SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) yang ada di Jakarta berjumlah 28 unit untuk CNG (8 unit milik swasta) dan 16 buah untuk LPG (seluruhnya milik swasta). Saat ini pembangunan SPBG diperluas ke kota-kota lain, seperti Surabaya, medan, Palembang, Denpasar, Bandung, Cirebon dan Cikampek. Meskipun harga BBG relatif lebih murah dari BBM dan bebas polusi, masih banyak kendala yang dihadapi dalam pemakaian BBG sebagai pengganti BBM, diantaranya adalah:
Jumlah SPBG masih terbatas karena terbatasnya jaringan distribusi pipa gas, sehingga menyulitkan konsumen dalam memperoleh BBG
Masih mahalnya peralatan yang harus dipakai untuk pngoperasian SPBG,
Biaya listrik tinggi untuk pengoperasian SPBG,
Lahan untuk membangun SPBG terbatas,
Kurangnya partisipasi swasta dalam investasi SPBG,
Harga conversion kit mahal bagi konsumen karena masih harus impor,
Kekhawatiran konsumen tentang keselamatan.
Lepas dari semua kesulitan yang dihadapi, pada tahun 2004 pemerintah merencanakan akan menghapus seluruh subsidi BBM, sehingga peran BBG
Universitas Gadjah Mada
menjadi
sangat
strategis.
Pemerintah
bermaksud
akan
mengembangkan
pemakaian CNG untuk kendaraan bermotor secara nasional. Untuk itu persiapan perangkat peraturan dan peningkatan pengawasan menjadi prioritas utama, agar tercapai keselamatan terhadap penggunaan BBG (Suripno, 2002)
2. Kebijakan perbaikan emisi kendaraan bermotor Emisi kendaraan bermotor di jalan tidak dapat terhindarkan, tetapi tinggi rendahnya emisi ditentukan oleh kondisi kendaraan itu sendiri yang berkaitan dengan kesempurnaan proses pembakaran, serta kualitas bahan bakar yang dipakai. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan perawatan kendaraan oleh pemilik dan pengujian emisi gas buang yang dikeluarkan kendaraan. Pengujian emisi ini bertujuan untuk mengendalikan emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang mendasari dilakukannya pengendalian emisi gas buang, yaitu:
Keputusan Menteri Perhubungan No. 71/1993 tentang Uji Tipe Kendaraan Bermotor,
Keputusan Menteri Perhubungan No. 63/1971 tentang Persyaratan Ambang Batas Laik jalan Kendaraan Bermotor.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 35/MENHL/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Dengan peraturan tersebut, setiap kendaraan bermotor yang beroperasi wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Meskipun demikian, sampai saat ini pengujian emisi tersebut belum sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah. Masih banyak kendaraan bermotor yang mengeluarkan gas buang melampaui ambang batas yang telah disyaratkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa hal perlu dilakukan oleh pemerintah, antara lain:
Menyiapkan bengkel perawatan kendaraan
Menyediakan atau melengkapi peralatan untuk uji emisi kendaraan
Peningkatan sumberdaya manusia
Menyiapkan
segera
perangkat
hukum
yang
berisi
petunjuk
teknis
pelaksanaan penindakan pelanggaran emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan.
Universitas Gadjah Mada
3. Kebijakan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang berwawasan lingkungan Kebijakan ini didasarkan pada kondisi transportasi. terutama di kota-kota besar di Indonesia yang tidak pernah lepas dari permasalahan, seperti meningkatnya kendaraan pribadi sehingga pemanfaatan kapasitas jalan tidak efisien; kemacetan lalu lintas akibat hadirnya pembangunan fisik dengan fungsi-fungsi baru; dan pelayanan angkutan umum yang kurang memadai.
Ada 3 (tiga) kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi kondisi transportasi ini, yaitu: manajemen lalu lintas, tata guna lahan, dan angkutan massal, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Manajemen lalu lintas Upaya untuk perbaikan manajemen lalu lintas dapat dilakukan dalam bentuk penerapan kebijakan secara langsung maupun studi-studi yang dapat membantu mengatasi permasalahan lalu lintas. Penerapan manajemen lalu lintas yang balk dan sesuai dengan kondisi setempat diharapkan dapat:
Meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang jalan,
Memberi prioritas bagi angkutan umum,
Mendorong pengalihan penggunaan angkutan pribadi ke angkutan umum,
Mendorong penggunaan kendaraan secara lebih efisien,
Mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotor, seperti becak, sepeda, andong/delman (Sutomo, 2002).
Beberapa upaya yang telah diterapkan di beberapa kota antara lain:
Pembatasan lalu lintas pada jalur-jalur jalan tertentu, dengan penerapan sistem satu arah, pembatasan jenis moda transportasi, penerapan lajur khusus bus (bus line), pengembangan jalan khusus bus (bus way),
Pembatasan kecepatan arus lalu lintas, dengan pengembangan Area Traffic Control System (ATCS)
b. Tata guna lahan Akibat dari perkembangan kota yang terus berlangsung adalah semakin banyaknya daerah-daerah terbangun dengan intensitas bangunan yang sangat besar. Fasilitas—fasilitas perdagangan seperti pusat perbelanjaan bertumbuhan di
Universitas Gadjah Mada
berbagai bagian kota. Sementara itu di kota-kota besar juga banyak dibangun Central Business District (CBD) dan Superblock sebagai `kota di dalam kota'. Kehadiran fungsi-fungsi baru tersebut sebagai penggerak perjalanan (trip generator) otomatis akan memberi dampak yang sangat besar terhadap jaringan jalan kota yang sudah jenuh dalam bentuk kemacetan lalu lintas.
Untuk
mengurangi
terjadinya
dampak
tersebut,
pemerintah
perlu
mewajibkan dilakukannya analisis dampak lalu lintas bagi pembangunan fasilitas atau kawasan pusat kegiatan baru, sebagai kelengkapan dalam pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Saat ini, pada pembangunan fasilitas baru memang telah diwajibkan pembuatan analisis dampak lingkungannya (AMDAL), tetapi kadangkala setelah pembangunan selesai dan difungsikan, dampaknya terhadap kondisi lalu lintas masih ada, bahkan- sangat parah. Untuk itulah perlunya dilakukan analisis dampak lalu lintas secara khusus.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah dalam perencanaan kota. Hendaknya rencana kota perlu diarahkan pada pengurangan ketergantungan terhadap kendaraan. Pembangunan perumahan atau fasilitas baru di pinggiran kota yang jauh dari pusat kota akan menambah ketergantungan terhadap kendaraan, sehingga dapat meningkatkan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi. Akibatnya terjadi pemborosan energi dan peningkatan polusi udara.
c. Angkutan massal Sudah bukan merupakan kenyataan baru dalam kondisi transportasi di kota-kota besar di Indonesia bahwa layanan angkutan umum yang ada masih sangat tidak memadai. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab semakin bertambahnya orang memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi, sehingga masalah lalu lintaspun semakin meningkat.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam mengurangi permasalahan lalu lintas di jalan, penggunaan angkutan umum massal di kota-kota besar di dunia telah menunjukkan hasil yang signifikan. Di kota-kota besar di dunia, angkutan umum yang memadai dianggap dapat memberi keuntungan, antara lain:
Mengurangi ketergantungan pemakaian kendaraan pribadi.
Mengurangi kemacetan lalu lintas.
Universitas Gadjah Mada
Efisien dalam hal waktu.
Lebih murah. Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan peningkatan pelayanan
angkutan umum perkotaan. Saat ini, hampir di semua kota di Indonesia memakai kendaraan bis atau kendaraan roda empat yang lebih kecil lainnya sebagai angkutan umum darat (angkot). Kecuali di Kawasan Jabotabek, telah terlayani dengan kereta api listrik (KRL) Jaboabek.
Untuk memperbaiki kondisi pelayanan angkutan umum darat ini, pemerintah perlu meningkatkan subsidi bagi perbaikan dan peremajaan kendaraan yang sudah tidak memadai. Sedangkan KRL yang mampu memenuhi sebagian kebutuhan angkutan umum perlu direncanakan untuk dikembangkan lebih lanjut. Menurut Suripno (2002), pemerintah telah merencanakan untuk membangun double tracking lintas Serpong — Tanah Abang dan double double tracking lintas Cikarang — Manggarai untuk KRL. Selain itu, untuk DKI Jakarta pemerintah juga merencanakan akan membangun MRT (mass rapid transportation) pada koridor utama Jakarta: Fatmawati — Kota.
Universitas Gadjah Mada