KEPADATAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN (TRANSPORTASI) BERKELANJUTAN Bambang Haryadi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229, Telp. 024-8508102, e-mail:
[email protected]
Bambang Riyanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro (UNDIP) Jl. Hayamwuruk 5 Semarang 50241, Telp. 024-8311802
Abstract: The development of a city usually is accompanied by traffic congestion and air pollution problems. The appropriate strategy to solve these problems has been debated for long time. The proponents of new urbanism believe that the problem can be improved by forcing more people and more cars into smaller areas . They assume that by forcing densities higher, public transit can be provided better and more efficient, so that people will be more inclined to abandon their automobiles and use public transit, bicycles or walking as an alternative. On the contrary, anti-urban traditions believe that densifying urban areas will only worsen traffic congestion, and in turn will worsen air pollution. So that the best approach to solving the problem would to let urban sprawl, to disperse traffic and to make it move faster. This paper describes both approaches and the impacts, and discuses which one is the best from Indonesian perspective. Keywords: urban density, urban sprawl, new urbanism, smart growth Abstrak: Perkembangan kota biasanya dibarengi dengan masalah kemacetan lalu-lintas dan polusi udara. Strategi apa yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut merupakan perdebatan yang panjang. Para pendukung new urbanism percaya bahwa kemacetan dan polusi bisa ditanggulangi dengan memaksakan lebih banyak orang dan kendaraan dalam kawasan yang sempit. Dengan lebih terkonsentrasi, penyediaan angkutan umum bisa lebih baik dan efisien, sehingga orang akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan cenderung menggunakan angkuatan umum, bersepeda atau berjalan kaki. Sebaliknya budaya suburban dengan gagasan urban sprawl menganggap bahwa kemacetan disebabkan karena terlalu banyaknya kendaraan di wilayah yang sempit, dan pada gilirannya kemacetan memperparah polusi. Oleh karena itu kota harus dibiarkan berkembang menyebar, untuk menyebar lalu-lintas. Tulisan ini membahas kedua pandangan tentang kepadatan kota, dampaknya, serta mengkajinya dalam perperktif geografis dan demografis, yang manakah yang terbaik untuk Indonesia. Kata Kunci: kepadatan kota, pemekaran kota, new urbanism, pertumbuhan cerdas
menyangkut kebijakan kepadatan kota (urban
PENDAHULUAN Ada
tiga
pilar
yang
menyokong
density), merupakan kajian yang menarik.
keseimbangan sistem lalu-lintas di wilayah kota,
Kebijakan
tentang
kepadatan
kota
yaitu: perencanaan guna lahan, pembatasan
bukan merupakan kebijakan transportasi, tetapi
lalu-lintas mobil pribadi, dan pengembangan
kebijakan ini mempunyai dampak, langsung dan
transportasi
harus
tak-langsung, terhadap sistem transportasi kota.
seimbang, karena hanya dengan kombinasi
Masalahnya menjadi menarik bukan semata-
yang seimbang sistem dapat berhasil. Dari
mata
ketiga
pertama,
transportasi saja, tetapi lebih karena dampaknya
perencanaan guna lahan, khususnya yang
terhadap sistem pembangunan berkelanjutan
umum.
pilar
Ketiga
tersebut,
pilar
yang
ini
karena hubungannya
dengan sistem
secara umum. Walaupun konsep kota yang
Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi) Berkelanjutan – Bambang Haryadi & Bambang Riyanto
87
padat dianggap sebagai kesadaran baru ke arah
ajaran utama new urbanism adalah gagasan
pembangunan
bahwa “lingkungan masyarakat harus didisain
yang
berkelanjutan,
untuk
mengakhiri kecenderungan pemekaran kota
untuk
yang
sebagaimana
tak
terkendali
(urban
sprawl)
yang
pedestrian
dan
untuk
angkutan
mobil”
(CNU,
umum 2002).
dianggap tidak lestari (unsustainable), bukan
Piagam New Urbanism menyatakan bahwa
berarti
“Kebanyakan
konsep
tersebut
tidak
mendapat
kegiatan
sehari-hari
harus
tantangan. Wacana pro dan kontra mewarnai
dilakukan dalam jangkauan jalan kaki …..
konsep new urbanism ini.
Jaringan jalan yang saling berhubungan harus didisain
dan perkiraan biaya
sprawl. Transportasi dan guna lahan saling berhubungan tak terpisahkan dalam dua cara utama (Handy, 2002). Yang pertama, investasi dan kebijakan transportasi mempengaruhi pola pengembangan/pembangunan. Dalam hal ini, investasi transportasi berkontribusi pada sprawl. Kedua, pola pengembangan membentuk pola perjalanan. Dalam hal ini, sprawl berkontribusi pada
kendaraan
bermotor, tetapi kebijakan smart growth untuk mengatasi
sprawl
dapat
menurunkan
ketergantungan pada kendaraan bermotor. Asumsi dari gerakan smart growth adalah bahwa guna lahan dan strategi disain akan
menurunkan
penggunaan
kaki,
bahan bakar” (CNU, 2002).
lahan memainkan peran yang penting dalam
ketergantungan
jalan
dengan kendaraan bermotor, dan menghemat
Hubungan antara transportasi dan guna
dalam
mendorong
mengurangi jumlah dan panjang perjalanan
NEW URBANISM DAN GERAKAN PERTUMBUHAN CERDAS
menjelaskan sprawl
untuk
kendaraan
Faham new urbanism percaya bahwa kemacetan lalu-lintas dan polusi udara bisa ditanggulangi
dengan
memaksakan
lebih
banyak orang dan kendaraan dalam kawasan yang
lebih
sempit.
Para
pendukung
new
urbanism menganggap masyarakat (kota di Amerika Serikat) terlalu tergantung pada mobil, sehingga mereka mengusulkan untuk menetapkan
batas-batas
wilayah
kota
untuk
pertumbuhan dimana pembangunan diijinkan. Di luar
batas
diijinkan.
tersebut Diyakini
pengembangan bahwa
dengan
tidak lebih
terkonsentrasi penyediaan sarana angkutan umum bisa lebih baik dan efisien sehingga orang akan mengurangi penggunaan mobil pribadi dan cenderung menggunakan angkutan umum, bersepeda, atau berjalan kaki.
pribadi dan menciptakan lingkungan masyarakat yang lebih enak untuk didiami. New Urbanism mengungkapkan karakteristik disain spesifik
KEMACETAN DAN POLUSI DALAM BUDAYA ANTI-URBAN
untuk mencapai tujuan ini dan menyatakan
Cox (2000) mengangkat isu terkait
bahwa dengan menempatkan kegiatan dalam
dengan
hubungan
kehidupan sehari-hari dalam jarak jangkauan
dengan masalah kemacetan dan polusi udara.
jalan kaki dan menyediakan suatu jaringan jalan
Dia menganggap bahwa kemacetan disebabkan
dan jalur pedestrian yang saling berhubungan,
oleh karena terlalu banyak kendaraan di area
jalan kaki akan meningkat dan penggunaan
yang
kendaraan bermotor akan menurun. Salah satu
memperparah polusi udara. Oleh karena itu,
sempit.
antara
Pada
88 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 9 – Juli 2007, hal: 87 - 96
kepadatan
gilirannya
kota
kemacetan
menurut
Cox,
dengan
penyelesaiannya
menyebarkan
sederhana,
lalu-lintas
dan
Pada bahwa
akhirnya
Cox
perencanaan
berkesimpulan
transportasi
harus
membuatnya bergerak lebih cepat. Dengan kata
didasarkan pada realitas, bukan pada ideologi
lain, perkembangan kota jangan dibatasi dalam
atau theologi. Kebutuhan lalu-lintas akan terus
batas-batas
meningkat, dan peningkatan kebutuhan ini
tertentu,
kota
harus
dibiarkan
berkembang dan menyebar.
harus
Gagasan urban sprawl ini bertentangan
diakomodasi
kemacetan,
supaya
dengan
tidak
terjadi
memperluas
dan
dengan faham new urbanism. Cox dengan
membangun jaringan jalan baru di dilayah
tegas menentang faham new urbanism karena
pengembangan baru. Kemacetan terjadi kalau
menurutnya apa yang diyakini para penyokong
pertumbuhan kota dan kebutuhan lalu-lintas
faham ini tidak sesuai dengan kenyataan. Dia
tidak diimbangi dengan penyediaan lahan dan
menunjukkan
prasarana transportasi yang sepadan.
perbandingan
bukti-bukti kawasan
yang
urban
di
berupa Amerika
Artikel
Robert
Zwirn
Possible?)
yang diperbandingkan adalah tingkat kepadatan
belakang
(penduduk
intensitas
orientasi pada kota yang padat dan kompak
kecepatan
dalam kultur Amerika adalah tidak mungkin.
perjalanan rata-rata di kawasan urban, rata-rata
Walaupun disadari apa yang disebut dengan
jam kendaraan harian per mil persegi, polusi
smart growth atau neotraditional planning atau
udara, volume lalu-lintas per mil persegi, serta
new urbanism telah sanggup menyita perhatian
market share angkutan umum.
secara luas, namun kesadaran ini dipercaya
pelayanan
mil
angkutan
persegi), umum,
kenapa
ia
alasan
Desity
Serikat, Australia, Kanada dan Eropa. Hal-hal per
membahas
(Is dan
berpendapat
latar bahwa
Wilayah perkotaan di Eropa, Australia,
tidak akan sanggup membalik puluhan tahun
Kanada, maupun Asia cenderung mempunyai
urban sprawl dan berabad-abad teori dan
kepadatan
praktek anti-urban.
yang
lebih
tinggi
dibandingkan
perkotaan di Amerika Serikat. Demikian pula
Dalam
pandangan
Zwirn,
budaya
market share angkutan umum pada perkotaan
Amerika secara historis dan kultural adalah anti-
di kawasan tersebut lebih tinggi dibandingkan di
urban. Tradisi anti-urban mempunyai akar yang
Amerika Serikat, tentunya juga dengan tingkat
panjang dan dalam. Awal sejarah Amerika
penyediaan
adalah
yang lebih tinggi. Tetapi tingkat
agraris.
Sejarah
politiknya
banyak
layanan angkutan umum yang tinggi ini, tidak
ditandai dengan pertikaian ideologis antara
menyebabkan tingkat kemacetan yang lebih
pemerintah
rendah, akibat dari kepadatan lalu-lintas yang
Budayanya umumnya mengagungkan prestasi
lebih tinggi. Kecepatan rata-rata yang rendah
individual. Bahkan imigrasi masyarakat Eropa
berakibat pada tingkat polusi yang tinggi,
ke Amerika adalah wujud pencarian kebebasan
sehingga, perkotaan di Amerika Serikat, yang
dari penguasa pusat. Banyak pula karya sastra
notabene berkepadatan lebih rendah dibanding
yang mengilustrasikan bagaimana pastoral myth
dengan perkotaan di kawasan Kanada dan
berpengaruh pada budaya Amerika.
Eropa,
lalu-lintasnya
lebih
lancar
dan
mempunyai tingkap polusi yang lebih rendah.
pusat
dan
penguasa
lokal.
Kecenderungan kearah suburban atau anti-urban
belakangan
juga
didukung
Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi) Berkelanjutan – Bambang Haryadi & Bambang Riyanto
oleh
89
sejumlah faktor, diantaranya kebijakan tentang
Sebaliknya
sistem
menyebabkan
jalan
raya,
kemakmuran
dan
“demokrasi”. Sejak tahun 1959 Amerika menjadi negara
suburban
yang
pertama.
kepadatan
yang
kebutuhan
terlalu
tinggi
perjalanan
untuk
rekreasi, keluar dari kepadatan kota, juga tinggi.
Diberi
Gielge berkesimpulan terdapat suatu
kebebasan, masyarakat menolak kota dan
nilai
kepadatan. Sehingga, pada masa kini mayoritas
keseimbangan antara kebutuhan perjalanan
masyarakat
tahun
untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk rekreasi.
merupakan produk suburbia. Mereka terlahir
Dalam pandangan Gielge, nilai FAR optimum
konsumeristis, tidak
ada
Amerika
usia
24-49
melihat nilai kota selain
FAR
di
optimum,
antara
1,0
dimana
dan
terjadi
3,0,
sehingga
untuk hiburan, tidak melihat fungsi kota sebagai
pembangunan kawasan perumahan dengan
wahana interaksi sosial dan sebagainya. Dalam
FAR dibawah 1,0 atau diatas 3,0 harus
pandangannya urban adalah negatif sedangkan
dihindari.
suburban positif. Selanjutnya keberadaan mobil dipandang sebagai perwujudan freedom of Mobil
mobility.
menjadi
kendaraan
Kepadatan dan Biaya Perumahan Dalam
civic
tulisannya
Rahman
(2001)
mendiskusikan keseimbangan antara kepadatan
alienation.
dan biaya untuk perumahan di perkotaan negara berkembang, dengan mengkaji kasus di
KEPADATAN DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN KOTA
negara Bangladesh. Menurutnya rumah susun
Kepadatan dan Transportasi Gielge
(2004)
bertingkat tinggi bukan merupakan solusi yang
mengkaji
hubungan
antara kepadatan kota dengan struktur, kualitas hidup
dan
kebutuhan
perjalanan
hasil survei yang dilakukan dengan responden penghuni berbagai perumahan di Wina, Austria. tingkat
dengan
kepadatan
hubungan
antara
dengan
dengan
kota
kebutuhan perjalanan, Gielge berkesimpulan bahwa baik kota yang terlalu padat, floor area ratio (FAR) > 3,0, maupun kota dengan tingkat kepadatan terlalu rendah (FAR di bawah 1,0) bukanlah
kota
sustainable.
dengan
di negara berkembang.
dengan
menggunakan kendaraan. Dia menggunakan
Berkaitan
feasible untuk menyelesaikan krisis perumahan
transportasi
yang
Disamping itu, hubungan antara
Pasca Perang Dunia II, di Inggris dan negara-negara dibangun
Pada kondisi kepadatan rendah ketergantungan pada mobil sangat tinggi, untuk sehari-hari
kerja,
sekolah
perajalanan
dan
belanja.
bangunan
yang
lain
perumahan
banyak bertingkat
banyak untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang tinggi. Perumahan bertingkat banyak mengakibatkan
biaya
pembangunan
dan
pemeliharaan yang tinggi yang tidak terjangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menengah dan bawah. Hal ini memicu gagasan tentang konsep
perumahan
Low-Rise
High-Density
(LRHD) yang dipandang lebih sesuai dari kacamata sosial dan ekonomi.
tingkat kepadatan dan kebutuhan perjalanan bukanlah merupakan hubungan yang linier.
Eropa
Rahman berpendapat terdapat jumlah tingkat
(lantai)
sehingga
optimum
tercapai
untuk
perumahan
keseimbangan
antara
penghematan biaya dan lahan. Untuk luas lantai bangunan
yang
90 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 9 – Juli 2007, hal: 87 - 96
tetap,
kepadatan
dapat
ditingkatkan dengan mengurangi total area
Dengan
untuk living space dan ruang yang disediakan
transportasi berlipat dan ketergantungan pada
untuk
dengan
mobil pribadi menurun. Walaupun kendaraan
biaya
beroperasi kurang efisien di area yang macet,
pembangunan bervariasi secara non-uniform
tetapi konsumsi bahan bakar per kapita jauh
terhadap kepadatan. Hubungan antara biaya
lebih
dan
berkendaraan.
community
menambah
service,
jumlah
kepadatan
lantai.
melibatkan
serta Tetapi
keseimbangan
antara biaya lahan, penggunaan (pemeliharaan) dan
pembangunan.
Perumahan
4
meningkatnya
rendah
kepadatan,
karena
masyarakat
pilihan
jarang
Tetapi kota yang sangat padat dengan
lantai
gedung-gedung tinggi bisa mengalami ventilasi
dipandang sebagai jumlah tingkat optimum dari
yang buruk dan efek ‘heat island’ yang kuat,
segi biaya, kepadatan, ketinggian, dan lain-lain.
yang
mengakibatkan
penghuninya energi
Kepadatan dan Energi Dengan
menggunakan
Hong
dan
untuk
thermal
meningkatkan
pengaturan
pada
stress
kebutuhan
udara
dalam
Kong
bangunan. Selain itu banyaknya bangunan yang
sebagai kasus, Hui (2000) membahas konsep
tinggi dan rapat mempengaruhi penggunaan
bangunan energi rendah dengan mengkaji
cahaya alami, ventilasi alami, dan energi surya.
bagaimana kepadatan kota bisa mempengaruhi disain
energi
bangunan
dengan
kota mempunyai dampak positif dan negatif
kepadatan tinggi, dan mendiskusikan strategi
sekaligus berkaitan dengan kebutuhan energi
disain bangunan hemat energi di wilayah padat
total.
penduduk. Yang dimaksud dengan low energy
dimasukkan dalam proses pembangunan untuk
atau hemat energi adalah dicapainya kebutuhan
mengukur sustainabilitas kawasan urban. Disain
‘energi nol’ atau konsumsi energi rendah.
lingkungan dan bangunan kota yang hemat
Tujuan utama dari bangunan hemat energi
energi di area dengan penduduk yang padat
biasanya adalah untuk meminimalisasi jumlah
memerlukan
energi yang harus dibeli dari luar seperti listrik
termasuk diantaranya setting kota, perencanaan
dan gas. Dalam kasus ideal, bangunan bisa
transportasi, disain sistem energi, dan detail
bertindak
arsitektural dan rekayasa.
sebagai
di
kota
Hui berkesimpulan bahwa densifikasi
produsen,
bukannya
Oleh karena itu Dimensi energi harus
pertimbangan
berbagai
faktor,
konsumen energi. Pengaruh kepadatan kota terhadap total kebutuhan energi suatu kota rumit dan saling berbenturan. Pola guna lahan yang padat dan kompak membawa keuntungan dari segi disain sistem transportasi dan distribusi energi, tetapi kondisi yang padat kemungkinan menciptakan kemacetan
dan
mikroklimat
yang
tidak
diinginkan. Pola pengembangan yang kompak dapat mengurangi kebutuhan prasarana dan perjalanan dengan menggunakan kendaraan.
KEPADATAN KOTA DALAM KONSTEKS NEGARA Cilia (1993)
membahas
isu
jumlah
penduduk, keluarga dan kepadatan pulau kecil Malta. Cilia mengungkap dampak pertumbuhan penduduk dan keluarga terhadap kebutuhan air bersih, serta kebijakan pemerintah di bidang perumahan yang tidak sustainable. Dibandingkan
dengan
luas
pulau,
penduduk Malta relatif padat. Tetapi ironisnya
Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi) Berkelanjutan – Bambang Haryadi & Bambang Riyanto
91
kepadatan
kotanya
relatif
rendah.
Hal
ini
sangat luas. Kanada merupakan satu diantara
membawa implikasi penting pada sumber daya
negara
alam yang tersedia, khususnya lahan dan
dimana kepadatan rata-ratanya 34 orang per
penggunaannya. Selain jumlah penduduk yang
seribu hektar. Tetapi uniknya, sebagian besar
terus meningkat, jumlah rumah tangga juga
penduduk Kanada tinggal hanya dalam wilayah
meningkat bahkan dengan tingkat pertumbuhan
sejarak
seratus kilometer dari perbatasan
yang lebih tinggi.
Kanada
-
Lebih dari 50% kebutuhan air bersih penduduk
yang
paling
AS.
jarang
Sehingga
penduduknya,
proyek-proyek
perumahan yang akan dibangun mendapat
Malta dipenuhi dari desalinasi air
tantangan dari para penduduk setempat untuk
laut, sisanya dari air tanah. Pertumbuhan jumlah
tidak menambah kepadatan di lingkungannya
penduduk dan jumlah rumah tangga berarti
yang sebenarnya tidak padat. Dalam artikelnya
meningkatnya
Ransford (2005) menguraikan bahwa ketakutan
kebutuhan
air
bersih
dan
perumahan. Kapasitas penyediaan air bersih harus
ditingkatkan
pertumbuhan
untuk
penduduk
tersebut tidak perlu.
mengimbangi
dapat
dikatakan
sebagai
peningkatan
lumbung pangan dunia (the bread basket of the
standar hidup. Tetapi, pengambilan air tanah
world). Kanada merupakan salah satu negara
harus dikurangi untuk menjaga sustainabilitas
dengan rasio lahan yang ditanami terhadap
dan meningkatkan kualitas air tanah. Dengan
jumlah penduduk yang tertinggi di dunia (1.5 ha
kata lain ketergantungan pada desalinasi air
lahan subur per kapita). Suatu hal yang harus
meningkat,
dipertahankan.
yang
dan
Kanada
konsekuensinya
juga
ketergantungan pada teknologi dan bahan bakar yang
harus
diimport.
Masalah
lingkungan
Kepadatan kota di Amerika Utara belum seberapa dibandingkan dengan kepadatan kota
muncul dari pembangunan stasiun pembangkit
di bagian dunia lain.
dan limbah buangan.
mengakomodasi
Walaupun keterbatasan lahan sangat
penyebaran
Menurut Ransford
pertumbuhan
merupakan
pilihan
dengan yang
tidak
nyata, terdapat sejumlah faktor sosial-ekonomi
cerdas. Menurutnya, pertumbuhan yang cerdas
yang berdampak pada kepadatan kota yang
adalah
relatif rendah. Pemerintah mempunyai kebijakan
mengkonsentasikan populasi dan aktivitas di
Home ownership Scheme (HOS) yang bertujuan
kawasan kota, menciptakan tempat yang hidup,
menyediakan tanah murah dimana pemiliknya
beraneka
bisa membangun rumah sendiri. Dampaknya
beraneka masyarakat, bangunan, ruang publik,
lokasinya jauh dari kota, standard bangunan
prasarana, layanan dan pilihan.
dengan
dan
infill
menarik
development,
dimana
terdapat
tidak terkontrol, dan ukuran tanah terlalu luas.
Mengacu pada hasil kajian kementrian
Kebijakan lain terkait dengan aturan sewa
lingkungan Selandia Baru (Ransford, 2005),
rumah yang memberikan jaminan permanen
disimpulkan bahwa disain kota yang berorientasi
pada penyewa sehingga membekukan pasar
pada kepadatan bangunan dan ruang publik
sewa rumah.
yang tinggi dengan memperhatikan kondisi yang
Jauh berbeda dengan Malta, Kanada merupakan
negara
yang
secara
lain seperti guna
geografis
92 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 9 – Juli 2007, hal: 87 - 96
lahan
campuran,
disain
bangunan yang baik dan ruang terbuka yang
ketahanan pangan nasional. Pemekaran di
memadai dapat:
Indonesia begitu tak terkendali sehingga tak
1. menghemat lahan, infrastruktur dan energi;
jarang ”memakan” lahan kritis tak layak bangun
2. mengurangi
serta
biaya
ekonomi
berkaitan
dengan waktu terbuang untuk perjalanan; 3. membantu
memusatkan
sumber
sehingga
lindung
untuk
membahayakan
konservasi,
penghuni
secara
langsung maupun lingkungan secara umum.
pengetahuan dan aktivitas inovatif di pusat kota;
kawasan
Pada umumnya tipe perumahannya adalah rumah tunggal atau kopel satu lantai
4. mengembangkan
interaksi
dan
vitalitas
sosial;
untuk rumah sangat atau
sedang.
sederhana, sederhana
Rumah
yang
lebih
mewah
5. membantu pengembangan aktivitas fisik
mempunyai dua lantai. Hampir tidak dijumpai
yang lebih besar, yang berakibat pada
perumahan dengan tiga lantai. Masing-masing
kondisi kesehatan yang lebih baik;
tipe rumah tersebut mempunyai plot tanah
6. membantu konservasi ruang hijau, berkaitan dengan jenis pengembangan kota tertentu;
tersendiri, sehingga pada umumnya nilai floor area ratio (FAR) sangat rendah (lebih kecil
7. mengurangi polusi dari kendaraan ke udara
dari 1). Pembangunan rumah susun dengan
dan air, walaupun polusi udara mungkin
nilai FAR yang lebih tinggi bukan tidak dilakukan
secara lokal lebih terkonsentrasi.
sama sekali. Perumahan dengan FAR yang lebih
kota sangat kuat di Indonesia, seiring dengan dan
demografi.
Pemekaran ini tidak hanya terjadi di kota besar saja, tetapi juga menjadi kecenderungan di kota sedang dan kecil. Pemekaran sudah menjadi trend umum, dan seolah-olah menjadi suatu kelaziman yang mesti terjadi. Disadari atau tidak, konsep pembangunan kota yang tidak lestari berlangsung di Indonesia.
menyesuaikan
harga daya
lahan beli
yang
masyarakat
murah, yang
rendah. Pemekaran ini seringkali dilakukan dengan mengkonversi lahan pertanian yang subur,
semakin
pertanian
pe
memperkecil
kapita
dan
pada
sebalikya yang masih melekat kuat
pada
masyarakat adalah budaya dan cara hidup rural yang mensyaratkan kepemilikan tanah. Oleh karena itu ”kehidupan” apartemen atau rumah susun belum bisa diterima. Selain itu harga lahan yang relatif
murah mengakibatkan
pebangunan rumah susun yang berorientasi pada tingkat kepadatan yang tinggi menjadi tidak ekonomis.
pinggiran kota. Yang menjadi pertimbangan adalah
terbatas
urban masih belum bisa diterima dan dijalani,
Kawasan perumahan terus tumbuh di utama
sangat
proyek percontohan. Budaya dan cara hidup
Kecenderungan terjadinya pemekaran ekonomi
masih
apartemen mewah dan rumah susun sebagai
SMART GROWTH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN INDONESIA
pertumbuhan
tinggi
rasio
area
membahayakan
Pertumbuhan
kota
yang
cepat
di
Indonesia biasanya selalu dibarengi dengan masalah
kemacetan
dan
polusi
udara.
Kecepatan perjalanan menurun dan waktu yang dibutuhkan untuk menglajo meningkat. Waktu lajo lebih dari dua jam merupakan hal yang umum
di
Jakarta
dan
Surabaya.
Jakarta
merupakan salah satu kota di dunia yang paling
Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi) Berkelanjutan – Bambang Haryadi & Bambang Riyanto
93
terpolusi,
dimana
penduduknya
menghirup
kendaraan bermotor lebih rendah karena kota-
tingkat partikel, hidrokarbon, Nox, dan timbal
kota AS dan Australia jauh lebih ”longgar”, dan
yang
menyediakan jauh lebih banyak lahan perkotaan
melampaui
standard
WHO
pada
kebanyakan hari dalam setahun. Alasan
utama
untuk jalan. Sebagai gambaran, hanya sekitar
parahnya
masalah
5% dari lahan di Jakarta digunakan untuk jalan,
kemacetan di kota besar di Indonesia adalah
dibandingkan dengan nilai yang melebihi 50% di
karena cukup padatnya daerah pusat kota dan
sejumlah kota di AS.
hinterland dikombinasikan dengan kurangnya
AS
mampu
mencapai
tingkat
prasarana untuk pejalan kaki dan sepeda serta
kemacetan yang rendah meskipun ada dominasi
lajur yang diperuntukan khusus untuk sistem
penggunaan
angkutan massal. Kepadatan yang lebih tinggi
investasi besar-besaran dalam pembangunan
bisa dicapai pada kota-kota lain di Eropa dan
jalan raya terutama di kawasan suburban, dan
Asia dengan tingkat kemacetan yang lebih
dengan mendorong pengembangan perumahan
rendah
yang
dan komersial di kawasan yang kurang padat,
ekstensif dan angkutan umum dengan lajur
sehingga tercipta bentuk kota yang tidak padat
eksklusif. Tingkat kepemilikan kendaraan yang
yang disebut sprawl. Hal ini sangat mahal dan
lebih tinggi dapat ditangani tanpa kemacetan
membuat
pada kota-kota tanpa sistem angkutan massal
emiter gas rumah hijau per kapita paling tinggi di
dengan lajur khusus, hanya jika kepadatan
dunia, walaupun dapat menghindari kemacetan
penduduk
dan konsentrasi emisi.
melalui
jauh
penggunaan
lebih
sepeda
rendah
dan
luasan
permukaan untuk jalan jauh lebih besar. Wilayah
perkotaan
Jakarta
kendaraan
pribadi
dengan
AS menjadi konsumen energi dan
Solusi semacam itu di Indonesia sangat dan
problematik.
Hinterland
kota
di
AS
pada
Surabaya tidak lebih padat dari Paris, Seoul,
umumnya sangat jarang atau tidak berpenduduk
Tokyo dan
dan
Moskow,
dan
memiliki tingkat
bukan
merupakan
daerah
pertanian.
kepemilikan kendaraan yang lebih rendah, tetapi
Sebaliknya hinterland kota di Indonesia pada
kemacetan dan polusi udaranya
umumnya sangat padat dan merupakan daerah
karena kurangnya
sistem
lebih parah
angkutan
umum
pertanian
yang intensif.
Hinterland Jakarta
dengan lajur khusus. Jakarta dan Surabaya juga
merupakan satu dari sejumlah wilayah yang
tidak lebih padat dari kota-kota Cina tetapi
berpenduduk paling padat dengan intensitas
memiliki
parah,
pertanian yang paling tinggi di dunia. Perbedaan
sebagian karena kota-kota Cina mempunyai
tersebut berarti bahwa ”biaya” pembebasan
tingkat pemilikan kendaraan bermotor yang
tanah untuk pembangunan jalan di Indonesia
lebih rendah, tetapi juga karena masyarakatnya
relatif lebih mahal dibandingkan dengan di AS.
dapat berjalan kaki atau bersepeda ke banyak
Misalnya di Jepang, dengan kondisi hinterland
tujuannya di kota. Kota-kota besar di Indonesia
serupa Indosnesia, $0,70 dari setiap $1,00
juga mengalami kemacetan yang lebih parah
investasi jalan digunakan untuk pembebasan
dari kota-kota di AS dan Australia yang juga
tanah, dibandingkan dengan $0,25 rata-rata di
tidak memiliki sistem angkutan umum massal
AS.
tingkat
polusi
yang
lebih
dengan lajur khusus walaupun tingkat pemilikan
94 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 9 – Juli 2007, hal: 87 - 96
Biaya sosial dan lingkungan dari model
lebih terbatas untuk jumlah penduduk yang
suburbanisasi semacam di AS juga jauh lebih
padat. Oleh karena itu perlu ditetapkan nilai
tinggi di Indonesia. Tanah yang diperuntukkan
rasio lahan pertanian per kapita untuk menjaga
bagi motorisasi daerah suburban di Jawa akan
kemandirian di bidang pangan. Ketergantungan
mengharuskan dipindahkanya 100 kali lebih
pada kendaraan bermotor terbukti telah sangat
banyak orang dibandingkan dengan di AS. Jika
membebani
seluruh jalan yang menurut analisis ekonomi
Ketergantungan
Bank Dunia layak dibangun di pulau Jawa,
mengakibatkan
sebanyak
pada bahan bakar minyak (BBM). Aglomerasi
800.000
orang
harus
direlokasi.
Sementara itu, diperkirakan 250 km2 tanah
telah
pertanian, hutan, atau rawa dikonversi setiap
bidang energi.
negara
dan
pada
kendaraan
ketergantungan
mengancam
masyarakat. bermotor
yang
kemandirian
besar
bangsa
di
tahun untuk penggunaan kota di Jawa, dengan
Menghentikan kecenderungan peme-
konsekuensi lingkungan yang luar biasa. Di AS,
karan kota atau aglomerasi bukan hal yang
menempatkan jalan raya pada pusat-pusat
mudah. Membangkitkan kesadaran saja tidak
penduduk
cukup. Karena pembangunan kearah kota yang
tahun
secara politis tidak mungkin sejak
1960an
ketika
proyek-proyek
jalan
padat berarti harus membangun budaya dan
pembangunan kembali perkotaan memancing
cara hidup baru, cara hidup urban, cara hidup
pergolakan sosial.
kota. Tetapi budaya dan cara hidup bukanlah sesuatu yang tak mungkin dibangun. Dalam pembangunan yang berkelanjutan kota tidak
PENUTUP Dampak negatif pemekaran kota sudah
bisa dibiarkan berkembang mengikuti selera
banyak dibahas, baik dari segi sosial, ekonomi,
pasar.
lingkungan
pertanahan yang sehat sehingga pembangunan
maupun
transportasi
seperti
Diperlukan
vertikal
atas.
yang
diperlukan peraturan dan penegakan tata-ruang
harus
dan guna lahan tegas, selain juga diperlukan
menjadi lebih terkonsentrasi, menjadikannya
konsep pengembangan sistem lalu-lintas kota
lebih padat untuk bisa mengakomodasi lebih
yang berimbang. Selanjutnya dibangun sarana
banyak orang, untuk mengurangi biaya sarana
dan prasarana umum, termasuk sarana dan
pelayanan umum, dan untuk
prasarana transportasi, yang memadai sehingga
berkelanjutan
interaksi
konteks tidak
serta
pembangunan
bisa
vitalitas
tidak
kota
meningkatkan
sosial.
Diperlukan
kesadaran baru ke arah kota yang padat dan
perkotaan
menjadi
kebijakan
diuraikan dalam sejumlah artikel yang dikutip di Dalam
di
dukungan
feasible,
kota menjadi lingkungan hidup yang manusiawi dan beradab.
terkonsentrasi. Tren aglomerasi harus segera diakhiri. Tidak seperti Amerika Serikat, Indonesia bukan negara
kaya
yang
sanggup
membangun
infrastruktur secara ekstensif. Juga tidak seperti AS atau Kanada yang mempunyai daratan yang luas, lahan pertanian yang subur di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Cilia, George. 1993. “Population, Households and Urban Density”, Options Mediterraneennes, Ser. B / n 7, 1993 – Malta: Food, Agriculture, Fisheries and the Environment. Cox, Wendell. 2000. How Urban Density Intensifies Traffic Congestion And Air
Kepadatan Kota dalam Perspektif Pembangunan (Transportasi) Berkelanjutan – Bambang Haryadi & Bambang Riyanto
95
Pollution. Goldwater Institute, Arizona Issue Analysis 162, October 2000. Congress for the new Urbanism (CNU). 2002. “Charter of the new urbanism,” Available: http://ww.cnu.org/aboutcnu/index.cfm?fo rmaction=charter&CFID=1778105&CFT OKEN=35528783. Accessed 9/25/06. Gielge, Johannes. 2004. Urban Desity, Quality of Life and Sustainable Mobility. TRB 2004 Annual Meeting. Handy, Susan. 2002. Smart Growth and The Transportation-Land Use Connection: What Does the Research Tell Us? Paper prepared for “New Urbanism and Smart Growth: A research Sysmposium” University of Maryland, May 3, 2002. Hui, S. C.M.. 2000. Low Energy Building Design in High Density Urban Cities. Paper submitted to World Renewable Energy Congress VI, 1-7 July 2000, Brighton, UK.
Rahman, Mahbubur. 2001. “Tall Structures and Housing in the Developing World: Tradeoffs Between Density and Cost”, CTBUH Review, Vol. 1, No. 3: Fall 2001. Ransford, Bob. 2005. “Even in an Empty Country, High Density Makes Sense”, Vancouver Sun, July 23, 2005. Schwanen, T. dan P.L. Mokhtarian. 2003. “Does Dissonance Between Desired And Current Residential Neighbourhood Type Affect Individual Travel Behaviour? An Empirical Assessment From The San Francisco Bay Area”, Proceeding of the European Transport ConferenceI (ETC), October 8-10, 2003, Strasbourg, France. Zwirn, Robert. Is Desity Possible?. Online: www.architects.org/emplibrary/Density.Z wirn.pdf.
96 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 9 – Juli 2007, hal: 87 - 96