MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN
TIMBUL PARULIAN MANAORJAYA PANJAITAN NRP. P-062040224
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 22 Maret 2010
Timbul Parulian Manaorjaya Panjaitan P062040224
iii
iv
ABSTRACT TIMBUL P.M. PANJAITAN. 2010. Modelling of Sustainable Transportation Management at the periphery of metropolitan cities. Under supervision of Bambang Pramudya, Manuwoto and I.F.Poernomosidhi Poerwo.
Development of Metropolitan cities has a great impact on transportation growth not only in the inner cities but also between the peripheries, where most of housing built, and the center of the cities. This transportation growth especially caused by commuters, who live in the peripheries but go to works to the center of the cities. This research is aimed to make a model of transportation management from housing area in the periphery of a metropolitan city, in the northern area of Metropolitan Bandung, considered trip generation and trip attraction caused by the presence of housing settlements, Setiabudi Regency, Graha Puspa and Trinity, examined the perception of inhabitants which are also the trip makers and after that, made a model of transport management with sustainable transportation principles that means to reduce the possibility of traffic congestion, air pollution, and traffic noise in the future. In the beginning, the researcher took primary data like trip generation and trip attraction from the housing access road at the research time. With the secondary data collected from the previous researchers the structure of the transportation management model was made. It can be seen that in the model structure built, the model behaviour describes prediction of road saturation grade, vehicles maximum speed and air pollution that might be generated in the future (in this research until year of 2040). The research of society perception, using Principal Component Analysis (statistics analysis), has got two groups of output, the first was the improvement of access road infrastructure with improving the road capacity, the second is improvement of the media of transportation with reducing vehicles emission and also improving the quality and quantity of public transportation. Using system dynamics modelling, the society perception was cultivated to make 5 transport policy alternatives those were : 1).policy in transportation without any change, 2).policy in public transport quality and quantity improvements, 3).policy in reducing the life tme of private vehicles 4). policy in improving the real capacity of roads, 5).policy in improving public transport quality combined with reducing the life time of private vehicles. The last four policies were combined with policy in reducing air pollution, because the policy in reducing air pollution was the major policy choice by the society. Model simulation showed that the most effective policies in transportation to achieve a sustainable transportation management was the 5th policy alternative: improving quality and quantity of public transport combined with reducing the lifetime of private vehicles and reducing air pollution. Keywords: policy, transport management, sustainable, simulation, metropolitan
v
vi
RINGKASAN Pertumbuhan penduduk di kota-kota metropolitan sangat pesat, Di Indonesia persentase penduduk perkotaan ini mencapai separuh dari seluruh penduduk Indonesia. permukiman
Pertumbuhan penduduk ini memicu pertumbuhan perumahan / yang
cukup
tinggi
di
perkotaan,
sehingga
bermunculanlah
pembangunan rumah, baik yang dibangun dengan swadaya maupun oleh pengembang (perumahan formal) yang tidak melihat lagi dimana lokasi yang cocok dan sesuai dengan peraturan dan tata-ruang perkotaan. Pemakaian kendaraan pribadi yang memang dapat melayani pemiliknya ”door to door” cukup sulit untuk dibatasi atau dialihkan menjadi pemakaian kendaraan umum, disamping karena tidak memuaskannya pelayanan kendaraan umum, ada juga pengaruh ”life style” dari sebagian besar orang kota. Kendaraan umum yang ada saat ini belum memenuhi syarat-syarat keamanan dan kenyamanan, sehingga para pelaku perjalanan enggan untuk menggunakannya. Selama ini belum ada suatu kebijakan dari pemerintah baik lokal maupun pusat yang mengatur berapa jumlah rumah pada suatu lokasi perumahan yang boleh dilayani oleh suatu ruas jalan sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Penelitian ini mencoba untuk merancang model pengelolaan transportasi yang berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan, dengan sasaran yang diharapkan terjadi adalah sbb: 1. Terumuskannya model manajemen transportasi berkelanjutan yang mampu mengatasi permasalahan : kemacetan lalu lintas dan menjaga agar tingkat pelayanan jalan ”level of service” jaringan jalan tetap memadai di kawasan pinggiran metropolitan. 2. Terwujudkannya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan hidup guna mencegah atau mengurangi pencemaran udara akibat transportasi dan kebisingan lalu lintas di lingkungan perumahan di kawasan pinggiran metropolitan. Perancangan model pengelolaan transportasi dimulai dengan menjaring persepsi masyarakat tentang kebutuhan mereka akan transportasi. Hasil survey persepsi masyarakat ini selanjutnya diolah dengan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang akan dipakai sebagai dasar penyusunan skenario pengelolaan kebijakan transportasi.
vii
Struktur model disusun atas diagram alir sistem dinamik dengan terlebih dahulu mencari hubungan simpal kausal antara tiap-tiap variabel dan parameter yang menyusun sistem, sehingga diperoleh diagram causal loops. Diagram ini dipakai sebagai dasar penyusunan struktur model. Struktur model dapat dikatakan valid setelah melalui uji validitas. Dalam model ini uji validitas dilakukan terhadap data populasi dan data jumlah angkutan umum historis. Selanjutnya dilakukan analisis sistem dinamis dan melihat perilaku model yang telah disusun untuk melihat trend (kecenderungan) perilaku model terhadap variabel
penentu
seperti
kecepatan
kendaraan,
derajat
kejenuhan
jalan,
pencemaran udara dan kebisingan mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2040. Dengan analisis sensitivitas dapat dilakukan simulasi model dalam beberapa skenario kebijakan pemodelan untuk melihat skenario kebijakan mana yang terbaik dilihat dari sisi pencapaian derajat kejenuhan jalan terendah
dan pencemaran
udara minimal yang masih mungkin.diperoleh dari alternatif skenario kebijakan tersebut. Setelah dilakukan simulasi model, penelitian ini dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penelitian terhadap persepsi masyarakat penghuni / pelaku perjalanan di
kawasan perumahan Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Trinity dengan Principal Component Analysis (PCA) memperoleh beberapa alternatif skenario kebijakan transportasi di kawasan tersebut, antara lain: peningkatan kapasitas dasar jalan (untuk peningkatan prasarana transportasi) dan pembatasan umur kendaraan pribadi, peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, serta pengurangan emisi gas buang kendaraan (untuk perbaikan sarana transportasi) 2. Dari 10 variabel persepsi masyarakat tentang pengelolaan / perbaikan
transportasi di kawasan perumahan (Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Trinity) tersebut diambil 5 (lima) skenario kebijakan untuk diuji dengan analisis sensitivitas model: 1) Alternatif kebijakan untuk tidak mengadakan perubahan (skenario do
nothing) 2) Alternatif kebijakan: peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum
dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 3) Alternatif kebijakan : pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan
pengurangan emisi gas buang kendaraan.
viii
4) Alternatif kebijakan: peningkatan kapasitas dasar jaringan jalan dan
pengurangan emisi gas buang kendaraan. 5) Alternatif kebijakan : peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum
serta pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 3. Analisis sensitivitas model menunjukkan bahwa dari 5 alternatif kebijakan yang
diambil, alternatif kebijakan 5 (peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan) merupakan alternatif kebijakan terbaik yang dapat diambil untuk dipakai sebagai kebijakan pengelolaan transportasi di kawasan permukiman di lokasi studi tersebut. 4. Analisis perilaku model menunjukkan bahwa alternatif kebijakan 5 dapat
mengatasi permasalahan pengelolaan transportasi dengan lebih baik, dengan skenario kebijakan 5, sampai dengan tahun 2040 derajat kejenuhan
jalan
masih berada pada kisaran = 0,4 atau dengan kata lain pada ‘level of service’ jaringan jalan = A. 5. Analisis perilaku model juga menunjukkan bahwa dengan pelaksanaan
alternatif kebijakan 5, indeks kualitas udara pada tahun 2040 masih berada pada nilai 97,40%, dan kadar NOx pada tahun 2040 sebesar 0,04, masih berada dibawah baku mutu ( 0,05), atau dengan kata lain kualitas udara kawasan permukiman tersebut masih sangat layak bagi penghuninya. 6. Analisis
perilaku
model
dengan
menggunakan
skenario
kebijakan
4
menunjukkan bahwa ‘penambahan kapasitas jaringan jalan’ (skenario kebijakan 4) hanya dapat dipakai sebagai alternatif kebijakan sementara, karena penambahan kapasitas jaringan jalan sebesar 2,5% per tahun,pada akhirnya hanya akan mempercepat peningkatan ‘derajat kejenuhan jalan’ sehingga pada suatu saat ke depan derajat kejenuhan jalan akan mencapai = 1. Peningkatan volume lalu lintas yang tinggi tersebut juga mengakibatkan peningkatan pencemaran udara dan kebisingan.
ix
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010. Hak Cipta dilindungi Undang-undang. 1)
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
2)
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
x
MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN
TIMBUL PARULIAN MANAORJAYA PANJAITAN NRP. P-062040224
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR xi
2010
Penguji Luar Komisi Pembimbing :
Penguji Ujian Tertutup (27 Februari 2010) :
1. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE 2. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS
Penguji Ujian Terbuka (22 Maret 2010) : 1. Dr. Ir. M. Basuki Hadimuljono,MSc (Inspektur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum) 2. Dr. Ir. Drs. Iskandarmuda Purwaamijaya, MT (Kepala Lab Survey dan Pemetaan Universitas Pendidikan Indonesia)
xii
Judul Disertasi :
MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN
Nama
:
Timbul Parulian Manaorjaya Panjaitan
NIM
:
P 062040224
Program Studi :
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M. Eng. Ketua
Dr. Ir. Manuwoto, MSc Anggota
Dr. Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
xiii
Tanggal Ujian: 22 Maret 2010
Tanggal Lulus:
xiv
PRAKATA Segala puji syukur hormat dan kemuliaan penulis panjatkan hanya kehadirat Tuhan Yesus Kristus
karena atas rahmat dan karuniaNya
disertasi dengan judul
“Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan” ini telah dapat disusun dan diselesaikan dengan baik. Dengan selesainya penyusunan disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng, Dr.Ir. Manuwoto, MSc dan
Dr.Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, MSc selaku
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan inspirasi dengan sepenuh hati kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo,MS dan Sekretaris Program Studi PSL IPB Dr.Ir. Widyatmoko,MS, serta tidak lupa juga kepada ibu Dr.Ir.Etty Riani, MS, yang selalu memberi dorongan untuk segera menyelesaikan studi ini. Lembaga yang telah membantu dalam proses penelitian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Pendidikan Indonesia, Atasan kerja penulis selama mengikuti program Doktor yaitu
Ir. Agus
Widjanarko, MIP, Ir. Zulfi Syarif Koto, MSi, .Dr.Ir.M.Basuki Hadimuljono, MSc, yang telah memberi bantuan baik moril maupun materiil serta dorongan untuk menyelesaikan program studi ini. Dr. Ir. Drs. H. Iskandar Muda Purwaamijaya beserta isteri
Dr.Rina Marina
Masri, MP yang telah banyak membantu dalam proses penelitian di lapangan. Para responden sebagai sumber informasi, fasilitator yang telah membantu dalam berbagai kegiatan pengisian kuesioner selama proses penelitian. Teman-teman PS PSL angkatan 2005 yang selama ini ikut memberi semangat dan sebagai inspirasi dalam menyelesaikan studi. Isteri tercinta Yuke Ikaria Moureen SH beserta ananda Nofryda Estheria Ully, Diva Melina, David Timothy dan Kezia Natalia atas segala kesabaran, dorongan, pengertian, pengorbanan dan bantuan yang diberikan selama masa studi ini. Semoga segala bantuan, doa dan dorongan yang diberikan tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Bogor, 22 Maret 2010
xv
Penulis
xvi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, tanggal 7 Juli 1959 putra sulung dari pasangan Pangulu Rotua Radja Pandjaitan (alm) dengan Adelina Mangunsong (alm).. Penulis mengikuti pendidikan SD, SMP, SMA di Palembang. Selanjutnya mengikuti Pendidikan S1 pada jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya (1985), Pendidikan S2 Program Studi Urban Infrastructure Management pada Institute For Housing and Urban Development Studies (IHS) Erasmus Universiteit di Rotterdam The Netherlands (2001), dan sejak tahun 2005 penulis memulai pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor. Kariernya sebagai pegawai negeri sipil dimulai dari staf Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Jambi tahun 1986, kemudian sebagai Kepala Seksi Pengujian Air tahun 1987, Pemimpin Proyek Bantuan Penanganan Jalan Kabupaten tahun 1990, Pemimpin Bagian Proyek Simpang Tuan – Merlung tahun 1993, Pemimpin Proyek Peningkatan Jalan di Dati II Tanjung Jabung tahun 1994, Pemimpin Bagian Proyek Penggantian Jembatan (BLN) Provinsi Jambi tahun 1995, Pemimpin Proyek Peningkatan Jalan di Dati II Batang Hari tahun 1996, Kepala Seksi Pengujian tahun 1998, Pemimpin Proyek Pembinaan Pengembangan Perkotaan pada Ditjen Perkotaan dan Perdesaan di Jakarta tahun 2002, Kepala Bidang Prasarana Lingkungan Perumahan pada Kementerian Negara Perumahan Rakyat tahun 2005, Pejabat Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan pada Inspektorat Jenderal Departemen PU tahun 2008 sampai sekarang. Selain itu penulis juga mengikuti pendidikan informal / diklat antara lain Indonesian Bridge Engineering Course tahun 1988 s/d 1989 di Bandung, Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Auditor tahun 2007, Diklat Jabatan Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan tahun 2008
serta diklat diklat teknis Departemen
Pekerjaan Umum lainnya. Tanda kehormatan yang diperoleh adalah : Satya Lancana Karya Satya 10 tahun (2004), dan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun (2007) . Penulis menikah dengan Yuke Ikaria Moureen, SH
tanggal
7 Desember 1991 dan dikaruniai
empat orang anak yaitu : Nofryda Estheria Ully (lahir di Jambi, 14 November
xvii
1992), Diva Melina (lahir di Jambi, 22 Januari 1994), David Timothy (lahir di Jambi, 9 Mei 1998) dan Kezia Natalia (lahir di Jakarta, 18 Desember 2002).
xviii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. xix DAFTAR TABEL........................................................................................... xxiii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xxv DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xxix BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.3. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.4. Kerangka Pemikiran ................................................................ ........ 1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 1.6. Novelty (Kebaruan) ............... ........................................................
1 1 3 3 5 8 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Kota Metropolitan.............................................................................. 2.2. Pengelolaan Transportasi.di Kawasan Pinggiran Metropolitan........... 2.3. Pola Penggunaan Lahan (Landuse)...................................................... 2.4. Sistem Jaringan (Prasarana Jalan)........................................................ 2.4.1. Kapasitas Jaringan Jalan........................................................ 2.4.2. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan....................... 2.4.3. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah............... 2.4.4. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping......... 2.4.5. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota..................... 2.4.6. Tingkat Pelayanan Jalan...................................................... 2.5. Sistem Pergerakan Transportasi......................................................... 2.6. Interaksi Sistem Kegiatan (Landuse) – Sistem Jaringan Jalan–Sistem Transportasi (Sistem Pergerakan)…………………………………….. 2.7. Aspek Psikososial dalam Transportasi…….……………………….. 2.8. Pencemaran Lingkungan Akibat Transportasi……………………….. 2.8.1. Dampak Pencemaran Udara................................................ 2.8.2. Macam macam Pencemar Udara ........................................ 2.8.3. Kebisingan ............................................................................ 2.9. Tinjauan studi-studi terdahulu tentang pengelolaan transportasi perkotaan………………………………………………………………….
11 11 12 13 15 16 17 18 19 20 21 21
BAB III. KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN..................................... 3.1. Metropolitan Bandung......................................................................... 3.2. Kabupaten Bandung Barat ...................................................... ...... 3.3. Kecamatan Lembang… ................................................................. 3.4. Kecamatan Parongpong................................................................... 3.5. Perumahan Setiabudi Regency........................................................ 3.6. Perumahan Graha Puspa .................................................................
37 37 38 41 42 44 45
xix
22 24 25 26 26 28 32
3.7. Perumahan Trinity ............................................................................. 45 3.8. Tingkat Pelayanan Jalan.................................................................... 46 BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................. . 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………… 4.1.1. Lokasi Penelitian …………………………..………………….. 4.1.2. Waktu Penelitian ……………………………………………… 4.2. Rancangan Penelitian.............………………………………………... 4.2.1. Aspek Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan ........................ 4.2.2. Aspek Sosial dan Ekonomi…………………………………. 4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan ....................................................... 4.3.1. Data Fisik, Kimia an Biologi Lingkungan…………………… 4.3.2. Data Sosial dan Ekonomi …………………………………… 4.4. Analisis Data .................................................................................... 4.4.1. Analisis Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan ……….. 4.4.2. Analisis Data Sosial dan Ekonomi …………………………. 4.5. Analisis Sistem, Model dan Simulasi ………………………………. 4.5.1. Teori Sistem Dinamis ………………………………………… 4.5.2. Diagram Lingkar Sebab - Akibat ……………………………. 4.5.3. Diagram Input – Output ……………………………………… 4.5.4. Diagram Alir (Struktur Model) ……………………………….. 4.5.5. Validasi Model ………………………………………………… 4.5.6. Sensitivitas Model ……………………………………………..
49 49 49 49 49 49 50 50 50 51 52 52 53 56 56 62 64 65 66 68
BAB V. PERSEPSI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMAHAN ………… 71 5.1. Pendahuluan………………………………………………………………. 71 5.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ............ .. ………. .. ………… …. 71 5.2.1. Data Pribadi ……………………………………………………. 71 5.2.2. Lahan dan Perumahan ……………………………………….. 75 5.2.3. Pengelolaan Lahan dan Lingkungan Perumahan ………….. 79 5.2.4. Pengelolaan Transportasi …………………………………….. 80 5.2.5. Implementasi Teknologi Pembangunan Konstruksi Jalan Pada Persimpangan ........................................................................ 81 5.2.6. Kepuasan dan Saran Responden .......................................... 82 5.3. Kebutuhan Responden dalam Pengelolaan Transportasi …………. 84 5.3.1. Analisis Faktor untuk Variabel yang Berpengaruh terhadap Pemilihan Pengelolaan Transportasi di Lingkungan Perumahan ……………………………………….. 84 5.3.2. Analisis Faktor dengan Rotasi ………………………………… 86 5.3.3. Hasil Analisis Faktor …………………………………………… 88 5.4. Kesimpulan………………………………………………………………. . 89
xx
BAB VI. STRUKTUR MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN ...…..…………. 91 6.1. Pendahuluan……………………………………………………………. 91 6.2. Sub Model Sistem Tata Guna Lahan ............................................. 92 6.3. Sub Model Sistem Pergerakan ...................................................... 94 6.4. Sub Model Sistem Jaringan Jalan ................................................. 96 6.5. Sub Model Sistem Sarana Kendaraan ……………………………… 99 6.6. Sub Model Sistem Pencemaran Lingkungan ………………………. 102 6.7. Validasi Model …………………………………………………………. 105 6.7.1. Validasi Model Terhadap Komponen Populasi Penduduk…. 105 6.7.2. Validasi Model Terhadap Komponen Jumlah Angkutan Umum 106 6.8. Kesimpulan……………………………………………………………….. 107 BAB VII. PERILAKU MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN..………………….. 7.1. Pendahuluan…………………………………………………………… 7.2. Perilaku Sub Model Tataguna Lahan ........................................... 7.3. Perilaku Sub Model Sistem Pergerakan …………………………… 7.4. Perilaku Sub Model Sistem Jaringan Jalan ……………………….. 7.5. Perilaku Sub Model Sistem Sarana Kendaraan …………………... 7.6. Perilaku Sub Model Sistem Pencemaran Udara dan Kebisingan… 7.7. Kesimpulan……………………………………………………………...
109 109 109 110 111 112 113 115
BAB VIII. SKENARIO KEBIJAKAN ........................................................... 117 8.1. Pendahuluan……………………………………………………….…… 117 8.2. Alternatif Skenario Kebijakan………………………………………… 117 8.3. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan 1 s/d 5 ……….. 120 8.3.1. Derajat Kejenuhan Jalan ……………………………………. 120 8.3.2. Rata-Rata Kecepatan Kendaraan …………………………… 121 8.3.3. Volume Lalu Lintas ………………………………………….. 122 8.3.4. Indeks Kualitas Udara ………………………………………. 123 8.3.5. Kebisingan ……………………………………………………. 124 8.4. Perilaku Model Pada Skenario Kebijakan 5 ……………………….. 125 8.4.1. Derajat Kejenuhan Jalan ……………………………………. 125 8.4.2. Rata-Rata Kecepatan Kendaraan ………………………….. 126 8.4.3. Kadar Pencemar Udara COx……………………………….. 126 8.4.4. Kadar Pencemar Udara NOx ……………………………….. 127 8.4.5. Kadar Pencemar Udara HC ………………………………… 127 8.4.6. Kadar Pencemar Udara SOx ……………………………….. 127 8.4.7. Kadar Pencemar Udara SPM ………………………………. 128 8.4.8. Tingkat Kebisingan …………………………………………… 128 8.4.9. Indeks Kualitas Udara………………………………………… 129 8.5. Kesimpulan……………………………………………………………… 129
xxi
BAB IX. PEMBAHASAN………………………………… ………………….. 131 BAB X. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................... 135 10.1. Kesimpulan .................................................................................. 135 10.1.1. Manajemen Transportasi Berkelanjutan…………………….. 135 10.1.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan……………... 137 10.2. Rekomendasi ............................................................................... …138 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 141 LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………………… 145
xxii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Hubungan faktor-faktor yang harus diteliti, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan ……………………..
9
Bangkitan dan tarikan pergerakan dari beberapa aktivitas tata guna lahan .....................................................................................
15
3
Kapasitas dasar ( Co )...................................................................
17
4
Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw)...........................
18
5
Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCsp)...............
18
6
Klasifikasi gangguan samping........................................................
19
7
Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) untuk jalan yang mempunyai bahu jalan .......................................
19
Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) untuk jalan yang mempunyai kerb..................................................
20
9
Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota...................................
20
10
Komposisi udara kering dan bersih.................................................
27
11
Toksisitas relatif polutan udara.......................................................
28
12
Akibat fisik dan psikologis dari kebisingan......................................
30
13
Kriteria ambien kebisingan.............................................................
30
14
Batas kebisingan yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja………………………………………………………
31
Matriks beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang transportasi dan pencemaran udara di perkotaan…………………..
35
16
Metode analisis data kualitas udara………………………………….
53
17
Metode analisis data sosial dan ekonomi……………………………
55
18
Total variance explained…………….……………………………….
85
19
Component Matrix…………………………………………………….
86
20
Rotated component matrix……………………………………………
87
2
8
15
xxiii
21
Variabel dan parameter pada sub model sistem tataguna lahan perumahan……….……………………………………………………..
94
22
Variabel dan parameter pada sub model sistem pergerakan……..
95
23
Variabel dan parameter pada sub model sistem jaringan jalan…..
99
24
Variabel dan parameter pada sub model sistem sarana kendaraan………………………………………………………………
101
Variabel dan parameter pada sub model sistem pencemaran udara …………………………………………………………………….
103
Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah penduduk di Kabupaten Bandung…………………………………..
105
Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah angkutan umum………………………………………………………..
106
Parameter-parameter dalam simulasi skenario kebijakan………………………………………………………………..
120
25
26 27
28
xxiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir perumusan masalah………………………………………..
5
2
Kerangka pikir pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan……………………………………………………..
7
3
Sistem transportasi makro………………………………………………..
12
4
Beberapa wilayah yang termasuk dalam wilayah metropolitan Bandung……………………………………………………………………..
37
5
Fungsi kawasan dalam metropolitan Bandung………………………….
38
6
Lokasi studi………………………………………………………………….
47
7
Bagan alir tahapan penelitian……………………………………………..
51
8
Langkah-langkah analisis faktor………………………………………...
56
9
Diagram sistem..……………………………………………………………
58
10
Tahapan tahapan pembuatan model (dengan sistem dinamik).......................................................................
60
11
Konsep diagram lingkar sebab akibat................................................
63
12
Diagram input – output.........................................................................
64
13
Simbol – simbol diagram alir……………………………………………
65
14
Tipe intervensi model (parameter input dan struktur model)………………………………………………………………………..
69
Persentase jenis kelamin penghuni di perumahan Setiabudi Regency, Trinity dan Graha Puspa…………………………..
72
16
Persentase tingkat pendidikan penghuni perumahan………………...
72
17
Pekerjaan penghuni perumahan…………………………………………
73
18
Persentase kepemilikan kendaraan……………………………………..
73
19
Pendapatan penghuni perumahan per bulan…………………………..
74
20
Pengeluaran untuk transportasi per bulan………………. ……………
74
21
Status kepemilikan rumah………………………………………………..
75
22
Perolehan hak tinggal……………………………………………………
76
15
xxv
23
Alasan tinggal di lokasi perumahan…………………….......................
76
24
Kepuasan terhadap lokasi perumahan…………………………………
82
25
Saran pengembangan lokasi perumahan………………......................
83
26
Usul peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan (persepsi masyarakat).…………………………………..........................................
88
Usul peningkatan / perbaikan sarana transportasi (persepsi masyarakat)…………………………………………………………………
88
28
Konseptualisasi permodelan………………………………………………
91
29
Causal loops sub model sistem tataguna lahan………………………...
92
30
Diagram alir sub model sistem tataguna lahan………………………
93
31
Causal loops sub model sistem pergerakan……………………………
94
32
Diagram alir sub model sistem pergerakan…………………………….
96
33
Causal loops sub model sistem jaringan jalan………………………...
97
34
Diagram alir sub model sistem jaringan jalan………….....................
98
35
Causal loops sub model sistem sarana kendaraan…….....................
99
36
Diagram alir sub model sistem sarana kendaraan……………………..
100
37
Causal loops sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan…………………………………………………………………..
102
Diagram alir sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan…………………………………………………………………..
103
27
38
39
Model pengelolaan transportasi di kawasan pinggiran metropolitan………………………………………………………………… 104
40
Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah penduduk............ 106
41
Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah angkutan umum……………………………………………………………………….
107
42
Populasi kabupaten dan populasi perumahan SR, GP dan TR………. 110
43
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung Barat……………………… 110
44
Derajat kejenuhan jalan………………………………………………….
111
45
Prediksi rata-rata kecepatan kendaraan s/d tahun 2040……………
111
xxvi
46
Hasil simulasi kapasitas jaringan jalan………………….....................
112
47
Volume lalu lintas dan kapasitas jaringan jalan……………………..
112
48
Hasil simulasi jumlah mobil pribadi, sepeda motor dan angkutan umum………………………………………………………………………..
112
Kadar pencemar udara dan baku mutunya sesuai dengan KepMen KLH No. Kep-03/MenKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991…..……..
113
50
Kebisingan kawasan perumahan dan baku mutunya………………….
114
51
Indeks kualitas udara hasil simulasi…………………………………….
115
52
Perilaku derajat kejenuhan jalan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5…………………………………………………………………………
121
49
53
Perilaku rata-rata kecepatan kendaraan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5…………………………………………………………… 122
54
Perilaku volume lalu-lintas hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………………………………………………………………………… 123
55
Perilaku indeks kualitas udara hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………………………………………………………………………… 124
56
Perilaku tingkat kebisingan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………………………………………………………………………… 125
57
Derajat kejenuhan jalan (skenario kebijakan 5) ……………………….
58
Rata-rata kecepatan kendaraan (skenario kebijakan 5)……………….. 126
59
Kadar pencemar COx dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )……………………………………………............ 126
60
Kadar pencemar NOx dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )………………………………………………...
127
Kadar pencemar HC dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )……………………………………………………
127
61
125
62
Kadar pencemar SOx dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )……………………………………………………. 128
63
Kadar pencemar SPM dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )……………………………………………………. 128
64
Tingkat kebisingan dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )………………………....................................... 129
65
Indeks kualitas udara (skenario kebijakan 5)…………………………… 129
xxvii
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Principal component analysis………………………………
145
2.
Struktur model dengan sistem dinamik……………………
153
3.
Persamaan matematis model……………………………….
163
4.
Instrumen penelitian…………………………………………
175
xxix
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di kota-kota metropolitan sangat pesat,
Menurut
data dari BKKBN (http://www.bkkbn.go.id/) pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia antara tahun 2005 s/d 2010 mencapai lebih kurang 2,5 - 4 % per tahun. Di Indonesia, persentase penduduk perkotaan ini diperkirakan akan mencapai lebih dari separuh dari seluruh penduduk Indonesia pada akhir tahun 2010. Kondisi ini tentu saja membutuhkan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur perkotaan yang harus lebih memadai. Dua sektor prasarana diantaranya adalah perumahan dan
transportasi.
Secara
signifikan
pertumbuhan
penduduk
ini
memacu
pertumbuhan perumahan / permukiman yang sangat pesat di kawasan perkotaan sehingga bermunculanlah rumah-rumah, baik yang dibangun dengan swadaya (secara individu) maupun oleh pengembang (perumahan formal) yang kadangkadang tidak melihat lagi dimana lokasi dan lahan yang cocok dan sesuai dengan peruntukan lahan dan rencana tata-ruang perkotaan. Kebanyakan dari perumahan ini, terutama yang dibangun oleh pengembang, didirikan di kawasan pinggiran kota terutama pada kota-kota dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa yang akan berkembang menjadi kota metropolitan. Berbagai macam penyebab dari bertumbuhnya perumahan dan permukiman di pinggiran kota ini, seperti harga lahan yang relatif lebih murah, lokasi yang lebih hijau, lahan yang lebih luas, lingkungan yang lebih asri dan lain sebagainya. Pembangunan perumahan di pinggiran metropolitan tersebut sangat membutuhkan akses transportasi yang memadai dari dan ke tengah kota, Kebanyakan pengembang tidak memperhatikan kondisi dan keberadaan jalan akses ke lokasi perumahan, sehingga kapasitas jaringan jalan yang ada pada suatu saat akan terlampaui seiring dengan pertambahan bangkitan dan tarikan lalu-lintas akibat keberadaan perumahan / permukiman tersebut. Bangkitan perjalanan ini akan bertambah tinggi apabila penghuni perumahan lebih mengandalkan pergerakan perjalanannya dengan memakai kendaraan pribadi terutama mobil. Pemakaian kendaraan pribadi yang memang dapat melayani pemiliknya ”door to door” cukup sulit untuk dibatasi atau dialihkan menjadi pemakaian kendaraan umum, disamping karena tidak memuaskannya pelayanan kendaraan umum, juga karena gaya hidup dari sebagian besar orang kota yang merasa lebih
2
bergengsi apabila mereka memakai / mengendarai kendaraan pribadi kemanapun mereka pergi karena kendaraan pribadi menjadi simbol status bagi mereka. Kendaraan umum yang ada saat ini belum memenuhi syarat-syarat keamanan dan kenyamanan, sehingga para pelaku perjalanan enggan untuk menggunakannya. Kendaraan umum sering merupakan sarana transportasi yang kurang aman bagi penumpangnya. Kualitas kendaraan serta kenyamanannya kurang / tidak menjadi perhatian para penyelenggara angkutan umum. Lokasi tempat bekerja bagi sebagian besar penghuni perumahan yang mempunyai jarak cukup jauh dari tempat tinggal mereka dan besarnya rata-rata lingkungan perumahan di pinggiran kota metropolitan akan menimbulkan bangkitan perjalanan berbasis rumah (home base trip) yang cukup besar yang semakin lama akan semakin mendekati kapasitas kemampuan jalan akses ke lokasi perumahan tersebut, dan pada suatu saat akan terjadi kondisi volume lalulintas maksimum yang menyebabkan kendaraan tidak dapat bergerak sama sekali. Hal ini akan sangat merugikan kondisi lingkungan, karena pencemaran udara dan kebisingan akan sangat meningkat melebihi baku mutu yang ditentukan oleh pemerintah. Selama ini belum ada suatu kebijakan dari pemerintah baik lokal maupun pusat yang membatasi jumlah dan kepadatan lingkungan perumahan yang dilayani oleh suatu ruas jalan, atau alternatif prasarana dan sarana transportasi yang harus disediakan agar lalu lintas yang ada tidak akan melebihi kapasitas jalan dan ambang batas pencemaran lingkungan yang ditetapkan. Penelitian ini mencoba untuk melihat permasalahan transportasi dari dan menuju ke lokasi perumahan / permukiman di kawasan pinggiran kota metropolitan dan melihat permasalahan yang sebenarnya terjadi serta mencoba merumuskan model pengelolaan transportasi yang berkelanjutan dari dan ke lokasi perumahan / permukiman di kawasan pinggiran kota metropolitan, terutama dengan adanya fenomena penyebaran permukiman di kawasan tersebut
(fenomena ”urban
sprawl”) dengan melihat kecenderungan (trend) yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, penelitian ini memilih lokasi pada perumahan yang ada di kawasan pinggiran Bandung sebelah utara yaitu Perumahan Setiabudhi Regensi, Perumahan Graha Puspa dan Perumahan Trinity yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat.
3
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan transportasi yang berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan. Tujuan penelitian tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi sasaran sebagai berikut: 1. Terumuskannya model manajemen transportasi berkelanjutan yang mampu mengatasi permasalahan : kemacetan lalu lintas dan menjaga agar tingkat pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di kawasan pinggiran metropolitan tetap memadai. 2. Terwujudkannya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan hidup guna mencegah atau mengurangi pencemaran udara akibat transportasi dan kebisingan lalu lintas di lingkungan perumahan di kawasan pinggiran metropolitan. Dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut, faktor-faktor yang harus diteliti sampai akhirnya diperoleh suatu kebijakan transportasi yang berkelanjutan, adalah sebagai berikut: 1
Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan dan persepsi masyarakat tentang kebutuhan transportasi mereka.
2
Kondisi lalu-lintas kendaraan yang ada di lokasi studi di kawasan pinggiran metropolitan.
3
Data tingkat pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
4
Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
Dimana faktor faktor tersebut selanjutnya digunakan untuk: 1. Perancangan model dinamis transportasi di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan yang memenuhi validitas. 2. Perumusan beberapa alternatif kebijakan dari hasil simulasi model dinamis untuk memperoleh
pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan
pinggiran metropolitan. 1.3. Perumusan Masalah Pembangunan perumahan di pinggiran kota semakin meningkat terutama di kota kota metropolitan dimana harga lahan di tengah kota semakin meningkat, dan
4
masyarakat banyak memilih untuk bermukim di pinggir kota, disamping untuk mencari kenyamanan dan ketenangan hidup (untuk masyarakat golongan menengah ke atas), juga karena kemampuan untuk membeli lahan yang sangat terbatas (untuk masyarakat menengah ke bawah).
Kota Metropolitan Jakarta
misalnya, jumlah penduduk di Jakarta sekitar 8.603.776, namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari pinggiran kota seperti Bekasi, Tangerang dan Depok, akan menjadi kurang lebih 12 juta (BPS DKI Jakarta. 2006) Pembangunan perumahan yang tidak terkendali ini akan menyebabkan peningkatan arus lalu lintas dari pinggiran kota ke tengah kota, karena sebagian besar para penghuni perumahan masih tetap beraktivitas (bekerja, belajar, atau rekreasi) ke tengah tengah kota, sehingga beresiko menimbulkan kemacetan lalu lintas dan permasalahan lingkungan sebagai akibat sampingannya. Permasalahan lingkungan sebagai akibat sampingan dari transportasi yaitu, alih fungsi lahan yang digunakan untuk membangun jaringan jalan, yang acapkali menimbulkan masalah sosial dalam pembebasannya, perubahan aliran air akibat dibangunnya suatu konstruksi jalan, pemakaian zat kimia untuk treatment rumput / tanaman pada bahu jalan, polusi udara, kebisingan, hujan asam dan masalah lingkungan lain yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Pada saat penelitian ini belum didapati kemacetan yang parah (level of service jaringan jalan masih A atau B) di lokasi studi, akan tetapi dengan melihat trend pertumbuhan volume kendaraan yang cukup tinggi seperti sekarang ini, dalam waktu beberapa tahun ke depan kemungkinan akan terjadi derajat kejenuhan jalan maksimum atau ’volume / kapasitas’ = 1. Untuk itu perlu diambil langkah langkah kebijakan yang mampu mengantisipasi permasalahan tersebut. Selama ini kebijakan yang diterapkan pada kawasan permukiman di pinggiran metropolitan hanya dengan melihat masing-masing sektor. Sektor perumahan melihat dari sisi pembangunan perumahan saja, sedangkan sektor transportasi hanya melaksanakan pembangunan jaringan jalan / jaringan transportasi lainnya dengan kebijakan transportasi, demikian juga dengan sektor lingkungan hidup.
Kesimpulannya adalah, pemerintah selama ini belum
mengkoordinasikan
sektor sektor perumahan/permukiman, transportasi dan
lingkungan hidup secara terpadu dan berkelanjutan..
5
Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya dalam penelitian ini yaitu: 1. Pertumbuhan lalu lintas pada kawasan perumahan di pinggiran kota metropolitan cukup tinggi yang apabila tidak dikendalikan akan berakibat pada menurunnya kecepatan rata-rata kendaraan hingga mencapai kecepatan ( v ) = 0 atau dengan kata lain derajat kejenuhan jalan (volume/kapasitas) akan mencapai = 1 2. Pertumbuhan lalu-lintas yang tinggi akan mengakibatkan permasalahan lingkungan hidup yang dalam penelitian ini dibatasi hanya pada penelitian tingkat pencemaran udara serta tingkat kebisingan kawasan yang terjadi pada kawasan perumahan tersebut.
KONDISI TRANSPORTASI DI PINGGIRAN METROPOLITAN SAAT INI
KONDISI TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PINGGIRAN METROPOLITAN
KESENJANGAN
PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN TRANSPORTASI
PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP: PENCEMARAN UDARA, KEBISINGAN
PERMASALAHAN TRANSPORTASI: KEMACETAN, DERAJAT KEJENUHAN JALAN
FEED BACK
Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah 1.4. Kerangka Pemikiran Kawasan Bandung Utara yang memiliki kondisi ekologis yang nyaman karena berada pada ketinggian +/- 700 m dpl, merupakan tempat yang disukai masyarakat
untuk
membangun
perumahan,
walaupun
aksesibilitas
untuk
memperoleh air bersih sangat sulit dan mahal. Keluarnya berbagai peraturan pemerintah daerah mengenai larangan untuk membangun perumahan di kawasan Bandung Utara memiliki maksud, yaitu untuk melindungi kawasan resapan air agar kecepatan limpasan air tidak bertambah dan menghindarkan bahaya longsor serta erosi di wilayah yang memiliki kemiringan lereng > 30% dan menghindarkan
6
bencana banjir di wilayah selatan Kota Bandung dengan kelerengan 0 sampai dengan 3%. Sebelum otonomi daerah ada sembilan peraturan yang dikeluarkan untuk mengamankan Kawasan Bandung Utara, namun kualitas lingkungan justru semakin merosot tajam setelah otonomi daerah karena peraturan yang ada dengan kesadaran masyarakat seringkali tak selaras sehingga perusakan terus terjadi. Pembangunan perumahan berkelanjutan di Kota Metropolitan Bandung sangat mendesak untuk diimplementasikan dan diharapkan mampu mengurangi kerusakan lingkungan serta memperbaiki kondisi ekologis yang telah terjadi di kota Bandung. Pembangunan perumahan berkelanjutan
merupakan salah satu
pendekatan atau implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang yang layak huni, layak usaha, layak berkembang, dan layak lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (Agenda 21 Sektoral, 2001). Pembangunan perumahan yang berkelanjutan tersebut harus didukung atau berjalan sejajar dengan pengelolaan transportasi yang juga berkelanjutan terutama transportasi jalan raya sebagai akses untuk masuk dan keluar dari lokasi perumahan karena kebutuhan (demand) akan transportasi tersebut akan bertumbuh terus berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk perumahan / permukiman. Pengelolaan transportasi yang berkelanjutan ini juga akan berdampak pada pengurangan pencemaran udara dan kebisingan yang ditimbulkannya. Dari kebutuhan (demand) untuk melakukan perjalanan pada perumahan di lokasi studi (Setiabudhi Regency, Graha Puspa, dan Trinity) yang ada di pinggiran metropolitan (Bandung), dilakukan pengamatan besarnya volume bangkitan perjalanan (perjalanan keluar dari perumahan) dan tarikan perjalanan (perjalanan menuju ke perumahan) dengan survey lalu-lintas harian rata-rata. Besarnya bangkitan dan tarikan perjalanan ini menimbulkan arus lalu lintas yang membebani jaringan jalan akses ke perumahan. Semakin besar arus lalu lintas tersebut akan membuat semakin besarnya rasio Volume / Kapasitas, yang mana apabila Volume / Kapasitas = 1, maka jaringan jalan yang dilewati oleh arus lalu lintas tersebut telah mencapai titik kejenuhannya karena volume lalu-lintas telah mencapai kapasitas geometrik jalan tersebut.
7
Arus lalu lintas, yang diukur dengan volume lalu lintas, juga akan menambah pencemaran udara yang dapat dideteksi dengan pengukuran kualitas udara ambien di lokasi penelitian. Tingkat pencemaran yang tedeteksi, akan dibandingkan dengan baku mutu pencemaran udara sesuai peraturan yang ada (KepMen KLH no. KEP-03/MENKLH/II/1991, tgl.1 Februari 1991), sehingga diperoleh kesimpulan apakah pencemaran tersebut masih dapat ditolerir atau tidak. Volume lalu-lintas ini juga menimbulkan kebisingan, dan tingkat kebisingan ini tergantung pada tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh tiap tiap kendaraan dan berbanding lurus dengan volume lalu lintas yang melewati jaringan jalan. Tingkat kebisingan ini diukur dengan satuan pengukuran ”dBA” dan dengan berpedoman kepada ’baku mutu tingkat kebisingan kawasan perumahan’ sesuai peraturan yang ada, dapat disimpulkan apakah kebisingan itu masih dalam batas-batas toleransi. Volume lalu lintas, kebisingan dan pencemaran udara disimulasikan dalam model untuk memprediksikan volume lalu lintas, kebisingan, dan pencemaran udara pada masa yang akan datang (sampai tahun 2040) untuk melihat pada tahun berapa akan terjadi volume lalu lintas yang melebihi kapasitas jaringan jalan, pencemaran udara yang melewati baku mutu dan kebisingan yang melewati baku mutu, sehingga dapat diambil langkah langkah kebijakan (alternatif kebijakan) untuk mengatasinya. KEBUTUHAN TRANSPORTASI PADA PERUMAHAN / PERMUKIMAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN
BANGKITAN PERJALANAN
FRAKSI KEBISINGAN PER KENDARAAN
TINGKAT KEBISINGAN KAWASAN
BAKU MUTU KEBISINGAN
PREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN KE DEPAN
KEBIJAKAN PENGELOLAAN TRANSPORTASI
TARIKAN PERJALANAN
FRAKSI PENCEMARAN UDARA
KAPASITAS JARINGAN JALAN
VOLUME LALU LINTAS
TINGKAT PENCEMARAN UDARA
BAKU MUTU PENCEMAR AN UDARA
PREDIKSI PENCEMARAN UDARA KE DEPAN
TINGKAT PELAYANAN JALAN
DERAJAT KEJENUHAN JALAN
JUMLAH SARANA KENDARAAN
KENDARAAN YANG DIPAKAI
PERSEPSI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMAHAN
PREDIKSI TINGKAT PELAYANAN JALAN KE DEPAN
Gambar 2 Kerangka pikir pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan.
8
Berdasarkan hasil survey persepsi masyarakat, dapat diambil alternatif kebijakan terbaik untuk pengelolaan transportasi ini serta dapat dipakai juga untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistem pengelolaan transportasi di kawasan pinggiran metropolitan sehingga dapat diharapkan akan berkelanjutan (Gambar 2). 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan, para stakeholders dan para perumus kebijakan adalah sebagai berikut: a. Ilmu Pengetahuan: Membuat kebijakan pengelolaan transportasi dengan mempertimbangkan persepsi masyarakat, pertumbuhan kawasan permukiman di pinggiran kota metropolitan dan kapasitas jalan akses ke lokasi permukiman tersebut dengan menggunakan metodologi sistem dinamik sehingga diperoleh suatu kebijakan transportasi yang berkelanjutan. b. Stakeholders: Sebagai referensi untuk pengelolaan transportasi dan pembangunan perumahan / permukiman di perkotaan. c. Perumusan Kebijakan: Sebagai acuan bagi penyusunan kebijakan untuk konservasi kawasan permukiman di pinggiran metropolitan dan pengelolaan transportasi perkotaan. 1.6. Novelty (Kebaruan) Dari studi literatur terhadap beberapa penelitian sebelumnya tentang transportasi di kawasan permukiman dan pencemaran udara yang diakibatkannya, terdapat beberapa hal yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga dapat disimpulkan menjadi novelty (kebaruan) dalam penelitian ini yaitu: 1. Pengelolaan transportasi di kawasan perumahan di pinggiran metropolitan dengan melihat persepsi masyarakat penghuni perumahan (sekaligus pelaku perjalanan) sebagai bahan pertimbangan untuk pemilihan skenario kebijakan, dan penggunaan sistem dinamik sebagai metodologi penyusunan model pengelolaannya. 2. Analisis kebijakan transportasi dengan menggunakan metodologi sistem dinamik yang mempertimbangkan interaksi antara 5 sub sistem yaitu: sub sistem tataguna lahan permukiman, sub sistem kapasitas jaringan jalan, sub
9
sistem pergerakan transportasi, sub sistem sarana kendaraan dan sub sistem pencemaran lingkungan dan kebisingan akibat transportasi, untuk memperoleh skenario kebijakan pengelolaan transportasi yang holistik dan berkelanjutan. Tabel 1 Hubungan antara faktor-faktor yang harus diteliti, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan No.
1.
2.
Faktor-faktor yang harus diteliti Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
Jenis Kebutuhan Data
Data kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi.
Sumber (Teknik Pengumpulan Data)
Teknik Analisis Data (Persamaan)
Data sekunder dari kelurahan, kecamatan dan BPS
Analisis Deskriptif
Data primer
Principal Component Analysis
Kondisi lalu Lalu-lintas Harian Survey lalu-lintas lintas yang ada Rata-rata di lokasi (data primer). di lokasi wilayah studi. studi di Pilihan moda kawasan kendaraan. pinggiran metropolitan.
Analisis Lalulintas
Hasil analisis sosial ekonomi masyarakat di wilayah studi. Prioritas penanganan transportasi Lalu-lintas Harian Rata-rata pada jam sibuk Persentase jenis kendaraan yang lewat.
3.
Tingkat Volume lalu lintas Survey lapangan Analisis (data primer) pelayanan jalan harian rata-rata Tingkat (level of Pelayanan Gambar-gambar Kapasitas jaringan service) Jalan konstruksi jaringan jalan akses jaringan jalan di jalan (data sekunder) perumahan. lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
4.
Data pencemaran Dampak udara lingkungan lingkungan yang Data kebisingan diakibatkan oleh kawasan prasarana dan Baku mutu sarana jalan di lingkungan lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
Data sekunder dari BPLHD.
Hasil yang Diharapkan (Output)
Tingkat pelayanan (level of service) jaringan jalan pada jalan akses ke perumahan.
Analisis udara Tingkat ambien. Pencemaran Udara Analisis kebisingan Tingkat Kebisingan
II. T I N J A U A N
PUSTAKA
2.1. Kota Metropolitan Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan metropolitan didefinisikan sebagai “kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1000.000 (satu juta) jiwa”.
Metropolitan juga didefinisikan sebagai suatu pusat permukiman yang besar yang terdiri dari satu kota besar dan beberapa kawasan yang berada di sekitarnya dengan satu atau lebih kota besar melayani sebagai titik hubung (hub) dengan kotakota sekitarnya tersebut. Suatu kawasan metropolitan merupakan aglomerasi dari beberapa kawasan permukiman, tidak harus kawasan permukiman yang bersifat kota, namun secara keseluruhan membentuk suatu satu kesatuan dalam aktivitas bersifat kota dan bermuara pada pusat (kota besar yang merupakan inti) yang dapat dilihat dari aliran tenaga kerja dan aktivitas komersial (http://www.wikipedia.org) Suatu metropolitan bisa saja mempunyai satu pusat (monocentric), atau lebih dari satu pusat (polycentric).
Pada suatu metropolitan yang polycentric, pusat
metropolitan tidak harus secara fisik tersambung dalam bentuk kawasan terbangun (built-up area),- berbeda dengan pengertian conurbation dimana kota-kota yang menjadi pusat metropolitan polycentric terhubung secara ekonomi dan fisik, dan secara keseluruhan menjadi kawasan perkotaan yang besar.
Contoh dari bentuk
polycentric ini misalnya adalah Tokyo-Kawasaki-Yokohama (the Keihin area), atau Osaka-Kobe dan Kyoto sebagai Kehanshin Zone. Jika metropolitan-metropolitan terletak sangat berdekatan, mereka bisa membentuk suatu Megalopolis (Dardak, 2006) Transportasi memegang peran strategis untuk berfungsinya suatu metropolitan terutama karena metropolitan memiliki kota induk dan kota disekitarnya yang bersifat satelit, yang mandiri atau masih erat terkait dengan kota induknya. Jaringan transportasi penumpang untuk menghubungkan perumahan dengan tempat kerja merupakan fungsi yang amat menentukan struktur transportasi metropolitan. Untuk
12
mengangkut penumpang yang jumlahnya banyak dan mobilitasnya tinggi diperlukan jaringan transportasi massal (mass transit)
yang perlu ditetapkan jenis dan
kombinasinya yang mampu dibayar oleh masyarakatnya dan tidak terlalu membebani anggaran daerah (Dardak, 2006) 2.2. Pengelolaan Transportasi di Kawasan Pinggiran Metropolitan Permasalahan sistem kegiatan diwarnai oleh makin memusatnya penduduk dengan kegiatannya secara spasial maupun temporal, yakni dengan tingginya urbanisasi terutama pada wilayah metropolitan, besar serta cepatnya perubahan guna lahan terutama sepanjang jaringan jalan utama. Sebaliknya terjadi pula ekspansi spasial, yakni sub urbanisasi dengan tumbuhnya pemusatan kegiatan sepanjang koridor
sekitar
kota
utama.
Semua
kecenderungan
diatas
pada
gilirannya
meningkatkan kemacetan serta memperbesar jarak dan waktu pergerakan dari rumah ke tempat kerja dan ke tempat lain. (Dardak, 2006). Interaksi antara tata guna lahan sebagai permukiman (perumahan dengan segala fasilitas kehidupannya), jaringan jalan yang ada, dan arus lalu lintas yang melewatinya, dapat kita anggap sebagai suatu sistem transportasi makro yang terdiri dari 3 sistem mikro: 1. Sistem kegiatan (landuse) 2. Sistem Jaringan (prasarana jalan) 3. Sistem pergerakan (arus lalu lintas) seperti terlihat pada Gambar 3.
Sistem kegiatan
Sistem Jaringan Sistem Pergerakan
SISTEM KELEMBAGAAN Sumber: Tamin (2000)
Gambar 3 Sistem transportasi makro
13
2.3. Pola Penggunaan Lahan (Landuse) Sistem kegiatan merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain lain) membentuk sistem kegiatan ini. Potongan-potongan lahan ini biasanya disebut juga dengan sistem tataguna lahan.
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan
diantara tataguna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus) hal ini menimbulkan pergerakan manusia, kendaraan dan barang (Tamin, 2000). Pengembangan sistem transportasi untuk kelancaran mobilitas manusia antar sistem kegiatan (tata guna lahan) dalam memenuhi kebutuhan kehidupan ekonominya adalah mengembangkan salah satu dari ketiga sub sistem tersebut atau ketiganya secara bersamaan kalau keadaan memungkinkan, misalnya apabila dana tersedia melimpah. Sistem kegiatan ini disebut juga sistem kebutuhan akan transportasi. Sistem kebutuhan akan transportasi ini harus seimbang dengan sistem penyediaan jaringan transportasi (transport supply network) agar tidak terjadi kemacetan dan agar terjadi keserasian pergerakan antara sistem kegiatan yang satu dengan sistem kegiatan lainnya (Tamin, 2000). Sistem kelembagaan seperti Bappenas, Bappeda, Bangda dan Pemda berperan sangat penting dalam menentukan sistem Kebutuhan Transportasi ini melalui kebijakan kebijakan yang dikeluarkan dalam mengatur sistem kegiatan / kebutuhan transportasi baik wilayah, regional maupun sektoral.
RT-RWN sebagai pedoman
perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional menjabarkan bahwa struktur dan pola ruang nasional harus mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor seperti misalnya:
kawasan
pariwisata,
pertanian
pangan
dan
perkebunan,
industri,
pertambangan serta pertahanan keamanan atau perbatasan. Dasar hukum bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dalam penataan ruang adalah UU no.26 tahun 2008 tentang penataan ruang (Tamin, 2000). Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan transportasi. Ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan diatas lahan kota, sedangkan
14
transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya.
Jika akses transportasi ke suatu ruang
kegiatan (persil lahan) diperbaiki, ruang kegiatan tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, meningkat pula kebutuhan akan transportasi.
Peningkatan ini kemudian
menyebabkan kelebihan beban pada transportasi, yang harus ditanggulangi, dan siklus akan terulang kembali bila aksesibilitas diperbaiki.
Jenis tata guna lahan /
sistem kegiatan yang berbeda (permukiman, pendidikan, dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda (Tamin, 2000) sebagai berikut: a. jumlah arus lalu lintas b. jenis lalu lintas c. lalu lintas pada waktu tertentu (orang ke kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi dan sore hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari). Untuk mengetahui intensitas bangkitan perjalanan yang timbul dari suatu sistem kegiatan dapat dianalisis dengan memberi ukuran intensitas pada masing-masing jenis kegiatan pada petak / daerah lahan misalnya (Tamin, 2000) :
Petak lahan kegiatan perumahan, ukurannya adalah: luas lokasi perumahan, banyaknya
rumah
masing-masing
tipe,
kepadatan
penduduknya
(jumlah
penghuninya)
Petak lahan kegiatan industri, ukurannya adalah: luas daerah industri, banyaknya bahan baku, banyaknya produksi, banyaknya ragam industri.
Petak lahan perdagangan, ukurannya adalah: luas lantai toko (plaza), parkir, jumlah perdagangan, ragam perdagangan.
Petak lahan pariwisata, ukurannya adalah luasnya, jumlah fasilitasnya, jumlah kursinya, hotel diukur jumlah kamarnya Dalam penelitian ini akan dilihat perpindahan barang/orang antara dua jenis
aktivitas tata guna lahan yaitu:
Zona untuk tempat tinggal (tata guna lahan perumahan) sebagai zona 1
Zona untuk bekerja (tata guna lahan pusat perkantoran) sebagai zona 2.
15
Antara guna lahan perumahan dengan guna lahan perkantoran tersebut akan terjadi pergerakan (perjalanan) setiap harinya. Pergerakan tersebut didukung oleh sistem jaringan berupa prasarana jalan (Tamin, 2000). Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi; seperti contoh di Amerika Serikat (Black, 1978 dalam Tamin, 2000):
1 hektar perumahan menghasilkan 60 – 70 pergerakan kendaraan per minggu.
1 hektar perkantoran menghasilkan 700 pergerakan kendaraan per hari
1 hektar tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan per hari.
Beberapa contoh lain ( di Amerika Serikat) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Bangkitan dan tarikan pergerakan dari beberapa aktivitas tata guna lahan Deskripsi aktivitas tata guna lahan
Rata-rata jumlah pergerakan kendaraan per 100 m2
Jumlah Kajian
Pasar swalayan
136
3
Pertokoan lokal*
85
21
Pusat pertokoan**
38
38
Restoran siap santap
595
6
Restoran
60
3
Gedung perkantoran
13
22
Rumah sakit
18
12
Perpustakaan
45
2
Daerah industri
5
98
*4.645-9.290 (m2)
**46.452-92.903 (m2)
Sumber: Black 1978, dalam Tamin, 2000
2.4. Sistem Jaringan (Prasarana Jalan) Pergerakan manusia dan barang membutuhkan prasarana transportasi yaitu tempat dimana moda-moda transportasi tersebut bergerak. Prasarana transportasi ini merupakan sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan laut.
16
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan / atau orang (pejalan kaki). Pada dasarnya, sistem prasarana transportasi mempunyai dua peran utama, yaitu (Tamin, 2000):
Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan
Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan / atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
Peran pertama tersebut diatas banyak dipakai oleh para pengembang wilayah untuk mengarahkan
pembangunan
perkotaan
ke
arah
yang
direncanakan.
Tanpa
aksesibilitas yang baik suatu wilayah permukiman tidak akan berkembang dengan baik. Dengan memperbaiki / menyediakan sistem jaringan transportasi ke suatu permukiman baru, akan meningkatkan minat orang yang akan membeli perumahan di suatu lokasi permukiman baru (Tamin, 2000) Sistem jaringan transportasi ini merupakan sisi pasokan (supply) sistem transportasi makro yang akan melayani sistem kegiatan / tata guna lahan sebagai sisi kebutuhan akan transportasi.
Sistem jaringan transportasi akan memecahkan
masalah jarak antara dua buah sistem kegiatan. Dengan perbaikan sistem jaringan maka aksesibilitas suatu sistem kegiatan akan menjadi lebih tinggi sehingga mengurangi waktu tempuh dan biaya perjalanan.
Kapasitas sistem jaringan
transportasi harus didesain sedemikian rupa untuk dapat menampung bangkitan lalu lintas dari sistem kegiatan sehingga tidak terjadi kemacetan. 2.4.1.
Kapasitas Jaringan Jalan Kapasitas dari suatu jalan raya adalah jumlah per jam maksimum dimana orang
atau kendaraan diperkirakan akan dapat melintasi sebuah titik atau suatu ruas jalan selama periode waktu tertentu pada kondisi jalan, lalu-lintas dan pengendalian tertentu. Untuk menghitung kapasitas jalan akses dipakai formula dari Indonesian Highway Capacity Manual
(IHCM, 1997), yaitu suatu referensi standar untuk
menghitung kapasitas jalan raya di Indonesia.
17
Dalam IHCM ada beberapa faktor koreksi yang harus diperhitungkan yaitu: a. faktor koreksi akibat pembagian arah (FCsp) b. Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw) c. Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) d. Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCcs) Perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan tersebut dengan formula: C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam) C
= kapasitas (smp/jam)
CO
= kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan FCSP = faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan satu arah) FCSF = faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping FCCS = faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk) Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Kapasitas dasar (CO) Tipe Jalan Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah
Kapasitas Dasar (smp/jam) 1650
Keterangan per lajur
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median
1500
per lajur
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median
2900
Total dua arah
Sumber: IHCM (1997)
2.4.2. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW) Faktor koreksi ini ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif seperti Tabel 4.
18
Tabel 4 Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW ) Tipe Jalan
Lebar Jalan Efektif (m)
FCW
Per lajur 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah
3,00
0,92
3,25
0,96
3,50
1,00
3,75
1,04
4,00
1,08
Per lajur 4 lajur tanpa pembatas median
3,00
0,91
3,25
0,95
3,50
1,00
3,75
1,05
4,00
1,09
dua arah 2 lajur tanpa pembatas median
5,00
0,56
6,00
0,87
7,00
1,00
8,00
1,14
9,00
1,25
10,00
1,29
11,00
1,34
Sumber: IHCM (1997)
2.4.3. Faktor Koreksi Kapasitas akibat Pembagian Arah (FCSP) Untuk jalan satu arah dan jalan dengan pembatas median faktor koreksi ini adalah = 1,0 sedangkan untuk jalan tanpa pembatas median dengan dua arah faktor koreksi tsb adalah seperti tercantum dalam Tabel 5. Tabel 5 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) Pembagian arah (% - %)
FCSP
50 – 50
55 – 45
60 – 40
65 – 35
70 – 30
2 lajur 2 arah tanpa pembatas median (2/2 UD)
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
4 lajur 2 arah tanpa pembatas median (4/2 UD)
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
Sumber: IHCM (1997)
19
2.4.4. Faktor Koreksi Kapasitas akibat gangguan samping (FCSF) Untuk menentukan faktor koreksi akibat gangguan samping (FCSF) terlebih dahulu harus diklasifikasikan tingkat gangguan samping sebagai berikut (Tabel 6) dan faktor koreksinya dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Tabel 6 Klasifikasi gangguan samping Kelas Gangguan Samping
Jumlah Gangguan per 200 meter per jam (dua arah)
Sangat Rendah
‹ 100
Rendah
100 – 299
Sedang
300 – 499
Tinggi
500 - 899
Sangat Tinggi
› 900
Kondisi tipikal Permukiman Permukiman, beberapa transportasi umum Daerah industri dengan beberapa toko di pinggir jalan Daerah komersial, pinggir jalan tinggi
aktivitas
Daerah komersial dengan aktivitas perbelanjaan pinggir jalan
Sumber: IHCM (1997)
Tabel 7 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCSF) untuk jalan yang mempunyai bahu jalan
Tipe Jalan
Kelas Gangguan
Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping dan Lebar Bahu Jalan
Samping
Lebar Bahu Jalan Efektif ≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
4 lajur 2 arah
Sangat Rendah
0,96
0,98
1,01
1,03
berpembatas median
Rendah
0,94
0,97
1,00
1,02
(4/2 D)
Sedang
0,92
0,95
0,98
1,00
Tinggi
0,88
0,92
0,95
0,98
Sangat Tinggi
0,84
0,88
0,92
0,96
4 lajur 2 arah tanpa
Sangat Rendah
0,96
0,99
1,01
1,03
pembatas median (4/2
Rendah
0,94
0,97
1,00
1,02
UD)
Sedang
0,92
0,95
0,98
1,00
Tinggi
0,87
0,91
0,94
0,98
Sangat Tinggi
0,80
0,86
0,90
0,95
2 lajur 2 arah tanpa
Sangat Rendah
0,94
0,96
0,99
1,01
pembatas median (2/2
Rendah
0,92
0,94
0,97
1,00
UD) atau jalan satu
Sedang
0,89
0,92
0,95
0,98
Tinggi
0,82
0,86
0,90
0,95
Sangat Tinggi
0,73
0,79
0,85
0,91
arah
Sumber: IHCM (1997)
20
Tabel 8
Tipe Jalan
Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCSF) untuk jalan yang mempunyai kerb
Kelas Gangguan Samping
4 lajur 2 arah berpembatas median (4/2 D)
4 lajur 2 arah tanpa pembatas median (4/2 UD)
2 lajur 2 arah tanpa pembatas median (2/2 UD) atau jalan satu arah
Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping dan Jarak Gangguan pada Kereb Lebar Bahu Jalan Efektif ≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
Sangat Rendah
0,95
0,97
0,99
1,01
Rendah
0,94
0,96
0,98
1,00
Sedang
0,91
0,93
0,95
0,98
Tinggi
0,86
0,89
0,92
0,95
Sangat Tinggi
0,81
0,85
0,88
0,92
Sangat Rendah
0,95
0,97
0,99
1,01
Rendah
0,93
0,95
0,97
1,00
Sedang
0,90
0,92
0,95
0,97
Tinggi
0,84
0,87
0,90
0,93
Sangat Tinggi
0,77
0,81
0,85
0,90
Sangat Rendah
0,93
0,95
0,97
0,99
Rendah
0,90
0,92
0,95
0,97
Sedang
0,86
0,88
0,91
0,94
Tinggi
0,78
0,81
0,84
0,88
Sangat Tinggi
0,68
0,72
0,77
0,82
Sumber: IHCM (1997)
2.4.5 Faktor Koreksi Kapasitas akibat ukuran kota (FCCS) Faktor Koreksi akibat ukuran kota (FCCS) yang merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCCS) Ukuran Kota (juta penduduk)
Faktor Koreksi Untuk Ukuran Kota
< 0,1
0,86
0,1 – 0,5
0,90
0,5 – 1,0
0,94
1,0 – 1,3
1,00
> 1,3
1,03
Sumber: IHCM (1997)
21
2.4.6. Tingkat Pelayanan Jalan Dalam US HCM 1994 perilaku lalu-lintas diwakili oleh “tingkat pelayanan” (LOS): yaitu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kerapatan
kendaraan.
LOS berhubungan dengan ukuran kuantitatif, seperti
atau persen waktu tundaan.
Konsep tingkat pelayanan dikembangkan
untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak berlaku secara langsung di Indonesia. Dalam MKJI “kecepatan” dan “derajat kejenuhan” digunakan sebagai indikator perilaku lalu-lintas Tingkat pelayanan jalan (Level of Service, LOS) adalah suatu ukuran kualitatif yang menjelaskan kondisi-kondisi operasional di dalam suatu aliran lalu-lintas dan persepsi dari pengemudi dan / atau penumpang terhadap kondisi-kondisi tersebut. Faktor-faktor seperti kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan bermanuver, perhentian lalu-lintas, dan kemudahan serta kenyamanan adalah kondisi-kondisi yang mempengaruhi LOS (Khisty, 2005). 2.5. Sistem Pergerakan Transportasi (Arus Lalu Lintas) Sistem pergerakan (transportasi) adalah hasil interaksi antara sistem kegiatan dengan sistem jaringan yang akan menghasilkan pergerakan kendaraan dan / atau orang dari sistem kegiatan yang satu ke sistem kegiatan yang lain dengan media sistem jaringan. Sistem pergerakan yang baik dan berwawasan lingkungan dapat tercipta apabila pergerakan tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik (Tamin, 1994). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik arus urbanisasi yang tinggi pula karena bagi banyak orang hal ini menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas, dengan demikian pertumbuhan penduduk dan pekerja di perkotaan menjadi cukup tinggi pula. Gejala demikian juga terjadi pada daerah penyangga di sekitar perkotaan tersebut, yang akan membuat bangkitan lalu lintas bertumbuh cukup tinggi pula (Tamin, 2005) Penggunaan kendaraan pribadi di perkotaan merupakan cerminan peningkatan taraf hidup seseorang yang dipicu juga oleh kebutuhan mobilitas yang tinggi di perkotaan. Pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang disatu sisi merupakan keberhasilan dari penyediaan sistem jaringan transportasi (jalan) dengan peningkatan
22
kemakmuran dan mobilitas penduduk, disisi lain menimbulkan kerusakan kualitas kehidupan karena terjadinya kemacetan, polusi udara dan polusi suara (Tamin, 2005) Tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi yang tidak mungkin dihambat,
sementara
sarana
dan
prasarana
transportasi
sangat
terbatas
mengakibatkan aksesibilitas dan mobilitas menjadi terganggu. Untuk mengatasi aksesibilitas dan mobilitas yang terganggu ini membutuhkan biaya yang sangat besar yaitu misalnya dengan membangun jaringan jalan baru atau meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada. Beberapa alternatif penanggulangan sementara dapat juga dilakukan dengan rekayasa dan manajemen lalu lintas, pengaturan efisiensi transportasi umum dan penambahan armadanya (Tamin, 2005). 2.6. Interaksi
Sistem Kegiatan (Landuse) – Sistem Jaringan Jalan – Sistem
Transportasi (Sistem Pergerakan) Transportasi / sistem pergerakan bukan tujuan akhir tetapi timbul akibat adanya permintaan sistem kegiatan. Peran transportasi terhadap perkembangan dan pertumbuhan wilayah metropolitan tercermin dari interaksi antara sistem jaringan dan sistem pergerakan dengan sistem kegiatan wilayah perkotaan. Setiap perubahan atau perkembangan sistem kegiatan akan menimbulkan perubahan atau kenaikan pergerakan (volume, jarak, dsb.); perubahan dan perkembangan ini dilayani melalui pengelolaan dan pengembangan sistem pergerakan (misalnya lalu-lintas dua arah menjadi lalu-lintas satu arah) dan / atau sistem jaringan (misalnya pelebaran jalan); pada gilirannya, peningkatan fasilitas dan layanan transportasi akan meningkatkan perkembangan
sistem
kegiatan,
meningkatkan
bangkitan
pergerakan,
dan
menimbulkan kemacetan baru, dst.; siklus ini adalah peran “pasif” dari sistem pergerakan dan / atau sistem jaringan dalam melayani perubahan dan perkembangan sistem kegiatan. Sebaliknya, sistem pergerakan dan / atau sistem jaringan dapat juga berperan “aktif” terhadap perkembangan sistem kegiatan; pengelolaan serta pengembangan sistem pergerakan dan / atau sistem jaringan dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap perkembangan sistem kegiatan; misalnya penerapan lalu-lintas satu arah serta pelarangan parkir tepi jalan (on-street parking) pada suatu koridor jalan dapat mengakibatkan dampak negatif berupa matinya kegiatan ekonomi sepanjang koridor tersebut khususnya pada lokasi-lokasi yang tidak memiliki lahan parkir khusus (off-street parking) (Dardak, 2006).
23
Sebaliknya, pengalihan rute angkutan umum pada satu koridor dapat memberikan dampak positif dengan meningkatkan perkembangan sistem kegiatan sepanjang koridor tersebut (misalnya meningkatnya kegiatan transaksi kawasan perbelanjaan); demikian pula pembangunan serta peningkatan kualitas jaringan jalan ke arah timur-barat dibarengi dengan penurunan kualitas jaringan jalan ke arah selatan akan memberikan dampak positif mendorong perkembangan sistem kegiatan ke arah timur-barat sekaligus dampak negatif terhadap perkembangan ke arah selatan; pembangunan sistem jaringan juga dapat membelah kehidupan sosial suatu sistem kegiatan (Dardak, 2006) Peran “pasif dan aktif” sistem jaringan tersebut pada gilirannya juga mengarahkan perencanaan dan pembangunan sistem infrastruktur lainnya ( jaringan listrik, telepon, air bersih, limbah, dsb.); perencanaan dan pembangunan sistem jaringan juga merupakan perencanaan dan pembangunan struktur sistem kegiatan; Peran strategis sistem jaringan tersebut menyebabkan pembangunan sistem jaringan tidak saja kompleks tetapi juga menyangkut dana besar serta sekali dibangun tidak mudah untuk di ubah-ubah (Dardak, 2006). Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini (Tamin, 2000) : a. Sistem kegiatan. Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan pengelola yang berwenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut. b. Sistem jaringan. Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain lain. c. Sistem pergerakan. Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah) atau pembangunan jalan (jangka panjang).
24
Ketiga sistem di atas dengan karakteristik serta keterkaitannya juga dipengaruhi oleh keberadaan serta kesiapan sistem kelembagaan yang terdiri atas (Dardak, 2006) : a. Aspek legal, yakni kesiapan serta kesesuaian UU, PP, kebijakan, RTRW, dsb; misalnya kebijakan walikota untuk lebih mementingkan pembangunan plaza (pusat perbelanjaan) tanpa melihat pada sisi kemacetan mengakibatkan perubahan guna lahan perumahan menjadi pusat perbelanjaan; penerapan sistem setoran dibandingkan dengan sistem gaji bulanan mengakibatkan kemacetan akibat sopir angkutan umum mengejar setoran tanpa menghiraukan ketertiban serta ramburambu lalu-lintas. b. Aspek organisasi, yakni kesiapan serta kejelasan pembagian tugas, tanggung jawab, serta koordinasi intra dan antar unit-unit organisasi pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat; contohnya adalah kemacetan yang ditimbulkan akibat buruknya koordinasi antar sektor dalam masalah klasik gali-tutup lubang jalan untuk listrik, air minum, telepon. c. aspek sumber daya insani, yakni kesiapan sumber daya insani (operator, user, non-user, regulator, dsb.) misalnya pelanggaran RTRW karena ketidaksiapan sumber daya insani pengawasan / pengendalian. d. aspek keuangan, yakni kesiapan serta kesesuaian pendanaan, misalnya terlambatnya pembangunan jalan layang karena adanya masalah pencairan dana pinjaman luar negeri. 2.7. Aspek Psikososial dalam Transportasi Berbagai permasalahan yang juga berpotensi besar menimbulkan kemacetan transportasi di perkotaan adalah dalam aspek psikososial diantaranya (Tamin, 2000) sbb:
Perbaikan dan pemeliharaan jaringan utilitas yang tidak terjadwal dari berbagai instansi yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas jalan. Hal ini dapat menimbulkan citra pekerjaan gali tutup lobang yang tidak kunjung selesai. Harus ada sistem koordinasi yang baik antara instansi terkait sehingga penggalian dapat dilakukan secara terjadwal dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan instansi sekaligus (Tamin, 2000).
25
Ketidakdisiplinan selalu merupakan alasan utama terjadinya permasalahan transportasi perkotaan.
Saling serobot dan tidak mengindahkan pengemudi
kendaraan lain akan mengakibatkan bertambah panjangnya kemacetan lalulintas.
Kendaraan yang diparkir di badan jalan akan mengurangi kapasitas jaringan jalan sehingga tidak sesuai lagi dengan kapasitas rencana semula.
Pedagang kaki lima yang menggunakan bahu jalan untuk berjualan, yang mengakibatkan para pejalan kaki terpaksa menggunakan badan jalan, akan menimbulkan kemacetan lalu lintas disebabkan karena berkurangnya kapasitas jalan.
2.8. Pencemaran Lingkungan Akibat Transportasi Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu-lintas dan hasil produksi sampingannya yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara. Konsentrasi pencemaran udara di beberapa kota besar dan daerah industri Indonesia menyebabkan adanya gangguan pernafasan, iritasi pada mata dan telinga, serta timbulnya penyakit tertentu. Selain itu juga mengakibatkan gangguan jarak pandang (visibilitas) yang sering menimbulkan kecelakaan lalu-lintas (terutama lalulintas di udara dan laut) (Soedomo, 2001) Pencemaran udara akibat kegiatan transportasi yang sangat penting adalah akibat kendaraan bermotor di darat. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yaitu dengan dihasilkannya gas CO, NOx, Hidrokarbon, SO2, dan tetraethyl lead, yang merupakan bahan logam timah yang ditambahkan ke dalam bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencagah terjadinya letupan pada mesin.
Parameter-parameter penting akibat aktivitas ini adalah CO,
Partikulat, NOx, HC, Pb dan SOx (Soedomo, 2001) Menurut Soedomo (Soedomo, 2001) jenis pencemaran udara dilihat dari ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa:
Partikel (debu, aerosol, timah hitam)
Gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon)
Energi (suhu dan kebisingan)
26
2.8.1. Dampak pencemaran udara Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernafasan kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru. Sedangkan bahan pencemar gas yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai ke paru-paru yang pada akhirnya diserap oleh sistem peredaran darah.
Kadar timah (Pb) yang tinggi di udara dapat mengganggu pembentukan sel
darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya seperti anemia, kerusakan ginjal dan lain-lain. Sedangkan keracunan Pb bersifat akumulatif (Soedomo, 2001). Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibandingkan oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu.
Berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh ini akan
membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian, pabila tidak segera mendapat udara segar kembali. Sedangkan bahan pencemar udara seperti SOx NOx, H2S dapat merangsang saluran pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan (Soedomo, 2001). 2.8.2. Macam-Macam Pencemar Udara Lapisan udara yang mengelilingi bumi merupakan suatu campuran gas yang komposisinya selalu berubah ubah, beberapa diantaranya yang konsentrasinya paling bervariasi adalah H2O dan CO2 . Konsentrasi CO2 di udara selalu rendah, yaitu sekitar 0,03%. Konsentrasi ini kadang kadang sedikit lebih tinggi pada tempat tempat pembusukan sampah tanaman yang menghasilkan CO2, pembakaran, atau di tempat kumpulan manusia dalam suatu ruang tertutup. Proses fotosintesis pada tanaman juga menyerap CO2 sehingga ditempat tempat yang ‘hijau’ konsentrasi CO2 relatif lebih
27
rendah. CO2 juga larut di dalam air sehingga udara yang baru melewati lautan konsentrasi CO2 nya juga rendah (Fardiaz, 1992). Komposisi udara kering dimana semua uap air telah dihilangkan relatif konstan. Komposisi udara kering yang bersih yang dikumpulkan di sekitar laut dapat dilihat pada Tabel 10. Konsentrasi gas dinyatakan dalam persen atau per sejuta (ppm=part per million), tetapi untuk gas yang konsentrasinya sangat kecil biasanya dinyatakan dalam ppm. Selain gas –gas yang tercantum dalam Tabel 10 masih ada gas-gas lain yang mungkin terdapat di udara tetapi jumlahnya sangat kecil, yaitu kurang dari 1 ppm (Fardiaz, 2001). Tabel 10 Komposisi udara kering dan bersih Komponen
Formula
Persen Volume
ppm
Nitrogen
N2
78,08
780.800
Oksigen
O2
20,95
209.500
Argon
Ar
0,934
9.340
Karbon dioksida
CO2
0,0314
314
Neon
Ne
0,00182
18
Helium
He
0,000524
5
Metana
CH4
0,0002
2
Kripton
Kr
0,000114
1
Sumber: Stoker dan Seager dalam Fardiaz (1992)
Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali (Fardiaz, 1992). Proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya dapat melepas beberapa gas seperti SO2 , H2S dan CO ke udara sebagai produk sampingan. Selain itu partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga daat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pabrik dan transportasi. Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sbb: 1. Karbon monoksida (CO) 2. Nitrogen oksida (NOx)
28
3. Hidrocarbon (HC) 4. Sulfur dioksida (SO2) 5. Partikel (SPM) Menurut Fardiaz (1992) sumber polusi utama berasal dari transportasi, 60% diantaranya adalah karbon monoksida dan 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumbersumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengah dari seluruh polutan yang ada. Tingkat toksisitas dari polutan tersebut berbeda-beda seperti tertera dalam Tabel 11. Tabel 11 Toksisitas relatif polutan udara Level toleransi
Polutan
Toksisitas relatif
ppm
ug/m3
CO
32,0
40.000
1,00
HC
-
19.300
2,07
SOX
0,50
1.430
28,0
NOX
0,25
514
77,80
Partikel
-
375
106,70
Sumber: Babcock (1971) dalam Fardiaz (1992)
2.8.3. Kebisingan Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996) atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51 Tahun 1999). Menurut Poernomosidhi (1995), umumnya ada tiga sumber kebisingan : a. Kebisingan lalu lintas/transportasi b. Kebisingan pekerjaan atau industri c. Kebisingan penduduk/permukiman Semua kebisingan tersebut dapat menghasilkan kerusakan fisik dan psikologis. Kebisingan lalu lintas adalah konstan dan menyebar luas, karena itu menimbulkan
29
masalah-masalah yang lebih serius. Pada umumnya kecepatan kendaraan yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih tinggi pula, dan permukaan jalan yang makin kasar juga akan menghasilkan kebisingan yang makin tinggi. Bunyi yang paling keras ditimbulkan di daerah persimpangan (intersection area) dengan adanya kendaraan yang berhenti atau mengerem, serta kendaraan yang mulai berjalan. Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan dianggap istimewa dalam hal : (1) penilaian pribadi dan subjektif sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak, (2) kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan pencemaran udara dan pencemaran air, bising pesawat merupakan pengecualian. Apabila bel dibunyikan, seseorang menangkap ‘nyaring’, ‘tinggi’ dan ‘nada’ suara yang dipancarkan. Ini merupakan suatu tolok ukur yang menyatakan mutu sensorial dari suara dan dikenal sebagai ‘tiga unsur suara’. Ukuran fisik ‘kenyaringan’, ada amplitudo dan tingkat tekanan suara. Untuk ‘tinggi’ suara adalah frekuensi dan ‘nada’ adalah sejumlah besar ukuran fisik. Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan segala yang merupakan sifat dari suara, termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spectral sebagai ‘nada’. Decibel (dB) adalah ukuran energi bunyi atau kuantitas yang dipergunakan sebagai unit-unit tingkat tekanan suara berbobot
A.
Yang dilakukan untuk
mensederhanakan plot-plot multipel seperti pada gambar dan untuk secara kira-kira menyebandingkan kuantitas logaritmik dari stimulus untuk stimulus akustik yang diterima telinga manusia dari luar. Pengukuran tingkat kebisingan diperlukan untuk menghitung bertambah atau berkurangnya tingkat tekanan suara berbobot A rata-rata. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional,
ada
kasus-kasus dimana akibat-akibat
serius seperti kehilangan
pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tekanan suara berbobot A dan karena lamanya telinga terpapar kebisingan itu (Susanto, 2006). Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996). Pada Tabel 12 dapat dilihat jenis jenis dari akibat kebisingan
30
yang diderita oleh seseorang akibat terpapar kebisingan dalam waktu yang cukup lama: Tabel 12 Akibat fisik dan psikologis dari kebisingan Tipe Akibat lahiriah
Uraian
Kehilangan pendengaran
Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan
Akibat fisiologis
Rasa tidak nyaman atau stress meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering
Gangguan emosional
Kejengkelan, kebingungan
Gangguan gaya hidup
Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dan sebagainya.
Gangguan pendengaran
Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telpon dan sebagainya.
Akibat psikologis
Sumber: Susanto A. (2006)
Baku mutu tingkat kebisingan untuk berbagai lokasi dapat dilihat pada Tabel 13 (sesuai Keputusan Gubernur KDKI Jakarta no.587/1980 tanggal 7 Juni 1980). Tabel 13 Kriteria ambien kebisingan Derajat Kebisingan (dbA) Peruntukan
Maksimum yang diinginkan
Maksimum yang diperkenankan
Perumahan
45
60
Industri/Perkantoran
70
70
Pusat Perdagangan
75
85
Rekreasi
50
60
Campuran Perumahan/ Industri
50
50
Sumber: Keputusan Gubernur KDKI Jakarta no.587/1980
31
Kebisingan yang dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB(A) (KepMenNaker No.51 / 1999, KepMenKes No.1405 Tahun 2002). Lampiran 2 KepMenNaker No.51 Tahun 1999, NAB dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Batas kebisingan yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja Waktu pemaparan per hari
Intensitas kebisingan dB(A) 8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 Menit 97 15 100 7.5 103 3.75 106 1.88 109 0.94 112 28.12 Detik 115 14.06 118 7.03 121 3.52 124 1.76 127 0.88 130 0.44 133 0.22 136 0.11 139 Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat Sumber: KepMenNaker No.51 Tahun 1999
Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.
32
2.9. Tinjauan studi-studi terdahulu tentang pengelolaan transportasi perkotaan Medawati
(1996)
dalam
penelitiannya
mengenai
pengembangan
model
pengendalian pencemaran udara di kawasan permukiman mengemukakan bahwa karakteristik emisi pencemar udara di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya ditentukan oleh besarnya sektor-sektor yang menggunakan bahan bakar dan sektor yang paling dominan di ke tiga kota tersebut adalah sector transportasi. Kontribusi pencemar CO, HC, NOx, SPM dan SOx dari sektor transportasi tidak saja ditentukan oleh volume lalu lintas dan jumlah kendaraan, tetapi juga oleh pola lalu lintas dan sirkulasinya di dalam kota, khususnya di daerah pusat kota dan perdagangan.
Pengendalian pencemaran udara di kawasan permukiman dapat
dilakukan dengan pohon angsana, bougenvile dan flamboyan. Emisi CO dapat lebih diserap oleh kerimbunan tanaman-tanaman tersebut dibandingkan dengan emisi SOx. Santoso et al. (2001) dalam penelitiannya mengenai “tinjauan aksesibilitas transportasi lingkungan perumahan, studi kasus kota Semarang”
meneliti tentang
aksesibilitas transportasi lingkungan perumahan dan perbedaan aksesibilitas antara perumahan yang satu dengan yang lain. Pengambilan data dilakukan dengan cara survei wawancara terhadap 179 responden rumah tangga dari 4 lokasi perumahan yang dipilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesibilitas transportasi perumahan yang satu tidak sama dengan yang lain, hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik perumahan maupun karakteristik penghuninya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aksesibilitas transportasi perumahan adalah pemilikan sepeda motor dalam keluarga, pemilikan mobil dalam keluarga, tingkat kemudahan mendapatkan angkutan umum dan kondisi jalan. Avianto (2002) dalam penelitiannya tentang transportation green house gases (emisi gas buang kendaraan) dan akibatnya pada pencemaran udara yang berpotensi mengurangi kunjungan wisatawan ke kota Bandung mengemukakan bahwa dari 4 alternatif kebijakan yang ada yaitu basic (tanpa perubahan), urban greening (penghijauan kota), parking area (penyediaan parkir)
dan public transportation
(angkutan umum), dengan simulasi system dynamics diperoleh hasil bahwa alternatif kebijakan terbaik adalah alternatif 4, yaitu peningkatan pertumbuhan angkutan umum dan pengurangan kendaraan pribadi. Menurut model yang dibuat oleh peneliti, kebijakan tersebut akan membuat pertumbuhan wisatawan di kota Bandung berkelanjutan dan mengurangi pencemaran udara secara siknifikan.
33
Purwaamijaya
(2005)
dalam penelitiannya mengenai pola perubahan
lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan mengemukakan bahwa pola perubahan lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan mengenali 3 tahap pembangunan dan operasional
jalan yang pengelolaan dan
pemantauan lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan ekonomis wilayah, mengurangi perubahan bentang alam, mengurangi penurunan kualitas lingkungan, mengurangi keresahan masyarakat, dan mengurangi penurunan keaneka ragaman hayati.
Pertimbangan prinsip-prinsip ekonomis, ekologis dan sosial politis dalam
pembangunan dan opersional jalan akan mendukung pembangunan berkelanjutan. Umadevi (2006), dalam penelitiannya mengenai “system dynamics modeling for land use transport interaction” meneliti tentang interaksi antara tataguna lahan dan transportasi serta alternatif
kebijakan untuk pengelolaan transportasi dari suatu
kawasan tataguna lahan di kota metropolitan. Penelitian ini membagi pengelolaan transportasi dari suatu tataguna lahan menjadi 3 (tiga) sub model yaitu: sub model population, sub model land use dan sub model transportation. Hasil dari penelitian ini, dengan peningkatan peran dari “public transport” dan pengawasan pada penggunaan tataguna lahan akan diperoleh penurunan bangkitan perjalanan dari 4621 menjadi 2017 (turun lebih kurang 50%). Wismadi (2008) dalam penelitiannya tentang “studi tipologi land use sebagai pendekatan input
bangkitan dan tarikan perjalanan pada pemodelan transportasi,
studi kasus di Yogyakarta” melakukan perhitungan estimasi volume lalu lintas jalan dengan memperhatikan dinamika aktivitas tataguna lahan dari sisi tata ruang. Penelitian ini menghasilkan model generik yang diharapkan dapat diimplementasikan di kota atau daerah lain. Variabel-variabel yang terdapat dalam model tersebut harus dikalibrasi dengan kondisi setempat sebelum model ini dapat dimanfaatkan dan menghasilkan nilai prediksi yang tepat. Abeto (2008) dalam penelitiannya mengenai tingkat kemacetan di kota Bandar Lampung mengemukakan bahwa dari hasil analisis dan pembahasan perilaku derajat kejenuhan jalan di kota Bandar Lampung dengan menggunakan metodologi system dynamics, diperoleh hasil bahwa kebijakan yang cocok dipakai untuk mengendalikan pertumbuhan kendaraan pribadi di kota Bandar Lampung adalah dengan penerapan skenario kebijakan pengembangan sistem angkutan umum massal, kebijakan
34
pembatasan umur kendaraan bermotor dan dengan pembuatan lajur khusus sepeda motor. Masri (2009) dalam penelitiannya mengenai “kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan, studi kasus: Kawasan Bandung Utara” mengemukakan bahwa dari analisis spasial zonasi kesesuaian lahan untuk perumahan di Kawasan Budidaya Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan (perumahan di kawasan Bandung Utara) menunjukkan bahwa 68,22% dari total luas lahan untuk perumahan berada di zona buruk untuk perumahan, sedangkan hasil analisis spasial evaluasi lokasi untuk perumahan eksisting menunjukkan bahwa 45,90% luas terbangun berada di zona buruk untuk perumahan dengan faktor pembatas: drainase (buruk sampai sangat buruk), kepekaan terhadap erosi (sedang sampai berat), bencana banjir (jarang sampai sangat sering), kemiringan lereng (berbukit sampai sangat curam), tekstur tanah (halus sampai agak halus), batuan dan kerikil (banyak sampai sangat banyak), kedalaman efektif tanah (dalam sampai sedang). Hasil analisis spasial menunjukkan telah terjadi konversi lahan di kawasan lindung menjadi kawasan perumahan. Seluas 78,49% kawasan perumahan berada di daerah hutan lindung, dan 21,51% nya berada di daerah konservasi.
35
Tabel 15.
Matriks Beberapa Penelitian Yang Pernah Dilakukan Tentang Transportasi dan Pencemaran Udara di Perkotaan
Tujuan dan Sasaran Penelitian
No
Nama Peneliti
Tahun Penelitian
1.
Medawati
1996
Pengembang an model pengendalian pencemaran udara di kawasan permukiman
Penelitian mengenai Kontribusi pencemar CO, HC, NOx, karakteristik emisi SPM dan SOx dari sektor pencemar udara di transportasi tidak saja ditentukan perkotaan dari sektor oleh volume lalu lintas dan jumlah transportasi dan kendaraan, tetapi juga oleh pola lalu rumah tangga, serta lintas dan sirkulasinya di dalam pengendaliannya kota, khususnya di daerah pusat dengan menggunakan kota dan perdagangan tanaman hijau. Pengendalian pencemaran udara di kawasan permukiman dapat dilakukan dengan pohon Angsana, Bougenvile dan Flamboyan. Emisi CO dapat lebih diserap oleh kerimbunan tanaman-tanaman tersebut dibandingkan dengan emisi SOx.
2.
Santoso et al
2001
Tinjauan aksesibilitas transportasi lingkungan perumahan, studi kasus kota Semarang
Penelitian tentang aksesibilitas transportasi lingkungan perumahan dan perbedaan aksesibilitas antara perumahan yang satu dengan yang lain.
Aksesibilitas transportasi perumahan yang satu tidak sama dengan yang lain, hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik perumahan maupun karakteristik penghuninya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aksesibilitas transportasi perumahan adalah pemilikan sepeda motor dalam keluarga, pemilikan mobil dalam keluarga, tingkat kemudahan mendapatkan angkutan umum dan kondisi jalan.
Penelitian tentang transportasi, tidak membahas pencemaran udara.
3.
Avianto
2002
Penelitian tentang Gas Rumah Kaca yang disebabkan oleh transportasi
Penelitian tentang gas rumah kaca yang disebabkan olh transportasi dan pengaruhnya terhadap kunjungan wisatawan di Bandung
Kebijakan terbaik adalah peningkatan pertumbuhan angkutan umum dan pengurangan kendaraan pribadi. Menurut model yang dibuat oleh peneliti, kebijakan tersebut akan membuat pertumbuhan wisatawan di kota Bandung berkelanjutan dan mengurangi pencemaran udara secara siknifikan.
Membahas tentang sistem sarana transportasi (kendaraan) dan pencemaran udara. Tidak membahas sistem Tataguna lahan, Sistem pergerakan dan sistem jaringan jalan
4.
Purwa ami jaya
2005
Meneliti pola perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan.
Penelitian tentang pola perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan prasarana jalan pada tahap perencanaan, pembangunan dan operasionalisasi jalan .
Pertimbangan prinsip-prinsip ekonomis, ekologis dan sosial politis dalam pembangunan dan opersional jalan akan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Penelitian tentang pencemaran udara dan air akibat transportasi perkotaan, tidak membahas tentang tataguna lahan, sistem pergerakan, sistem jaringan jalan dan sistem sarana kendaraan.
Ruang Lingkup
Hasil Penelitian
Kaitan dengan Penelitian ini Hanya meneliti tentang pencemaran akibat transportasi dan sistem tataguna lahan, tidak membahas tentang sistem pergerakan, sistem jaringan dan sistem sarana transportasi.
36
Tujuan dan Sasaran Penelitian
No
Nama Peneliti
Tahun Penelitian
5.
Umadevi
2006
Merancang model sistem dinamik untuk interaksi antara tataguna lahan dengan transportasi
Meneliti tentang interaksi antara tataguna lahan dan transportasi serta alternatif kebijakan untuk pengelolaan transportasi dari suatu kawasan tataguna lahan di kota metropolitan.
Dengan peningkatan peran dari “public transport” dan pengawasan pada penggunaan tataguna lahan akan diperoleh penurunan bangkitan perjalanan dari 4621 menjadi 2017 (turun lebih kurang 50%).
Penelitian tentang interaksi antara tata guna lahan dengan transportasi tidak membahas tentang pencemaran udara.
6.
Wismadi
2008
Melakukan Studi tipologi land use sebagai pendekatan input bangkitan dan tarikan perjalanan pada pemodelan transportasi , studi kasus di Yogyakarta
Melakukan perhitungan estimasi volume lalu lintas jalan dengan memperhatikan dinamika aktivitas tataguna lahan dari sisi tata ruang.
Model generik yang diharapkan dapat diimplementasikan di kota atau daerah lain. Dimana variabelvariabel yang terdapat dalam model tersebut harus dikalibrasi dengan kondisi setempat sebelum model ini dapat dimanfaatkan dan menghasilkan nilai prediksi yang tepat.
Penelitian tentang transportasi (tataguna lahan), tidak membahas sistem jaringan jalan, sistem pergerakan dan sistem sarana.
7.
Abeto M.
2008
Menganalis is tingkat kemacetan di kota Bandar Lampung
Menganalisis dan membahas perilaku derajat kejenuhan jalan di kota Bandar Lampung dengan menggunakan metodologi system dynamic
Penerapan kebijakan pengembangan sistem angkutan umum massal dan kebijakan pembatasan umur kendaraan bermotor dan pembuatan lajur khusus sepeda motor, yang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan kendaraan pribadi di kota Bandar Lampung.
Penelitian tentang sistem tataguna lahan, sistem pergerakan, sistem jaringan jalan dan sistem sarana, tidak membahas tentang pencemaran udara.
8.
Masri
2009
Mengkaji perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan dengan studi kasus: kawasan Bandung Utara.
Analisis spasial zonasi kesesuaian lahan untuk perumahan di kawasan budidaya Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan (perumahan di kawasan Bandung Utara)
Terjadi konversi lahan di kawasan lindung menjadi kawasan perumahan. Seluas 78,49% kawasan perumahan berada di daerah hutan lindung, dan 21,51% nya berada di daerah konservasi.
Penelitian tentang pencemaran udara, pencemaran air dan kesesuaian lahan untuk perumahan di pinggiran kota. Tidak secara khusus membahas sistem jaringan jalan, sistem pergerakan dan tataguna lahan.
Ruang Lingkup
Hasil Penelitian
Kaitan dengan Penelitian ini
III. KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN 3.1. Metropolitan Bandung Perkembangan kota Bandung yang dari tahun ke tahun semakin pesat baik dalam hal penduduk, sosial ekonomi, ketersediaan sarana dan prasarana maupun perluasan fisik perkotaan menyebabkan perkembangan tersebut melintasi batasbatas administrasinya. Hal ini dapat dilihat di daerah perbatasan yang sudah membaur menjadi perkotaan. Daya tarik Kota Bandung yang kuat dari sisi ekonomi dan ketersediaan fasilitas menyebabkan kota-kota lain disekitarnya beraglomerasi dengan kota Bandung. Kecepatan perkembangan tersebut menjadi tidak terkendali sehingga diperlukan suatu perencanaan Kota Bandung dengan wilayah sekitarnya secara terpadu dalam konteks wilayah Metropolitan Bandung (Dardak, 2006). Berdasarkan RTRWP Jawa Barat Tahun 2010, Metropolitan Bandung terdiri dari 5 (lima) wilayah administratif (setelah pemekaran Kabupaten Bandung) yaitu: Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
LOKASI STUDI
Gambar 4 Beberapa wilayah yang termasuk dalam wilayah metropolitan Bandung
38
Gambar 5 Fungsi kawasan dalam metropolitan Bandung. Lokasi dari studi adalah pada kawasan jalan Sersan Bajuri, yang melewati ke tiga perumahan yaitu perumahan Setiabudi Regensi, Graha Puspa dan Trinity dan terletak dalam daerah administrasi Kabupaten Bandung Barat, tetapi secara fungsional masih dalam cakupan wilayah metropolitan Bandung yang pengelolaan transportasinya sangat mempengaruhi baik buruknya transportasi kota metropolitan Bandung.
Dalam penelitian ini, akan diuraikan kondisi daerah administrasi
Kabupaten Bandung Barat secara garis besar sebagaimana berikut ini. 3.2. Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat secara resmi berdiri pada 2 Januari 2007 dengan dasar hukum Undang-Undang 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Bandung Barat adalah
kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, sebagai hasil pemekaran Kabupaten Bandung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
V. PERSEPSI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMAHAN 5.1. Pendahuluan Penghuni perumahan di kawasan pinggiran kota metropolitan yang sekaligus juga menjadi pelaku perjalanan pada jaringan jalan di kawasan tersebut mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan arus lalu-lintas yang akan membebani jalan akses ke kawasan perumahan tersebut. Pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, status sosial ekonomi, jumlah kendaraan rata-rata yang dimiliki oleh satu keluarga, pola perjalanan dan karakteristik lainnya dari masyarakat penghuni menjadi bahan untuk penyusunan model transportasi pada jaringan jalan yang diteliti. Persepsi responden tentang transportasi pada kawasan perumahan mereka dan keinginan orang per orang untuk pengembangan transportasi pada masa yang akan datang dapat diketahui dari wawancara dan hasilnya diolah dengan statistik dengan metode principal component analysis (PCA). Dari hasil PCA ini diperoleh kesimpulan yang dapat dipakai sebagai salah satu masukan untuk pengambilan kebijakan transportasi pada kawasan perumahan di pinggiran Metropolitan Bandung tersebut. 5.2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Dari hasil survey yang dilakukan pada bulan April 2009 di Kecamatan Cigugur Girang, Parongpong dan Lembang, Kabupaten Bandung Barat yang melibatkan 3 perumahan yaitu Setiabudhi Regency, Trinity dan Graha Puspa dengan 164 responden, maka dapat diambil kesimpulan berupa keterangan data pripadi, keadaan lahan perumahan, pengelolaan lahan dan lingkungan perumahan, pengelolaan transportasi dan implementasi teknologi pembangunan konstruksi jalan pada persimpangan. 5.2.1. Data Pribadi 1. Jenis Kelamin Dari 3 perumahan yang disurvei ternyata jumlah penduduknya sebanyak kurang lebih 687 orang termasuk di dalamnya anak – anak dan orang dewasa. Laki – laki dengan jumlah prosentase 52, 40 % sedangkan perempuannya dengan prosentase sebesar 47, 60 % (Gambar 15),
72
52.40%
47.60%
PEREMPUAN LAKI-LAKI
`Gambar 15 Persentase jenis kelamin penghuni di Perumahan Setiabudi Regency, Trinity dan Graha Puspa. 2. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan yang banyak ditempuh oleh penduduk di tempat lokasi adalah strata 1 dengan prosentase sebesar 41,46 %, kemudian disusul oleh SMA dengan jumlah prosentase sebesar 18, 29 %, sedangkan penduduk yang menempuh pendidikan dengan tingkat lain hanya beberapa prosen saja, strata 2 hanya mendapat nilai 16,46 %, D3 9,15 %, S3
4, 88 %. Tetapi dari jumlah
keseluruhan penduduk ada juga yang tidak menempuh pendidikan yaitu sebanyak 5, 49 % (Gambar 16).
5.49%
4.27%
18.29%
41.46%
STRATA - 1 STRATA - 2 STRATA - 3 D- 3
9.15%
SLTA TIDAK BERSEKOLAH 4.88%
TANPA DATA 16.46%
Gambar 16 Persentase tingkat pendidikan penghuni perumahan. 3.
Mata Pencaharian Rata – rata dari jumlah penduduk yang menjadi responden dalam penelitian
ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dengan jumlah prosentase sebesar
73
44,5%, pekerjaan / mata pencaharian lainnya ada yang bekerja sebagai wiraswasta dengan jumlah prosentase 26, 8 %, sebagai pegawai swasta 24,4 % dan sisanya sebagai dosen dengan jumlah prosentase hanya sebesar 3,7 % (Gambar 17).
3.70%
0.60%
24.40%
44.50% PEGAWAI NEGERI WIRASWASTA PEGAWAI SWASTA DOSEN TIDAK BEKERJA
26.80%
Gambar 17 Pekerjaan penghuni perumahan. 4. Kendaraan yang dimiliki Dari 164 responden kebanyakan dari mereka sudah mempunyai kendaraan pribadi, baik kendaraan roda 2 maupun kendaraan roda 4. Kepemilikan kendaraan roda 2 adalah sebesar 1,59 kali jumlah rumah tangga, dan kendaraan roda empat sebanyak 1,32 kali. Berdasarkan jumlah prosentase tersebut, hanya beberapa responden saja yang tidak memiliki kendaraan pribadi (Gambar 18).
159.30% Kendaraan Roda 2
132.00% Kendaraan Roda 4
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00% 120.00% 140.00% 160.00%
Gambar 18 Persentase kepemilikan kendaraan. 5. Alat komunikasi Tidak jauh berbeda dengan alat komunikasi yang dimiliki. Kebanyakan responden dalam penelitian ini sudah memeliki alat komunikasi baik telephon gennggam maupun pesawat telephon rumah. Hal tersebut membuktikan bahwa responden dalam penelitian ini sudah dapat menguasai teknologi. Jumlah
74
responden yang memiliki Handphone mendapat nilai sebesar 73,2 % sedangkan responden yang memiliki pesawat telepon rumah hanya mendapat nilai sebesar 59,8 %. 6. Pendapatan / bulan Rata – rata pendapatan responden yang berada di 3 perumahan, yakni Setiabudhi Regency, Trinity dan Graha Puspa mempunyai pendapatan / bulan rata – rata di atas Rp. 2.000.000,00 dengan jumlah prosentase sebesar 84,14 % sedangkan sisanya hanya 15,85 % yang mempunyai pendapatan/bulan kurang dari Rp. 2.000.000,00 (Gambar 19).
15.86%
DIATAS 2 JUTA RUPIAH DIBAWAH 2 JUTA RUPIAH
84.14%
Gambar 19 Pendapatan penghuni perumahan per bulan. 7. Pengeluaran untuk transport / bulan Rata – rata pengeluaran dari responden untuk transportasi per bulan adalah kurang dari Rp. 2.000.000,00 dengan jumlah prosentase sebesar 98,20 %. Adapun pengeluaran setiap bulannya yang lebih
dari Rp. 2.000.000,00 hanya sebesar
1,80%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 20.
1.80%
DIBAWAH 2 JUTA RUPIAH LEBIH DARI 2 JU\TA RUPIAH
98.20%
Gambar 20 Pengeluaran untuk transportasi per bulan.
75
Data yang terdapat pada Gambar 16 sampai dengan Gambar 20 memperlihatkan bahwa tingkat ekonomi dari penghuni ke 3 perumahan tersebut adalah menengah ke atas, dengan tingkat pendidikan mayoritas sarjana, pekerjaan rata-rata PNS, memiliki kendaraan roda 4 dan berpendapatan lebih dari Rp.2000.000,- per bulan. 5.2.2. Lahan Dan Perumahan 1. Status kepemilikan Status tempat tinggal yang ditempati responden kebanyakan adalah milik sendiri dengan jumlah prosentase sebesar 85,37 %, sedangkan yang lainnya hanya beberapa prosen saja. Milik keluarga hanya 9, 15 %, Kontrak 3, 66 % dan ada juga yang merupakan rumah dinas dengan jumlah prosentase sebesar 1, 82 % (Gambar 21)
9.15%
3.66% 1.82% 85.37% MILIK SENDIRI MILIK KELUARGA SEWA RUMAH DINAS
Gambar 21 Status kepemilikan rumah. 2. Perolehan Hak Tinggal Perolehan hak rumah yang ditempuh oleh responden adalah dengan cara membayar tunai dengan jumlah prosentase sebesar 84,76 % sedangkan responden yang menempuh dengan jalan kredit hanya mendapat nilai sebesar 12,20 %. Untuk lebih jelasnya perolehan hak tinggal dapat dilihat pada Gambar 22.
76
12.24%
3.00% MEMBELI TUNAI MEMBELI DENGAN CARA KREDIT TIDAK DIKETAHUI
84.76%
Gambar 22 Perolehan hak tinggal. 3. Alasan Tinggal di Lokasi Perumahan Alasan responden tinggal ditempat yang mereka tempati sekarang adalah berbeda–beda, ada yang mempunyai alasan karena kelayakan tanahnya yaitu dengan jumlah prosentase sebesar 77 %, ada juga yang tinggal dengan alasan karena lokasi perumahan strategis atau dekat dengan lokasi bekerja dan sekolah yaitu sebesar 25 %. Alasan lainnya karena panorama alam yang indah yaitu sebesar 64 %, responden yang lain mempunyai alasan karena akses jalan yang baik dengan jumlah prosentase sebesar 21 %, alasan lahan perumahan yang memadai sebesar 29 %, Harga terjangkau 52 %, fasilitas memadai 13 %, Drainase yang baik 35 %. Selain hal tersebut ada juga responden yang mengatakan bahwa pengelolaan limbah yang baik yaitu dengan jumlah prosentase sebesar 38 % (Gambar 23). ALASAN TINGGAL DI LOKASI PERUMAHAN
38.00%
PENGELOLAAN LIMBAH YANG BAIK
35.00%
DRAINASE YANG BAIK 13.00%
FASILITAS MEMADAI
52.00%
HARGA TERJANGKAU 29.00%
LAHAN PERUMAHAN YANG MEMADAI 21.00%
AKSES JALAN YANG BAIK
64.00%
PANORAMA ALAMNYA INDAH 25.00%
LOKASI STRATEGIS (DEKAT DENGN EMPAT KERJA / SEKOLAH) 0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
Gambar 23 Alasan tinggal di lokasi perumahan.
60.00%
70.00%
77
4. Kondisi Infrastruktur Perumahan Keadaan infrastruktur perumahan menurut responden seperti lebar jalan, drainase, pengelolaan air kotor, pengelolaan limbah tinja, pengelolaan sampah, listrik dan air bersih, rata – rata baik. Pendapat responden tentang jalan dan jenis perkerasan adalah ’baik’ dengan jumlah prosentase sebesar 35 %. Selain itu juga terdapat responden yang mengatakan ’buruk’ dengan jumlah 35 %, sedangkan yang lainnya berpendapat ’sangat baik’ dengan jumlah 4,90 %, sedang 16 %, dan ’sangat buruk’ dengan jumlah 1,20 %. Berbeda dengan pendapat responden tentang drainase, kebanyakan mereka mengatakan bahwa sistem drainase yang berada di lingkungan mereka adalah sedang yaitu dengan jumlah prosentase sebesar 46 %, pendapat lainnya dari responden tentang drainase sebanyak 38% responden mengatakan baik, namun terdapat 6,70% responden merasa sangat buruk dan 1,20% buruk. Pendapat responden tentang pengelolaan air kotor pun berbeda – beda, ada yang berpendapat bahwa pengelolaan air kotor di tempat mereka adalah baik dengan jumlah prosentase sebesar 73 %, pendapat lainnya dri responden adalah sedang dengan jumlah 18 %, sangat baik 1, 8 % dan sisanya berpendapat buruk dengan jumlah prosentase sebesar 1,2 %. Tentang pengelolaan limbah tinja pun berbeda – beda. Mereka kebanyakan berpendapat baik dengan jumlah prosentase sebesar 51 %, sangat baik 31 %, sedang 11 % dan sisanya 0,6 % responden berpendapat buruk. Sama halnya dengan sistem pengelolaan air kotor dan pengelolaan tinja, sebagian besar mereka berpendapat bahwa sistem pengelolaan sampah adalah baik dengan jumlah 71%, sedangkan yang lainnya berpendapat sangat baik 8,50%, sedang 15% dan sisanya berpendapat buruk dengan jumlah prosentase 1,20%. Begitu pula dengan sistem pengelolaan
listrik
mereka
kebanyakan
berpendapat baik dengan jumlah prosentase 83 %, berpendapat sedang 7,3 %, berpendapat sangat baik 4,30% dan sisanya berpendapat buruk dengan jumlah 1,20%. Pengelolaan air bersih pun mereka kebanyakan berpendapat baik dengan jumlah 57 %, responden lainnya berpendapat sangat baik 7,3 %, sedang 5,5 %, buruk 3,7 % dan sangat buruk 1,80%.
78
5. Informasi Lokasi Perumahan Secara umum responden tidak mengetahui tentang perumahan yang mereka tempati. Misalnya informasi tentang kemampuan lahan perumahan mereka kebanyakan tidak tahu dengan jumlah 83 % sedangkan yang mengetahuinya hanya 15 % saja. Begitu juga dengan informasi tentang kesesuaian lahan untuk perumahan mereka pun tidak mengetahuinya dengan jumlah 81 %, yang tahu hanyalah sebesar 17 % saja. Tidak jauh berbeda dengan informasi tentang perbandingan luas tutupan lantai rumah dengan lahan, mereka yang mengetahui hanya 12 % jauh bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mengetahuinya yaitu sebesar 86 %. Informasi tentang ruang terbuka hijau pun kurang mereka ketahui dengan jumlah responden sebesar 65 % sedangkan yang mengetahui tentang ruang terbuka hijau hanya 34 % saja. Informasi tentang analisis dampak lingkungan, dari mereka yang tahu hanya 14 % sedangkan responden yang tidak mengetahuinya begitu banyak dengan jumlah prosentase sebesar 84 %. Informasi tentang bencana-bencana yang mungkin timbul, mereka tidak mengetahuinya dengan jumlah 89 % dan yang mengetahuinya hanya 9,6 % saja. Tidak jauh berbeda dengan informasi tentang hubungan lahan dengan bencana banjir, mereka pun tidak mengetahuinya dengan jumlah prosentase sebesar 83 % dan yang mengetahuinya hanya 15 %. Informasi tentang rumah berwawasan lingkungan kebanyakan dari responden tidak mengetahuinya dengan jumlah responden sebesar 75 % dan yang mengetahuinya hanya 23 %. Informasi tentang rumah tahan gempa hanya 13 % yang mengetahunya sedangkan sisanya sebesar 89 % tidak mengetahuinya. Informasi tentang bahan bangunan yang murah dan kuat pun mereka kurang mengetahuinya dengan jumlah responden yang mengetahui hanya 15 % saja sedangkan mereka yang kurang mengetahuinya 83 %. Pendapat responden tentang informasi flora dan fauna lokal, kebanyakan dari mereka tidak mengetahuinya dengan jumlah responden sebesar 84 % sedangkan yang mengetahuinya hanya 14 %. 6.
Masalah Musim Kemarau Masalah yang banyak terjadi pada musim kemarau adalah masalah
temperatur udara dengan jumlah 42, 07 %, sedangkan masalah yang lain adalah
79
masalah penyakit dengan jumlah 32,93 %.
Adapun masalah lainnya adalah
masalah debu dengan jumlah 17,07 %, kekurangan air bersih 8,54 % sedangkan masalah sampah dan bau hanya 4,88 %. 7. Masalah Musim Hujan Permasalahan yang banyak timbul pada musim hujan adalah masalah kelembaban udara dengan jumlah 53,66%, temperatur udara 52,44 %, penyakit 42,07%. Masalah lainnya antara lain adalah genangan air 7,93 %, lindi dari sampah 6,71 % dan sisanya adalah masalah erosi / longsor dengan jumlah 3,66%. 5.2.3. Pengelolaan Lahan Dan Lingkungan Perumahan 1.
Pengelolaan air kotor Kebanyakan dari responden cara mengelola air kotornya yaitu dengan cara
mandiri dengan jumlah prosentase sebesar 48,17 %. Selain hal itu juga terdapat yang mengelola air kotor dengan cara dikelola oleh perumahan dengan jumlah prosentase sebesar 44,51 % dan sisanya dikelola secara terpusat dengan jumlah 5, 49%. 2.
Pengelolaan Air Tinja Tidak jauh berbeda dengan pengelolaan air kotor, pengelolaan air tinja pun
banyak dilakukan secara mandiri dengan jumlah prosentase sebesar 64,02 %, dikelola oleh perumahan 29,88 % dan sisanya dikelola secara terpusat hanya sebesar 4,27 %. 3.
Pengelolaan Sampah Berbeda dengan pengelolaan sampah, kebanyakan dari responden sistem
pengelolaan sampahnya dilakukan oleh perumahan dengan jumlah prosentase 56,10 %. Selain hal itu juga ada yang dikelola secara terpusat sebesar 36,59 % dan sisanya dikelola secara mandiri dengan jumlah prosentase sebesar 5,49%. 4.
Listrik Daya listrik yang banyak digunakan oleh responden adalah sebesar 2200
watt dengan jumlah prosentase 43,29%, 900 watt sebesar 26,22 %, 1300 watt 22, 56 %. Responden lainnya menggunakan daya listrik 450 watt dengan jumlah 1,83% 5.
Sumber air bersih
80
Sumber air bersih yang digunakan oleh responden adalah non PDAM dengan jumlah prosentase 53, 05 %. Responden lainnya menggunakan sumber air bersih dari PDAM dengan jumlah prosentase 45,12%. 5.2.4. Pengelolaan Transportasi 1. Meningkatkan kapasitas dasar jalan Dalam pengelolaan transportasi, peneliti mencoba menawarkan sebuah pengelolaan transportasi dengan cara meningkatkan kapasitas dasar jalan. Banyak responden yang setuju dengan usulan tersebut dengan jumlah prosentase sebesar 53,7 %, tetapi ada juga yang tidak setuju 19,6 %, cukup setuju 14,6 %, sangat setuju 5, 49 % dan sangat tidak setuju sebesar 0,61 %. 2. Menambah lebar jalur lalu lintas Usulan yang lain adalah menambah lebar jalur lalulintas. Tanggapan dari responden adalah : cukup setuju dengan jumlah responden sebanyak 45,1%. Selain itu juga terdapat responden yang setuju 28, 7 %, tidak setuju 11, 5 % dan responden yang sangat setuju 6,1 %. 3. Menyesuaikan ratio arah sesuai volume lalu lintas Usulan berikutnya yang disarankan adalah menyesuaikan ratio arah sesuai volume lalu lintas. Banyak diantaranya adalah setuju dengan usulan tersebut dengan jumlah prosentase 60,4 %, 18,3 % cukup setuju, 8,54 tidak setuju dan 2,44 % responden yang sangat setuju dengan usulan tersebut. 4. Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu lintas akibat hambatan samping Hal lain yang diusulkan juga adalah menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu lintas akibat hambatan samping. Responden yang menjawab setuju sebanyak 60,4 %, cukup setuju 20,1 %, tidak setuju 5, 49 % dan sissanya sangat setuju 4, 27 %. 5. Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu Lintas akibat hambatan samping Selain menyesuaikan lebar bahu, usulan lain adalah menyesuaikan jarak kerb. Responden yang setuju dengan usualn tersebut hanya 33, 5 % saja sedangkan responden yang banyak menjawab adalah hanya cukup setuju dengan
81
jumlah 50,6 %, sangat setuju 3, 05 %. Tetapi ada juga responden yang menjawab tidak setuju yaitu 5,49%. 6. Tidak merubah kebijakan yang sudah ada Kemungkinan
untuk
tetap
mempertahankan
kebijakan
pengelolaan
transportasi yang ada sekarang juga diusulkan kepada responden. berdasarkan usulan tersebut responden menanggapinya hanya dengan cukup setuju saja dengan jumlah 46,3 %, sedang sangat setuju 3,66 %. Ada juga responden yang tidak setuju dengan usulan tersebut yaitu dengan jumlah 26,2 % dan ada juga yang sangat tidak setuju dengan jumlah 0,61 %. 7. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi Penelitian ini mencoba mengusulkan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dalam pengelolaan transportasi. Hasilnya memperlihatkan bahwa terdapat respon cukup setuju dengan jumlah responden sebesar 20,6 %, setuju 47,1 %, sangat setuju 16,2 %. 8. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Angkutan Umum Penelitian ini juga mencoba mengusulkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana angkutan umum massal. Hasilnya memperlihatkan bahwa terdapat respon sangat setuju dari responden sebesar 7,9 %, setuju 2,2 %, dan cukup setuju 16,9%. 9. Pengurangan Emisi Kendaraan Usulan untuk mengurangi emisi kendaraan mendapatkan respon dari responden yaitu: sangat setuju 14,1 %, setuju 49,3 %, dan cukup setuju 16,9 %. 10. Pembatasan umur kendaraan pribadi Penelitian ini juga mencoba mengusulkan untuk mengadakan pembatasan terhadap umur kendaraan pribadi. Hasilnya mendapat respon: sangat setuju 7,1 %, setuju 18,9 % dan cukup setuju 51,2 %. 5.2.5. Implementasi Teknologi Pembangunan Konstruksi Jalan Pada Persimpangan 1.
Persimpangan tidak sebidang dengan mengimplementasikan under pass Dari jumlah responden sebanyak 164 tidak ada seorang pun yang
mengusulkan
untuk
adanya
under
pass
di
lingkungan
mereka
implementasi teknologi pembangunan konstruksi jalan pada persimpangan.
sebagai
82
2.
Persimpangan tidak sebidang dengan mengimplementasikan fly over Begitu juga dengan fly over, tidak ada seorang pun yang mengusulkan untuk
adanya
fly over di lingkungan mereka sebagai implementasi teknologi
pembangunan konstruksi jalan pada persimpangan. 5.2.6. Kepuasan Dan Saran Responden 1.
Kepuasan terhadap lokasi perumahan Setelah melakukan survei ternyata banyak responden yang ”merasa puas”
dengan keadaan lingkungan perumahan yang ditempatinya dengan jumlah prosentase sebesar 73,78 %.
Meskipun demikian, mereka menginginkan ada
perbaikan lingkungan di daerah perumahan yang mereka tempati. Selain hal tersebut juga terdapat responden yang merasa puas dengan keadaan lingkungan perumahan yang mereka tempati bahkan ingin menetap seterusnya dengan jumlah prosentase 15,85 %. Responden ada yang merasa cukup puas, namun dengan pertimbangan akan mencari lokasi perumahan lain dengan jumlah 6,09%, sedangkan responden yang merasa tidak puas sebesar 1,21% (Gambar 24).
6.09% 1.21% PUAS TAPI MENGINGINKAN PERBAIKAN LINGKUNGAN
15.85%
PUAS BAHKAN INGIN MENETAP CUKUP PUAS TAPI INGIN PINDAH TIDAK PUAS 73.78%
Gambar 24 Kepuasan terhadap lokasi perumahan 2.
Saran pengembangan lokasi perumahan Dari 164 responden ada yang memberikan saran bahwa informasi lokasi
perumahan harus ditingkatkan lagi dan mereka yang memberikan saran tersebut sebanyak 82, 31 %. Ada juga yang memberikan saran supaya kondisi infrastruktur perumahan perlu ditingkatkan lagi, yaitu sebanyak dengan jumlah 84,75 %, dan mereka pun tidak lupa memberikan saran supaya sarana dan prasarana transportasi juga perlu diperbaiki. Saran lainnya adalah supaya fasilitas umum dan
83
sosial perlu diperbaiki lebih banyak daripada yang memberikan saran terhadap perbaikan yang lain, yaitu sebanyak 88,41 % (Gambar 25). SARAN PENGEMBANGAN LOKASI PERUMAHAN
PERBAIKAN FASILITAS UMUM DAN SOSIAL
PERBAIKAN KONDISI INFRASTRUKTUR PERUMAHAN (TERMASUK PRASARANA DAN SARANA TRANSPORTASI)
INFORMASI TENTANG LOKASI PERUMAHAN HARUS DITINGKATKAN LAGI 79.00% 80.00% 81.00% 82.00% 83.00% 84.00% 85.00% 86.00% 87.00% 88.00% 89.00%
Gambar 25 Saran pengembangan lokasi perumahan 3.
Saran terhadap pemerintah daerah tentang penataan ruang Saran-saran yang diberikan responden untuk pemerintah daerah adalah
berupa saran untuk keterbukaan informasi kegiatan pembangunan, perencanaan ruang, subsidi pembangunan perumahan untuk rakyat, izin-izin pembangunan perumahan, pengendalian pembangunan perumahan dan saran untuk insentif pembangunan vertikal / rumah bertingkat. Yang memberikan saran tentang informasi kegiatan pembangunan supaya lebih terbuka lagi yaitu sebanyak 90,24 %, yang memberikan saran untuk perencanaan ruang sebanyak 90,24 %, saran subsidi pembangunan perumahan untuk rakyat 86,58 %, pengendalian pembangunan perumahan 89 % dan yang memberikan saran tentang insentif pembangunan vertikal atau tentang rumah bertingkat adalah sebanyak 81,09 %. 4.
Saran terhadap masyarakat Saran yang responden berikan untuk masyarakat adalah saran-saran yang
menyangkut
tentang
kegiatan
pelatihan
perumahan yaitu sebanyak 87,8 %,
dan
penyuluhan
pembangunan
saran tentang peran serta masyarakat
terhadap pembangunan sebanyak 82,9 %,
saran yang menyangkut sosialisasi
kawasan konservasi dan lahan subur sebanyak 89,6 %, saran terhadap pengelolaan sampah dengan prosentasi 88 %, pengolahan limbah rumah tangga sebanyak 85,4 %, saran untuk peningkatan informasi manfaat dan pengadaan kegiatan pembangunan perumahan sebanyak 87 %
dan saran yang berkaitan
84
dengan peningkatan kesadaran lingkungan perumahan yang sesuai dan sehat adalah sebanyak 91 %. 5.3. Kebutuhan responden dalam pengelolaan transportasi Dari hasil survey terhadap kebutuhan responden untuk pengelolaan transportasi di perumahan Setiabudi Regensi, Graha Puspa dan Trinity terhadap 10 variabel sebagai berikut: 1. Menyesuaikan ratio arah sesuai volume lalu lintas. 2. Menambah lebar jalur lalu lintas. 3. Meningkatkan kapasitas dasar jalan. 4. Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu lintas akibat hambatan samping. 5. Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu Lintas akibat hambatan samping. 6. Tidak merubah kebijakan yang sudah ada. 7. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. 8. Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum. 9. Pengurangan emisi gas buang kendaraan. 10. Pembatasan umur kendaraan pribadi Berdasarkan 10 (sepuluh) variabel tersebut, dengan principal component analysis (PCA) dapat diperoleh faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam pengelolaan transportasi (sesuai dengan kebutuhan responden) sebagai berikut: 5.3.1. Analisis Faktor Untuk Variabel yang Berpengaruh Terhadap Pemilihan Pengelolaan Transportasi di Lingkungan Perumahan Hasil survei yang dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2009 di Kecamatan Lembang dan Parongpong Kawasan Kabupaten Bandung Barat yang melibatkan 3 Perumahan yaitu perumahan Setiabudi Regency, Trinity, dan Graha Puspa sebanyak 164 Responden, menunjukkan status sosial dan ekonomi, keadaan lahan dan lingkungan perumahan, serta kebutuhan
responden dalam pengelolaan
transportasi. Tahap pertama analisis faktor adalah menilai mana saja variabel yang dianggap layak untuk dimasukan dalam analisis selanjutnya. Pengujian dilakukan dengan memasukkan semua variabel yang ada, kemudian pada variabel-variabel tersebut dikenakan sejumlah pengujian.
85
1. Hasil pertama analisis faktor utama (PCA) menunjukkan angka kaiser-meyerolkin measure of sampling adequacy dan barlett’s test of sphericity adalah 0,742 > 0,50 dengan signifikansi 0,000. Nilai KMO yang besar menunjukkan bahwa korelasi antar pasangan variabel bisa diterangkan oleh variabel lainnya dan analisis faktor dianggap sebagai teknik yang tepat untuk analisis matrik korelasi. Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0,5 dan signifikansi jauh dibawah 0,05, maka variabel dan sampel yang ada sudah bisa dianalisis lebih lanjut. 2. Memperhatikan anti image correlation, khususnya pada angka korelasi yang bertanda a (arah diagonal dari kiri atas ke kanan bawah) menunjukkan variabelvariabel yang layak diuji lebih lanjut adalah variabel dengan nilai MSA diatas 0,5. Dalam hal ini semua angka MSA lebih dari 0,5, artinya semua variable memenuhi persyaratan untuk diuji lebih lanjut. 3. Hasil analisis tabel total variance explained terbentuk dua komponen terlihat dari nilai total eigenvalues yang nilainya diatas 1, yaitu komponen 1 dengan nilai eigenvalue 3,976 dan komponen 2 dengan nilai eigenvalue 2,233. Hasil analisis berdasarkan angka eigenvalue tertera pada Tabel 18. Tabel 18 Total variance explained Total Variance Explained
Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Total 3.794 2.130 .868 .833 .684 .615 .367 .282 .230 .197
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 37.942 37.942 21.303 59.245 8.680 67.925 8.332 76.257 6.841 83.098 6.150 89.247 3.665 92.913 2.825 95.737 2.297 98.034 1.966 100.000
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 3.794 37.942 37.942 2.130 21.303 59.245
Extraction Method: Principal Component Analysis. Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS 12
Hasil component matrix berikut (tabel 19)
menunjukkan bahwa variabel
”mengurangi penggunaan kendaraan pribadi” pada komponen 1 ( nilai = 0,586 ) mempunyai nilai yang hampir sama dengan komponen 2 ( nilai = 0,540 ). Hal ini menimbulkan kerancuan apakah variabel tersebut dimasukkan dalam faktor 1 atau faktor 2. Untuk menyelesaikannya digunakan metode rotasi (Tabel 19)
86
Tabel 19 Component matrix a
Component Matrix
Component 1 PENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI
2 .628
-.204
.763
-.147
.807
-.294
.706
-.487
.748
-.294
.518
-.145
.586
.540
.297
.639
.433
.769
.471
.588
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS 12
5.3.2. Analisis Faktor Dengan Rotasi Dari hasil analisis faktor dengan menggunakan metode ekstraksi tampak masih terdapat satu variabel yang belum dapat dimasukkan dalam satu faktor tertentu yaitu variabel ”mengurangi penggunaan kendaraan pribadi”. Karena itu dilakukan analisis faktor dengan rotasi yang hasilnya sebagai berikut:
87
Tabel 20 Rotated component matrix a
Rotated Component Matrix
Component 1 PENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI
2 .652
.107
.745
.220
.852
.109
.850
-.109
.799
.082
.526
.109
.273
.749
-.029
.704
.032
.882
.149
.738
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS 12
Hasil dari Matriks komponen yang telah dirotasi (rotated component matrix) adalah sebagai berikut (Tabel 20): 1. Komponen 1 dengan nilai eigenvalue 3,444, terdiri dari variabel: 1) Menyesuaikan ratio arah sesuai volume lalu lintas (0,652). 2) Menambah lebar jalur lalu lintas (0,745) 3) Meningkatkan kapasitas dasar jalan (0,852) 4) Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu lintas akibat hambatan samping (0,850) 5) Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu Lintas akibat hambatan samping (0,799) 6) Tidak merubah kebijakan yang sudah ada (0,526). 2. Komponen 2 dengan nilai eigenvalue 2,481, terdiri dari variabel: 1) Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi (0,749). 2) Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum (0,704). 3) Alternatif pengurangan emisi kendaraan (0,882). 4) Alternatif pembatasan umur kendaraan pribadi (0,738).
88
3. Dari pengelompokan variabel tersebut diatas, dapat diberikan identitas pada 2 faktor yang dihasilkan yaitu: faktor 1 adalah: peningkatan / perbaikan prasarana jaringan
jalan
(infrastruktur
transportasi),
sedangkan faktor
2 adalah:
peningkatan / perbaikan sarana kendaraan (sarana transportasi). 5.3.3. Hasil Analisis Faktor Hasil analisis faktor dengan PCA tersebut diatas dapat digambarkan dalam grafik yang terdapat dalam Gambar 26 dan 27 berikut.
0.526
Tidak merubah kebijakan yang sudah ada
0.799
Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu…
0.85
Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu…
0.852
Meningkatkan kapasitas dasar jalan
0.745
Menambah lebar jalur lalu lintas
0.652
Menyesuaikan ratio arah sesuai volume lalu… 0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Gambar 26 Usul peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan ( persepsi masyarakat ) 1. Dari Faktor Satu (Perbaikan Prasarana Jaringan Jalan) diperoleh variabel yang dominan yaitu: ”Meningkatkan kapasitas dasar jalan” sebesar 0,852, diikuti oleh variabel ”Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu-lintas” sebesar 0,850, lalu variabel ”Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu-lintas”
sebesar
0,799, variabel ”Menambah lebar jalur lalu lintas” sebesar 0,745, variabel ”Menyesuaikan rasio arah sesuai volume lalu-lintas” sebesar 0,652, dan variabel ”Tidak merubah kebijakan” sebesar 0,526 (Gambar 26).
0.738
Alternatif pembatasan umur kendaraan pribadi
0.882
Alternatif pengurangan emisi kendaraan 0.704
Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum
0.749
Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi 0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Gambar 27 Usul peningkatan / perbaikan sarana transportasi ( persepsi masyarakat ).
89
2. Dari Komponen Dua (Perbaikan Sarana Transportasi) diperoleh variabel yang dominan yaitu: ”Pengurangan emisi kendaraan” yaitu sebesar 0,882, diikuti oleh variabel ”Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi” sebesar 0,749, lalu variabel ”Pembatasan umur kendaraan pribadi” sebesar 0,738, selanjutnya variabel ”Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum” sebesar 0,704 (Gambar 27). 3. Hasil persepsi masyarakat ini akan dijadikan masukan untuk menentukan kebijakan transportasi yang akan disimulasikan dengan analisis sistem dinamik sehingga diperoleh kebijakan transportasi yang mengakomodasi pendapat penghuni
kawasan
perumahan
(pelaku
transportasi)
dan
memenuhi
persyaratan keberlanjutan dari sudut manajemen transportasi dan pengurangan pencemaran lingkungan yang diakibatkannya. 5.4. Kesimpulan 1. Dari hasil survey lapangan dan wawancara dengan responden yang merupakan penghuni perumahan diketahui bahwa para penghuni berpendidikan cukup tinggi (41,46 % berpendidikan S1), mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah
keatas
(44,5
%
PNS
dan
26,8
%
wiraswasta,
84,14%
berpenghasilan diatas Rp.2.000.000,-) 2. Kepemilikan kendaraan pribadi penghuni perumahan cukup tinggi, dari hasil survey diperoleh data bahwa kepemilikan sepeda motor sebesar 159% dan kepemilikan kendaraan roda 4 sebesar 132%. Dengan pertambahan jumlah penduduk perumahan dan membesarnya lokasi perumahan pada masa yang akan datang, peningkatan pertumbuhan lalu lintas akan cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan kemacetan jaringan jalan. 3. Pendapat responden tentang kondisi infrastruktur perumahan rata-rata baik, jalan dan jenis perkerasan adalah ’baik’ (35 %),
sangat baik (4,9 %) dan
sedang (16 %), sistem drainase ’sedang’ (46 %) dan baik (38%), pengelolaan air kotor dinyatakan ’baik’ (73%), pengelolaan limbah tinja dinyatakan ’baik’ (51%), dan pengelolaan sampah adalah ’baik’ (71%). 4. Dari hasil wawancara dengan responden diperoleh data, bahwa dengan tingkat pendidikan responden yang rata-rata lebih dari cukup (data pada poin 1), sebagian besar responden tidak mengetahui tentang kondisi lingkungannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden tidak ’care’ atau tidak cukup
90
peduli dengan lingkungannya, contohnya, pertanyaan tentang hal-hal sebagai berikut:
Kemampuan lahan perumahan, 83% tidak mengetahui.
Kesesuaian lahan, 81% tidak mengetahui.
Luas tutupan lantai, 86% tidak mengetahui.
Ruang terbuka hijau, 65% tidak mengetahui.
Analisis dampak lingkungan, 84% tidak mengetahui.
Bencana yang mungkin timbul akibat kesalahan lokasi perumahan, 89% tidak tahu
Hubungan lahan dengan bencana banjir yang mungkin timbul, 83% tidak tahu.
5. Dengan metode ’principal component analysis’ diperoleh 2 komponen utama perbaikan sistem transportasi pada kawasan perumahan di
pinggiran
metropolitan yaitu: 1. Peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan (infrastruktur transportasi), dengan variabel: Meningkatkan kapasitas dasar jalan (0,852) Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu-lintas (0,850) Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu-lintas (0,799) Menambah lebar jalur lalu lintas (0,745) Menyesuaikan rasio arah sesuai volume lalu-lintas (0,652) Tidak merubah kebijakan (0,526). 2. Peningkatan / perbaikan sarana kendaraan (sarana transportasi), dengan variabel: Pengurangan emisi kendaraan” (0,882) Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi (0,749) Pembatasan umur kendaraan pribadi (0,738) Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum (0,704)
VI. STRUKTUR MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN 6.1. Pendahuluan Model adalah representasi sebagian dari dunia nyata. Permodelan dengan sistem dinamis dilakukan dengan terlebih dahulu membentuk struktur model. Struktur memberi bentuk kepada sistem dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku causal loops yang menyusun struktur (Muhammadi, 2001) Dalam penelitian ini, model yang dibangun akan disusun melalui 2 (dua) tahap pembangunan model yaitu dengan terlebih dahulu membangun struktur causal loops, dan setelah itu baru membangun struktur model nya dengan sistem dinamis.
Pembangunan
struktur
model
didasarkan
pada
konseptualisasi
permodelan yang dapat dilihat pada Gambar 28. KEBUTUHAN (DEMAND) TRANSPORTASI PADA PERUMAHAN / PERMUKIMAN DI PINGGIRAN METROPOLITAN
BANGKITAN PERJALANAN
FRAKSI KEBISINGAN PER KENDARAAN
TARIKAN PERJALANAN
FRAKSI PENCEMARAN UDARA
TINGKAT KEBISINGAN KAWASAN
BAKU MUTU KEBISINGAN
PREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN KE DEPAN
KEBIJAKAN PENGELOLAAN TRANSPORTASI
KAPASITAS JARINGAN JALAN
VOLUME LALU LINTAS
TINGKAT PENCEMARAN UDARA
BAKU MUTU PENCEMAR AN UDARA
PREDIKSI PENCEMARAN UDARA KE DEPAN
TINGKAT PELAYANAN JALAN
DERAJAT KEJENUHAN JALAN
PREDIKSI TINGKAT PELAYANAN JALAN KE DEPAN
Gambar 28 Konseptualisasi permodelan.
JUMLAH SARANA KENDARAAN
KENDARAAN YANG DIPAKAI
PERSEPSI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMAHAN
92
Dari model konseptual tersebut diatas dapat dibuat 5 (lima) buah sub model: 1. Sub model sistem tataguna lahan 2. Sub model sistem pergerakan 3. Sub model sistem jaringan jalan 4. Sub model sistem sarana kendaraan 5. Sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan. Untuk membentuk struktur model secara lengkap, terlebih dahulu harus disusun struktur (causal loops dan diagram alir) dari masing-masing sub model. Berdasarkan studi literatur, Avianto (2002), Purwaamijaya (2005), Tasrif (2005), dan Abeto (2008), dapat disusun struktur dari 5 sub model
tersebut sebagai
berikut: 6.2.
Sub Model Sistem Tata Guna Lahan Pada sub model sistem tataguna lahan dapat digambarkan diagram sebab
akibat (causal loops) seperti pada Gambar 29. Kelahiran
+ +
+
In migrasi
+
Populasi Perumahan +
+
Out migrasi
-
+
+ Jumlah Rumah
PDRB per Kapita
Kematian Rata-rata org/rmh
+
-
PDRB -
Derajat Kejenuhan
-
+ PDRB Potensial
Gambar 29 Causal loops sub model sistem tataguna lahan. Diagram lingkar sebab akibat tersebut diatas menggambarkan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur dalam sistem tataguna lahan perumahan yaitu populasi perumahan, jumlah rumah, in migrasi, out migrasi, kelahiran, kematian dan PDRB. Populasi perumahan dalam perjalanan waktu akan bertambah dengan
93
adanya in migrasi dan kelahiran, serta berkurang dengan adanya out migrasi dan kematian. PDRB juga mempengaruhi besarnya fraksi in migrasi dan out migrasi. Semakin besar PDRB, semakin besar pula fraksi in migrasi dan semakin kecil fraksi out migrasi. Demikian juga dengan derajat kejenuhan jalan, semakin tinggi derajat kejenuhan jalan semakin rendah PDRB, dan akan semakin meningkatkan fraksi out migrasi. Dari diagram lingkar sebab akibat tersebut dengan bantuan program aplikasi computer “powersim” dapat digambarkan diagram alir sub model sistem tataguna lahan pada Gambar 30. Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal
Tk_Pertambahan_Kelahiran Kematian
Populasi_Awal Kelahiran Populasi_Kabupaten
Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran
Pertambahan_penduduk Harapan_Hidup Harapan_Hidup_Normal In_migrasi
Pengurangan_Penduduk Fr_Out_Migrasi_Normal
Populasi_Perumahan Out_migrasi Fr_Out_Migrasi
Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup Fr_in_migrasi
Jumlah_Rumah_Tangga Jumlah_org_per_rmh
Fr_In_Migrsi_Normal Rata2_rasio_pendapatan
Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi Waktu_Rata2_Rasio_Pend
Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi
Ratio_PDRB_per_kapita PDRB_per_kapita
Trend_PDRB_per_kapita_normal
PDRB_perkapita_normal
Wkt_Trend_PDRB_perkapita Trend_PDRB_per_Kapita PDRB Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita PDRB_Potensial
Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB
Pertamb_PDRB_Potensial Derajat_Kejenuhan_Jalan PDRB_Awal Tk_Pertumb_PDRB
Gambar 30 Diagram alir sub model sistem tataguna lahan
94
Adapun nilai besaran variabel dan parameter yang digunakan pada diagram alir tersebut dapat dilihat pada Tabel 21, Tabel 21 Variabel dan parameter pada sub model sistem tataguna lahan perumahan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
1.
Populasi Awal
orang
4.675.120
data BPS
2.
PDRB Potensial Awal
rupiah
7.906.281.540.000
data BPS
3.
Tk pertumbuhan PDRB potensial
% per tahun
0,025
data BPS
4.
Tk pertambahan kelahiran normal
per tahun
0.02
data BPS
5.
Harapan hidup normal
tahun
65
data BPS
6.
Fr. in migrasi normal
per tahun
0.05
survey
7.
Fr. out migrasi normal
per tahun
0,01
survey
8.
Jumlah orang / rumah
orang
4
asumsi
6.3.
Sub Model Sistem Pergerakan Pada sub model sistem pergerakan
dapat digambarkan diagram sebab
akibat (causal loop) seperti pada gambar 31. +
Jmlh Perjln per hr Populasi + PDRB per Kapita +
Rata2 Perjln per hr
-
+
+
Jumlah Kend yg di pilih utk perjln
+
Volume Lalu Lintas
+
+
PDRB
Jarak Rata2 Perjln
Derajat Kejenuhan
-
+
Kapasitas Jalan
+ Kecepatan Kendaraan
Waktu Tempuh Perjln
+
Waktu Tempuh yg diinginkan
+
Tekanan Utk Penambahan Kapasitas Jln
+
Gambar 31 Causal loops sub model sistem pergerakan
95
Diagram lingkar sebab akibat tersebut diatas menggambarkan hubungan antara populasi, volume lalu lintas, derajat kejenuhan jalan dan pendapatan per kapita penduduk.
Jumlah perjalanan per hari akan berubah seiring dengan
berjalannya waktu. Perubahan jumlah perjalanan ini diakibatkan oleh pertambahan perjalanan yang dipengaruhi oleh PDRB (pendapatan masyarakat) dan derajat kejenuhan jalan. Jumlah perjalanan per hari ini akan mempengaruhi volume lalu lintas pada jaringan jalan sehingga dengan kapasitas jalan yang terbatas, akan meningkatkan / menurunkan derajat kejenuhan jalan. Derajat kejenuhan jalan akan mempengaruhi kecepatan kendaraan rata-rata pada jaringan jalan tersebut yang akan berakibat pada pertambahan waktu tempuh. Pertambahan waktu tempuh ini akan membangkitkan ‘tekanan’ untuk penambahan kapasitas jalan.
‘Tekanan’
untuk penambahan kapasitas jalan ini (apabila dana tersedia) akan direalisasikan menjadi penambahan kapasitas jaringan jalan yang akan menurunkan kembali derajat kejenuhan jalan. Variabel dan parameter yang digunakan untuk sub model sistem pergerakan berupa jumlah perjalanan awal, tingkat pertambahan perjalanan normal, rata-rata kecepatan minimal, dan rata-rata jarak tempuh kendaraan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Variabel dan parameter pada sub model sistem pergerakan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
Perjalanan
7500
Survey L L
1.
Jumlah Perjalanan Awal
2.
Tk Pertambahan Perjalanan Normal
tanpa dimensi
0,025
data BPS
3.
Rata-rata Kecepatan Minimal
kilometer / jam
80
desain Jalan
4.
Rata-rata jarak tempuh kendaraan
kilometer
1
asumsi
Selanjutnya dari causal loops tersebut dapat digambarkan diagram alir sub model sistem pergerakan seperti pada Gambar 32.
96
Tk_pertamb_normal
Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln
Tk_pertamb_perjln
Rata2_rasio_pendapatan Efek_Pendpatan_Thd_Perjln
Jmlh_Perjln_Awal
Jumlah_perjln_per_hari Pertamb_jmlh_perjln Perjln_per_org_per_hari
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Populasi_Perumahan
Volume_Lalu_Lintas Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend
Kapasitas_Jalan
Rata2_jrk_tempuh_kend Rata2_Kecepatan_kend Waktu_Tempuh_Perjln
Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Rata2_Kecepatan_Minimal
Gambar 32 Diagram alir sub model sistem pergerakan.
6.4. Sub Model Sistem Jaringan Jalan Diagram
lingkar
sub
model
sistem
jaringan
jalan
dibawah
ini
menggambarkan hubungan antara panjang jalan, pertambahan panjang jalan, kapasitas jalan dan ketersediaan anggaran untuk pembangunan jalan (Gambar 33).
97
Kualitas Aparat
Tk Penerapan Aturan LL
+
Tk Kedisiplinan Pengguna Jalan
+
Fraksi Kend Parkir di Jalan
Hambatan Samping
+
Pertambahan Panjang Jalan
Panjang Jalan
+
+
+
-
+ +
+
Ketersediaan Dana Utk Penambahan Kapasitas
-
Kapasitas Jalan
+ +
Fraksi Lahan Utk Jalan
Tekanan Utk Penamb. Kapasitas
Fraksi Dana Penamb. Kapasitas -
+
+ Anggaran Pemb. Jalan
Waktu Tempuh Perjln yg diinginkan
Waktu Tempuh Perjln
Gambar 33 Causal loops sub model sistem jaringan jalan Dalam perjalanan waktu, kapasitas jalan akan berubah, dengan adanya pembangunan jalan baru yang dipengaruhi oleh tersedianya dana pembangunan jalan dan adanya kebutuhan penambahan kapasitas jalan tersebut. Dana pembangunan jalan akan tersedia apabila ada penambahan penerimaan daerah. Kapasitas jalan yang ada, dalam kenyataannya tidak dapat dipergunakan secara penuh, karena adanya pengurangan kapasitas akibat gangguan samping berupa gangguan dari aktivitas di bahu jalan, lebar lajur lalu lintas yang kurang memenuhi syarat, adanya median pemisah arah lalu lintas, dan adanya kendaraan yang parkir di pinggir jalan. Kapasitas jalan riil ini juga dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan pengguna jalan terutama tingkat kedisiplinan pengemudi kendaraan angkutan kota yang harus ditegakkan dengan penerapan law enforcement secara tegas dan konsisten sehingga menimbulkan efek jera kepada para pengemudi angkutan kota tersebut. Dari causal loops tersebut diatas dapat digambarkan diagram alir seperti pada Gambar 34.
98
Kapasitas_Awal_Jalan_Co Penamb_Kap_Jln_Normal
Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan
Kapasitas_Jalan Demolisi_Kapasitas_Jalan
Penambahan_Kapasitas_Jalan
Kapasitas_Jalan_riil Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas
Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap
Faktor_Ukuran_Kota_FCcs Faktor_Pemisah_Arah_FCsp Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf
Tk_kedipl_Pengguna_Jln Tk_Kedipl_Normal
Efek_ketersediaan_Dana_thd_Penamb_Kapasitas Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln Target_Dana Fr_Kend_Park_di_Jln
Ketersediaan_Dana Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Efek_pertamb_angkot_thd_tk_kedisiplinan Waktu_Penyediaan_Dana Pengel_yg_diinginkan Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan Kapasitas_Jalan penamb_kap_yg_diinginkan Biaya_Penamb_kap_pr_km
Tk_Penerapan_Aturan_Normal Pertumb_Angk_Umum Kas_Daerah
Kas_Dana_Pemb_Jalan Dana_Pembangunan_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain
APBD Fr_Dana_Pemb_Jalan Fr_Dana_Pemb_non_Jalan
Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan Penerimaan_Daerah Pertambahan_Penerimaan
Gambar 34 Diagram alir sub model sistem jaringan jalan.
Variabel dan parameter yang dipakai pada sub model sistem jaringan jalan adalah seperti tertulis pada Tabel 23.
99
Tabel 23 Variabel dan parameter pada sub model sistem jaringan jalan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keteran gan
1.
Kapasitas awal jalan
smp/jam
2900
MKJI
2.
Fraksi Penambahan Kapasitas Normal
tanpa dimensi
0.000002
asumsi
3.
Fraksi Demolisi Kapasitas Jalan
tanpa dimensi
0
asumsi
3.
Faktor Lebar Jalur LL Efektif (FCw)
tanpa dimensi
0,504
MKJI
4.
Faktor Pemisah Arah (FCsp)
tanpa dimensi
1
MKJI
5.
Faktor Kelas Hambatan (FCsf)
tanpa dimensi
0,99
MKJI
6.
Faktor Ukuran Kota (FCcs)
tanpa dimensi
1
MKJI
7.
Faktor Kendaraan Parkir di Jalan
tanpa dimensi
0,1
MKJI
8.
Fraksi Rata-Rata Pertambahan Penerimaan
tanpa dimensi
0,126
BPS
9.
Penerimaan Daerah
rupiah
731 milyar
BPS
6.5. Sub Model Sistem Sarana Kendaraan Pada sub model sistem sarana kendaraan
dapat digambarkan diagram
sebab akibat (causal loop) seperti pada Gambar 35.
+
Pertamb Sepeda Motor
+
Jumlah Sepeda Motor
Demolisi Sepeda Motor
+ +
-
Pendapatan
+
+
+ +
Demolisi Mobil Pribadi
Jumlah Mobil Pribadi
Pertamb Mobil Pribadi
-
+ Kualitas Angkutan Umum
+
+
+
Pertamb Angkutan Umum
Jumlah Angkutan Umum
+
+
Demolisi Angkutan Umum
-
+
+ + Potensi Penumpang Angk Umum
Populasi Perumahan
+
+ Jumlah Truk
Jumlah Kend yang Dipilih untuk Perjalanan
+
Gambar 35 causal loops sub model sistem sarana kendaraan
100
Diagram lingkar sub model sistem sarana kendaraan diatas menggambarkan hubungan antara empat moda kendaraan yaitu sepeda motor, mobil pribadi, truk dan angkutan umum yang beroperasi menggunakan badan jalan akses ke perumahan Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Parongpong. Jumlah sepeda motor dan mobil pribadi meningkat cukup siknifikan seiring dengan berjalannya waktu yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah rumah tangga di perumahan dan meningkatnya pendapatan masing-masing rumah tangga sehingga mampu membeli kendaraan untuk aktivitas mereka.
Pertambahan
jumlah sepeda motor dan mobil pribadi ini juga akan meningkatkan jumlah kendaraan yang dipilih oleh pelaku perjalanan yang akhirnya akan menambah tingginya volume lalu lintas pada jaringan jalan. Jmlh_Spd_Mtr_Awal Tk_Pertamb_Spd_Mtr
Jumlah_Rumah_Tangga Jmlh_spd_Mtr_per_KK
Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr Jumlah_Sepeda_Motor Demolisi_Spd_Motor
Pertamb_Spd_Motor
Rata2_rasio_pendapatan
Umur_Spd_Mtr Jumlah_Rumah_Tangga Jmlh_Mobil_Awal
Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil
Jmlh_Mobil_per_KK_1
Jumlah_mobil_Pribadi Demolisi_Mobil_Pribadi
Pertamb_Mobil_Pribadi
Umur_Mobil
Tk_Pertamb_Mobil Kualitas_Angkutan_Umum
Fr_moda_Angk_Umum Fr_Moda_Angkutan_Umum
Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_Pribdi Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angkutan_Umum Jumlah_Angk_Umum_Awal
Jumlah_Angkutan_Umum Demolisi_Angkutan_Umum
Pertumb_Angk_Umum
Masa_Izin_Trayek
Tk_Pertumb_Angk_Umum Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan_Kota
Populasi_Perumahan Fr_Potensi_penumpang_Angkot
Fr_Jumlah_Truk
Fr_Moda_Mobil_Pribadi emp_mobil_pribadi
Fr_Moda_Spd_mtr Jumlah_Truk
Populasi_Perumahan
Jumlah_mobil_Pribadi emp_Truk
emp_spd_mtr Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln Jumlah_Sepeda_Motor
Tk_Okupansi_mob_pribadi
emp_Angk_Umum Jumlah_Angkutan_Umum
Tk_Okupansi_Spd_Mtr
Tk_Okupansi_Truk
Tk_Okupansi_Angk_Umum
Gambar 36 Diagram alir sub model sistem sarana kendaraan
101
Kualitas angkutan umum juga mempengaruhi pemakaian moda sepeda motor dan mobil pribadi. Apabila kualitas angkutan umum ditingkatkan, diharapkan perpindahan moda dari sepeda motor dan mobil pribadi ke angkutan umum akan terjadi yang akan menurunkan volume lalu lintas pada jaringan jalan. Causal loops tersebut pada Gambar 35 selanjutnya menghasilkan diagram alir sebagaimana tergambar pada Gambar 36, sedangkan parameter-parameter dan variabel yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Variabel dan parameter pada sub model sistem sarana kendaraan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
kendaraan
1,593
survey
tanpa dimensi
0.09
survey
1.
Jumlah Sepeda Motor per KK
2.
Tingkat Pertambahan Sepeda Motor
3.
Umur sepeda motor
tahun
10
survey
3.
Jumlah mobil per KK
kendaraan
1,32
survey
4.
Tingkat Pertambahan Mobil
tanpa dimensi
0,06
survey
5.
Jumlah angkutan umum awal
kendaraan
403
survey
6.
Masa izin trayek
tahun
20
Dinas LLAJR
7.
Tingkat pertumbuhan angkutan umum
tanpa dimensi
0,065
data sekunder
8.
Fraksi potensi penumpang angkutan umum
tanpa dimensi
0,35
survey
9.
Fraksi moda mobil pribadi
tanpa dimensi
0,18
survey
10.
Fraksi moda sepeda motor
tanpa dimensi
0,28
survey
11.
Fraksi jumlah truk
tanpa dimensi
0,017
survey
12.
Fraksi moda angkutan umum
tanpa dimensi
0,35
survey
13.
Tingkat okupansi mobil pribadi
orang/kendaraan
2
survey
14.
Tingkat okupansi sepeda motor
orang/kendaraan
1,5
survey
15.
Tingkat okupansi angkutan umum
orang/kendaraan
4
survey
16.
Tingkat okupansi truk
orang/kendaraan
1,5
survey
17.
emp mobil pribadi
smp
1
literatur
18.
emp sepeda motor
smp
1
literatur
19.
emp angkutan umum
smp
1
literatur
20.
emp truk
smp
2
literatur
102
6.6. Sub Model Sistem Pencemaran Lingkungan Dalam sub model pencemaran lingkungan diambil beberapa parameter pencemaran udara dan kebisingan. Parameter pencemaran udara yang diambil adalah untuk 5 jenis pencemar yaitu: 1. Karbon monoksida (CO),
2. Nitrogen
oksida (NOx), 3. Hidrokarbon (HC), 4. Sulfur Dioksida (SO2), dan 5. Partikel (SPM). Selanjutnya dapat digambarkan hubungan sebab akibat dalam diagram causal loops seperti tergambar pada Gambar 37.
Kadar COx
+ Kadar NOx
+
-
+
Volume Lalu Lintas
+
Kadar HC
Index Kualitas Udara
-
Kadar SOx
+ Kadar SPM
+
Kadar Kebisingan
Gambar 37 Causal loops sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan Dari causal loops diatas terlihat bahwa volume lalu lintas akan meningkatkan kadar pencemar udara yaitu kadar COx, NOx, HC, SOx dan SPM di udara. Selain ke 5 pencemar udara tersebut peningkatan volume lalu lintas juga meningkatkan kebisingan di kawasan perumahan tersebut. Peningkatan pencemar udara akan berakibat pada penurunan indeks kualitas udara. Pencemaran udara yang terjadi ini harus dibatasi agar tidak melampaui ambang batasnya sesuai peraturan pemerintah. Indeks kualitas udara juga berubah seiring dengan berjalannya waktu, yang disebabkan oleh penambahan pencemaran yang terus menerus oleh kendaraan bermotor. Sampai dengan batas waktu yang ditentukan akan diamati perubahan /
103
peningkatan pencemaran udara akibat transportasi ini sehingga dapat dilakukan pemilihan alternatif / skenario kebijakan untuk mengantisipasinya. Selanjutnya struktur sub model sistem pencemaran udaranya dapat dilihat pada Gambar 38, sedangkan variabel dan parameternya pada Tabel 25.
Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas Index_Kualitas_Udara_COx
Kadar_COx
Index_Kualitas_Udara_NOx
Kadar_NOx
Baku_Mutu_COx
Baku_Mutu_NOx
Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_HC
Kadar_HC Volume_Lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas Baku_mutu_HC
Index_Kualitas_Udara_SOx
Kadar_SOx
Baku_Mutu_SOx Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas
Fr_Kebisingan Kadar_SPM_di_Udara
Index_Kualitas_Udara_SPM Baku_Mutu_SPM
Kebisingan Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas
Gambar 38 Diagram alir sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan Tabel 25 Variabel dan parameter pada sub model sistem pencemaran udara No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
1.
Fraksi COx vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,00533
Survey LL
2.
Fraksi NOx vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0.00012
Survey LL
3.
Fraksi HC vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,00358
Survey LL
4.
Fraksi SOx vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,00002
Survey LL
5.
Fraksi SPM vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,06401
Survey LL
6.
Fraksi kebisingan vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,0107
Survey LL
7.
Baku mutu COx
ppm / 8 jam
20
KepMen KLH
8.
Baku mutu NOx
ppm / 24 jam
0,05
KepMen KLH
9.
Baku mutu HC
ppm / 3 jam
0,24
KepMen KLH
10.
Baku mutu SOx
ppm / 24 jam
0,10
KepMen KLH
11.
Baku mutu SPM
µg / m3
150
KepMen KLH
12.
Baku mutu kebisingan (yang diinginkan)
dBA
45
KepGub DKI
13.
Baku mutu kebisingan (yang diperkenankan)
dBA
60
KepGub DKI
104
Secara lengkap model pengelolaan transportasi di pinggiran metropolitan tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar 39. Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal
Tk_pertamb_normal
Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln
Tk_Pertambahan_Kelahiran Kematian
Populasi_Awal
Tk_pertamb_perjln
Rata2_rasio_pendapatan
Kelahiran
Efek_Pendpatan_Thd_Perjln
Jmlh_Perjln_Awal
Populasi_Kabupaten
Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran
Jumlah_perjln_per_hari Pertambahan_penduduk Harapan_Hidup Harapan_Hidup_Normal
Pertamb_jmlh_perjln
Pengurangan_Penduduk Fr_Out_Migrasi_Normal
Perjln_per_org_per_hari
In_migrasi Out_migrasi
Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup Fr_in_migrasi
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Populasi_Perumahan
Populasi_Perumahan Fr_Out_Migrasi
Jumlah_Rumah_Tangga
Fr_In_Migrsi_Normal
Volume_Lalu_Lintas
Jumlah_org_per_rmh
Rata2_rasio_pendapatan
Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln
Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi
Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi
Waktu_Rata2_Rasio_Pend Ratio_PDRB_per_kapita
Derajat_Kejenuhan_Jalan
PDRB_per_kapita
Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend
Kapasitas_Jalan_riil Trend_PDRB_per_kapita_normal
PDRB_perkapita_normal
Wkt_Trend_PDRB_perkapita Trend_PDRB_per_Kapita
Rata2_Kecepatan_kend
Waktu_Tempuh_Perjln
Rata2_jrk_tempuh_kend
PDRB
Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan
Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita
Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB
PDRB_Potensial Pertamb_PDRB_Potensial
Derajat_Kejenuhan_Jalan PDRB_Awal
Rata2_Kecepatan_Minimal
Tk_Pertumb_PDRB Jmlh_Spd_Mtr_Awal
Kapasitas_Awal_Jalan_Co Tk_Pertamb_Spd_Mtr
Fr_Penamb_Kap_Jln_Normal
Jumlah_Rumah_Tangga
Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan
Jmlh_spd_Mtr_per_KK Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr
Kapasitas_Jalan Demolisi_Kapasitas_Jalan
Penambahan_Kapasitas_Jalan
Jumlah_Sepeda_Motor Demolisi_Spd_Motor
Pertamb_Spd_Motor
Rata2_rasio_pendapatan
Umur_Spd_Mtr
Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw
Kapasitas_Jalan_riil
Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap
Jumlah_Rumah_Tangga
Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil
Jmlh_Mobil_Awal
Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas
Jmlh_Mobil_per_KK_1
Faktor_Ukuran_Kota_FCcs Faktor_Pemisah_Arah_FCsp Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf
Tk_kedipl_Pengguna_Jln
Jumlah_mobil_Pribadi
Tk_Kedipl_Normal
Demolisi_Mobil_Pribadi
Pertamb_Mobil_Pribadi
Efek_ketersediaan_Dana_thd_Penamb_Kapasitas
Kualitas_Angkutan_Umum
Fr_moda_Angk_Umum Fr_Moda_Angkutan_Umum
Target_Dana Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_Pribdi
Fr_Kend_Park_di_Jln
Ketersediaan_Dana
Umur_Mobil
Tk_Pertamb_Mobil
Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln
Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angkutan_Umum Jumlah_Angk_Umum_Awal
Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas Efek_pertamb_angkot_thd_tk_kedisiplinan Waktu_Penyediaan_Dana
Jumlah_Angkutan_Umum Demolisi_Angkutan_Umum
Pertumb_Angk_Umum
Pengel_yg_diinginkan Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan
Kapasitas_Jalan_riil
Masa_Izin_Trayek
Tk_Pertumb_Angk_Umum Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop
penamb_kap_yg_diinginkan Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan_Kota
Biaya_Penamb_kap_pr_km
Populasi_Perumahan
Tk_Penerapan_Aturan_Normal Pertumb_Angk_Umum
Fr_Potensi_penumpang_Angkot
Kas_Daerah
Fr_Jumlah_Truk
Kas_Dana_Pemb_Jalan Pengeluaran_Pemb_Jalan
Fr_Moda_Mobil_Pribadi
Dana_Pembangunan_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain
Fr_Moda_Spd_mtr
emp_mobil_pribadi
Jumlah_Truk Jumlah_mobil_Pribadi
APBD Fr_Dana_Pemb_Jalan
emp_Truk
emp_spd_mtr
Fr_Dana_Pemb_non_Jalan
Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan
Populasi_Perumahan
Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln Jumlah_Sepeda_Motor
emp_Angk_Umum Jumlah_Angkutan_Umum
Penerimaan_Daerah Tk_Okupansi_mob_pribadi
Tk_Okupansi_Spd_Mtr
Tk_Okupansi_Truk
Pertambahan_Penerimaan
Tk_Okupansi_Angk_Umum
Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas Index_Kualitas_Udara_COx
Kadar_COx
Index_Kualitas_Udara_NOx
Kadar_NOx
Baku_Mutu_COx
Baku_Mutu_NOx
Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_HC
Kadar_HC Volume_Lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas Baku_mutu_HC
Index_Kualitas_Udara_SOx
Kadar_SOx
Baku_Mutu_SOx Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas
Fr_Kebisingan Kadar_SPM_di_Udara
Index_Kualitas_Udara_SPM Baku_Mutu_SPM
Kebisingan Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas
Gambar 39 Model pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan
105
6.7. Validasi Model Untuk dapat dinyatakan bahwa suatu model disebut valid, model tersebut harus mencerminkan dunia nyatanya. Demikian juga dengan model pengelolaan tranportasi ini, harus diuji apakah sudah cocok atau mendekati atau mirip dengan dunia nyata. 6.7.1. Validasi Model Terhadap Komponen Populasi Penduduk Berdasarkan hasil simulasi dan dibandingkan dengan data populasi penduduk historis yang ada, dapat dicari AVE (absolute variable error) dan AME (absolute mean error) sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Tabel 26
Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat (jiwa)
No.
Tahun Aktual
Simulasi
1.
2004
4.675.120
4.675.120
2.
2005
4.894.330
4.892.048
3.
2006
4.920.650
4.959.101
4.
2007
5.056.750
5.040.483
5.
2008
5.133.520
5.123.155
Rata-rata
4.936.074
4.935.631
Standard Deviasi ( σ )
175801,78563
164957,34657
AME (Average Mean Error)
0,000089 ( 0,0089 % )
AVE (Average Variance Error)
0,062 ( 6,20 % )
Dari hasil perbandingan data populasi penduduk hasil simulasi dengan data populasi penduduk historis tersebut diatas diperoleh kesimpulan: 1. Nilai AME sebesar 0,0089 % dan nilai AVE sebesar 6,20 %, artinya nilai kedua parameter tersebut masih dibawah 10% (lihat Tabel 26 dan Gambar 40) 2. Dengan AME dan AVE < 10%, model tersebut diatas dapat dikatakan sudah menyerupai keadaan sebenarnya di alam nyata
106
5200000
5133520 5056750
5100000
5107306
5000000
4916826
4900000 4894330
4800000 4700000
4937688
5041213
4920650
4675120
4600000 2004
2005
2006
2007
2008
TAHUN Jumlah Penduduk Historis
Jumlah Penduduk Hasil Simulasi
Gambar 40 Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah penduduk.
6.7.2. Validasi Model Terhadap Komponen Jumlah Angkutan Umum Kinerja model ini juga diuji terhadap komponen jumlah angkutan umum historis apakah AVE dan AME nya masih kurang dari 10%, seperti diuraikan dalam Tabel 27 dan Gambar 41. Tabel 27 Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah angkutan umum Jumlah Angkutan Umum ( kendaraan ) No.
Tahun Aktual
Simulasi
1.
2004
403
403
2.
2005
425
418
3.
2006
439
433
4.
2007
445
449
5.
2008
470
465
Rata-rata
436,4
433,6
Standard Deviasi ( σ )
613,8
600,8
AME (Average Mean Error)
0.006416132 ( 0,64% )
AVE (Average Variance Error)
0.021179537 ( 2,11% )
107
480 470 460
449 439
440 420
425 403
465 445
433
418
400 380 360 2004
2005
2006
2007
2008
TAHU N Jumlah Angkutan Kota Historis
Jumlah Angkutan Kota Simulasi
Gambar 41 Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah angkutan umum Dari hasil perbandingan antara data jumlah angkutan umum hasil simulasi dengan data jumlah angkutan umum historis tersebut diatas diperoleh kesimpulan: 1. Nilai AME sebesar 0,64 % dan nilai AVE sebesar 2,11 %, artinya nilai kedua parameter tersebut masih dibawah 10% (lihat Tabel 27 dan Gambar 41) 2. Dengan AME dan AVE < 10%, model tersebut diatas dapat dikatakan sudah menyerupai keadaan sebenarnya di alam nyata 6.8. Kesimpulan 1. Dari hasil validasi model terhadap data historis dari jumlah penduduk ( AME= 0,0089% dan AVE= 6,20% ) dan jumlah angkutan umum ( AME= 0,64%
dan
AVE= 2,11% ), model yang dibangun tersebut diatas dapat dikatakan valid.dan dapat dipergunakan sebagai model pengelolaan transportasi di kawasan studi tersebut diatas. 2. Setelah dilakukan uji coba untuk menjalankan model tersebut dengan perangkat lunak powersim, model tersebut dapat berjalan dengan baik sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan simulasi dengan memasukkan parameter-parameter sesuai keadaan sebenarnya di alam nyata.
39
Subang di sebelah barat dan utara, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi di sebelah timur, serta Kabupaten Cianjur di sebelah barat dan timur. Kabupaten Bandung Barat mewarisi sekitar 1,4 juta penduduk dari 42,9% wilayah lama Kabupaten Bandung. Sedangkan ibu kota Kabupaten Bandung Barat berlokasi di Kecamatan Ngamprah, yang terletak di jalur Bandung-Jakarta. Berdasarkan data, luas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu 1.305,77 km2, terletak antara 60° 41' s/d 70° 19' lintang Selatan dan 107° 22' s/d 108° 05' Bujur Timur. Mempunyai ketinggian rata-rata 110 meter dan maksimum 2.429 meter dari permukaan laut. Kemiringan wilayahnya bervariasi antara 0- 8%, 8 - 15% hingga diatas 45%. Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 15 (lima belas) kecamatan yang terdiri dari : Padalarang, Cikalongwetan, Cililin, Parongpong, Cipatat, Cisarua, Batujajar, Ngamprah, Gununghalu, Cipongkor, Cipeundeuy, Lembang, Sindangkerta, Cihampelas dan Rongga. Dilihat dari sisi penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat, penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu 66.500,294 hektar, sedangkan yang termasuk kawasan lindung seluas 50.150,928 hektar, budidaya non pertanian seluas 12.159,151 hektar dan lainnya seluas 1.768,654 hektar. ‘Luas wilayah kawasan lindung di daerah Kabupaten Bandung Barat terkait dengan isu kawasan Bandung Utara, disamping itu dilihat dari kondisi fisik geografis, posisi wilayah Kabupaten Bandung Barat dinilai kurang menguntungkan, hal ini dikarenakan daerahnya terdiri dari banyak cekungan yang berbukit-bukit dan di daerah¬daerah tertentu sangat rawan dengan bencana alam tanah longsor. Batas wilayahnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 2007 tersebut adalah : a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur, Kecamatan Manis, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Bojong, Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta, Kecamatan Sagalaherang, Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang.
40
b.
Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Cilengkrang, Kecamatan Cimenyan, Kecamatan Margaasih, Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Sukasari Kota Bandung, Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.
c.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung dan Kecamatan Pagelaran Kabupaten Cianjur
d.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Campaka, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur.
e.
Alam di daerah kabupaten Bandung Barat sangat menjanjikan untuk obyek pariwisata, seperti : Gn. Tangkuban Perahu di sebelah utara sampai Taman Hutan Ir. H. Juanda di sebelah Selatan, Waduk Saguling di sebelah Barat, Maribaya di sebelah Timur.
Adapun beberapa obyek
wisata yang ada di wilayah Kab. Bandung Barat
diantaranya : 1. Lembang Daerah yang terkenal dengan panorama alamnya yang indah. di daerah ini terdapat Taman Wisata Maribaya dengan keindahan Air terjun dan pesona Alamnya. 2. Kebun Bunga Cihideung Terletak di kecamatan Parongpong, dilokasi ini tersedia aneka jenis bunga tanaman hias, bibit buah buahan dan argo wisata. 3. Kawah Gunung Tangkuban Parahu Panorama alam yang berada di daerah Lembang, kurang lebih 30 km sebelah utara kota Bandung, menyajikan pesona alam yang begitu mengagumkan. 4. Curug Ciomas, Maribaya Rekreasi dengan pemandangan indah dan berudara sejuk ini, selain memiliki sumber air panas mengandung mineral, juga terdapat air terjun Ciomas setinggi 25 meter. 5. Curug Cimahi Curug atau juga Air Terjun Cimahi ini, memiliki ketinggian sekitar 75 m, merupakan salah satu curug yang tertinggi di wilayah Bandung. Air yang jatuh dari ketinggian ini akan terlihat seperti butiran mutiara saat jatuh kebawah.
41
3.3. Kecamatan Lembang Lembang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Lembang berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di Puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara 17°-27°C. Penduduk Lembang sebagian besar bermata pencarian sebagai petani, pedagang, pekerja sektor informal (buruh, pengemudi, dan sebagainya). Di kecamatan ini terdapat Observatorium Bosscha, serta berbagai tempat wisata seperti Gunung Tangkuban Perahu, Pemandian Maribaya, Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Dago Pakar), dan lain-lain. Wilayah Kecamatan Lembang memiliki posisi strategis dari segi perkembangan wilayahnya karena dilalui jalan koridor Bandung Jakarta via Subang serta berbatasan dengan Kota Bandung bagian utara, memiliki potensi fisik alami yang baik dikembangkan untuk kegiatan pertanian hortikultura serta menawarkan keindahan wisata alamnya. Perkembangan Kota Bandung yang terus meningkat mempengaruhi perkembangan, wilayah Kecamatan Lembang sehingga berkembang dari wilayah rural menjadi wilayah urban yang dapat mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di wilayah Kecamatan Lembang telah mengakibatkan lahan pertanian seluas 361,08 ha berubah menjadi lahan terbangun (permukiman, villa, hotel, dan restoran), sehingga dalam kurun tahun 1992-1997, luas lahan pertanian di wilayah ini berkurang sebesar 3,4%. Alih fungsi lahan pertanian tersebut menjadi permasalahan, karena kegiatan pertanian telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Kecamatan Lembang (62,62%), sehingga keberlangsungan kegiatan pertanian di wilayah ini akan menyangkut nasib sekitar 22.913 KK atau 83,39% rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Disamping itu, sub sektor pertanian hortikultura ini telah mendominasi kegiatan perekonomian wilayahnya, dengan memberikan kontribusi terbesar pada nilai PDB Kecamatan Lembang (71,82%). 1) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani, namun hanya dialami oleh sebagian kecil rumah tangga petani di Kecamatan Lembang. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial rumah tangga pertanian tersebut diidentifikasi dari adanya:
42
(a) perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian, dari petani pemitik menjadi petani non pemilik, (b) penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga, (c) penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga, (d) penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga, (e) penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga, serta (f)
penurunan kernampuan mobilitas.
2) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi rumah tangga petani, yang dialami oleh sebagian besar rumah tangga petani di Kecamatan Lembang. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi ekonomi rumah tangga pertanian tersebut diidentifikasi dari adanya (a) penurunan tingkat pendapatan per bulan, (b) penurunan kemampuan investasi. (c) penurunan kemampuan usaha, (d) penurunan kemampuan menabung, (e) penurunan kemampuan pemasaran hasil pertanian, serta (f) penurunan akses ke lembaga keuangan. Terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani di Kecamatan
Lembang
mempunyai
implikasi
pada
kebijakan
perencanaan
pengembangan wilayahnya, yang mempunyai dampak secara makro-spasial, maupun mikro-rumah tangga pertanian., pengendalian lokasi lahan pertanian yang dapat dijual dan mungkin berubah menjadi lahan terbangun, disertai upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rumah tangga pertanian di Kecamatan Lembang, diantaranya melalui pembentukan kelompok / paguyuban tani (corporate farming). Dengan demikian, diharapkan bahwa alih fungsi lahan pertanian yang terjadi dapat dikendalikan, agar tidak semakin berpengaruh negatif terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian, yang nampaknya mengalami proses marjinalisasi yang dapat mengakibatkan mereka menjadi kaum "urban poor", dengan tidak mengabaikan pengaruh perkembangan Kota Bandung terhadap perkembangan wilayah Kecamatan Lembang. 3.4. Kecamatan Parongpong Kecamatan Parongpong merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kecamatan Lembang, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukasari. Kecamatan Parongpong
43
berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di Puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara
170 - 270C. Penduduk
Parongpong sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, pekerja sektor informal (buruh, pengemudi, dan sebagainya). Kecamatan Parongpong terdiri dari tujuh desa yaitu Desa Cigugurgirang, Cihanjuang Raya, Cihanjuang, Ciwaruga, Karyawangi dan Sariwangi. Setiap desa mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam penataan ruang maupun penggunaan lahan yang ada. Misalkan Desa Cihanjuang. Lokasi geografis di antara kaki gunung Tangkuban Perahu dan Burangrang dengan perbatasan wilayah antara kabupaten Bandung dan kota Cimahi. Pada awal tahun 1980, Cihanjuang dikenal sebagai sentra penghasil hasil kebun dan pertanian yang dapat menyuplai bukan hanya daerah Bandung saja, tetapi Jakarta dan daerah perbatasan Jawa Tengah. Hasil pertanian tersebut adalah palawija, sayur mayur, padi dan buah-buahan selain peternakan sapi dan kainbing. Nama Cihanjuang diambil dari pohon yang banyak tumbuh di daerah berbukit yang subur ini, yaitu pohon hanjuang. Karena pertumbuhan penduduk dan berkembangnya wilayah human (Panorama alam sekitar yang indah memikat para pengusaha untuk membangun Vila dan wilayah hunian), lahan pertanian dan perkebunan pun menciut. Meskipun masih menghasilkan palawija. sayur mayur dan sedikit padi. Cihanjuang dikenal sebagai penghasil bunga potong yang hasilnya dapat dilihat di daerah wisata bunga dan Kebun Lembang, Selain di Desa Cihanjuang misalkan di Cigugurgirang penggunaan lahan banyak digunakan untuk perumahan, seperti Perumahan Setiabudi Regency, Trinity, Villa Istana Bunga dan yang Iainnya dikarenakan pesona alam yang memikat dan sejuk. Panorama alam yang indah dan udara yang sejuk membuat para pengembang perumahan tertarik dengan kondisi alam yang sangat memikat, sehingga banyak developer yang mendirikan perumahan di daerah tersebut. Salah satu perumahan elit yang berada di daerah tersebut adalah Villa Istana Bunga yang lokasinya tidak jauh dari kantor Kecamatan Parongpong.
Disana juga terdapat
komplek militer yang banyak didatangi oleh masyarakat untuk berekreasi, yaitu Kesatrian Detasemen Kavaleri Berkuda ( DENKAVKUD). Selain perumahan ada juga tempat pariwisata yang dikembangkan seperti Ciwangun Indah Camp,
44
Kampung Daun, Curug Cimahi, kebun strawberry petik sendiri dan banyak yang lainnya. Daerah Cihideung merupakan penghasil bunga-bunga hias yang banyak diminati oleh masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun para turis yang datang ke lokasi tersebut. Disamping itu pula para petani sudah mulai mengekspor bungabunga hias ke mancanegara karena kualitas bunga yang tinggi, sehingga Kecamatan Parongpong dikenal dengan penghasil bunga berkualitas tinggi. 3.5. Perumahan Setiabudi Regency Komplek Perumahan Setiabudi Regensi bertempat di jalan Sersan Bajuri Km.1 Bandung Barat. Setiabudi Regency merupakan bagian dari tiga desa yang ada di Kecamatan Parongpong yaitu Desa Cigugur Girang, Desa Cihideung dan Desa Ciwaruga. Perumahan Setiabudi Regency ini memiliki luas sekitar 1.100.000 meter persegi (110 Ha) di dalamnya terbagi menjadi 8 wing. Jumlah kavling yang ada dalam komplek perumahan ini sekitar 1324 unit / kavling. Tetapi kavling yang terbangun hanya 600 unit. Rumah yang dihuni sekitar 550 rumah dan sisanya hanya dihuni sekali sekali saja. Perumahan Setiabudi Regency mulai dibangun tahun 1993 rencananya 1 tahun lagi akan segera selesai dan akan langsung diserahkan kepada pemerintah, walaupun fasilitas sosial dan fasilitas umum yang seharusnya dibangun oleh developer banyak yang belum dibangun. Komplek Perumahan Setiabudi Regency mempunyai akses jalan yang cukup baik, drainase yang baik dan pengelolaan air kotor yang cukup baik juga. Udara yang ada masih terbilang sejuk sehingga tidak heran perumahan ini banyak dihuni oleh orang-orang yang sudah pension kerja. Mereka merasa sangat nyaman tinggal di daerah yang sejuk dan tenang. Setiabudi Regency berada dikawasan pinggiran metropolitan yang sering digunakan orang untuk sekedar rileks dan rekreasi. Komplek Perumahan Setiabudi Regency ini dilewati oleh sebuah sungai Cibeureum dan Curug Seeng. Pengelolaan air kotor, air tinja, maupun sampah dilakukan oleh pihak pengembang. Sampai saat ini belum ada masalah dalam pengelolaan air kotor, air tinja maupun dalam pengelolaan sampah. Warga disana menginginkan adanya fasilitas ibadah dan pemakaman yang sampai saat ini belum terealisasi.
45
3.6. Perumahan Graha Puspa Perumahan Graha Puspa beralamat di jalan Sersan Bajuri Komplek Grahapuspa Cihideng Bandung, terletak di dua kelurahan dan dua kecamatan yaitu Kelurahan Cihideng kecamatan Parongpong dan Kelurahan Sukajaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Perumahan Graha Puspa memiliki luas lahan sebesar 60 hektar, dibangun pada tahun 1986 oleh PT. Abadi Mukti Kirana. Perumahan tersebut merupakan kawasan elit, terlihat dari bangunannya yang mewah dan juga terdapat restoran di dalam peruahan terebut serta sekolah SMA bertaraf internasional.
Jumlah kavling
yang dimiliki sebanyak 250 buah, rumah yang dibangun sebanyak 215 unit sehingga kavling kosong yang tersisa seanyak 35 buah. Rumah yang dihuni dan baru terdta di RW sebanyak 76 kepala keluarga dan jumlah yang belum terdata sebanyak 139 unit. Untuk system kependudukan Perumahan Grahapuspa hanya memiliki satu RW dan terbagi menjadi 3 RT. Terdapat dua pintu gerbang, dimana pintu utamanya terletak dalam wilayah Kelurahan Cihideung dan pintu ke dua terletak dalam wilayah kelurahan Sukajaya.
Sungai yang melewati perumahan
tersebut memiliki hulu dari Lembang Asri dan berhilir di Cibereum. 3.7. Perumahan Trinity Perumahan Trinity adalah suatu kawasan perumahan yang terletak di kecamatan parongpong dan perumahan Trinity juga termasuk dalam 2 kelurahan yaitu
Kelurahan Cigugur Girang dan kelurahan Cihideng dan termasuk dalam
3RW yaitu RW.10, RW.11 kelurahan Cihideung dan RW.12 Kelurahan Cigugur Girang. Trinity mempunyai luas tanah ± 3 hektar dengan jumlah kavling 300 buah dan bangunan yang sudah berdiri ± 80 buah bangunan. Sungai yang melewati perumahan Trinity adalah Sungai Cibereum dengan hulu di Lembang dan hilir di Husen, sungai tersebut juga membagi Perumahan Trinity ke dalam dua kelurahan. Sistem penjualan Perumahan Trinity dari awal (tahun 1989) sampai dengan tahun 1996 adalah dengan penjualan kavling dan bangunannya, namun sejak tahun 1997 dampak krisis moneter mulai mempengaruhi penjualan Perumahan Trinity sehingga yang tainya menjual kavling beserta bangunannya sekarang hanya menjual kavling saja.
Rumah-rumah yang ada di perumahan Trinity sebagian
besar bukan dipergunakan untuk rumah tinggal, melainkan dijadikan villa-villa kecil. Akses lalu lintas yang memasuki Trinity cukup lancar dengan lebar jalan 7 meter dan rata-rata kendaraan yang melewatinya ± 700 kendaraan per hari. Perumahan ini memiliki panorama yang cukup bagus, dan udaranya yang sejuk karena terletak
46
di ketinggian ± 1200 meter diatas permukaan laut. Fasilitas umum yang ada kurang memadai misalnya tidak adanya taman bermain, lapangan olahraga dan poliklinik, tetapi infrastrukturnya cukup baik, drainase dan jalan cukup baik. Sumber air di Perumahan Trinity dikelola langsung oleh Pengelola Perumahan Trinity dengan menggunakan sumur bor. Pengelolaan sampah menggunakan system pengelolaan sampah terpusat bekerjasama dengan pemerintah kota
Bandung.
Mata
pencaharian sebagian besar penduduk adalah wiraswasta. Di perumahan Trinity juga terdapat sebuah obyek wisata yaitu Kampoeng Daoen (Natural Culture). 3.8. Tingkat Pelayanan Jalan Tujuan pembangunan prasarana jalan adalah untuk melayani seluruh kebutuhan lalu-lintas (demand) dengan sebaik mungkin. Kualitas pelayanan jalan dapat dinyatakan dalam tingkat pelayanan jalan (Level Of Service / LOS) (Ditjen Bangda dan LPM ITB.1994). Pengukuran pandangannya
kualitatif
oleh
yang
pengemudi,
menyatakan dibutuhkan
operasional untuk
lalu-lintas
memperkirakan
dan
tingkat
kemacetan pada fasilitas jalan raya. Pengukuran tingkat pelayanan jalan didasarkan pada tingkat pelayanan dan dimaksudkan untuk memperoleh faktor¬faktor, yaitu : kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan bergerak dan keamanan. Tingkat pelayanan memiliki selang dari A sampai dengan F. Tingkat pelayanan A mewakili kondisi operasi pelayanan terbaik dan tingkat pelayanan F mewakili kondisi operasi pelayanan terburuk. Lokasi studi yang akan di analisis tingkat pelayanan jalannya yaitu di ruas jalan yang melalui Perumahan Setiabudhi Regency, Triniti, dan Garaha Puspa. Untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang melewati ketiga perumahan tersebut, terlebih dahulu dilakukan survei volume lalu lintas di persimpangan ketiga perumahan tersebut dan perbatasan antara kota dan Kabupaten Bandung. Survei volume kendaraan yang melewati ketiga perumahan tersebut dilakukan dalam empat waktu, yaitu pagi dari jam 08.00 - 10.00, Slang dari jam 12.00 - 14.00, sore dan jam 16.00 - 18.00, dan malam dan jam 20.00 - 22.00. Kondisi jalan di ketiga perumahan lokasi studi merupakan pertigaan dua arah, teknis survei lalu lintasnya yaitu dengan menghitung volume kendaraan dari setiap ruas di pertigaan perurnahan. Dan hasil survei tersebut kemudian diolah untuk diketahui volume lalu lintas maksimum pada setiap ruas di ketiga perumahan
47
tersebut. Setelah diperoleh volume kendaraan maksimum lalu di analisis tingkat pelayanan jalannya.
LOKASI STUDI
Gambar 6 Lokasi studi
IV.
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua wilayah kecamatan Kabupaten Bandung Barat yaitu di kecamatan Lembang dan Kecamatan Parongpong, pada kawasan Perumahan Setiabudi Regency, Perumahan Graha Puspa dan Perumahan Trinity. Kegiatan Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Juni 2009. Akses transportasi untuk ke tiga perumahan tersebut adalah : Perumahan Setiabudi Regensi: Jalan Setiabudhi dan Jalan Parongpong Perumahan Graha Puspa Gerbang Atas: jalan Cimahi dan Jalan Lembang Perumahan Graha Puspa Gerbang Bawah: Jalan Parongpong dan Jalan Lembang Perumahan Trinity: Jalan Sersan Bajuri dan Jalan Parongpong Fokus utama penelitian ini adalah pada jalan utama kawasan perumahan tersebut yaitu di Jalan Sersan Bajuri pada perbatasan Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung Barat. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini antara lain: a. Ketiga perumahan ini masih terus berkembang dan akan terus bertambah luas di kemudian hari yang akan mengakibatkan bangkitan lalu lintas yang terus meningkat. b. Lokasi terletak di pinggiran Kota Metropolitan Bandung Raya sehingga sesuai dengan judul penelitian ini. c. Walaupun lalu lintas transportasi dari dan ke lokasi perumahan kelihatannya belum terlalu tinggi, dari data sekunder yang ada terlihat bahwa pencemaran udara dan kebisingan akibat transportasi pada kawasan ini cukup tinggi. 4.1.2. Waktu Penelitian Penelitian ini memakan waktu 12 bulan (Juni 2008 – Juni 2009) meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan hasil penelitian. 4.2. Rancangan Penelitian 4.2.1. Aspek Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan
50
Obyek dari aspek fisik, kimia dan biologi lingkungan adalah lingkungan disekitar perumahan Setiabudhi, Graha Puspa dan Trinity pada di kawasan Bandung Utara. Peralatan yang digunakan untuk memperoleh informasi data fisik, kimia dan biologi lingkungan adalah peralatan lapangan untuk penelitian pencemaran udara dan dokumentasi data sekunder dari instansi terkait. 4.2.2. Aspek Sosial dan Ekonomi Obyek dari aspek sosial dan ekonomi adalah para pemakai jalan yang keluar dari dan masuk ke kawasan Perumahan Setia Budi Regency, Graha Puspa dan Trinity, melalui jalan akses kompleks perumahan tersebut. Peralatan yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai data sosial, ekonomi adalah kuesioner serta studi dokumentasi dari instansi terkait. Perangkat lunak yang dipergunakan adalah SPSS 11.5 untuk analisis faktor, Excel for windows 2007 dan Powersim versi 2.5C untuk analisis tingkat pelayanan jalan. 4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan bidang dan lokasi studi yaitu dari Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah, BAPPEDA, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan data primer diperoleh dari hasil survey lapangan. Data grafis berupa peta-peta termasuk Peta situasi lokasi penelitian dikumpulkan dari Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung Barat dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat.
4.3.1. Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan a) Data primer meliputi Data kualitas udara, tingkat kebisingan, dan lain-lain. b) Data sekunder Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan bidang dan lokasi studi yaitu dari Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bandung Barat, Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung berupa data kondisi saat ini maupun data kala waktu (time series) meliputi: kualitas udara [ NH3, NOx, CO,
SO2, H2S, Pb, debu, getaran dan kebisingan (decibel), dan iklim
51
makro (curah hujan, suhu udara, kelembaban, arah angin)]. Data tersebut digunakan sebagai pembanding data primer yang ada. FAKTOR PENELITIAN
DATA
Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
Data kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi.
Kondisi lalu-lintas yang ada di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
Lalu-lintas Harian Rata-rata di lokasi studi. Pilihan moda kendaraan.
Tingkat pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan..
Volume lalu lintas harian rata-rata Kapasitas jaringan jalan akses perumahan.
Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
Data pencemaran udara lingkungan Data kebisingan kawasan Baku mutu lingkungan
SUMBER DATA
ALAT ANALISIS
HASIL
Data sekunder dari kelurahan, kecamatan dan BPS Data primer
Analisis Deskriptif
Hasil analisis sosial ekonomi masyarakat di wilayah studi. Prioritas penanganan transportasi
Survey lalu-lintas (data primer).
Survey lapangan (data primer) Gambar-gambar konstruksi jaringan jalan (data sekunder)
Data sekunder dari BPLHD.
Principal Component Analysis
Analisis Lalulintas
Analisis Tingkat Pelayanan Jalan
Analisis udara ambien. Analisis kebisingan
Lalu-lintas Harian Rata-rata pada jam sibuk Persentase jenis kendaraan yang lewat.
Tingkat pelayanan (level of service) jaringan jalan pada jalan akses ke perumahan.
Tingkat Pencemaran Udara Tingkat Kebisingan
Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan di Pinggiran Metropolitan
Gambar 7 Bagan alir tahapan penelitian
4.3.2. Data Sosial dan Ekonomi a. Data Primer hasil angket dan survei lapangan meliputi :
Status sosial dan ekonomi penduduk (komposisi penduduk, tingkat pendidikan, kesempatan kerja, pendapatan dan pengeluaran, tingkat aksesibilitas, status kepemilikan lahan);
Indikator
kondisi
infrastruktur
perumahan,
pengelolaan
lahan
dan
lingkungan perumahan);
Indikator dinamika penduduk (tingkat pemahaman dan sikap penduduk, kepuasan dan kebutuhan penduduk);
Motivasi penduduk dalam pemilihan cara untuk meningkatkan kapasitas jalan akses dari dan menuju kawasan perumahan;
Jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR)
52
b. Data Sekunder : Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan bidang dan lokasi studi yaitu dari Bappeda dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat meliputi :
Jumlah penduduk perempuan dan laki-laki, kelahiran, kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar (jumlah orang), komposisi penduduk, jumlah keluarga, tingkat kesehatan, jumlah angka kematian bayi, jumlah angka harapan hidup, tingkat pendidikan, anggota keluarga yang sekolah, jumlah anggota melek huruf penduduk di atas usia 10 tahun, jumlah peserta pendidikan, pola pekerjaan, kesempatan kerja, jumlah tenaga kerja, anggota keluarga yang bekerja, kegiatan sosial, luas wilayah per kecamatan, kondisi perumahan, status pemilikan lahan, tingkat aksesibilitas kecamatan.
Struktur ekonomi dan pergeserannya, laju pertumbuhan ekonomi, laju pendapatan / produktivitas per kapita, sektor pembangunan apa saja yang termasuk sektor basis dan sektor unggulan, komoditas yang dihasilkan, penyebaran aktivitas ekonomis.
4.4. Analisis Data 4.4.1. Analisis Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan 1. Komponen Fisik – Kimia (a). Kebisingan Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan sound level
Meter yang
dilakukan secara insitu di sekitar lokasi studi. Kemudian disesuaikan dengan standar Baku Mutu Kualitas Udara dan Baku mutu Tingkat Kebisingan berdasarkan Kep-48/MENLH/11/1996.
L
D
L
15
20
Kebisingan Total:
log
15 D
L tot L O L D
Keterangan : L0 : Intensitas kebisingan awal LD : Intensitas Kebisingan L15 : Intensitas kebisingan alat pada jarak D meter D : Jarak Pengamatan dari sumber bising
53
(b). Kualitas Udara Pengukuran kualitas udara dilakukan secara langsung di lokasi penelitian. Kemudian disesuaikan dengan baku mutu udara ambien berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999. Metode analisis kualitas udara yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 16. Perhitungan konsentrasi partikel debu di udara menggunakan rumus berikut :
C
W
W V
1
O
Keterangan : C : Kadar debu (mg/m3) V : Volume contoh udara yang telah dikoreksi (m3) W0 : Berat kertas saring sebelum pengambilan contoh udara W1 : Berat kertas saring sesudah pengambilan contoh udara Tabel 16 Metode analisis data kualitas udara Analisis
Metode
Amoniak, NH3 Nitrogen Dioksida (NO2) Karbon monoksida (CO) Sulfur Dioksida (SO2) Hidrogen Sulfida (H2S) Debu Timbal, Pb
Nessler Griess Saltzman Combustion Analyzer Pararosanilin Metilen biru Gravimetri AAS
Sumber: BPLHD Kab. Bandung Barat
4.4.2. Analisis Data Sosial dan Ekonomi Analisis sosial dan ekonomi dari data sekunder berdasarkan penilaian aspek kuantitas penduduk, kepadatan penduduk, laju pembangunan perumahan, sektorsektor
yang
dapat
meningkatkan
pertambahan
dana
pembangunan
dan
pendapatan. Untuk maksud tersebut jenis informasi yang dibutuhkan dan metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 17. Analisis data primer untuk mengetahui peranan penduduk memilih lokasi perumahan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a) Menyusun kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan bagi penduduk, b) Menyebarkan dan menguji coba kuesioner kepada para penduduk, c) Menghimpun kembali kuesioner dan melakukan revisi, d) Menyebarkan kuesioner yang telah direvisi dan mengumpulkan kembali, e) Menyusun data kuesioner ke dalam tabel analisis.
54
Pemilihan pengelolaan transportasi di lokasi perumahan oleh penghuni dianalisis dengan menggunakan analisis komponen utama (principal component analysis) berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan kepada penghuni. Penggunaan PCA sejalan dengan salah satu tujuan penelitian yaitu menemukan faktor-faktor dominan dalam pemilihan pengembangan transportasi oleh penghuni perumahan. Hasil analisis PCA antara lain adalah besar korelasi parsial lewat pilihan anti-image correlation, kaiser meyer olkin (KMO) measurement of sampling adequacy (MSA), akar ciri (Eigenvalue) dan faktor akar ciri. Metode ini dipilih untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi.
Tujuan analisis ini adalah ingin mengetahui
variabel apa saja yang dipilih penghuni perumahan dalam pengelolaan transportasi di pinggiran metropolitan terutama di kawasan Bandung Barat. Pada analisis ini, langkah pertama yang dilakukan adalah data summarization dengan membuat matriks korelasi antar variabel, kemudian dilakukan data reduction untuk membuat satu atau beberapa faktor saja yang berpengaruh. Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi-asumsi terkait dengan korelasi harus terpenuhi yaitu : (1) besar korelasi atau korelasi antar variabel independen harus cukup kuat atau > 0,5, (2) besar korelasi partial atau korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain, justru harus kecil, (3) pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antar variabel), diukur dengan besaran barlett test of sphericity atau measure sampling adequacy (MSA). Analisis dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 12.
55
Tabel 17 Metode analisis data sosial dan ekonomi PERTANYAAN / INFORMASI
Bagaimana penduduk
jumlah
dan
tingkat
kepadatan
Bagaimana komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin.
METODE ANALISIS Perhitungan jumlah dan tingkat kepadatan penduduk ; Crude density of population: Jumlah penduduk / luas wilayah Residential density of population: Jumlah penduduk/luas lahan perumahan Perhitungan komposisi penduduk berdasarkan sex ratio.
Bagaimana besar jumlah penduduk dimasa yang akan datang
Perhitungan Perkiraan jumlah penduduk berdasarkan metode proyeksi geometric rate of growth dengan rumus : t Pt = Po ( 1 + r ) Pt = jumlah penduduk pada tahun t Po= jumlah penduduk pada tahun awal rate = angka pertumbuhan penduduk t = jangka waktu dalam tahun
Bagaimana besar jumlah pembangunan perumahan dimasa yang akan datang
Perhitungan Perkiraan jumlah pembangunan perum ahan berdasarkan proyeksi geometric rate of growth : n PRn = PR*(1+r)
Bagaimana kondisi tingkat kepadatan lalu lintas dimasa sekarang dan dimasa akan datang
Perhitungan Perkiraan jumlah LHR berdasarkan metode proyeksi geometric rate of growth dengan rumus t
Vt Vo 1 r Vt Vo R t Bagaimana tingkat pendidikan
: Volume lalu lintas pada tahun 1 : volume lalu lintas awal : rate pertumbuhan arus lalu lintas : tahun ke n
Bagaimana kondisi ketenagakerjaan dimasa sekarang Bagaimana tingkat pem enuhan kebutuhan dasar penduduk
Pengukuran tingkat pendidikan masyarakat dengan prosentase Pengukuran kesempatan kerja masyarakat dengan prosentase Pengukuran tingkat pendapatan, pengeluaran dengan prosentase
Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program pembangunan.
Pengukuran prosentase.
Bagaimana laju pertumbuhan pendapatan daerah
Perhitungan pertumbuhan ekonomi dengan: t PADst = PADs*(1+r)
Bagaimana laju pertambahan dana penanggulangan bencana lingkungan
Perhitungan sumbangan masing-masing sektor dana penanggulangan bencana : DB = ∑(FBs *Nilai DBs) FBs = fraksi dana bencana tiap sektor DBs = nilai dana bencana tiap sektor
Bagaimana laju pertambahan alokasi dana pembangunan
Perhitungan pertambahan dana pembangunan: n ADPn = PADs*(1+r) -∑(FBs *Nilai DBs)
Bagaimana laju pertambahan dana pembangunan sektor kesehatan dan pendidikan
Perhitungan laju pertumbuhan dana pembangunan sektor pendidikan: ex = APBD*( fe / Px) fe = fraksi dana pembangunan pendidikan (%) Perhitungan laju pertumbuhan dana pembangunan sektor kesehatan: hx = APBD*( fh / Px ) fh = fraksi dana pembangunan kesehatan (%) Px = jumlah penduduk
Sumber : Amien (1992) dalam Masri (2009)
dinamika
sosial
masyarakat
dengan
56
Merumuskan Masalah
1
Bentuk Matriks Korelasi
2
Tentukan Metode Analisis Faktor
Lakukan Rotasi
Interpretasikan Faktor
Hitung Skor Faktor
3
4
5
Pilih Variabel Surrogate
7 6
Sumber: Masri (2009)
Gambar 8 Langkah - langkah analisis faktor.
4.5. Analisis Sistem, Model dan Simulasi Analisis sistem dan pemodelan yang dilanjutkan dengan beberapa skenario kebijakan dilakukan untuk mendekati masalah dan mencapai tujuan yang diharapkan. Penyusunan model didasarkan pada beberapa hasil studi di lapangan dan laboratorium yang dikombinasikan dengan konsep teoritis. Model dinamik dalam penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi derajat kejenuhan jalan, pencemaran udara serta tingkat kebisingan yang bakal terjadi dan menentukan kebijakan pengelolaan transportasi di lingkungan perumahan di pinggiran metropolitan yang berkelanjutan. 4.5.1. Teori Sistem Dinamis Sebagai salah satu pendekatan dalam permodelan kebijakan, analisa sistem dinamis telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forrester pada dekade 50 an. Metodologi ini muncul sewaktu kelompok Jay Forrester melakukan riset di MIT dengan mencoba mengembangkan manajemen industri guna mendesain dan mengendalikan sistem industri
(yang merupakan
57
sebuah sistem sosial yang kompleks). Mereka mencoba mengembangkan metode manajemen untuk perencanaan industri jangka panjang. Sebagai obyek, Sistem dapat didekati dengan berpikir sistemik yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 jenis yang berbeda yaitu: (1) Sistem hidup (manusia) (2) Sistem fisik (dinding bata, jalan raya) (3) Sistem non fisik (organisasi, lembaga, instansi) Menurut Muhammadi (2001) Sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada kekuatan (power) yang dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan.
Apabila dalam aljabar 1
ditambah 1 adalah 2, maka dalam sistem 1 ditambah 1 tidak sama dengan 2, nilainya bisa tak berhingga. penghubung
antar
unsur,
Pengertian interaksi adalah pengikat atau yang
memberi
bentuk/struktur
kepada
obyek,
membedakan dengan obyek lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek. Pengertian unsur adalah benda, baik konkrit maupun abstrak yang menyusun obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan dari salah satu fungsi unsur mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau sub sistem.
Pengertian obyek adalah sistem yang menjadi
perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang diluar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya semakin luas bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian juga sebaliknya, semakin spesifik / konkrit obyek semakin terlihat jelas batas sistem. Kalimat tersebut memprlihatkan bahwa batas obyek dengan lingkungan cenderung bersifat mental atau konseptual, terutama terhadap obyek obyek non-fisik. Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka.
Sistem tertutup adalah
sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup tersebut hanya ada di dalam anggapan (untuk analisis), karena pada kenyataannya sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka.
58
batas
Unsur A
Unsur F
LINGKUNGAN SISTEM
Unsur B
Unsur E
Unsur C
Unsur D
Sumber: Muhammadi (2001)
Gambar 9 Diagram Sistem. Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja yang teramati tersebut merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di lain pihak, unjuk kerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Perumusan tujuan dari sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas dari sistem yang menjadi perhatian Untuk membangun model yang bersifat sistemik, ada lima langkah yang perlu dilakukan (Muhammadi, 2001): 1. Identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata, yaitu mengungkapkan pemikiran tentang bagaimana proses yang terjadi sehingga menghasilkan suatu kejadian di alam nyata. 2. Identifikasi
kejadian yang diinginkan, yaitu memikirkan kejadian
yang
seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan atau yang direncanakan. 3. Identifikasi memikirkan
kesenjangan
antara
kenyataan
tingkat kesenjangan antara
dengan
kejadian
keinginan,
aktual
dengan
adalah yang
seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harus dipecahkan.
59
Perumusan masalah ini secara konkrit, bisa dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif. 4. Identifikasi dinamika menutup kesenjangan, yaitu aliran informasi tentang keputusan keputusan yang telah bekerja dalam sistem. Keputusan-keputusan tersebut pada dasarnya adalah pemikiran yang dihasilkan melalui proses pembelajaran yang dapat bersifat reaktif (berdasarkan pengalaman masa lampau) atau kreatif (bisa berbeda dengan pengalaman masa lampau dan berorientasi pada masa depan (visionary).. 5. Analisis kebijakan, yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state). Berdasarkan lima langkah untuk membangun model yang didasarkan pada sistem dinamis diatas dapat disusun tahapan-tahapan pembuatan model, yang menurut Saeed (1995) adalah sbb: (1) Identifikasi dan definisi masalah (2) Konseptualisasi sistem (3) Perumusan model (4) Analisis perilaku model (5) Pengujian dan pengembangan model (6) Analisis kebijakan (7) Implementasi model Secara skematis, langkah-langkah tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 10. Tahapan pemodelan sistem dinamik menurut Tasrif (1985) dalam Mulyana (1999) dapat diuraikan penjelasannya sebagai berikut : (1) Identifikasi dan Definisi Masalah, yaitu mendefinisikan masalah juga mencakup penentuan data yang diperlukan, termasuk data historis. Untuk mendapatkan inti permasalahan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diungkapkan, yaitu : (a) Pola referensi (Reference Mode) Dalam langkah ini diidentifikasikan pola historis atau pola hipotesis yang menggambarkan perilaku persoalan (problem behavior). Pola referensi ini merupakan gambaran perubahan variable-variabel penting dan variable lain yang terkait, dari
60
waktu ke waktu. Berdasarkan pola historis variabel-variabel ini, akan dihasilkan inti masalah untuk suatu kajian system dynamics.
Definisi Masalah
Konseptual
Konseptualisasi Sistem
Penggambaran Model
Perbaikan
Perilaku Model
Evaluasi Model
Teknis
Analisis Model dan Penggunaan Model Sumber: Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Kimpraswil, 2003
Gambar 10 Tahapan tahapan pembuatan model (dengan sistem dinamik). (b) Hipotesis Dinamik Langkah ini memberikan hipotesis awal tentang interaksi-interaksi perilaku yang mendasari pola referensi. Beberapa formulasi, perbandingan dengan bukti empiris dan reformulasi akan diperlukan untuk sampai pada satu hipotesa yang logis dan sahih secara empiris. (c) Batas Model Batas model ini menggambarkan cakupan analisis dan akan berdasarkan kepada isu-isu yang ditunjukan oleh analisis tersebut dan akan meliputi semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu tersebut.
61
(d) Jangkauan Waktu Jangkauan waktu menunjukkan dalam periode waktu yang mana aspekaspek perubahan menjadi suatu masalah. (2) Konseptualisasi Sistem, yaitu tahapan penyusunan unsur-unsur yang dianggap berpengaruh dalam struktur sistem, mengenali saling keterkaitannya, serta menggambarkan causal loop serta diagram alirnya. (3) Perumusan Model, yaitu setelah unsur-unsur diketahui kemudian disusun dalam bentuk persamaan yang dituangkan ke dalam program komputer, dengan mempertimbangkan komponen level, rate dan alirannya. (a) Persamaan level, menyatakan akumulasi yang terdapat dalam sistem yang besarnya dipengaruhi oleh nilai awalnya dan perbedaan aliran (rate) masuk dan aliran keluar. level pada suatu loop hanya bisa didahului oleh rate, tetapi bisa diikuti oleh auxialiary atau rate. Level tidak bias dipengaruhi secara langsung oleh level yang lainnya. (b) Persamaan rate, menyatakan formulasi aliran yang bisa mengubah level (masuk atau keluar level) dan nilainya dipengaruhi oleh informasi-informasi yang datang kepadanya. Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya level. Ada rate masuk menambah akumulasi dalam level dan rate keluar yang menghubungkan panah menunjuk pada ‘sink’. (c) Persamaan auxiliary, adalah persamaan bantu di dalam merumuskan persamaan rate, yang digunakan untuk mendefinisikan faktor-faktor yang menentukan persamaan rate secara terpisah. Persamaan tambahan dapat disubtitusikan satu sama lain, serta dapat disubtitusikan pada beberapa persamaan rate yang berbeda. (d) Persamaan sisipan (suplementary), digunakan untuk mendefinisikan variabel-variabel yang bukan merupakan bagian dari struktur model, tetapi dibutuhkan dalam pencetakan dan pembuatan grafik dari nilai-nilai yang diperlukan tentang perilaku model. (e) Persamaan nilai awal (initial value), digunakan untuk mendefinisikan harga awal dari semua level, kadang-kadang harga awal rate, yang harus diberikan sebelum siklus pertama perhitungan persamaan model. (f) Persamaan eksogen, yaitu suatu metode untuk menghasilkan masukanmasukan yang hanya merupakan fungsi terhadap waktu. Persamaan ini
62
bermanfaat jika dapat dilakukan aproksimasi terhadap data historis yang ada. Biasanya dipakai sebagai masukan uji model. (g) Aliran material, yaitu aliran dari level satu ke level lain yang besarnya ditentukan oleh persamaan rate. (h) Aliran informasi, yaitu suatu struktur yang berperan dalam fungsi-fungsi keputusan yang tidak mempengaruhi variabel secara langsung. (4) Analisis Perilaku Model, yaitu mensimulasikan model yang telah terbentuk untuk mengetahui perilakunya terhadap waktu. (5) Pengujian
dan
Pengembangan
Model,
Karena
model
merupakan
penyederhanaan dari sistem dunia nyata, maka perlu dilakukan pengujian model yang berupa verifikasi (pengujian kebenaran dan ketepatan) dan validasi (pengujian hasil kesimpulan) dari model tersebut. yaitu membandingkan model yang sudah disimulasikan dengan kondisi dunia nyata termasuk perilakunya, untuk menyatakan bahwa model yang dibuat adalah sahih dan bisa dipergunakan selanjutnya. Selain replikasi data historis, pengujian seharusnya dilakukan juga untuk mengenali keterbatasan kinerja model sehingga dapat ditentukan kesesuaian penggunaan model dalam rangka penyelesaian masalah (Hartrisari, 2007). (6) Analisis Kebijakan dan Implementasi Model, yaitu tahap menganalisis kebijakan dari model yang telah dinyatakan sahih atau model dimaksud digunakan untuk menganalisis kebijakan. Konsekuensi kebijakan yang diambil dapat terpantau pada model yang sahih. Fenomena dunia nyata bila hendak dideskripsikan, merupakan model yang sangat luas dan kompleks. Perlu batasan-batasan, sehingga fokus analisis khususnya dalam analisis kebijakan dapat tepat sasaran tanpa keluar dari koridor dunia nyata atau realitas yang ada. 4.5.2. Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop) Untuk memahami struktur dan perilaku sistem digunakan diagram lingkar sebab akibat (causal loops) dan diagram alir (flow chart). Diagram lingkar sebab akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi. Diagram ini berguna untuk (Hartrisari, 2007) :
63
1. Secara cepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji 2. Memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model 3. Mengidentifikasi faktor yang penting dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamis. Pembuatan
diagram
lingkar sebab-akibat
adalah
proses
perumusan
mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar, sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Dua terminologi penting dalam pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah keadaan (level) dan proses (rate). Prinsip dasar pembuatan diagram lingkar sebab-akibat dalam penerapan berfikir sistem adalah dengan logika: proses sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (proses keadaan), atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang menghasilkan proses (keadaan proses). Informasi tentang hal ini menghasilkan pengaruh sebab-akibat yang dapat secara searah ( ) maupun berlawanan arah ( ). Pada Gambar 11 disajikan konsep diagram lingkar sebab akibat secara skematis
(sumber: Hartrisari, 2007)
Gambar 11 Konsep diagram lingkar sebab akibat.
64
Menurut Hartrisari dalam (Hartrisari,2007) hubungan antar variabel pada diagram lingkar sebab akibat tidak menunjukkan mekanisme sebenarnya yang terjadi dalam sistem. Hubungan antar variabel hanya menunjukkan “apa yang akan terjadi bila” (what will happen if......) terjadi perubahan pada variabel bebas. Hal tersebut disebabkan oleh: (4) Suatu variabel terikat memiliki lebih dari satu input (variabel bebas). Untuk mengetahui apa yang terjadi pada variabel terikat perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana semua input yang mempengaruhi dapat berubah. (5) Diagram lingkar sebab akibat tidak akan membedakan mana laju (rate) dan akumulasi dari laju (stock). Pembuatan diagram lingkar sebab akibat hanya sebagai alat bantu untuk memperjelas kaitan antar elemen sistem, terutama pada sistem yang bersifat kompleks. Sehingga bagi seorang analis sistem yang telah memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem tidak perlu membuat diagram lingkar sebab akibat. 4.5.3.
Diagram Input-Output Diagram input-output menggambarkan hubungan antara output yang akan
dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan (Hartrisari, 2007).
Diagram input-output sering disebut diagram
kotak gelap (black box), karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang akan dialami input menjadi output yang diinginkan.
INPUT LINGKUNGAN INPUT TAK TERKONTROL
OUTPUT YANG DIINGINKAN
PROSES
INPUT TERKONTROL
OUTPUT YANG TAK DIINGINKAN
UMPAN BALIK (sumber: Hartrisari, 2007)
Gambar 12 Diagram input – output
65
Output adalah tujuan yang harus dicapai oleh sistem. Output dapat dikategorikan menjadi dua yaitu : output yang diinginkan dan output yang tidak diinginkan. Output yang tidak diinginkan ini akan menjadi umpan balik untuk perbaikan input dan memodifikasi input sehingga dapat lebih memperbanyak output yang diinginkan dan meminimalkan output yang tidak diinginkan. Input terdiri dari Input terkendali (input yang berada dibawah kontrol analis) dan input tak terkendali (input yang di luar kontrol dan tidak dapat dikendalikan oleh analis). Input lainnya adalah input lingkungan, yaitu merupakan elemenelemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam mencapai tujuan. Struktur model akan memberikan bentuk pada sistem dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal umpan balik (causal loops) yang menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran, dan umpan balik. Mekanisme tersebut akan bekerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk kinerja (level) dari suatu model sistem dinamis. 4.5.4.
Diagram Alir (Struktur Model) Pembuatan diagram alir model (struktur model) didasarkan atas persamaan
sistem dinamik yang mencakup keadaan (level), aliran (flow), auxiliary, dan konstanta (constant) dan digambarkan dengan simbol-simbol.
Simbol-simbol
tersebut digunakan dalam pembuatan diagram alir model untuk operasi komputer dalam melakukan simulasi. Terdapat satu tipe operasi komputer umum yang dapat digunakan dalam melakukan simulasi sistem dinamik. Constant
Nilai aliran
Perilaku sistem Level
Inflow
Pipa aliran
Laju aliran (perubahan sistem)
Outflow
Simbol awan (batasan sistem) Delayed link
Auxiliary_variable
Gambar 13 Simbol-simbol diagram alir.
66
4.5.5. Validasi Model Pengetahuan ilmiah yang obyektif harus cocok dengan kondisi di lapangan. Validitas atau keabsahan adalah salah satu criteria penilaian keobyektifan dari suatu karya ilmiah. Obyektifitas dalam permodelan ditunjukkan dengan kinerja model menirukan fakta atau model menyerupai fakta walaupun tidak sama dengan fakta, karena model merupakan penyederhanaan dari fakta dan rangkaiannya sehingga lebih mudah dan lebih cepat dipahami (Muhammadi, 2001) Teknik validasi yang utama dalam berpikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu penilaian keserupaan struktur model terhadap struktur dunia nyata. Keserupaan struktur model terhadap struktur nyata ditunjukkan dengan pola interaksi variable model yang mendekati interaksi kejadian di dunia nyata. Keserupaan (tidak berarti harus sama) dunia model dengan dunia nyata ditunjukkan dengan sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual. Proses melihat keserupaan seperti ini diebut validasi output atau kinerja model. Teknik validasi yang utama dalam metode berpikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauh mana interaksi variable model dapat menirukan interaksi kejadian nyata. Validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah memvalidasi kinerja model dengan data empiris, untuk melihat sejauh mana perilaku “output” model sesuai dengan perilaku data empiris. Prosedur uji konsistensi ini ada 2 langkah : 1. Mengeluarkan output simulasi, khususnya hasil simulasi dari variable utama (reference mode) kemudian dibandingkan dengan pola perilaku data empirik. a. Secara visual b. Secara statistik (untuk lebih meyakinkan)
67
2. Melakukan uji statistic untuk melihat penyimpangan antara output simulasi dengan data actual dengan AVE, AME, U-Theil’s, Kalman Filter, U-Theil’s dan Durbin Watson. AME (absolute means error) adalah penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual. AVE (absolute variation error) adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. U-Theil’s adalah koefisien diskrepansi antara nilai simulasi terhadap aktual yang berguna untuk menjelaskan penyimpangan yang menonjol (tidak terlihat pada AME dan AVE). Batas penyimpangan yang masih dapat diterima adalah 5-10%.
Rumus-rumus untuk AME, AVE, KF, KD, dan DB adalah sebagai berikut (Muhammadi, 2001): (1) Absolute Mean Error (AME) AME =
T
| Σ Ps - Σ Pi | ………………………...................(1)
o
|
Σ i
|
keterangan: T = Waktu pengamatan. Ps = Nilai hasil simulasi. Pi = Nilai faktual Batas Penyimpangan yang diterima untuk AME adalah < 0,05 – 0,10 (2) Absolute Variation Error (AVE) AVE =
| σs - σi | ………………………...........................(2) | σi |
keterangan: σs = Standard deviasi hasil simulasi σi = Standard deviasi faktual Batas penyimpangan yang diterima untuk AVE adalah < 0,05 – 0,10
(3) Kalman Filter (KF)
KF =
| |
σs2 σs2 -σi2
|……………………….........................(3) |
keterangan: σs2 = Variansi hasil simulasi σi2 = Variansi faktual Batas penyimpangan yang diterima untuk KF adalah 47,5% < KF < 52,5 %
68
(4) Koefisien Diskrepansi (U-Theil’s) : KD = { [(Ps-Ps.dt)-(Pi-Pi.dt)2.] 1/N} 0,5…………………..….(4) σi - σ s keterangan:
σs σi N Ps Pi dt KD KD
= = = = = = < >
Standard deviasi hasil simulasi Standard deviasi faktual Jumlah pengamatan. Nilai hasil simulasi. Nilai faktual Diferensial waktu 0,05 menyatakan grafik kurang tajam 0,05 menyatakan grafik tajam sekali
(5) Durbin Watson (DB) DB = (Pi-Ps)2 (T) -(Pi-Ps)2 (T-1) …………………..…………….(5) T (Pi-Ps)2(T) keterangan: T = Waktu pengamatan. Ps = Nilai hasil simulasi. Pi = Nilai faktual Nilai Durbin Watson > 2 maka pola fluktuasi tajam sekali Nilai Durbin Watson < 2 maka pola fluktuaasi kurang tajam 4.5.6. Sensitivitas Model Sensivitas model adalah respon model terhadap suatu stimulus. Respon ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan / atau kinerja model.
Stimulus
diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau struktur model. Perlakuan tersebut disebut uji sensitivitas. Uji sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antara variabel dalam model. Hasil uji sensitivitas ini dalam bentuk perubahan perilaku dan / atau kinerja model, digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model (Muhammadi, 2001). Intervensi terhadap model merupakan tiruan dari tindakan pada kondisi yang mungkin terjadi atau dikehendaki harus terjadi dalam dunia nyata melalui pilihan kebijakan yang dapat dilakukan untuk merubah keadaan yang ada pada dunia nyata tersebut. Efek dari tindakan intervensi terhadap model pada perubahan kinerja sistem diamati melalui perubahan nilai rujukan (reference mode). Nilai rujukan tersebut
69
adalah “level”, yang mewakili kinerja model. Perubahan nilai rujukan itu bisa merupakan pola dan kecenderungan yang diinginkan atau bisa juga merupakan pola dan kecenderungan yang tidak diinginkan. Sensitivitas model yang mengungkapkan hasil-hasil intervensi terhadap unsur dan struktur sistem dilakukan dalam rangka menemukan alternatif kebijakan, baik untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif maupun untuk mengantisipasi dampak negatif. Kesimpulannya uji sensitivitas adalah intervensi parameter input model dan/atau struktur model untuk melihat seberapa jauh kepekaannya terhadap perubahan output model. sehingga dapat diamati bagaimana efek atau dampak suatu intervensi terhadap kinerja model secara keseluruhan. Hal ini akan sangat berguna untuk mengambil tindakan intervensi mana yang terbaik (alternatif kebijakan mana yang terbaik) untuk dilakukan
terhadap model sehingga
menghasilkan output terbaik sesuai dengan tujuan penelitian.
Gambaran dari
intervensi model dalam analisis sensitivitas tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar 14.
INTERVENSI PARAMETER INPUT
INTERVENSI STRUKTUR MODEL
intervensi
normal
INPUT
MODEL
OUTPUT
Sumber: Muhammadi et al (2001)
Gambar 14 Tipe intervensi model (parameter input dan struktur model)
dampak
VII. PERILAKU MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN 7.1. Pendahuluan Setelah suatu struktur model dibangun dan di validasi, maka model tersebut sudah dapat dipergunakan untuk menghasilkan output yang dibutuhkan untuk dianalisa lebih lanjut dengan tujuan untuk menilai suatu skenario kebijakan. Perubahan sesuatu (suatu besaran atau variabel) terhadap waktu atau catatan tentang magnitude (besar, nilai, angka) sesuatu dalam kurun waktu tertentu (pertumbuhan, penurunan, osilasi, stagnan, atau kombinasinya) disebut sebagai perilaku (behaviour) atau dinamika dari model tersebut (Tasrif, 2005). Dengan meilihat perilaku masing-masing sub model pada skenario kebijakan tertentu,
dapat
dipilih
alternatif
skenario
kebijakan
terbaik
yang
dapat
mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dikemudian hari dan yang akan menghasilkan nilai yang menguntungkan dilihat dari sisi keberlanjutan pengelolaan transportasi. Adapun kebijakan yang akan diambil tersebut difokuskan untuk mengatasi beberapa permasalahan yang akan timbul yaitu: 1. Kemacetan lalu lintas pada jalan akses ke perumahan di pinggiran kota. 2. Pencemaran udara di lingkungan perumahan di pinggiran kota 3. Kebisingan di lingkungan perumahan di pinggiran kota Untuk itu akan dilihat perilaku masing-masing sub model yaitu: 1. Sub model sistem tataguna lahan 2. Sub model sistem pergerakan 3. Sub model sistem jaringan jalan 4. Sub model sistem sarana kendaraan 5. Sub model sistem pencemaran lingkungan 7.2. Perilaku Sub Model Tataguna Lahan Pada grafik hasil simulasi sub model tataguna lahan dapat dilihat adanya trend yang terus tumbuh. Pertumbuhan penduduk perumahan terus melaju hingga mencapai 6831 jiwa pada tahun 2040 (Gambar 42). Hal ini akan menimbulkan bangkitan dan tarikan lalu lintas yang tinggi yang berpotensi menimbulkan
110
kemacetan dan pencemaran udara yang cukup parah apabila pemakaian kendaraan pribadi tidak dikurangi dari trend pertumbuhan yang ada sekarang. Peningkatan PDRB juga berpotensi menimbulkan peningkatan pemakaian kendaraan pribadi seiring dengan meningkatnya pendapatan para penghuni perumahan (Gambar 43). Untuk itu perlu dilihat perilaku sub model lainnya sehingga kebijakan yang akan diambil dapat mencapai sasaran. 7,000
Populasi_Perumahan
Populasi_Kabupaten
8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
6,000
5,000
4,000
3,000 2,010
2,020
2,030
2,040
2,010
Tahun
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 42 Populasi kabupaten dan populasi perumahan SR, GP DAN TR
PDRB
1e13
9e12
6e12 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 43 Pertumbuhan PDRB kabupaten Bandung Barat 7.3. Perilaku Sub Model Sistem Pergerakan Dari grafik hasil simulasi sub model sistem pergerakan dapat disimpulkan perilaku sistem tersebut sebagai berikut: Derajat kejenuhan jalan meningkat dari 0,726 pada tahun 2004 sampai mencapai 1,00 (maksimum) pada tahun 2024. Setelah tahun 2024, apabila tidak ada perubahan kebijakan maka lalu lintas akan macet total dan tidak mampu lagi melakukan pergerakan yang artinya manajemen transportasi pada kawasan pinggiran metropolitan ini akan menjadi tidak berkelanjutan (Gambar 44).
Derajat_Kejenuhan_Jalan
111
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 44 Derajat kejenuhan jalan
Kecepatan maksimum kendaraan yang dapat dipacu melewati jalan akses ke Perumahan Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Trinity terus turun dari ratarata 37,85 km/jam pada tahun 2004 sampai mencapai 0 km/jam (macet total) pada tahun 2024 yaitu pada waktu derajat kejenuhan jaringan jalan mencapai 1,00
(volume lalu-lintas mencapai besaran kapasitas jalan). Setelah tahun
2024 terjadi kemacetan total
yang artinya kendaraan tidak dapat bergerak
Rata2_Kecepatan_kend
sama sekali (Gambar 45).
30 20 10 0 -10 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 45 Prediksi rata-rata kecepatan kendaraan s/d tahun 2040 7.4. Perilaku Sub Model Sistem Jaringan Jalan Apabila diasumsikan bahwa ada pembangunan jalan baru pada tahun 2014 dan 2039, serta penambahan panjang jalan pada 2019, 2024, 2029, 2034, maka kapasitas jalan riil sampai dengan tahun 2040 dapat disimulasikan pada sub model sistem jaringan jalan (Gambar 46).
Jika volume lalu lintas dan kapasitas jaringan
jalan digambarkan dalam satu grafik diperoleh hasil simulasi seperti tergambar dalam Gambar 47.
Kapasitas_Jalan_riil
112
1,403.8 1,403.6 1,403.4 1,403.2 1,403.0 2,010
2,020
2,030
2,040
TAHUN
Gambar 46 Hasil Simulasi Kapasitas Jaringan Jalan.
1,500 1
1 2
1
2
2
1
2
1,000
1 500
2
Kapasitas_Jalan_riil Volume_Lalu_Lintas
0 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 47 Volume lalu lintas dan kapasitas jaringan jalan Berdasarkan Gambar 47 diatas, terlihat bahwa apabila tidak ada perubahan kebijakan yang berlaku saat ini (skenario do nothing), maka jaringan jalan akses ke perumahan akan mencapai batas kapasitasnya pada tahun 2024. 7.5. Perilaku Sub Model Sistem Sarana Kendaraan Pada simulasi sub model sistem sarana kendaraan diperoleh perilaku jumlah kendaraan pribadi, sepeda motor dan angkutan umum seperti
terlihat pada
Gambar 48. 4,000
3
3,000
3 1
3
2,000 3
1
1 1
2
1 1,000
3
2 2
2
Jumlah_mobil_Pribadi Jumlah_Angkutan_Umum Jumlah_Sepeda_Motor
2
0 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 48 Hasil simulasi jumlah mobil pribadi, sepeda motor dan angkutan umum.
113
Pertumbuhan angkutan umum cukup tinggi walaupun masih dibawah pertumbuhan sepeda motor dan mobil pribadi. Tingkat okupansi angkutan umum masih belum maksimal (+/- 4 orang per kendaraan), sehingga masih sangat diharapkan perpindahan moda dari pengguna kendaraan pribadi dan sepeda motor ke moda angkutan umum. Tingkat pertumbuhan sepeda motor adalah yang paling tinggi.
Hal ini
merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kecelakaan yang terutama disebabkan oleh rendahnya tingkat kedisiplinan pengendara sepeda motor, ditambah lagi dengan rendahnya tingkat kedisiplinan pengendara moda kendaraan lain seperti truk, mobil pribadi dan angkutan umum. 7.6. Perilaku Sub Model Sistem Pencemaran Udara dan Kebisingan Pada simulasi sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan dapat dilihat perilakunya pada Gambar 49. 20
2
2
2
2
5
1
1
1
1
15 1 10
2 1
Kadar_COx
0
2
2
2
2
Baku_Mutu_COx
1 2
Kadar_HC Baku_mutu_HC
1
1
1
-5
2,010
2,020
2,030
2,010
2,040
2,020
2,030
2,040
Tahun
Tahun
1
0.10
1
2
2
2
2
1
1
1
2,020
2,030
2,040
1
0.15 1 0.10
1 0.05
2
2
2
2
2
2,010
2,020
2,030
2,040
Kadar_NOx
0.05
1
Baku_Mutu_NOx 1
0.00
2
Kadar_SOx Baku_Mutu_SOx
0.00 2,010
Tahun
Tahun
150
1
1
1
1
120
2 2
90
1 2
Baku_Mutu_SPM Kadar_SPM_di_Udara
2 2 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 49 Kadar pencemar udara dan baku mutunya sesuai dengan KepMen KLH No. KEP-03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991
114
Sampai dengan tahun 2040 kadar pencemar udara COx belum mencapai batas baku mutu yang ditentukan sesuai dengan SK Meneg KLH no. KEP03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 yaitu 20 ppm.
Untuk bahan pencemar HC dan NOx, sejak titik awal simulasi (tahun 2004) kadarnya telah melewati baku mutu yang ditentukan untuk HC (0,24 ppm/3jam) dan baku mutu NOx (0,055 ppm/24jam).
Jenis pencemar SOx kadarnya masih jauh dibawah kadar baku mutu yang ditentukan (0,1 ppm / 1 jam).
Untuk pencemar partikel (SPM) sampai dengan tahun 2040 masih berada dibawah batas baku mutu yang ditentukan (0,26 mg/m3).
Adapun untuk kebisingan, perilaku modelnya dapat dilihat pada Gambar 50.
60
2
2
2
2
3
3
3
3
50
40 1 30
2 1
3
Kebisingan Maximum_yang_diperkenankan Maximum_yang_Diinginkan
20 1 1 10
1 2,010
2,020
2,030
2,040
Time
Gambar 50 Kebisingan kawasan perumahan dan Baku Mutunya
Untuk kawasan perumahan kebisingan yang diperkenankan adalah 60 dbA, sedangkan demi untuk kenyamanan, pada kawasan perumahan hendaknya kebisingan tidak melebihi 45 dbA. Sampai dengan tahun 2040, kebisingan tidak melampaui batas kebisingan yang diinginkan (45 dbA) Dari beberapa pencemar yang diamati, dapat digambarkan indeks kualitas
udara seperti pada Gambar 51.
Pada tahun awal simulasi (tahun 2004) indeks
kualitas udara adalah 85,07. Pada tahun-tahun berikutnya indeks kualitas udara terus menurun sampai akhirnya mencapai 75,12 pada tahun 2040.
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR
115
85
80
75
70 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 51 Indeks kualitas udara hasil simulasi 7.7. Kesimpulan Hasil simulasi dari ke 5 sub model diatas menunjukkan perilaku model pengelolaan transportasi sebagai berikut: 1. Pertumbuhan penduduk perumahan terus melaju hingga mencapai 6831 jiwa pada tahun 2040. 2. Derajat kejenuhan jalan meningkat dari 0,726 pada tahun 2004 sampai mencapai 1,00 (maksimum) pada tahun 2024. Setelah tahun 2024, apabila tidak ada perubahan kebijakan maka lalu lintas akan macet total. 3. Apabila tidak ada perubahan kebijakan yang berlaku saat ini, maka jaringan jalan akses ke perumahan akan mencapai batas kapasitasnya pada tahun 2024. 4. Pertumbuhan angkutan umum cukup tinggi (pada tahun 2040 mencapai 1462 kendaraan), walaupun masih dibawah pertumbuhan sepeda motor dan mobil pribadi, padahal tingkat okupansi angkutan umum belum maksimal (4 orang) sehingga masih dapat diharapkan perpindahan pengguna moda dari kendaraan pribadi dan sepeda motor ke angkutan umum. 5. Bahan pencemar HC dan NOx,
sejak titik awal simulasi (tahun 2004)
kadarnya telah melewati baku mutu yang ditentukan untuk HC (0,24 ppm/3jam) dan baku mutu NOx (0,055 ppm/24jam). 6. Pada simulasi model ini, dengan skenario kebijakan do nothing, indeks kualitas udara pada tahun 2040 akan mencapai 75 %.
VIII. SKENARIO KEBIJAKAN 8.1. Pendahuluan Pada bagian ini akan dibahas pemilihan kebijakan dari beberapa alternatif kebijakan yang ada dengan menggunakan analisis sensitivitas model. Pada bagian sebelumnya, telah dilakukan analisis persepsi masyarakat dengan menggunakan PCA (principal component analysis) yang akan dipakai sebagai dasar pengambilan alternatif kebijakan untuk analisa sensitivitas model. Dari beberapa alternatif kebijakan, diambil kebijakan terbaik dengan melihat perilaku model yang paling menguntungkan dilihat dari sisi keberlanjutan pengelolaan transportasi di kawasan perumahan di pinggiran kota metropolitan tersebut. 8.2. Alternatif Skenario Kebijakan Hasil penelitian terhadap persepsi masyarakat dengan menggunakan PCA (principal component analysis) seperti yang tercantum dalam bab V diperoleh 2 (dua) bagian besar persepsi masyarakat untuk pengelolaan transportasi pada jalan akses ke perumahan di pinggir metropolitan yaitu: 1. Peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan (infrastruktur transportasi), dengan variabel: Meningkatkan kapasitas dasar jalan (0,852) Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu-lintas (0,850) Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu-lintas (0,799) Menambah lebar jalur lalu lintas (0,745) Menyesuaikan rasio arah sesuai volume lalu-lintas (0,652) Tidak merubah kebijakan (0,526). 2. Peningkatan / perbaikan sarana kendaraan (sarana transportasi), dengan variabel: Pengurangan emisi kendaraan” (0,882) Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi (0,749) Pembatasan umur kendaraan pribadi (0,738) Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum (0,704) Disini terlihat bahwa masyarakat paling banyak memilih untuk meningkatkan kapasitas dasar jalan (untuk perbaikan prasarana) dan pengurangan emisi gas
118
buang kendaraan (untuk perbaikan sarana transportasi). Pengurangan emisi kendaraan dapat dilakukan dengan pengujian semua kendaraan secara berkala dan pengurangan emisi gas buang setiap kendaraan dengan berbagai teknologi mutakhir yang sudah dapat dilakukan pada masa sekarang. Dalam penelitian ini ada beberapa alternatif kebijakan yang akan diambil yaitu: 1. Alternatif kebijakan untuk tidak mengadakan perubahan (skenario do nothing) 2. Alternatif kebijakan :
peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum
dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 3. Alternatif kebijakan : pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 4. Alternatif kebijakan : peningkatan kapasitas dasar jaringan jalan dan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 5. Alternatif kebijakan : peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum serta pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan. Adapun 5 alternatif kebijakan yang diambil tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Alternatif kebijakan 1 : Tidak mengadakan perubahan kebijakan ( do nothing ): Alternatif ini diambil sebagai pembanding dalam pengambilan alternatif kebijakan lainnya, juga sebagai alternatif kebijakan apabila kebijakan lainnya kenyataannya tidak lebih baik dari yang sudah ada sekarang. Dalam pemilihan alternatif kebijakan ini tidak ada perubahan parameter yang dilakukan. 2. Alternatif kebijakan 2: Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum Alternatif kebijakan ini adalah skenario kebijakan dengan peningkatan kualitas angkutan umum sehingga menarik minat para pemakai kendaraan pribadi untuk berpindah moda ke angkutan umum. Tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi dikendalikan dengan ketat sehingga diharapkan dapat turun menjadi 50% dari tingkat pertumbuhan sebelumnya. Uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang 50%. 3. Alternatif kebijakan 3: Pembatasan umur kendaraan pribadi Alternatif kebijakan ini adalah kebijakan dengan membatasi umur mobil pribadi dari 15 tahun menjadi 7 tahun, dan umur sepeda motor dari 10 tahun menjadi 5
119
tahun. Dengan demikian diharapkan akan terjadi pengurangan pertumbuhan jumlah secara total dari kendaraan pribadi tersebut. Kebijakan ini disertai juga dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan hingga 50% dari kondisi yang ada sekarang. 4. Alternatif kebijakan 4 : Penambahan kapasitas dasar jalan Adalah alternatif kebijakan dengan menambah kapasitas dasar jaringan jalan yaitu dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Kebijakan ini dibarengi juga dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan hingga 50% dari emisi gas buang yang ada sekarang. 5. Alternatif kebijakan 5 : Kombinasi alternatif kebijakan 2 dengan 3: Adalah kombinasi antara alternatif kebijakan 2 yaitu peningkatan kualitas angkutan umum dengan alternatif kebijakan 3 yaitu pembatasan umur kendaraan pribadi, yang disertai dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan sebesar 50%. Pelaksanaan perubahan kebijakan transportasi secara besar-besaran dalam permodelan ini diasumsikan akan dilakukan pada tahun 2014, sehingga seluruh parameter model dianggap tetap,
mulai dari tahun awal simulasi (tahun 2004)
sampai dengan tahun perubahan kebijakan transportasi (tahun 2014) tersebut. Untuk melihat alternatif kebijakan mana yang terbaik, penelitian dilakukan terhadap perilaku simulasi model dengan merubah beberapa parameter yang menggambarkan kondisi yang akan terjadi di alam nyata apabila suatu alternatif kebijakan tertentu diambil. Dengan merubah parameter parameter tersebut (Tabel 28) diperoleh gambaran kondisi transportasi yang akan dialami oleh pelaku perjalanan pada kawasan perumahan di lokasi penelitian tersebut. Dari ke 5 skenario kebijakan yang disimulasikan, akan diambil skenario kebijakan paling baik dengan melihat pada kondisi derajat kejenuhan jalan, kecepatan kendaraan rata-rata, pencemaran udara dan kebisingan pada tahun tahun setelah pelaksanaan kebijakan transportasi (tahun 2014) sampai dengan tahun 2040. Parameter-parameter model yang akan dirubah dalam simulasi alternatif skenario kebijakan (5 alternatif kebijakan yang diambil) adalah seperti tertera pada Tabel 28.
120
Tabel 28 Parameter parameter dalam simulasi skenario kebijakan SKENARIO KEBIJAKAN SKENARIO 1
SKENARIO 2
SKENARIO 3
SKENARIO 4
SKENARIO 5
TANPA PERUBAHAN KEBIJAKAN
PENINGKATAN ANGKUTAN UMUM
PEMBATASAN UMUR KENDARAAN
PENAMBAHAN KAPASITAS DASAR JALAN
PENINGKATAN ANGKUTAN UMUM DAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI
org/kend
4
8
4
4
8
Kualitas Angkutan Umum
-
6
10
6
6
10
Tingkat Pertumb. Angkutan Umum
-
0,065
0,0325
0,065
0,065
0,0325
Tingkat Pertumb. Mobil Pribadi
-
0,06
0,03
0,06
0,06
0,03
Tingkat Pertumb. Sepeda Motor
-
0,09
0,045
0,09
0,09
0,045
Fraksi Moda Sepeda Motor
0,28
0,14
0,28
0,28
0,14
Fraksi Moda Mobil Pribadi
0,18
0,09
0,18
0,18
0,09
Fraksi Moda Angkutan Umum
0,35
0,50
0,35
0,35
0,50
PARAMETER
Tk Okupansi Angkutan Umum
UNIT
Fraksi Penambahan Kapasitas Jalan
-
0,000002
0,000002
0,000002
0,025
0,000002
Fraksi Pencemar COx
-
0,00533
0,0026
0,0026
0,0026
0,0026
Fraksi Pencemar NOx
-
0,00012
0,00006
0,00006
0,00006
0,00006
Fraksi Pencemar SOx
-
0,00002
0,00001
0,00001
0,00001
0,00001
Fraksi Pencemar HC
-
0,00358
0,00179
0,00179
0,00179
0,00179
Fraksi Pencemar SPM
-
0,06401
0,032
0,032
0,032
0,032
Fraksi Kebisingan
-
0,0107
0,0054
0,0054
0,0054
0,0054
Umur mobil pribadi
tahun
15
15
7
15
7
Umur sepeda motor
tahun
10
10
5
10
5
8.3. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan 1 s/d 5 8.3.1. Derajat Kejenuhan Jalan Setelah diadakan perubahan parameter sesuai dengan alternatif skenario kebijakan yang diinginkan (skenario kebijakan 1 sampai dengan 5), diperoleh grafik perilaku
model
sebagai
hasil
simulasi
dari
alternatif
kebijakan
tersebut
sebagaimana tergambar pada Gambar 52:
Pada skenario 2, 3, 4 dan 5, sampai dengan tahun 2040 derajat kejenuhan jalan belum mencapai maksimum ( belum mencapai nilai = 1).
Derajat kejenuhan jalan pada skenario 2, 3, 4 dan 5 mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu terjadinya penurunan derajat kejenuhan jalan yang cukup siknifikan setelah tahun 2014.
121
Pada Skenario 2 dan 3, walaupun derajat kejenuhan jalan pada tahun 2040 belum mencapai maksimum ( = 1 ), namun nilainya masih lebih tinggi dari derajat kejenuhan jalan pada skenario 5. 1.0
1
1
4
4
Derajat_Kejenuhan_Jalan
1
0.8
34 12
5 3 0.6 4 2
3 3
2
2 5
0.4
2,010
5
5
2,020
2,030
2,040
TAHUN
Gambar 52 Perilaku derajat kejenuhan jalan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5.
Pada skenario 4, penurunan derajat kejenuhan jalan pada waktu implementasi kebijakan terlihat cukup tinggi, namun setelah itu derajat kejenuhan jalan kembali meningkat. Pada saat kapasitas jalan ditingkatkan kembali, derajat kejenuhan turun kembali, demikian terjadi pengulangan naik dan turunnya derajat kejenuhan jalan sampai tahun 2040.
Alternatif kebijakan skenario 5 dianggap pilihan terbaik dengan pencapaian derajat kejenuhan jalan terendah sampai dengan tahun 2040.
8.3.2. Rata-Rata Kecepatan Kendaraan Kecepatan kendaraan rata-rata pada skenario 1 s/d 5 dapat dilihat pada Gambar 53.
Pada skenario 1 (do nothing), kecepatan kendaraan mencapai nilai = 0 pada tahun 2024.
Pada tahun 2014 (saat dilakukannya perubahan kebijakan transportasi besar besaran) kecepatan rata-rata kendaraan pada skenario 2 langsung meningkat dari 22,46 km/jam hingga mencapai 54,58 km/jam dan naik terus sampai 58,83 km/jam pada tahun 2025, setelah itu turun perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya waktu sampai pada kecepatan 55,47 km/jam pada tahun 2040.
122
Pada skenario 3, penambahan kecepatan kendaraan tidak spontan, tapi berangsur angsur hingga mencapai kecepatan 54,77 km/jam pada tahun 2031. Setelah itu kembali menurun sampai 51,47 km/jam pada tahun 2040.
Rata2_Kecepatan_kend
60
5
5
2
2 3
4 3 40
20
5 2
4
4
1
1
2,030
2,040
5 12 34
1 0 2,010
2,020
Tahun
Gambar 53
Perilaku rata-rata kecepatan kendaraan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5.
Skenario 5 dianggap pilihan yang terbaik dengan kecepatan rata-rata kendaraan yang paling tinggi pada tahun 2040 (61,24 km/jam), dan kecepatan maksimum mencapai 66,94 km/jam pada tahun 2026.
8.3.3. Volume Lalu-Lintas Volume Lalu-Lintas yang membebani ruas jalan pada skenario kebijakan 1 sampai dengan skenario kebijakan 5 dapat dilihat pada gambar 54.
Pada skenario 1 (tanpa perubahan kebijakan), volume lalu lintas terus bertambah dari 1020 smp/hari pada tahun 2004, sampai mencapai 1586 smp/hari pada tahun 2040.
Pada saat pelaksanaan perubahan kebijakan transportasi
(tahun 2014),
volume lalu-lintas dengan skenario kebijakan 2 dan 5 terjadi penurunan yang cukup signifikan, volume lalu lintas pada skenario 2 menurun lebih kecil daripada volume lalu-lintas pada skenario 5.
Skenario 3 menghasilkan volume lalu lintas yang tidak terlalu menurun drastis, tetapi menurun perlahan lahan sampai tahun 2030, kemudian trend nya kembali meningkat sedikit demi sedikit.
123
Skenario 4 (penambahan kapasitas jalan) tidak menurunkan volume lalu lintas, tetapi malah lebih meningkatkan volume lalu lintas melebihi dari pada skenario 1 (skenario tanpa perubahan kebijakan).
Skenario 5 dianggap pilihan terbaik dengan volume lalu lintas terendah sampai dengan tahun 2040. 4
Volume_Lalu_Lintas
2,500
2,000 4 1
1,500 1
4
1
1 23 4 1,000 5 500 2,010
3 3
2 5
2
2,020
2,030
2
5 2,040
Tahun
Gambar 54 Perilaku volume lalu-lintas hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5. 8.3.4. Indeks Kualitas Udara Dari hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5 terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat mengambil keputusan skenario terbaik yaitu (lihat Gambar 55):
Pada skenario 1 ( do nothing ), indeks kualitas udara menurun drastis sampai mencapai 75 pada tahun 2040.
Pada skenario 2 dan 5, tahun 2014 terjadi peningkatan indeks kualitas udara cukup signifikan dengan nilai yang hampir sama, tetapi penurunan indeks kualitas udara skenario 2
pada tahun tahun berikutnya terlihat lebih cepat
daripada skenario 5.
Skenario 3 dan 4 pada tahun pelaksanaan kebijakan terlihat mengalami peningkatan indeks kualitas udara yang meningkat bersamaan, akan tetapi pada skenario 4, setelah tahun 2014, langsung terjadi penurunan indeks kualitas udara, sedangkan pada skenario 3 dan 5, indeks kualitas udara setelah tahun 2014 masih terus naik secara perlahan, dan baru turun setelah tahun 2030 (untuk skenario 3) dan tahun 2026 (untuk skenario 5).
Skenario 5 dianggap yang terbaik, dengan penurunan indeks kualitas udara terkecil.
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR
124
100 5
5 2 95
2
3
2
3 5
90
4
4
85 1 2 3 4 80
1
4 1
75 2,010
2,020
2,030
1 2,040
Tahun
Gambar 55 Perilaku indeks kualitas udara hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5 8.3.5. Kebisingan Dari hasil simulasi kebisingan pada skenario kebijakan 1 s/d 5 (Gambar 56) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat diambil kesimpulan pengambilan keputusan yaitu:
Pada skenario 1 ( do nothing ) tingkat kebisingan naik cukup tinggi sampai tahun 2040.
Pada skenario 2 dan 5, tahun 2014 terjadi penurunan kebisingan cukup signifikan dengan nilai yang hampir sama, tetapi peningkatan kebisingan pada skenario 2 tahun tahun berikutnya terlihat lebih cepat daripada skenario 5.
Skenario 3 dan 4 pada tahun pelaksanaan kebijakan terlihat mengalami penurunan tingkat kebisingan dengan nilai yang sama, akan tetapi pada skenario 4 tahun berikutnya terjadi peningkatan kebisingan lebih cepat dari skenario 3.
Skenario 5 dianggap yang terbaik, dengan tingkat kebisingan terendah sampai dengan tahun 2040.
125
20 1 1
15
4
Kebisingan
1 4 123 10
4 4
5 5
3 2
5
23 5
2,020
2,030
2
0 2,010
2,040
Tahun
Gambar 56 Perilaku tingkat kebisingan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5.
8.4. Perilaku Model Pada Skenario Kebijakan 5 8.4.1. Derajat Kejenuhan Jalan Pada skenario kebijakan 5, sebelum pelaksanaan kebijakan, derajat kejenuhan jalan telah melampaui level of service C, tapi kemudian turun drastis pada tahun pelaksanaan kebijakan (tahun 2014) dan kembali naik perlahan sampai tahun 2040 dengan derajat kejenuhan masih dibawah level of service A ( Gambar 57 ). Dengan perilaku derajat kejenuhan seperti tersebut diatas, tidak diperlukan penambahan panjang jalan (pembangunan jalan baru) atau penambahan kapasitas jaringan jalan, sampai dengan tahun 2040.
1.0
5
5
5
5
4
4
4
3
3
3
1
2
2
2
2
2
1
1
1
1
4 0.8
0.6
3
6
3 4
6
0.4
2,010
6
6
2,020
2,030
5 6
Level_of_Service_A Level_of_Service_B Level_of_Service_C Level_of_Service_D Level_of_Service_E Derajat_Kejenuhan_Jalan
2,040
Tahun
Gambar 57 Derajat kejenuhan jalan (skenario kebijakan 5).
126
8.4.2. Rata-Rata Kecepatan Kendaraan Setelah
pelaksanaan perubahan
kebijakan
transportasi
tahun
2014,
kecepatan kendaraan pada skenario kebijakan 5 meningkat drastis kembali kepada kecepatan rencana, kemudian secara perlahan turun kembali, namun pada tahun 2040 masih berada diatas kecepatan tahun 2014 (sebelum pelaksanaan kebijakan). Keadaan ini menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan masih lebih baik dari waktu sebelum dilaksanakannya skenario kebijakan 5 ini ( Gambar
Rata2_Kecepatan_kend
58 ).
60
40
20
0 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 58 Rata-rata kecepatan kendaraan (skenario kebijakan 5). Dari grafik simulasi pada Gambar 58, terlihat bahwa kecepatan rata-rata kendaraan sampai dengan tahun 2040 masih dalam batas kecepatan rencana. 8.4.3. Kadar Pencemar Udara COx Pada skenario 5 ini kadar pencemar udara COx masih jauh dibawah baku mutu yang telah ditentukan (Gambar 59). 20
2
2
2
2
15
10
5
1 2
1
0 2,010
1
1
1
2,020
2,030
2,040
Kadar_COx Baku_Mutu_COx
Tahun
Gambar 59 Kadar pencemar COx dan baku mutunya (skenario kebijakan 5).
127
8.4.4. Kadar Pencemar Udara NOx Pada tahun pelaksanaan skenario kebijakan 5 ini ( tahun 2014 ), kadar NOx yang semula berada diatas baku mutu, turun drastis sehingga berada di bawah baku mutu. Pada tahun tahun berikutnya kadar NOx naik kembali, tapi sampai tahun 2040 kadar NOx masih di bawah baku mutu (Gambar 60). 0.15 1 0.10 1 0.05
2
2
2
1
1
2,020
2,030
2 1
2
Kadar_NOx Baku_Mutu_NOx
0.00 2,010
2,040
Tahun
Gambar 60 Kadar pencemar NOx dan baku mutunya (skenario kebijakan 5). 8.4.5. Kadar Pencemar Udara HC Pencemar udara hidrocarbon (HC) adalah satu satunya pencemar udara yang konsentrasinya masih tetap berada diatas baku mutu yang ditetapkan (lihat Gambar 61), namun pengurangan konsentrasi pencemar HC setelah pemberlakuan kebijakan transportasi (tahun 2014) cukup signifikan. 4
1
2 1 0
2
2
1
2
1 2 1
-2
2
Kadar_HC Baku_mutu_HC
-4 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 61 Kadar pencemar HC dan baku mutunya (skenario kebijakan 5). 8.4.6. Kadar Pencemar Udara SOx Kadar pencemar SOx masih jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan, baik sebelum penerapan kebijakan maupun setelah penerapan kebijakan (Gambar 62) .
128
0.10
2
2
2
2
0.05
1 2
Kadar_SOx Baku_Mutu_SOx
1 1
1
1
2,020
2,030
2,040
0.00 2,010
Tahun
Gambar 62 Kadar pencemar SOx dan baku mutunya (skenario kebijakan 5)
8.4.7. Kadar Pencemar Udara SPM Kadar / konsentrasi SPM juga masih jauh dibawah baku mutu yang telah ditentukan (Gambar 63). 150
1
1
1
1
100 2
1
50
2
2
2
2
2,020
2,030
2,040
Baku_Mutu_SPM Kadar_SPM_di_Udara
0 2,010
Tahun
Gambar 63 Kadar pencemar SPM dan baku mutunya (skenario kebijakan 5).
8.4.8. Tingkat Kebisingan Tingkat kebisingan yang terjadi di lingkungan jalan akses ke perumahan masih dalam batas-batas yang diizinkan (Gambar 64). Sebagaimana diketahui, baku mutu tingkat kebisingan ada 2 (dua) kriteria yaitu batas maksimum yang diperkenankan (60 dBA) dan batas maksimum yang diinginkan (45 dBA) (Keputusan Gubernur DKI Jakarta no.587 tahun 1980).
129
60
2
2
2
2
3
3
3
3
50
40
1
30
2 20
3
Kebisingan Maximum_yang_diperkenankan Maximum_yang_Diinginkan
1
10
0 2,010
1
1
1
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 64 Tingkat kebisingan dan baku mutunya (skenario kebijakan 5). 8.4.9. Indeks Kualitas Udara Indeks kualitas udara pada skenario kebijakan 5 akan meningkat tajam pada saat pemberlakuan kebijakan transportasi (tahun 2014) setelah itu naik secara perlahan sampai tahun 2024 dan turun kembali, namun sampai dengan tahun
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR
2040 indeks kualitas udara tsb masih sangat baik yaitu 97,41% (Gambar 65)
95
90
85
80
75
70 2,010
2,020
2,030
2,040
Tahun
Gambar 65 Indeks kualitas udara (skenario kebijakan 5).
8.5. Kesimpulan 1. Dalam penelitian ini ada beberapa alternatif kebijakan transportasi yang akan diambil yaitu: 1). Alternatif kebijakan 1, untuk tidak mengadakan perubahan ( do nothing ) 2). Alternatif kebijakan 2, peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, juga pengurangan emisi gas buang kendaraan
130
3). Alternatif kebijakan 3, pembatasan umur kendaraan pribadi dengan pengurangan emisi gas buang. 4). Alternatif kebijakan 4, peningkatan kapasitas dasar jaringan jalan dan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 5). Alternatif kebijakan 5, peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan. 2. Hasil Simulasi model dengan derajat kejenuhan jalan terendah pada tahun 2040 (skenario kebijakan 5 dengan V/C= 0,431), kecepatan kendaraan rata-rata tertinggi pada tahun 2040 (skenario kebijakan 5 dengan V rata-rata= 61,24 km/jam), volume lalu lintas terendah pada tahun 2040 (skenario kebijakan 5 dengan Volume lalu lintas = 600 smp/hari ) dan indeks kualitas udara tertinggi (skenario kebijakan 5 dengan Indeks kualitas udara = 97,41%), dapat disimpulkan bahwa alternatif kebijakan terbaik adalah skenario kebijakan 5, yaitu “Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan”. 3. Dengan pelaksanaan skenario kebijakan 5 tidak diperlukan penambahan kapasitas jaringan jalan (pembangunan jalan baru) sampai dengan tahun 2040, karena dengan pelaksanaan skenario kebijakan ini derajat kejenuhan jalan pada tahun 2040 masih pada “level of service A” yaitu masih pada tingkat (volume / capacity) < 0,60.
IX. PEMBAHASAN Transportasi adalah pergerakan orang dan / atau barang dari satu lokasi ke lokasi lain, dari satu pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Transportasi bukan merupakan suatu tujuan akhir, melainkan turunan dari permintaan, misalnya pergerakan untuk tujuan kerja, rekreasi, pengumpulan bahan baku, distribusi barang produk, dan lain lain. Pergerakan orang/barang antar lokasi tersebut dalam skala lokal sampai global, misalnya pergerakan antar pusat kegiatan dalam suatu kota sampai pergerakan antar negara (Dardak, 2006). Untuk skala metropolitan Bandung, tujuan akhir dari transportasi adalah terpenuhinya
permintaan
pergerakan
orang/barang
dalam
rangka
menunjang
kesejahteraan masyarakat metropolitan Bandung yaitu untuk menuju terciptanya metropolitan yang nyaman sebagai tempat tinggal, tempat kerja dan tempat rekreasi. Hubungan antara fasilitas dan layanan transportasi dengan wilayah pinggiran metropolitan dalam studi ini telah dibahas dalam uraian sebelumnya, yaitu merupakan sebuah sistem yang terdiri atas 5 sub sistem sbb: a). Sistem Kegiatan: yaitu kawasan perumahan dalam lingkup wilayah studi (dalam penelitian ini, Perumahan Setiabudi Regensi, Graha Puspa, dan Trinity). Sub sistem kegiatan ini membangkitkan dan menarik pergerakan yang membutuhkan fasilitas transportasi. b). Sistem Prasarana: yaitu jaringan jalan dan simpul simpul fasilitas transportasi, dalam penelitian ini adalah jalan akses ke lokasi perumahan.
Sub sistem
prasarana ini melayani pergerakan sistem kegiatan sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan akhir dari pergerakan yang dibangkitkan atau yang ditarik. c). Sistem Pergerakan: yaitu pergerakan orang dan /atau barang berdasar jumlah, tujuan, lokasi asal tujuan, waktu perjalanan, kecepatan, frekuensi, moda yang dipakai dan sebagainya. Sistem pergerakan adalah bangkitan / tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh Sistem Kegiatan. d). Sistem Sarana: adalah moda kendaraan yang dipakai dalam melakukan pergerakan pada Sistem Prasarana. Sistem Sarana mempengaruhi volume kepadatan sistem pergerakan dan mempengaruhi derajat kejenuhan sistem prasarana.
132
e). Sistem Pencemaran Udara dan Kebisingan: adalah efek samping dari pergerakan transportasi yang mencemari lingkungan dengan pencemaran udara dan kebisingan. Hasil penelitian sistem transportasi di kawasan perumahan/permukiman di pinggiran metropolitan Bandung ini dengan analisis pada masing-masing sub sistem diatas menunjukkan bahwa skenario kebijakan yang paling tepat adalah skenario kebijakan 5 yaitu peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan.
Peningkatan
kualitas
dan
kuantitas
angkutan
umum
disini
berarti
mengoptimalkan pemakaian angkutan umum yang ada dengan meningkatkan kualitas, baik secara fisik kendaraan maupun pelayanan yang dilakukan oleh para awak angkutan umum, juga kuantitas, yaitu tingkat okupansi angkutan umum yang selama ini hanya berisi 3 atau 4 orang per kendaraan menjadi 7 atau 8 orang per kendaraan.
Dengan mengoptimalkan pemakaian angkutan umum diharapkan
pemakai kendaraan pribadi akan beralih moda menggunakan angkutan umum.
Pembatasan umur kendaraan pribadi: dimaksudkan juga untuk dipergunakan sebagai cara untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi terutama kendaraan yang telah berumur lebih dari 7 tahun.
Dari hasil pengamatan di lapangan,
diketahui bahwa rata-rata kendaraan yang telah berumur lebih dari 7 tahun telah mengeluarkan emisi gas buang yang tidak memenuhi syarat baku mutu emisi gas buang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan pembatasan umur kendaraan pribadi ini diharapkan emisi gas buang yang berakumulasi di udara kawasan perumahan / permukiman ini akan berkurang jauh sesuai dengan hasil simulasi model yang telah dilakukan dimuka.
Pengurangan emisi gas buang kendaraan: dimaksudkan untuk memperkecil pencemaran udara akibat transportasi dengan mengatasi langsung dari sumbernya yaitu kendaraan itu sendiri.
Dengan pengurangan langsung dari sumbernya
diharapkan kualitas udara akan lebih baik sesuai dengan simulasi kualitas udara yang dilakukan pada model dalam penelitian ini. Implikasi dalam penerapan skenario kebijakan 5 diperkirakan akan menghasilkan pengelolaan transportasi yang berkelanjutan dengan petunjuk awal sebagai berikut:
133
Untuk kawasan perumahan dalam studi ini, diharapkan tidak terjadi penolakanpenolakan dari masyarakat dalam pelaksanaannya. Dari hasil survey persepsi masyarakat diperoleh hasil bahwa skenario kebijakan ini masih dapat diterima oleh sebagian masyarakat pelaku perjalanan / penghuni perumahan.
Data survey tingkat ekonomi masyarakat penghuni / pelaku perjalanan tersebut menunjukkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat pada perumahan lokasi studi adalah menengah ke atas. Karena itu dapat disimpulkan, untuk kalangan masyarakat menengah ke atas skenario kebijakan ini dapat diberlakukan. Untuk masyarakat menengah ke bawah, perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang persepsi masyarakatnya apakah bisa menerima atau menolak skenario kebijakan 5 yang diusulkan oleh penelitian ini. Dari hasil simulasi model dengan tolok ukur: kecepatan kendaraan rata-rata, derajat kejenuhan jalan, tingkat pencemaran udara dan indeks kualitas udara diperoleh hasil simulasi yang menyatakan bahwa skenario kebijakan tersebut akan menghasilkan pengelolaan transportasi yang berkelanjutan. Skenario kebijakan 5 ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain sbb: Parameter-parameter yang tercantum dalam model ini harus di “adjust”
dari
prediksi semula apabila diperlukan untuk menyesuaikan dengan “trend” keadaan sebenarnya dalam dunia nyata. Kebijakan untuk “meningkatkan kualitas dan kuantitas angkutan umum” dan “pengurangan emisi gas buang kendaraan” membutuhkan biaya yang cukup besar dan komitmen yang tinggi dari semua ”stake holders” kota metropolitan agar kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Keberlanjutan pengelolaan transportasi didukung juga oleh sistem kelembagaan yang baik sehingga mendukung terpadunya ke empat sub sistem transportasi. Beberapa hal yang kurang baik yang menggagalkan keberlanjutan pengelolaan transportasi antara lain: a). Dalam aspek legal: misalnya belum siapnya ketentuan hukum yang memungkinkan turunnya dana yang diperoleh dari sektor transportasi untuk pembangunan fasilitas
134
dan layanan transportasi, penegakan hukum yang lemah hingga fasilitas jalan dipakai oleh PKL, ketidak pastian hukum dan kebijakan dalam program BBG b). Dalam
aspek
pembangunan
organisasi, jaringan
misalnya
infrastruktur
masalah (listrik,
gali
lubang,
telepon,
air
tutup bersih)
lubang yang
mengakibatkan kemacetan, benturan kepentingan antar sektor dan antar daerah dalam pengoperasian rute layanan transportasi kota, lemahnya koordinasi intra/antar lembaga pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
X. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 10.1. Kesimpulan Berdasarkan perumusan
tujuan
dan sasaran,
maka kesimpulan
ini
dirumuskan dengan hirarki tujuan dan sasaran tersebut sebagai “pembuktian” dari hasil penelitian ini. Adapun rumusan pengelompokannya terdiri atas 2 (dua) bagian besar yaitu model manajemen transportasi berkelanjutan dan model pengelolaan lingkungan.
Selanjutnya dalam perumusan tersebut beberapa faktor yang
mendapatkan penekanan adalah sebagai berikut: 1
Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan dan persepsi masyarakat tentang kebutuhan transportasi mereka.
2
Kondisi lalu-lintas kendaraan yang ada di lokasi studi di kawasan pinggiran metropolitan.
3
Data tingkat pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
4
Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.
10.1.1. Manajemen Transportasi Berkelanjutan 1. Keadaan sosial ekonomi penghuni perumahan adalah menengah keatas dan
prosentase kepemilikan kendaraan pribadi cukup tinggi, dari hasil survey diperoleh data bahwa kepemilikan sepeda motor sebesar 159% dan kepemilikan kendaraan roda 4 sebesar 132%. Dengan pertambahan jumlah penduduk perumahan dan membesarnya lokasi perumahan pada masa yang akan datang, peningkatan pertumbuhan lalu lintas akan cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan kemacetan jaringan jalan. 2. Penelitian terhadap persepsi masyarakat penghuni / pelaku perjalanan di
kawasan perumahan Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Trinity dengan principal component analysis (PCA) memperoleh beberapa alternatif kebijakan transportasi yang merupakan dasar untuk pengambilan skenario kebijakan transportasi di kawasan tersebut, yaitu: a. Peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan (infrastruktur transportasi), dengan peringkat variabel sebagai berikut: 1). Meningkatkan kapasitas dasar jalan (0,852) 2). Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu-lintas (0,850)
136
3). Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu-lintas (0,799) 4). Menambah lebar jalur lalu lintas (0,745) 5). Menyesuaikan rasio arah sesuai volume lalu-lintas (0,652) 6). Tidak merubah kebijakan (0,526). b. Peningkatan / perbaikan sarana kendaraan (sarana transportasi), dengan peringkat variabel sebagai berikut: 1). Pengurangan emisi kendaraan” (0,882) 2). Pengurangan penggunaan kendaraan pribadi (0,749) 3). Pembatasan umur kendaraan pribadi (0,738) 4). Peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum (0,704) Berdasarkan nilai variabel-variabel diatas, dapat ditentukan prioritas tertinggi peningkatan / perbaikan transportasi kawasan perumahan tersebut
yaitu
“meningkatkan kapasitas dasar jalan” untuk perbaikan prasarana transportasi dan “pengurangan emisi kendaraan” untuk perbaikan sarana transportasi. 3. Hasil validasi kinerja model dengan memperhitungkan AVE (average variance
error) dan AME (average mean error) terhadap data historis ‘populasi penduduk’ (AVE = 6,20, AME = 0,0089%) dan ‘jumlah angkutan kota’ (AVE=0,0211, AME=0,0064) , dengan hasil nilai AVE dan AME < 10%, menunjukkan bahwa ‘model pengelolaan transportasi di kawasan pinggiran metropolitan’ ini dapat dipakai (valid) sebagai model pengelolaan transportasi pada kawasan jalan akses ke Perumahan Setiabudi Regensi, Graha Puspa dan Trinity. 4. Penerapan model ini dengan skenario “do nothing” yaitu penerapan model
dengan trend pertumbuhan penduduk perumahan dan bangkitan lalu lintas yang ada sekarang menunjukkan bahwa akan terjadi derajat kejenuhan jalan yang mencapai maksimum (=1) pada tahun 2024 dan karena itu dibutuhkan suatu kebijakan yang tepat untuk mengatasinya. 5. Analisis sensitivitas
model
menunjukkan bahwa alternatif kebijakan 5
(peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan)
dapat
mengatasi permasalahan pengelolaan transportasi ini dengan lebih baik. Pada skenario kebijakan ini, sampai dengan tahun 2040 derajat kejenuhan
jalan
masih berada pada kisaran < 0,4 atau dengan kata lain pada ‘level of service’ jaringan jalan = A. sehingga dapat disimpulkan bahwa skenario kebijakan ini
137
merupakan skenario kebijakan terbaik untuk dipergunakan dalam manajemen transportasi di kawasan permukiman lokasi studi tersebut. 6. Analisis sensitivitas model dengan menggunakan skenario kebijakan 4
menunjukkan bahwa ‘penambahan kapasitas jaringan jalan’ dipakai sebagai alternatif kebijakan sementara.
hanya dapat
Penambahan kapasitas
jaringan jalan sebesar 2,5% per tahun, pada akhirnya akan menambah volume lalu lintas lebih dari 2½ kali lipat (dari 1000 smp/hari menjadi 2600 smp/hari) sehingga hal ini akan mempercepat peningkatan ‘derajat kejenuhan jalan’. 10.1.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan 1. Model dengan skenario “do nothing” menunjukkan bahwa apabila tidak ada perubahan kebijakan transportasi, maka pada tahun 2040 kadar HC akan mencapai +/- 5 ppm, jauh melebihi baku mutu yang telah ditentukan (0,24 ppm) dan kadar NOx akan mencapai +/- 0,17, jauh melebihi baku mutu yang ditentukan (0,05). 2. Analisis perilaku model juga menunjukkan bahwa dengan pelaksanaan alternatif kebijakan 5, indeks kualitas udara pada tahun 2040 masih berada pada besaran 97,40 %, kadar NOx pada tahun 2040 sebesar 0,04, masih berada dibawah baku mutu (0,05), atau dengan kata lain kualitas udara kawasan permukiman tersebut masih sangat layak bagi penghuninya. 3. Analisis
perilaku
model
dengan
menggunakan
skenario
kebijakan
4
menunjukkan bahwa ‘penambahan kapasitas jaringan jalan’ (skenario kebijakan 4) hanya dapat dipakai sebagai alternatif kebijakan sementara, karena penambahan kapasitas jaringan jalan sebesar 2,5% per tahun,pada akhirnya akan menambah volume lalu lintas lebih dari 2,5 kali lipat(dari 1000 smp/hari menjadi 2600 smp/hari) yang akan mengakibatkan peningkatan pencemaran udara lebih tinggi. 4. Data kualitas udara ambien menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa kandungan pencemar udara di kawasan perumahan di kawasan Bandung Utara ini telah melampaui batas baku mutu yang telah ditentukan, yaitu konsentrasi hidro carbon (HC) dan nitrogen oksida (NOx) dimana “level of service” jaringan jalan masih pada besaran 0,55 (level of service A). Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pencemaran suatu kawasan perumahan tidak hanya ditentukan oleh derajat kejenuhan jaringan jalan atau volume lalu lintas yang
138
tinggi saja, tetapi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. 5. Pada skenario kebijakan 5, kadar NOx dapat diturunkan sampai mencapai konsentrasi dibawah baku mutu sesuai peraturan yang ada, sedangkan hidro carbon (HC), walaupun konsentrasinya dapat diturunkan dengan penurunan yang cukup tinggi, tetapi masih berada sedikit diatas baku mutu. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya lain dengan penelitian lebih lanjut. 10.2. Rekomendasi 1. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu acuan untuk perencanaan kebijakan pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara atau perumahan di kawasan pinggiran metropolitan lainnya dengan perubahan pada parameter-parameter tertentu yang disesuaikan dengan kondisi kawasan yang akan diteliti untuk memperoleh kebijakan pengelolaan transportasi dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. 2. Hasil penelitian ini juga dimaksudkan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang transportasi, dalam hal ini pengelolaan transportasi yang mempertimbangkan kaitan antara 4 (empat) sub sistem manajemen transportasi
yaitu : sub sistem tataguna lahan, sub sistem
pergerakan, sub sistem prasarana transportasi, sub sistem sarana kendaraan, dan 1 (satu) sub sistem pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh transportasi tersebut. 3. Dalam penelitian ini ada beberapa asumsi dan data yang ditentukan terkait dengan beberapa tingkat validasi, akurasi, dan kelengkapan data sehingga menggunakan data pertumbuhan rata-rata yang tersedia dari data sekunder. Pertumbuhan rata-rata ini dipakai sebagai basis permodelan karena trend ini dianggap lebih tepat dan paling mendekati gambaran yang diharapkan untuk kawasan pinggiran.
Apabila dikemudian hari diperoleh data yang lebih tepat
untuk dipakai sebagai masukan parameter dan asumsi model, data tersebut dapat dipakai pada model ini dengan tetap menggunakan struktur model yang sudah ada. 4. Beberapa hal yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan akibat transportasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut, yaitu tentang alih fungsi lahan akibat pembangunan prasarana transportasi, perubahan aliran air tanah akibat dibangunnya suatu konstruksi prasarana transportasi, pencemaran lingkungan
139
akibat pemakaian zat kimia untuk “treatment” tanaman / rumput pada bahu jalan, studi yang lebih mendalam tentang akibat dari pencemaran udara dan kebisingan dari sumber transportasi terhadap kesehatan manusia. 5. Penelitian yang lebih mendalam tentang implikasi dalam penerapan skenario kebijakan 5, yaitu kebijakan peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang kendaraan perlu dilakukan, baik dari aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA Abelson P. 1980. Cost Benefit Analysis and Environmental Problems. Gower Publishing Company Limited. Westmead, Farnborough, Hampshire, England. Abeto M. 2008. Analisis Tingkat Kemacetan di Kota Bandarlampung dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Dynamics. Tesis. Program Magister Studi Pembangunan, Institut Teknologi Bandung. Anonim. 2004. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS 12. Penerbit Andi dan Wahana Komputer. Yogyakarta. Armstrong A, Wright. 1993. Public Transport in Third World Cities. HMSO Publication Center. London. Avianto TW. 2002. Sustainable Urban Development Policy for Transportation GHG Emission Mitigation and Maintain Income Growth, A System Dynamics Approach. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand. Avianto TW. 2006. Tutorial Powersim Constructor. Program Magister Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung. Bandung. Banister D, Button K. 1993. Transport, the Environment and Sustainable Development. E & FN Spon. London. Banister D, Stead D. 2002. Reducing Transport Intensity. European Journal of Technology and Infrastructure Research, 2, no. 3/4 (2002), pp.161-178, Delft University of Technology. Delft. The Netherlands. Banister D. 1998. Transport Policy And The Environment. E & FN SPON. London. Barde P, Jean, Button K. 1990. Transport Policy and The Environment. six case studies. Earthscan Publications Ltd. London. Budihardjo E. 1998. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung.
Penerbit Alumni.
Button K. 1993. Transport, the Environment and Economic Policy. Edward Elgar Publishing Company. Vermont. USA. Button K. 1998. Transportation Research. an International Journal. Science Ltd. Exeter. UK.
Elsevier
Chesher A, Harrison R. 1987. Vehicle Operating Costs, Evidence from Developing Countries. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London. Cherrett T, McDonald M. 2002. Traffic Composition during the Morning Peak Period, Implications for Urban Traffic Management Systems. European Journal of Transport and Infrastructure Research (EJTIR) 2, no. 1 (2002), pp. 41 – 55. Delft University of Technology. Delft. The Netherlands.
142
Dardak H, et al. 2006. Metropolitan di Indonesia, kenyataan dan tantangan dalam penataan ruang. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Devereux L, Jin Y, Elston I. 2004. Modelling Land Use – Transport Dynamics: The London to Ipswich Corridor in the United Kingdom. European Journal of Transport and Infrastructure Research (EJTIR) 4. no. 3 (2004). pp. 293313. Delft University of Technology. Delft. The Netherlands. Direktorat Jenderal Bina Marga 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. SWEROAD dan PT.Bina Karya. Jakarta. Dixon JA et al. 1995. Economic Analysis of The Environmental Impacts. Earthscan Publications Limited. London. Downs A. 1992. Stuck in Traffic Coping with Peak Hour Traffic Congestion. The Lincoln Institute of Land Policy Cambridge. Massachusetts. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan, Metoda Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press Bogor Fardiaz S. 1992. Polusi Air & Udara. Penerbit Kanisius, jalan Cempaka 9 Deresan. Yogyakarta. Hayashi Y, Doi K, Yagishita M, Kuwata M. 2004. Urban Transport Sustainability: Asian Trends, Problems and Policy Practices. European Journal of Transport and Infrastructure Research (EJTIR). 4, no. 1 (2004). pp. 27-45. Hobbs FD. 1979. Traffic Planning and Engineering, second edition. University of Birmingham, Pergamon Press Plc. Headington Hill Hall, Oxford OX3 OBW England. Houghton, Sir J. 1995. Transport and the Environment. Oxford University Press. New York. Hutchinson BG. 1974. Principles of Urban Transport Planning. Scripta Book Company. Washington DC Jayadinata J. 1999. Tata Duna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Penerbit ITB. Bandung. Kanafani A. 1983. Transportation Demand Analysis. McGraw-Hill Book Company. New York. Khisty CJ, Lall BK. 2003. Transportation Engineering: An Introduction/Third Edition. Pearson Education Inc. Chicago. Kuswartojo T. 2005. Bandung
Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Penerbit ITB.
143
Maddison D, et al. 1996. The True Costs of Road Transport. Earthscan Publications Ltd. London. Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. .Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Masri RM. 2009. Kajian Perubahan Lingkungan di Zona Buruk Untuk Perumahan, Studi Kasus Kawasan Bandung Utara. Disertasi. PS - Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Medawati. 1996. Pengembangan Model Pengendalian Pencemaran Udara di Kawasan Permukiman. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Morlok E K. 1984. Introductions to Transportation Engineering and Planning. McGraw-Hill, Inc. New York. Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis. UMJ Press. Jakarta. Nijland H, van Wee Bert. 2008. Noise valuation in ex-ante evaluations of major road and railroad projects. European Journal of Transport and Infrastructure Research. Delft University of Technology. Delft. The Netherlands. Pfaffenbichler PC, Shepherd SP. 2002. A Dynamic Model to Appraise Strategic Land-Use and Transport Policies. European Journal of Transport and Infrastructure Research. Delft. The Netherlands. Poernomosidhi PIF. 1995. Review on Road Environment Condition and Research on Traffic Noise and Air Pollution in Indonesia. Paper for the Technical Visit to Public Work Research Institute, Tsukuba, Japan, 25th Sept.– 6th Oct. 1995. Purwaamijaya IM. 2005. Pola Perubahan Lingkungan Yang Disebabkan Oleh Prasarana dan Sarana Jalan. Studi Kasus Jalan Soekarno Hatta di Bandung. Jawa Barat. Program Sudi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso E, Dewanti, Munawar A. 2001. Tinjauan Aksesibilitas Lingkungan Perumahan Studi Kasus di Semarang. Simposium ke 4 FSTPT. Universitas Udayana Denpasar Bali. Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara (kumpulan karya ilmiah). Penerbit ITB, jalan Ganesa 10 Bandung. Soehodho S, Adiwianto T, Alvinsyah. 2004. Local Government Current Approach and Policy to Resolve Urban Sprawl of Jakarta City. Center for Transport Studies. Civil Engineering Department University of Indonesia. Depok. Scott DM. 2002. Overcoming Traffic Congestion. European Journal of Transport and Infrastructure Research (EJTIR) 2. no. 3/4 (2002). pp. 317-338. Delft. The Netherlands. Shlens J. 2005. A tutorial on Principal Component Analysis. Institute for Nonlinear Science. University of California. San Diego. La Jolla. CA 92093-0402
144
Susanto A. 2006. Kebisingan dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan dan Lingkungan. HSE Club Indonesia Jurnal Edisi 01/2006. Syafe’i HM, Yani. 2004. Analisis Pengaruh Perilaku Pengguna Busway Terhadap Kemacetan Lalu Lintas Dan Dampaknya Terhadap Moda Transportasi Lainnya dengan Menggunakan System Dynamics (Studi Kasus Pada Busway Transjakarta- Jakarta). Infomatek Volume 6 Nomor 1 Maret 2004. Jakarta. Tamin OZ. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Tasrif M.. 2005. Analisis Kebijakan Menggunakan Model “System Dynamics”. Program Magister Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung. Bandung. Tjokroadiredjo RE. 1990. Ekonomi Rekayasa Transport (Transport Engineering Economics). Institut Teknologi Bandung, Bandung. Tolley R, Turton B. 1995. Transport Systems and Planning. A Geographical Approach. Longman Scientific and Technical. Essex CM20 2 JE. England Umadevi G. 2006. System Dynamics Modeling for Land Use Transport interaction. Division of Transportation Engineering, Anna University. Chennai 25. UNCHS Habitat. 1984. Transportation Strategies for Human Settlements in Developing Countries. UNCHS Habitat. Nairobi. Wismadi A, Fajriyanto, Utomo RB, Gunawan HE,Saumatmaji F, Yanu M. 2008. Studi tipologi land use sebagai pendekatan input bangkitan dan tarikan perjalanan pada pemodelan transportasi studi kasus di Yogyakarta. Simposium XI FSTPT. Universitas Diponegoro 29-30 Oktober 2008. Semarang.
145
Lampiran – 1 Principal component analysis DATA: X1 =
X2=
No.
PENYESUAIA N RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS
MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS
X3=
X4=
X5=
1
2
4
4
5
4
4
4
4
2
1
2
4
5
5
5
4
4
.
5
.
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
2
4
2
4
4
4
.
5
5
2
5
4
4
4
4
4
4
.
1
1
1
6
4
4
4
4
4
4
1
1
1
1
PENINGKATAN PENYESUAIAN PENYESUAIAN KAPASITAS LEBAR BAHU JARAK KERB DASAR JALAN AKIBAT AKIBAT HAMBATAN HAMBATAN SAMPING SAMPING
X6= TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN
X7=
X8=
X9=
X10=
MENGURANGI PENINGKATAN PENGURANGAN PEMBATASAN PENGGUNAAN KUALITAS EMISI UMUR KENDARAAN ANGKUTAN KENDARAAN KENDARAAN PRIBADI UMUM PRIBADI
7
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
8
4
4
4
4
4
4
1
1
1
1
9
3
3
3
3
3
3
2
4
2
3
10
3
3
3
3
3
3
1
1
1
2
11
3
3
3
3
3
4
1
1
1
1
12
2
3
3
4
4
4
1
1
1
1
13
2
3
3
3
3
3
1
3
3
3
14
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
15
2
2
3
3
3
2
1
3
3
3
16
3
5
3
3
3
4
3
5
4
5
17
2
2
4
2
4
2
2
5
2
2
18
2
2
4
.
.
.
2
2
2
2
19
2
5
.
5
5
2
.
5
.
4
20
3
4
5
4
4
5
.
4
.
.
21
3
3
4
3
3
3
.
5
.
.
22
3
3
3
3
3
2
.
.
.
.
23
3
3
3
3
3
2
.
4
.
.
24
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
25
4
4
4
4
4
4
1
4
1
1
26
4
3
3
4
3
3
1
4
1
1 .
27
.
.
.
.
.
.
.
.
.
28
4
4
4
4
4
5
3
4
4
.
29
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
30
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
31
3
4
4
4
4
4
3
4
3
4
32
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
33
4
4
3
3
5
4
4
3
3
4
34
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
35
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
36
5
5
4
4
5
3
4
4
3
4
146
37
.
.
.
.
38
2
4
2
2
39
5
5
5
5
40
4
4
4
4
41
2
4
4
3
42
3
4
4
43
3
4
3
44
2
2
3
45
4
4
46
4
4
47
2
48
4
49 50
.
.
.
.
.
.
.
.
3
5
4
4
5
5
2
4
2
2
4
3
2
4
2
4
.
2
2
3
2
2
4
3
3
2
4
2
4
3
3
3
2
3
1
3
5
4
3
.
4
.
.
4
.
4
2
2
4
2
2
4
4
4
3
2
4
2
4
4
4
4
4
3
2
4
2
4
3
3
3
3
3
2
4
2
2
3
2
3
3
4
2
2
4
2
4
3
4
3
4
3
2
2
4
2
2
51
5
5
.
5
.
5
.
4
4
.
52
3
3
3
3
3
2
2
4
2
2
53
3
3
2
3
3
2
2
3
2
2
54
3
4
2
3
3
2
2
4
2
2
55
2
3
3
3
.
2
.
4
.
4
56
4
2
.
2
2
4
2
4
4
4
57
2
2
2
2
2
2
2
4
2
2
58
4
4
4
4
4
3
2
4
2
4
59
4
4
4
4
3
3
.
3
.
3
60
4
2
4
4
4
3
2
4
2
4
61
4
4
3
3
3
3
.
3
.
.
62
4
3
3
3
3
3
.
.
.
.
63
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
64
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
65
5
3
4
3
3
3
.
3
.
.
66
3
.
.
.
.
.
.
.
.
.
67
4
3
4
4
3
3
2
4
1
4
68
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
69
4
3
3
3
3
3
.
3
.
3
70
5
4
3
3
2
2
.
4
.
.
71
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
72
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
73
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
74
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
75
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
76
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
77
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
78
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
79
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
80
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
81
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
147
82
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
83
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
84
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
85
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
86
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
87
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
88
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
89
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
90
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
91
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
92
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
93
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
94
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
95
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
96
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
97
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
98
2
2
2
2
2
2
2
4
4
2
99
2
3
3
4
4
2
2
3
2
3
100
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
101
2
3
4
4
4
2
2
4
2
3
102
3
3
3
3
3
2
2
3
2
3
103
2
2
2
2
.
2
1
1
2
2
104
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
105
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
106
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
107
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
108
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
109
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
110
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
111
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
112
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
113
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
114
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
115
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
116
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
117
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
118
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
119
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
120
5
5
4
4
3
1
2
3
2
2
121
.
.
4
4
3
3
.
.
.
3
122
4
4
4
4
4
5
3
5
3
3
123
5
5
4
5
5
2
2
4
2
3
124
3
4
4
4
4
4
3
4
3
3
125
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
126
3
4
3
3
3
4
3
4
3
4
148
127
4
4
3
3
4
5
3
4
4
4
128
5
3
4
4
3
3
129
3
2
.
.
4
4
.
.
.
3
.
4
.
.
130
2
3
3
4
4
131
2
3
4
4
4
2
4
4
2
1
4
1
4
2
2
132
4
3
4
4
3
3
.
133
4
4
4
4
4
4
4
.
.
3
4
4
134
2
3
4
4
3
2
.
4
5
.
.
135
2
4
4
4
3
4
136
4
2
2
2
.
2
2
5
2
2
.
4
.
.
137
4
4
4
4
4
138
2
2
2
3
2
4
.
.
.
3
2
.
.
.
3
139
4
3
4
4
140
2
2
2
3
3
3
.
.
.
3
2
2
.
.
.
.
141
2
2
2
142
4
4
4
2
2
2
2
4
2
2
4
4
2
4
4
2
143
2
2
2
2
2
2
2
.
4
.
.
144
2
145
4
2
2
4
4
2
2
3
2
3
4
4
4
4
4
3
4
3
4
146 147
4
4
4
4
4
2
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
2
2
2
2
148
2
2
2
4
4
4
.
.
.
4
149
3
5
3
3
3
4
.
.
.
5
150
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
151
4
4
5
4
4
2
.
.
.
.
152
5
.
.
.
.
.
.
.
.
.
153
4
4
3
4
4
4
.
.
.
.
154
4
4
4
4
.
3
.
.
.
.
155
4
3
4
4
4
3
.
.
.
.
156
.
.
.
.
.
.
.
4
.
.
157
2
4
4
4
4
4
4
4
2
2
158
2
5
4
4
4
2
5
3
4
2
159
3
3
4
4
3
3
.
.
.
.
160
2
4
4
4
.
3
.
.
.
.
161
4
3
4
4
3
3
.
.
.
3
162
4
4
4
3
3
3
.
.
.
.
163
2
4
3
3
3
4
3
4
2
2
164
3
2
4
3
3
2
.
5
.
.
Catatan : 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Cukup setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju
149
OUTPUT: KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.742
Approx. Chi-Square df Sig.
249.339 45 .000
Anti-image Matrices MENGURA PENINGKATA PENYESUAIA PENYESUAIA PENYESUAIA TIDAK NGI N KUALITAS N RATIO MENAMBAH N LEBAR N JARAK MERUBAH PENGGUN DAN PEMBATASAN ARAH SESUAI LEBAR PENINGKATA BAHU AKIBAT KERB AKIBAT KEBIJAKAN AAN KUANTITAS PENGURANG UMUR VOLUME JALUR LALU N KAPASITAS HAMBATAN HAMBATAN YANG KENDARAA ANGKUTAN AN EMISI KENDARAAN LALU LINTAS LINTAS DASAR JALAN SAMPING SAMPING SUDAH ADA N PRIBADI UMUM KENDARAAN PRIBADI Anti-image CovariancePENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI .602 -.191 -.071 .024 -.069 .012 .076 .043 .011 -.140 VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR -.191 .450 -.054 -.117 .073 -.100 -.144 .051 -.003 .022 JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR -.071 -.054 .364 -.139 -.084 -.129 .016 -.101 .010 -.026 JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT .024 -.117 -.139 .340 -.165 .044 .011 -.019 .057 .039 HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT -.069 .073 -.084 -.165 .411 -.054 -.113 .110 .023 -.071 HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG .012 -.100 -.129 .044 -.054 .743 .058 .080 -.103 .040 SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN .076 -.144 .016 .011 -.113 .058 .401 -.128 -.216 .062 KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN .043 .051 -.101 -.019 .110 .080 -.128 .672 -.036 -.160 KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI Anti-image CorrelationPENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
.011
-.003
.010
.057
.023
-.103
-.216
-.036
.372
-.203
-.140
.022
-.026
.039
-.071
.040
.062
-.160
-.203
.538
-.153
.053
-.139
.018
.155
.068
.023
-.246
-.134
-.299
.169
-.174
-.340
.093
-.007
.045
-.395
-.217
-.249
.043
-.205
.028
-.059
.088
.030
-.039
.160
.092
-.098
-.277
.209
.060
-.152
.106
.114
-.196
.063
-.246
-.558
.132
-.072
-.265
.786
a
-.366 a
-.366
.776
-.153
-.134
.833
.053
-.299
-.395
a
.759
a
-.442 a
-.139
.169
-.217
-.442
.770
.018
-.174
-.249
.088
-.098
.783
.155
-.340
.043
.030
-.277
.106
.651
.068
.093
-.205
-.039
.209
.114
-.246
.689
.023
-.007
.028
.160
.060
-.196
-.558
-.072
.645
-.246
.045
-.059
.092
-.152
.063
.132
-.265
-.453
a
a
a
a
-.453 .686
a
150
Communalities Initial PENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI
Extraction
1.000
.436
1.000
.604
1.000
.738
1.000
.735
1.000
.646
1.000
.289
1.000
.635
1.000
.496
1.000
.779
1.000
.567
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total Variance Explained Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Component Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % 1 3.794 37.942 37.942 3.794 37.942 37.942 3.444 34.439 34.439 2 2.130 21.303 59.245 2.130 21.303 59.245 2.481 24.806 59.245 3 .868 8.680 67.925 4 .833 8.332 76.257 5 .684 6.841 83.098 6 .615 6.150 89.247 7 .367 3.665 92.913 8 .282 2.825 95.737 9 .230 2.297 98.034 10 .197 1.966 100.000 Extraction Method: Principal Component Analysis.
151
Scree Plot
4
Eigenvalue
3
2
1
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Component Number
a
Component Matrix
Component 1 PENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
2 .628
-.204
.763
-.147
.807
-.294
.706
-.487
.748
-.294
.518
-.145
.586
.540
.297
.639
.433
.769
.471
.588
152
a
Rotated Component Matrix
Component 1
2
PENYESUAIAN RATIO ARAH SESUAI VOLUME LALU LINTAS MENAMBAH LEBAR JALUR LALU LINTAS PENINGKATAN KAPASITAS DASAR JALAN PENYESUAIAN LEBAR BAHU AKIBAT HAMBATAN SAMPING PENYESUAIAN JARAK KERB AKIBAT HAMBATAN SAMPING TIDAK MERUBAH KEBIJAKAN YANG SUDAH ADA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS ANGKUTAN UMUM PENGURANGAN EMISI KENDARAAN PEMBATASAN UMUR KENDARAAN PRIBADI
.652
.107
.745
.220
.852
.109
.850
-.109
.799
.082
.526
.109
.273
.749
-.029
.704
.032
.882
.149
.738
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Component Transformation Matrix Component 1 2
1 .889 -.459
2 .459 .889
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
153
Lampiran – 2 Struktur model dengan sistem dinamik
Causal Loop Sub Model Land Use (Sistem Aktivitas)
Kelahiran
+ + +
In migrasi
+
Populasi Kabupaten +
+
Out migrasi
-
+
+ PDRB per Kapita
Jumlah Rumah
Kematian
Rata-rata org/rmh
+
-
PDRB -
Derajat Kejenuhan
+ PDRB Potensial
-
154
Causal Loop Sub Model Sistem Pergerakan
+
Jmlh Perjln per hr Populasi + PDRB per Kapita +
Rata2 Perjln per hr
-
+
+ Jumlah Kend yg di pilih utk perjln
+
Volume Lalu Lintas
+
+
PDRB
Jarak Rata2 Perjln
Derajat Kejenuhan
-
+
Kapasitas Jalan
+ Kecepatan Kendaraan
Waktu Tempuh Perjln
+
Waktu Tempuh yg diinginkan
+
Tekanan Utk Penambahan Kapasitas Jln
+
155
Causal Loop Sub Model Sistem Jaringan Jalan
Kualitas Aparat
Tk Penerapan Aturan LL
+
Tk Kedisiplinan Pengguna Jalan
+
Fraksi Kend Parkir di Jalan
Hambatan Samping
+
Pertambahan Panjang Jalan
Panjang Jalan
+
+
+
+
+
Kapasitas Jalan
+ + + Fraksi Lahan Utk Jalan
+ Ketersediaan Dana Utk Penambahan Kapasitas
+
Fraksi Dana Penamb. Kapasitas
Tekanan Utk Penamb. Kapasitas
-
+
+
Anggaran Pemb. Jalan Waktu Tempuh Perjln yg diinginkan
Waktu Tempuh Perjln
156
Causal Loop Sub Model Sistem Sarana Kendaraan
+
Pertamb Sepeda Motor
+
Jumlah Sepeda Motor
Demolisi Sepeda Motor
+ +
-
Pendapatan
+
+
+ +
Demolisi Mobil Pribadi
Jumlah Mobil Pribadi
Pertamb Mobil Pribadi
-
+ Kualitas Angkutan Umum
+
+
+
Pertamb Angkutan Umum
Jumlah Angkutan Umum
Demolisi Angkutan Umum
+
+ +
+
+
Populasi Perumahan
+
Potensi Penumpang Angk Umum
+
Jumlah Truk
Jumlah Kend yang Dipilih untuk Perjalanan
+
157
Causal Loop Sub Model Sistem Pencemaran Udara dan Kebisingan
Kadar COx
+ Kadar NOx
+
-
+
Volume Lalu Lintas
Kadar HC
Index Kualitas Udara
-
+
Kadar SOx
+ Kadar SPM
+
Kadar Kebisingan
158
Diagram alir Sub Model Land Use (Sistem Aktivitas)
Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal
Tk_Pertambahan_Kelahiran Kematian
Populasi_Awal Kelahiran Populasi_Kabupaten
Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran
Pertambahan_penduduk Harapan_Hidup Harapan_Hidup_Normal In_migrasi
Pengurangan_Penduduk Fr_Out_Migrasi_Normal
Populasi_Perumahan Out_migrasiFr_Out_Migrasi
Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup Fr_in_migrasi Fr_In_Migrsi_Normal
Jumlah_Rumah_Tangga Jumlah_org_per_rmh
Rata2_rasio_pendapatan Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi
Waktu_Rata2_Rasio_Pend Ratio_PDRB_per_kapita PDRB_per_kapita
Trend_PDRB_per_kapita_normal Wkt_Trend_PDRB_perkapita
PDRB_perkapita_normal
Trend_PDRB_per_Kapita PDRB Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita PDRB_Potensial
Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB
Pertamb_PDRB_Potensial Derajat_Kejenuhan_Jalan PDRB_Awal Tk_Pertumb_PDRB
159
Diagram Alir Sub Model Sistem Pergerakan
Tk_pertamb_normal
Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln
Tk_pertamb_perjln
Rata2_rasio_pendapatan Efek_Pendpatan_Thd_Perjln
Jmlh_Perjln_Awal
Jumlah_perjln_per_hari Pertamb_jmlh_perjln Perjln_per_org_per_hari
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Populasi_Perumahan
Volume_Lalu_Lintas Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend
Kapasitas_Jalan_riil
Rata2_Kecepatan_kend
Waktu_Tempuh_Perjln
Rata2_jrk_tempuh_kend
Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Rata2_Kecepatan_Minimal
160
Diagram Alir Sub Model Sistem Jaringan Jalan
Kapasitas_Awal_Jalan_Co Fr_Penamb_Kap_Jln_Normal
Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan
Kapasitas_Jalan Demolisi_Kapasitas_Jalan
Penambahan_Kapasitas_Jalan
Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap
Kapasitas_Jalan_riil Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas
Faktor_Ukuran_Kota_FCcs Tk_Kedipl_Normal
Faktor_Pemisah_Arah_FCsp
Tk_kedipl_Pengguna_Jln Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf Efek_ketersediaan_Dana_thd_Penamb_Kapasitas Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln Target_Dana Ketersediaan_Dana Fr_Kend_Park_di_Jln Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas Efek_pertamb_angkot_thd_tk_kedisiplinan Waktu_Penyediaan_Dana Pengel_yg_diinginkan Kapasitas_Jalan_riil
Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan
penamb_kap_yg_diinginkan Biaya_Penamb_kap_pr_km
Tk_Penerapan_Aturan_Normal Pertumb_Angk_Umum Kas_Daerah
Kas_Dana_Pemb_Jalan Pengeluaran_Pemb_Jalan
Dana_Pembangunan_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain
APBD Fr_Dana_Pemb_Jalan Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan
Fr_Dana_Pemb_non_Jalan Penerimaan_Daerah
Pertambahan_Penerimaan
161
Diagram Alir Sub Model Sistem Sarana Kendaraan
Jmlh_Spd_Mtr_Awal Tk_Pertamb_Spd_Mtr
Jumlah_Rumah_Tangga Jmlh_spd_Mtr_per_KK
Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr Jumlah_Sepeda_Motor Demolisi_Spd_Motor
Pertamb_Spd_Motor
Rata2_rasio_pendapatan
Umur_Spd_Mtr Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil
Jumlah_Rumah_Tangga Jmlh_Mobil_Awal
Jmlh_Mobil_per_KK_1
Jumlah_mobil_Pribadi Demolisi_Mobil_Pribadi
Pertamb_Mobil_Pribadi
Umur_Mobil
Tk_Pertamb_Mobil Kualitas_Angkutan_Umum
Fr_moda_Angk_Umum Fr_Moda_Angkutan_Umum
Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_Pribdi Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angkutan_Umum Jumlah_Angk_Umum_Awal
Jumlah_Angkutan_Umum Demolisi_Angkutan_Umum
Pertumb_Angk_Umum
Masa_Izin_Trayek
Tk_Pertumb_Angk_Umum Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan_Kota
Populasi_Perumahan Fr_Potensi_penumpang_Angkot
Fr_Jumlah_Truk
Fr_Moda_Mobil_Pribadi emp_mobil_pribadi Fr_Moda_Spd_mtr Jumlah_Truk
Populasi_Perumahan
Jumlah_mobil_Pribadi emp_Truk
emp_spd_mtr Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln
emp_Angk_Umum
Jumlah_Sepeda_Motor
Tk_Okupansi_Spd_Mtr Tk_Okupansi_mob_pribadi
Jumlah_Angkutan_Umum
Tk_Okupansi_Truk
Tk_Okupansi_Angk_Umum
162
Diagram Alir Sub Model Pencemaran Udara
Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas Index_Kualitas_Udara_COx Baku_Mutu_COx
Kadar_COx
Index_Kualitas_Udara_NOx
Kadar_NOx
Baku_Mutu_NOx
Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas
Kadar_HC
Index_Kualitas_Udara_HC
Volume_Lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR
Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas Baku_mutu_HC
Kadar_SOx
Index_Kualitas_Udara_SOx Baku_Mutu_SOx
Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas
Fr_Kebisingan Kadar_SPM_di_Udara
Index_Kualitas_Udara_SPM Baku_Mutu_SPM
Kebisingan Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas
163
Lampiran - 3 Persamaan matematis model init
Jumlah_Angkutan_Umum = Jumlah_Angk_Umum_Awal
flow
Jumlah_Angkutan_Umum = -dt*Demolisi_Angkutan_Umum +dt*Pertumb_Angk_Umum
init
Jumlah_mobil_Pribadi = Jmlh_Mobil_Awal
flow
Jumlah_mobil_Pribadi = -dt*Demolisi_Mobil_Pribadi +dt*Pertamb_Mobil_Pribadi
init
Jumlah_perjln_per_hari = Jmlh_Perjln_Awal
flow
Jumlah_perjln_per_hari = +dt*Pertamb_jmlh_perjln
init
Jumlah_Sepeda_Motor = Jmlh_Spd_Mtr_Awal
flow
Jumlah_Sepeda_Motor = -dt*Demolisi_Spd_Motor +dt*Pertamb_Spd_Motor
init
Kapasitas_Jalan = Kapasitas_Awal_Jalan_Co
flow
Kapasitas_Jalan = -dt*Demolisi_Kapasitas_Jalan +dt*Penambahan_Kapasitas_Jalan
init
Kas_Daerah = 0
flow
Kas_Daerah = -dt*Dana_Pembangunan_Jalan -dt*Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain +dt*APBD
init
Kas_Dana_Pemb_Jalan = 0
flow
Kas_Dana_Pemb_Jalan = +dt*Dana_Pembangunan_Jalan -dt*Pengeluaran_Pemb_Jalan
init
PDRB_Potensial = PDRB_Awal
164
flow
PDRB_Potensial = +dt*Pertamb_PDRB_Potensial
init
Penerimaan_Daerah = 731000000000
flow
Penerimaan_Daerah = +dt*Pertambahan_Penerimaan
init
Populasi_Kabupaten = Populasi_Awal
flow
Populasi_Kabupaten = -dt*Pengurangan_Penduduk +dt*Pertambahan_penduduk
aux
APBD = Penerimaan_Daerah
aux
Dana_Pembangunan_Jalan = Kas_Daerah*Fr_Dana_Pemb_Jalan
aux
Demolisi_Angkutan_Umum = Jumlah_Angkutan_Umum/Masa_Izin_Trayek
aux
Demolisi_Kapasitas_Jalan = Kapasitas_Jalan*Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan
aux
Demolisi_Mobil_Pribadi = Jumlah_mobil_Pribadi/Umur_Mobil
aux
Demolisi_Spd_Motor = Jumlah_Sepeda_Motor/Umur_Spd_Mtr
aux
Penambahan_Kapasitas_Jalan = Kapasitas_Jalan*Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas*Efek_ketersediaan_ Dana_thd_Penamb_Kapasitas*Fr_Penamb_Kap_Jln_Normal
aux
Pengeluaran_Pemb_Jalan = Kas_Dana_Pemb_Jalan
aux
Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain = Kas_Daerah*Fr_Dana_Pemb_non_Jalan
aux
Pengurangan_Penduduk = Kematian+Out_migrasi
aux
Pertamb_jmlh_perjln = Jumlah_perjln_per_hari*Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln*Tk_perta mb_perjln
aux
Pertamb_Mobil_Pribadi = Jumlah_mobil_Pribadi*Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_P ribdi*Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil*Tk_Pertamb_Mobil
aux
Pertamb_PDRB_Potensial = PDRB_Potensial*Tk_Pertumb_PDRB
aux
Pertamb_Spd_Motor = Jumlah_Sepeda_Motor*Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_ Pribdi*Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr*Tk_Pertamb_Spd_Mtr
165
aux
Pertambahan_penduduk = In_migrasi+Kelahiran
aux
Pertambahan_Penerimaan = Penerimaan_Daerah*Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan
aux
Pertumb_Angk_Umum = Jumlah_Angkutan_Umum*Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan _Kota*Tk_Pertumb_Angk_Umum
aux
Derajat_Kejenuhan_Jalan = IF(Volume_Lalu_Lintas/Kapasitas_Jalan_riil<1, Volume_Lalu_Lintas/Kapasitas_Jalan_riil, 1)
aux
Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend = GRAPH(Derajat_Kejenuhan_Jalan,0,0.1,[1,0.97,0.92,0.86,0.79,0.71,0.62,0.51, 0.37,0.21,0"Min:0;Max:1;Zoom"])
aux
Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB = GRAPH(Derajat_Kejenuhan_Jalan,0,0.05,[1,1,1,1,1,1,1,1,0.97,0.96,0.96,0.94,0 .92,0.87,0.85,0.84,0.83,0.82,0.81,0.79,0.75"Min:0;Max:1;Zoom"])
aux
Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln = GRAPH(Derajat_Kejenuhan_Jalan,0,0.1,[2.09,2,1.88,1.76,1.59,1.4,1.17,0.95,0. 69,0.36,0.01"Min:0;Max:2.1;Zoom"])
aux
Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap = GRAPH(Tk_kedipl_Pengguna_Jln,0,0.01,[0,0.15,0.42,0.49,0.66,0.67,0.74,0.89, 0.99,1,1"Min:0;Max:1;Zoom"])
aux
Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln = GRAPH(Fr_Kend_Park_di_Jln,0,0.1,[1,0.97,0.9,0.81,0.69,0.53,0.4,0.28,0.19,0. 11,0.07"Min:0;Max:1;Zoom"])
aux
Efek_ketersediaan_Dana_thd_Penamb_Kapasitas = GRAPH(Ketersediaan_Dana,0,0.5,[0,0.35,1.14,2.15,2.96,3.49,3.86,4.19,4.47,4. 65,4.82"Min:0;Max:5;Zoom"])
aux
Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angkutan_Umum = GRAPH(Kualitas_Angkutan_Umum,0,1,[0.77,0.77,0.77,0.89,0.93,0.95,1.01,1.0 4,1.13,1.2,1.25"Min:0;Max:1.5;Zoom"])
aux
Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_Pribdi = GRAPH(Kualitas_Angkutan_Umum,0,1,[1,1,1,1,1,1,0.98,0.95,0.85,0.84,0.8"Min :0;Max:1.25;Zoom"])
166
aux
Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup = GRAPH(Rata2_rasio_pendapatan,0,0.5,[0.5,0.68,0.85,0.99,1.1,1.18,1.25,1.3,1. 34,1.38,1.39"Min:0;Max:1.4;Zoom"])
aux
Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran = GRAPH(Rata2_rasio_pendapatan,0,0.5,[1.2,1.17,1.12,1.05,0.95,0.83,0.74,0.66 ,0.61,0.57,0.56"Min:0;Max:1.4;Zoom"])
aux
Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr = GRAPH(Rata2_rasio_pendapatan,0,0.5,[0,0.83,1.42,1.61,1.75,1.81,1.86,1.91,1 .89,1.87,1.33"Min:0;Max:2;Zoom"])
aux
Efek_Pendpatan_Thd_Perjln = GRAPH(Rata2_rasio_pendapatan,0,0.5,[0,0.5,0.81,0.98,1.07,1.14,1.19,1.24,1. 27,1.29,1.3"Min:0;Max:1.3;Zoom"])
aux
Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan = GRAPH(Tk_Penerapan_Aturan_Normal,0,0.1,[0,0.05,0.12,0.22,0.32,0.46,0.59, 0.71,0.82,0.93,1"Min:0;Max:1;Zoom"])
aux
Efek_pertamb_angkot_thd_tk_kedisiplinan = GRAPH(Pertumb_Angk_Umum,0,0.01,[1.04,0.95,0.9,0.88,0.88,0.86,0.83,0.76, 0.7,0.6,0.55"Min:0;Max:1.1;Zoom"])
aux
Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan_Kota = GRAPH(Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop,0,0.05,[1,1,1,1,1.03,1.06,1. 11,1.15,1.2,1.25,1.33"Min:0;Max:1.4;Zoom"])
aux
Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi = GRAPH(Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita,0,0.5,[3.62,2.54,1.89,1.64,1.54"Min:0; Max:5;Zoom"])
aux
Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi = GRAPH(Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita,0,0.5,[0.85,0.98,1.22,1.52,1.99"Min:0; Max:2;Zoom"])
aux
Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas = GRAPH(Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas,0,0.5,[1,1,1.02,1.35,1.82,2.33,3.0 7,4.07,4.68,5,5"Min:1;Max:5;Zoom"])
aux
Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil = GRAPH(Rata2_rasio_pendapatan,0,0.5,[0,0.88,1.42,1.63,1.72,1.79,1.82,1.83,1 .83,1.82,1.82"Min:0;Max:2;Zoom"])
167
aux
Fr_Dana_Pemb_Jalan = GRAPH(TIME,2004,1,[0,0,0,0,0,0,0,0,0,0,0.05,0,0,0,0,0.02,0,0,0,0,0.02,0,0,0,0, 0.02,0,0,0,0,0.02,0,0,0,0,0.05,0"Min:0;Max:0.08;Zoom"])
aux
Fr_Dana_Pemb_non_Jalan = GRAPH(TIME,2000,1,[1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,0.95,1,1,1,0.95,1,1,1,0.95,1,1,1,0.95, 1,1,1,0.95,1,1,1"Min:0;Max:2;Zoom"])
aux
Fr_in_migrasi = Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi*Fr_In_Migrsi_Normal
aux
Fr_Moda_Angkutan_Umum = Fr_moda_Angk_Umum*Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angku tan_Umum
aux
Fr_Out_Migrasi = Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi*Fr_Out_Migrasi_Normal
aux
Harapan_Hidup = Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup*Harapan_Hidup_Normal
doc
Harapan_Hidup = usia harapan hidup penghuni perumahan
aux
In_migrasi = Populasi_Kabupaten*Fr_in_migrasi
aux
Index_Kualitas_Udara_COx = IF(Baku_Mutu_COx
aux
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR = IF(Index_Kualitas_Udara_COx+Index_Kualitas_Udara_HC+Index_Kualitas_Ud ara_NOx+Index_Kualitas_Udara_SOx+Index_Kualitas_Udara_SPM>0, Index_Kualitas_Udara_COx+Index_Kualitas_Udara_HC+Index_Kualitas_Udara _NOx+Index_Kualitas_Udara_SOx+Index_Kualitas_Udara_SPM, 0)
aux
Index_Kualitas_Udara_HC = IF(Kadar_HC
aux
Index_Kualitas_Udara_NOx = IF(Kadar_NOx
aux
Index_Kualitas_Udara_SOx = IF(Kadar_SOx
aux
Index_Kualitas_Udara_SPM = IF(Kadar_SPM_di_Udara
aux
Jmlh_Mobil_Awal = Jumlah_Rumah_Tangga*Jmlh_Mobil_per_KK_1
168
aux
Jmlh_Spd_Mtr_Awal = Jumlah_Rumah_Tangga*Jmlh_spd_Mtr_per_KK
aux
Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln = (Jumlah_Angkutan_Umum*Fr_Moda_Angkutan_Umum*emp_Angk_Umum/Tk_ Okupansi_Angk_Umum)+(Jumlah_mobil_Pribadi*Fr_Moda_Mobil_Pribadi*emp _mobil_pribadi/Tk_Okupansi_mob_pribadi)+(Jumlah_Sepeda_Motor*Fr_Moda_ Spd_mtr*emp_spd_mtr/Tk_Okupansi_Spd_Mtr)+(Jumlah_Truk*emp_Truk/Tk_ Okupansi_Truk)
aux
Jumlah_Rumah_Tangga = Populasi_Perumahan/Jumlah_org_per_rmh
aux
Jumlah_Truk = Populasi_Perumahan*Fr_Jumlah_Truk
aux
Kadar_COx = Volume_Lalu_Lintas*Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas
aux
Kadar_HC = Volume_Lalu_Lintas*Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas
aux
Kadar_NOx = Volume_Lalu_Lintas*Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas
aux
Kadar_SOx = Volume_Lalu_Lintas*Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas
aux
Kadar_SPM_di_Udara = Volume_Lalu_Lintas*Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas
aux
Kapasitas_Jalan_riil = Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap*Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln *Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf*Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw*Faktor_P emisah_Arah_FCsp*Faktor_Ukuran_Kota_FCcs*Kapasitas_Jalan
aux
Kebisingan = Volume_Lalu_Lintas*Fr_Kebisingan
aux
Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas = Waktu_Tempuh_Perjln/Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan
aux
Kelahiran = Populasi_Kabupaten*Tk_Pertambahan_Kelahiran
aux
Kematian = Populasi_Kabupaten/Harapan_Hidup
aux
Ketersediaan_Dana = Kas_Dana_Pemb_Jalan/Target_Dana
aux
Out_migrasi = Populasi_Kabupaten*Fr_Out_Migrasi
aux
PDRB = PDRB_Potensial*Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB
doc
PDRB = Produk Dometik Regional Brutto
169
aux
PDRB_per_kapita = PDRB/Populasi_Kabupaten
aux
penamb_kap_yg_diinginkan = 0.04*Kapasitas_Jalan_riil
aux
Pengel_yg_diinginkan = penamb_kap_yg_diinginkan*Biaya_Penamb_kap_pr_km
aux
Perjln_per_org_per_hari = Jumlah_perjln_per_hari/Populasi_Perumahan
aux
Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop = Populasi_Perumahan*Fr_Potensi_penumpang_Angkot
aux
Populasi_Perumahan = Populasi_Kabupaten/1211
aux
Rata2_Kecepatan_kend = Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend*Rata2_Kecepatan_Minimal
aux
Rata2_rasio_pendapatan = DELAYINF(Ratio_PDRB_per_kapita, Waktu_Rata2_Rasio_Pend, 1, Ratio_PDRB_per_kapita)
aux
Ratio_PDRB_per_kapita = PDRB_per_kapita/PDRB_perkapita_normal
aux
Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita = Trend_PDRB_per_Kapita/Trend_PDRB_per_kapita_normal
aux
Target_Dana = Pengel_yg_diinginkan/Waktu_Penyediaan_Dana
aux
Tk_kedipl_Pengguna_Jln = Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan*Efek_pertamb_angkot_thd_tk_ke disiplinan*Tk_Kedipl_Normal
aux
Tk_pertamb_perjln = Efek_Pendpatan_Thd_Perjln*Tk_pertamb_normal
aux
Tk_Pertambahan_Kelahiran = Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran*Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal
aux
Trend_PDRB_per_Kapita = TREND(PDRB_per_kapita,Wkt_Trend_PDRB_perkapita,0.95*PDRB_per_kapit a)
aux
Volume_Lalu_Lintas = Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln*Perjln_per_org_per_hari*Rata2_jrk_temp uh_kend
aux
Waktu_Tempuh_Perjln = Rata2_jrk_tempuh_kend/Rata2_Kecepatan_kend
170
aux
Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan = Rata2_jrk_tempuh_kend/Rata2_Kecepatan_Minimal
const Baku_Mutu_COx = 20 const Baku_mutu_HC = 0.24 const Baku_Mutu_NOx = 0.05 const Baku_Mutu_SOx = 0.10 const Baku_Mutu_SPM = 150 const Biaya_Penamb_kap_pr_km = 1000000000 const emp_Angk_Umum = 1 doc
emp_Angk_Umum = nilai ekivalen angkutan umum terhadap mobil penumpang
const emp_mobil_pribadi = 1 doc
emp_mobil_pribadi = Nilai ekivalen mobil pribadi terhadap mobil penumpang
const emp_spd_mtr = 1 doc
emp_spd_mtr = nilai ekivalen sepeda motor terhadap mobil penumpqng
const emp_Truk = 2 doc
emp_Truk = Nilai ekivalen truk terhadap mobil penumpang
const Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf = 0.99 const Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw = 0.504 const Faktor_Pemisah_Arah_FCsp = 1 const Faktor_Ukuran_Kota_FCcs = 1 const Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan = 0.00000 const Fr_In_Migrsi_Normal = 0.05 doc
Fr_In_Migrsi_Normal = Fraksi migrasi masuk normal
const Fr_Jumlah_Truk = 0.017
171
const Fr_Kebisingan = 0.0107 const Fr_Kend_Park_di_Jln = 0.1 const Fr_moda_Angk_Umum = 0.35 const Fr_Moda_Mobil_Pribadi = 0.18 const Fr_Moda_Spd_mtr = 0.28 const Fr_Out_Migrasi_Normal = 0.01 const Fr_Penamb_Kap_Jln_Normal = 0.000002 const Fr_Potensi_penumpang_Angkot = 0.35 const Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan = 0.126 const Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas = 0.00533 const Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas = 0.00358 const Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas = 0.00012 const Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas = 0.00002 const Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas = 0.06401 const Harapan_Hidup_Normal = 65 doc
Harapan_Hidup_Normal = usia harapan hidup normal penghuni perumahan
const Jmlh_Mobil_per_KK_1 = 1.32 const Jmlh_Perjln_Awal = 7500 const Jmlh_spd_Mtr_per_KK = 1.593 const Jumlah_Angk_Umum_Awal = 403 const Jumlah_org_per_rmh = 4 const Kapasitas_Awal_Jalan_Co = 2900 const Kualitas_Angkutan_Umum = 6 const Level_of_Service_A = 0.6
172
const Level_of_Service_B = 0.7 const Level_of_Service_C = 0.8 const Level_of_Service_D = 0.9 const Level_of_Service_E = 1 const Masa_Izin_Trayek = 20 const Maximum_yang_Diinginkan = 45 const Maximum_yang_diperkenankan = 60 const PDRB_Awal = 7906281540000 const PDRB_perkapita_normal = INIT(PDRB_per_kapita) const Populasi_Awal = 4675120 doc
Populasi_Awal = Populasi awal
const Rata2_jrk_tempuh_kend = 1 const Rata2_Kecepatan_Minimal = 80 const Tk_Kedipl_Normal = 0.6 const Tk_Okupansi_Angk_Umum = 4 doc
Tk_Okupansi_Angk_Umum = Tingkat okupansi angkutan umum rata-rata
const Tk_Okupansi_mob_pribadi = 2 doc
Tk_Okupansi_mob_pribadi = Tingkat okupansi mobil pribadi rata-rata
const Tk_Okupansi_Spd_Mtr = 1.5 doc
Tk_Okupansi_Spd_Mtr = Tingkat okupansi sepeda motor rata-rata
const Tk_Okupansi_Truk = 1.5 doc
Tk_Okupansi_Truk = Tingkat okupansi truk rata-rata
const Tk_Penerapan_Aturan_Normal = 0.6 const Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal = 0.02
173
const Tk_Pertamb_Mobil = 0.06 const Tk_pertamb_normal = 0.025 const Tk_Pertamb_Spd_Mtr = 0.09 const Tk_Pertumb_Angk_Umum = 0.065 const Tk_Pertumb_PDRB = 0.025 doc
Tk_Pertumb_PDRB = Tingkat pertumbuhan PDRB per tahun
const Trend_PDRB_per_kapita_normal = INIT(Trend_PDRB_per_Kapita) const Umur_Mobil = 15 const Umur_Spd_Mtr = 10 const Waktu_Penyediaan_Dana = 5 const Waktu_Rata2_Rasio_Pend = 2 const Wkt_Trend_PDRB_perkapita = 2 doc
Wkt_Trend_PDRB_perkapita = Waktu Trend PDRB per kapita
174
175
Lampiran – 4 Instrumen penelitian MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN (Timbul Parulian Manaorjaya Panjaitan) DAFTAR PEKERJAAN YANG TELAH DISELESAIKAN NAMA : NIM : NO
HARI / TANGGAL
PEKERJAAN
HASIL PEKERJAAN
KETERANGAN
Bandung, ……………………..2008 Penanggung Jawab
Ir. Timbul P.M. Panjaitan, MA
: : : :
MC
HV
ST. (Lurus) LV
MC = Sepeda motor, Skuter, Kendaraan roda tiga LV = Mobil penumpang, Sedan, Oplet, Pick Up, Mini bus HV = Bus besar, Truck < 2 as UM = Kendaraan tak betmotor, Sepeda, Becak, Gerobak
21.00 - 22.00
20.00 - 21.00
Malam
17.00 - 18.00
16.00 - 17.00
Sore
13.00 - 14.00
12.00 - 13.00
Siang
09.00 - 10.00
08.00 - 09.00
Pagi
Periode Waktu
Simpang Arah dari Hari/ tgl Tim Survey
UM
MC
LV
HV
LT. (Belok Kanan) UM
DATA SURVEY LALU LINTAS
MC
LV
HV
LT. (Belok Kiri) UM
Jumlah Kendaraan
176
: : : : MC
MC = Sepeda motor, Skuter, Kendaraan roda tiga LV = Mobil penumpang, Sedan, Oplet, Pick Up, Mini bus HV = Bus besar, Truck < 2 as UM = Kendaraan tak betmotor, Sepeda, Becak, Gerobak
21.00 - 22.00
20.00 - 21.00
Malam
17.00 - 18.00
16.00 - 17.00
Sore
13.00 - 14.00
12.00 - 13.00
Siang
09.00 - 10.00
08.00 - 09.00
Pagi
Periode Waktu
Simpang Arah dari Hari/ tgl Tim Survey LV
LV. (Kanan) HV
DATA SURVEY LALU LINTAS
UM
Jumlah Kendaraan
177
178
SURVEY TINGKAT PELAYANAN JALAN LOKASI PERUMAHAN SETIABUDHI REGENSI
Hari/ tgl Tim Survey
: :
1. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
2. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukuran Kota (FCCS)
: : : : : : :
3. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
179
SURVEY TINGKAT PELAYANAN JALAN LOKASI PERUMAHAN GRAHA PUSPA Hari/ tgl Tim Survey
: :
1. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
2. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
3. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
180
SURVEY TINGKAT PELAYANAN JALAN LOKASI PERUMAHAN TRINITI KEC. PARONGPONG Hari/ tgl Tim Survey
: :
1. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
2. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
3. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
181
SURVEY TINGKAT PELAYANAN JALAN LOKASI PERUMAHAN TRINITI KEC. LEMBANG Hari/ tgl Tim Survey
: :
1. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
2. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
3. Arah dari Tipe Jalan (Co) Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) Pemisah Arah (FCSP) Kelas Hmbatan Samping Bahu (Ws) Kelas Hambatan Samping Kerb (Wk) FCSF Ukura Kota (FCCS)
: : : : : : :
182
INSTRUMEN PENELITIAN MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN Nama Surveyor
:
Tempat / Tanggal Lahir
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden Jenis kelamin Tempat/Tanggal lahir Umur Status Jumlah Anggota Keluarga
:
: Laki – laki / Perempuan : : : Kepala Keluarga / Anggota Keluarga : ..... orang ..... Laki – laki dewasa ..... Perempuan dewasa ..... Anak laki – laki ..... Anak Perempuan Tingkat Pendidikan : TS / SD / SMP / SMA / D1 / D2 / D3 / S1 / S2 / S3 Pekerjaan : PNS / Dosen / Swasta / Wiraswasta Alamat : Nama Perumahan : Desa / Kelurahan : Kecamatan : Kendaraan yang dimiliki : .... Kendaraan .... Roda 2 .... Roda 4 Alat Komunikasi yang dimiliki : ..... Pendapatan / bulan : a. Kepala Keluarga ( i. < Rp. 2 juta : ii. > Rp. 2 juta ) b. Anggota Keluarga ( i. < Rp. 2 juta : ii. > Rp. 2 juta ) Pengeluaran / bulan : a. Iuran Warga ( Rp.....................) b. Air Bersih ( Rp.....................) c. Listrik ( Rp......................) d. Sampah ( Rp....................) e. Telephone ( Rp......................)
183
Pengeluaran / Tahun : a. Pajak Bumi dan Bangunan ( Rp........................) b. Pajak Kendaraan Bermotor ( Rp ........................) c. Perawatan Rumah ( Rp...........................) d. Perawatan infrastruktur ( Rp........................) INFORMASI TENTANG LAHAN DAN PERUMAHAN Apa status kepemilikan tempat tinggal yang Bapak / Ibu tempati ? a. b. c. d.
Rumah milik sendiri Rumah milik keluarga Rumah kontrak Rumah dinas
Tahun berapa Bapak / Ibu menempati perumahan yang sekarang ? Tahun .......... Bagaimana cara memperoleh hak tempat tinggal yang Bapak / Ibu tempati ? a. Kredit, selama ..... tahun b. Tunai Berapa luas lahan tempat tinggal Bapak / Ibu ? Luas lahan
= .................... m2 / ha / tumbak
Berapa nilai / harga NJOP rumah Bapak / Ibu saat ini? Harga NJOP rumah = ........................ / m2 Berapa nilai / harga NJOP lahan Bapak / Ibu saat ini ? Harga NJOP lahan = ........................ Ada berapa jumlah lantai dalam rumah Bapak / Ibu ? Jumlah lantai = ............................ lantai Berapa nilai / harga NJOP lantai Bapak / Ibu ? Harga NJOP lantai = ........................ / m2 = ........................... Apa alasan Bapak / Ibu tinggal di lokasi perumahan ssekarang ? a. Kelayakan fisik tanah untuk tempat tinggal. (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) b. Lokasinya dekat dengan tempat bekerja dan sekolah. (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju)
184
c. Pertimbangan panorama lingkungan yang indah dan udara yang sejuk dan bersih. (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) d. Akses jalan yang baik menuju perumahan (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) e. Luas lahan yang memadai dan sesuai dengan fungsi bangunan (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) f.
Harga lahan/bangunan yang terjangkau dibandingkan dengan lokasi lain. (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju)
g. Tersedia fasilitas sosial yang memadai dibandingkan dengan lokasi lain. (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju h. Sistem drainase perumahan yang baik (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) i.
Pengolahan limbah padat yang baik (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju)
Bagaimana kondisi insfrastruktur perumahan yang Bapak / Ibu tempati ? a. Lebar jalan dan jenis perkerasan (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) Lebar Jalan : ............................... Jenis Perkerasan : ............................... b. Drainase (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) Dimensi : .............................. c. Pengelolaan air kotor (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) d. Pengelolaan limbah tinja (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) e. Pengelolaan sampah (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) f. Pengelolaan Listrik (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) g. Pengelolaan air bersih (sangat baik / baik / sedang / buruk / sangat buruk) Apakah Bapak / Ibu mengetahui informasi lokasi perumahan sebelum Bapak / Ibu menempatinya ? a. Informasi tentang kemampuan lahan - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu b. Informasi tentang Kesesuaian lahan untuk perumahan - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu c. Informasi tentang perbandingan luas tutupan lantai rumah dengan lahan - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu d. Informasi tentang ruang terbuka hijau / fasos / fasum
185
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
- Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang Analisis Dampak Lingkungan - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang bencana – bencana yang mungkin timbul - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang hubungan lahan dengan bencana banjir - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang rumah berwawasan lingkungan - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang rumah tahan gempa - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang bahan bangunan yang murah dan kuat - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu Informasi tentang Flora dan Fauna lokal - Tahu, dari ......................................... - Tidak tahu
Apakah ada masalah – masalah yang terjadi di saat musim kemarau ? a. b. c. d. e.
Kekurangan air bersih (ya / tidak) Banyak debu (ya / tidak) Banyak sampah dan bau (ya / tidak) Temperatur udara (ya / tidak) Penyakit (ya / tidak)
Apakah ada masalah – masalah yang terjadi di saat musim hujan ? a. b. c. d. e. f.
Genangan air (ya / tidak) Erosi / longsor (ya / tidak) Kelembaban udara (ya / tidak) Temperatur udara (ya / tidak) Lindi dari sampah (ya / tidak) Penyakit (ya / tidak)
Berapa jauh jarak dari rumah Bapak / Ibu ke : a. b. c. d. e. f. g. h.
Tempat bekerja .....................km, membutuhkan waktu ..................jam/menit Tempat bersekolah ...............km, membutuhkan waktu ..................jam/menit Tempat ibadah ......................km, membutuhkan waktu ..................jam/menit Tempat belanja .....................km, membutuhkan waktu ..................jam/menit Tempat rekreasi ....................km, membutuhkan waktu ..................jam/menit Klinik kesehatan ....................km, membutuhkan waktu ..................jam/menit Rumah sakit ..........................km, membutuhkan waktu...................jam/menit Pemakaman ..........................km, membutuhkan waktu ..................jam/menit
186
INFORMASI TENTANG PENGELOLAAN LAHAN DAN LINGKUNGAN PERUMAHAN Bagaimana cara pengelolaan air kotor di lingkungan perumahan Bapak / Ibu ? a. Terpusat b. Perumahan c. Mandiri Bagaimana cara pengelolaan air tinja di lingkungan perumahan Bapak / Ibu ? a. Terpusat b. Perumahan c. Mandiri Bagaimana cara pengelolaan sampah di lingkungan perumahan Bapak / Ibu ? a. Terpusat b. Perumahan c. Mandiri Berapa besar sumber listrik yang Bapak / Ibu gunakan ? a. b. c. d. e.
450 watt 900 watt 1300 watt 2200 watt ....
Dari mana sumber air bersih yang Bapak /Ibu dapatkan ? a. PDAM b. Non – PD
INFORMASI TENTANG PENGELOLAAN TRANSPORTASI Bagaimana pendapat Bapak / Ibu untuk meningkatkan / memperbaiki kondisi transportasi akses ke dalam dan ke luar kawasan perumahan ? a. Meningkatkan kapasitas dasar jalan dengan menambah lajur serta membagi lajur dengan satu arah pada waktu arus lalu lintas tinggi (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) b. Menambah lebar jalur lalu lintas (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) c. Meningkatkan kapasitas dasar jalan dengan memperlebar jalan / membuat jalan baru (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) d. Menyesuaikan lebar bahu sesuai volume lalu lintas akibat hambatan samping (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju)
187
e. Menyesuaikan jarak kerb sesuai volume lalu lintas karena pengaruh hambatan samping (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) f.
Tidak merubah kebijakan transportasi yang sudah ada (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju)
g. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) h. Meningkatkan kualitas dan kuantitas angkutan umum (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) i.
Mengurangi emisi gas buang kendaraan (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju)
j.
Membatasi umur kendaraan pribadi (sangat setuju/setuju/cukup setuju/tidak setuju/sangat tidak setuju) INFORMASI TENTNG IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JALAN PADA PERSIMPANGAN
a. Persimpangan tidak sebidang dengan mengimplementasikan konstruksi Under Pass - Di lokasi .... - Di persimpangan ......... b. Persimpangan tidak sebidang dengan mengimplementasikan konstruksi Fly over - Di lokasi .... - Di persimpangan ......... INFORMASI TENTANG KEPUASAN DAN SARAN RESPONDEN Bagaimana kepuasan Bapak / Ibu terhadap lokasi perumahan ? a. b. c. d. e.
Sangat puas, ingin menetap seterusnya Puas, tetapi ingin ada perbaikan lingkungan perumahan Cukup puas, tetapi ada pertimbangan akan mencari lokasi perumahan lain Tidak puas, ingin pindah ke lokasi perumahan lain kalau memungkinkan Sangat tidak puas, ingin segera pindah ke lokasi perumahan lain
Bagaimana saran Bapak / Ibu yang terkait dengan pengembangan lokasi perumahan ? a. b. c. d.
Perbaiki dan perbanyak informasi lokasi perumahan (Ya / Tidak) Perbaiki kondisi insfrastruktur perumahan (Ya / Tidak) Perbaiki prasaran dan sarana transportasi (Ya / Tidak) Perbaiki fasilitas umum dan sosial (Ya / Tidak)
188
Bagaimana saran Bapak / Ibu terhadap pemerintah daerah dalam penataan ruang? a. b. c. d. e. f.
Kegiatan informasi pembangunan harus terbuka (Ya / Tidak) Perencanaan ruang ditingkatkan lagi (Ya / Tidak) Perbesar subsidi pembangunan perumahan untuk rakyat (Ya / Tidak) Izin – izin pembangunan perumahan dingkatkan lagi (Ya / Tidak) Pembangunan perumahan harus dikendalikan (Ya / Tidak) Insentif pembangunan vertikal / rumah bertingkat (Ya / Tidak)
Bagaimana saran Bapak / Ibu terhadap masyarakat? a. b. c. d. e. f.
Kegiatan pelatihan dan penyuluhan pembangunan perumahan (Ya / Tidak) Peran serta terhadap pembangunan (Ya / Tidak) Sosialisasi kawasan konservasi dan lahan subur (Ya / Tidak) Pengelolaan sampah (Ya / Tidak) Pengelolaan rumah tangga (Ya / Tidak) Peningkatan kegiatan pengabdian masyarakat dari perguruan tinggi (Ya / Tidak) g. Peningkatan informasi manfaat dan pengorbanan kegiatan pembangunan (Ya / Tidak) h. Peningkatan kesadaran lingkungan perumahan yang sesuai dan sehat (Ya / Tidak)