VI. STRUKTUR MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN 6.1. Pendahuluan Model adalah representasi sebagian dari dunia nyata. Permodelan dengan sistem dinamis dilakukan dengan terlebih dahulu membentuk struktur model. Struktur memberi bentuk kepada sistem dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku causal loops yang menyusun struktur (Muhammadi, 2001) Dalam penelitian ini, model yang dibangun akan disusun melalui 2 (dua) tahap pembangunan model yaitu dengan terlebih dahulu membangun struktur causal loops, dan setelah itu baru membangun struktur model nya dengan sistem dinamis.
Pembangunan
struktur
model
didasarkan
pada
konseptualisasi
permodelan yang dapat dilihat pada Gambar 28. KEBUTUHAN (DEMAND) TRANSPORTASI PADA PERUMAHAN / PERMUKIMAN DI PINGGIRAN METROPOLITAN
BANGKITAN PERJALANAN
FRAKSI KEBISINGAN PER KENDARAAN
TARIKAN PERJALANAN
FRAKSI PENCEMARAN UDARA
TINGKAT KEBISINGAN KAWASAN
BAKU MUTU KEBISINGAN
PREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN KE DEPAN
KEBIJAKAN PENGELOLAAN TRANSPORTASI
KAPASITAS JARINGAN JALAN
VOLUME LALU LINTAS
TINGKAT PENCEMARAN UDARA
BAKU MUTU PENCEMAR AN UDARA
PREDIKSI PENCEMARAN UDARA KE DEPAN
TINGKAT PELAYANAN JALAN
DERAJAT KEJENUHAN JALAN
PREDIKSI TINGKAT PELAYANAN JALAN KE DEPAN
Gambar 28 Konseptualisasi permodelan.
JUMLAH SARANA KENDARAAN
KENDARAAN YANG DIPAKAI
PERSEPSI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMAHAN
92
Dari model konseptual tersebut diatas dapat dibuat 5 (lima) buah sub model: 1. Sub model sistem tataguna lahan 2. Sub model sistem pergerakan 3. Sub model sistem jaringan jalan 4. Sub model sistem sarana kendaraan 5. Sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan. Untuk membentuk struktur model secara lengkap, terlebih dahulu harus disusun struktur (causal loops dan diagram alir) dari masing-masing sub model. Berdasarkan studi literatur, Avianto (2002), Purwaamijaya (2005), Tasrif (2005), dan Abeto (2008), dapat disusun struktur dari 5 sub model
tersebut sebagai
berikut: 6.2.
Sub Model Sistem Tata Guna Lahan Pada sub model sistem tataguna lahan dapat digambarkan diagram sebab
akibat (causal loops) seperti pada Gambar 29. Kelahiran
+ +
+
In migrasi
+
Populasi Perumahan +
+
Out migrasi
-
+
+ Jumlah Rumah
PDRB per Kapita
Kematian Rata-rata org/rmh
+
-
PDRB -
Derajat Kejenuhan
-
+ PDRB Potensial
Gambar 29 Causal loops sub model sistem tataguna lahan. Diagram lingkar sebab akibat tersebut diatas menggambarkan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur dalam sistem tataguna lahan perumahan yaitu populasi perumahan, jumlah rumah, in migrasi, out migrasi, kelahiran, kematian dan PDRB. Populasi perumahan dalam perjalanan waktu akan bertambah dengan
93
adanya in migrasi dan kelahiran, serta berkurang dengan adanya out migrasi dan kematian. PDRB juga mempengaruhi besarnya fraksi in migrasi dan out migrasi. Semakin besar PDRB, semakin besar pula fraksi in migrasi dan semakin kecil fraksi out migrasi. Demikian juga dengan derajat kejenuhan jalan, semakin tinggi derajat kejenuhan jalan semakin rendah PDRB, dan akan semakin meningkatkan fraksi out migrasi. Dari diagram lingkar sebab akibat tersebut dengan bantuan program aplikasi computer “powersim” dapat digambarkan diagram alir sub model sistem tataguna lahan pada Gambar 30. Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal
Tk_Pertambahan_Kelahiran Kematian
Populasi_Awal Kelahiran Populasi_Kabupaten
Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran
Pertambahan_penduduk Harapan_Hidup Harapan_Hidup_Normal In_migrasi
Pengurangan_Penduduk Fr_Out_Migrasi_Normal
Populasi_Perumahan Out_migrasi Fr_Out_Migrasi
Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup Fr_in_migrasi
Jumlah_Rumah_Tangga Jumlah_org_per_rmh
Fr_In_Migrsi_Normal Rata2_rasio_pendapatan
Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi Waktu_Rata2_Rasio_Pend
Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi
Ratio_PDRB_per_kapita PDRB_per_kapita
Trend_PDRB_per_kapita_normal
PDRB_perkapita_normal
Wkt_Trend_PDRB_perkapita Trend_PDRB_per_Kapita PDRB Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita PDRB_Potensial
Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB
Pertamb_PDRB_Potensial Derajat_Kejenuhan_Jalan PDRB_Awal Tk_Pertumb_PDRB
Gambar 30 Diagram alir sub model sistem tataguna lahan
94
Adapun nilai besaran variabel dan parameter yang digunakan pada diagram alir tersebut dapat dilihat pada Tabel 21, Tabel 21 Variabel dan parameter pada sub model sistem tataguna lahan perumahan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
1.
Populasi Awal
orang
4.675.120
data BPS
2.
PDRB Potensial Awal
rupiah
7.906.281.540.000
data BPS
3.
Tk pertumbuhan PDRB potensial
% per tahun
0,025
data BPS
4.
Tk pertambahan kelahiran normal
per tahun
0.02
data BPS
5.
Harapan hidup normal
tahun
65
data BPS
6.
Fr. in migrasi normal
per tahun
0.05
survey
7.
Fr. out migrasi normal
per tahun
0,01
survey
8.
Jumlah orang / rumah
orang
4
asumsi
6.3.
Sub Model Sistem Pergerakan Pada sub model sistem pergerakan
dapat digambarkan diagram sebab
akibat (causal loop) seperti pada gambar 31. +
Jmlh Perjln per hr Populasi + PDRB per Kapita +
Rata2 Perjln per hr
-
+
+
Jumlah Kend yg di pilih utk perjln
+
Volume Lalu Lintas
+
+
PDRB
Jarak Rata2 Perjln
Derajat Kejenuhan
-
+
Kapasitas Jalan
+ Kecepatan Kendaraan
Waktu Tempuh Perjln
+
Waktu Tempuh yg diinginkan
+
Tekanan Utk Penambahan Kapasitas Jln
+
Gambar 31 Causal loops sub model sistem pergerakan
95
Diagram lingkar sebab akibat tersebut diatas menggambarkan hubungan antara populasi, volume lalu lintas, derajat kejenuhan jalan dan pendapatan per kapita penduduk.
Jumlah perjalanan per hari akan berubah seiring dengan
berjalannya waktu. Perubahan jumlah perjalanan ini diakibatkan oleh pertambahan perjalanan yang dipengaruhi oleh PDRB (pendapatan masyarakat) dan derajat kejenuhan jalan. Jumlah perjalanan per hari ini akan mempengaruhi volume lalu lintas pada jaringan jalan sehingga dengan kapasitas jalan yang terbatas, akan meningkatkan / menurunkan derajat kejenuhan jalan. Derajat kejenuhan jalan akan mempengaruhi kecepatan kendaraan rata-rata pada jaringan jalan tersebut yang akan berakibat pada pertambahan waktu tempuh. Pertambahan waktu tempuh ini akan membangkitkan ‘tekanan’ untuk penambahan kapasitas jalan.
‘Tekanan’
untuk penambahan kapasitas jalan ini (apabila dana tersedia) akan direalisasikan menjadi penambahan kapasitas jaringan jalan yang akan menurunkan kembali derajat kejenuhan jalan. Variabel dan parameter yang digunakan untuk sub model sistem pergerakan berupa jumlah perjalanan awal, tingkat pertambahan perjalanan normal, rata-rata kecepatan minimal, dan rata-rata jarak tempuh kendaraan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Variabel dan parameter pada sub model sistem pergerakan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
Perjalanan
7500
Survey L L
1.
Jumlah Perjalanan Awal
2.
Tk Pertambahan Perjalanan Normal
tanpa dimensi
0,025
data BPS
3.
Rata-rata Kecepatan Minimal
kilometer / jam
80
desain Jalan
4.
Rata-rata jarak tempuh kendaraan
kilometer
1
asumsi
Selanjutnya dari causal loops tersebut dapat digambarkan diagram alir sub model sistem pergerakan seperti pada Gambar 32.
96
Tk_pertamb_normal
Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln
Tk_pertamb_perjln
Rata2_rasio_pendapatan Efek_Pendpatan_Thd_Perjln
Jmlh_Perjln_Awal
Jumlah_perjln_per_hari Pertamb_jmlh_perjln Perjln_per_org_per_hari
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Populasi_Perumahan
Volume_Lalu_Lintas Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend
Kapasitas_Jalan
Rata2_jrk_tempuh_kend Rata2_Kecepatan_kend Waktu_Tempuh_Perjln
Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Rata2_Kecepatan_Minimal
Gambar 32 Diagram alir sub model sistem pergerakan.
6.4. Sub Model Sistem Jaringan Jalan Diagram
lingkar
sub
model
sistem
jaringan
jalan
dibawah
ini
menggambarkan hubungan antara panjang jalan, pertambahan panjang jalan, kapasitas jalan dan ketersediaan anggaran untuk pembangunan jalan (Gambar 33).
97
Kualitas Aparat
Tk Penerapan Aturan LL
+
Tk Kedisiplinan Pengguna Jalan
+
Fraksi Kend Parkir di Jalan
Hambatan Samping
+
Pertambahan Panjang Jalan
Panjang Jalan
+
+
+
-
+ +
+
Ketersediaan Dana Utk Penambahan Kapasitas
-
Kapasitas Jalan
+ +
Fraksi Lahan Utk Jalan
Tekanan Utk Penamb. Kapasitas
Fraksi Dana Penamb. Kapasitas -
+
+ Anggaran Pemb. Jalan
Waktu Tempuh Perjln yg diinginkan
Waktu Tempuh Perjln
Gambar 33 Causal loops sub model sistem jaringan jalan Dalam perjalanan waktu, kapasitas jalan akan berubah, dengan adanya pembangunan jalan baru yang dipengaruhi oleh tersedianya dana pembangunan jalan dan adanya kebutuhan penambahan kapasitas jalan tersebut. Dana pembangunan jalan akan tersedia apabila ada penambahan penerimaan daerah. Kapasitas jalan yang ada, dalam kenyataannya tidak dapat dipergunakan secara penuh, karena adanya pengurangan kapasitas akibat gangguan samping berupa gangguan dari aktivitas di bahu jalan, lebar lajur lalu lintas yang kurang memenuhi syarat, adanya median pemisah arah lalu lintas, dan adanya kendaraan yang parkir di pinggir jalan. Kapasitas jalan riil ini juga dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan pengguna jalan terutama tingkat kedisiplinan pengemudi kendaraan angkutan kota yang harus ditegakkan dengan penerapan law enforcement secara tegas dan konsisten sehingga menimbulkan efek jera kepada para pengemudi angkutan kota tersebut. Dari causal loops tersebut diatas dapat digambarkan diagram alir seperti pada Gambar 34.
98
Kapasitas_Awal_Jalan_Co Penamb_Kap_Jln_Normal
Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan
Kapasitas_Jalan Demolisi_Kapasitas_Jalan
Penambahan_Kapasitas_Jalan
Kapasitas_Jalan_riil Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas
Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap
Faktor_Ukuran_Kota_FCcs Faktor_Pemisah_Arah_FCsp Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf
Tk_kedipl_Pengguna_Jln Tk_Kedipl_Normal
Efek_ketersediaan_Dana_thd_Penamb_Kapasitas Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln Target_Dana Fr_Kend_Park_di_Jln
Ketersediaan_Dana Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Efek_pertamb_angkot_thd_tk_kedisiplinan Waktu_Penyediaan_Dana Pengel_yg_diinginkan Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan Kapasitas_Jalan penamb_kap_yg_diinginkan Biaya_Penamb_kap_pr_km
Tk_Penerapan_Aturan_Normal Pertumb_Angk_Umum Kas_Daerah
Kas_Dana_Pemb_Jalan Dana_Pembangunan_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain
APBD Fr_Dana_Pemb_Jalan Fr_Dana_Pemb_non_Jalan
Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan Penerimaan_Daerah Pertambahan_Penerimaan
Gambar 34 Diagram alir sub model sistem jaringan jalan.
Variabel dan parameter yang dipakai pada sub model sistem jaringan jalan adalah seperti tertulis pada Tabel 23.
99
Tabel 23 Variabel dan parameter pada sub model sistem jaringan jalan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keteran gan
1.
Kapasitas awal jalan
smp/jam
2900
MKJI
2.
Fraksi Penambahan Kapasitas Normal
tanpa dimensi
0.000002
asumsi
3.
Fraksi Demolisi Kapasitas Jalan
tanpa dimensi
0
asumsi
3.
Faktor Lebar Jalur LL Efektif (FCw)
tanpa dimensi
0,504
MKJI
4.
Faktor Pemisah Arah (FCsp)
tanpa dimensi
1
MKJI
5.
Faktor Kelas Hambatan (FCsf)
tanpa dimensi
0,99
MKJI
6.
Faktor Ukuran Kota (FCcs)
tanpa dimensi
1
MKJI
7.
Faktor Kendaraan Parkir di Jalan
tanpa dimensi
0,1
MKJI
8.
Fraksi Rata-Rata Pertambahan Penerimaan
tanpa dimensi
0,126
BPS
9.
Penerimaan Daerah
rupiah
731 milyar
BPS
6.5. Sub Model Sistem Sarana Kendaraan Pada sub model sistem sarana kendaraan
dapat digambarkan diagram
sebab akibat (causal loop) seperti pada Gambar 35.
+
Pertamb Sepeda Motor
+
Jumlah Sepeda Motor
Demolisi Sepeda Motor
+ +
-
Pendapatan
+
+
+ +
Demolisi Mobil Pribadi
Jumlah Mobil Pribadi
Pertamb Mobil Pribadi
-
+ Kualitas Angkutan Umum
+
+
+
Pertamb Angkutan Umum
Jumlah Angkutan Umum
+
+
Demolisi Angkutan Umum
-
+
+ + Potensi Penumpang Angk Umum
Populasi Perumahan
+
+ Jumlah Truk
Jumlah Kend yang Dipilih untuk Perjalanan
+
Gambar 35 causal loops sub model sistem sarana kendaraan
100
Diagram lingkar sub model sistem sarana kendaraan diatas menggambarkan hubungan antara empat moda kendaraan yaitu sepeda motor, mobil pribadi, truk dan angkutan umum yang beroperasi menggunakan badan jalan akses ke perumahan Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Parongpong. Jumlah sepeda motor dan mobil pribadi meningkat cukup siknifikan seiring dengan berjalannya waktu yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah rumah tangga di perumahan dan meningkatnya pendapatan masing-masing rumah tangga sehingga mampu membeli kendaraan untuk aktivitas mereka.
Pertambahan
jumlah sepeda motor dan mobil pribadi ini juga akan meningkatkan jumlah kendaraan yang dipilih oleh pelaku perjalanan yang akhirnya akan menambah tingginya volume lalu lintas pada jaringan jalan. Jmlh_Spd_Mtr_Awal Tk_Pertamb_Spd_Mtr
Jumlah_Rumah_Tangga Jmlh_spd_Mtr_per_KK
Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr Jumlah_Sepeda_Motor Demolisi_Spd_Motor
Pertamb_Spd_Motor
Rata2_rasio_pendapatan
Umur_Spd_Mtr Jumlah_Rumah_Tangga Jmlh_Mobil_Awal
Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil
Jmlh_Mobil_per_KK_1
Jumlah_mobil_Pribadi Demolisi_Mobil_Pribadi
Pertamb_Mobil_Pribadi
Umur_Mobil
Tk_Pertamb_Mobil Kualitas_Angkutan_Umum
Fr_moda_Angk_Umum Fr_Moda_Angkutan_Umum
Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_Pribdi Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angkutan_Umum Jumlah_Angk_Umum_Awal
Jumlah_Angkutan_Umum Demolisi_Angkutan_Umum
Pertumb_Angk_Umum
Masa_Izin_Trayek
Tk_Pertumb_Angk_Umum Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan_Kota
Populasi_Perumahan Fr_Potensi_penumpang_Angkot
Fr_Jumlah_Truk
Fr_Moda_Mobil_Pribadi emp_mobil_pribadi
Fr_Moda_Spd_mtr Jumlah_Truk
Populasi_Perumahan
Jumlah_mobil_Pribadi emp_Truk
emp_spd_mtr Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln Jumlah_Sepeda_Motor
Tk_Okupansi_mob_pribadi
emp_Angk_Umum Jumlah_Angkutan_Umum
Tk_Okupansi_Spd_Mtr
Tk_Okupansi_Truk
Tk_Okupansi_Angk_Umum
Gambar 36 Diagram alir sub model sistem sarana kendaraan
101
Kualitas angkutan umum juga mempengaruhi pemakaian moda sepeda motor dan mobil pribadi. Apabila kualitas angkutan umum ditingkatkan, diharapkan perpindahan moda dari sepeda motor dan mobil pribadi ke angkutan umum akan terjadi yang akan menurunkan volume lalu lintas pada jaringan jalan. Causal loops tersebut pada Gambar 35 selanjutnya menghasilkan diagram alir sebagaimana tergambar pada Gambar 36, sedangkan parameter-parameter dan variabel yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Variabel dan parameter pada sub model sistem sarana kendaraan No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
kendaraan
1,593
survey
tanpa dimensi
0.09
survey
1.
Jumlah Sepeda Motor per KK
2.
Tingkat Pertambahan Sepeda Motor
3.
Umur sepeda motor
tahun
10
survey
3.
Jumlah mobil per KK
kendaraan
1,32
survey
4.
Tingkat Pertambahan Mobil
tanpa dimensi
0,06
survey
5.
Jumlah angkutan umum awal
kendaraan
403
survey
6.
Masa izin trayek
tahun
20
Dinas LLAJR
7.
Tingkat pertumbuhan angkutan umum
tanpa dimensi
0,065
data sekunder
8.
Fraksi potensi penumpang angkutan umum
tanpa dimensi
0,35
survey
9.
Fraksi moda mobil pribadi
tanpa dimensi
0,18
survey
10.
Fraksi moda sepeda motor
tanpa dimensi
0,28
survey
11.
Fraksi jumlah truk
tanpa dimensi
0,017
survey
12.
Fraksi moda angkutan umum
tanpa dimensi
0,35
survey
13.
Tingkat okupansi mobil pribadi
orang/kendaraan
2
survey
14.
Tingkat okupansi sepeda motor
orang/kendaraan
1,5
survey
15.
Tingkat okupansi angkutan umum
orang/kendaraan
4
survey
16.
Tingkat okupansi truk
orang/kendaraan
1,5
survey
17.
emp mobil pribadi
smp
1
literatur
18.
emp sepeda motor
smp
1
literatur
19.
emp angkutan umum
smp
1
literatur
20.
emp truk
smp
2
literatur
102
6.6. Sub Model Sistem Pencemaran Lingkungan Dalam sub model pencemaran lingkungan diambil beberapa parameter pencemaran udara dan kebisingan. Parameter pencemaran udara yang diambil adalah untuk 5 jenis pencemar yaitu: 1. Karbon monoksida (CO),
2. Nitrogen
oksida (NOx), 3. Hidrokarbon (HC), 4. Sulfur Dioksida (SO2), dan 5. Partikel (SPM). Selanjutnya dapat digambarkan hubungan sebab akibat dalam diagram causal loops seperti tergambar pada Gambar 37.
Kadar COx
+ Kadar NOx
+
-
+
Volume Lalu Lintas
+
Kadar HC
Index Kualitas Udara
-
Kadar SOx
+ Kadar SPM
+
Kadar Kebisingan
Gambar 37 Causal loops sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan Dari causal loops diatas terlihat bahwa volume lalu lintas akan meningkatkan kadar pencemar udara yaitu kadar COx, NOx, HC, SOx dan SPM di udara. Selain ke 5 pencemar udara tersebut peningkatan volume lalu lintas juga meningkatkan kebisingan di kawasan perumahan tersebut. Peningkatan pencemar udara akan berakibat pada penurunan indeks kualitas udara. Pencemaran udara yang terjadi ini harus dibatasi agar tidak melampaui ambang batasnya sesuai peraturan pemerintah. Indeks kualitas udara juga berubah seiring dengan berjalannya waktu, yang disebabkan oleh penambahan pencemaran yang terus menerus oleh kendaraan bermotor. Sampai dengan batas waktu yang ditentukan akan diamati perubahan /
103
peningkatan pencemaran udara akibat transportasi ini sehingga dapat dilakukan pemilihan alternatif / skenario kebijakan untuk mengantisipasinya. Selanjutnya struktur sub model sistem pencemaran udaranya dapat dilihat pada Gambar 38, sedangkan variabel dan parameternya pada Tabel 25.
Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas Index_Kualitas_Udara_COx
Kadar_COx
Index_Kualitas_Udara_NOx
Kadar_NOx
Baku_Mutu_COx
Baku_Mutu_NOx
Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_HC
Kadar_HC Volume_Lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas Baku_mutu_HC
Index_Kualitas_Udara_SOx
Kadar_SOx
Baku_Mutu_SOx Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas
Fr_Kebisingan Kadar_SPM_di_Udara
Index_Kualitas_Udara_SPM Baku_Mutu_SPM
Kebisingan Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas
Gambar 38 Diagram alir sub model sistem pencemaran udara dan kebisingan Tabel 25 Variabel dan parameter pada sub model sistem pencemaran udara No.
Variabel dan Parameter
Dimensi
Nilai
Keterangan
1.
Fraksi COx vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,00533
Survey LL
2.
Fraksi NOx vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0.00012
Survey LL
3.
Fraksi HC vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,00358
Survey LL
4.
Fraksi SOx vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,00002
Survey LL
5.
Fraksi SPM vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,06401
Survey LL
6.
Fraksi kebisingan vs volume lalu lintas
tanpa dimensi
0,0107
Survey LL
7.
Baku mutu COx
ppm / 8 jam
20
KepMen KLH
8.
Baku mutu NOx
ppm / 24 jam
0,05
KepMen KLH
9.
Baku mutu HC
ppm / 3 jam
0,24
KepMen KLH
10.
Baku mutu SOx
ppm / 24 jam
0,10
KepMen KLH
11.
Baku mutu SPM
µg / m3
150
KepMen KLH
12.
Baku mutu kebisingan (yang diinginkan)
dBA
45
KepGub DKI
13.
Baku mutu kebisingan (yang diperkenankan)
dBA
60
KepGub DKI
104
Secara lengkap model pengelolaan transportasi di pinggiran metropolitan tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar 39. Tk_Pertamb_Kelahiran_Normal
Tk_pertamb_normal
Efek_derajat_kejenuhan_vs_pertamb_perjln
Tk_Pertambahan_Kelahiran Kematian
Populasi_Awal
Tk_pertamb_perjln
Rata2_rasio_pendapatan
Kelahiran
Efek_Pendpatan_Thd_Perjln
Jmlh_Perjln_Awal
Populasi_Kabupaten
Efek_Pendapatan_Thd_Kelahiran
Jumlah_perjln_per_hari Pertambahan_penduduk Harapan_Hidup Harapan_Hidup_Normal
Pertamb_jmlh_perjln
Pengurangan_Penduduk Fr_Out_Migrasi_Normal
Perjln_per_org_per_hari
In_migrasi Out_migrasi
Efek_Pend_thd_Harapan_Hidup Fr_in_migrasi
Derajat_Kejenuhan_Jalan
Populasi_Perumahan
Populasi_Perumahan Fr_Out_Migrasi
Jumlah_Rumah_Tangga
Fr_In_Migrsi_Normal
Volume_Lalu_Lintas
Jumlah_org_per_rmh
Rata2_rasio_pendapatan
Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln
Efek_Ratio_Pendpatan_thd_In_Migrasi
Efek_Rasio_Pendapatan_thd_Out_Migrasi
Waktu_Rata2_Rasio_Pend Ratio_PDRB_per_kapita
Derajat_Kejenuhan_Jalan
PDRB_per_kapita
Efek_Der_Kej_Jln_thd_rata2_Kec_Kend
Kapasitas_Jalan_riil Trend_PDRB_per_kapita_normal
PDRB_perkapita_normal
Wkt_Trend_PDRB_perkapita Trend_PDRB_per_Kapita
Rata2_Kecepatan_kend
Waktu_Tempuh_Perjln
Rata2_jrk_tempuh_kend
PDRB
Waktu_Tempuh_Perjln_Min_yg_diinginkan
Ratio_Trend_PDRB_per_Kapita
Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas
Efek_Derajat_Kej_thd_PDRB
PDRB_Potensial Pertamb_PDRB_Potensial
Derajat_Kejenuhan_Jalan PDRB_Awal
Rata2_Kecepatan_Minimal
Tk_Pertumb_PDRB Jmlh_Spd_Mtr_Awal
Kapasitas_Awal_Jalan_Co Tk_Pertamb_Spd_Mtr
Fr_Penamb_Kap_Jln_Normal
Jumlah_Rumah_Tangga
Fr_Demolisi_Kapasitas_Jalan
Jmlh_spd_Mtr_per_KK Efek_Pendapatan_thd_pertamb_spd_mtr
Kapasitas_Jalan Demolisi_Kapasitas_Jalan
Penambahan_Kapasitas_Jalan
Jumlah_Sepeda_Motor Demolisi_Spd_Motor
Pertamb_Spd_Motor
Rata2_rasio_pendapatan
Umur_Spd_Mtr
Faktor_Lebar_Jalur_LL_Efektif_Fcw
Kapasitas_Jalan_riil
Efek_kedisiplinan_thd_Peng_Kap
Jumlah_Rumah_Tangga
Efk_Pendapatan_thd_pertamb_mobil
Jmlh_Mobil_Awal
Efk_Kebutuhan_thd_penamb_Kapasitas
Jmlh_Mobil_per_KK_1
Faktor_Ukuran_Kota_FCcs Faktor_Pemisah_Arah_FCsp Faktor_Kelas_Hambatan_FCsf
Tk_kedipl_Pengguna_Jln
Jumlah_mobil_Pribadi
Tk_Kedipl_Normal
Demolisi_Mobil_Pribadi
Pertamb_Mobil_Pribadi
Efek_ketersediaan_Dana_thd_Penamb_Kapasitas
Kualitas_Angkutan_Umum
Fr_moda_Angk_Umum Fr_Moda_Angkutan_Umum
Target_Dana Efek_Kualitas_Angkutan_Umum_thd_Pertamb_Mobil_Pribdi
Fr_Kend_Park_di_Jln
Ketersediaan_Dana
Umur_Mobil
Tk_Pertamb_Mobil
Efek_kend_parkir_di_jln_thd_Peng_Kap_Jln
Efek_Kualitas_Angk_Umum_thd_Pilihan_Moda_Angkutan_Umum Jumlah_Angk_Umum_Awal
Kebutuhan_Utk_Penamb_Kapasitas Efek_pertamb_angkot_thd_tk_kedisiplinan Waktu_Penyediaan_Dana
Jumlah_Angkutan_Umum Demolisi_Angkutan_Umum
Pertumb_Angk_Umum
Pengel_yg_diinginkan Efek_penerapan_peraturan_thd_kedisiplinan
Kapasitas_Jalan_riil
Masa_Izin_Trayek
Tk_Pertumb_Angk_Umum Persentase_Potensi_Penumpang_thd_Pop
penamb_kap_yg_diinginkan Efek_Potensi_Penumpang_thd_Pertumb_Angkutan_Kota
Biaya_Penamb_kap_pr_km
Populasi_Perumahan
Tk_Penerapan_Aturan_Normal Pertumb_Angk_Umum
Fr_Potensi_penumpang_Angkot
Kas_Daerah
Fr_Jumlah_Truk
Kas_Dana_Pemb_Jalan Pengeluaran_Pemb_Jalan
Fr_Moda_Mobil_Pribadi
Dana_Pembangunan_Jalan
Pengeluaran_Pemb_Sektor_Lain
Fr_Moda_Spd_mtr
emp_mobil_pribadi
Jumlah_Truk Jumlah_mobil_Pribadi
APBD Fr_Dana_Pemb_Jalan
emp_Truk
emp_spd_mtr
Fr_Dana_Pemb_non_Jalan
Fr_Rata2_Pertamb_Penerimaan
Populasi_Perumahan
Jumlah_Kend_yg_Dipilih_Utk_Perjln Jumlah_Sepeda_Motor
emp_Angk_Umum Jumlah_Angkutan_Umum
Penerimaan_Daerah Tk_Okupansi_mob_pribadi
Tk_Okupansi_Spd_Mtr
Tk_Okupansi_Truk
Pertambahan_Penerimaan
Tk_Okupansi_Angk_Umum
Fraksi_COx_vs_Volume_Lalu_Lintas Index_Kualitas_Udara_COx
Kadar_COx
Index_Kualitas_Udara_NOx
Kadar_NOx
Baku_Mutu_COx
Baku_Mutu_NOx
Fraksi_NOx_vs_Volume_lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_HC
Kadar_HC Volume_Lalu_Lintas
Index_Kualitas_Udara_di_SR_GP_dan_TR Fraksi_HC_vs_Volume_Lalu_Lintas Baku_mutu_HC
Index_Kualitas_Udara_SOx
Kadar_SOx
Baku_Mutu_SOx Fraksi_SOx_vs_Volume_Lalu_Lintas
Fr_Kebisingan Kadar_SPM_di_Udara
Index_Kualitas_Udara_SPM Baku_Mutu_SPM
Kebisingan Fraksi_SPM_vs_Volume_Lalu_Lintas
Gambar 39 Model pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan
105
6.7. Validasi Model Untuk dapat dinyatakan bahwa suatu model disebut valid, model tersebut harus mencerminkan dunia nyatanya. Demikian juga dengan model pengelolaan tranportasi ini, harus diuji apakah sudah cocok atau mendekati atau mirip dengan dunia nyata. 6.7.1. Validasi Model Terhadap Komponen Populasi Penduduk Berdasarkan hasil simulasi dan dibandingkan dengan data populasi penduduk historis yang ada, dapat dicari AVE (absolute variable error) dan AME (absolute mean error) sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Tabel 26
Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah penduduk di Kabupaten Bandung Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat (jiwa)
No.
Tahun Aktual
Simulasi
1.
2004
4.675.120
4.675.120
2.
2005
4.894.330
4.892.048
3.
2006
4.920.650
4.959.101
4.
2007
5.056.750
5.040.483
5.
2008
5.133.520
5.123.155
Rata-rata
4.936.074
4.935.631
Standard Deviasi ( σ )
175801,78563
164957,34657
AME (Average Mean Error)
0,000089 ( 0,0089 % )
AVE (Average Variance Error)
0,062 ( 6,20 % )
Dari hasil perbandingan data populasi penduduk hasil simulasi dengan data populasi penduduk historis tersebut diatas diperoleh kesimpulan: 1. Nilai AME sebesar 0,0089 % dan nilai AVE sebesar 6,20 %, artinya nilai kedua parameter tersebut masih dibawah 10% (lihat Tabel 26 dan Gambar 40) 2. Dengan AME dan AVE < 10%, model tersebut diatas dapat dikatakan sudah menyerupai keadaan sebenarnya di alam nyata
106
5200000
5133520 5056750
5100000
5107306
5000000
4916826
4900000 4894330
4800000 4700000
4937688
5041213
4920650
4675120
4600000 2004
2005
2006
2007
2008
TAHUN Jumlah Penduduk Historis
Jumlah Penduduk Hasil Simulasi
Gambar 40 Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah penduduk.
6.7.2. Validasi Model Terhadap Komponen Jumlah Angkutan Umum Kinerja model ini juga diuji terhadap komponen jumlah angkutan umum historis apakah AVE dan AME nya masih kurang dari 10%, seperti diuraikan dalam Tabel 27 dan Gambar 41. Tabel 27 Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah angkutan umum Jumlah Angkutan Umum ( kendaraan ) No.
Tahun Aktual
Simulasi
1.
2004
403
403
2.
2005
425
418
3.
2006
439
433
4.
2007
445
449
5.
2008
470
465
Rata-rata
436,4
433,6
Standard Deviasi ( σ )
613,8
600,8
AME (Average Mean Error)
0.006416132 ( 0,64% )
AVE (Average Variance Error)
0.021179537 ( 2,11% )
107
480 470 460
449 439
440 420
425 403
465 445
433
418
400 380 360 2004
2005
2006
2007
2008
TAHU N Jumlah Angkutan Kota Historis
Jumlah Angkutan Kota Simulasi
Gambar 41 Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah angkutan umum Dari hasil perbandingan antara data jumlah angkutan umum hasil simulasi dengan data jumlah angkutan umum historis tersebut diatas diperoleh kesimpulan: 1. Nilai AME sebesar 0,64 % dan nilai AVE sebesar 2,11 %, artinya nilai kedua parameter tersebut masih dibawah 10% (lihat Tabel 27 dan Gambar 41) 2. Dengan AME dan AVE < 10%, model tersebut diatas dapat dikatakan sudah menyerupai keadaan sebenarnya di alam nyata 6.8. Kesimpulan 1. Dari hasil validasi model terhadap data historis dari jumlah penduduk ( AME= 0,0089% dan AVE= 6,20% ) dan jumlah angkutan umum ( AME= 0,64%
dan
AVE= 2,11% ), model yang dibangun tersebut diatas dapat dikatakan valid.dan dapat dipergunakan sebagai model pengelolaan transportasi di kawasan studi tersebut diatas. 2. Setelah dilakukan uji coba untuk menjalankan model tersebut dengan perangkat lunak powersim, model tersebut dapat berjalan dengan baik sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan simulasi dengan memasukkan parameter-parameter sesuai keadaan sebenarnya di alam nyata.
39
Subang di sebelah barat dan utara, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi di sebelah timur, serta Kabupaten Cianjur di sebelah barat dan timur. Kabupaten Bandung Barat mewarisi sekitar 1,4 juta penduduk dari 42,9% wilayah lama Kabupaten Bandung. Sedangkan ibu kota Kabupaten Bandung Barat berlokasi di Kecamatan Ngamprah, yang terletak di jalur Bandung-Jakarta. Berdasarkan data, luas wilayah Kabupaten Bandung Barat yaitu 1.305,77 km2, terletak antara 60° 41' s/d 70° 19' lintang Selatan dan 107° 22' s/d 108° 05' Bujur Timur. Mempunyai ketinggian rata-rata 110 meter dan maksimum 2.429 meter dari permukaan laut. Kemiringan wilayahnya bervariasi antara 0- 8%, 8 - 15% hingga diatas 45%. Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 15 (lima belas) kecamatan yang terdiri dari : Padalarang, Cikalongwetan, Cililin, Parongpong, Cipatat, Cisarua, Batujajar, Ngamprah, Gununghalu, Cipongkor, Cipeundeuy, Lembang, Sindangkerta, Cihampelas dan Rongga. Dilihat dari sisi penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat, penggunaan lahan untuk budidaya pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu 66.500,294 hektar, sedangkan yang termasuk kawasan lindung seluas 50.150,928 hektar, budidaya non pertanian seluas 12.159,151 hektar dan lainnya seluas 1.768,654 hektar. ‘Luas wilayah kawasan lindung di daerah Kabupaten Bandung Barat terkait dengan isu kawasan Bandung Utara, disamping itu dilihat dari kondisi fisik geografis, posisi wilayah Kabupaten Bandung Barat dinilai kurang menguntungkan, hal ini dikarenakan daerahnya terdiri dari banyak cekungan yang berbukit-bukit dan di daerah¬daerah tertentu sangat rawan dengan bencana alam tanah longsor. Batas wilayahnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 2007 tersebut adalah : a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur, Kecamatan Manis, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Bojong, Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta, Kecamatan Sagalaherang, Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang.
40
b.
Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Cilengkrang, Kecamatan Cimenyan, Kecamatan Margaasih, Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Sukasari Kota Bandung, Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.
c.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung dan Kecamatan Pagelaran Kabupaten Cianjur
d.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Campaka, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur.
e.
Alam di daerah kabupaten Bandung Barat sangat menjanjikan untuk obyek pariwisata, seperti : Gn. Tangkuban Perahu di sebelah utara sampai Taman Hutan Ir. H. Juanda di sebelah Selatan, Waduk Saguling di sebelah Barat, Maribaya di sebelah Timur.
Adapun beberapa obyek
wisata yang ada di wilayah Kab. Bandung Barat
diantaranya : 1. Lembang Daerah yang terkenal dengan panorama alamnya yang indah. di daerah ini terdapat Taman Wisata Maribaya dengan keindahan Air terjun dan pesona Alamnya. 2. Kebun Bunga Cihideung Terletak di kecamatan Parongpong, dilokasi ini tersedia aneka jenis bunga tanaman hias, bibit buah buahan dan argo wisata. 3. Kawah Gunung Tangkuban Parahu Panorama alam yang berada di daerah Lembang, kurang lebih 30 km sebelah utara kota Bandung, menyajikan pesona alam yang begitu mengagumkan. 4. Curug Ciomas, Maribaya Rekreasi dengan pemandangan indah dan berudara sejuk ini, selain memiliki sumber air panas mengandung mineral, juga terdapat air terjun Ciomas setinggi 25 meter. 5. Curug Cimahi Curug atau juga Air Terjun Cimahi ini, memiliki ketinggian sekitar 75 m, merupakan salah satu curug yang tertinggi di wilayah Bandung. Air yang jatuh dari ketinggian ini akan terlihat seperti butiran mutiara saat jatuh kebawah.
41
3.3. Kecamatan Lembang Lembang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Lembang berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di Puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara 17°-27°C. Penduduk Lembang sebagian besar bermata pencarian sebagai petani, pedagang, pekerja sektor informal (buruh, pengemudi, dan sebagainya). Di kecamatan ini terdapat Observatorium Bosscha, serta berbagai tempat wisata seperti Gunung Tangkuban Perahu, Pemandian Maribaya, Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Dago Pakar), dan lain-lain. Wilayah Kecamatan Lembang memiliki posisi strategis dari segi perkembangan wilayahnya karena dilalui jalan koridor Bandung Jakarta via Subang serta berbatasan dengan Kota Bandung bagian utara, memiliki potensi fisik alami yang baik dikembangkan untuk kegiatan pertanian hortikultura serta menawarkan keindahan wisata alamnya. Perkembangan Kota Bandung yang terus meningkat mempengaruhi perkembangan, wilayah Kecamatan Lembang sehingga berkembang dari wilayah rural menjadi wilayah urban yang dapat mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di wilayah Kecamatan Lembang telah mengakibatkan lahan pertanian seluas 361,08 ha berubah menjadi lahan terbangun (permukiman, villa, hotel, dan restoran), sehingga dalam kurun tahun 1992-1997, luas lahan pertanian di wilayah ini berkurang sebesar 3,4%. Alih fungsi lahan pertanian tersebut menjadi permasalahan, karena kegiatan pertanian telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Kecamatan Lembang (62,62%), sehingga keberlangsungan kegiatan pertanian di wilayah ini akan menyangkut nasib sekitar 22.913 KK atau 83,39% rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Disamping itu, sub sektor pertanian hortikultura ini telah mendominasi kegiatan perekonomian wilayahnya, dengan memberikan kontribusi terbesar pada nilai PDB Kecamatan Lembang (71,82%). 1) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani, namun hanya dialami oleh sebagian kecil rumah tangga petani di Kecamatan Lembang. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial rumah tangga pertanian tersebut diidentifikasi dari adanya:
42
(a) perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian, dari petani pemitik menjadi petani non pemilik, (b) penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga, (c) penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga, (d) penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga, (e) penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga, serta (f)
penurunan kernampuan mobilitas.
2) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi rumah tangga petani, yang dialami oleh sebagian besar rumah tangga petani di Kecamatan Lembang. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi ekonomi rumah tangga pertanian tersebut diidentifikasi dari adanya (a) penurunan tingkat pendapatan per bulan, (b) penurunan kemampuan investasi. (c) penurunan kemampuan usaha, (d) penurunan kemampuan menabung, (e) penurunan kemampuan pemasaran hasil pertanian, serta (f) penurunan akses ke lembaga keuangan. Terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani di Kecamatan
Lembang
mempunyai
implikasi
pada
kebijakan
perencanaan
pengembangan wilayahnya, yang mempunyai dampak secara makro-spasial, maupun mikro-rumah tangga pertanian., pengendalian lokasi lahan pertanian yang dapat dijual dan mungkin berubah menjadi lahan terbangun, disertai upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rumah tangga pertanian di Kecamatan Lembang, diantaranya melalui pembentukan kelompok / paguyuban tani (corporate farming). Dengan demikian, diharapkan bahwa alih fungsi lahan pertanian yang terjadi dapat dikendalikan, agar tidak semakin berpengaruh negatif terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian, yang nampaknya mengalami proses marjinalisasi yang dapat mengakibatkan mereka menjadi kaum "urban poor", dengan tidak mengabaikan pengaruh perkembangan Kota Bandung terhadap perkembangan wilayah Kecamatan Lembang. 3.4. Kecamatan Parongpong Kecamatan Parongpong merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kecamatan Lembang, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukasari. Kecamatan Parongpong
43
berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di Puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara
170 - 270C. Penduduk
Parongpong sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, pekerja sektor informal (buruh, pengemudi, dan sebagainya). Kecamatan Parongpong terdiri dari tujuh desa yaitu Desa Cigugurgirang, Cihanjuang Raya, Cihanjuang, Ciwaruga, Karyawangi dan Sariwangi. Setiap desa mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam penataan ruang maupun penggunaan lahan yang ada. Misalkan Desa Cihanjuang. Lokasi geografis di antara kaki gunung Tangkuban Perahu dan Burangrang dengan perbatasan wilayah antara kabupaten Bandung dan kota Cimahi. Pada awal tahun 1980, Cihanjuang dikenal sebagai sentra penghasil hasil kebun dan pertanian yang dapat menyuplai bukan hanya daerah Bandung saja, tetapi Jakarta dan daerah perbatasan Jawa Tengah. Hasil pertanian tersebut adalah palawija, sayur mayur, padi dan buah-buahan selain peternakan sapi dan kainbing. Nama Cihanjuang diambil dari pohon yang banyak tumbuh di daerah berbukit yang subur ini, yaitu pohon hanjuang. Karena pertumbuhan penduduk dan berkembangnya wilayah human (Panorama alam sekitar yang indah memikat para pengusaha untuk membangun Vila dan wilayah hunian), lahan pertanian dan perkebunan pun menciut. Meskipun masih menghasilkan palawija. sayur mayur dan sedikit padi. Cihanjuang dikenal sebagai penghasil bunga potong yang hasilnya dapat dilihat di daerah wisata bunga dan Kebun Lembang, Selain di Desa Cihanjuang misalkan di Cigugurgirang penggunaan lahan banyak digunakan untuk perumahan, seperti Perumahan Setiabudi Regency, Trinity, Villa Istana Bunga dan yang Iainnya dikarenakan pesona alam yang memikat dan sejuk. Panorama alam yang indah dan udara yang sejuk membuat para pengembang perumahan tertarik dengan kondisi alam yang sangat memikat, sehingga banyak developer yang mendirikan perumahan di daerah tersebut. Salah satu perumahan elit yang berada di daerah tersebut adalah Villa Istana Bunga yang lokasinya tidak jauh dari kantor Kecamatan Parongpong.
Disana juga terdapat
komplek militer yang banyak didatangi oleh masyarakat untuk berekreasi, yaitu Kesatrian Detasemen Kavaleri Berkuda ( DENKAVKUD). Selain perumahan ada juga tempat pariwisata yang dikembangkan seperti Ciwangun Indah Camp,
44
Kampung Daun, Curug Cimahi, kebun strawberry petik sendiri dan banyak yang lainnya. Daerah Cihideung merupakan penghasil bunga-bunga hias yang banyak diminati oleh masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun para turis yang datang ke lokasi tersebut. Disamping itu pula para petani sudah mulai mengekspor bungabunga hias ke mancanegara karena kualitas bunga yang tinggi, sehingga Kecamatan Parongpong dikenal dengan penghasil bunga berkualitas tinggi. 3.5. Perumahan Setiabudi Regency Komplek Perumahan Setiabudi Regensi bertempat di jalan Sersan Bajuri Km.1 Bandung Barat. Setiabudi Regency merupakan bagian dari tiga desa yang ada di Kecamatan Parongpong yaitu Desa Cigugur Girang, Desa Cihideung dan Desa Ciwaruga. Perumahan Setiabudi Regency ini memiliki luas sekitar 1.100.000 meter persegi (110 Ha) di dalamnya terbagi menjadi 8 wing. Jumlah kavling yang ada dalam komplek perumahan ini sekitar 1324 unit / kavling. Tetapi kavling yang terbangun hanya 600 unit. Rumah yang dihuni sekitar 550 rumah dan sisanya hanya dihuni sekali sekali saja. Perumahan Setiabudi Regency mulai dibangun tahun 1993 rencananya 1 tahun lagi akan segera selesai dan akan langsung diserahkan kepada pemerintah, walaupun fasilitas sosial dan fasilitas umum yang seharusnya dibangun oleh developer banyak yang belum dibangun. Komplek Perumahan Setiabudi Regency mempunyai akses jalan yang cukup baik, drainase yang baik dan pengelolaan air kotor yang cukup baik juga. Udara yang ada masih terbilang sejuk sehingga tidak heran perumahan ini banyak dihuni oleh orang-orang yang sudah pension kerja. Mereka merasa sangat nyaman tinggal di daerah yang sejuk dan tenang. Setiabudi Regency berada dikawasan pinggiran metropolitan yang sering digunakan orang untuk sekedar rileks dan rekreasi. Komplek Perumahan Setiabudi Regency ini dilewati oleh sebuah sungai Cibeureum dan Curug Seeng. Pengelolaan air kotor, air tinja, maupun sampah dilakukan oleh pihak pengembang. Sampai saat ini belum ada masalah dalam pengelolaan air kotor, air tinja maupun dalam pengelolaan sampah. Warga disana menginginkan adanya fasilitas ibadah dan pemakaman yang sampai saat ini belum terealisasi.
45
3.6. Perumahan Graha Puspa Perumahan Graha Puspa beralamat di jalan Sersan Bajuri Komplek Grahapuspa Cihideng Bandung, terletak di dua kelurahan dan dua kecamatan yaitu Kelurahan Cihideng kecamatan Parongpong dan Kelurahan Sukajaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Perumahan Graha Puspa memiliki luas lahan sebesar 60 hektar, dibangun pada tahun 1986 oleh PT. Abadi Mukti Kirana. Perumahan tersebut merupakan kawasan elit, terlihat dari bangunannya yang mewah dan juga terdapat restoran di dalam peruahan terebut serta sekolah SMA bertaraf internasional.
Jumlah kavling
yang dimiliki sebanyak 250 buah, rumah yang dibangun sebanyak 215 unit sehingga kavling kosong yang tersisa seanyak 35 buah. Rumah yang dihuni dan baru terdta di RW sebanyak 76 kepala keluarga dan jumlah yang belum terdata sebanyak 139 unit. Untuk system kependudukan Perumahan Grahapuspa hanya memiliki satu RW dan terbagi menjadi 3 RT. Terdapat dua pintu gerbang, dimana pintu utamanya terletak dalam wilayah Kelurahan Cihideung dan pintu ke dua terletak dalam wilayah kelurahan Sukajaya.
Sungai yang melewati perumahan
tersebut memiliki hulu dari Lembang Asri dan berhilir di Cibereum. 3.7. Perumahan Trinity Perumahan Trinity adalah suatu kawasan perumahan yang terletak di kecamatan parongpong dan perumahan Trinity juga termasuk dalam 2 kelurahan yaitu
Kelurahan Cigugur Girang dan kelurahan Cihideng dan termasuk dalam
3RW yaitu RW.10, RW.11 kelurahan Cihideung dan RW.12 Kelurahan Cigugur Girang. Trinity mempunyai luas tanah ± 3 hektar dengan jumlah kavling 300 buah dan bangunan yang sudah berdiri ± 80 buah bangunan. Sungai yang melewati perumahan Trinity adalah Sungai Cibereum dengan hulu di Lembang dan hilir di Husen, sungai tersebut juga membagi Perumahan Trinity ke dalam dua kelurahan. Sistem penjualan Perumahan Trinity dari awal (tahun 1989) sampai dengan tahun 1996 adalah dengan penjualan kavling dan bangunannya, namun sejak tahun 1997 dampak krisis moneter mulai mempengaruhi penjualan Perumahan Trinity sehingga yang tainya menjual kavling beserta bangunannya sekarang hanya menjual kavling saja.
Rumah-rumah yang ada di perumahan Trinity sebagian
besar bukan dipergunakan untuk rumah tinggal, melainkan dijadikan villa-villa kecil. Akses lalu lintas yang memasuki Trinity cukup lancar dengan lebar jalan 7 meter dan rata-rata kendaraan yang melewatinya ± 700 kendaraan per hari. Perumahan ini memiliki panorama yang cukup bagus, dan udaranya yang sejuk karena terletak
46
di ketinggian ± 1200 meter diatas permukaan laut. Fasilitas umum yang ada kurang memadai misalnya tidak adanya taman bermain, lapangan olahraga dan poliklinik, tetapi infrastrukturnya cukup baik, drainase dan jalan cukup baik. Sumber air di Perumahan Trinity dikelola langsung oleh Pengelola Perumahan Trinity dengan menggunakan sumur bor. Pengelolaan sampah menggunakan system pengelolaan sampah terpusat bekerjasama dengan pemerintah kota
Bandung.
Mata
pencaharian sebagian besar penduduk adalah wiraswasta. Di perumahan Trinity juga terdapat sebuah obyek wisata yaitu Kampoeng Daoen (Natural Culture). 3.8. Tingkat Pelayanan Jalan Tujuan pembangunan prasarana jalan adalah untuk melayani seluruh kebutuhan lalu-lintas (demand) dengan sebaik mungkin. Kualitas pelayanan jalan dapat dinyatakan dalam tingkat pelayanan jalan (Level Of Service / LOS) (Ditjen Bangda dan LPM ITB.1994). Pengukuran pandangannya
kualitatif
oleh
yang
pengemudi,
menyatakan dibutuhkan
operasional untuk
lalu-lintas
memperkirakan
dan
tingkat
kemacetan pada fasilitas jalan raya. Pengukuran tingkat pelayanan jalan didasarkan pada tingkat pelayanan dan dimaksudkan untuk memperoleh faktor¬faktor, yaitu : kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan bergerak dan keamanan. Tingkat pelayanan memiliki selang dari A sampai dengan F. Tingkat pelayanan A mewakili kondisi operasi pelayanan terbaik dan tingkat pelayanan F mewakili kondisi operasi pelayanan terburuk. Lokasi studi yang akan di analisis tingkat pelayanan jalannya yaitu di ruas jalan yang melalui Perumahan Setiabudhi Regency, Triniti, dan Garaha Puspa. Untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang melewati ketiga perumahan tersebut, terlebih dahulu dilakukan survei volume lalu lintas di persimpangan ketiga perumahan tersebut dan perbatasan antara kota dan Kabupaten Bandung. Survei volume kendaraan yang melewati ketiga perumahan tersebut dilakukan dalam empat waktu, yaitu pagi dari jam 08.00 - 10.00, Slang dari jam 12.00 - 14.00, sore dan jam 16.00 - 18.00, dan malam dan jam 20.00 - 22.00. Kondisi jalan di ketiga perumahan lokasi studi merupakan pertigaan dua arah, teknis survei lalu lintasnya yaitu dengan menghitung volume kendaraan dari setiap ruas di pertigaan perurnahan. Dan hasil survei tersebut kemudian diolah untuk diketahui volume lalu lintas maksimum pada setiap ruas di ketiga perumahan
47
tersebut. Setelah diperoleh volume kendaraan maksimum lalu di analisis tingkat pelayanan jalannya.
LOKASI STUDI
Gambar 6 Lokasi studi