PENATAAN KAWASAN KUMUH PINGGIRAN SUNGAI DI KECAMATAN SUNGAI RAYA Jawas Dwijo Putro 1) Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kawasan kumuh yang terdapat di kecamatan Sungai Raya kabupaten Kubu Raya. Lokus dari penelitian ini adalah pemukiman yang berada di pinggiran sungai dan daerah sekitarnya. Hasil identifikasi tersebut dijadikan pedoman dalam penataan kawasan kumuh tersebut. Identifikasi kawasan kumuh tersebut dilakukan dengan beberapa kriteria yaitu vitalitas nonekonomi, vitalitas ekonomi, status tanah, kondisi prasarana, komitmen pemerintah daerah dan prioritas penanganan. Hasil dari penelitian ini merumuskan beberapa strategi perencanaan dalam penataan kawasan kumuh tersebut. Strategi tersebut yaitu strategi perencanaan fisik bangunan dan strategi perencanaan sarana dan prasarana. Strategi perencanaan fisik bangunan meliputi strategi pengaturan kepadatan bangunan, strategi pengaturan sempadan bangunan, strategi peningkatan kualitas fisik bangunan Strategi Perencanaan Sarana dan Prasarana meliputi perbaikan jalan, penyediaan akses jalan/jembatan penghubung, pembuatan saluran drainase, penyediaan sarana MCK umum, penyediaan air bersih dengan membuat jaringan air bersih, penyediaan bak-bak penampung air hujan, penyediaan spot-spot tempat pembuangan sampah. Kata-kata kunci: penataan, kawasan kumuh, pinggiran sungai
1.
PENDAHULUAN
drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik.
Kawasan permukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Telaah tentang kawasan permukiman kumuh (slum), pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di permukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan
Penanganan kawasan permukiman kumuh sesungguhnya perlu dilakukan tidak saja di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang menjadi bagian kota metropolitan dan atau kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di kawasankawasan permukiman kumuh yang ada di kota sedang dan kecil. Penanganan kawasan permukiman kumuh di kota besar, sedang, dan kota kecil menjadi cukup strategis manakala kawasan itu memiliki kaitan langsung dengan bagianbagian kota metropolitan seperti kawasan pusat kota metropolitan, kawasan pusat pertumbuhan kota metropolitan, maupun
1) Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura
19
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
kawasan-kawasan lain misalnya kawasan industri, perdagangan, pergudangan, dan perkantoran. Selain memiliki kaitan langsung, diduga kawasan permukiman kumuh di daerah penyangga memberi andil kesulitan penanganan permukiman kumuh yang ada di kota metropolitan.
kota lainnya ditambah dengan perkembangan pembangunan di KKR sebagai kabupaten yang relatif baru yang pesat, dalam bentuk struktur ruang kota yang menyebar secara alami dan sporadis turut serta menjadi penyebab permasalahan tersebut. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan pemerintah KKR, kawasan permukiman kumuh menyebar di setiap kecamatan di KKR. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah kawasan permukiman kumuh telah mencapai tahap yang sangat krusial yang perlu segera dicari solusi pemecahan.
Keberadaan lingkungan kawasan permukiman kumuh membawa permasalahan baru, seperti perkembangan fisik kota yang tidak baik, memberikan efek visual yang jelek, tingkat kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dari kondisi permukiman yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan memberikan dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang buruk.
Dalam hal ini, dibutuhkan penanganan yang bersifat multisektoral dan berkelanjutan dengan menekankan pada Pendekatan Tridaya (pembangunan manusia, lingkungan dan ekonomi), pengembangan prasarana dan sarana yang memadai, mengintegrasikan seluruh kondisi dan aktivitas di perumahan dan permukiman kumuh dengan kegiatan kota, mendorong peran pemerintah daerah dan masyarakat sebagai pelaku utama penanganan lingkungan kawasan permukiman kumuh.
Permasalahan kawasan permukiman kumuh yang terjadi di setiap wilayah perlu segera dilakukan penanganan sehingga tercapai suatu lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni serta berkualitas. Pentingnya penanganan permasalahan permukiman kumuh ini, sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman bahwa penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk (1) Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan manusia; (2) Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi dan teratur.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Kumuh
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.
Permasalahan kawasan permukiman kumuh juga dialami Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya (KKR) penyebab utamanya sama seperti di kota20
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan di mana pun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif (Clinard dalam Budiharjo, 1984). Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari : 1.
prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Ciri-ciri permukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Suparlan (1997) adalah:
2.
Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3.
Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
4.
Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai:
Akibat Kumuh Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain (1) kondisi perumahan yang buruk; (2) penduduk yang terlalu padat; (3) fasilitas lingkungan yang kurang memadai; (4) tingkah laku menyimpang; (5) budaya kumuh; (6) apati dan isolasi
2.2
Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
Sebab Kumuh Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari (1) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara, (2) segi masyarakat/ sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalu lintas, sampah.
2.
1.
a.
Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.
b.
Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah
c.
RT atau sebuah RW.
d.
Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah
Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan 21
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
2.3
RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar. 5.
Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
6.
Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.
Dari hasil statistik perumahan yang merupakan hasil pendaftaran bangunan sensus, agaknya tidak mudah untuk mendapatkan gambaran tentang kualitas perumahan dan permukiman di Indonesia. Permukiman yang tertata baik atau kumuh, rumah yang layak atau tidak layak tidak dapat dibaca dari hasil sensus. Ini dapat kita mengerti karena memang belum ada standar baku untuk menentukan apakah suatu rumah atau suatu unit lingkungan layak huni atau tidak. Dalam rangka program dan proyek peningkatan kualitas lingkungan, khususnya permukiman kumuh di perkotaan, memang perlu dilakukan telaah (assessment) dan penilaian atas kondisi permukiman. Ukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas permukiman antara lain: 1. Kepadatan penduduk 2. Kerapatan Bangunan 3. Kondisi jalan 4. Sanitasi dan pasokan air bersih 5. Kualitas konstruksi perumahan.
Perumahan tidak layak huni adalah kondisi di mana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain: 1.
Luas lantai per kapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2.
2.
Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
3.
Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
4.
Jenis lantai tanah
5.
Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
Kualitas Perumahan dan Pemukiman
Penilaian tersebut digunakan untuk menentukan apakah permukiman kumuh yang disebut kampung tersebut perlu diperbaiki atau tidak. 2.4
Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh
Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh 22
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
3.2
yang ada di kota menurut Suparlan (1997) adalah: 1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi. 2. Faktor bencana.
Secara substantif, penataan kawasan kumuh ini dilaksanakan berdasarkan temuan atau identifikasi kawasan kumuh di wilayah perencanaan baik itu secara fisik maupun nonfisik. Hasil identifikasi ini yang menjadi alat analisa untuk dalam penataan kawasan kumuh. Penataan kawasan kumuh ini dilakukan melalui pendekatan berbasis kawasan dengan memanfaatkan potensi tridaya (manusia, lingkungan dan ekonomi) sehingga menghasilkan konsep penataan yang efektif, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat di antara sesama pendatang maka pendatang-pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak.
4.
3.1
METODE PENGUMPULAN DATA
Sebelum dilaksanakan kegiatan pengumpulan data untuk penataan kawasan, terlebih dahulu akan dirumuskan data yang akan dikumpulkan dari lapangan guna mendukung terhadap kedalaman materi rencana dan program ruang yang akan disusun/direncanakan. Dalam tahapan ini juga akan dimanfaatkan data sekunder yang ada pada instansi terkait dan akan dipadukan dengan data primer yang didapatkan langsung dari lapangan. Dengan demikian prinsip pekerjaan pengumpulan data secara umum akan meliputi kegiatan sebagai berikut.
Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat. 3.
Lingkup Substansi
LINGKUP PERENCANAAN Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penataan kawasan kumuh ini adalah beberapa kawasan pinggiran sungai di kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
1.
23
Persiapan Survei Lapangan, mencakup a.
Penelaahan materi studi penetapan lokasi kawasan;
b.
Pembuatan daftar data yang akan dicari di lapangan;
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
2.
c.
Pembuatan model-model untuk pengumpulan data di lapangan;
d.
Pembuatan program survei di lapangan.
Survei Lapangan, mencakup a.
b.
5.
kerja
Observasi fisik lapangan secara keseluruhan, untuk mengenali permasalahan dan penyebab munculnya kawasan kumuh.
Gambar 1 Sungai
Kawasan Kumuh Pinggir
Mengumpulkan data sekunder dan primer sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Gambaran umum kawasan kumuh ini merupakan kondisi eksisting kawasan sesuai dengan kriteria identifikasi kawasan kumuh. Kriteria tersebut meliputi vitalitas nonekonomi, vitalitas ekonomi, status tanah, kondisi prasarana, komitmen pemerintah daerah dan prioritas penanganan. 5.1.1
Gambar 2 Kawasan Kumuh Dalam Permukiman
Kawasan kumuh di wilayah perencanaan dapat dikategorikan menjadi beberapa kriterian sesuai dengan letak daerah tersebut. Kategori tersebut antara lain kawasan kumuh pinggiran/bantaran sungai dan kawasan kumuh dalam permukiman (lihat Gambar 1 dan 2).
Vitalitas Non Ekonomi Kawasan
Vitalitas Non Ekonomi merupakan gambaran mengenai kelayakan kawasan permukiman tersebut apakah masih layak sebagai kawasan permukiman atau sudah tidak sesuai lagi. Kondisi Vitalitas ini melihat kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan terhadap RDTRK, kondisi fisik bangunan dan kondisi kependudukan.
5.1.2
Kondisi Fisik Bangunan
Kondisi fisik bangunan ini terkait dengan kepadatan bangunan, jarak antar bangunan dan kualitas bangunan. Kondisi fisik ini sangat terkait dengan kelayakan 24
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat di dalam kawasan tersebut (lihat Gambar 3 s.d. Gambar 5). 5.1.2.1 Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan di kawasan kumuh termasuk tinggi dengan indikasi kerapatan antar bangunan. Ada beberapa daerah yang termasuk kawasan kumuh yang memiliki kepadatan yang tidak tinggi tetapi karena faktor lain seperti kualitas hunian, infrastruktur dan lainnya yang tidak memadai sehingga kawasan tersebut termasuk ke dalam kawasan kumuh
Gambar 3
Kepadatan kawasan kumuh
5.1.2.2 Jarak Antarbangunan
Jarak antar bangunan di kawasan kumuh sangat dekat antara satu dengan bangunan lainnya. Bahkan terdapat bangunan yang berbatasan langsung dengan sirkulasi di kawasan.
Gambar 4 Jarak antarbangunan di kawasan kumuh
5.1.2.3 Kualitas Bangunan
Kualitas bangunan di kawasan kumuh sebagian besar bangunan dengan kondisi rumah tidak layak. Kondisi ini terlihat dari bahan dan konstruksi bangunan yang sudah tidak layak. Bangunan di kawasan kumuh kebanyakan bangunan dengan menggunakan material kayu dan papan. Konstruksi bangunan terlihat tidak layak dengan pondasi, dinding dan juga bagian atap yang sudah banyak kerusakan.
Gambar 5 Kualitas Bangunan di Kawasan Kumuh
5.1.2.4 Kondisi Kependudukan
Kondisi penduduk di kawasan kumuh di wilayah perencanaan memiliki kepadatan
yang sangat tinggi hal ini ditandai dengan hunian yang ditempati rata-rata 4-8 25
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
orang/rumah. Satu rumah bisa ditempati lebih dari satu KK. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian masyarakat di wilayah perencanaan sangat rendah sehingga tidak memungkinkan memiliki rumah terutama untuk anak-anak mereka. 5.1.3
mereka seperti pengrajin di daerah Mega Timur. 5.1.4
Status Tanah
Status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh adalah merupakan hal penting untuk kelancaran dan kemudahan pengelolaannya. Kemudahan pengurusan masalah status tanah dapat menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam suatu kawasan perkotaan. Pada kawasan perencanaan di daerah pinggiran kota status tanah sudah banyak yang menjadi hak milik atau SHM. Sedangkan pada daerah pedesaan status tanah masih banyak yang berupa surat keterangan atau SKT. Adanya program judikasi membantu masyarakat dalam memiliki tanah SHM.
Vitalitas Ekonomi
Vitalitas Ekonomi lebih melihat tingkat kepentingan kawasan terhadap sasaran program penanganan kawasan kumuh. Vitalitas ekonomi ini melihat tingkat kepentingan dan fungsi kawasan serta jarak tempat kerja masyarakat kawasan kumuh. 5.1.3.1 Tingkat kepentingan dan fungsi kawasan
Beberapa daerah di kawasan kumuh kurang memiliki kepentingan terhadap kawasan lain. Tetapi ada beberapa daerah yang memiliki fungsi terhadap kawasan lain seperti di daerah Rasau sebagai pensuplai bahan pangan hasil pertanian, daerah Sungai Kakap dengan hasil perikanan dan perkebunan (buahbuahan), Ambawang dengan perkebunan (sawit dan karet) dan Sungai Raya sebagai pusat pemerintahan.
5.1.5
Kondisi Prasarana dan Sarana
Kondisi prasarana dan sarana akan mempengaruhi permukiman menjadi kawasan yang kumuh. Kondisi prasarana dan sarana yang kurang memadai menjadi salah satu penyebab kawasan menjadi kumuh. Kondisi prasarana dan sarana ini terdiri dari kondisi jalan, drainase, air bersih dan air limbah (lihat Gambar 6 s.d. Gambar 10).
5.1.3.2 Jarak tempat mata pencaharian
Sebagian besar masyarakat di kawasan kumuh bekerja sebagai buruh harian, petani dan nelayan dengan jarak ke tempat kerja relatif jauh dari tempat tinggal. Hanya beberapa warga yang bekerja dekat dengan tempat tinggal
5.1.5.1 Kondisi jalan
Kondsi jalan kawasan kumuh di wilayah perencanaan bervariasi. Terdapat jalan dengan kondisi yang baik terutama jalan yang telah mendapat bantuan baik dari pemerintah maupun pihak swasta. Jalan 26
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
tersebut biasanya berupa perkerasan beton. Namun ada berapa jalan yang kondisinya sangat buruk karena belum mendapat bantuan. Kondisi jalan tersebut biasa perkerasan tanah dan jalan yang terbuat dari kayu atau papan. 5.1.5.2 Drainase
Drainase di kawasan kumuh wilayah perencanaan terbagi menjadi dua yaitu kawasan yang memiliki drainase dan kawasan yang tidak memiliki drainase. Kawasan yang memiliki drainase banyak terdapat di daerah pinggiran kota, tetapi drainase yang ada tidak berfungsi dengan baik karena jarang dilakukan pembersihan sehingga menimbulkan genangan. Sedangkan daerah yang tidak memiliki drainase terdapat di kawasan yang berada di pinggiran sungai atau berdekatan dengan sungai. Pada daerah ini drainase tidak dibuat karena sering terjadinya pasang urut air sungai dan laut.
Gambar 9 6 air bersih beton
Air sungai sebagai sumber Kondisi jalan perkerasan
Gambar 10 Air limbah dan buangan di Gambar 7 Kondisi jalan papan/kayu buang ke halaman
5.1.5.3 Air Bersih
Air bersih yang digunakan masyarakat di kawasan kumuh sebagian menggunakan air hujan dan air sungai untuk konsumsi sehari-hari. Untuk masak dan minum biasanya dengan menggunakan air hujan sedangkan untuk mandi, cuci dan kakus biasanya menggunakan air sungai khususnya masyarakat di pinggiran sungai. 5.1.5.4 Air Limbah
Gambar 8 Kondisi drainase Gambar 11 Program perbaikan infrastruktur dari pemerintah
Kondisi air limbah ini terkait dengan kondisi dan keberadaan drainase yang dimiliki kawasan kumuh. Untuk daerah
yang memiliki drainase buangan limbah dibuang ke drainase yang berupa riol-riol 27
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011 pengembangan rumah secara vertikal
sedangkan untuk daerah yang tidak memiliki drainase air buangan langsung dibuang ke tanah atau sungai. 5.1.6
konsep rumah 1 lantai
Komitmen Pemerintah Setempat
sisi lahan yang tidak memungkinkan pelebaran rumah
Gambar 12 Konsep pengembangan rumah secara vertikal
Komitmen pemerintah daerah (kabupaten/kota/propinsi) dinilai mempunyai andil sangat besar untuk terselenggaranya penanganan kawasan permukiman kumuh. Hal ini mempunyai indikasi bahwa pemerintah daerah menginginkan adanya keteraturan pembangunan khususnya kawasan yang ada di daerahnya. Di kawasan kumuh wilayah perencanaan keterlibatan pemerintah diwujudkan dengan pemberian bantuan melalui program yang dibiayai dari APBD, ADD, PNPM dan lainnya. Bantuan tersebut berupa perbaikan infrastruktur seperti jalan, penyediaan air bersih dan lain-lainnya sesuai dengan kebutuhan dan masingmasing kawasan (lihat Gambar 11). Tetapi ada juga beberapa daerah yang belum tersentuh bantuan pemerintah. 5.1.7
jalur kendaraan dan pedestrian
jarak antar bangunan tidak ditutupi perkerasan dan dapat dimanfaatkan sebagai openspace
sisa lahan dapat dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau atau taman
Gambar 13 Konsep penataan ruang terbuka
kepentingan dengan daerah perkotaan lebih mendapat prioritas penanganan sedangkan yang tidak memiliki kepentingan kurang mendapat prioritas penanganan.
Prioritas Penanganan
Untuk menentukan lokasi prioritas penanganan, selanjutnya digunakan kriteria lokasi kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap (bagian) kawasan perkotaan sekaligus sebagai kawasan permukiman penyangga. Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan permukiman yang prioritas ditangani karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan perkotaan. Oleh karena itu, daerah-daerah yang memiliki
5.2 5.2.1
Perencanaan Fisik Bangunan Kawasan Kumuh Perencanaan Kepadatan Bangunan
Perencanaan terhadap kepadatan bangunan ini diprioritaskan untuk daerah dengan tingkat kepadatan lebih dari 100 28
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
rumah/ha. Daerah ini antara lain desa Sungai Raya, Kapur, Arang Limbung , Parit Baru, Ambawang Kuala, Mega Timur, Sungai Kakap dan Sepuk Laut. Adapun perencanaan tersebut dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut (lihat Gambar 12 dan Gambar 13): a.
Membuat konsep rumah secara vertikal sehingga sisa lahan yang ada dapat dimanfaatkan untuk ruang terbuka. Konsep pengembangan rumah secara vertikal ini penting untuk menghindari pengembangan rumah secara horizontal yang cenderung memakan lahan
b.
Memaksimalkan ruang terbuka yang ada dengan tidak menutupi dengan perkerasan beton.
c.
Memanfaatkan jarak antar bangunan sebagai ruang terbuka hijau.
sisa lahan dapat dimanfaatkan aktivitas sosial masyarakat
Gambar 14 Konsep ruang terbuka sebagai tempat sosialisasi
jarak minimal antar bangunan dapat dimanfaatkan sebagai area hijau
Sedangkan untuk daerah yang memiliki kepadatan bangunan kurang dari 100 rumah/ha strategi yang dapat dipergunakan untuk penataan kawasan kumuh adalah dengan strategi sebagai berikut (lihat Gambar 14 dan Gambar 15): a.
Mengendalikan kepadatan bangunan dengan peraturan KDB yang sesuai dengan RTRW.
b.
Memaksimalkan ruang terbuka yang ada disetiap kawasan untuk aktivitas sosial masyarakat.
c.
Mengatur kepadatan bangunan dengan menetapkan jarak minimal antarbangunan.
Gambar 15 Konsep jarak antarbangunan sebagai area hijau
5.2.2
Perencanaan Sempadan Bangunan
Perencanaan sempadan bangunan ini direncanakan di dalam permukiman dan di pinggiran sungai. Di dalam permukiman perencanaan sempadan bangunan mengikuti aturan yang telah ditetapkan yaitu ½ dari lebar jalan.
29
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
b.
Bukaan jendela diusahakan tidak berhadapan dengan jalan terutama rumah-rumah yang berdinding berdekatan dengan akses jalan.
c.
Fungsi jalan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi seperti tempat jemuran, meletakkan barang, parkir kendaraan, dan lain-lainnya.
jarak GSB ½ lebar jalan
jarak samping 1.5 m dari dinding samping jarak belakang 2 m dari dinding samping
Untuk bangunan yang berada di pinggiran sungai penetapan sempadan sungai yang berjarak 100 meter dari pinggir sungai tidak bisa diterapkan karena semua bangunan yang terletak di pinggiran sungai berjarak kurang dari 100 meter. Bahkan ada beberapa rumah yang terletak di pinggiran sungai. Oleh karena itu, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam perencanaan di kawasan pinggiran sungai antara lain :
Gambar 16 Konsep Garis Sempadan Bangunan (GSB)
sungai
dinding penahan
jalur hijau
bangunan/rumah
Gambar 17 Konsep desain sempadan sungai
Strategi yang dapat dipergunakan untuk perencanaan sempadan kawasan kumuh di permukiman dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut (lihat Gambar 16 dan Gambar 17): a.
a.
Memundurkan bangunan (setback) dari pinggir sungai
b.
Membuat dinding penahan untuk mengurangi terjadinya erosi yang akan mendangkalkan aliran sungai.
c.
Membuat jalur hijau di pinggiran sungai sebagai barrier terhadap terjadinya erosi.
Daerah-daerah yang berada di pinggiran sungai antara lain desa Sungai Raya, Kapur, Arang Limbung, Kuala Dua, Sungai Ambangah, Tebang Kacang dan Mekar baru.
Menetapkan batas minimal garis sempadan bangunan ½ dari lebar jalan. Untuk bangunan samping berjarak 1,5 meter sedangkan bangunan bagian belakang berjarak 2 meter dari dinding belakang.
5.2.3
Perencanaan Kualitas Fisik Bangunan
Peningkatan fisik bangunan ini terkait dengan perbaikan terhadap rumah tidak 30
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
Tabel 1 Jumlah bangunan tidak layak
No
Daerah
Jumlah rumah tidak kelayakan
1
Sungai Raya
27
2
Kapur
18
3
Arang Limbung
45
4
Kuala Dua
37
5
Sungai Ambangah
36
6
Tebang Kacang
21
7
Limbung
30
8
Mekar Baru
22
9
Parit Baru
14
a.
Perbaikan bangunan dengan melihat prioritas dan tingkat kerusakan bangunan yang terdapat di kawasan kumuh.
b.
Perbaikan bangunan dilaksanakan dengan pemberian material sesuai kebutuhan tidak berupa uang. Karena berdasarkan hasil wawancara jika uang yang diberikan maka uang itu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya.
c.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan instansi terkait seperti Menpera yang memiliki program perbaikan rumah tidak layak.
5.3
Perencanaan Sarana dan Prasarana di Kawasan Kumuh
5.3.1 layak huni. Kriteria bangunan tidak layak huni ini terlihat dari kondisi bangunan yang secara struktural tidak layak mulai dari pondasi sampai atap. Perbaikan ini bisa dijadikan program instansi terkait seperti Menpera dan Dinas Sosial. Kondisi fisik ini didominasi oleh rumah yang tidak permanen. Berikut ini tabel inventarisasi jumlah rumah tidak layak ditinjau dari aspek visual dan struktural dengan persentase lebih dari 75% kerusakan (lihat Tabel 1).
Perencanaan Jalan Lingkungan
Strategi perencanaan terhadap jalan lingkungan di kawasan kumuh dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
Strategi perencanaan yang dapat dilakukan terhadap rumah yang tidak layak huni di kawasan kumuh dapat dilakukan dengan perencanaan sebagai berikut:
31
a.
Prioritas perbaikan diutamakan dilakukan di jalan lingkungan bukan jalan pribadi yang berhubungan dengan jalan lingkungan.
b.
Perbaikan yang dilakukan disesuaikan untuk setiap kerusakan. Kerusakan yang terparah mendapat prioritas perbaikan terlebih dahulu.
c.
Untuk daerah yang jalan lingkungannya masih berupa perkerasan tanah perlu mendapat prioritas utama. Karena jika musim penghujan akan becek dan sulit untuk dilalui oleh kendaraan.
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
5.3.2
Perencanaan Pembuangan Air Limbah
b.
Pengelolaan air limbah di Sungai Raya secara umum menggunakan sistem individual (on site system) dengan teknis sebagai berikut a.
b.
Pembuangan air limbah cair dan padat ke dalam kolam dan sungai dengan sarana cubluk dan jamban keluarga yang dilakukan oleh sebagai besar penduduk yang tidak mempunyai jaringan
5.3.3
Perencanaan Air Bersih
Hampir semua daerah yang termasuk kawasan kumuh di Sungai Raya belum teraliri air PDAM hanya daerah yang berdekatan dengan PDAM yang mendapat aliran air yaitu daerah Sungai Raya dan Parit Baru. Di kedua daerah tersebut juga tidak semuanya mendapat aliran air PDAM. Di daerah lain yang belum mendapat aliran PDAM, warga memanfaatkan air hujan dan sungai untuk minum, memasak dan MCK.
Pembuangan limbah padat ke dalam septik tank untuk penduduk yang berada di perkotaan
Perencanaan MCK diperlukan untuk daerah-daerah yang berada di pinggiran sungai karena mereka rata-rata tidak memiliki MCK sendiri. Warga mempergunakan lanting-lanting yang ada di pinggiran sungai. Berkaitan dengan masalah pencemaran air tanah, air permukaan dan penyebaran penyakit menular maka diperlukan pengelolaan air limbah yang baik. Sistem pengelolaan air limbah di kawasan kumuh Kubu Raya pada prinsipnya diarahkan sebagai berikut: a.
Sistem Pembuangan limbah domestik kawasan kumuh perkotaan, sebagian diarahkan menggunakan sistem septik tank dengan resapan/filter, sebagian dengan septik tank tanpa resapan. Dengan proses pengolahan langsung ke dalam IPLT yang sudah ada (menggunakan truk tinja) dan di pedesaan menggunakan sistem SPAL.
Strategi perencanaan terhadap daerah yang belum terjangkau aliran PDAM adalah dengan strategi sebagai berikut:
Pengelolaan air limbah domestik baik di kawasan kumuh pedesaan maupun perkotaan diarahkan dengan sistem individual dengan sarana pembuangan berupa jamban keluarga.
32
a.
Untuk kawasan permukiman perkotaan di arahkan penyediaan air bersih melalui jaringan pipa PDAM dengan memanfaatkan air baku dari sungai/air permukaan.
b.
Untuk kawasan permukiman pedesaan dapat dikembangkan sistem air bersih pedesaan yaitu memanfaatkan sumber air baku yang ada air tanah dan air sungai melalui
Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai di Kecamatan Sungai Raya (Jawas Dwijo Putro)
sistem jaringan air perpipaan secara sederhana. c.
d.
organik dan hanya sedikit sampah yang harus dibuang ke lokasi TPA. Kondisi demikian akan menghemat lahan pembuangan sampah di TPA dan ada dampak manfaat lain berupa produksi pupuk organik yang besar untuk budidaya pertanian.
Pola pembangunan dan pengelolaan sistem air bersih pedesaan dilakukan secara partisipatif dimana masyarakat secara mandiri membangun instalasi air bersih dengan difasilitasi oleh pemerintah.
Masalah sampah adalah masalah yang dihadapi oleh setiap daerah di kawasan kumuh. Sampah rumah tangga kebanyakan di buang ke halaman terutama kawasan kumuh yang berada di pinggiran sungai. Oleh karena itu, perlu beberapa strategi perencanaan terhadap limbah rumah tangga yaitu :
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya diharapkan bisa menggulirkan Program Pembangunan Sistem Air Bersih Pedesaan dan dana bantuannya melalui unit kerja terkait.
5.3.4
Perencanaan Sistem Persampahan
a.
Penyediaan spot-spot bak sampah di setiap kawasan kumuh
Sistem pengelolaan sampah akan dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu dengan sistem penanganan komunal dan sistem penanganan individual. Sistem penanganan sampah secara komunal banyak dilakukan pada fungsi-fungsi publik seperti pasar maupun perumahan. Di pasar sampah dikumpulkan ke sebuah container bin sebagai TPS yang akan diangkut dengan truk menuju TPA. Di lingkungan perumahan, sampah dikumpulkan secara komunal oleh petugas setempat dengan gerobak dan dibawa ke Transfer Depo untuk diangkut dengan truk pengangkut sampah ke TPA. Sistem individual ditetapkan oleh sebagian penduduk dengan cara ditimbun dan dibakar.
b.
Jika jauh dari TPA, di kawasan kumuh ditempatkan TPS untuk menampung sampah-sampah rumah tangga sementara.
6.
KESIMPULAN
1.
Strategi perencanaan fisik bangunan meliputi strategi pengaturan kepadatan bangunan, strategi pengaturan sempadan bangunan, strategi peningkatan kualitas fisik bangunan
Konsep pengelolaan sampah di Sungai Raya lebih diarahkan pada konsep pengolahan sampah menjadi sampah
2.
Strategi Perencanaan Sarana dan Prasarana meliputi perbaikan jalan,
Berdasarkan analisa terhadap penataan kawasan kumuh Kecamatan Sungai Raya diperoleh beberapa strategi dalam penataan kawasan tersebut antara lain:
33
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 11 NOMOR 1 – JUNI 2011
penyediaan akses jalan/jembatan penghubung, pembuatan saluran drainase, penyediaan sarana MCK umum, penyediaan air bersih dengan membuat jaringan air bersih, penyediaan bak-bak penampung air hujan, penyediaan spot-spot tempat pembuangan sampah.
Daftar Pustaka Budihardjo, Eko. 1984. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: Alumni. Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2006. Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Kuswartojo, Tjuk. 2005. Perumahan dan Pemukiman di Indonesia; Upaya membuat perkembangan kehidupan yang berkelanjutan. Bandung: Penerbit ITB. Kementerian Negara Perumahan Rakyat. 2010. Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan (PLP2K-BK). Jakarta Suparlan, Parsudi. 1997. Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
34