22
BAB II KEDUDUKAN TANAH YANG DIMILIKI MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI
A. Kedudukan Tanah secara Umum Tanah merupakan kurnia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang-undang Pokok Agraria yang individualistik komunalistik religius, selain bertujuan melindungi tanah juga mengatur hubungan hukum hak atas tanah melalui penyerahan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya.22 Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria Juncto Pasal 1 Angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara eksplisit menyatakan sertifikat adalah Surat tanda bukti hak atas tanah. Namun dalam perkembangan, eksistensi sertifikat hak atas tanah tidak hanya dipandang dari segi hukum semata, juga segi sosial, ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan, bahkan di era globalisasi saat ini lalulintas transaksi bidang pertanahan menjadi semakin ramai hingga bermuara kepada upaya efektifitas, efisiensi, dan transparansi penegakan hukum (law enforcement) bidang pendaftaran tanah, antara lain melalui upaya penyatuan presepsi peraturan perundangundangan terkait dengan persyaratan permohonan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan.
22
Moh. Mahfud MD., 2001, Politik Hukum di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, hal. 346
22
Universitas Sumatera Utara
23
Persyaratan permohonan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan dimaksud, berkaitan dengan sekumpulan peraturan perundang-undangan yang tertulis atau tidak tertulis sepanjang mengenai persyaratan data fisik dan yuridis yang seharusnya dilaksanakan untuk menerbitkan sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan di Indonesia. Seyogianya disampaikan dukungan dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Kepala Badan Pertanahan Nasional atas kebijakannya melalui Surat Edaran Tanggal 8 Desember 2004 Nomor : 121-2976 yang memerintahkan jajarannya di Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia, melaksanakan uji coba Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional mulai tanggal 9 Desember 2004 dan disempurnakan tanggal 31 Januari 2005 serta definitip tanggal 17 Maret 2005 sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Tanggal 1 Februari 2005 sebagaimana dijelaskan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Tanggal 1 Februari 2005 Nomor : 045.2-235. Persyaratan permohonan sertifikat hak atas tanah yang ditentukan di dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional telah dibuat sesuai konstelasi hukum positif, terutama Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah serta Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang peraturan pelaksananya, baik diproses secara sistematik melalui
Universitas Sumatera Utara
24
panitia ajudikasi ataupun sporadik melalui inisiatif pemilik tanah sendiri di kantor pertanahan. Faktualnya, pada setiap pengajuan permohonan sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan yang lebih dahulu diperiksa dan diteliti, yaitu mengenai tiga persyaratan data :
1. pemilik, sebagai subyek hak; 2. tanah, sebagai obyek hak, 3. surat, sebagai alas hak. Melengkapi pemerikksaan dan penelitian dengan tiga persyraratan data di atas diperlukan dua persyaratan data pendukung yakni :
1. tujuan penggunaan hak, dan 2. cara perolehan hak. Hasil determinan lima persyaratan data tersebut di atas, telah diketemukan 30 macam model persyaratan permohonan sertifikat hak di kantor pertanahan yang akan disajikan dalam buku ini satu dengan lain saling berbeda, dengan harapan agar para pemohon sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan dapat memilih satu macam model paling tepat yang seharusnya ditempuh guna mengurangi risiko terjadi kesalahan prosedur penerbitan sertifikat hak atas tanah. Subyek hak atas tanah merupakan orang perseorangan atau badan hukum yang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah sehingga namanya dapat dicantumkan di dalam buku tanah selaku pemegang sertifikat hak atas tanah.
Universitas Sumatera Utara
25
Subyek hukum (subject van een recht) adalah orang perseorangan (nutuurlijke persoon) atau badan hukum rechts persoon yang mempunyai hak, mempunyai kehendak, dan dapat melakukan perbuatan hukum.23 Pendapat tersebut dikaitkan dengan isi Undang-undang Pokok Agraria maka subyek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum untuk mengambil manfaat bagi kepentingan dirinya, keluarganya, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. 1. Orang Perseorangan Selaku Subyek Hak Atas Tanah Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau warga negara asing, berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah. Namun, untuk melakukan tindakan hukum dalam lalu lintas hukum pertanahan tidak semua orang dapat melakukannya. Sekalipun manusia diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat mengecualikan manusia sebagai makhluk hukum atau hukum bisa tidak mengakuinya sebagai orang dalam arti hukum. Apabila hukum sudah menentukan demikian maka tertutup kemungkinan bagi manusia, tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum. 24
23
Soerdjono Dirdjosisworo, 1991, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 126 24 Sutjipto Rahardjo, 1996, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 67
Universitas Sumatera Utara
26
Menurut hukum (juris), manusia tidak sama dengan orang, karena manusia merupakan gejala alam dalam pengertian biologis, misalnya tidur atau menghirup udara merupakan hak manusia yang tidak diiringi kewajiban, dengan kata lain bahwa tidak semua manusia dapat menjadi subyek hukum, hanya manusia yang memenuhi syarat tertentu dapat diterima menjadi subyek hukum, yaitu manusia penyandang hak sekaligus juga penyandang kewajiban, misalnya penjaga lintas kereta api atau pemegang sertifikat kepemilikan hak atas tanah. Maka yang menjadi pusat perhatian hukum bukan manusianya melainkan orangnya yang patut diterima menjadi subyek hukum. Dalam pembuktian hukum orang, di Indonesia ditentukan berdasarkan penggolongan penundukan hukum pribadi masing-masing sebagai berikut :25 a. Bukti Kelahiran 1) Golongan yang tunduk kepada, hukum adat dapat dibuktikan dengan akta kelahiran dari kantor catatan sipil atau sesuai ketentuan Pasal 55 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974. 2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta kelahiran dan kantor catatan sipil sebagaimana, dimaksud Pasal 29 CSI Jo Pasal 35 CSKI Jo Pasal 37 CSE Jo Pasal 50 CST. b. Bukti Perkawinan 1) Golongan yang tunduk kepada hukum adat dibuktikan dengan akta perkawinan dan kantor urusan agama atau kantor catatan sipil sebagaimana ketentuan Pasal 2, Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. 2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta perkawinan dan kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud Pasal 100 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
25
Satrio J., 1999, Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alamiah, PT. Citra Aditya, Bandung, hal.
89 - 148
Universitas Sumatera Utara
27
c. Bukti Perceraian 1) Golongan yang tunduk kepada hukum adat dibuktikan dengan akta perceraian dari kantor urusan agama atau kantor catatan sipil sebagaimana ditentukan Pasal 17 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. 2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta perceraian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 221 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. d. Bukti Kematian 1) Golongan yang tunduk kepada hukum adat dapat dibuktikan dengan keterangan kematian dari lurah atau kepala desa, sebagaimana diatur dalam ketentuan pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan. 2) Golongan yang tunduk kepada hukum barat/Eropa dibuktikan dengan akta kematian dari kantor catatan sipil ditentukan Pasal 73 CST Jo Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2. Badan Hukum Selaku Subyek Hak Atas Tanah Badan hukum selaku subyek hak atas tanah antara lain lembaga pemerintahan Indonesia, lembaga perwakilan negara asing, lembaga perwakilan internasional, badan usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing melalui penanaman modal asing di Indonesia, badan keagamaan atau badan sosial lainnya. Perhimpunan orang yang tergabung dalam badan hukum walau tidak berjiwa seperti halnya manusia, namun mempunyai kehendak dan dapat melakukan perbuatan hukum sehingga dipersamakan dengan orang, selanjutnya diakui oleh undang-undang sebagai subyek hukum yakni badan hukum publik, badan hukum privat, dan badan hukum lainnya. a.
Badan Hukum Publik
Badan hukum publik merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
28
keputusan pejabat pemerintah Indonesia, pejabat negara asing atau pejabat badan internasinal yang tujuannya yaitu untuk kepentingan umum, misalnya Lembaga Pemerintahan Indonesia, kedutaan atau konsulat negara asing, badan perwakilan persatuan bangsa-bangsa atau perwakilan internasional lainnya, sesuai azas timbal balik dan perlakuan hukum yang sama. b. Badan Hukum Privat Badan hukum privat merupakan badan hukum yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan yaitu untuk kepentingan perseronya, misalnya perseroan terbatas, yayasan, atau koperasi. c. Badan Hukum Lainnya Selain badan hukum publik dan privat murni, juga ada perkumpulan orang atau badan hukum yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan yaitu untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, misalnya badanbadan keagamaan atas rekomendasi Menteri Agama atau badan-badan sosial atas rekomandasi Menteri Sosial. Obyek hak atas tanah merupakan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang dapat dipunyai dengan sesuatu pemilikan hak atas tanah oleh orang atau badan hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku. Obyek hak merupakan sesuatu yang tidak mempunyai hak dan tidak menjadi hak dalam hukum, semata-mata hanya diobyekkan atau hanya berguna bagi subyek hak. Dengan demikian, dalam hukum perdata yang menjadi obyek hak itu adalah
Universitas Sumatera Utara
29
benda, di antaranya adalah benda tak bergerak, misalnya tanah.26 Tanah dimaksud merupakan daratan di lapisan kulit bumi nusantara yang dapat dipunyai dengan sesuatu pemilikan hak atas tanah oleh orang perseorangan atau badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. Menurut hukum perdata yang diatur Burgerlijk Wetboek bahwa tanah selaku obyek hak bukan saja dipandang sebagai bends (zaak) tak bergerak berwujud yang dapat dilihat secara nyata melalui panca indra, juga dipandang terpisah sebagai benda, tak bergerak dan tak berwujud (onlichamelyk zaak), sehingga ketika terjadi peralihan haknya harus diikuti dengan penyerahan haknya (levering), sebagaimana diatur dalam Pasal 612 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Berbeda menurut hukum adat di Indonesia, tanah selaku obyek hak merupakan benda, tak bergerak berwujud, karena dapat dilihat secara nyata (conkreet denkeen), sementara hak atas tanah hanya dipandang sebagai bagian yang tidak berpisah dengan bendanya sehingga sewaktu terjadi peralihan haknya tidak perlu diiringi penyerahan hak (levering), sebagaimana, ketentuan Pasal 612 Kitab Undangundang Hukum Perdata. Obyek pemilikan hak atas tanah yang dimaksud sama dengan obyek pendaftaran tanah sebagaimana ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : 1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
26
Abdulhay Marhainis, 1984, Hukum Perdata Material, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
30
guna bangunan, dan hak pakai; 2. tanah hak pengelolaan; 3. tanah wakaf; 4. hak milik atas satuan rumah susun; 5. hak tanggungan; 6. tanah negara. Memahami Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Angka 8 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 JO Pasal 20 Ayat 5 Permenag/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 agar pemanfaatan tanah menjadi sesuai dengan penggunaannya maka sertifikat kepemilikan hak atas tanah tidak dapat terbit di lahan yang berada di kawasan hutan lindung, daerah garis pantai, daerah aliran sungai, daerah milik jalan, fasilitas umum atau fasilitas lingkungan sesuai rencana, tata ruang wilayah/kabupaten / kota setempat. Supaya penggunaan dan pemanfaatan tanah dimaksud sejalan dengan hak dan kewajibannya maka dapat dilakukan koordinasi horizontal. Pencakupan hukum bidang pendaftaran tanah ke dalam hukum lingkungan disebabkan permasalahan lingkungan, harus dilihat dan diselesaikan secara menyeluruh dan terpadu.27 Alas pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau penguasaan
27
Alvi Syahrin, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Perss, Medan, hal 13.
Universitas Sumatera Utara
31
suatu bidang tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi. Pembuktian
adalah
suatu
proses
bagaimana
alat-alat
bukti
dapat
dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan dalam hukum acara. Alat-alat bukti adalah suatu hal, barang, dan non barang yang ditentukan oleh undang-undang dapat digunakan untuk memperkuat atau menolak sesuatu dakwaan, tuntutan, atau gugatan.28 1. Alat Bukti Hak Pada proses pembuktian mengisyaratkan adanya alat bukti hak secara tertulis atau pernyataan tertulis dengan sesuatu title melalui penguasaan tanah secara nyata dan itikad baik yang tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat setempat, kemudian dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi sesuai ketentuan Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa hak dapat dibuktikan melalui : a. Alat bukti tertulis, b. Alat bukti saksi-saksi, c. Alat bukti pengakuan, dan d. Alat bukti sumpah. Kewenangan selanjutnya untuk menilai sesuatu alat bukti hak hanya oleh hakim pengadilan berdasarkan kebenaran formil, seluas cakupan pemeriksaan terhadap alat buktinya, sepanjang tidak melampau batas-batas yang diperkarakan,
28
Bambang Waluyo, 1996, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
32
dengan pengertian bahwa dalam mencari kebenaran formil hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diperkarakan, dengan demikian hakim tidak mehhat kepada bobot atau isi, melainkan melihat kepada luas cakupan pemeriksaannya. 29 Selanjutnya, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan alat bukti hak atas tanah sebagai berikut. Pasal 59
: Untuk keperluan penelitian data yuridis bidang-bidang tanah dikumpulkan alat-alat bukti mengenai kepemilikan atau pengumaan tanah, baik bukti tertulis maupun bukti tidak tertulis berupa keterangan saksi dan atau keterangan yang bersangkutan yang ditunjukkan oleh pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi.
Pasal 67
: Berdasarkan alat bukti sesuai dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, penegasan konversi dan pengakuan hak sesuai dimaksud dalam Pasal 65 dan penetapan pemberian hak sesuai dimaksud dalam Pasal 66 hak-hak atas tanah, hak pengelolaan dan tanah wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam buku tanah.
2. Kegunaan Alat Bukti Hak Berdasarkan ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa alat bukti hak dapat digunakan untuk:
29
Ibid, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
33
a. mendalilkan kepunyaan suatu hak, b. meneguhkan kepunyaan hak sendiri c. membantah kepunyaan hak orang lain; d. menunjukkan kepunyaan hak atas suatu peristiwa hukum. Dengan demikian, pembuktian pemilikan hak atas tanah merupakan proses yang dapat digunakan pemegangnya untuk mendalilkan kepunyaan, meneguhkan kepunyaan, membantah kepunyaan atau untuk menunjukkan kepunyaan atas sesuatu pemilikan hak atas tanah dalam suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu. 3. Pembuktian Hak Baru Atas Tanah Pembuktian hak baru menunjukkan alat bukti yang dibuat sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tanggal 8 Oktober 1997 sesuai Pasal 23, yakni sebagai berikut: a. Penetapan pemberian hak dari pejabat berwenang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan. b. Akta PPAT menurut pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik. c. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan dari pejabat berwenang. d. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf. e. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
Universitas Sumatera Utara
34
f. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan. Pembuktian hak baru merupakan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang kepada orang perorangan atau badan hukum, misalnya hak pengelolaan atas tanah negara dari Kepala Badan Pertanahan Nasional atau peralihan hak melalui akta pejabat pembuat akta tanah. Selanjutnya, menurut AT Parlindungan, pembuktian hak baru diberikan oleh pejabat yang berwenang, yakni sebagai berikut:30 a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan suatu surat keputusan pemberian hak oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional atas tanah yang dikuasai oleh negara ataupun dari hak pengelolaan. b. Hak pengelolaan yang kita ketahui merupakan pelimpahan wewenang mengelola tanah dari negara kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, otorita dan sebagainya dan dibuktikan dengan suatu surat keputusan dan Menten Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. c. Akta ikrar wakaf sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 dan sebagai pejabatnya yang disebut Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah Kepala Kantor Urusan Agama di tiap kecamatan. d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan yang dibuat oleh PPAT dengan pemilik satuan rumah susun tersebut. e. Yang disebut dengan hak tanggungan adalah yang diatur oleh Undang-undang
30
A.P. Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal. 103
Universitas Sumatera Utara
35
Nomor 4 Tahun 1996.
4. Pembuktian Hak Lama Atas Tanah Pembuktian hak lama menunjukkan alat bukti yang sudah ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu sebelum tanggal 8 Oktober 1997 sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24, Ayat 1 dan Ayat 2. Ayat 1 : Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pemilik lain membebaninya. Ayat 2 : Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sesuai disebutkan pada Ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat : a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat
Universitas Sumatera Utara
36
oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagai dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa / kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. 5. Cara Perolehan Pembuktian Hak Lama Atas Tanah Cara perolehan pembuktian hak lama atas tanah menurut Penjelasan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, ada 2 macam cara berdasarkan pembuktian pemilikan tanah dan berdasarkan pembuktian penguasaan tanah, yakni sebagai berikut : a. Berdasarkan pembuktian pemilikan tanah Pembuktian hak lama berdasarkan pemilikan tanah dinyatakan secara tertulis sesuai konversi hak-hak lama di dalam penjelasan pasalnya, yakni seperti berikut : 1) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonaniie (Stnatsblad 1824-27) yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersang-kutan dikonversi menjadi hak milik. 2) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschiijvings Ordonantie (Staatsblad 1824-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan. 3) Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan. 4) Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Universitas Sumatera Utara
37
Tahun 1959. 5) Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai dengan kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya. 6) Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/ Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya peraturan pemerintah ini. 7) Akta pemindah hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan. 8) Akta ikrar wakaf/surat ikrar yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. 9) Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan. 10) Surat penunjukkan atau pembehan traveling tanah sebagai pengganti tanah yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah. 11) Petuk pajak bumi/landrente, girik, pipit, trek tir, dan verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. 12) Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. 13) Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sesuai dimaksud Pasal II, Pasal IV, dan Pasal VI ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Universitas Sumatera Utara
38
Pembuktian hak lama berdasarkan penguasaan tanah dibuktikan berdasarkan pernyataan tertulis yang bersangkutan dan dikuatkan saksi-saksi, sebagaimana ditentukan dalam penjelasan Pasal 24 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus memenuhi syarat, sebagai berikut : 1) Bahwa pengusaan tanah yang digunakan secara nyata dengan itikad baik, selama atau lebih dan 20 (dua puluh) tahun berturut-turut. 2) Bahwa penguasaan tanah tersebut dihormati dan tidak diganggu gugat oleh pihak lain. 3) Bahwa penguasaan tanah tersebut dikuatkan oleh saksi-saksi yang dipercaya. 4) Bahwa untuk pendaftaran hak atas tanahnya harus diteliti terlebih dahulu oleh Panitia A dan diumumkan sesuai ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, serta dikeluarkan Surat keputusan pengakuan haknya oleh pejabat berwenang. Perbedaan pembuktian hak baru dan hak lama hanya bersifat administratif, yaitu pembuktian hak baru merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang ada sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sedangkan pembuktian hak lama merupakan alat-alat bukti pemilikan hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Persamaan pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama yaitu sama-sama untuk meneguhkan kepunyaan sendiri sebagai pemegang hak. Selanjutnya, Boedi Harsono menyatakan : “Hak-hak baru adalah hak-hak yang baru diberikan atau diciptakan sejak
Universitas Sumatera Utara
39
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sedangkan hak-hak lama yaitu hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak yang ada pada waktu mulai berlakunya Undang-undang Pokok Agraria dan hak-hak yang belum diatur menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.”31
Jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang dapat dimohon di kantor pertanahan ditentukan oleh subyek hak atas tanah dan tujuan penggunaan obyek hak atas tanah sepanjang dibolehkan undang-undang, sehingga dapat dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sesuai ketentuan Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria, sebagai berikut : 1. hak milik; 2. hak guna usaha; 3. hak guna bangunan; 4. hak pakai. Selain sertifikat kepemilikan hak atas tanah di atas, ada juga sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan kantor pertanahan dan tidak diatur dalam Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria, yaitu sertifikat hak milik tanah wakaf, hak milik satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Bermacam jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diatur di dalam Pasal 16 tersebut telah sejalan dengan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria menyatakan, “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan macam-macam hak atas tanah permukaan bumi yang disebut
31
Budi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1 Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan Belas, Djambatan, Jakarta, hal. 477
Universitas Sumatera Utara
40
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”. Selanjutnya, tentang sertifikat sebagai tanda bukti pemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh kantor pertanahan berdasarkan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria, yakni sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak guna usaha, dan sertifikat hak pakai, yakni sebagai berikut : 1. Sertifikat Hak Milik Sertifikat hak milik merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan tanahnya secara turun temurun, terkuat dan terpenuh. Khusus terhadap hak milik atas tanah ditentukan lain, yaitu adanya unsur turunan, terkuat dan terpenuh dibandingkan hak lamnya, namun harus diartikan senafas dengan fungsi sosial tanah, selain itu juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan hutang melalui pembebanan hak tanggungan. Menurut ketentuan Pasal 8 Ayat 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 bahwa hak milik dapat dipunyai oleh setiap warga negara Indonesia tanpa menyebutkan perbedaan suku atau etnis, ketentuan selanjutnya sebagai berikut : a. Sertifikat hak milik hanya dapat diperoleh oleh Warga Negara Indonesia dan oleh badan hukum yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah. b. Warga Negara Indonesia dapat memperoleh sertifikat hak alas tanah berdasarkan; penegasan hak/pengakuan hak/pemberian hak/penggabungan hak/peningkatan
Universitas Sumatera Utara
41
hak/ perpanjangan hak/pemecahan hak/pemisahan hak/ pemindahan hak atau peralihan hak. c. Warga Negara Asing dapat memperoleh sertifikat hak milik berdasarkan; peralihan hak karena warisan tanpa wasiat dan harta bersama dalam perkawinan, dengan catatan bahwa ia harus melepaskan haknya dalam jangka waktu satu tahun sejak ia memperoleh hak. d. Badan Hukum dapat memperoleh sertifikat hak milik sebagaimana ketentuan Pasal 21 Ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 serta Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960, berdasarkan penetapan pemerintah, antara lain sebagai berikut : 1) Bank-bank milik negara: BI, BIN, BTN, BNI, BUN, BDN, BRI, BPI. 2) Badan keagamaan dan sosial, yakni a) Gereja
Roma
Katolik
di
Indonesia
(Kep.
DDA
dan
Trans.
No.1/DDAT/Agr/l967); b) Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (SK. Mendagri No. 22/DDA/1969); c) Gereja Pantekosta di Indonesia (SK Mendagri No. 3/ DDA/1972); d) Persyarikatan Muhammadiyah di Indonesia (SK No. 14/DDA/1972). Khusus terhadap badan keagamaan dan badan sosial yang ditetapkan pemerintah dapat diberikan sertifikat hak milik dalam jangka waktu sepanjang tanahnya masih dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsinya serta diakui dan dilindungi.
Universitas Sumatera Utara
42
2. Sertifikat Hak Guna Usaha Sertifikat hak guna usaha merupakan surat tanda, bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna mengusahakan tanah di sektor pertanian, peternakan, atau perikanan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Sertifikat hak guna usaha hanya dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara, misalnya melalui pelepasan hak atas tanah, bangunan, dan tanaman di atasnya kepada negara sesuai peraturan perundang-undangan. Secara umum hak guna usaha dapat diberikan kepada subyek hak dengan luas paling sedikit 5 hektar dalam jangka waktu 25 tahun dan perpanjangan 25 tahun, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain atau dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan. Orang perorangan hanya dapat mempunyai hak guna usaha maksimum 25 hektar, sedangkan luas maksimum untuk badan hukum masingmasing ditetapkan oleh Menteri.32 Badan hukum asing hanya dapat mempunyai hak guna usaha melalui penanaman modal asing bersifat patungan didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia. Sebelum berakhir jangka waktu hak guna usaha dapat diperpanjang dan jika telah berakhir hanya dapat diajukan permohonan baru, sepanjang pemegang hak masih memenuhi syarat dan tanahnya masih diusahakan secara layak, dengan catatan bahwa harus sesuai dengan perkembangan rencana penggunaan dan peruntukan tanah
32
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 5
Universitas Sumatera Utara
43
bersangkutan pada saat itu.33 Hak guna usaha yang tidak lagi diusahakan pemegangnya maka dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan atau menphhkan haknya kepada negara atau pihak lain, dengan sanksi bahwa haknya hapus demi hukum, sedangkan bangunan, tanaman dan benda-benda, di atasnya dapat dibongkar sendiri ataupun diganti rugi oleh negara, nilainya diputuskan oleh Presiden. c. Sertifikat Hak Guna Bangunan Sertifikat hak guna bangunan merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna membangun dan menggunakan bangunan yang berdiri di atas tanah kepunyaan pihak lain guna tempat tinggal atau tempat usaha. Hak guna bangunan diberikan dengan luas tidak melebihi batas maksimum (ceiling) jangka waktu paling lama 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan. Hak guna bangunan dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, digunakan untuk tempat tinggal, atau tempat usaha sepanjang tidak mengganggu fungsi sosial tanah. Hak guna bangunan dapat diberikan atas tanah hak milik atau hak pengelolaan atau tanah negara, dengan ketentuan apabila hak guna bangunan hapus maka hak atas tanahnya kembali kepada penguasa asalnya.34 Sebelum jangka waktunya berakhir hak guna bangunan dapat diperpanjang
33 34
Ibid, Pasal 9 Pasal 21 dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
Universitas Sumatera Utara
44
dan ketika haknya telah berakhir hanya dapat diperbaharui sepanjang pemegang hak masih memenuhi syarat, tanahnya masih diusahakan secara layak dan harus disesuaikan dengan perkembangan rencana penggunaan, serta peruntukan tanah bersangkutan pada saat itu.35 Pengalihan pemilikan hak atas tanah hak guna bangunan yang berdiri atas hak pengelolaan harus mendapat izin atau persetujuan tertulis dari penguasa hak pengelolaannya. d. Sertifikat Hak Pakai Sertifikat hak pakai merupakan surat tanda bukti pemilikan hak atas tanah untuk memungut hasil atas tanah yang bukan kepunyaan pemegangnya. Sertifikat hak pakai dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia, warga negara asing yang bekerja dan bertempat tinggal di Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, departemen, lembaga non departemen pemerintahan pusat dan daerah, perwakilan negara asing, perwakilan organisasi internasional, badan keagamaan dan badan sosial.36 Khusus terhadap pemilikan rumah tempat tinggal warga negara asing di Indonesia, lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996; Permenag/Ka. BPN Nomor 7; Nomor 8 Tahun 1996; SE. Menag/Ka. BPN Nomor 110-2871 Tanggal 8 Oktober 1996; SE. Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 124/UM/0101/M/12/97 Tanggal 11 Desember 1997. Sertifikat hak pakai dapat diperoleh atas tanah hak milik, tanah hak
35 36
Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 42 UUPA Jo Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
Universitas Sumatera Utara
45
pengelolaan atau tanah negara. Jangka waktu hak pakai diberikan kepada badan hukum publik seperti departemen, lembaga pemerintahan Indonesia di pusat dan daerah, perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional, badan keagamaan, dan badan sosial yaitu selama masih dipergunakan bagi keperluan tugas pokok dan fungsinya (lihat juga Pasal 41 Ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria Jo Pasal 45 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).37 Hak pakai atas tanah hak pengelolaan diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun atau diperbaharui atas persetujuan pemegang hak pengelolaannya. Hak pakai atas tanah hak milik diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui berdasarkan akta kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak miliknya.38 Hak pakai atas tanah negara diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun atau dapat diperbaharui atas permohonan pemegang hak pakai dengan ketentuan bahwa masih memenuhi persyaratan untuk pemberian hak pakai atas tanah negara. Sertifikat hak pakai dapat dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan, dengan ketentuan bahwa berakhirnya jangka waktu hak pakai menyebabkan hapusnya hak pakai dan mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. Sertifikat hak pakai dapat beralih dan dialihkan sepanjang dimungkinkan dalam perjanjian oleh para pihak yang bersangkutan dengan ketentuan
37 38
Pasal 41 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
Universitas Sumatera Utara
46
bahwa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari penguasa hak atas tanahnya, dalam hal ini persetujuan tertulis dari pemegang hak miliknya atau dari pemegang hak pengelolaannya atau atas tanah negara dengan izin tertulis dari pejabat berwenang.
B. Kedudukan Tanah Masyarakat di Pinggiran Sungai Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat agrarian yang sedang membangun ke arah perkembangan industri dan lain-lain. Akan tetapi, tanh yang merupakan kehidupan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan berbagai hal, antara lain39 : a. Keterbatasan tanah, baik dalam jumlah maupun kualitas
dibandingkan
kebutuhan yang harus dipenuhi. b. Pergeseran pola hubungan antara pemilik tanah dan tanh sebagai akibat perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh proses pembangunan dan perubahan-perubahan sosial pada umumnya. c. Tanah di satu pihak telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting, pada lain pihak telah tumbuh sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi.
39
Adrian Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 1
Universitas Sumatera Utara
47
d. Tanah di satu pihak harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat lahir batin, adil dan merata, sementara di lain pihak harus dijaga kelestariannya. Hak milik sebagai salah satu lembaga hukum dalam hukum tanah telah diatur baik dalam hukum tanah sebelum UUPA maupun dalam UUPA. Sebelum berlakunya UUPA, ada dua golongan besar hak milit atas tanah, yaitu hak milik menurut hukum adapt dan hak milik menurut hukum Perdata Barat yang dinamakan hak Eigedom. Peralihan hak atas tanah dapat melalui jual beli, tukar-menukar, hibah atau karena pewarisan. Dalam Pasal 26 ayat (1) ditentukan bahwa : “Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”.40 Jual beli tanah menurut PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut ditandatangani oleh para pihak maka harus didaftarkan. Jadi, dengan dilakukannya jual beli tanah dihadapan PPAT, maka pada saat itu juga hak atas tanahnya berpindah dari penjual kepada pembeli dengan pembayaran secara tunai dari pembeli kepada penjual. Peraturan hak milik atas tanah ditegaskan dalam Pasal 16, Pasal 20 sampai dengan Pasal 22 dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
40
Lihat Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria
Universitas Sumatera Utara
48
Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Dari ketentuan Pasal 20 dapat diartikan sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya, yaitu hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang “mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Dengan dilakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak 4 kali, setidak-tidaknya ada hal yang menarik perhatian kita, khususnya yang berkenaan dengan hak milik. Di satu sisi, hak milik seseorang tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Sebenarnya sebelum dilakukan amandemen, hal ini telah dituangkan dalam Pasal 32 Ketetapan MPR No. XVII/ MPR/1998, yang kemudian dirumuskan lebih rinci dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2). Di sisi lain Pelaksanaan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, khususnya yang mengatur hak milik atas tanah belum juga terwujud hingga saat ini. Di antara para sarjana ada yang anti hak privat dan ada yang pro hak privat. Khususnya yang mengenai hak milik atas tanah:41 J.J. Rousseau (abad 18) terkenal sebagai seorang sarjana yang tidak menghendaki adanya hak milik perseorangan atas tanah, karena milik privat
41
Mosca, 1999, The Rulling Class, New York and London, hal. 273, 274
Universitas Sumatera Utara
49
menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan dan menimbulkan kesengsaraan dan kejahatan dalam masyarakat. Beliau mengakui bahwa pembagian tanah adalah konsekuensi daripada penggarapan tanah. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa pertanian (agriculture) dengan hak milik privat serta perbedaan kekayaan telah menimbulkan suatu proses sosial dan bahwa ada suatu waktu di mana ada peperangan antara semua kontra dan pada waktu itu maka yang kayalah yang paling menderita kerugian. Akan teapi mereka yang kaya ini kemudian mengorganisasikan suatu pemerintah dengan undang-undang yang nampaknya menjamin/melindungi jiwa dan milik semua orang akan tetapi yang dalam batinnya hanya untuk kepentingan yang berkuasa. Henry George (1878) berpendapat bahwa hak milik privat atas tanah adalah sebab dari bertambahnya kemiskinan pada waktu ada kemajuan. Adapun jalan pikirannya adalah sebagai berikut : a.
Bertambahnya
penduduk
dan
kemajuan
dalam
proses
produksi
menyebabkan bahwa tanah makin banyak yang dibutuhkan. b.
Harga tanah yang diminta oleh pemilik tanah makin tinggi.
c.
Akibatnya ialah bahwa hasil dari kemajuan itu seluruhnya jatuh di tangan pemilik tanah, sedang buruh dan pemilik uang yang tidak mempunyai tanah tidak mendapat keuntungan dari kemajuan proses produksi.
d.
Dengan makin bertambahnya kemampuan untuk menghasilkan, bunga tanah makin cepat naik membubung tinggi. Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan
Universitas Sumatera Utara
50
masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada kajian lingkungan hidup strategis. Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingungan hidup.
Tanah yang berada diwilayah bantaran sungai dalam hal ini merupakan tanah yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat, dikarenakan status tanah tersebut adalah merupakan wilayah jalur hijau, sehingga keberadaan masyarakat tersebut merupakan menguasai tempat yang dilarang, disebutkan Penetapan wilayah sungai meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional. Penetapan cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, dan cekungan air tanah lintas negara. Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi: a.
Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; c.
Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai
Universitas Sumatera Utara
51
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; e.
Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
h. Membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional; i.
Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber daya air;
j.
Menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air;
k. Menjaga
efektivitas,
efisiensi,
kualitas,
dan
ketertiban
pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan 1. Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
Universitas Sumatera Utara
52
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi: a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/ kota; h. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; i. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
53
sumber daya air; j. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat atas air; k. menjaga
efektivitas,
efisiensi,
kualitas,
dan
ketertiban
pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah kabupaten/ kota. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi: a. Menetapkan
kebijakan
pengelolaan
sumberdaya
air
di
wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/ kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota
dengan
memperhatikan
kepentingan
kabupaten/
kota
sekitarnya;
Universitas Sumatera Utara
54
f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada air tanah lintas negara; h. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; i. Menjaga
efektivitas,
efisiensi,
kualitas,
dan
ketertiban
pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian wewenangnya, pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh pemerintah daerah diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal: a. Pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum; dan/atau b. Adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota. Menurut wawancara dimana sejumlah warga yang bermukim di tepi Sungai Deli di Lingkungan III dan IV Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, sesumbar
Universitas Sumatera Utara
55
menolak direlokasi sekali pun pemerintah akan membangunkan rumah susun bagi mereka. Padahal yang mereka ketahui bahwa mereka menetap diatas tanah yang disebut jalur hijau atau daerah yang dilarang untuk dikuasai masyarakat sesuai peruntukanya. Mengenai akibat pemukiman dijalur hijau bantaran sungai deli medan wacana relokasi yang akan dilakukan Pemkot Medan untuk menghindari agar warga yang tinggal di bantaran Sungai Deli tidak terkena banjir, juga tidak akan menyelesaikan masalah bagi masyarakat. Mengenai rencana Pemkot Medan yang akan membangun rumah susun di Lingkungan III dan IV sebagai alternatip pemindahan warga yang berada dijalur hijau bantaran sungai sudah cukup lama, namun masyarakat di daerah itu kurang mendukung dan menyambut baik. Pembangunan berupa rumah susun itu, kurang diterima oleh ratusan kepala keluarga (KK) yang saat ini tinggal di daerah tersebut. Akibat mendiami jalur hijau bantaran sungai masyarakat yang bermukim di pinggiran tempat sungai di Medan mengaku was-was. Mereka khawatir akan terkena banjir yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu, akibat curah hujan yang mulai meningkat. Terlebih sekarang ini aliran sungai sudah banyak yang diluruskan. Warga yang tinggal di empat Daerah Aliran Sungai (DAS), mengaku mulai khawatir akan terjadinya banjir. Mereka yang tinggal di DAS Sungai Deli, Sungai Babura, Sungai Selayang dan Sungai Denai. Sedangkan sejumlah warga yang bermukim di pinggiran Sungai Babura dan Sungai Selayang, mengaku sudah mulai terkena banjir kiriman. Begitu
Universitas Sumatera Utara
56
juga dengan warga di pinggiran Sungai Deli. Terutama di kawasan Jalan Badur, Kampung Aur, Jalan Mantri, Gang Merdeka, Gang Alfajar, Avros, Jalan Pasar Senen dan Jalan Multatuli. Disebutkan oleh anggota Komisi A DPRD Medan M.Taufik bahwa kedudukan taanah yang dimiliki masyarakat pinggiran sungai secara legal formal tidak boleh karena jalur hijau.
Universitas Sumatera Utara