BAB I PENDAHULUAN A." ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dari 6 (enam) Program Landreform penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai Program yang kedua yaitu “Larangan Kepemilikan Tanah Secara Absentee”. Pemilikan tanah absentee adalah pemilikan tanah pertanian yang dimiliki oleh orang perseorangan dan keluarga, dimana letak tanah pertanian itu di luar wilayah kecamatan tempat kedudukan pemilik tanah.1 Jika kita melihat kondisi saat ini, larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee ini apakah masih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dengan berkembangnya alat transportasi dan komunikasi yang dapat mempermudah para pemilik tanah untuk mengerjakan tanahnya secara aktif dan efisien tanpa memerlukan waktu yang lama walaupun tanah tersebut letaknya jauh dari tempat tinggalnya. Selain perkembangan alat transportasi dan komunikasi, saat ini juga terjadi perkembangan alat serta mekanisme dalam pengolahan di bidang pertanian. Sekarang pengolaan lahan pertanian sudah tidak seperti jaman dulu. Dulu para petani lebih mengandalkan tenaga untuk menggarap lahan pertanian. Namun pada saat ini sudah banyak dijumpai berbagai alat untuk penggolahan lahan pertanian yang menggunakan tenaga mesin sehingga produktifitas akan lebih tinggi dan juga proses pengerjaan tanah tentunya akan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia saja. Investasi juga mendorong adanya kepemilikan tanah absentee, tanah merupakan benda yang setiap tahun harganya cenderung naik sehingga ada sebagian orang yang menginvestasikan uangnya dengan membeli tanah di mana-mana. 1
Pasal 3 PP Nomor 224 Tahun 1961 dan Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 1964 (tambahan Pasal 3a sampai dengan Pasal 3e ).
Saat ini di wilayah tertentu khususnya di Desa Balesari Kecamatan Bansari, Desa Sokawera, desa Klahang, desa Karanggintung, dan desa Tumiyang Kabupaten Banyumas2 serta di desa Rempoah Kecamatan Baturaden dan Desa Ledug Kecamatan Kembaran di Kabupaten Banyumas3, telah di temukan adanya kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Ini menunjukan bahwa ada pelanggaran ketentuan, dimana masyarakat di wilayah tersebut dapat memiliki tanah pertanian secara absentee. Dengan demikian apakah ketentuan tersebut masih perlu di pertahankan mengingat telah terjadi kepemilikan tanah pertanian secara absentee di wilayah tersebut atau perlukah diadakan peninjauan kembali mengenai ketentuan tersebut? Maka dari uraian ini penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul: “REDEFINISI
PENGATURAN
LARANGAN
KEPEMILKAN
TANAH
PERTANIAN SECARA ABSENTEE DIMASA KINI ”. Redefinisi4 adalah memikirkan, mendefinisikan, mengartikan, memaknai, atau menafsirkan kembali pemahaman-pemahaman suatu hal yang telah ada, hingga memiliki arti yang lebih sesuai dengan kaidah waktu. Di sini penulis akan meneliti lebih lanjut mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee guna melihat sejauh mana kepemilikan tanah pertanian secara absentee serta melihat apakah diperlukan pemaknaan kembali mengenai ketentuan ini guna memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini, karena sudah di temukan adanya kepemilikan tanah pertanian secara absentee khususnya di wilayah Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Banyumas.
2
Mintarsih Sri Kuntarti, Skripsi, Studi Kasus Pemilikan Tanah – Tanah Absentee di Kabupaten Banyumas, 1995, FH, Salatiga. 3 Ariska Dewi, Tesis, Peranan Kantor Pertanahan Dalam Mengatasi Kepemilikan Tanah “Absentee/Guntai” Di Kabupaten Banyumas, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008. 4 http://mustaqiim.wordpress.com/2011/04/10/redefinisi-dari-makna-ke-praktek/ di unduh pada tanggal 31Mei 2013.
B." LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu aspek hukum penting dengan diundangkannya UUPA adalah dicanangkannya “Program Landreform”. Landreform adalah perombakan struktur pertanian lama dan pembangunan struktur pertanian lama menuju struktur pertanian baru.5 Program Landreform di Indonesia bertujuan untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.6 Sedangkan menurut Prof. Dr. A. P. Parlindungan, S. H, tujuan utama landreform di Indonesian bukan sekedar membagi – bagi tanah dan pemindahan penduduk tetapi harus disesuaikan dengan UUPA yaitu larangan absenteeisme, larangan latifundias (grootgondbezitters), larangan fragmentasi tanah pertanian, adanya ceiling dan sebagainya.7 Pemilikan tanah pertanian secara absentee atau di dalam bahasa Sunda : “Guntai” yaitu pemilikan tanah yang letaknya di luar tempat tinggal yang empunya.8 Setelah melakukan penelitian didaerah tempat tinggal penulis yang terletak di Kelurahan Balesari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung, penulis juga menemukan ada kepemilikan tanah secara absentee. Penulis menemukan ada 9 (sembilan) pemilikan tanah secara absentee. Dari informasi yang penulis peroleh, mereka dapat memiliki tanah tersebut dengan berbagai cara yaitu: jual–beli ada 2
5
I Nyoman Budi Jaya, Tinjauan Yuridis tentang Restribusi Tanah Pertanian Dalam Rangkan Pelaksanaan Landreform, (Yogyakarta : Liberty, 1989), hal : 9 6 BoediHarsono, HukumAgraria Indonesia, SejarahPembentukanUndang-UndangPokokAgraria,Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal : 296 7 A. P Parlindungan, Aneka Hukum Agraria, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 31 8 Effendi Perangin, HukumAgraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum,
(Jakarta : CV. Rajawali, 1986), hal :122
kasus, warisan ada 4 kasus , pindah tempat tinggal ada 2 kasus, dan perceraian ada 1 kasus. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang sudah dilakukan Mintarsih Sri Kuntarti pada tahun 1995 di Kabupaten Banyumas khususnya wilayah desa Sokawera Kecamatan Cilogok, desa Klahang Kecamatan Sokaraja, desa Karanggintung Kecamatan Kemrajen, dan desa Tumiyang Kecamatan Pakuncen ditemukan ada 53 kasus mengenai kepemilikan tanah secara absentee. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terjadinya pemilikan tanah absentee dapat dilakukan dengan 5 cara yaitu: 1. Tanah absentee yang dimiliki terjadi karena pindah domisili. 2. Tanah absentee yang dimiliki karena permohonan hak milik. 3. Tanah absentee yang dimiliki karena pinjam nama. 4. Tanah absentee yang dimilki karena jual-beli tanah pertanian. 5. Tanah absentee yang dimiliki karena warisan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariska Dewi, S.H di wilayah Banyumas khususnya di Kecamatan Baturaden di desa Rempoah dia menemukan ada 20 orang pemilik tanah secara absentee dan Kecamatan Kembaran di desa Ledug ada 10 orang pemilik tanah pertanian secara absentee. Keberadaan tanah absentee didesa Rempoah dan desa Ledug ini terjadi karena ada jual beli tanah pertanian di bawah tangan, jual beli itu dilakukan hanya antara pembeli dan penjual (pemilik tanah) di depan Kepala Desa dengan dihadiri oleh para saksi, kerabat, tetangga dan mereka yang berbatasan tanah. Peralihan hak atas tanah di bawah tangan ini dilakukan dengan suatu perjanjian yang dibuat di atas kwitansi yang diberi materai
atau kertas segel yang didalamnya dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Selain jual-beli dibawah tangan kepemilikan tanah absentee di Kecamatan Kembaran terjadi karena adanya pewarisan. Walaupun ada ketentuan mengenai jangka waktu pengalihan tanah absentee karena pewarisan yaitu 1 tahun setelah kematian pewaris tapi hal itu tidak dilakukannya, dengan alasan bahwa tanah tersebut sebagai sarana investasi dan nantinya dijual kembali setelah harganya tinggi. Tanah pertanian masih tetap djadikan obyek investasi menjanjikan sehingga mengakibatkan luas tanah pertanian semakin berkurang karena dialih fungsikan. Disisi lain perkembangan kawasan pariswisata juga mendorong terjadinya pemilikan tanah absentee khususnya di wilayah Kabupaten Banyumas. Sektor industri pariwisata membawa akibat pula pada perubahan peruntukan dan penggunaan tanah pertanian. Perubahan tersebut diantaranya adalah untuk tempat pembangunan sarana penunjang pariwisata seperti pembangunan hotel-hotel baru maupun perluasan dari hotel-hotel yang sudah ada dan pengembangan tempat-tempat wisata untuk menampung para wisatawan yang terus meningkat jumlahnya. Karena itu banyak para investor yang biasanya dari luar daerah yang melirik keberadaan tanah-tanah pertanian yang strategis terutama berada disekitar kawasan pariwisata tersebut.9 Dari fakta-fakta yang ditemukan, saat ini ada pergeseran kepemilikan tanah pertanian dimana para pembeli tanah lebih memikirkan akan keuntungan, mereka tidak memperdulikan mengenai larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee yang jelas di larang oleh Pemerintah. Maka dari itu saat ini perlu diadakan peninjauan kembali mengenai ketentuan larangan kepemilikan tanah secara absentee pada saat ini
9
Ariska Dewi, Op. Cit. Hal: 92.
mengingat telah tejadi pergeseran kepemilikan tanah yang didorong oleh berbagai faktor tersebut.
C." RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya pemilikan tanah pertanian secara absentee? 2. Perlukah redefinisi untuk pengaturan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee dimasa kini?
D." TUJUAN PENELITIAN Sedangkan tujuan dari penulisan yang ingin dicapai didalam penulisan ini adalah: 1. Menggambarkan pengaturan kepemilikan tanah pertanian secara absentee. 2. Menggambarkan kepemilikan tanah pertanian secara absentee. 3. Menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemilikan tanah secara absentee. 4. Menggambarkan perlu tidaknya redifinisi atau pemaknaan kembali untuk pengaturan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee pada saat ini.
E." METODE PENELITAN 1." Pendekatan a." Untuk Tujuan Penelitian No. 1 dan 4 Penulis
membutuhkan
metode
pendekatan
perundang-undangan
(Statute Approach). Dengan melakukan pendekatan ini penulis dapat menemukan kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-undang itu. Dari memahami kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-undang itu, penulis akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis
antara undang-undang dengan isu yang dihadapi.10 Dalam pendekatan perundang-undangan penulis bukan saja melihat bentuk peraturan perundangundangannya saja, melainkan juga menelaah materi muatannya, penulis perlu mempelajari dasar ontologis lahirnya undang-undang, landasan filosofis undang-undang, dan ratio legis dari ketentuan undang-undang.11 Karena itu bahan hukum yang diperlukan adalah bahan hukum primer. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan larangan kepemilikan tanah absentee yaitu: -
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok Agraria.
-
Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
-
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 Tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
-
Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1977 Tentang Pemilikan Tanah Pertanian Secara Guntai (Absentee) Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri.
b." Untuk Tujuan Penelitian No. 2 dan 3 Diperlukan pendekatan sosiolegal untuk mengetahui kenyataankenyataan yang terjadi di lapangan mengenai pemilikan tanah absentee pada saat ini. Pendekatan sosiolegal, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk 10 11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal: 94. Ibid., hal: 102.
menganalisis tentang sejauh manakah efektifitas suatu peraturan perundangundangan atau hukum yang sedang berlaku dalam kehidupan masyarakat.12 Metode pendekatan sosiolegal ini digunakan untuk melihat hukum tidak hanya sebagai Law in book, tetapi melihat hukum sebagai Law in action.13 Dalam pendekatan sosiolegal penulis memerlukan data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan sumber informasi di lokasi penelitian. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden.14 Guna mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada nara sumber yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap: a. Bapak Khanafi selaku Sekertaris Desa Balesari, Kecamatan Bansari. b. Bapak Sukirman selaku Kepala Dusun Boresan 1. c. Bapak Maksum selaku Kepala Dusun Boresan 2. d. Bapak Sugiyanto selaku Kepala Dusun Lembangan. e. Bapak Djoko selaku Kepala Dusun Kalensari. f. Bapak Munarto adalah pemilik tanah pertanian secara absentee. g. Ibu Retno adalah pemilik tanah pertanian secara absentee. h. Bapak Asnawi adalah pengolah tanah pertanian secara absentee. i. Ibu Dewi adalah saudara pemilik tanah pertanian secara absentee.
12 Sulistyowati Iriyanto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), hal : 174 13 SatjiptoRahardjo, Hukum dalam Perspektif Sosial, (Bandung : Alumni, 1981), hal :6 14 www.manfaat-pengetahuan.blogspot.com di unduh pada tanggal 17 Juni 2013.
Data sekunder juga digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder yang di gunakan dalam penelitian ini adalah hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan. Data sekunder yang digunakan adalah hasil penelitian berupa: 1. Skripsi dari Mintarsih Sri Kuntarti. 2. Tesis dari Ariskha Dewi, SH. Maksud data sekunder ini di gunakan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa banyak adanya kepemilikan tanah pertanin secara absentee serta untuk mengetahui cara-cara memperoleh tanah-tanah yang menyebabkan terjadinya kepemilikan tanah pertanian secara absentee. 2." Unit Analisa Unit analisa dalam penelitian ini adalah mengenai redefinisi larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee.