RINGKASAN DISERTASI MOBILITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL DI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG UJIAN PROMOSI DOKTOR Oleh Ir. Ismiyati, MS L 5B005004
Promotor Prof. DR. Ir. Sugiono Soetomo, DEA Co-Promotor DR. Ir. Bambang Riyanto, DEA
PROGRAM DOKTOR TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERKOTAAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011
i
MAJELIS PENGUJI UJIAN PROMOSI DOKTOR
Ketua
Prof. Drs. Sudharto P. Hadi, MES, PhD Rektor/Ketua Senat Universitas Diponegoro Sekretaris Prof. DR. Ir. Sunarso, MS Sekretaris Senat Universitas Diponegoro
Anggota 1. Prof. DR. dr. Anies, M. kes, PKK (Direktur Pascasarjana) 2. Prof. DR. Ir. H. Sugiono Soetomo, DEA (Promotor) 3. DR. Ir. Bambang Riyanto, DEA (Co- Promotor) 4. DR. Ir. I.F. Poernomosidhi, M.Sc (Penguji eksternal) 5. Prof. Ir.H. Eko Budihardjo, M.Sc(Penguji internal) 6. DR. Ir. Joesron Alie Syahbana, M.Sc (Penguji internal) 7. DR. rer. nat. Ir. Imam Buchori (Penguji internal)
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Subhanallahu Wata’ala atas segala karunia dan petunjuk Nya yang selalu menyertai serta memberikan kekuatan, kesehatan, dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan perjalanan yang panjang dan melelahkan dalam menyelesaikan penulisan disertasi pada Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Penelitian tentang Mobilitas transportasi dan pemilihan tempat tinggal di kawasan Pinggiran Kota Semarang terinspirasi dari kondisi perkembangan pemukiman kearah pinggiran dengan cepat dan tak terkendali, namun disisi lain kemacetan yang terjadi diperlihatkan dengan tingginya proporsi pemakaian kendaraan pribadi dibandingkan dengan penggunaan angkutan umum. Kondisi tersebut berakibat tingginya polusi udara dan menurunnya kualitas perkotaan. Keberhasilan menyelesaikan disertasi ini tentunya bukan hasil kerja individu penulis, melainkan melibatkan banyak pihak yang ikut berperan dalam berbagai hal. Pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan hati yang tulus penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : (a) Prof. Dr. Ir. Sugiono Soetomo DEA selaku promotor dan Ketua Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan, Sekretaris Program Dr. Ing. Gagoek Hardiman dan seluruh jajaran pengajar serta karyawan. (b) Dr.Ir Bambang Riyanto DEA selaku Co-Promotor. (c) Para penguji yang terdiri : (1) DR.Ir. Poernomosidi,M.Sc (2) Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc (3) DR. Ir. Joesron Alie Syahbana, M.Sc (4) DR. rer. nat. Ir. Imam Buchori. (d) Ir. Sri Sangkawati, MS selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro. (e) Dekan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Ir. Bambang Pujianto, MT (f) Direktur Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Prof. DR. dr. Anies, Mkes, PKK. (g) Rektor Universitas Diponegoro Prof. Sudharto Prawata Hadi, MES. PhD. Sebagai Rektor dan Ketua Senat Universitas Diponegoro yang telah memberi kesempatan bagi promovenda untuk belajar pada Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Universitas Dipinegoro. (h) dan Nara sumber yang tidak bisa satu persatu promovendus sebutkan, yang telah berkenan memberikan banyak kritik dan masukan yang sangat membantu penulisan laporan disertasi ini. Penelitian ini tidak berlangsung dengan baik tanpa bantuan teman-teman yang sangat mendukung di lapangan, dan teman diskusi di Perumahan Taman Setiabudi, Srodol Bumi Indah, Perumahan Tembalang Pesona Asri, Perumahan Bukit Diponegoro, Kecamatan Tembalang di Kota Semarang sebagai daerah studi dan masih banyak sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Teman teman dosen di lingkungan Teknik Sipil Undip yang memberikan motivasi dan kontribusi waktu dalam berbagai kesempatan, teman-teman dosen di lingkungan Arsitektur & MPWK- Undip dan terutama suamiku tercinta Ir. RM. Hari Santjojo, MT yang selalu mensupport dan setia mendampingi baik di lapangan maupun teman diskusi baik suka maupun duka. Rekan-rekan seperjuangan S3 angkatan II, teman kakak angkatan I, seperti Bapak Dr. Ir. Sudarmawan Juwono, MT yang selalu memberikan motivasi dan mensupport tak henti-hentinya, ibu Ir. Atiek Suprapti, MS, Dr. Titien
iii
Woro Murtini dan teman administrasi serta pengelola PDTAP- Undip yang selalu memberi semangat dan membantu dalam banyak hal tentu saja atas saran saran dan doanya. Teriring pada ananda tercinta Pradhita Permana Yudha, SE dan Hardian Hanggadhika, SE serta kedua orang tua saya Bapak H. Achmad Iskak dan Ibu Hj.Rondiyah dengan segala doa dan kesabarannya. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi semua orang, kami tak putus untuk mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki materi disertasi ini lebih baik. Semoga Allah Subhanallahu wata’ala membalas dengan yang lebih baik…amien.
Semarang, September 2011 Promovenda
Ismiyati L 5B005004
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
ix
1
FENOMENA PERKEMBANGAN KOTA
1
1.1. Problematik Kawasan Pinggiran 1.2.Masalah Penelitian, Kajian Teoritik dan Posisi Studi 1.3.Pertanyaan Penelitian 1.4. Alasan Penentuan Lokasi
1 2 4 4
TATA CARA PENELITIAN
6
2.1. Prosedur Pemilihan Sub Lokus Penelitian 2.2. Langkah- langkah Penelitian
7 9
2
3
4
HASIL ANALISIS DAN PEMAKNAAN
10
3.1. Analisis Penelitian Kuantitatif (Makro) 3.2.Hasil Penelitian Kualitiatatif (Penilitian Mikro)
10 14
PROSES PEMBENTUKAN KONSEPSI TEORITIS MOBILITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT TINGGALDI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG
26
4.1.Konsep 1: Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal dan Kualitas Lingkungan Pemukiman 4.2. Konsep 2: Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Sensitifitas Biaya Transportasi dan Pemilihan Moda Transportasi 4.3. Konsepsi Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Kota Semarang 4.4. Peran Temuan Pengetahuan Teoritis Terhadap Perkembangan Kawasan Pinggiran Kota Semarang 5
PENGKAYAAN KONSEP MOBILITAS TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG 5.1.Pengkayaan Mobilitas Transportasi yang
v
28 28 29
31
32
Dikaitkan dengan Pemilihan Tempat-tinggal Dalam Proses Perkembangan Kota 5.2.Pengkayaan Pengetahuan Konsep Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Pada Sistem Transportasi Kota Semarang 6
32
32
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
38
6.1. Kesimpulan 6.2. Rekomendasi 6.2.1.Pengembangan Pengetahuan Dalam Metoda Penelitian 6.2.2.Rekomendasi Penelitian Lanjut
38 39
DAFTAR PUSTAKA
40 40 41
vi
ABSTRAK Akibat urbanisasi sebagai fenomena global berdampak pada perluasan fisik kota yang ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan tak terkendali ke arah pinggiran kota. Sementara seiring dengan pertumbuhan kawasan pinggiran tersebut terlihat gejala peningkatan mobilitas dan permasalahan transportasi kian hari semakin nyata. Pada lima tahun terakhir di Kota Semarang terlihat gejala yang mirip yaitu dengan perkembangan yang cepat dan tak terkendali kearah pinggiran hingga 3-5 % per tahun, namun pertumbuhan penduduk Kota Semarang rata-rata hanya 1,4 % pertahun dan diindikasikan terjadinya kemacetan pada seluruh jaringan yang menghubungkan kawasan pinggiran ke pusat kota. Kemacetan yang terjadi diindikasikan dengan proporsi tingginya mobilitas transportasi menggunakan kendaraan pribadi > 50% menuju pusat kota. Mobilitas menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan transportasi, karena tidak efisiennya mobilitas selain akan membuat permasalahan transportasi juga menyebabkan pencemaran udara yang akan membuat kualitas kota menjadi menurun. Kebijakan pemerintah sendiri dalam mengatasi tingginya mobilitas terlalu fokus pada aspek mensupply dengan melihat sisi demand-nya saja tanpa mengkaitkannya dengan sektor pemukiman dalam pemilihan tempat tinggalnya. Padahal pemukiman memproduksi mobilitas transportasi, sedangkan perkembangan pemukiman akan mempengaruhi perkembangan kota. Dari rumusan permasalahan tersebut timbul pertanyaan penelitian: 1) Bagaimana mobilitas transportasi pada perkembangan yang cepat dan tak terkendali pada kawasan pinggiran Kota Semarang? 2)Bagaimana keterkaitannya mobilitas transportasi dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang? (3) Pengetahuan teoritis apa yang dapat dikontribusikan pada disiplin ilmu perencanaan transportasi kawasan pinggiran Kota Semarang. Tujuan penelitian ini menguji hipotesa kerja bahwa pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran tidak selalu mempertimbangkan jarak ke tujuan rutinitas (bekerja) sebagai dasar verifikasi penelitian kualitatif (penelitian mikro) yang dipakai sebagai dasar pula untuk membangun pemaknaan konsepsi teoritis mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal, guna memecahkan permasalahan transportasi pada kawasan pinggiran kota yang sedang mengalami perkembangan yang cepat dan tak terkendali kearah pinggiran kota. Hasil pemaknaan konsepsi teoritis tersebut bermanfaat untuk memperkaya khasanah keilmuan secara teoritis dan praktis di bidang transportasi dan perencanaan wilayah dan kota. Berangkat dari tujuan penelitian, maka penelitian disertasi ini menggunakan paradigma Positivistik metode Dekduktif- Kuantitatif dengan teknik kualitatif strategi wawancara secara mendalam yaitu peneliti berangkat ke lapangan dengan membawa variable yang diperoleh dari dialog teori dan antar ilmu pengetahuan. Penelitian tahap 1 dengan mengambil sampling secara stratified random proposional pada 6 (enam) kecamatan yang berada pada kawasan pinggiran Kota Semarang dan penelitian tahap 2 dengan sub- lokus penelitian ditentukan secara purposive pada lokasi pemukiman formal yang dibedakan strata sosial dengan variasi jarak ke pelayanan public transport yang dianggap bisa mewakili untuk menjelaskan fenomena secara mendalam yang terjadi di lapangan yang akan digunakan untuk mengkonstruksikan konsepsi teoritis Dengan dilakukannya 2 tahapan penelitian dengan lokus penelitian pada kawasan pinggiran kota Semarang dan sub lokus penelitian pada pemukiman formal yang ada di Kecamatan
vii
Tembalang dan Kecamatan Banyumanik yang dibedakan antara pemukiman dengan perbedaan strata sosial dan kedekatan dengan jalur pelayanan public transport, maka berhasil dibangun konsepsi teoritis” Mobilitas Transportasi Dikaitkan dengan Tempat tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang”, yang terdiri dari 2 gugus konsepsi teoritis yang menjelaskan teori 1) Hubungan strata sosial dengan kualitas lingkungan pemukiman: yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan sosial ekonomi masyarakat maka akan memilih ke lokasi dengan kualitas lingkungan pemukiman yang baik (nyaman, aman dari banjir dan rob, lingkungan cluster dekat dengan fasilitas jalur pelayanan public transport) dan; konsepsi teoritis 2)Hubungan strata sosial terhadap sensitivitas biaya transportasi dan pemilihan moda transportasi: yaitu semakin tinggi kemampuan sosial ekonomi masyarakat maka akan semakin berkurang sensitivitas terhadap biaya transportasi dan akan semakin berkurang ketergantungan dengan public transport. Dan dengan dikonstruksikan bangun teori “Mobilitas Transportasi Dikaitkan dengan Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang” diharapkan bisa menjawab fenomena yang sedang berkembang yaitu permasalahan transportasi pada kota – kota yang mengalami perkembangan yang cepat dan tak terkendali di kawasan pinggiran kota. Rekomendasi untuk negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia yang sedang mengalami perkembangan kearah pinggiran dengan cepat dan tak terkendali dan permasalahan transportasi dan dalam kondisi mengalami kepekaan terhadap status sosial yang ada hubungannya dengan life style maka perlu perencanaan transportasi dengan melihat strata sosial menengah dan menengah kebawah dengan penentuan jalur – jalur pelayanan public transport dengan melihat dari data demografi. Kata kunci: Kawasan Pinggiran, mobilitas transportasi, pemilihan tempat tinggal
viii
ABSTRACT The impact of urbanization as a result of global phenomenon has influenced physical expansion of a city which is indicated by the fast and uncontrolled development to the urban fringe area. Meanwhile, along with the growth, the increasing mobility and transportation problem become more obvious. During the last five days, Semarang City undergoes similar symptom that is the fast and uncontrolled development (3-5% per year) to its urban fringe area (Semarang in number, 2008), nevertheless Semarang’s population growth is only approximately 1.4% per year and congestion is indicated to happen in all networks connecting the urban fringe areas to the city center. The congestion is indicated by the high proportion of transportation mobility of using private vehicle to reach the city center (>50%). Mobility becomes a significant issue in transportation planning because the mobility inefficiency will not only create transportation problem but also contribute to air pollution degrading the city quality. To handle the high mobility, the government only conducts the supply by only regarding the supply without concerning settlement issue especially dwelling preference. As a matter of fact, settlement produces transportation mobility, while settlement development is city development. From the problem formulation above, the research questions are: 1) How does the transportation mobility within the fast and uncontrolled development in Semarang urban fringe area? 2) What is the relation of transportation mobility to dwelling preference in Semarang urban fringe area? 3) What theoretical contribution to give for transportation planning in Semarang urban fringe area? This research is to test or criticize any previous theories, instead, this research aims to build theoretical understanding to solve transportation problem in urban fringe area undergoing fast and uncontrolled development, as well as to enrich theoretical and practical knowledge on transportation and regional and urban planning. Based on the research objectives, the method used in this research is grounded theory deductive-quantitative with qualitative method using in-depth interview, that is the researcher comes to the field bringing obtained variables from the dialog of theories and inter knowledge. The first step of the research is by taking proportional random sampling on 6 sub-districts in Semarang urban fringe area and the second step is to determine research locus purposively in formal settlements as representative to thoroughly explain the phenomenon occurred in the field in order to construct the theory. By conducting 2 steps of research of which research locus in Semarang urban fringe area and sub locus on the formal settlement on Tembalang and Banyumanik Sub-district which settlement is differed by the social level and the closeness to public transport service, the theory of Transportation Mobility related to settlement in Semarang urban fringe area is successfully constructed. The theory includes 2 group of theories: 1) The relation of social level with the quality of settlement environment: the higher social and economic ability, the community will prefer a good quality of location to dwell (comfortable, save from flood and rob; close to public transport service), 2) The relation of social level to the sensitivity of transportation cost and the preference of transportation mode: the higher social and economic ability, the community will have less sensitivity to the transportation cost and less dependence to public transport. By constructing the theory of Transportation Mobility related to Dwelling Preference in Semarang Urban
ix
Fringe Area, it expected to answer the developing phenomenon, that is transportation problems in sprawl developed city. Recommendation and suggestion for developing countries, like Indonesia which is undergoing fast and uncontrolled development to its urban fringe area and transportation problem and in the condition facing social status sensitivity related to lifestyle, therefore, it is needed to have transportation planning, which concerns on social level (middle to low-middle), by determining public transportation networks in regard with demographic data. While the suggestion for further research is to do similar study in different location. Keywords: Urban fringe, transportation mobility, dwelling preference
x
1. FENOMENA PERKEMBANGAN KOTA 1.1. Problematik Kawasan Pinggiran Salah satu ciri bentuk perkembangan kota-kota di dunia biasanya ditengarai dengan besarnya pertumbuhan penduduk yang tinggal di perkotaan dan perbandingan tingkat urbanisasi. Pertumbuhan penduduk yang terus berkembang dan terjadinya proses urbanisasi berdampak pada meningkatnya proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan (Evers, 2000) dan gejala perluasan fisik kota kearah pinggiran kota (Yunus, 2006). Di Indonesia pada tahun 2010 penduduk yang tinggal diperkotaan sudah mencapai 56 % yaitu sekitar 106 juta jiwa dan diperkirakan pada dekade yang akan datang (tahun 2025) penduduk yang akan tinggal di daerah perkotaan sekitar 63% dari jumlah penduduk Indonesia (http://www.penataanruang.net: Rabu,23 Maret 2011| pukul: 4:16:05 PM). Bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian di kota-kota mendorong timbulnya peningkatan kebutuhan lahan pemukiman, sementara itu ketersediaan lahan pemukiman di pusat kota sangat terbatas, maka lahan pemukiman tersebut berkembang kearah pinggiran kota. Gejala menuju kearah metropolis ini perlu diantisipasi karena akan menimbulkan berbagai dampak terutama dampak negatif yang saling terkait, dan munculnya permasalahan yang tidak hanya bersifat lokal akan tetapi sangat memungkinkan bersifat regional, kondisi tersebut akan sangat menyulitkan pemerintah dalam mengendalikan daerah perkotaan. Peran kawasan pinggiran menjadi sangat penting di perhatikan sebagai dampak pertumbuhan penduduk yang tidak tertampung lagi di pusat kota. Menurut McGee (1997) bahwa kawasan pinggiran merupakan suatu daerah ambang antara desakota, terdiri dari penduduk yang mempunyai karakteristik berbeda sehingga juga akan menimbulkan pola pemukiman dengan karakteristik yang berbeda, yang berakibat menimbulkan pembangunan pemukiman yang tidak terkendali dan tidak tertata dengan baik di kawasan pinggiran kota. Demikian sebagai akibat kemajuan teknologi, maka akan semakin jauh pergeseran pemukiman ke pinggiran kota, karena hubungan tatap muka tidak harus dilakukan, akan tetapi bisa menggunakan teknologi informasi. Disisi lain dampak yang dirasakan adalah semakin jauhnya perjalanan rutinitas ke lokasi bekerja yang masih dilakukan di pusat kota. Panjangnya perjalanan ini akan berdampak pada kemacetan karena dalam waktu yang sama penduduk pinggiran kota bersama – sama bergerak menuju pusat kota, sementara sarana dan prasarana yang ada tidak mampu mengimbangi kebutuhan mobilitas transportasi yang semakin tinggi Dalam kondisi sistem transportasi kota yang belum mampu melayani kebutuhan masyarakat perkotaan maka ada kecenderungan penggunaan kendaraan pribadi semakin tinggi. Kondisi demikian membuat perjalanan yang tidak efisien, karena selain pemborosan bahan bakar dengan menggunakan kendaraan sendiri, juga akan berdampak pada permasalahan transportasi yaitu kemacetan dan penurunan kualitas kota karena polusi udara yang disebabkan gas buang kendaraan. Melihat permasalahan di lapangan tersebut tidak ada teori klasik perkembangan kota yang bisa digunakan untuk merujuk persoalan perkembangan kota, seperti Burgess yang dalam konsepnya tentang teori perkembangan kota konsentris, Alonso yang dikaitkan dengan nilai lahan dan biaya transportasi, serta teori Jonh Turner tentang mobilitas residential. Demikian dengan teori transportasi
1
yang ada selalu hanya melihat dari sisi supplynya (kuantitas) belum memperhatikan segi kualitasnya secara operasional yaitu ketepatan jadwal operasional, waktu tempuh dan kenyamanan serta keamanan. Kondisi demikian disebabkan bahwa kebijakan yang ada masih memberlakukan bahwa pelayanan angkutan umum adalah usaha rakyat kecil belum sepenuhnya sebagai subsidi pemerintah.
1.2 . Masalah Penelitian, Kajian Teoritik dan Posisi Studi Berbagai permasalahan timbul dalam proses pertumbuhan kawasan pinggiran pada kota-kota metropolitan di Indonesia, antara lain 1).semakin berkurangnya lahan pertanian produktif 2) permasalahan pengelolaan pertumbuhan fisik yang menyangkut lemahnya kapasitas pengendalian perkembangan pemukiman 3) lemahnya pengendalian persoalan transportasi perkotaan. Kota Semarang merupakan kota yang sedang berkembang menuju kota metropolitan dengan luas wilayah 373,70 km2 dan jumlah penduduk ± 1.45 juta jiwa, namun mengalami perkembangan kearah pinggiran dengan cepat hingga mencapai perkembangan lebih dari 3-5% pertahun sementara pertumbuhan penduduk ratarata hanya 1,4 %. Disisi lain dengan perkembangan yang cepat kearah pinggiran kota terlihat gejala permasalahan transportasi yang diindikasikan dengan tingginya tingkat pemakaian kendaraan pribadi. Dalam rangka memenuhi pembangunan yang berkelanjutan, penting untuk melihat persoalan pertumbuhan ini dalam rangka perspektif tata ruang wilayah yang lebih luas, serta persoalan pengembangan dan pengelolaan perkotaan yang efisien, termasuk didalamnya permasalahan lahan pemukiman, transportasi, prasarana dan lingkungan hidup. Efisiensi merupakan suatu aspek penting dalam perencanaan kota, distribusi kawasan pertokoan atau fasilitas sosial harus mempertimbangkan keterjangkauan atau aksesibilitas penduduk dari kawasan pemukiman tertentu. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh, maka semakin besar pula biaya dan waktu yang harus dikeluarkan. Dalam tinjauan ini, perencanaan sistem transportasi sebagai unsur perencanaan tata ruang merupakan unsur yang sangat penting untuk mencapai tingkat efisiensi pergerakan penduduk dari satu titik ke titik lain (mobilitas transportasi). Sementara upaya penanganan permasalahan transportasi sudah banyak dilakukan seperti meningkatkan kapasitas jalan dengan pelebaran, menambah jaringan jalan, penanganan dengan melihat sisi demandnya seperti Transport Demand Management (TDM) dengan berbagai strateginya seperti road pricing (Rachmat, Shanty Y, dalam Kusbiantoro, 2007), Ridesharing (OTE,2006c). Apabila upaya tersebut betul-betul akan diterapkan dalam kondisi kedisiplinan masyarakat yang masih kurang dan kondisi ekonomi yang belum mapan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak akan bisa lama diterapkan. TDM dengan berbagai strateginya masing-masing mempunyai kelemahan, demikian dalam penanganan problem transportasi dengan menggunakan metode konvensional yang selalu dengan prediksi dan rencana, juga belum berhasil menyelesaikan masalah transportasi perkotaan. Model-model dinamik untuk perencanaan transportasi tersebut diatas dan yang sudah pernah diaplikasikan di beberpa kota terlebih di negara yang sudah stabil perkembangannya belum tentu sesuai digunakan di negara kita dan perlu adanya penyesuaian dengan fenomena yang sedang berkembang saat ini. Kondisi demikian dikarenakan setiap kota itu mempunyai karakter yang berbeda baik itu,
2
kultur, bentuk dari kota itu sendiri, budaya serta ideologi sangat berbeda sehingga ada aspek sosial yang belum bisa terjelaskan. Fenomena tersebut menjadi perhatian peneliti untuk mengisi kekosongan teori, karena selama ini dari sisi teori pemukiman belum pernah mengkaitkan dengan permasalahan transpportasi. Demikian dengan teori transportasi yang belum pernah mengkaitkan dengan pemilihan tempat tinggal, padahal mobilitas transportasi diproduksi oleh tempat tinggal. Teori mobilitas (Tamin, 2000) yang sudah ada keterkaitannya dengan pemukiman hanya sebatas pada produksi rumah tangga untuk memprediksikan kebutuhan yang akan datang guna penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian ini untuk menelusuri permasalahan perkembangan pemukiman dan permasalahan transportasi yang timbul pada kota –kota yang mengalami perkembangan tak terkendali ke kawasan pinggiran dengan cepat pada kota-kota menuju kota metropolitan, sehingga diperoleh pembangunan konsep “ Mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota” Dilakukannya pengembangan konsep dalam penelitian disertasi ini, untuk memperoleh lingkungan yang sehat demi keberlangsungan hidup dalam rangka mewujudkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
FENOMENA GLOBAL
1.Perkembangan Pemukiman kearah pinggiran yang cepat dan tak terkendali 2.Permasalahan Transportasi O indikasi kemacetan yang disebabkan tingginya pemakain kendaraan pribadi o Polusi dampak dari polusi gas buang
Dialog Dialog Konsep teori
Dialog konsep teori
Teori Konsentris dari BURGESS 1925 Pola Penggunaan Ruang Perkotaan dikonsepkan analogi dengan dunia binatang tempat tinggal dekat dengan Teori Scktor oleh Hoyt 1939 merupakan teori yang melengkapi teori Bugess Multiple nuclei oleh Harris dan . Ulman, F.L (1945) - terjadi diferensiasi ruang,tetapi zona2 keruangan yg terbentuk tdk dipengaruhi faktor jarak ke CBD, namun ada factor-factor special yg mempengaruhi Teori John Turner, 1968 Mobilitas Residential : dinamika perpindahan tempat tinggal - pertimbangan pindah kedekatan dengan lokasi keja (variabel jarak) teorinya berlaku diperuntukan status sosial homogen.
Konsep Von Thunen, Th 1926
Konsep Land Market (William Alonso, 1964, 1971)
Kajian Obyek Lapangan :
POSISI STUDI Pertanyaan Penelitian: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota dan bagaimana mobilitas transportasi di kawasan pinggiran kota ? 2. Bagaimana keterkaitan antara pemilihan lokasi tempat tinggal di kawasan pinggiran kota dengan mobilitas pada proses perkembangan kota. HIPOTESA H 0 : Pemilihan Tempat Tinggal = Jarak ke Tempat Kerja H1 :
Giulino dan Small, 1993 Semakin seimbang Pemukiman – kerja - semakin pendek jarak perjalanan Kajian Terdahulu Kombaitan, 1999 & Najid, 2003 (jarak tidak menjadi kendala, perjalanan panjang), tidak dibedakan status sosialnya. -Studi2 transport Melihat hanya sisi supply saja - model TDM - Tree in one - manual prediksi & rencana
Tujuan Penelitian : Menguji dan mengeksplorasi faktor2 yang mempengaruhi Preferensi Pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota. Mencari
Membangun Konsepsi teoritis Kesimpulan & Rekomendasi Sumber : Peneliti, 2009
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Teoritik
3
1.3. Pertanyaan Penelitian Dengan dasar latar belakang, permasalahan penelitian dan kajian teoritik yaitu perkembangan pemukiman yang cepat dan tak kendali di kawasan pinggiran Kota,Semarang namun disisi lain timbul permasalahan transportasi, dengan fokus penelitian untuk melihat hubungan pemilihan tempat tinggal yang dibedakan dengan strata siosial dengan mobilitas transportasi. sehingga timbul pertanyaan besar dalam penelitian ini, “faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pemeilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota dan apakah faktor jarak mempengaruhi dalam proses pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ?” Dari pertanyaan besar tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian yang harus dijawab: 1.Bagaimana mobilitas transportasi pada perkembangan yang cepat dan tak terkendali pada kawasan pinggiran Kota Semarang ? 2.Bagaimana keterkaitannya mobilitas transportasi dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ? 3 Pengetahuan teoritis apa yang dapat dikontribusikan pada disiplin ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan kota dalam rangka menangani permasalahan perkembangan pemukiman yang tak terkendali dan permasalahan transportasi di kawasan pinggiran Kota Semarang ?
1.4. Alasan Penentuan Lokasi Lokus penelitian adalah kawasan pinggiran kota Semarang (Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Tembalang, Kecamatan Genuk, Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Mijen, Kecamatan Gunungpati) (gambar : 1.2). Pemilihan kota Semarang sebagai kota studi, dikarenakan kota Semarang sebagai kota metropolitan muda dengan jumlah penduduk ± 1,45 juta jiwa dan ratarata pertumbuhan penduduk hanya 1,4 % akan tetapi mengalami percepatan perkembangan kearah pinggiran hingga 3-5 %, serta mengalami perluasan kota secara fisik ke pinggiran kota secara horizontal sentrifugal atau tak terkendali ke arah pinggiran kota. Kota Semarang selain mengalami perkembangan yang cepat kearah pinggiran kota juga mengalami permasalahan transportasi yaitu berupa kemacetan pada seluruh jaringan jalan dari pinggiran kota yang menghubungkan pusat kota, diindikasikan dengan tingginya pemakaian kendaraan pribadi dibandingkan dengan public transport. Kota Semarang mempunyai karakter kota dimana disela-sela perumahan yang dibangun secara formal dengan lingkungan cluster masih terdapat pemukiman traditional atau pemukiman non-formal. Sementara Kota Jakarta sudah merupakan kota modern dengan dinamika kehidupan yang komplek dengan pertumbuhan cenderung vertikal berupa bangunan flat-flat di tengah kota. Kota Semarang selain mempunyai karakter tersebut diatas juga mempunyai karakter dengan topografi yang beragam terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Kota Semarang bagian utara yang merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0-2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-3,5 M. Di
4
bagian selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 M di atas permukaan air laut (DPL). Kawasan pinggiran kota Semarang sebagai lokasi penelitian merupakan pemilihan lokasi perumahan bagi penduduk kota Semarang, dikarenakan daya tampung lahan di pusat kota sudah tidak mampu untuk menerima pertambahan perumahan, selain itu harga lahan di tengah kota harganya sudah tidak terjangkau. Sementara pada saat penduduk memutuskan pilihan tempat tinggalnya dipinggiran kota yang dihadapai adalah bagaimana memecahkan mobilitas transportasinya untuk kegiatan rutinitas ke tujuan bekerja. Sehingga aspek perumahan tidak bisa terlepas dari mobilitas transportasinya, karena transportasi diproduksi oleh perumahan. Namun yang menjadi permasalahan dalam kondisi Indonesia yang sedang mengalami kepekaan sosial kearah gaya hidup, maka perlu adanya pengembangan konsep baru yaitu, ” mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran ”, sebagai upaya memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan perkembangan pemukiman sekaligus permasalahan transportasi sebagai dasar pengendalian perkembangan kota.
1,76%
Semarang Utara 0,43 %
8 Km
3,191% Kec. Semarang Timur -0,42 % Kec. Gayamsari 1,19 %
2,360%
CBD
2.94 %
Kec.Semarang Selatan
Kec. Pedurungan 2,71 %
1,15%
16 Km 10 Km
Kec. Candisari
6 Km 1,53%
6Km
Sub Lokus Penelitian 316%
1.67%
3.11%
1.90%
Sumber: BaPeda Tk II, 2009
Gambar 1.2 Peta Lokus Penelitian Kawasan Pinggiran Kota Semarang
5
2.TATA CARA PENELITIAN Metode penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini dengan paradigma positivistik metode deduktif kuantitatif teknik kualitatif sebagai upaya mengungkapkan makna yang melatar belakangi pembentukan pengetahuan teoritis “pemilihan tempat tinggal yang dikaitkan dengan mobilitas transportasi di kawasan pinggiran Kota Semarang. Penelitian dilakukan dua (2) tahap penelitian yaitu penelitian pertama (1) untuk mengeksplorasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota dan menguji apakah faktor jarak signifikan mempengaruhi dalam pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota, dengan menggunakan anilisis statistik uji korelasi dan analisis deskriptif. Penelitian tahap pertama (1) dilakukan pada lokus kawasan pinggiran Kota Semarang dengan pengambilan sampling dilakukan secara random berstrata pada wilayah studi yaitu, kawasan pinggiran Kota Semarang (Gambar 1.2) Jumlah sampling ditentukan dengan pilot survai yang diambil sebanyak 31 responden yang disebar secara acak pada wilayah sampling yang masing-masing mewakili status sosio ekonomi lemah, menengah dan menengah keatas. Dari uji coba kuessioner sebanyak 31 sample dari 15 pertanyaan yang ada dengan variasi jawaban yang hampir merata, diantaranya pertanyaan point 3 (tiga), 7 (tujuh) dan 21 (dua puluh satu). Ke-3 data tersebut untuk kemudian menjadi patokan untuk penghitungan jumlah sampel yang dibutuhkan dari populasi yang ada sebanyak 43536.
σ2 n‘
=
n’ = jumlah sample σ = Standart deviasi pilot survai s.e = Standart error yang dapat diterima
{ s.e (x) }2
Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh jumlah sample sebesar 738 yang disebar secara random proposional pada rumah tangga berdasarkan strata sosial pada 6 kecamatan dipinggiran kota Semarang baik pada rumah tangga di pemukiman non formal (tradisional) atau pemukiman formal (pemukiman yang di bangun oleh develover) yang dianggap bisa mewakili. Adapun variabel-variabel yang diperlukan untuk menentukan faktor faktor yang mempengaruhi pola sebaran penduduk sudah tersusun dalam pertanyaan pertanyaan dalam kuesioner yang dibagikan. Sedangkan penelitian tahap dua (2) dilakukan dengan teknik kualitatif ( penelitian mikro) dengan tujuan : a) Untuk melihat bagaiman hubungan pemilihan tempat tinggal dengan mobilitas transportasi di kawasan pinggiran Kota Semarang b) Melihat lebih dalam hubungan strata sosial terhadap pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi. Penelitian tahap ke dua (2) dilakukan dengan teknik kualitatif strategi wawancara mendalam yang dilakukan pada sub lokus penelitian yang ditentukan
6
dengan dasar temuan pada penelitian tahap pertama dan hipotesis baru dari penelitian tahap pertama tersebut yang mengarah pada penyusunan bangun teori pada disertasi ini. Penelitian tahap ke dua dilakukan pada sub lokus penelitian dengan prosedur pemilihan sub lokus dijelaskan sebagai berikut:
2.1. Prosedur Pemilihan Sub Lokus Penelitian Pemilihan sub lokus penelitian dilakukan setelah dari hasil verifikasi pada penelitian pertama (1) yang mana hipotesis kerja dari penelitian tahap pertama belum terjawab dan dibangunnya hipotesis baru, dengan pertanyaan:1) bagaimana mobilitas transportasi dikawasan pinggiran kota Semarang? 2) bagaimana keterkaitannya mobilitas transportasi dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ? 3) pengetahuan konsepsi teoritis apa yang dapat dikontribusikan pada disiplin ilmu perencanaan wilayah dan kota serta ilmu transportasi pada khususnya. Sedangkan kriteria penentuan sub lokus ditentukan secara purposive yaitu dengan pertimbangan pada lokasi pemukiman formal pada Kecamatan Tembalang dan Banyumanik yang mempunyai ciri-ciri pada zona yang unik (kegiatan adanya kampus UNDIP dan pemukiman campuran formal dan tradisional serta dilalui jalur regional (gambar 2.2) Kriteria tersebut adalah pada pemukiman formal yang mempunyai kriteria dengan perbedaan strata sosial serta dibedakan jarak terhadap pelayanan angkutan umum sebagai berikut: Lokasi 1 : perumahan Tembalang Pesona Asri terletak pada Kecamatan Tembalang dengan tipe rumah 54 m², 45 m² dan 36 m² dan mempunyai jarak ke jalur pelayanan angkutan umum 4-5 km. Lokasi 2 : Bukit Diponegoro terletak pada Kecamatan Tembalang dengan tipe rumah 45 m², 36 m², 27 m² serta mempunyai jarak ke jalur pelayanan angkutan umum 1 km. Lokasi 3 : Srondol Bumi Indah terletak pada Kecamatan Banyumanik akan tetapi berbatasan dengan jalan yang masuk wilayah Kecamatan Tembalang dengan jarak ke pelayanan angkutan umum 200 – 500 m. Lokasi 4 : Taman Setiabudi terletak pada Kecamatan Banyumanik dengan tipe rumah 100-120 m² dengan lokasi perumahan yang mempunyai jarak terhadap pelayanan angkutan umum 0- 200 m (meter).
7
Jl. Setiabudhi Kec. Banyumanik
Sumber : BaPeda Tk II, 2009
Kecamatan Banyumanik
Kecamatan Tembalang Lokasi 1
Lokasi 4
Tembalang
Taman Setiabudhi Lokasi 2
Lokasi 3
Sumber : Peneliti, 2010
Gambar: 2.1 Peta Sub Lokus Penelitian
8
2.2. Langkah – langkah Penelitian F EN OM EN A
PERKEMBANGAN PEMUKIMAN KEARAH PINGGIRAN KOTA TAK TERKENDALI
Kerangka Teoritik GrandTheory -Teori Pemukiman -Teori Mobilitas
PERMASALAHAN TRANSPORTASI INDIKASI TINGGINYA TINGKATPEMAKAINAN KENDARAAN PRIBADI
Gap Teori (POSISI STUDI) Hipotesis Ho: Dalam pemilihan tempat inggal Jarak Berpengaruh signifikan H1: Jarak Tidak Significantberpengaruh
Penelitian Makro (I) kuantitatif dengan statistik
Sampling RANDOM SAMPLING PROPOSIONAL pada Kawasan Pinggiran Kota Semarang didistribusikan berdasarkan strata
KUESIONER
Analisis: 1. Tabulasi silang 2. Analisis deskriptif
Tak terjawab Jarak ≠berpengaruh thd pemilihan tempat
Diverifikasi
tinggal
Penelitian Kualitatif Teknik Wawancara Penelitian Mikro (2) Kualitatif Sampling PURPOSIF
Bangun Teori
Konsep 1
Lokasi 1
Kriteria: Perumahan Formal dengan perbedaan strata sosial yang dibedakan jarak ke pelayanan public transport
Konsep 2
Lokasi 2
Lokasi 3
Lokasi 4
Gambar :2.2 Peta Diagram Langkah langkah Penelitian
9
3. HASIL ANALISIS DAN PEMAKNAAN 3.1. Analisis Penelitian Kuantitatif (Makro) Proses analisis dilakukan pada awal peneliti mulai melaukan penelitian dan melakukan dialog teori, kemudian setelah dilakukan analisis dari responden yang diambil dari sampling pada lokus peneltian yaitu kawasan pinggiran kota Semarang seperti pada gambar 3.1. Lokasi Studi
Analisis Klasifikasi Silang Variabel
Hasil Uji
Variabel
Preferensi Pemilihan Tempat Tinggal Kel Rumah Tangga Ek. Lemah (I)
Kecamatan Banyumanik Berbukit
Kel Rumah Tangga Ek. Mengh (II) Kel Rumah Tangga Ek. Atas (III)
Kel Rumah Tangga Ek. Lemah (I)
Kecamatan Tembalang Berbukit
Kel Rumah Tangga Ek. Mengh (II) Kel Rumah Tangga Ek. Atas (III)
Kel Rumah Tangga Ek. Lemah (I)
Kecamatan Ngaliyan
Kel Rumah Tangga Ek. Mengh (II) Kel Rumah Tangga Ek. Atas (III)
Kecamatan Mijen
Jarak Ke Lokasi bekerja Waktu Tempuh Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Status Perkawinan (Suami & Istri bekerja)
Jarak Ke Lokasi bekerja Waktu Tempuh Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Status Perkawinan (Suami & Istri bekerja) Pendidikan Jarak Ke Lokasi bekerja Waktu Tempuh Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Status Perkawinan (Suami & Istri bekerja) Pendidikan
Kel Rumah Tangga Ek. Lemah (I)
Jarak Ke Lokasi bekerja Waktu Tempuh Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Status Perkawinan (Suami & Istri bekerja) Pendidikan
Kel Rumah Tangga Ek. Mengh (II) Kel Rumah Tangga Ek. Atas (III)
Kel Rumah Tangga Ek. Lemah (I)
Jarak Ke Lokasi bekerja Waktu Tempuh Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Status Perkawinan (Suami & Istri bekerja) Pendidikan
Kecamatan Gunungpati Kel Rumah Tangga Ek. Mengh (II) Kel Rumah Tangga Ek. Atas (III)
Jarak Ke Lokasi bekerja Waktu Tempuh Kepemilikan Kendaraan Roda 2 Kepemilikan Kend Rod a 4 Status Perkawinan (Suami & Istri bekerja) Pendidikan
Kel Rumah Tangga Ek. Lemah (I)
Kecamatan Genuk Topografi rendah
Kel Rumah Tangga Ek. Mengh (II) Kel Rumah Tangga Ek. Atas (III)
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Gambar 3.1 Diagram Analisis Statistik dengan Klasifikasi silang yang menghasilkan Nilai Korelasi (R)
Temuan Penelitian Kuantitatif (Makro) Dari hasil analisis deskriptif nilai kecenderungan yang diperoleh dari responden yang berada di wilayah studi enam (6) kecamatan yang berada di pinggiran Kota Semarang (table 3.1 ) menggambarkan secara makro:
A. Preferensi Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang 1. Penduduk yang melakukan perpindahan tempat tinggal di kawan pinggiran terbesar dari dalam Kota Semarang > 70 %, kecuali Kecamatan Genuk
10
terbesar untuk kelompok RT ekonomi menengah 75 % dari luar kota (pendatang dari kota lain). 2. Status perkawinan dengan usia perkawinan relative rumah tangga muda jika dibandingkan dengan memilih kedekatan dengan tempat kerja, kecuali Kecamatan Genuk yang mempunyai kondisi topografi rendah dengan ketinggian – 0,50 m yang sering terjadi rob, pilihan tempat tinggalnya lebih memilih kedekatan dengan tempat kerja.
B. Mobilitas Transportasi 1. Tujuan perjalanan: dari keenam kecamatan responden wilayah studi dominan tujuan perjalanan untuk bekerja. 2. Jarak perjalanan: Jarak perjalanan dari rumah ke tujuan bekerja untuk empat kecamatan yaitu, Kecamatan Tembalang, Ngaliyan, Mijen dan Gunungpati, dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap hari >5 km.,sedangkan Kecamatan Banyumanik dengan jarak perjalanan dari ke tiga strata sosial rata-rata jarak yang ditempuh adalah 1- 5 km. Demikian untuk Kecamatan Genuk hanya 1-5 km untuk kelompok pemukiman dengan strata sosial ekonomi menengah kebawah sebesar 56 % dan dengan jarak 100 – 500 m sebesar 23 % dengan menggunakan angkutan umum 40 % dan sepeda motor 36 %. 3. Perbedaan yang terjadi pada jarak perjalanan untuk Kecamatan Banyumanik jarak yang ditempuh hanya 1- 5 km untuk semua kelompok strata sosial dan > 5 km hanya berkisar 30 %, sedangkan kendaraan yang digunakan rata rata terbesar adalah kendaraan roda dua (2) bagi kelompok ekonomi menengah dan menengah keatas, sedangkan untuk kelompok ekonomi menengah kebawah terbesar kendaraan yang digunakan angkutan umum. 4. Jarak perjalanan pada Kecamatan Genuk dengan jarak hanya 100 meter didominasi oleh kelompok ekonomi menengah keatas ( RT III). 5. Pemilihan kendaraan pribadi untuk kendaraan roda 2 digunakan terbesar oleh kelompok pemukiman yang mewakili kelompok pemukiman dengan strata ekonomi menengah dan strata ekonomi menengah kebawah, akan tetapi untuk kelompok pemukiman dengan strata ekonomi menengah kebawah lebih banyak menggunakan kendaraan umum (kelompok captive yaitu kelompok yang tidak punya pilihan). Kendaraan roda empat (4) lebih banyak di gunakan oleh kelompok pemukiman strata ekonomi menengah keatas bagi semua penduduk kecamatan di kawasan pinggiran kota Semarang. 6. Alasan pemilihan kendaraan pribadi bagi penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran Kota Semarang adalah lebih efisien dan tepat waktu dalam mobilitasnya untuk tujuan bekerja, serta biaya transportasi lebih murah. Penggunaan kendaraan roda 2 oleh kelompok rumah tangga ekonomi menengah dengan mengatakan biaya transportasi lebih murah dikarenakan lebih sensitive (peka) terhadap biaya transportasi. Sedangkan untuk kelompok rumah tangga ekonomi menengah keatas penggunaan kndaraan sendiri adalah kendaraan roda 4 (mobil) dan perpendapat lebih efisien dan tepat waktu serta lebih nyaman meskipun biaya transportasi lebih mahal dibandingkan dengan pengguaan kendaraan roda 2, artinya sensitifitas terhadap biaya transport lebih tidak sensitive.
11
Kesimpulan Temuan Penelitian Kuantitatif (Makro) Dari hasil analisis kecenderungan tabel3.1 dan analisis klasifikasi silang menggambarkan adanya perbedaan pemilihan lingkungan pemukiman yang dibedakan terhadap pengelompokan status sosialnya. Kecamatan yang mempunyai topografi perbukitan seperti Kecamatan Banyumanik, Tembalang, Ngaliyan, Mijen dan Gunungpati bahwa kedekatan dengan tempat kerja tidak menjadi penghalang untuk menentukan pilihan tempat tinggalnya di kawasan pinggiran meskipun mobilitas rutinitas terbesar adalah dengan tujuan bekerja. Kondisi tersebut terlihat dari tingginya penduduk ingin memiliki kendaraan sendiri serta memakai dalam mobilitasnya, sementara jarak yang ditempuh rata-rata > 5 km. Yang berbeda dari temuan ini pada Kecamatan Genuk dengan perjalanan ke tempat bekerja hanya 100 m dari tempat tinggalnya dan kendaraan yang digunakan kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat.
Pengaruh Aksesibilitas terhadap Sebaran Penduduk dan Tingkat Urban di Kota Semarang Pengaruh aksesibilitas terhadap pola sebaran penduduk diperlihatkan pada tabel 3.1. yang menjelaskan bahwa perbedaan variasi nilai lahan selain disebabkan tingkat aksesibilitas dan aktivitas sistem kegiatan yang dinyatakan dengan intensitas guna lahan (IGL) juga ada faktor – faktor lain. Variasi topografi pada kecamatan yang ada dipinggiran menyebabkan nilai lahan menjadi bervariasi, sehingga pada titik yang sama dari pusat kota (Simpang Lima Semarang) terjadi variasi harga lahan. Dari gambaran penyebaran nilai lahan tersebut mengindikasikan pola sebaran penduduk terkonsentrasi ke kawasan pinggiran kota bukan karena sematamata pertimbangan jarak dan nilai lahan yang lebih murah seperti apa yang dijelaskan oleh teori Alonso, namun dalam hal ini gambaran secara makro selain jarak ada faktor aspek lingkungan yang lebih baik (bebas banjir/rob, polusi, ruang terbuka hijau, serta permukiman tertata dengan teratur, yang membuat kecenderungan pola pergeseran tempat tinggal ke kawasan pinggiran kota.
Tabel 3.1 Rekapitulasi Hasil Nilai Kecenderungan Responden Pada wilayah Studi Kawasan Pinggiran Kota Semarang (Penelitian Kuantitatif)
12
RT-I
Kecamatan Genuk Banyumanik Tembalang Gunungpati Mijen Ngaliyan RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III RT-I RT-II RT-III
1. Alasan bermukim ( % ) a. Dekat tempat kerja b. Ingin buka usaha c. Baru berumah tangga d. Tanah yang lebih luas e. Tidak punya pilihan lain
54.2 12.5 16.7 4.2 12.5
62.5 12.5 12.5 0.0 12.5
75.0 25.0 0.0 0.0 0.0
8.1 21.6 40.5 13.5 13.5
2. Daerah Asal Penduduk ( % ) a. Dalam Kota b. Luar Kota / Migran
46 54
62 38
75 25
73.5 56.5 61.5 73.2 48.4 52.2 78.6 26.5 43.5 38.5 26.8 51.6 47.8 21.4
PREFERENSI PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL
KONDISI LINGKUNGAN (%) - Peil / Ketinggian - kondisi jaringan jalan lingkungan - Tercemar polusi pabrik - lingkungan kumuh dan rob
34.8 13.0 21.7 13.0 17.4
25.0 18.8 25.0 13.8 6.3
16.7 38.7 36.0 8.3 20.0 11.9 6.5 4.0 8.3 6.7 38.1 16.1 36.0 66.7 40.0 19.0 35.5 24.0 8.3 6.7 9.5 3.2 0.0 8.3 26.7
75 25
0.0 16.7 50.0 16.7 16.7
13.5 21.6 40.5 8.1 13.5
18.9 21.6 40.5 2.7 13.5
25.0 30.0 40.0 22.2 18.8 16.7 15.0 0.0 25.0 50.0 30.0 44.4 18.8 0.0 10.0 33.3 6.3 3.3 5.0 0.0
100 32.7 56.5 100 0 27.3 43.5 0
53.4 71.4 70.3 36.6 28.6 29.3
-0,5 m kurang baik
Lereng baik
lereng baik
bukit sedang
bukit sedang
lereng baik
tercemar polusi pabrik sering banjir/ rob
udara segar bebas banjir
udara segar bebas banjir
udara segar bebas banjir
udara segar bebas banjir
sedang bebas banjir
MOBILITAS TRANSPORTASI ( % ) 1. Tujuan Perjalanan (%) a. bekerja b. Sekolah c. berbelanja
60 14 24
48 16 36
50 8 42
50 13 33
58 13 24
57 9 24
64 17 19
66 15 15
60 20 13
78 9 11
66 18 16
72 18 5
100 0 0
91 0 9
93 0 7
67 16 17
60 20 16
48 26 18
4
2. Jarak ke lokasi Tuj.Perj Utama a. 100 - 500 m
23
8
71
11
10
0
20
7
3
26
6
0
30
16
14
11
9
b. 500 - 1 km
13
23
0
21
15
15
8
4
3
13
19
6
0
12
7
13
12
4
c. 1 - 5 km
55
61
29
44
37
49
29
20
34
9
3
11
3
20
14
44
28
27
d. > 5 km
9
8
0
32
38
36
43
69
60
52
72
83
67
52
65
9
51
65
35 0 40
61 0 20
43 29 0
29 13 43
64 13 16
42 54 4
42 1 40
66 6 20
50 41 0
34.8
37
31.6
29 58 37 2 19 44 6 36 16 Rata-rata RT 30.4 1.8 46.4
3 Pemilihan Moda - Kendaraan roda 2 - mobil - Angkutan Umum 4. Alasan Pemilihan Moda Pribadi Tepat Waktu AU ganti lebih 1X Biaya transport lebih murah
56.5 44.4 68.4
17 84 36 0 3 57 0 17 10 Rata-rata RT 34.8 5.8 55.1
40 74 42 0 3 54 4 38 20 Rata-rata RT 45.5 0.8 38.4
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Peran Jalan Tol dalam Konteks Pengembangan Kawasan Pinggiran Aksesibilitas adalah alat untuk mengukur potensial dalam melakukan perjalanan selain untuk menghitung jumlah perjalanan itu sendiri. Ukuran ini biasanya menggambarkan sebaran geografis tata guna lahan dengan kualitas sistem jaringan jalan transportasi yang menghubungkannya. Jalan Tol yang ada di Kota Semarang adalah jalan tol seksi C yang menghubungkan kecamatan Gayamsari (CBD) dengan Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Banyumanik yang berada di Kawasan Pinggiran Kota Semarang. Sedangkan Jalan Tol Seksi A dan B yang masing-masing menghubungkan Jl.Jatingaleh-Setiabudhi serta Jl Siliwangi (Bandara A. Yani). Keberadaan jalan Tol (bebas hambatan) ini membawa dampak terhadap tingginya nilai lahan terutama pada Kecamatan Tembalang sebagai mulut Tol dan Kecamatan Banyumanik yang terletak berdampingan. Tingginya nilai lahan di lokasi yang berada di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik ini selain disebabkan kedekatannya dengan jalan Tol, karena
13
menghubungkan kawasan pinggiran dengan pusat kota, dengan bandara udara A. Yani Semarang, serta merupakan lokasi adanya perguruan tinggi UNDIP yang merupakan perguruan tinggi negri yang menjadi kebanggaan penduduk Kota Semarang (Gambar: 3.2, Gambar:3.3, table 3.1)
HARGA LAHAN CBD - KECAMATAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG 6.000
2 (1000) HARGA LAHAN Rp./m
5.000
Kec. Tembalang
4.000
KEC. TUGU KEC. MIJEN KEC. GUNUNG PATI KEC. BA NY UMA NIK
3.000
KEC. TEMBALANG
Kecamatan Banyumanik
KEC. PEDURUNGA N KEC. GENUK KEC. SEMARA NG UTARA
2.000
1.000
CBD 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
JARA K KE CBD (km)
Sumber: Analisis, 2009
Gambar 3.2 Gambar 4.10 Grafik Nilai lahan Kecamatan Pinggiran – terhadap Jarak ke- CBD (Simpang Lima)
Sumber : Gogle Art 2009
Tabel 3.3 Gambar 4.11 Peta Kecamatan Tembalang di Kawasan Pinggiran Kota Semarang
3.2. Hasil Penelitian Kualitatif (Penelitian Mikro) Perolehan informasi data dilakukan dengan wawancara langsung ke lapangan pada lokus yang sudah ditentukan yaitu pada pemukiman formal dengan kriteria yang dianggap bisa mewakili tingkatan strata sosialnya berdasarkan tipe rumah dan lingkungan perumahannya (tipe cluster dan ada satpam). Wawancara dilakukan pada rumah tangga pada pemukiman tersebut sampai jenuh dan tidak ditentukan batasan jumlahnya, artinya pada satu kompleks ada sepuluh rumah
14
tangga yang diwawancarai dan dari sepuluh rumah tangga tersebut hampir sama jawabannya, maka pengambilan informasi dianggap jenuh.
Lokasi Studi
Temuan Penelitian
Konsep
Teori
KONSEP 1 Taman Setiabudhi Tipe rumah 100-120 m² Feeder
100 - 200 m
KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL MOBILTAS TRANSPORTASI
Srondol Bumi Indah
KONSEP 2
KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA
KONSEP 1
( tipe rumah 114 m² )
feeder 500 m
PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL MOBILTAS TRANSPORTASI
KONSEP 2
Tembalang Pesona Asri (Tipe rumah 36-54)
feeder
4-5 km
KONSEP 1
KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA
TEORI MOBILITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT
TINGGAL
PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL MOBILTAS TRANSPORTASI
KONSEP 2
KONSEP 1 Bukit Diponegoro
KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA
(tipe rumah 27, 36, 54 feeder 1 km
PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL MOBILTAS TRANSPORTASI
KONSEP 2
Sumber: Peneliti, 2009
Gambar : 3.4 Diagram Prosedur Pemaknaan Temuan Penelitian Mikro ( Kualitatif Strategi Wawancara Mendalam)
15
Tabel 3.2 Eksplorasi Temuan Pada Sub Lokus Penelitian Kualitatif di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik Kota Semarang)
INFORMAN
LOKUS PENELITIAN KUALITATIF
warisan Hak Milik
Roda 2
warisa n
Roda 2
Hak Milik
Roda 4
>3 jt
Hak Milik
Roda 4
>3 jt
Roda 2
>1 -3 jt
Prosentase besar ( > 50
16
Hak Milik
Roda 4
> 1 -3 jt
100 – 200 m
swasta
Jarak rumah – ke pelayanan AU
30 – 45 th
(Type rumah 120 m2 ada satpam )
PNS
Perumahan
Taman Setiabudi A
>1 jt -3 jt
500 m
PNS
Jarak rumah - ke pelayanan AU
>3 jt
satpam)
30 – 45 th
(Type rumah 54, 114 m2, ada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
swasta
Perumahan
Srodol Bumi Indah
< 1jt
1 Km
swasta
Jarak rumah – ke pelayanan AU
7
PNS
(Type rumah 36 m2)
6
Roda 2 64 %
Perumahan
Bukit Diponegoro
5
swasta
4- 5 km
4
>1 jt -3 jt
Jarak rumah – ke pelayanan AU
3
Roda 4
(Type rumah 36, 54 m2 , ada satpam)
Status Kepemilikan Rumah (%)
>3 jt
Tembalang Pesona Asri
Kepemilikan Kendaraan (%)
PNS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penghasilan Rumah Tangga (%)
33 th
2
Pekerjaan (PNS/Swasta) (%)
30 – 45 th
1 Perumahan
KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA Usia KK (tahun)
Tabel 4.12
Eksplorasi Temuan Pada Sub Lokus Penelitian Kualitatif di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik Kota Semarang)
P EMI LIH AN TEMP AT TING G AL
INFORMAN
L OK US P EN ELIT IAN KUA LITA TIF
Bekerja bekerja IRT 77 % IRT
Bekerja 80 % IRT
Bekerja
pribadi
17
Aks es mudah
Sumber: Hasil Penelitian Kualitatif (Mikro), 2009
S ikap Ya
1 00 – 20 0 m
Kualitas baik
Jarak ruma h – ke pelaya na n A U
30 – 45 th
(Type rumah 1 20 m 2 a da satpa m )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
prib adi
Pe rum ahan
Taman Setiabudi A
Akses mudah
500 m
S ikap Ya
Jarak rum ah - ke pelayanan AU
Kualitas baik
satpam )
30 – 45 t h
( Type rumah 54 , 1 14 m 2, a da
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Akses mudah AU
Pe rum ahan
Srodol Bumi Indah
Pribad i
1 Km
Sikap Ya
Jarak ruma h – ke pe layana n A U
7
Kualitas baik
2
(Type rumah 36 m )
6
IRT
Pe rum ahan
Bukit Diponego ro
5
pribadi
4 - 5 km
4
Akses m udah
Jarak ruma h – ke pe layana n A U
3
Akse AU
2 ,
(Type rum ah 36, 5 4 m ada satpam )
S tatus Pe ker jaan Istri
Sikap Ya
Tembalang Pesona Asri
Keputusan M enentuk an lok asi pinggi ran kota
Kualitas baik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
S ika p T erha da p persepsi kesesak an bang una n (k epada tan)
33 th
2
Kuali tas li ng kung an ( nyaman, aman, bebas banjir, sej uk )
30 – 45 th
1 Pe rum ahan
Usia KK (tahu n)
Tabel 3.4 Tabel 4.13 EksplorasiEksplorasi Temuan Pada Sub Lokus Penelitian Kualitatif Kualitatif di Kecamatan Temuan Pada Sub Lokus Penelitian Tembalang di Kecamatan danTembalang Banyumanik dan Kota Banyumanik Semarang)Kota Semarang) INFORMAN
LOKUS PENELITIAN KUALITATIF
20-30 mnt
mobil
40-50 60 20-30
mobil
10-15
Roda 2
Roda 2
40-50 20-30
40-50
mobil
Roda 2
mobil
Roda 2
Tepat wkt, effiwaktu
18
>15 km
Sumber: Hasil Penelitian Kualitatif (Mikro), 2009
10-15 km
100 – 200 m
BEKERJA
Jarak rumah – ke pelayanan AU
Kebutuhan kel Untuk mobilitas
2
(Type rumah 120 m ada satpam )
Roda 2
Perumahan
Taman Setiabudi A
Tepat wkt,, efisien, nyaman effiwaktu
500 m
9
10-15 km
Jarak rumah - ke pelayanan AU
8
Kebutuhan kel Untuk mobilitas
satpam)
7
BEKERJA
(Type rumah 54, 114 m2, ada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6
Tepat wkt, effiwaktu
Perumahan
Srodol Bumi Indah
5
6-8 km
1 Km
4
BEKERJA
Jarak rumah – ke pelayanan AU
3
Kebutuhan kel Untuk mobilitas
2
(Type rumah 36 m )
Waktu Tempuh menit
>15 km 10-15 km
Perumahan
Bukit Diponegoro
Pilihan Mobil pribadi
Tepat wkt, effisien nyaman
4- 5 km
Pilihan moda terbesar
10 -15 km
Jarak rumah – ke pelayanan AU
Alasan Menggunakan Kend. pribadi
BEKERJA
2,
(Type rumah 36, 54 m ada satpam)
Jarak Perjalanan terbesar
Kebutuhan kel Untuk mobilitas
Tembalang Pesona Asri
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Alasan Memiliki kendaraan
>15 km
1 Perumahan
MOBILITAS TRANSPORTASI Tuj. kegiatan
Temuan Pada Penelitian Kualitatif A. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA 1. Usia Kepala Keluarga rata-rata berkisar 30-45 tahun baik pada kelompok pemukiman rumah tangga ekonomi lemah, menengah, maupun menengah keatas. 2. Pekerjaan rata-rata dominan swasta untuk kelompok pemukiman ekonomi menegah dan menengah keatas, sedangkan untuk kelompok pemukiman ekonomi menengah kebawah dominan Pegawai Negeri (PNS). 3. Penghasilan rata-rata untuk kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah keatas rata rata lebih besar dari tiga juta ( > 3 jt) per bulan, sedangkan untuk kelompok pemukiman yang mewakili rumah tangga ekonomi menengah kebawah tingkat penghasilan hanya berkisar 1- < 3 jt per bulan. 4. Kepemilikan kendaraan untuk kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah keatas rata rata memiliki kendaraan roda empat (4) dan roda dua (2) lebih sedikit, sedangkan kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah kebawah memiliki dan menggunakan kendaraan roda 2. 5. Status kepemilikan runah semua kelompok pemukiman rata-rata rumah milik sendiri. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa penduduk keinginan mempunyai rumah sendiri sangat tinggi.
B. PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL 1. Kualitas lingkungan: dalam pemilihan tempat tinggal di pinggiran ratarata pada semua kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah keatas, menengah dan menengah kebawah lebih memilih lingkungan yang nyaman, bebas banjir, dan aman dari gangguan penjahat atau preman. 2. Sikap dan persepsi kepadatan lingkungan atau kesesakan, dalam pemilihan tempat tinggalnya di pinggiran rata-rata untuk semua kelompok rumah tangga menjadi pertimbangan. 3. Keputusan menentukan lokasi di pinggiran, dikarena aksesnya mudah karena bisa menggunakan kendaraan pribadi terutama untuk kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah keatas. 4. Status Pekerjaan istri merupakan faktor yang berpengaruh dalam pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang terutama bagi kelompok pemukiman yang mewakili ekonomi menengah dan menengah keatas. Untuk kelompok pemukiman yang mewakili strata ekonomi menengah kebawah justru terbesar tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan hanya sebagian kecil saja yang bekerja.
C. TEMUAN MOBILITAS TRANSPORTASI
19
1. Tujuan kegiatan : Penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran Kota Semarang baik yang mewakili kelompok ekonomi kebawah, menengah dan menengah keatas dari hasil analisis rata-rata dengan tujuan bekerja. 2. Alasan memiliki kendaraan sendiri merupakan alasan yang kuat dari ke tiga kelompok pemukiman, baik pada kelompok pemukiman menengah kebawah, kelompok pemukiman menengah dan kelompok pemukiman menengah keatas. Keputusan memiliki kendaraan sendiri dikarenakan merupakan kebutuhan keluarga dalam melakukan aktivitasnya terutama dalam perjalanan untuk tujuan bekerja. 3. Jarak perjalanan yang dilakukan bagi penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran Kota Semarang terbesar 10-15 km yang dilakukan bagi ke 3 kelompok pemukiman terutama untuk kelompok pemukiman menengah dan menengah keatas. Sedangkan untuk kelompok pemukiman menengah dan menegah kebawah jarak perjalanan rutinitas yang ditempuh sekitar 6 km, yang berarti penduduk kelompok ini bekerjanya hanya di lingkungan dekat dengan tempat tinggalnya. 4. Alasan kenggunaan kendaraan pribadi bagi penduduk yang memilih tempat tinggalnya di kawasan pinggiran kota, karena angkutan umum yang ada pelayanannya kurang baik dan tidak tepat waktu, 5. Pilihan moda pribadi dengan alasan lebih efisien dan lebih nyaman dan leluasa. Bagi kelompok pemukiman yang mewakili strata menengah dan menengah keatasa menggunakan mobil, sedangkan bagi kelompok pemukiman menengah sebagian k3endaraan roda 2 dan kelompok menengah kebawah menggunakan angkutan umum.
PEMAKNAAN TEMUAN PENELITIAN Dari gambaran informasi sekunder dan hasil analisis rekaman data yang diperoleh dari penelitian kualitatif dengan strategi wawancara mendalam yang dilakukan pada empat (4) pemukiman formal yang dibedakan kelompok pemukiman yang mewakili strata sosial dan jarak ke jalur pekayanan angkutan umum, maka digambarkan prosedur pemaknaan temuan studi hingga pembentukan konsep, yang digambarkan dalam diagram 3.4; gambar 3.5 sebagai berikut:
KAWASAN PINGGIRAN KOTA Pemukiman Lingkungan Jarak Lokasi tujuan bekerja
Strata sosial
Mobilitas Transportasi
20
Sumber: Peneliti, 2010 Gambar 3.5: Diagram Temuan Penelitian Keterkaitan antara Strata sosial, Pemilihan Tempat Tinggal dan Mobilitas transportasi, Kualitas Lingkungan
Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang 1)Berpengaruhnya Strata Sosial Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang. Dari hasil analisis deskriptif dan holistik yang dilakukan pada penelitian tahap pertama dan kedua menggambarkan bahwa karakteristik rumah tangga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi di dalam memutuskan pemilihan tempat tinggal. Dari pengamatan di lapangan dan wawancara secara langsung tanpa menggunakan kuesioner diperoleh beberapa variabel karakteristik rumah tangga yang terkait dengan pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi di kawasan pinggiran kota
2)Tidak Berpengaruhnya Faktor Jarak dari Tempat Tinggal ke Lokasi Tujuan Bekerja Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal Dari hasil analisis statistik dengan cross tabulasi silang pada penelitian pertama membuktikan bahwa pengaruh jarak terhadap pemilihan tempat tinggal tidak significan berpengaruh karena mempunyai nilai koefisien korelasi kecil (R) < 0.3( tabel:4.1, 4.2, 4.3). Demikian dengan analisis pada penelitian mikro yang digambaran pada tabel 3.2;tabel 3.3;tabel 3.4 tersebut memperlihatkan bahwa peran jarak dari lokasi tempat tinggal baik tempat tinggal dengan strata sosial oleh kelompok rumah tangga menengah keatas, menengah dan menengah kebawah ke lokasi bekerja tidak selalu berpengaruh terhadap preferensi pemilihan tempat tinggal. Kondisi tersebut disebabkan di kawasan pinggiran Kota Semarang terjadi plurarisasi kebudayaan antara penduduk asli pedesaan penduduk pendatang dari kota lain serta pergeseran penduduk dari pusat ke pinggiran (Bar-Gal dalam Koestur, 1997). Selain itu adanya suatu pergeseran fenomena karena perkembangan teknologi informasi sehingga hubungan tatap muka tidak harus dilakukan dengan tatap nuka (Tjahjati, 2005). Dengan kemajuan teknologi dan informasi, jarak bukan satu-satunya pertimbangannya, karena ada alat transportasi seperti sepeda motor atau kendaraan pribadi yang bisa digunakan dalam kemudahan mobilitasnya. Menurut Shirvani.H (1985:57) dalam Darmawan (2007:20) bahwa ada 6 kriteria disain tak terukur untuk mengukur kualitas lingkungan kota, antara lain : (Gambar 3.6) a. Pencapaian (Access) Accses memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi para pengguna untuk mencapai tujuan dengan sarana prasarana transportasi yang mendukung kemudahan aksessibilitas yang direncanakan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga dapat
21
b.
c. d.
e.
f.
memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam menjalankan aktivitasnya. Kecocokan (compatible) Kecocokan adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan. Pemandangan (view) Pemandangan berkaitan dengan aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan. Identitas (identity) Identitas adalah suatu nilai yang dibuat atau dimunculkan oleh obyek (bangunan/manusia) sehingga dapat ditangkap dan dikenali oleh indera manusia. Rasa (sense) Rasa kesan atau suasana yang ditimbulkan. Sense ini biasanya merupakan simbol karakter dan berhubungan dengan aspek ragam gaya yang disampaikan oleh individu/kelompok bangunan atau kawasan. Kenyamanan (liviability) Kenyamanan adalah kenyamanan untuk tinggal atau rasa kenyamanan untuk tinggal atau beraktivitas di suatu kawasan/obyek (Darmawan, 2008).
Dari 6 kriteria tak terukur tersebut memperlihatkan bahwa persepsi setiap individu atau kelompok masyarakat akan menuntut kebutuhan fasilitas kota yang berlainan pula, tergantung pada hirarkhi sosial ekonomi masyarakat pengguna kota. Sedangkan menurut hirarkhi Maslow bahwa kebutuhan dasar manusia yang antara lain: I. tersedia semua fasilitas kebutuhan fisik II. nyaman, aman dan perlindungan III. suatu sarana lingkungan yang kondusive, IV suatu image yang baik, reputasi dan prestisive yaitu tempat yang dapat memiliki rasa percaya diri yang kuat bagi lingkungan, status dan kebanggaan, memberi peluang bagi individu untuk membentuk personal space. V. ada kesempatan untuk menciptakan kreativitas yaitu suatu kesempatan untuk berkomunikasi membentuk lingkungan mereka sendiri, VI. lingkungan nyaman yang estetis yaitu suatu kebutuhan tempat dengan desain estetis dan menyenangkan, tempat yang secara fisik memberi kesan yang mendalam, kota yang merupakan tempat yang syarat dengan nilai budaya dan karya seni tinggi. Hirarkhi Maslow II
VI V IV III Hirarkhi Maslow I
II I Sumber: Darmawan, 2008
Gambar 3.6
Kebutuhan Dasar Menurut Hirarkhi Maslow I dan II
22
Dengan melihat uraian tentang penilaian tak terukur tentang kualitas lingkungan perkotaan dari Shirvani, dan hirarkhi kebutuhan dasar manusia oleh Maslow, maka apa yang ditemukan dari hasil penelitian disertasi ini, bahwa pergeseran pemukiman ke kawasan pinggiran yang terjdi di Kota Semarang dengan melihat preferensi pemilihan lokasi tempat tinggal tidak sepenuhnya kebutuhan dasar tentang fasilitas kota bisa terpenuhi seperti pada kebutuhan dasar hirarkhi I kebutuhan Maslow I akan tempat tinggal dan pekerjaan, sekolah, transportasi serta aksessibilitas ke fasilitas pelayanan. Dari informasi data sekunder tentang ketersediaan infrastruktur dan fasilitas transportasi (lampiran A) memperlihatkan tidak seimbang antara kepadatan penduduk, tempat tinggal dan kebutuhan untuk beraktivitas seperti fasilitas transportasi yang melayani Kecamatan Tembalang, sementara tuntutan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal sudah sangat mendesak untuk menampung pertumbuhan penduduk yang terus bertambah. Perkembangan teknologi transportasi dan informasi yang memungkinkan suatu pergeseran fenomena, karena kebutuhan dasar pelayanan transportasi dan komunikasi bisa terpenuhi. Kondisi demikian berakibat tidak berperannya variable jarak dalam pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa pemukiman formal baik pada status sosial menengah dan menengah keatas di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik memperlihatkan, bahwa tempat tinggal menjadi kebutuhan dasar utama. Sementara kedekatan dengan tempat kerja tidak selalu menjadi pertimbangan, namun kemudahan akses tetap menjadi pertimbangan, artinya meskipun tempat tinggal di pinggiran kota dan aktivitas utama sehari-harinya di pusat kota yang berjarak antara 8 – 16 km tidak menjadi masalah, karena bisa dicapai dengan kendaraan sendiri. Kondisi tersebut terlihat dari trend kepemilikan kendaraan bermotor pada Kecamatan Tembalang dibandingkan dengan trend kepemilikan kendaraan Kota Semarang dari tahun 2000 – tahun 2008 (Gambar: Grafik 3.7). Meningkatnya kepadatan penduduk yang cepat dan meningkatnya jumlah pemakaian kendaraan pribadi dengan perjalanan yang panjang menuju pusat kota yang terjadi di kota Semarang hampir mirip apa yang terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia seperti di Jakarta dan Kota Bandung. Kondisi tersebut disebabkan penduduk yang tinggal di pinggiran kota semakin bertambah pesat sementara fasilitas pelayanan infrastruktur seperti sekolah, pasar dan swalayan serta sarana dan prasarana transportasi tidak seimbang. 1 Menurut Heru Purboyo , di Indonesia pertumbuhan perekonomian kota dan pertumbuhan perkapita yang besar pemanfaatannya untuk sarana dan prasarana, serta pelayanan publik kurang menonjol di bandingkan dengan negara maju. Di Indonesia secara umum, manfaat ekonomi lebih terjadi pada skala perorangan sehingga pengembangan kapasitas pelayanan umum lebih terbatas dan kurang terbantu oleh peningkatan kesejahteraan perorangan.
1
Heru Purboyo, H.P., dkk (2006) Laporan Riset Unggulan, Institut Teknologi Bandung, 1996
23
KOMPOSISI KENDARAAN DI KECAMATAN TEMBALANG (T) Vs DI KOTA SEMARANG (S) TAHUN 2000 - 2008 100%
Komposisi Kendaraan
75%
50%
25%
0%
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Bus_S
Truk_S
Taxi_S
Angkot_S
Spd Motor_S
MP_S
Bus_T
Truk_T
Taxi_T
Angkot_T
MP_T
Spd Motor_T
Sumber : Semarang dalam Angka, 2009
Gambar 3.7 Grafik Komposisi Kepemilikan Kendaraan Bermotor Kecamatan Tembalang VS Kota Semarang Menurut Purboyo (2006) keadaan demikian menyebabkan adanya kesediaan atau toleransi bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan perjalanan yang semakin jauh karena didukung oleh sarana pribadi yang terus disesuaikan dengan kebutuhan dan dukungan pasar kendaraan bermotor. Sedangkan masyarakat negara maju, pada skala tertentu, mungkin sudah mengalami kejenuhan untuk konsumsi sarana transportasi. Kalau dilihat dari hirarkhi kebutuhan Maslow II (Gambar: 3.6), bahwa porsi yang menduduki terbanyak adalah bahwa seseorang ada kecenderungan ingin mengaktualkan diri sehinga menyebabkan adanya pergeseran fenomena. Seseorang supaya bisa mengaktualkan dirinya, maka keinginan punya rumah sendiri dan kendaraan sendiri yang menyebabkan faktor jarak menjadi tidak berperan lagi dalam pemilihan tempat tinggal yang terkait dengan mobilitas.
3) Pengaruh Faktor Kenyaman Lingkungan Terhadap Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Pada tabel 3.2, 3.3, 3.4 merupakan hasil eksplorasi pada sub lokus penelitian yang berkembang di lapangan yang menggambarkan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang. Dari ke empat pemukiman formal yang dijadikan sub lokus penelitian menggambarkan bahwa keputusan menentukan tempat tinggal di pinggiran kota adalah:
24
-
-
Lingkungan yang nyaman, aman terbebas dari banjir, ruang terbuka hijau masih luas serta rasa aman dari pencurian dan perampokan, kondisi ini terlihat dari pemukiman-pemukiman formal yang dipilih merupakan pemukiman Cluster dengan pagar yang tinggi dengan penjaga gerbangnya. Sedangkan kesesakan dan kepadatan penduduk juga merupakan sikap pada saat akan memutuskan membeli rumah dikawasan pinggiran kota. Mudah aksesnya karena mereka rata-rata menggunakan kendaraan pribadi 84 % untuk Pemukiman Tembalang Pesona Asri dan 100% untuk pemukiman Bumi Srondol Indah dan 100% untuk pemukiman Taman Setiabudi.
Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Kota Semarang 1)Pengaruh Strata-sosial Terhadap Mobilitas Transportasi Di dalam melakukan perjalanannya tentu saja variabel variabel mobilitas sangat mempengaruhi dan saling terkait satu sama lain, terutama terhadap status sosial mereka. Dari hasil analisis klasifikasi silang, meskipun faktor jarak perjalanan tidak signifikan hubungannya dengan preferensi pemilihan tempat tinggal, namun penduduk lebih memainkan perannya ke variabel waktu tempuh dan moda yang digunakan. Dari hasil analisis baik pada penelitian makro maupun penelitian mikro (table 3.2; 3.3; 3.4) pada 4 pemukiman formal di Kecamatan Tembalang dan Banyumanik yang di jadikan sub lokus penelitian, juga diperoleh temuan bahwa status sosial sangat mempengaruhi pemilihan moda transportasi, yaitu kelompok rumah tangga ekonomi menengah keatas yang berpenghasilan > 3 juta lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi roda empat (4). Kondisi tersebut karena kendaraan pribadi mempunyai otoritas tinggi, artinya bisa lebih leluasa untuk melakukan pergerakan dibandingkan dengan angkutan umum dan untuk mengejar waktu tempuh. Sedangkan untuk kelompok pemukiman yang mewakili strata ekonomi menengah dan kelompok ekonomi menengah kebawah pemilihan moda ke moda pribadi roda 2 karena dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, pendidikan dan pekerjaan serta kepemilikan kendaraan. Adapun perbedaan dalam pilihan moda dikarenakan untuk kelompok ekonomi menengah lebih sensitif terhadap biaya transportasi, sedangkan untuk kelompok rumah tangga ekonomi menengah keatas, bahwa biaya transportasi mahal tidak menjadi masalah. Kelompok ini cenderung untuk melihat kualitas lingkungan (seperti daerah tidak tergenang air/rob/banjir, tanah yang diperoleh luas, kepadatan pemukimannya, tidak kumuh) demi kelangsungan hidup keluarganya nanti. Bagaimana dengan kelompok ekonomi menengah dan kuat yang tinggal di pemukiman dengan kepadatan tinggi dan di lingkungan yang kualitasnya kurang nyaman seperti di Kecamatan Genuk ? Ditemukan untuk Kecamatan Genuk dengan kondisi lingkungan industri dan kualitas lingkungan pemukiman yang kurang aman dan nyaman (sering terjadi rob dan tergenang air) membuat penduduk tetap tinggal (< 50) di lokasi kurang nyaman ( table Lamp gambar B17, B18, B19.). Demikian untuk kelompok ekonomi menengah dan menengah kebawah, dengan sedikit ada peningkatan terhadap pendapatan maka akan menggantikan dengan moda pribadi roda empat bagi kelompok menengah dan roda dua bagi kelompok ekonomi menengah kebawah.
2) Pengaruh Jarak Pemukiman ke Jalur Pelayanan Angkutan Umum terhadap Pemilihan Moda Transportasi
25
Dari hasil rekaman data yang diperoleh pada penelitian tahap dua yang dilakukan dengan teknik wawancara mendalam pada sub lukus penelitian yaitu pada ke empat (4) pemukiman formal yang terpilih sebagai lokus pada penelitian kualitatif ditemukan bahwa jarak tempat tinggal terhadap pelayanan jalur angkutan umum tidak mempengaruhi mobilitas transportasi penduduk pemukiman wilayah studi dalam penggunaan moda transportasi (Tabel: 3.2; 3.3). Penggunaan moda transportasi bagi penduduk yang tinggal pada pemukiman wilayah studi rata-rata hampir 100% menggunakan moda kendaraan sendiri (table 3.3; table 3.4). Dalam penjaringan informasi melalui penelitian tahap 2 yang dilakukan dengan wawancara mendalam juga ditemukaan bahwa strata sosial masih tetap mempengaruhi dalam pemilihan moda pribadi maupun kendaraan umum baik untuk kelompok pemukiman yang mempunyai jarak feeder ke pelayanan angkutan umum pendek (0-300m) maupun kelompok pemukiman yang mempunyai feeder dengan jarak 1 km maupun 4-5 km ke jalur pelayanan angkutan umum. Bagi penduduk yang mempunyai strata sosial menegah keatas yang diambil dari pemukiman Taman Setiabudhi dan Pemukiman Bumi Srondol Indah (SBI) penggunaan kendaraan pribadi disebabkan karena mengejar waktu tempuh dan lebih leluasa dalam melakukan aktivitasnya (table 3.4). Penggunaan kendaraan pribadi oleh kelompok pemukiman ekonomi menengah keatas disebabkan kelompok ini melakukan perjalanan rutinitasnya dengan jarak 10-15 km dan kelompok ini mempunyai kegiatan yang menuntut otoritas tinggi, sedangkan kendaraan umum yang ada sekarang tidak bisa melayani otoritas penduduk wilayah studi. Kelompok ekonomi menengah keatas ini lebih tidak sensitif terhadap pengeluaran biaya transportasi karena selain untuk peningkatan status sosial juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan (Tabel:3.1; Tabel:3.2). Apabila dilihat dari lokasi pemukiman yang menjadi sub lokus penelitian mikro inl adalah pemukiman formal yang dibedakan dengan jarak ke jalur pelayanan angkutan umum, maka bisa diambil kesimpulan bahwa jauh dekatnya jarak tempat tinggal ke jalur pelayanan angkutan umum tidak mempengaruhi untuk pemilihan moda pribadi (Tabel: 3.4).
4. PROSES PEMBENTUKAN KONSEPSI TEORITIS MOBILITAS TRANSPORTASI DIKAITKAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT TINGGAL DI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG Pengetahuan konsep teoritis mobilitas transportasi yang dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal merupakan suatu konsep yang berhasil mengungkap fenomena perkembangan tak terkendali ke arah pinggiran kota dengan cepat dan sekaligus permasalahan transportasi yang selama ini sulit dipecahkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan tak terkendali antara lain adanya keterkaitan antara preferensi pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi dalam ruang perkotaan yang tak bisa dipilah – pilah dalam pembahasannya dan merupakan hubungan yang saling mengkait. Hubungan yang tak bisa dipilah pilah tersebut memperlihatkan adanya suatu perkembangan baru pada proses perkembangan kota, yaitu perubahan perilaku ruang sebagai dampak perkembangan sosial. Perubahan perilaku ruang dalam temuan studi ini adalah perubahan ke gaya hidup ingin memiliki tempat tinggal sendiri dan otoritas pemakaian kendaraan sendiri sebagai dampak dari perkembangan peningkatan
26
income perkapita masyarakat Kota Semarang, perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi, sehingga peran jarak menjadi tidak signifikan mempengaruhi dalam pemilihan tempat tinggal. Demikian pula dengan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat berdampak pada pengelompokan status sosial yang juga akan mempengaruhi pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi serta kualitas lingkungan dalam pemilihan tempat tinggal. Adapun proses penelitian hingga ditemukannya konsepsi teoritis dengan pendekatan metode deduktif kuantitatif dibawah payung positivistik (Muhajir, 2000) dengan teknik kualitatif strategi wawancara mendalam yang digambarkan pada diagram berikut:
Fenomena Diskusi Teori
Teori
P a r a d i g m a
P o s i t i v i s t i k
Pertanyaan penelitiann & Hipotesisis
Variabel
Kuesioner
Analisis kuantitatif dengan Statistik dengan nilai korelasi R empirik ( Tak terjawab Jarak ≠ Siqnificant berpengaruh) Diverifikasi dengan penelitian teknik kualitatif
Strategi Wawancara mendalam Sampling Purposif
strategi wawancara mendalam
Analisis Holistic
Di dialogkan: - antar ilmu pengetahuan terkait - Pembandingan dengan studi terdahulu
TEMUAN PENELITIAN Proses dialog
Pembangunan Teori Q-P
Strata Sosial
M
Moda Transp
Kesimpulan, Kontribusi, dan Pengembangan Studi Lanjut, Pertanyaan Penelitian lanjut
Sumber: Peneliti, 2010
Gambar 4.1 Prosedur Penelitian Sampai Ditemukannya Konsepsi Teoritis
27
4.1. Konsep 1: Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Pemilihan Tempat- tinggal dan Kualitas Lingkungan Pemukiman Dari olah pikir pada lokus penelitian pada pemukiman terencana di kawasan pinggiran Kota Semarang selain menyingkap hubungan tingkat pendapatan dengan sensitifitas tehadap biaya transportasi dan pemilihan moda transportasi, namun juga menyingkap hubungan tingkat pendapatan dengan pemilihan kualitas lingkungan dan pemukiman. Penggambaran secara diagram cartesius dua dimensi pada gambar 4.2. menjelaskan pengetahuan teoritis bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka akan semakin tinggi pula kemampuan masyarakat untuk memperoleh tempat tinggal dengan kualitas yang baik bebas banjir dan rob serta pada lingkungan pemukiman cluster yang lengkap dengan fasilitas infrastruktur. Keterangan :
Kemampuan Economi semakin Meningkat
T
3
T: Ek. Atas S Ek. menengah B Ek. Bawah
S 2 kurva Sensitivitas terhadap biaya transport: 1,2 -3 Tidak sensitif terhadap biaya transport
C B
Kualitas lingkungan semakin baik Cluster dan nyaman
B Kualitas lingk sedang
A
1 A Sensitivitas terhadap biaya transport semakin berkurang - Private Transdport
B
C
Kualitas lingkungan kurang baik dan kurang nyaman
Kualitas lingkungan pemukiman semakin baik (Cluster, dekat jalur pelayanan
Sumber: Peneliti, 2010
Gambar 4.2 Grafik Ilustrasi Pengaruh Tingkat Pendapatan MasyarakatTerhadap Lingkungan Pemukiman dan Sensitifitas Terhadap Biaya Transportasi
4.2. Konsep 2: Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Sensitivitas Biaya Transportasi dan Pemilihan Moda Transportasi. Dari olah pikir pada lokus penelitian berhasil menghasilkan pengetahuan yang bisa menguak fenomena yang tersirat yang selama ini belum bisa terjawab. Pengetahuan konsepsi teoritis ini berhasil menyingkap fenomena sosial yang muncul dipermukaan yaitu terjadinya integrasi keruangan di kawasan pinggiran kota antara ruang pemukiman dan ruang transportasi yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dan merupakan hubungan yang saling mengkait dan penggambaran secara grafis sebagai berikut gambar 4.3
28
Tingkat pendapatan semakin Meningkat
Keterangan:
Tidak Sensitif
3 Ek. Atas Ek. Menengah
Kurang Sensitif Curve Sensitivitas terhadap biaya transport: 1,2--3 tidak sensitif Thd biaya transport
Ek. Bawah
2 Kendaraan roda 4 Kendaraan roda 2
Sensitif
Kelompok captive, moda Public Transport
1 Sumber: Peneliti, 2010
Tingkat ketergantungan terhadap angkutan umum semakin berkurang
.
Gambar : 4.3 Grafik Ilustrasi Pengaruh Tinkat Pendapatan Masyarakat Terhadap Sensitifitas Biaya Transportasi dan Ketergantungan dengan Public Transport. Strata sosial berpengaruh terhadap sensitifitas biaya transportasi dan pemilihan moda transportasi, kondisi tersebut terlihat dengan semakin meningkat tingkat pendapatan masyarakat, maka sensitif terhadap biaya transportasi akan semakin berkurang bahkan tidak sensitif dan penduduk dengan strata sosial semakin tinggi semakin berkurang ketergantungan dengan angkutan umum (gambar 4.3). Struktur teori [2] ini berhasil mengungkap fenomena permasalahan transportasi pada perkembangan kawasan pinggiran yang cepat dan tak terkendali yang selama ini dalam melihat permasalahan transportasi hanya terfokus pada melihat supply public transport secara kuantitasnya tanpa mengkaitkan dengan sektor lainnya seperti pemilihan tempat tinggal dan kualitas lingkungan yang mana sebetulnya mobilitas transportasi adalah produk dari pemukiman, sehingga penyelesaian permasalahan transportasi sifatnya hanya sementara, sehingga permasalahan transportasi akan selalu berkelanjutan tak kunjung usai.
4.3. Konsepsi Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Kota Semarang Materi utama dalam uraian berikut merupakan sintesa dari bahasan bahasan sebelumnya yang merangkum temuan-temuan penting dalam proses penelitian ini. Struktur teori mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran ini, terpilah menjadi dua tahapan pengetahuan, yaitu: [1] konsepsi teoritis tingkat pendapatan dan pemilihan tempat tinggal serta kualitas lingkungan [2] Konsepsi teoritis pengaruh tingkat pendapatan dan moda transportasi. Meskipun dipilah menjadi dua pengetahuan teoritis ini
29
merupakan rangkaian konstruksi pengetahuan yang saling terkait membentuk sebuah struktur yang utuh dan secara grafis digambarkan dalam ilustrasi diagram cartesius tiga dimensi pada gambar 4.4 Pengetahuan teoritis yang digambarkan dalam ilustrasi diagram cartesian tiga dimensi gambar 4.4. berhasil menguak makna yang tersirat, yaitu bahwa semakin meningkatnya tingkat pendapatan penduduk Kota Semarang, maka akan semakin meningkat pula pilihan pemukiman yang layak dan mempunyai kualitas lingkungan lebih baik dengan tingkat keamanan dan kenyamanan yang tinggi serta bebas banjir, maka akan semakin berkurang sensitifitas terhadap biaya transportasi dan masyarakat akan semakin meninggalkan angkutan umum.
Tingkat Pendapatan semakin meningkat
3
Tidak Sensitif
Kurang Sensitif
2
Lokasi Tempat tinggal
Curve iIustrasi Sensitifitas terhadap biaya transport: 1,2---3 Tidak sensitif
B Sensitif
A
1
B Tidak tergantung Public Transport semakin berkurang sensitifitas terhadap biaya transport.
C C : Pemilihan Kualitas lingkungan semakin baik (lingkungan Cluster, dekat jalur pelayanan public transport
Keterangan:: Ek. Atas
Kendaraan roda 4
Ek. Menengah
Kendaraan roda 2
Ek. Bawah
Kelompok captive, moda Public Transport
Sumber: Peneliti, 2010
Gambar: 4.4 Grafik Ilustrasi konsepsi Teoritis Mobilitas Transportasi Dikaitkan Dengan Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan pinggiran Kota Semarang
30
Hal ini memperlihatkan adanya suatu perubahan sosial yaitu perubahan ke gaya hidup kepemilikan tempat tinggal dan otoritas kepemilikan kendaraan sendiri. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan perluasan dibidang industri berdampak pada peningkatan tingkat pendapatan masyarakat, sementara pergeseran penduduk dikawasan pinggiran kota merupakan pencampuran dari berbagai strata sosial. Dengan perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi yang didukung oleh peningkatan perekonomian masyarakat, maka akan terbentuk segregasi sosial yaitu suatu pengelompokan status sosial sebagai pondasi yang kuat yang akan mempengaruhi pemilihan tempat tinggal dalam pemilihan lokasi lingkungan pemukiman dan efektifitas dalam mobilitasnya.
4.4.Peran Temuan Pengetahuan Teoritis Terhadap Perkembangan Kawasan Pinggiran Kota dan Fenomena Permasalahan Transportasi di Kawasan Pinggiran Kota Semarang Fenomena urbanisasi yang melanda di beberapa negara yang sedang berkembang pada dua dekade terakhir hingga tahun 2010 sering dibicarakan dan sudah banyak usaha untuk menyelesaikan permasalahan dari dampak urbanisasi tersebut. Fenomena perkembangan kota sebagai dampak dari urbanisasi tak lain adalah permintaan tempat tinggal yang begitu tinggi di kawasan pinggiran kota, karena daya dukung lahan ditengah kota sudah tidak mampu untuk menampung semakin tingginya permintaan tempat tinggal tersebut. Yang menjadi permasalahan ditemukannya konsep pendekatan ini, karena disamping perkembangan pemukiman di kawasan pinggiran tak terkendali, juga tingginya mobilitas transportasi dari kawasan pinggiran ke pusat kota dan menyebabkan kemacetan beberapa ruas jalan yang menghubungkan dari pinggiran kota ke pusat kota yang terjadi pada jam puncak perjalanan. Pengetahuan konsep teori mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal ini berhasil mengungkap fenomena perkembangan tak terkendali ke kawasan pinggiran dan sekaligus mengungkap permasalahan transportasi sebagai dampak perkembangan tak terkendali kearah pinggiran pada kota-kota yang sedang mengalami perkembangan menuju kota metropolitan. Pengetahuan teoritis konsep mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal bermaksud untuk menjembatani permasalahan pengendalian perkembangan kota dan sekaligus meyelesaikan permasalahan transportasi yang selama ini dalam penyelesaiannya selalu terpisah dengan analisis perkembangan kota yang sebetulnya juga perkembangan perumahan, namun penyelesaian permasalahan transportasi hanya melihat sisi demandnya tanpa mengkaitkan dengan sektor lainnya, sehingga tak bisa dipungkiri bahwa selama ini untuk permasalahan transportasi yang timbul di Indonesia menjadi permasalahan yang sangat rumit dan belum bisa terselesaikan dengan tuntas. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang sedang mengalami kepekaan sosial yang mengarah pada gaya hidup (Lifestyle) maka pengetahuan teoritis ini dalam konteks wilayah dan kota penting untuk melihat origin of destination dalam perencanaan tata ruang kota dikarenakan rumah dan transportasi ada hubungannya, yaitu rumah yang memproduksi perjalanan. Dan untuk menghadapi permasalahan sosial dan kepekaan masalah sosial yang terjadi di Indonesia yang cenderung untuk kearah lifestyle, maka pengetahuan
31
teoritis ini berhasil memecahkan permasalahan transportasi pada perkembangan pemukiman yang cepat dan tak terkendali yang terjadi di kawasan pinggiran kota. Pengetahuan teoritis ini berhasil mengungkap pengetahuan yang tersembunyi yang sampai saat ini belum pernah terjelaskan yang ternyata tanpa disadari fenomena kepekaan sosial yang mengarah pada gaya hidup yang sedang terjadi di Indonesia merupakan penyebab perkembangan pemukiman yang cepat dan tak terkendali ke kawasan pinggiran yang dampaknya terhadap permasalahan transportasi.
5. PENGKAYAAN KONSEP MOBILITAS TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG Berdasarkan pada konstruksi pengetahuan teoritis yang ditemukan dalam penelitian mobilitas transportasi yang dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal pada kasus kawasan pinggiran kota Semarang, maka pada bab ini dilakukan pembangunan pengkayaan pengetahuan teoritis yang dilakukan melalui dialog antar kasus penelitian yang terkait dengan perkembangan kota dan penelitian sektor transportasi. Temuan yang dihasilkan penelitian ini akan didudukkan kembali pada peta teori guna mengetahui kedudukan dan sumbang perannya pada khasanah ilmu pengetahuan. Proses dialog dilakukan melalui 2 jenis proses dialog, yakni dialog antar kasus penelitian dan antar ilmu pengetahuan.
5.1.Pengkayaan Konsep Mobilitas Transportasi yang dikaitkan dengan Pemilihan Tempat Tinggal dalam Proses Perkembangan Kota.
a) Ilmu Pengetahuan Teori Perkembangan Kota Konsep teori mobilitas transportasi yang dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran telah memberikan kontribusi dalam bidang manajemen perkotaan dalam suatu kota yang sedang mengalami proses perkembangan kota dan merupakan upaya untuk membangun ruang perkotaan yang berkelanjutan meskipun dalam konteks teori lokal. Konsep mobilitas transportasi dalam mengendalikan perkembangan kota pada kota-kota yang sedang mengalami perkembangan yang cepat kearah pinggiran kota dan sekaligus mengatasi permasalahan transportasi pada kawasan pinggiran kota. Temuan penelitian disertasi ini yang menghasilkan pemaknaan teori ”Mobilitas Transportasi dikaitkan dengan Tempat Tinggal di Kawasn Pinggiran” yang merupakan gabungan dari dua (2) pengetahuan yang terpilah yaitu [1] pengetahuan teori yang menjelaskan Pengaruh Tingkat Pendapatan dengan Tempat Tinggal dan Lingkungan Pemukiman yang ke [2] pengetahuan teoritis yang menjelaskan Pengaruh Tingkat Pendapatan terhadap Sensitivitas Biaya Transportasi dan Pemilihan Moda Transportasi. Konsepsi teoritis yang ditemukan pada penelitian disertasi ini, menunjukkan kontribusi dalam konteks perkembangan kota yang sedang dialami oleh masyarakat Indonesia yang sedang mengalami kepekaan terhadap permasalahan sosial yang ada kaitannya dengan gaya hidup, yang mana
32
selama ini dalam analisis perkembangan kota semata-mata karena proses ekologi seperti yang telah dikonsepkan oleh Burgess 1925 dengan perkembangan kota yang konsentris yang dalam menganalisis perkembangan kota dianalogikan seperti dunia binatang. Demikian juga hasil penelitian ini, bahwa kontribusi dalam perkembangan kota tidak semata mata karena proses ekonomi seperti yang dikonsepkan oleh konsep Von Thunen, 1926 dengan teori sewa lahan yang pengembangannya oleh konsep Alonso, 1964 yang dijelaskan dengan nilai lahan dan biaya transportasi. Apabila diperbandingkan dengan konsep John Turner yang lebih melihat ke dinamika perpindahan tempat tinggal dengan melihat teste dan preference yaitu ada 4 aspek dalam menentukan pilihan tempat tinggalnya. Keberhasilan konsep pengetahuan ini mengungkap fenomena perkembangan kota, bahwa penyebab perkembangan kawasan pinggiran kota bukan karena faktor ekonomi saja, namun ada fenomena baru yang berkembang yaitu ada faktor perubahan sosial ke gaya hidup kepemilikan rumah sendiri dan otoritas kepemilikan kendaraan pribadi, maka konsep – konsep sebelumnya tidak sejalan dengan konsep yang ditemukan dalam disertasi ini. Dengan meningkatnya perekonomian masyarakat dan pertumbuhan income perkapita masyarakat Kota Semarang 18 juta pertahun serta bila dibandingkan dengan peningkatan income perkapita masyarakat Indonesia pada tahun 2010 mencapai 23,7 juta pertahun (download: http://id.wordpress.com) dan sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi maka terjadilah perubahan perilaku ruang sehingga proses perkembangan kota yang terjadi tidak sejalan dengan teori perkembangan oleh konsep Burgess, konsep Alonso yang dikaitkan dengan nilai sewa lahan dan biaya transpor, konsep Von Thunen yang dikaitkan juga dengan sewa lahan, konsep John Turner dengan dinamika perpindahan tempat tinggal yang dikaitkan dengan ”teste” dalam freferensi perpindahan tempat tinggal. Demikian teori mobilitas dalam ilmu transportasi yang ditinjau adalah prediksi permintaan perjalanan yang dikorelasikan dengan jumlah kepala keluarga, pendapatan keluarga (Tamin, 2000), yang diasumsikan bahwa perumahan menghasilkan produk perjalanan yang ada hubungannya dengan jumlah rumah tangga, semakin besar jumlah rumah tangga dan semakin besar pendapatan dalam rumah tangga tersebut maka semakin banyak trip yang dihasilkan. Dari situ dipakai untuk merencanakan fasilitas transportasi. Dari Gambar 5.1. Menjelaskan Pengetahuan teoritis yang dihasilkan disertasi ini 45 dengan memperlihatkan kondisi di lapangan, bahwa semakin tinggi kemampuan ekonomi masyarakat Kota Semarang, maka Pemilihan Tempat Tinggal semakin ke pemukiman yang mempunyai kualitas lingkungan Ellite dan Cluster dan dekat dengan jalur pelayanan public transport, maka akan semakin ketidak tergantungan terhadap public transport karena sensitifitas terhadap biaya transportasi semakin berkurang atau tidak sensitif. Kenyataan di lapangan, pengetahuan teoritis konsep mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal telah teruji dan memperlihatkan bahwa penduduk dengan tingkat strata sosial menengah keatas dengan pemukiman cluster masih menggunakan kendaraan sendiri roda empat (4), walaupun jarak tempat tinggalnya terhadap pelayanan public transport relatif dekat (0- 100 m) dan untuk golongan kelompok ekonomi menengah menggunakan kendaraan pribadi roda empat dan roda dua.
33
Sumber: Peneliti, 2010
Gambar: 5.1 Menperlihatkan Kontribusi Konsepsi Teoritis pada Kenyataan di Lapangan
b) Pengetahuan Praktis Pelaku Pembangunan Pemukiman dan Transportasi Fenomena perkembangan tak terkendali di kawasan pinggiran disebabkan oleh perkembangan kota karena tuntutan kebutuhan ruang yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk, disisi lain adanya pembangunan pemukiman dan prasaranan baru menempati ruang – ruang kosong di kawasan pinggiran kota. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula pemukiman di kawasan pinggiran kota, sedangkan daya tarik dan daya dorong yang disebabkan kondisi tofografi yang berhubungan dengan kualitas lingkungan (banjir, rob, polusi pabrik) serta faktor lingkungan seperti keberadaan akses seperti jalan toll sangat mempengaruhi pemanfaatan ruang dan nilai lahan di kawasan pinggiran kota (hasil anlisis, 2008). Sedangkan kawasan pinggiran yang merupakan daerah yang disebut pra urban merupakan daerah campuran antara kota dan desa sehingga kawasan pinggiran ini mengalami perubahan dari rural ke urban baik perubahan pada bentuk fisikal kekotaan, bersifat sosial kekotaan, bersifat kultural kekotaan, dan bersifat ekonomi kekotaan (Yunus, 2008). Proses perubahan tersebut akan menimbulkan dampak positif maupun negatif dan untuk mengantisipasi dampak negatif proses pra urban, yaitu terjadinya segregasi sosial yang berdampak pada tidak
34
efisiennya mobilitas. Namun kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa pelaku pembangunan real estate memfaatkan peluang membangun pemukiman dengan type besar dan elite pada lokasi lokasi strategis dekat dengan jalur pelayanan public transport dengan harga yang mahal, sedangkan rumah dengan type RS dan RSS jauh dari jalur pelayanan public transpor. Dari kebijakan pembangunan real estate yang diijinkan adalah 1:3:6=Ellite:RS:RSS, dan pihak investor sendiri sering tidak mematuhi kebijakan tersebut, sehingga terjadilah perkembangan pemukiman elite berada pada pemukiman tradisional dan pemukiman RS dan RSS. Sedangkan untuk kelompok pemukiman ellite yang bisa menikmati hanya orang – orang yang berkemampuan ekonomi menengah keatas dengan memecahkan mobilitasnya menggunakan kendaraan sendiri meskipun dekat dengan jalur pelayanan public transport, demikian dengan pemukiman rumah sederhana (RS) meskipun jauh dengan jalur public transport mereka memecahkan masalah mobilitasnya dengan menggunakan kendaraan sendiri juga yaitu ada yang menggunakan roda 4 dan roda 2. Terlihat bahwa pemicu kemacetan adalah tercampurnya pengguna mobil pribadi bagi kelompok elite dan kelompok menengah yang bercampur dengan pelayanan public transpor yang ada meskipun kondisi pelayanannya masih belum memenuhi demand yang ada. Apabila diperbandingkan dengan teori Burgess, 1925 dengan konsep konsentriknya dan hanya ada satu pusat CBD maka kondisi dilapangan sudah tidak sesuai karena kenyataan dilapangan kawasan pinggiran Kota Semarang terdiri dari sub-sub CBD. Demikian dengan konsep sewa lahan oleh Alonso, 1968 dengan konsepnya bahwa semakin jauh dari pusat kota maka nila sewa lahan akan semakin menurun dan biaya transportasi akan semakin meningkat (gambar 5.2). Harga Lahan dan Pemanfaatan Lahan Perkotaan
Location rent Curva Residential Semakin jauh dari pusat kota maka semakin murah harga sewa lahannya.
Curve biaya transportasi Semakin jauh dari pusat kota maka semakin mahal biaya transportasi
0
16
1
Pusat Kota
30 km Jarak dari pusat kota
Sumber : Yunus,( 2005;78 )
Gambar 5.2 Harga Lahan Perkotaan yang mencerminkan Curve Sewa Lahan dan Biaya Transportasi dari Alonso,1968
35
Sedangkan kenyataan dilapangan memperlihatkan bahwa meskipun lokasi dipinggiran kota jauh dari pusat kota berjarak 16 km hingga 30 km maka lokasi – lokasi yang dibangun dekat jalur transportasi dan pemukiman elite nilai lahannya sudah mahal sedangkan biaya transportasi lebih murah serta lebih fleksibel dibandingkan menggunakan pelayanan transportasi umum (gambar: 5.3).
a) Harga Lahan dan Pemanfaatan Ruang Perkotaan di Kota Semarang Kecamatan Banyumanik Dan Tembalang dengan kondisi lingkungan bebas banjir dan topografi lereng pegunungan
HARGA LAHAN CBD - KECAMATAN PINGGIRAN KOT A SEMARANG 6.000
5.000
2 HARGA LAHAN Rp./m (1000)
4.000 KEC. TUGU KEC. MIJEN KEC. GUNUNG PATI KEC. BANY UMA NIK
3.000
KEC. TEMBALA NG KEC. PEDURUNGAN KEC. GENUK KEC. SEMA RA NG UTARA 2.000
Kecamatan Genuk dengan Kualitas Lingkungan kurang baik dan nyaman
1.000
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
JA RAK KE CBD (km)
Sumber: Analisis, 2010
Gambar 5.3 Grafik Aksesibilitas dan Nilai lahan di Kota Semarang CBD–Kecamatan Pinggiran
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang sedang mengalami kepekaan sosial yang mengarah pada gaya hidup (life style) maka pengetahuan teoritis ini dalam konteks wilayah dan kota penting untuk melihat origin of destination dalam perencanaan tata ruang kota dikarenakan rumah dan transportasi ada hubungannya, yaitu rumah yang memproduksi perjalanan. Dan untuk menghadapi permasalahan sosial dan kepekaan masalah sosial yang terjadi di Indonesia yang cenderung untuk kearah life style, maka pengetahuan teoritis ini berhasil memecahkan permasalahan transportasi pada perkembangan pemukiman yang cepat dan tak terkendali yang terjadi di kawasan pinggiran kota. Pengetahuan teoritis ini berhasil mengungkap pengetahuan yang tersembunyi yang sampai saat ini belum pernah terjelaskan yang ternyata tanpa disadari fenomena kepekaan sosial yang mengarah pada gaya hidup yang sedang terjadi di Indonesia
36
merupakan penyebab perkembangan pemukiman yang cepat dan tak terkendali ke kawasan pinggiran yang dampaknya terhadap permasalahan transportasi.
5.2. Pengkayaan Pengetahuan Konsep Mobilitas Transportasi di Kawasan Pinggiran Pada Sistem Transportasi Kota Semarang. Konsep mobilitas transportasi yang dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal adalah merupakan suatu konsep mobilitas yang selama ini dalam penanganan pelayanan perbaikan transportasi belum pernah tersentuh. Mobilitas transportasi yang selama ini digunakan dalam perencanaan transportasi hanya mendasarkan prediksi dari demand yaitu jumlah kepala keluarga pada pemukiman yang menjadi daerah pelayanan, tanpa mengkaitkan dengan pemilihan tempat tinggal (Tamin, 2000). Terlihat dari kenyataan di lapangan bahwa dengan mensuply MPU (Mobil Penumpang Umum) permasalahan belum terselesaikan, masih terlihat beberapa BRT (Bus Rapid Transit) kosong dan hanya mempunyai load factor 27 %. Dalam kondisi penduduk Indonesia yang sedang mengalami kepekaan terhadap gaya hidup (Life Style). Maka mobilitas transportasi yang dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran memberikan kontribusi dalam penanganan permasalahan pelayanan angkutan umum khususnya di Kota Semarang. (1) MPU ( Mobil Penumpang Umum) sebagai UKM (Usaha Kecil Masyarakat) Perencanaan transportasi yang sekarang ada di Indonesia khususnya di Kota Semarang lebih terfokus pada mensupply angkutan umum, sehingga belum melihat apa sebetulnya yang terjadi dengan perkembangan teknologi dan perkembangan sosial yang dihadapi sekarang ini. Pelayanan angkutan umum yang ada di Indonesia, merupakan usaha rakyat kecil masyarakat dan ditangani oleh organda atau pihak operator swasta dan belum merupakan subsidi pemerintah, sehingga dengan perencanaan transportasi yang lebih terfokus pada mensupply MPU dalam segi kuantitasnya akan selalu memperhitungan keuntungan dari pihak operator yang tarifnya akan menjadi mahal. Selain itu kondisi pelayanan angkutan umum berupa waktu tempuh, ketepatan waktu (time table), dan tarif belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang sedang mengalami kepekaan sosial yang mengarah pada gaya hidup (life style) maka pengetahuan teoritis ini dalam konteks wilayah dan kota penting untuk melihat origin of destination dalam perencanaan tata ruang kota dikarenakan rumah dan transportasi ada hubungannya, yaitu rumah yang memproduksi perjalanan. Dan untuk menghadapi permasalahan sosial dan kepekaan masalah sosial yang terjadi di Indonesia yang cenderung untuk kearah life style, maka pengetahuan teoritis ini berhasil memecahkan permasalahan transportasi pada perkembangan pemukiman yang cepat dan tak terkendali yang terjadi di kawasan pinggiran kota. Pengetahuan teoritis ini berhasil mengungkap pengetahuan yang tersembunyi yang sampai saat ini belum pernah terjelaskan yang ternyata tanpa disadari fenomena kepekaan sosial yang mengarah pada gaya hidup yang sedang terjadi di Indonesia merupakan penyebab perkembangan pemukiman yang cepat dan tak terkendali ke kawasan pinggiran yang dampaknya terhadap permasalahan transportasi yang
37
selama ini dalam perencanaannya hanya melihat satu sisi permasalahan yaitu demand dan suply belum dikaitkan dengan masalah pemukiman dan tata ruang kota.
6.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Secara ringkas kesimpulan dibawah merupakan jawaban terhadap pertanyaan besar yang mendasari penelitian, yaitu: “Bagaimana mobilitas transportasi dan bagaimana kaitannya dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang ?”. Mobilitas transportasi di kawasan pinggiran dipengaruhi oleh proses pemilihan tempat tinggal dan dipengaruhi oleh stata sosial, sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan perkembangan perekonomian. Kondisi masyarakat Indonesia yang sedang mengalami kepekaan sosial kearah gaya hidup (life style), maka faktor yang berpengaruh terhadap proses pemilihan tempat tinggal dan mobilitas transportasi (waktu tempuh, frekuensi pergantian moda, biaya transportasi dan pilihan moda trasnportasi) adalah strata sosial, karena faktor jarak tidak selalu menjadi pertimbangan. Kondisi tersebut yang mendasari pembentukan pemaknaan teoritis “Mobilitas transportasi dikaitkan dengan tempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Semarang” :(1) semakin meningkat kemampuan ekonomi masyarakat maka akan memilih tempat tinggal pada lingkungan yang nyaman (kesesakan bangunan, bebas banjir/rob, panorama pegunungan), pemukiman cluster dekat dengan pelayanan public transport, (2) semakin meningkat kemampuan ekonomi masyarakat maka akan semakin tidak sensitif terhadap biaya transportasi dan akan meninggalkan public transport. Selain ditemukan pengetahuan lokal tentang pengendalian perkembangan kawasan pinggiran dan permasalahan transportasi di Kota Semarang, ditemukan pula pengetahuan teoritis yang memperkaya ilmu perencanaan wilayah dan kota dengan 3 pilar ilmu pengetahuan terkait. Dari dialog antar kasus penelitian dan antar ilmu pengetahuan, 3 pilar ilmu yang diperkaya berdasarkan konstruksi pengetahuan teoritis yang dihasilkan, yakni ilmu manajemen pembangunan kota, tata ruang kota dan ilmu transportasi perkotaan. 1) Bagi ilmu manajemen perkotaan teori ini mampu menjembatani antara permasalahan perkembangan perkotaan tak terkendali di kawasan pinggiran kota yaitu masalah pemukiman dan lingkungan pemukiman sekaligus permasalahan transportasi yang selama ini penyelsesaiannya hanya melihat satu sektor saja tanpa mengkaitkan dengan sektor pemilihan tempat tinggal. 2) Bagi ilmu tata ruang kota, sebagai guide line dalam pembuat kebijakan dan keputusan dalam perkembangan kota dan wilayah yang menyangkut mengendalikan perkembangan pemukiman dan infrastrukturnya termasuk aksenya sehubungan yang dipadukan dengan sistem transportasi yang direkomendasikan demi keberlanjutan. 3) Bagi ilmu transportasi memberikan warna baru yang selama ini pada perencana transportasi hanya melihat satu sisi supply saja dengan melihat produk dari rumah tangga berupa permintaan perjalanan, sehingga dengan konsepsi teoritis mobilitas transportasi dikaitkan
38
dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran berhasil memberikan pemecahan permasalahan transportasi di kawasan pinggiran sehubungan dengan penataan pemukiman dan kualitas lingkungan pemukiman. 4) Temuan ini memberikan kontribusi dalam pemikiran mengenai penanganan permasalahan transportasi pada kota-kota yang sedang mengalami proses perkembangan kota menuju kota metropolitan. Dengan pendekatan konsep tersebut maka dalam merencanakan dan pengelolaan kota yang efisien dan berkelanjutan, proses perkembangan kota bisa dikendalikan dengan mobilitas. 5) Adapun produk dari konsep ini dalam mengendalikan perkotaan dengan mobilitas yaitu dengan deregulasi kebijakan perijinan pembangunan pemukiman dengan mengarahkan perijinan pembangunan pemukiman pada kelas strata social menengah dan strata sosial menegah kebawah dipadukan dengan jalur pelayanan public transport. 6) kebijakan tentang pertanahan yaitu memperketat perijinan aturan kepemilikan tanah dan kebijakan sistem transportasi yang dipadukan dengan kebijakan pemukiman.
6.2. Rekomendasi a. Sumbangan Teoritik Dalam penelitian ini memberikan kontribusi pada khasanah pengetahuan teori perencanaan wilayah dan kota terutama dalam menangani masalah perkembangan 53 pemukiman yang tak terkendali di kawasan pinggiran kota. Pengkayaan teori tentang “mobilitas transportasi dikaitkan dengan pemilihan tempat tinggal di kawasan pinggiran kota” merupakan teori pengembangan teori pemukiman yang mana pada teori pemukiman sebelumnya belum pernah mengkaitkan dengan transportasi. Demikian dalam teori transportasi sendiri yang selama ini hanya terfokus pada supply public transport dalam segi kuantitasnya dan belum melihat kualitas sesuai yang diharapkan sisi pengguna dan belum mengkaitkan dengan pemilihan tempat tinggal. Sekalipun terikat dengan studi kasus lokal yaitu Kota Semarang, namun temuan memberikan kontribusi pengetahuan bersifat general untuk lokasi dengan permasalahan yang mirip (analogi), sehingga tidak menutup kemungkinan memberikan khasanah integrasi perencanaan dan perancangan kota yang sustainable yang memadukan proses perkembangan terencana dengan pengendalian penataan pemukiman terencana dipadukan dengan sistem transportasi yang terencana. Namun pengetahuan yang dikontribusikan hanya sebatas potensi integrasi antara penataan pemukiman terencana dan tidak terencana dengan sistem transportasi terencana. Ada bahasan yang tidak dibahas lebih dalam dalam studi ini seperti konsep penataan pemukiman terencana dan konsep sistem transportasi terencana. b. Sumbangan Praktis (1) Sebagai guideline pemerintah dalam pengembangan pelayanan angkutan umum, disarankan terintegrasi dengan perencanaan pemukiman, diprioeritaskan penentuan jalur-jalur pelayanan angkutan umum pada kelompok
39
pemukiman strata menengah dan menengah kebawah dengan melihat data demografi. (2) Sebagai guideline pemerintah dalam mengembangankan pemukiman dengan sekaligus menyertakan pelayanan public transport untuk melayani kebutuhan mobilitas transportasi pemukiman tersebut, dengan maksud agar konsumen terpaksa kalau membeli rumah sekaligus juga membeli transportasinya. (3) Agar konsep ini bisa trealisasi, bagi pemukiman yang sudah terlanjur dikembangkan lebih dahulu, maka perlu pembuatan feeder jalur pelayanan public transport (pedestrian dari pemukiman ke pelayanan public transport dengan jarak 150 m dan sedangkan dengan jarak lebih dari 150 m disediakan angkutan lokal menuju pelayanan public transport).
6.2.1. Pengembangan Pengetahuan dalam metode Penelitian Pengetahuan teoritis ini yang ditemukan dengan paradigma positivistik dan metode deduktif-kuantitatif dengan teknik kualitatif melalui diskusi teoritik dengan fenomena di lapangan menghasilkan interprestasi secara holistik berdasar lokus dan sub lokus terbatas pada kawasan pinggiran Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk generalisasi, untuk memerkuat generalisasi disarankan untuk mengembangkan pengetahuan ini dengan alih pengetahuan pada lokasi kawasan pinggiran di kota lain yang berbeda karakternya, yaitu pada kota kota yang mempunyai perkembangan hampir mirip serta dengan pendekatan yang berbeda. Pemahaman informasi dengan melihat fenomena di lapangan mempunyai kesulitan yang tinggi, disarankan menggunakan pendekatan mix-methode, karena pemahaman fenomena sosial sulit untuk dikuantifikasikan sehingga disarankan tidak hanya menggunakan metode kuantitatif saja, namun perlu pennggabungan dengan teknik kualitatif. Karena penelitian ini bertujuan membuat generalisasi maka metode deduktif kuantitatif tetap perlu dilakukan, namun sebagian dari pengetahuan dapat dialihkan sebagai hipotesis kerja bagi penelitian kawasan pinggiran pada lokasi lain yang berbeda karakter kotanya.
6.2.2.Rekomendasi Penelitian Lanjut Temuan penelitian Mobilitas Transportasi dikaitkan dengan Pemilihan Tempat Tinggal di Kawasan Pinggiran Kota Semarang ini bisa dilanjutkan dengan penelitian pada kawasan pinggiran Kota Semarang tentang hubungan strata sosial dengan pemilihan jenis dan bentuk moda transportasi. Kendaraan Pribadi ? pubik transport ?
Menengah Keatas Strata I Kelas Menengah Strata II
Damri Ac ? BRT (Bus Rapit Transit ?) Mono Rail ?
Kel. Menengah kebawah Strata III
40
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2007. Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan, edisi ketiga ISBN 979526-179-7. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta13220, Indonesia. Achmad, Nurmandi. 2006. Manajemen Perkotaan. (cetakan ketiga edisi revisi). Yogyakarta: SINERGI Publishing. Alonso, W. 1964. Location and Land Use. Cambridge: Harvard University Press. Arthur M.Sullivan. Urban Economics. Printed in the United Stated of America 34567890 DO 65432. Beckmann, M.J. 1958. City Hirarchies and the Distribution of City Size,”Economic Development and Change, 6. Berry, B.J.L.1964. Approaches to Regional Analyis: A Synthesis, Annal of The Association of American Geographers, 54. Boarnet, Marlon, 2001. Travel By Design: The Influence Of Urban Form On Travel, ISBN 0-19-512395-6. New York: Published by Oxford University Press,. Budihardjo, Eko. 2003 “Kota dan Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi”, ISBN 979-3330-10-4, LP3ES Indonesia. Budihardjo, Eko. 1991, Arsitektur dan Kota di Indonesia, cetakan ke-4 2004, ISBN 979-414-175-5. Bandung: Penerbit P.T ALUMNI. Budiyono Soedarso, 2003. Penerapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang dan Bentuk Penanganan Pembangunan Pemukiman Perkotaan, Diktat Suplemen Jurusan Teknik Planologi dan Arsitektur- ITB, Edisi ke-3. Bandung. Burgess. E 1925. The Growth of the City: An Introduction to a research Project, in Park, Burgess, and McKenzie. Bureau of Transport Economics. 1998. Urban Transport Models, Departemen of Transport and Regional Services. Burchell, Robert W. 2005. Sprawl Costs: Economic Impacts of Unchecked Development, ISBN 1-55963-570-3 (cloth: alk.paper)—ISBN 1-55963-5304(pbk: alk paper). London: Island Press Washington-Covelo. Bruegmann, Robert. 2005. SPRAWL: a Compact History, Calthorpe, Peter, 2001.,” The Regional City: Planning For The End Of Sprawl”, ISBN 1-55963-783-8 (cloth:acid-free paper)—ISBN 1-55963-784-6 (pbk: acid-free paper), Island. London: Press Washington-Covelo.
41
Catanese, Anthony J. and James C Snyder. 1989. Perencanaan Kota, (Urban Planning, second Edition ), Penerbit Erlangga. Cervero,R. 1989a. America’s Suburban Centers: The Land Use–Transportation Link, Boston: Unwin Hyman. Cervero, R. 1989b. Jobs-housing balancing and regional mobility. Journal of he American Planning Association, 55(2),136-150. Cervero, R. 1996. Jobs-housing balance revisited, trend and impacts in the San Fransisco Bay Area. Journal of the American Planning Association, 62(4), 492-511. Cervero, R. 1995. Planned communities, Self-containment, and commuting, Urban Studie, 32 (7), 1135-1161. Chulsum, Umi dan Novia, Windy. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia: cetakan pertama, Surabaya: Penerbit Kashiko. Cohen, Naum. 1999. Urban Conservation. Cambridge and Massachusetts: MIT Press. Cohen,
Michael. 1997. Convregence, Marginalisation and inequality. In Seralgeldin”, Ismail (ED).The Architecture of Empowerment: People, Shelter and Livable Cities, London: Academy Edition.
Crawford, J.H. 2000. Carfree Cities, Published by International Books, Alexander Numankade 17 357 KP Utrecht The Netherlands. Dae-Sik Kim, Kei Mizuno, and Shintaro Kobayashi, ASCE, Journal of Urban Planningand Development, Volume 129/Number 1, March, 2003, Page 4563. Danim, Sudarwan. 2004. Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Prilaku, Ed.1, Cet.3. ISBN 979-526-202-5 Bumi Aksara. Jakarta. Dewey, John. 1963. Philosophy, Psychology and Social Practice: Essays. New York: Putnam. Evers, Hans Dieter, 1995. Sosiologi Perkotaan: Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia/Hans Dieter, cetakan keempat ISBN 979-8015-150, Jakarta: Penerbit PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta anggota IKAPI. Evers, Hans-Dieter & Korff, Rudiger. 2002. Urbanisasi di Asia Tenggara, Makna dan Kekuasaan Dalam Ruang-Ruang Sosial, penerjemah: Zulfahmi, Mustika Zed, Edisis I, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Doughty, R. W. 1981. Environmental Theology: Trends and prospects in Christian thought, Progress in Human Geography, 5(2), pp. 234-248.
42
Donald C. Klein, 2005. Psikologi Tata Kota: Psikologi Pengembangan Ruang Publik Dalam Perencanaan Perkotaan Baru. Cetakan Pertama ISBN: 97998066-12-1, Yogyakarta: Penerbit Alenia. Doxiadis, Constantinos. A. 1968. Ekistics An Introduction to The Science of Human Settlement”. London: Hunchinson an CO LTD. Chapin, F.S (1965). Urban Land Use and Planning, Urban: University of Illincis. Ferguson. E. 2000. Travel Demand Management and Public Policy. Ashgate. Hants. Friedmann, John dan Weaver, Clyde. 1979. Territory and Function: The Evaluation of Regional Planning. London: Edward Arnold. Friedmann, John, dan William Alonso. 1976. Regional Development and Planning. A Reader: Cambridge MIT Press. Friedmann, L. 2001. The Effects of Sprawl on Neighborhood Social Ties, APA Journal, 67, pp. 69-77. Friedmann, J., 2002, City of Fear or Open City, APA Journal, 68, pp 237-243. Foster, S.A. 1991. The Expansion Method: Implications for Geographic Research, Professional Geographer, 43(2), pp. 131-142. Frug, G. E., 1999 City Making. Princeton University Press. Gramier, Alain. 1984. Les Romandes.
Nouvelles
Cities dortoirs, resses pollitechniques
Gibson, James J. 1950. The Perception of the Visual World”. Boston: Houghton Mifflin. ----------. 1996. The Senses Considered as Perceptual System, Boston Houghton Mifflin. -----------,1979. An Ecological Approach to Visual Perception. Boston: Houghton Mifflin. Gottlieb, P. D. and Lentnek, B. 2001. Spatial Mismatch is not Always a Central-City Problem: An Analysis of Commuting Behaviour in Cleveland, Ohio, and its Suburbs, Studies, 38, pp. 1161–1186. Haryadi. 1996. Arsitektur Lingkungan dan perilaku. Yogyakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Indonesia. Held, D. and Thompson, J. B. eds. Social Theory of Modern Societies: Anthony Giddens and his Critiecs.
43
Hadi, Sudharto P. 2005. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, edisi kedua. Yogyakarta: penerbit Gajah Mada University Press Anggota IKAPI 0507130-C2E. Hanson, Susan and Margo Schwab. 1995. Describing Disaggregate Flows Induvidual and Household Activity Pattern. In Susan Hanson (ed) The Geografi of Urban Transportation. Second. New York: The Gailford Press, pp.166-187. Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitektur. Cetakan Pertama, ISBN 979-526-749-3. Jakarta: PT Bumi Aksara, Indonesia. Hobbs, FD. 1995. Perencanaan dan Teknik Lalu lintas. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gajah Mada. HP White and ML Senior. 1953. 1983. Transport Geography. Longman london and New York: First published. Khisty, C.J and Lall, B.K. 2003. Editor: Wibi Hilarius Hardani (2006), Judul asli: Transportation Engineering: An Introduction/Third Edition. Judul Terjemahan: Dasar-dasar Rekayasa Transportasi/Edisi Ke-3/Jilid 2”. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kombaitan, B. 1999. Perubahan Struktur Ruang Perkotaan dan Perkembangan Pola Ruang Pergerakan Bekerja. Bandung: Disertasi bagi ITB, Indonesia Koestoer, Raldi Hendro. 1997. Perspektif Lingkungan Desa-Kota. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), Indonesia. Kostof, Spiro. 1991. The City Shaped, Urban Patern and Meanings Through History James and Hudson Ltd, London. Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Edisi kedua, ISBN: 979-9340-47-0, Yogyakarta: Penerbit PT. Tiara Wacana anggota IKAPI, Indonesia Kusbiantoro, BS dkk, 2007. Essays in Sustainable Transportation, A Handbook Honor of Prof. Dr. BS. Kusbiantoro., ISBN: 978 979 15780 0 4. Bandung: Penerbit ITB. Kuswartojo, Tjuk. 2005. Perumahan dan Pemukiman di Indonesia, Upaya membuat perkembangan kehidupan yang berkelanjutan, ISBN 979-350762-4. Bandung: ITB. Lauer, Robert H. 2003. Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Cetakan ke Empat. Jakarta: penerbit Rineka Cipta. Laurens, Joyce Marcella, 2004, ”Arsitektur dan Prilaku Manusia. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
44
Lang, John. 1987. Creating Architectural Theory. New York: Van Nostrand Reinhold Inc. Levinson, D.M dan Kumar. 1994. The Rational Locator: Why travel times have remained stabel, Journal of American Planning Association, 60(3), 319-332. Levinson, D. dan A. Kumar. 1995. Activity, travel, and the allocation of time, Journal of the American Planning Association, 61(4), 458-470. Liem Thian Joe, 2004, “ Riwayat Semarang “, Cetakan Ke dua. Jakarta: Hasta Wahana. Littman, Todd dan Buwell, David. 2003. Issues In Sustainability. Homepage of Victoria. Littman, Todd, 2006. Land Use Impacts on Transport, How Land Use Factors Affects Travel Behavior. Victoria Transport Policy Institute. April 27 hlm.9. Lynch, Kevin. 1960. The Image of the City. Cambridge, Mass: MIT Press. Mantra. I.B. 2004. Persebaran Penduduk dan kebijaksanaannya di Jurnal Transportasi.Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Indonesia”:
Mark Graham. 2004. Understanding Perceptions of Accessibility and Mobility Through Structuration Theory. Kentucky: Western Kentucky University, Bowling Green.
Markus Zahnd. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu.Edisi ke dua, ISBN 979 672-443-X. Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI). . Maslow, Abraham H. 1970. Motivation and Personality. New York: Harper & Row. McCall, George and Simmons, J.L. 1969. Issues in Participant Observation: A Tex and Reader. Addison-Wesley Publishing Company. McGee, T. 1990. The Emergence of Desakota. Paper at The Confer. South East Asian Fasific Rim. Santa Barbara: Univ. of Carolina. Michael P Todaro–Burhanuddin Abdullah. 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi ke tiga. Jakarta: Penerbit Erlangga, Indonesia. Miller, E. J., and Shalaby, A. 2000. Travel in the greater Toronto area: Past and current behavior and relation to urban form. The Neptis Foundation study Dept of Geography, Univ. of Toronto, Toronto. Miro, Fidel, 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Erlangga Jakarta 13740.
45
Morlok, Edward K. 1978. Editor: Yani Sianipar (1984), Judul asli: Introductions to Transportation Engineering and Planning. Judul Terjemahan: “Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Muhajir, Noeng. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: penerbit Sarasin. Nanang. M. 2004. 1-2-3 Langkah (Langkah-langkah Yang Kita Lakukan Transportasi Yang Berkelanjutan). cetakan ke-1. Penerbit MTI, Indonesia. Najid. 2003. Interaksi Alokasi Penduduk dan Retail (Bisnis) Didasarkan Efek– Transportasi Studi Kasus Kota Bandung. Journal FSTPT-VI, Makasar. Nas, P.J.M. 1979. Kota Di Dunia Ketiga Volume1, Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Nas, P.J.M. 1984. Kota Di Dunia Ketiga Volume 2. Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Nas, P.J.M, 1986. THE INDONESIAN CITY Studies In Urban Develovepment Planning, ISBN 90 6765 204 0. Foris Publications DordrchtHoland/Cinnaminson- U.S.A. Nas, P.J.M. 2007. Kota-Kota Indonesia: Bunga Rampai. Cetakan pertama SBN 979-420-641-5. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI. Newman, Isadore. 2008. Mix Methods Research. Exploring The Interactive Continuum, Printed in The United States of America. Norbert Oppen Heim. 1980. Applied Models in Urban and Regional Analysis. By Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, Nj. 07632. Nurdien. HK., dkk. 1993. Perubahan Nilai-nilai di Indonesia. Semarang: Penerbit alumni. Papacostas, C.S, 1993., “Transportation Engineering and Planning”, ISBN 0-13958075-1, Prentice Hall Englewood Cliff, NJ 07632. Peter Hall and Ulrich Pfeiffer. 2000. Urban Future 21:A global Agenda for TwentyFirst Century Cities. First published 2000 by E & FN Spon 11 New Fetter Lane, London EC4P 4EE, ISBN 0-415-24075-1 Philips E. Barbara, Legates, Richard. 1981. T City. Studi lights. An introduction to urban studies. New York: Oxford University press. 540 hlm. Piotr Sztompka. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Edisi pertama ISBN 979-346416-X, Jakarta: Prenada 2007. Potter, Robert B and Sally Lioyd-Evans, 1998. The City in The Developing World ISBN 0 582 35741 1, First Published 1998, Addison Wes.
46
Porteous, J.D. 1977. Environment and Behavior. London: Houghton Miffin. Dalam : Laurens, Joyce Marcella, 2004, Arsitektur dan Prilaku Manusia. Jakarta: Penerbit PT Grasindo. Pryor, R. 1968. Accessibility in Melbourne’s Urban Fringe in Reserch Paper Geography, 14. Rapoport, Amos. 1969. House Form and Culture. Engelwood Cliffs, New York: Prentice Hall Inc. Rapoport, Amos. 1977. Human Aspect of Urban Form. Oxford: Pergamon Press. Rapoport, Amos.1982. The meaning of the built environment. Beverly Hills California Sage Publikcation. Rees and Mathis. 1993. Footprints, Ecologycal Approach to Plannig. Unpublished paper. Reid Ewing, Rolf Pendall dan Don Chen. 2002. Measuring Sprawl and Its Impacts Smart Growth America. (www.smartgrowthamerica.org), Reid Ewing Robert Cavero., 2002, Travel and the Built Environment-Synthesis. Transportation research Record 1780 (www.trb.org, download: date: 07 Nov 2006). Riyadi, & Deddy Supriady Bratakusumah. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah. Cetakan ke-2, Jakarta: penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Indonesia. Ritzer, Goerge, 2004. Teori Sosial Posmodern. Cetakan ke-2: ISBN 979-3460-10-5, Yogyakarta: Penerbit Kreasi Wacana. Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Edisi ke-2. Yogyakarta. Sinulingga, Budi, D. 2005. Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sieverts, Thomas. 2003. Cities Without Cites: An interpretation of the Zwischenstadt. ISBN 0-415-27259-9 hb, ISBN 0-415-27260-2 pb, published by Spon Press London and New York. Shirvani, H. 1985. The Urban Design Prosess. Van Nostrand Reinhold Company New York. Smailes, A.E. 1955. Some Reflections on the Geographical Description and Analysis of Townscapes. In The Institut of British Geographers Transactions and Papers, 21, pp 99-115. Sommer, Robert, dan Barbara B. Sommer. 1980. A Practical Guide to Research. Oxford: Oxford University Press.
47
Soetomo, Sugiono. 2009. Urbanisasi dan Morfologi:Proses Perkembangan Peradaban & Wadah Ruang Fisiknya Menuju Ruang Kehidupan yang Manusiawi”, edisi pertama, ISBN: 978-979-756-485-8, Yoyakarta: penerbit Graha Ilmu. Somantri, Gumilar R. 2002. Sosiologi Perkotaan, Edisi Kesatu cetakan keenam ISBN: 979-689-395-9, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Sugiyono. 2000. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit CV Alfabeta, Bandung Indonesia Surayin. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. ISBN 979-543-068-8, Bandung penerbit Yrama Widya Indonesia. Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data. Estacan I ISBN: 979-323723-6. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Syahbana, Joesron Alie. 2003. Pengelolaan Prasarana Sanitasi Lingkungan oleh Masyarakat di Kampung Kanalsari, Kota Semarang, Disertasi untuk Universitas Gajahmada, Indonesia. Tamin.O. Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung ITB. T.O. Ihromi. 1999. Atropologi Budaya. Edisi ke-10; Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Tommy Firman. 1999. Pattern and Trends of Urbanisation: A Reflection of Disparity. Third World Planning Review. Tjahjati, B Sugijanto Soegijoko. 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Dalam Abad 21. Buku I: Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Yayasan Sugiyanto Soegijoko-Urban and Regional Development Institute, Jakarta. Thunen, J.H. Von. 1926. The Issolated State. New York: Pergammon. Thurner, J.F, 1972. Housing Issues and the Standart Problems in Ekistics. Vol. 33 No. 196. Warpani S. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: Penerbit ITB, Indonesia. Wirth, L. 1938. Urbanism as a way of Life”, American Journal of Sociology.Problem: An Analysis of Commuting Behaviour in Cleveland, Ohio, and its Suburbs. Studies, 38, pp. 1161–1186. Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Edisi pertama ISSN 979-8120-3530. Yogyakarta: Tara Wacana.
48
Yunus, Hadi Sabari. 2004. Struktur Tata Ruang Kota. Edisi ke empat. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah PERI-URBAN Determinan Masa Depan Kota. Cetakan I. ISBN: 978-602-8300-43-8, Yogyakarta 55167. ----------. 1992. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta Mass Transsit System Study, Printed by Klenkes Druck und Verlag Gmbh. D-5100 Aachen. ----------. 2009. Badan Pusat Statistik. Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2008. Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Semarang. Semarang. ----------. 2009. Badan Perencana Pembangunan Daerah. Master Plan Kota Semarang 2009-2029. Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Semarang. ----------. 2009. Departemen Perhubungan, (2009), Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan beserta Peraturan Pelaksanaannya, Departemen Perhubungan, Jakarta. ---------.
2002. Departemen Perhubungan. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat no.SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur. Departemen Perhubungan, Jakarta.
----------. 2005. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Jakarta Indonesia. Laporan Akhir Bantek Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Kedungsepur Propinsi Jawa Tengah. ---------. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, “ Kamus Tata Ruang“, IKAPI 1997, Jakarta. ----------. Republik Indonesia Undan-Undang No.24 Tahun 1992 Tentang Ruang. ----------. Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Th 1995-2005, Semarang 1999. -----------. Undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang -----------. Republik Indonesia Undang-Undang No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman. ----------. 2001. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Sekilas perumahan dan pemukiman di Indonesia.
49
-----------. 2002. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Kebijakan dan Strategi nasional perumahan dan permukiman. ----------. 1997. Agenda 21 Indonesia, UNDP dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. ----------. 2000. Agenda 21 sektor permukiman UNDP dan Kantor Menteri Lingkungan Hidup. ----------. 1990. Departement of Planing & Urban Development, Metroplan: a planning strategy for the Perth metropolitan region. Pert: Desember 1990. -----------. 1995. City Trans Conference Proceedings“, Urban Planning, Infrastructure and Transportation: Solution for the Asia Pacific. 21 September 1995, Singapore: World Trade Centre. Hall 3. ----------. 1992. Jakarta Mass Transit System Study. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.Published by: Deutsche Gesellschaft fur Zusammenarbeit (GTZ) Gmbh, Posttach 5180. -----------. 1996. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat–ITB, bekerja sama dengan KBK Rekayasa Transportasi-JurusanTeknik Sipil ITB. Perencanaan Transportasi. Bandung, Indonesia. -----------. Undang-undang No 26/2007 tentang Penataan Ruang.
50
Daftar Riwayat Hidup Nama : Ir.Ismiyati ,MS NIP : 19591107 198703 2 001 Golongan : III D / Lektor Pekerjaan : Staf Pengajar Tempat /Tanggal Lahir : Semarang , 07 Nopember 1959 Alamat Kantor : Jl.Prof.H.Soedarto ,SH Tembalang Semarang Telp : 024 7474770 Alamat rumah :Jl. Taman Satrio Manah no. 25 Tlogosari Semarang
Riwayat Pendidikan
S – 1 Bidang Teknik Sipil, Universitas Diponegoro ,Semarang 1985 S – 2 Bidang Teknik Sipil , Bidang kekhususan Manajemen Transportasi Program Pasca Sarjana - ITB Bandung ( Institut Teknologi Bandung - Indonesia ( Lulus Th 1992 ).
Riwayat Kursus
PEKERTI A, UNDIP Semarang 1993 PEKERTI B, UNDIP Semarang 1995 Pelatihan Buku Ajar Perguruan Tinggi Negeri Tingkat Nasional di Yogyakarta, 1997 Kursus Singkat Angkutan Umum di ITB Bandung ,1998 Memberikan Pelatihan pembuatan buku ajar perguruan Tinggi Swasta Se Indonesia di Cisarua, Bogor th,1998 Simposium Transportasi Nasional Ke- III di UGM Yogyakarta 2000
Pengalaman Bidang Pekerjaan 1. Relevansi data Base dengan Sistem Informasi Perkotaan, 1998, dana penelitian Undip. 2. Data Base Angkutan Umum kota Semarang kerja sama UNDIP dengan BPPT Jakarta,1996 3. Urban Informasi Support Semarang dan Solo dengan BAPEDA TK I ,1995 – 1997. 4. Project Surip I A - QLI ( Quality Improvement Project ) Kaliwungu & Weleri Kabupaten Kendal 1999-2000. 5. Pra Study Kelayakan Jalan Lingkar Kota Batang ,Bapeda Tk II Batang ,Th 2001 6. Studi Pengembangan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang,kerja sama UNDIP dengan BAPEDA Tk I Semarang ,th 2000
51
Pengalaman Bidang Penelitian 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Pra Study Kelayakan Jalan Toll Semarang – Bawen – Solo, kerjasama dengan FT Sipil-Undip,1988 Optimalisasi Ruang Parkir BIP Bandung,1993 Bangkitan Perjalanan untuk kawasan pemukiman Tlogosari yang berakibat kemacetan kota Semarang,1994 pembiayaan Undip Semarang. Pengaruh median terhadap kecepatan lalu-lintas di Jalan Mojopahit Semarang,1995, Undip. Penelitian Prilaku Pemilihan Becak dan Becak Bermotor di Kota Semarang, Oktober 2002, Dana TPSDP-Sipil Undip,selesai oktober 2002 Analisa Model Hubungan Perilaku Pola Perjalanan Dan Perkembangan Daerah Pinggiran Kota Semarang, 2006, Research Grant, TPSDP – Undip Semarang. Simulasi Perbaikan Pelayanan Angkutan Umum dengan Mereduksi Tingkat Pencemaran Udara di Kota Semarang Dalam Rangka Menuju Transportasi yang Berkelanjutan, 2010 (Dana FT – Undip)
Publikasi Majalah Lokal Teknik Sipil dan Fakultas Teknik Universitas Dipinegoro 1. Pemecahan Masalah Derajad Keprimaan Kota Dengan Membentuk Kota Tengah sebagai Titik Pertumbuhan ,1994 2. Optimalisasi Ruang Parkir BIP Bandung dengan model Antrian,Th 1993 3. Bangkitan Perjalanan pemukiman Tlogosari yang menyebabkan kemacetan Kota Semarang,1994 4. Sistem informasi Rencana Pembangunan ( SIRPP),Majalah Pilar ,Teknik Sipil Undip edisi th 1998 5. Angkutan Umum dalam Kontek Transportasi Kota ( Ulasan kursus Singkat di ITB ) Majalah Teknik Undip , periode th 1998 6. Penaksiran Nilai Waktu Untuk Penumpang Kendaraan Pribadi di Kota Semarang,publikasi dalam Majalah Pilar Teknik Sipil Undip,edisi 2003 7. Analisis Model Logit Binomial Terhadap Perilaku Pemilihan Moda Transportasi Becak (Studi Kasus Kota Semarang ),( Majalah Pilar edisi 2004,Teknik Sipil Undip) 8. Pemilihan Moda Angkutan Umum yang cocok di Jalur Pedurungan – Simpang lima,Majalah Teknik Periode Nop th 2004.
Journal terakreditasi Nasional : 1. Penentuan Standart Parkir Hotel Berbintang di Kota Semarang, dalam journal Media Komunikasi Teknik Sipil Periode Nopember 2004, ISSN 0854-1809 Terakreditasi berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No: 23a/DIKTI/KEP/2004.
52
2. Wajah Transportasi Perkotaan Pada Kota – kota Menuju Kota Metropolitan (Studi Kasus: Semarang Metropolitan), dalam journal Media Komunikasi Teknik Sipil Nomor 2, Semarang Juni 2008, ISSN 0854-1809 Terakreditasi berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No: 23a/DIKTI/KEP/2004 3. Dampak Urban Sprawl Pada Kota-kota Menuju Kota Metropolitan Terhadap Pemilihan Moda Transportasi ( Studi kasus: Semarang Metropolitan) dipublikasikan dalam: Journal Ilmiah Desain & Konstruksi, Volume 6 No. 1 Juni 2007, ISSN: 0216-4086, Terakreditasi No.26/ DIKTI/Kep/2005 (Universitas Guna Darma, Jakarta)
Seminar Nasional /Proceding Makalah 1. Model Pemilihan Moda Transportasi BETOR (Studi Kasus Kota Semarang ), Prociding FSTPT 2003,Simposium ke- IV di Makasar 2. Proceding ”Seminar Doktor” Program Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan Universitas Diponegoro, tahun 2005, ISBN. 979.704.287.1 Judul: ” Model Hububgan Timbal Balik Perilaku Perjalanan dan Pola Perubahan Ruang Perkotaan”. 3. Model Hubungan Perilaku Pola Perjalanan dan Perkembangan Kawasan Pinggiran Kota Semarang, Seminar Nasional Hasil Penelitian Reserch Grant TPSDP, 2006 di Denpasar Bali, Indonesia 4. Pengaruh Perkembangan Kota Menuju Kota Metropolitan dan Pemilihan Moda, Publikasi Nasional pada Simposium ke XI, FSTPT 23-24Nopember 2007 di UNTAR; Jakarta, Indonesia. 5. Prosiding Seminar Nasional Sistem Transportasi Indonesia, Semarang 13 Mei 2008, ISBN 979-978-3948-65-2, judul: ” Konsep Pengembangan Angkutan Umum YangHumanis di Daerah Sub Urban Berbasis Karakteristik Wilayah (Studi Kasus Kecamatan Banyumanik- Semarang)
Seminar Internasional / Proceding 1. Prosiding pada Simposium Internasional FSTPT XI (Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi) di Undip Semarang, 29 – 30 Oktober 2008, ISBN 979-95721-2-11, Judul: Dampak Urban Sprawl kearah Pinggiran Kota Terhadap Tidak Efisiennya Mobilitas Transportasi Perkotaan (Studi kasus: Kota Semarang). 2. Transportation System and Engineering Proceeding SIBE- 2009, The 1 st International Conference On Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing Countries, November, 2-3 2009, Bandung, West Java, Indonesia. ISBN 978-979-98278-2-1, Judul : The Density, Road Network Pattern Identification and Isoprice Perspectives (Case study in Semarang City- Central Java) Membuat Buku 1. Buku Ajar Mekanika Teknik 1 dan Penyelesainnya untuk kalangan sendiri fakultas Teknik Sipil Universitas Diponegoro
53
2. Buku Ajar Perencanaan Geometrik Jalan Raya untuk kalangan sendiri Fakultas Teknik Sipil Universitas Diponegoro. 3. Buku ajar Statistika dan Probabilitas , untuk Kalangan sendiri Universitas Diponegoro, Februari 2004 4. Buku Ajar Lapangan Terbang Teknik Sipil UNDIP, Desember 2004 5. Buku Statistika dan Probabilitas untuk Teknik Sipil, September 2009 (Versi S1 dan S2) untuk kalangan sendiri Fakultas Teknik dan Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro)
54